Anda di halaman 1dari 11

Apa itu agnostisisme?

Pertanyaan: Apa itu agnostisisme?

Jawaban: Agnostisisme merupakan pandangan yang menganggap keberadaan Allah itu tidak
mungkin diketahui atau dibuktikan. Kata “agnostik” pada dasarnya berarti “tanpa
pengetahuan.”

Agnostisisme merupakan atheisme yang secara intelektual lebih jujur. Atheisme mengklaim
bahwa Allah itu tidak ada – satu posisi yang tidak dapat dibuktikan. Agnostisisme
berargumentasi bahwa keberadaan Allah tidak dapat dibuktikan atau disangkali – adalah tidak
mungkin untuk mengetahui apakah Allah itu sungguh-sungguh ada. Dalam konsep ini
agnostisisme benar.

Keberadaan Allah tidak dapat dibuktikan atau disangkali secara empiris.

Alkitab menyatakan bahwa kita harus menerima dengan iman bahwa Allah itu ada. Ibrani 11:6
mengatakan, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab
barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah
memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.”

Allah itu Roh (Yohanes 4:24) sehingga Dia tidak dapat dilihat atau disentuh. Kecuali Allah
memperlihatkan diriNya sendiri, pada hakekatnya Allah tidak dapat diketahui melalui indera
kita (Roma 1:20).

Alkitab menginstruksikan bahwa keberadaan Allah dapat disaksikan dengan jelas dalam jagad
raya (Mazmur 19:2-5), dirasakan dalam alam (Roma 1:18-22) dan diteguhkan dalam hati kita
sendiri (Pengkhotbah 3:11).

Agnostisisme pada hakekatnya merupakan penolakan untuk mengambil keputusan apakah


Allah itu ada atau tidak. Ini adalah bentuk paling utama dari ketidakmampuan seseorang
untuk mengambil keputusan.

Kaum theistik percaya bahwa Allah itu ada. Atheis percaya bahwa Allah itu tidak ada.
Agnostik malah menyatakan bahwa manusia tidak boleh percaya atau tidak percaya akan
keberadaan Allah karena tidak mungkin untuk mengetahui atau menyangkalinya.
Untuk sekedar diskusi, mari kita menyingkirkan bukti-bukti yang jelas dan tak dapat disangkal
mengenai keberadaan Allah. Jika kita menempatkan theisme dan atheisme/agnostisisme
dalam posisi yang sama, mana yang lebih masuk “akal” dalam kaitannya dengan kemungkinan
adanya hidup sesudah mati?

Kalau Allah itu tidak ada, baik penganut theisme, atheisme, maupun agnostisisme akan sama-
sama berhenti berada setelah mereka mati. Kalau Allah itu ada, kaum atheis dan agnostik
harus bertanggungjawab kepada Seseorang setelah mereka meninggal.

Dari sudut pandang ini, lebih masuk “akal” untuk memegang theisme daripada
atheisme/agnostisisme. Jika kedua posisi ini tidak dapat dibuktikan atau disangkali, bukankah
akan lebih bijaksana untuk percaya pada posisi yang lebih menguntungkan dalam kekekalan?

Wajar bagi seseorang untuk memiliki keraguan. Ada begitu banyak hal dalam dunia ini yang
tidak dapat kita mengerti.

Sering orang ragu akan keberadaan Allah karena mereka tidak dapat memahami atau tidak
setuju dengan hal-hal yang Dia lakukan dan ijinkan. Namun demikian, kita sebagai manusia
yang terbatas tidak dapat berharap untuk bisa sepenuhnya memahami Allah yang tidak
terbatas.

Roma 11:33-34 mengatakan, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan
Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-
jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah
menjadi penasihat-Nya?”

Kita harus percaya kepada Allah dengan iman dan percaya kepada jalan-jalannya dengan
iman. Allah siap dan bersedia mengungkapkan diriNya dengan cara yang ajaib kepada mereka
yang mau percaya kepadaNya.

Ulangan 4:29 mengatakan, “Dan baru di sana engkau mencari TUHAN, Allahmu, dan
menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu.
Apakah Agnostik itu?
by hawarihadi
Apakah Agnostik itu?
Oleh Bertrand Russell, 1953.
Diterjemahkan oleh Setya A. Sis

Apakah orang agnostik itu Atheis?


Tidak. Seorang atheis, seperti halnya penganut Kristiani, mempercayai bahwa ia dapat
mengetahui ada atau tidak adanya Tuhan. Penganut Kristiani mengatakan bahwa ia dapat
mengetahui Tuhan itu ada; kaum atheis menyatakan bahwa kita dapat mengtahui Tuhan itu tidak
ada. Orang agnostik menunda pengambilan keputusan, dengan menyatakan bahwa tidak cukup
bukti untuk menegaskan atau menolak adanya Tuhan. Pada saat bersamaan, orang agnostik
mungkin mengatakan bahwa eksistensi Tuhan meskipun bukan tidak mungkin, sangat kecil
kemungkinan adanya; ia mungkin menyatakan begitu kecil kemungkinan adanya Tuhan, maka
Tuhan pada kenyataannya tidak cukup bermakna untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan.
Dalam hal demikian, Tuhan disingkirkan tak jauh berbeda seperti dalam atheisme. Sikapnya
adalah mirip seperti filsuf yang teliti terhadap dewa-dewa Yunani Kuno. Apabila saya disuruh
membuktikan bahwa Zeus dan Poseidon dan Hera dan dewa-dewi Olympia lainnya tidak ada,
maka saya pasti kebingungan dalam memberikan argumen yang memadai. Orang agnostik akan
berpendapat bahwa Tuhan orang Kristiani sama kecil kemungkinan adanya dengan dewa-dewi
Olympia; dalam hal demikian, untuk mudahnya ia sama dengan orang atheis.

Oleh karena Anda menolak “hukum Tuhan”, otoritas apa yang Anda terima sebagai pedoman
hidup?

Orang agnostik tidak menerima “otoritas” apapun sebagai mana halnya yang diterima oleh orang
beragama. Dipercayai bahwa orang harus memikirkan sendiri masalah pedoman hidup. Tentu
saja, ia akan mengambil keuntungan dari pengalaman orang lain, tetapi harus dipilihnya sendiri
orang-orang yang dianggapnya bijak, dan sama sekali tidak akan menganggap bahwa apapun
yang dikatakannya tak boleh dibantah. Teramati bahwa apa yang ditentukan oleh “Hukum
Tuhan” itu selalu berubah setiap saat. Injil mengatakan bahwa wanita tiak boleh kawin dengan
saudara laki-2 dari suami yang telah meninggal, dan bahwa dalam keadaan tertentu wanita harus
kawin dengannya. Jika anda kebetulan seorang janda tak beranak dan masih ada ipar yang belum
kawin, maka logikanya anda tak boleh menghindari “hukum Tuhan.”
Bagaimana Anda mengetahui baik dan buruk? Apakah yang dianggap Dosa oleh orang
agnostik?
Orang agnostik tidak begitu pasti sebagaimana yang diyakini penganut Kristiani terhadap apa
yang disebut baik dan buruk. Tidak akan diklaim seperti yang diklaim penganut Kristiani di
masa lalu bahwa orang yang tak setuju dengan perintah mengenai theologi yang absurd harus
menerima hukum mati yang menyakitkan. Hukum mati demikian ditentang, dan lebih hati-hati
mengenai tuduhan moral.

Kata “dosa” dianggap bukan sebagai ide yang ada gunannya. Tentu saja diakui bahwa sebagian
macam tindakan adalah patut dan sebagian lagi tidak patut, tapi diyakini bahwa hukuman untuk
tindakan yang tidak patut hanya diterapkan jika dimaksudkan untuk menghindari atau
memperbaiki, bukan karena hukuman itu memang dianggap baik dan dengan pikiran bahwa
orang jahat harus menderita. Kepercayaan inilah yang ada dalam hukuman balas dendam
sehingga orang menerima idee neraka. Ini adalah bagian merugikan yang telah diakibatkan oleh
adanya ide “dosa”.

Apakah orang agnostik melakukan apapun asal dikehendakinya?


Dalam satu hal tidak, dilain hal siapapun akan melakukan apa yang dikehendakinya. Kalau
misalnya Anda begitu membenci seseorang sampai Anda mau membunuhnya: Kenapa tidak?
Anda akan menjawab: “Sebab agama mengatakan bahwa pembunuhan adalah dosa.” Namun
dalam kenyataan statistik, orang-orang agnostik tidak lebih cenderung melakukan pembunuhan
dari pada orang lain, dan kenyataannya kecenderungan mereka memang lebih kecil. Mereka
mempunyai motif sama untuk tidak melakukan pembunuhan sebagaimana orang lain. Jauh dalam
lubuk hatinya, motif paling kuat adalah takut dihukum. Namun dalam keadaan tanpa hukum,
seperti demam menambang emas, segala macam orang akan melakukan kejahatan, meski dalam
keadaan normal mereka adalah orang-orang yang taat pada hukum. Bukan hanya karena adanya
hukuman, tapi juga ada rasa tidak nyaman mengetahui hal menakutkan itu, dan rasa sepi karena
mengetahuinya, untuk menghindari kebencian orang, anda harus memakai topeng meski dengan
teman terdekat anda sekalipun. dan dan ada lagi yang sering disebut “conscience”: Jika anda
pernah berangan-angan untuk membunuh, anda akan takut pada ingatan yang mengerikan saat-
saat terakhir tubuh korban anda tak bernyawa. Semua ini benar, ya, tergantung pada kehidupan
anda dalam masyarakat yang taat hukum, tetapi banyak sekali alasan-alasar non agama/sekuler
yang dipakai untuk menciptakan dan dan mengabadikan masyarakat demikian.
Saya katakan ada alasan lain mengapa siapapun akan melakukan apa yang diinginkannya. Tak
seorangpun kecuali orang tolol yang menuruti segala keinginan, tetapi apa yang menahan
keinginan in check adalah selalu merupakan meinginan yang lain. Keinginan anti-sosial
seseorang dapat di kendalikan oleh keinginan untuk menyenangkan Tuhan, tapi dapat juga
dikendalikan oleh keinginan untuk menyenangkan teman-temannya, atau mendapatkan respek
penghormatan dari masyarakatnya, atau agar dapat mencitrakan dirinya sendiri tanpa rasa jijik.
Namun jika tak memiliki keinginan-2 tersebut, maka satu-2 nya aturan abstrak moralitas tak akan
dapat meluruskan orang itu.

Bagaimanaka anggapan orang agnostik terhadap Injil?


Orang agnostik menganggap Injil tepat sebagaimana yang dianggap oleh seorang enlightened
clerics. Tidak dianggapnya sebagai inspirasi illahi; akan dianggapnya sebagai legenda sejarah
awal, dan tak lebih akurat dari pada yang tertulis dalam Homer; dianggapnya ajaran moral yang
terkandung didalamnya kadang baik, tapi kadang sangat buruk. Misalnya, Samuel
memerintahkan Saul dalam perang untuk tidak saja membunuh tiap laki-laki, wanita, dan anak-
anak lawan, tapi sampai semua biri-biri dan ternak sapinya. Namun demikian Saul tetap
membiarkan biri-biri dan ternak sapi hidup, dan untuk hal ini kita disuruh mengutuknya. Saya
tak pernah mampu menyenangi Elisha karena mengutuki anak-anak yang mengolok-oloknya,
atau mempercayai (yang dinyatakan Injil) bahwa Dewa yang baik hati akan mengirimkan
beruang jadi-jadian untuk membunuh anak-anak tersebut.

Bagaimanakah anggapan orang agnostik terhadap Jesus, Kelahiran oleh Sang Perawan, dan
Trinitas yang Suci?

Karena orang agnostik tidak percaya Tuhan, tak dapat dipercayai bahwa Jesus adalah Tuhan.
Kebanyakan orang-orang agnostik menghargai kehidupan dan ajaran Jesus sebagaimana ditulis
dalam Injil, tetapi tidak harus melebihi penghargaan terhadap orang lain. Ada yang
menempatkan Jesus sama dengan sang Buddha, sebagian dengan Socrates dan dan lainnya
dengan Abraham Lincoln. Mereka juga tidak menganggap apa-apa yang dikatakannya tidak
boleh dibantah, oleh karena orang Agnostik tidak menerima suatu otoritas sebagai hal yang
absolute.

Orang Aganostik Menganggap Kelahiran Sang Perawan sebagai satu doktrin yang diambil dari
mitologi pagan/kafir, dimana kelahiran demikian bukan hal yang aneh (Zoroaster dikatakan
terlahir dari seorang perawan; Ishtar, the dewi Babylon, yang disebut sebagai the Holy
Virgin/Perawan Suci). Mereka tak dapat memberikan kepercayaannya kepada hal tersebut,
ataupun kepada doktrin Trinitas, karena keduanya tidak mungkin tanpa adanya kepercayaan pada
Tuhan.

Dapatkah orang agnostik menjadi penganut Kristiani?


Kata ” Kristiani” mempunyai berbagai makna dalam waktu yang berbeda. Selama berabad-abad
sejak jama Kristus, kata itu berarti orang yang percaya apada Tuhan dan keabadian dan serta
bahwa Kristus adalah Tuhan. Tetapi kaum Unitarians menyebut diri mereka penganut Kristiani
meski tidak percaya akan keIlahian Kristus, dan banyak orang saat ini menggunakan kata
“Tuhan” dengan arti yang kurang pas dibandingkan dengan arti jaman sebelumnya. Banyak
orang yang sekarang mempercayai Tuhan tidak lagi bermakna person/manusia, atau trinitas dari
person, namun hanya berupa kecenderungan kabur atau kekuatan atau maksud dan tujuan
immanent dalam evolusi. Lebih jauh lagi, orang lain mengartikan “Kristianitas” hanyalah sebuah
sistem etika yang dibayangkan sebagai karakter penganut Kristiani saja, karena mereka tidak
peduli dengan masalah kesejarahan.

Dalam buku yang baru diterbitkan, ketika saya katakan bahwa apa yang diperlukan dunia adalah
“cinta, cinta Kristiani, atau kepedulian/compassion,” banyak yang menyangka hal ini
menunjukkan adanya perubahan dalam pemikiran saya, meski kenyataannya mungkin saya
katakan hal yang sama kapanpun. Jika yang Anda maksudkan “Penganut Kristiani” berarti orang
yang mencintai tetangganya, yang sangat bersimpati terhadap penderitaan, dan yang sangat
menginginkan agar dunia bebas dari kebuasan dan kebencian yang jaman sekarang ini diabaikan,
maka jelas Anda mendapat justifikasi untuk menyebut saya seorang Kristiani. Dan dalam hal ini,
saya kira anda akan dapat menemukan lebih banyak “penganut Kristiani” diantara orang-orang
agnostik dibandingkan dalam kalangan orthodoks. Namun menurut saya, Saya tak dapat
menerima definisi demikian. Selain penolakan lainnya, namapaknya agak kasar bagi orang
Yahudi, Buddhis, Muslim, penganut non Kristianilainnya , yang sepanjang sejarah ditunjukkan
oleh sejarah, paling tidak cenderung untuk melakukan moralitas diklaim dengan arogan oleh
penganut Kristiani sebagai unik milik agama mereka sediri.

Saya kira juga bahwa siapapun yang menyebut diri penganut Kristiani di jaman-jaman awal, dan
dah sebagian besar orang yang melakukannya sampai saat ini, akan menganggap bahwa
kepercayaan pada Tuhan dan immortalitas adalah essensial bagi penganut Kristiani. Dengan
dasar ini, saya menyebut saya sendiri sebagai penganut Kristiani, harus saya katakan bahwa
orang agnostik tak dapat menjadi penganut Kristiani. Namun jika kata “Kristianitas” ternyata
digunakan secara umum dulunya hanya berarti sejenis moralitas, maka jelaslah mungkin bagi
seorang agnostik untuk menjadi penganut Kristiani.

Apakah Orang agnostik menolak bahwa manusia punya Jiwa?


Pertanyaan ini tidak mempunyai arti yang tepat kecuali kita diberi definisi sari kata “jiwa”. Saya
kira yang dimaksudkan secara kasar adalah sesuatu nonmaterial yang berada dalam seluruh
hidup seseorang bahkan, bagi yang mempercayai immoralitas, sepanjang waktu-waktu yang akan
datang. Jika yang begitu maksudnya maka orang agnostik mungkin tidak akan percaya bahwa
manusia mempunyai jiwa. Tetapi akan segera saya tambahkan bahwa hal ini tidak berarti orang
agnostik pasti penganut materialis. Banyak orang-orang agnostik (termasuk saya sendiri) sangat
ragu pada tubuh sebagaimana ketidak tahuan mengenai jiwanya, namun ini adalah cerita lama
untuk mempertimbangkan metafisik yang sulit ini. Baik jiwa maupun materi harus saya katakan
adalah simbol yang mudah dalam satu diskursus, sebenarnya bukan sesuatu yang eksis.

Apakah orang agnostik percaya Akhirat, Surga atau Neraka?


Pertanyaan mengenai apakah orang akan hidup setelah mati adalah pertanyaan mengenai bukti
mana yang memungkinkan. Riset fisika dan spiritualisme dianggap oleh banyak orang dapat
memberikan buktinya. Orang agnostik dengan demikian tidak mempunyai pandangan mengenai
kelangsungan jiwa kecuali dianggapnya ada bukti yang serba sedikit-pun. Menurut pandangan
saya sendiri, saya anggap tidak ada alasan memadai untuk mempercayai bahwa kita akan hidup
lagi setelah mati, namun saya terbuka untuk percaya jika ada bukti yang memadai.

Surga atau neraka adalah hal lain lagi. Percaya pada adanya neraka terikat pada adanya
kepercayaan bahwa hukuman pembalasan artas dosa adalah hal yang baik, sangat terpisah of dari
tujuan pencegahan atau perbaikan yang mungkin dapat diberikan. Orang agnostik hampir tak
percaya akan hal ini. Sehubungan dengan surga, barangkali ada bukti yang dapat diraba dengan
eksistensinya melalui spiritualisme, namun kebanyakan orang-orang agnostik menganggap tidak
ada bukti demikian, dan oleh karenanya tidak mempercayai adanya surga.

Apakah anda tak pernah takut pada pembalasan Tuhan karena menolak-Nya?
Tentu tidak. Saya juga menolak Zeus dan Jupiter dan Odin dan Brahma, namun hal ini tidak
menyebabkan kebingungan/keraguan bagi saya. Saya perhatikan bahwa sebagian besar dari
ummat manusia tidak percaya tuhan Tuhan dan tidak menderita hukuman yang nyata karenanya.
dan jika memang ada Tuhan, saya kira Tuhan itu tidak akan merasa tak nyaman karena ditolak
eksistensinya.
Bagaimana Orang Agnostik menerangkan keindahan dan harmoni Alam?
Saya tak tahu dimana ketemunya “keindahan” dan “harmoni”. Dalam kelompok kerajaan
binatang, binatang-binatang itu saling memakan. Kebanyakan dari mereka terbunuh dengan
kejam oleh binatang lain atau mati pelan-pelan karena kelaparan. Menurut saya sendiri, saya tak
bisa melihat keindahan luar biasa atau harmoni dalam diri Cacing Pita. Janganlah dikatakan
bahwa binatang ini dikirim sebagai hukuman atas dosa-dosa kita, sebab binatang itu lebih banyak
terdapat pada binatang dibandingkan manusia. Saya kira si penanya sedang memikirkan
keindahan langit yang penuh bintang. Akan tetapi harus diingat bahwa bintang kadang meledak
dan menghancurkan tetangga sekitarnya menjadi asap yang gelap. Keindahan, dalam segala hal
adalah subyektif dan hanya ada di mata orang yang memandangnya saja.

Bagaimana Orang Agnostik menjelaskan mukjizat dan wahyu lain dari Tuhan YME?
Orang-orang agnostik beranggapan tidak ada bukti “mukizat” dengan arti kejadian-kejadian yang
bertentangan dengan Hukum Alam. Kita tahu bahwa penyembuhan dengan iman dapat terjadi
dan sama sekali bukan mukjizat. Di Lourdes, penyakit tertentu dapat disembuhkan dan lainnya
tidak dapat disembuhkan. Yang dapat tersembuhkan dapat saja disembuhkan oleh dokter
manapun terhadap pasien yang beriman. Menurut catatan mukjizat lain, seperti Joshua yang
memerintahkan Matahari agar diam, orang agnostik menolaknya dan menganggap hanya legenda
dan menunjukkan bahwa semua agama penuh dengan legenda yang begitu. Sama banyaknya
mukjizat yang ada pada dewa-dewa Yunani dalam cerita Homer seperti halnya Tuhan Kristiani
dalam Injil.

Banyak nafsu rendah dan jahat yang ditentang agama. Jika Anda meninggalkan prinsip-
prinsip keagamaan, dapatkan umat manusia terus eksis?
Adanya nafsu rendah dan jahat tak dapat ditolak, tapi tak saya temui bukti dalam sejarah bahwa
agama agama-agama telah menentang nafsu-nafsu tersebut. Sebaliknya, malah disucikan, dan
memungkinkan orang untuk mentolerirnya tanpa rasa sesal. Hukuman kejam lebih umum
terjadai dalam Kristiani dibandingkan tempat lainnya. Apa yang nampak dapat membenarkan
hukum mati adalah kepercayaan dogmatis. Keramahan dan toleransi hanya terjadi sejalan dengan
berkurangnya kepercayaan dogmatis. Dalam jaman kita sekarang, agama baru yang dogmatis,
yakni komunisme telah muncul. Untuk itu, sebagai mana terhadap sistem dogma lainnya, orang
agnostik ditenentangnya. Ciri hukum-menghukum komunisme jaman ini persis seperti Ciri
hukum-menghukum Kristianitas di abad dahulu. Dengan berlangsungnya waktu, Kristianitas
kurang cenderung menghukum, ini adalah hasil kerja para penganut berfikir bebas yang
menjadikan penganut dogmatis berkurang ke-dogmatisannya. Jika mereka tetap dogmatis seperti
jaman dulu, mereka akan tetap menganggap benar membakar orang yang tak percaya. Semangat
toleransi yang dianggap oleh penganut Kristiani modern sebagaimana Kristiani, pada
kenyataannya merupakan produk moderasi yang memperkenankan ketidak-jelasan dan
mencurigai kepastian absolut. Saya kira siapapun yang meneliti sejarah tanpa memihak akan
menuju kesimpulan bahwa agama-agama telah mengakibatkan penderitaan dari pada yang telag
diselamatkannya.

Apakah arti hidup bagi Orang Agnostik?


Saya cenderung menjawabnya dengan pertanyaan lain: Apa maksudnya “arti hidup” ? Saya kira
itu adalah apa yang dimaksudkan sebagai tujuan umum. Saya tidak menganggap bahwa hidup itu
ada tujuannya. Cuma asal terjadi saja. Tetapi tiap individu memiliki tujuan hidup tertentu, dan
tak ada alasan dalam agnostisisme untuk meninggalkan tujuan-tujuan hidup ini. Tentu mereka
tidak pasti yakin akan dapat mencapai hasil yang diusahakannya; namun anda akan menganggap
gila jika seorang tentara menolak tugas bertempur sampai ia yakin pasti menang. Orang yang
memerlukan agama untuk menekankan tujuan hidupnya sendiri adalah orang yang ketakutan,
dan saya tidak dapat menanggapnya pula sebagai orang yang mencari jalan aman, meski
mengakui juga bahwa kekalahan bukan merupakan hal yang tak mungkin.

Apakah penolakan terhadap agama berarti penolakan terhadap perkawinan dan


kesetiaan?
Lagi, hal ini akan dijawab dengan pertanyaan: Apakah orang yang mempertanyakan ini percaya
bahwa perkawianan dan kesetiaan dapat meningkatkan kebahagiaan di dunia, atau apakah ia
mengaanggap bahwa perkawinan dan kesetiaan itu, meski menyebabkan kseusahan di dunia,
dipakai sebagai alat mencapai surga? Orang yang mengambil pandangan terakhir jelas tak dapat
mengharapkan agnostisisme akan menyebabkan menurunnya moralitas, namun harus kita akui
bahwa moralitas adalah sebab utama adanya kebahagiaan umat manusia dalam kehidupannya di
dunia. Jika sebaliknya ia mengambil pandangan pertama yaitu bahwa ada argumen yang
membumi untuk perkawinan dan kesetiaan, harus juga diyakininya bahwa argumen-argumen ini
mesti meyakinkan juga bagi orang agnostik. Orang agnostik dengan demikian tidak mempunyai
pandangan berbeda mengenai moralitas seksual. Akan tetapi kebanyakan akan mengakui bahwa,
ada argumen yang shahih untuk menentang toleransi terhadap nafsu seksual tanpa kendali.
Namun demikian, akan mendasarkan argumen ini pada sumber-sumber membumi yang jelas dan
bukan berdasarkan digaan perintah keilahian.

Apakah keimanan karena logika saja merupakan kepercayaan yang berbahaya?


Bukankan logika tidak sempurna dan tidak memadai tanpa hukum spiritual dan moral? Tak
seorangpun yang mau memakai otak meski ia agnostik, “hanya mengimani logika saja”. Logika
berkaitan dengan kenyataan, sebagian teramati, sebagian lagi disimpulkan. Pertanyaan apakah
ada kehidupan masa depan dan pertanyaan apakah ada Tuhan berkaitan dengan kenyataan, dan
orang agnostik percaya bahwa pertanyaan-pertanyaan itu harus diselidiki mirip dengan
pertanyaan, “Apakah akan ada gerhana rembulan besok?” Namun kenyataan saja tidak cukup
untuk menentukan tindakan, karena tidak diberitahukan apa tujuan yang harus kita capai. Dalam
wilayah tujuan-tujuan, kita memerlukan hal lain selain logika. Orang agnostik menemukan
tujuan dalam hatinya sendiri dan bukan dalam perintah dari luar. Coba kita ambil contoh:
Misalkan Anda ingin bepergian dengan kereta api dari New York ke Chicago; Anda akan
menggunakan logika untuk mengetahui kapan kereta api berangkat, dan orang yang mengira
bahwa ia punya kemampuan mengetahui atau intuisi yang menyuruhnya agar menyesuaikan
dengan jadwal akan dianggap agak bodoh. Namun tak ada jadwal yang akan memberitahu bahwa
pergi ke Chicago adalah bijaksana. Jelas dalam menentukan apakah hal itu bijaksana, ia mesti
memperhitungkan fakta-fakta lain; namun dibalik segala fakta, ada tujuan yang dianggapnya
cocok untuk diusahakan, dan bagi orang agnostik sebagaimana orang-orang lain, hal-hal ini
termasuk dalam wilayah yang bukan wilayah logika, meski tidak harus bertentangan sama sekali
dengan logika. Wilayah yang saya maksudkan adalah emosi dan perasaan dan keinginan.

Apakah anda menganggap semua agama sebagai bentuk takhayul atau dogma? Agama-
agama mana yang Anda hormati, dan mengapa?
Semua agama besar dan terorganisir yang mendominasi umat manusia sedikit banyak
mengandung dogma, tetapi “agama” adalah kata yang maknanya tidak pasti. Sebagai contoh
Confucianism dapat disebut agama, meski tidak mengandung dogma. Dan dalam beberapa
bentuk kepercayaan Kristen, elemen dogma diperkecil sampai minim.

Dari agama-agama besar sepanjang sejarah, Saya lebih cenderung Buddhisme, terutama dalam
bentunya yang paling awal, sebab agama itu yang melibatkan hukuman paling minim.

Komunisme, seperti agnostisisme bertentangan dengan agama. Apakah orang-orang


agnostik itu komunis?
Komunisme tidak menentang agama. Hanya menentang agama Kristiani saja, sebagaimana yang
ditentang oleh agama Islam (Mohammedanism sic.). Komunisme, paling tidak dalam bentuk
yang diciptakan oleh pemerintah Soviet dan Partai Komunis, adalah suatu sistem dogma baru
yang maut dan banyak melibatkan penghukuman. Oleh karena itu, tiap orang agnostik asli mesti
menentangnya.

Apakah orang-orang agnostik menganggap sains dan agama tak mungkin bersahabat?
Jawabannya kembali pada apa yang dimaksud dengan “agama”. Jika hanya berarti sistem etika,
agama dapat akrab dengan sains. Jika hanya berarti sistem dogma, yang dianggap sebagai mutlak
benar, maka hal itu tidak cocok dengan semangat ilmiah/sains yang menolak diterimanya
kenyataan tanpa bukti, dan juga menganggap bahwa kepastian mutlak jarang sekali tercapai.

Bukti apa yang dapat meyakinkan Anda bahwa Tuhan itu ada?
Saya kira jika saya dengar suara dari langit yang memprediksi segala sesuatu yang akan terjadi
pada diri saya dalam waktu 24 jam mendatang, termasuk kejadian-kejadian yang sangat tidak
mungkin, dan dan jika hal-hal itu terjadi betul, barangkali saya dapat diyakinkan paling tidak
terhadap adanya intelegensia superhuman. Dapat saya bayangkan bukti-bukti lain sejenis yang
mungkin dapat meyakinkan saya, namun sampai kini setahu saya tak ada bukti demikian.

Ryan Breedon untuk Philosophy for Everyone/Filsafat untuk


Siapapun, 24 Agustus 1997.

Anda mungkin juga menyukai