Anda di halaman 1dari 13

Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta

kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu
(Gould, 1972). Interpretasi lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari struktur sedimen
yang terbentuk. Struktur sedimen tersebut digunakan secara meluas dalam memecahkan
beberapa macam masalah geologi, karena struktur ini terbentuk pada tempat dan waktu
pengendapan, sehingga struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi
lingkungan pengendapan. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh
mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu. lingkungan
pengendapan tersebut meliputi:
1. Lingkungan Glasial
Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam - macam bentuknya penting
dalam aplikasi. Pertama, data kandungan endapan glasial dapat digunakan menyelesaikan
masalah tentang proses - proses geologi yang terjadi. Kedua, endapan glasial merupakan dasar
untuk mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya investigasi karakteristik teknik
geologi, pedoman hydrogeological, dan arus transportasi dalam sistem pengendapan glasial.
Sistem pengendapan glasial merupakan suatu pendorong dalam penyelidikan tentang sistem
pengendapan glasial ini juga merupakan pendorong untuk mempelajari / mengetahui tentang
letak dari pengendapan klastik dan karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun 1950
– an. Selain itu diketahui pula bahwa dalam sistem pengendapan glasial juga membawa serta
endapan -endapan mineral dan bermacam - macam batuan yang dibungkus oleh es. (Placer ;
Eyles, 1990), dan sistem pengendapan glasial digunakan juga dalam penyelidikan untuk
endapan mineral yang terdapat pada pelindung / pembungkusnya sendiri. (drift prospecting ;
Dilabio and Coker, 1989).
2. Kipas Alluvial
Aluvial fan atau yang biasa disebut kipas aluvial adalah kenampakan pada mulut lembah
yang berbentuk kipas yang merupakan hasil proses pengendapan atau merupakan akhir dari
sistem erosi-deposisi yang dibawa oleh sungai. Lingkungan ini umumnya berkembang di kaki
pegunungan, dimana air kehilangan energi untuk membawa sendimen ketika melintasi dataran.
Atau dapat diartikan pula bila suatu sungai dengan muatan sedimen yang besar mengalir dari
bukit atau pegunungan, dan masuk ke dataran rendah, maka akan terjadi perubahan gradien
kecepatan yang drastis, sehingga terjadi pengendapan material yang cepat, yang dikenal
sebagai kipas aluvial, berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya
terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya material kasar diendapkan dekat
kemiringan lereng, sementara yang halus terendapkan lebih jauh pada pedataran, tetapi secara
keseluruhan lingkungan ini mengendapkan sendimen-sendimen yang berukuran besar seperti
bongkahan batuan.
3. Sungai
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus
(straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering).
Pertama Sungai lurus (Straight), Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal
mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi
vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu
membuat sungai jenis ini mempunyai pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya
lurus tidak berbelok-belok (low sinuosity). Kedua Sungai kekelok (Meandering) , pada sungai
tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya
lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini
menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya
pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan
pengendapan pada kelokan tepi dalam. Ketiga Sungai teranyam, Biasanya tipe sungai teranyam
ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga
berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke
dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan
kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir). Keempat Sungai
anastomasing, energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai
teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar
dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar.
Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa
cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu.
4. Danau
Danau atau Lacustrin adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak
berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang
berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta,
barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga
mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada
daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari
endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya. Danau dapat terbentuk melalui
beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran;
proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan oleh
batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau
kawah hasil peledakan.
5. Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada
“lacustrine” atau “marine coastline”. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat
komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi
delta, faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide), gelombang, iklim,
kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus
mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding
system. Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih
banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut.
Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas,
sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi
distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches,
eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats (Coleman, 1982). Ketika sebuah sungai
memasuki laut dan terjadi penurunan kecepatan secara drastis, yang diakibatkan bertemunya
arus sungai dengan gelombang, maka endapan-endapan yang dibawanya akan terendapkan
secara cepat dan terbentuklah sebuah delta. Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti
dalam urutan umur stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian
minyak, gas, batubara dan uranium.
6. Pantai, Pulau Barrier, dan Gumuk Pasir
Transfor sedimen sepanjang pantai merupakan gerakan sedimen di daerah pantai yang
disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya (Komar : 1983). Transfor sedimen
ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat sedimen yang dibawanya
(Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua
komponen utama yaitu transfor sedimen dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transfor
sedimen sepanjang pantai di surf zone. Transfor sedimen pantai banyak menimbulkan
fenomena perubahan dasar perairan seperti pendangkalan muara sungai erosi pantai perubahan
garis pantai dan sebagainya (Yuwono, 1994). Fenomena ini biasanya merupakan permasalahan
terutama pada daerah pelabuhan sehingga prediksinya sangat diperlukan dalam perencanaan
ataupun penentuan metode penanggulangan. Menurut Triatmojo (1999) beberapa cara yang
biasanya digunakan antara lain adalah :Melakukan pengukuran debit sedimen pada setiap titik
yang ditinjau, sehingga secara berantai akan dapat diketahui transfor sedimen yang terjadi,
Menggunakan peta/ foto udara atau pengukuran yang menunjukan perubahan elevasi dasar
perairan dalam suatu periode tertentu. Cara ini akan memberikan hasil yang baik jika di daerah
pengukuran terdapat bangunan yang mampu menangkap sedimen seperti training jetty, groin,
dan sebagainya, Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada
daerah yang di tinjau. Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan
bukit pasir umumnya terdiri dari tekstur pasir yang terpilah baik dan kebundaran baik juga
;kaya akan kwarsa. Endapan bukit pasir di pantai mungkin kaya akan mineral berat dan
fragmen batuan yang tidak stabil. Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah tropis banyak
mengandung ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya. Bukit pasir yang terdapat
di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti White Sand, New Mexico. Bukit pasir dapat
pula terbentuk di muka pantai. Meskipun demikian hanya terjadi pada pantai pada daerah
kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin kering yang kuat dengan arah tegak lurus
pantai secara aktif memindahkan pasir menjadi gundukan pasir. Hanya sedikit gugusan bukit
pasir di muka pantai yang terjadi pada daerah curah hujan rendah.
7. Rawa
Rawa adalah daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan
tanah lumpur dengan kadar air relative tinggi. Wilayah rawa yang luas terdapat di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Irian Jaya). Daerah berawa-rawa terjadi mengikuti perluasan
daratan karena meditasi akuatis. Oleh karena itu, rawa dapat dijumpai pada tempat-tempat yang
syarat-syarat sedimentasi akuatisnya memungkinkan, misalnya daerah-daerah pantai Papua
(Irian Jaya), pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera dan pantai Kalimantan. Bila sungai
dipasok lebih banyak sedimen dari pada kemampuan sungai untuk membawa sedimen tersebut,
maka akan diendapkan material berlebih pada dasar kanal sebagai sand and gravel bars.
Pengendapan ini mendorong sungai untuk memecah kanal menjadi dua atau lebih kanal
sehingga terbentuklah pola sungai teranyam (braided river).
8. Lagoon
Lagun atau Lagoon adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan
laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan
pantai (Gambar VII.15). Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi
rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya
hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W. Sellwood, 1990).
Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun dipengaruhi oleh arus pasang surut
yang keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan
sebagi daerah peralihan darat - laut (Pettijohn, 1957), dengan salinitas air dari tawar (fresh
water) sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman salinitas tersebut akibat adanya pengaruh
kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah
kering memiliki salinitas yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah basah (humid),
hal ini dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu. Berdasarkan batasan-
batasan tersebut diatas maka batuan sedimen lagun sepintas kurang berarti dalam aspek
geologi. Akan tetapi bila diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya,
lagun akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak. Transportasi
material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang energi ombak, angin yang dengan
sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun.
9. Laut Dangkal (Shelf Environment)
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada diantara daerah laut
dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam Boggs (1995) membagi lingkungan
shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental
epeiric). Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati
daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam. Perikontinental
seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan material berbutir
halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan proses
arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement). Karena keberadaannya di daerah
kerak transisi (transitional crust), perikontinental juga sering menunjukan penurunan
(subsidence) yang besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat
mengakibatkan terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992). Sedangkan
epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi-
sisinya dibatasi oleh beberapa daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai
(storm) dan arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut.
Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh
gelombang dan arus tidal. Skema penampang lingkungan pengendapan laut (Boggs, 1995)
Ada enam faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf (Reading,
1978), yaitu : 1. kecepatan dan tipe suplai sedimen 2. tipe dan intensitas dari hidrolika regime
shelf 3. fluktuasi muka air laut 4. iklim 5. interaksi binatang – sedimen 6. faktor kimia Pasir
shelf modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun kadang-kadang
daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar daerah, seperti dari mulut
sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai (Drake et al, 1972 dalam Reading, 1978).
Endapan sedimen pada lingkungan shelf modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan
pasir, meskipun kadang-kadang dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah.
10. Reefs
Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat berbeda dari bagian
lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan paparan (shelf). Terumbu ini umumnya
dijumpai pada bagian pinggir platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus
sepanjang arah pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan
gelombang yang melintasi paparan tersebut. Disamping terumbu berkembang seperti massa
yang menyusur sepanjang garis pantai diatas, juga dapat berkembang sebagai “patch” yang
terisolir dalam paparan bagian dalam atau inner-shelf . Istilah lain untuk terumbu ini, ada yang
menyebutnya dengan “carbonate buildup” atau “bioherm”. Tetapi para pekerja karbonat tidak
menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya dibatasi untuk carbonat-buildup atau inti yang
kaku, pertumbuhan koloni organisme, atau carbonat - buildup lainnya yang tidak memiliki inti
kerangka yang kaku. Wilson (1975) menggunakan istilah carbonat-buildup untuk tubuh yang
secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan hasil proses relief tofografi, dan tanpa
mengaitkan dengan hiasan pembentuk internalnya.
11. Laut Dalam
Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut dengan alas kerak samudra
tipe basaltis. Daerah cekungan laut dalam merupakan daerah yang pada bagian atanya dibatasi
oleh lingkungan shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan yang
curam (lebih besar) dibandingkan dengan shelf. Berdasarkan dari fisiografinya, lingkungan laut
dalam ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu, continental slope, continental rise dan cekungan
laut dalam . Prinsip elemen dari Kontinental margin (Drake, C.L dan Burk, 1974 dalam Boggs,
1995) Lereng benua (continental slope) dan continental rise merupakan perpanjangan dari shelf
break. Kedalaman lereng benua bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m
sampai dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40, walaupun ada
variasi pada lingkungan delta (20) dan pada lingkungan koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan
kemiringan pada continental rise biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng
benua. Karena lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada lereng benua ini
sering merupakan daerah dari pergerakan arus turbidit. Continental rise biasanya tidak akan
ada pada daerah convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi pada
lereng benua ini sering menunjukan bentuk cembung, kecuali pada daerah-daerah yang yang
mempunyai stuktur sangat aktif. Volume endapan sedimen yang dapat mencapai lereng benua
dan continental rise ini akan sangat bergantung pada lebarnya shelf dan jumlah sedimen yang
ada. Continental rise dan cekungan laut dalam membentuk sekitar 80% dari total dasar laut.
Refferensi :

1. Nichols, Gary. 2009. Sedimentology and Stratigraphy. Wiley-Blackwell. UK


2. Hangky. Radolf. 2010. Lingkungan Pengendapan. Tersedia :
http://valentinomalau31.blogspot.com/2010/12/lingkungan-pengndapan.html.
(Diakses pada 23 Maret 2014)

Batuan Sedimen Klastik


Batuan sedimen jenis klastik merupakan batuan yang pembentukannya berasal dari pecahan
batuan asal atau pengendapan kembali oleh organisme pengurai (baca : Batuan Endapan).
Batu asalnya dapat berupa batuan sedimen itu sendiri, batuan metamorf atau batuan beku
(baca : Batuan Beku Luar). Fragmen batuan diperoleh dari proses pelapukan batuan baik
mekanik maupun kimia yang kemudian mengalami erosi dan terbawa oleh media pembawa
menuju suatu cekungan untuk diendapkan. Contoh batuan sedimen klastik yaitu :

Batuan Sedimen Klastik


Batuan sedimen jenis klastik merupakan batuan yang pembentukannya berasal dari pecahan
batuan asal atau pengendapan kembali oleh organisme pengurai (baca : Batuan Endapan).
Batu asalnya dapat berupa batuan sedimen itu sendiri, batuan metamorf atau batuan beku
(baca : Batuan Beku Luar). Fragmen batuan diperoleh dari proses pelapukan batuan baik
mekanik maupun kimia yang kemudian mengalami erosi dan terbawa oleh media pembawa
menuju suatu cekungan untuk diendapkan. Contoh batuan sedimen klastik yaitu :

 Breksi

Batu breksi mempunyai butiran- butiran batuan yang bersifat coarse. Batu ini terbentuk dari
proses sedimentasi fragmen- fragmen yang memiliki ukuran antara 2 sampai 256 milimeter.
Ukuran tersebut tergolong ke dalam ukuran batuan yang kasar. Fragmen- fragmen batuan ini
mempunyai bentuk runcing dan menyudut. Fragmen tersebut berasal dari hasil longsoran
yang mengalami litifikasi.

Selain itu, fragmen batu breksi juga bisa berasal dari kumpulan fragmen di bagian dasar suatu
lereng yang telah mengalami sedimentasi. Campuran dari batu gamping, granit, kuarsit,
kuarsa dan rijang bisa menjadi komposisi dari batu breksi. Batu breksi yang berukuran besar
bisa diakibatkan oleh pengendapan material yang dikeluarkan saat terjadi letusan gunung
berapi (baca : Dampak Letusan Gunung Berapi). Material tersebut mengendap di sungai atau
danau di sekitar lereng gunung berapi.

 Konglomerat

Batu konglomerat memiliki struktur yang hampir sama dengan batu breksi. Komposisinya
terdiri dari campuran atau sejenis kuarsa, granit, rijang dan lain sebagainya. Ukurannya juga
berkisar antara 2 hingga 256 mm. Perbedaan batu konglomerat dengan batu breksi terletak
pada bentuk fragmennya. Bentuk batu breksi runcing, sedangkan fragmen batu konglomerat
memiliki bentuk agak bulat. Bentuk bulat tersebut akibat dari proses transport yang terjadi
pada material- material penyusunnya.

 Batu pasir

Batu pasir atau standstone adalah batuan sedimen yang terbentuk dari proses sedimentasi
butiran pasir. Butiran- butiran pasir terbawa oleh media pembawanya seperti angin laut,
deburan gelombang laut dan aliran sungai. Pasir- pasir tersebut kemudian terkumpul pada
suatu tempat. Butiran- butiran batu pasir berukuran antara 0,1 hingga 2 mm. Batu pasir
tersusun dari berbagai variasi komposisi. Ada yang tersusun dari kuarsa dan feldspar banyak
terdapat di lapisan kulit bumi, ada pula yang memiliki komposisi pecahan batuan sabak,
riolit, basalt dan sedikit bijih besi serta klorit.

Batu pasir mempunyai berbagai jenis warna seperti warna coklat, coklat muda, abu- abu,
merah, putih dan kuning. Karena bersifat keras, tahan terhadap cuaca dan mudah dibentuk,
batu pasir banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan membuat bangunan dan
jalan. Selain itu, batu pasir juga digunakan sebagai batu pengasah untuk menajamkan pisau.
Batu pasir dapat dikelompokkan lagi menjadi 3 jenis, yakni graywacke, quartz sandstone dan
arkose (baca : Jenis Jenis Batuan).

Batuan sedimen non klastik terdiri atas batuan sedimen kimiawi dan batuan sedimen organis.
Batuan sedimen kimiawi terjadi karena proses pengendapan kimiawi, seperti pengendapan
dan pengikisan oleh air yang mengandung banyak garam (evaporit). Sedangkan batuan
sedimen organis terjadi karena aktivitas organisme terutama mikro organisme. Contoh batuan
sedimen non klastik yakni :

 . Batu bara

Batu bara disebut juga dengan coal, merupakan batuan sedimen non klastik yang terbentuk
dari hasil kompaksi material organik seperti akar, batang atau daun tumbuhan. Proses
pembentukannya terjadi di daerah beriklim tropis dengan air yang mengandung sedikit
oksigen seperti daerah rawa- rawa. Bagian- bagian tubuh tumbuhan yang jatuh ke rawa akan
mengendap.

Semakin lama akan semakin banyak bagian tumbuhan yang mengendap dan terakumulasi.
Setelah terkumpul, material- material tersebut akan terkubur oleh material lain sehingga
tekanannya bertambah. Tekanan tersebut akan mengeluarkan air lalu mengalami kompaksi
dan terbentuklah batu bara. Pada umumnya batu bara berwarna coklat kehitaman dengan
tekstur amorf, tebal dan berlapis. Batu ini tersusun dari humus dan karbon dengan pencahan
yang berdifat prismatik

Home » Geologi » Batuan Sedimen Organik : Pengertian, Jenis Dan Contohnya

Batuan Sedimen Organik : Pengertian, Jenis Dan Contohnya


Advertisement

Sebagai materi paling dominan yang menyusun lapisan kulit bumi, batuan terdiri dari
beberapa jenis. Setiap jenis batuan itu terbentuk dari proses runtut yang disebut siklus batuan.
Pada dasarnya ada tiga bentuk batuan utama yang terbentuk selama siklus batuan, yaitu
batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. (Silahkan baca jenis-jenis batuan
penyusun lapisan bumi – beku, sedimen, metamorf)

Batuan sedimen atau disebut juga batuan endapan adalah jenis batuan yang terbentuk dari
proses pelapukan sisa-sisa batuan lain atau mineral lainnya yang mengalami pengendapan.
Berdasarkan proses pembentukannya, batuan sedimen diklasifikasikan menjadi beberapa
macam, salah satunya adalah batuan sedimen organik.
Pengertian Batuan Sedimen Organik

Batuan sedimen organik atau yang disebut juga batuan sedimen biogenic adalah batuan yang
terbentuk dari pengendapan sisa-sisa bagian tubuh mahluk hidup serta mineral-mineral yang
dihasilkannya.

Material Penyusun Batuan Sedimen Organik


Batuan sedimen organik terbentuk dari hasil aktivitas organisme (mahluk hidup), karena itu
sisa-sisa tubuh mahluk hidup merupakan bagian yang paling dominan dalam menyusun
struktur batuan sedimen organik. Berbagai macam jenis organisme yang umum dijumpai
menyusun batuan sedimen organik antara lain : koral, molusca, foraminifera, diatom,
radiolaria dan beberapa jenis tumbuhan.

 Koral, lebih umum disebut terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang
bersimbiosis dengan beberapa jenis tumbuhan dari kelas algae. Hasil endapan koral akan
membentuk karang.
 Mollusca, adalah kelompok hewan triploblastik slomata yang tidak memiliki tulang belakang
dan tubuhnya lunak. Biasanya memiliki cangkang yang melindungi tubuhnya. Misalnya
kerang-kerangan, siput, udang dan lain-lain.
 Foraminifera, adalah sejenis organisme yang berasal dari kingdom porifera yang umum
disebut rizhopoda (kaki semu). Foraminifera sangat mirip dengan amoeba. Bedanya,
foraminifera memiliki cangkang yang melindungi tubuhnya.
 Diatom, adalah kelompok besar ganggang bersel tunggal yang terbungkus dalam dinding sel
silika.
 Radiolaria, adalah sejenis zooplankton (miroorganisme heterotrof yang tidak bisa membuat
makanan sendiri) yang ukurannya hanya sekitar 0,05 sampai 0,1 milimeter.
 Beberapa jenis tumbuhan, melalui proses pelapukan yang snagat lama menjadi material
pemebentuk batu bara.

Organisme-organisme tadi menghasilkan mineral dominan yang menjadi ciri khas batuan
sedimen organik. Yaitu silika dan karbonat. Batuan sedimen organik ditandai dengan
warnanya yang gelap sampai ke hitam.

Klasifikasi Batuan Sedimen Organik


Berdasarkan mineral dominan yang dihasilkan, ada dua jenis batuan sedimen organik. Yaitu
Batuan sedimen silika dan batuan sedimen karbonat :

1.Batuan sedimen organik Karbonat

Batuan sedimen organik karbonat adalah batuan organik yang paling dominan. Organisme
yang menghasilkan batuan ini antara lain koral, mollusca dan foraminifera. Mineral utama
penyusun batuan batuan sedimen karbonata adalah senyawa karbonat (CaCO3) berbentuk
kalsit. Misalnya batu gamping.

2.Batuan sedimen organik silika


Organisme yang menyusun batuan organik silika adalh diatom dan radiolaria. Diatom
menghasilkan jenis batuan silika diatomit, sedangkan radiolaria akan membentuk batuan
silika radiolarit.

Contoh Batuan Sedimen Organik


Ada banyak sekali contoh batuan yang merupakan bagian dari batuan sedimen organik.
Diantaranya yang paling sering dibahas adalah batu karang, batu bara dan batu posfat.

Batu karang

Batu karang terbentuk dari terumbu karang yang sudah mati. Terumbu karang sebenarnya
bukan organisme tunggal, tapi terdiri dari kumpulan organisme kecil yang disebut polip
(porifera). Dalam bentuk sederhananya, karang hanya terdiri dari satu polip berbentuk
tabung, dengan mulut di bagian atas dan dikelilingi tentakel. Namun seperti pada kebanyakan
spesies hewan tingkat rendah, polip akan berkembang menjadi banyak individu membentuk
koloni. Polifera memiliki bentuk unik dan menghasilkan karbonat (CaCO3). Karena itu batu
karang mengandung banyak senyawa karbonat.

Pada terumbu karang, terdapat berlapis-lapis batu karang ataupun koloni koral. Koloni yang
sudah mati akan mengendap dilapisan dasar dan melalui proses sedimentasi akan menjadi
batu karang. Sementara koloni yan masih hidup akan menempel pada batu karang. Begitu
seterusnya. Pada beberapa kondisi, koloni porifera pada terumbu karang ada yang tidak
bertahan hidup sehingga terumbu karang itu membatu seluruhnya. Terumbu karang baik yang
masih memiliki koloni hidup ataupun yang sudah mati seluruhnya menjadi habitat bagi
beberapa spesies ikan.

Selain sebagai habitat bagi beberapa jenis mahluk hidup, terumbu karang juga memiliki
manfaat sebagai berikut :

 Pelindung ekosistem pantai, batu karang yang terbawa ke permukaan berkumpul dan
membentuk perlindungan alami di bibir pantai. Batu-batu karang ini menahan energi dari
gelombang yang menghantam pantai, sehingga mencegah terjadinya abrasi pantai.
 Sebagai obat-obatan. Selain senyawa karbonat yang dominan, batu karang juga
mengandung banyak unsur kimia lain yang dipercaya bisa mengobati penyakit tertentu.
Penelitian tentang hal ini masih terus dilakukan.
 Sebagai objek wisata, terumbu karang memiliki bentuk yang sangat indah yang berpotensi
menjadi tempat wisata. Hal ini disebabkan karena koloni porifera yang menyusunnya tidak
hanya dari satu spesies. Selain itu terumbu karang juga menjadi habitat bagi sebagian besar
biota laut.

Batu Bara

Batu bara merupakan batuan sedimen organik yang mudah terbakar dan terbentuk dari sisa-
sisa tumbuhan yang telah mati. Proses pengendapan organisme ini menjadi batu bara
memakan waktu yang sangat lama.

Pembentukan batu bara hanya terjadi pada kurun-kurun tertentu dalam sejarah geologi. Pada
umumnya batu bara yang kita tambang sekarang berasal dari proses sedimentasi yang
berlangsung saat zaman karbon (340 juta tahun yang lalu) dan zaman permian (270 juta tahun
yang lalu).

Batu bara terbentuk dari pengendapan sisa-sisa tumbuhan. Pada dasarnya semua jenis
tumbuhan berpotensi mengalami sedimentasi menjadi batu bara. Diantaranya yang paling
banyak ditemui adalah tumbuhan alga, silofata, pteridofita, gimnospermae dan
angimnospermae.

Proses pembentukan batu bara disebut coalification atau pembatubaraan. Secara ringkas
berlangsung dalam dua tahap, yaitu diagenetik dan malihan.

 Proses diagenetik atau biokimia, dimulai saat tumbuhan mulai mengalami dekomposisi
sampai terbentuk lignit. Tahap ini dipengaruhi oleh kadar air, suhu dan tekanan yang
menyebabkan terjadinya pembusukan dan membentuk gambut.
 Proses Malihan atau Geokimia, tahap ini meliputi proses perubahan lignit menjadi bituminus
dan antrasit.

Sampai saat ini batu bara masih menjadi salah satu bahan bakar fosil yang banyak digunakan
dalam industri.

vvv

Anda mungkin juga menyukai