Anda di halaman 1dari 19

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

MAKALAH
PERKEMBANGAN KECERDASAN (IQ), KECERDASAN EMOSI (EI), KECERDASAN
SOSIAL (SI)

DiSusun Oleh :
1. Baiq Andipa Apriliani (1501030297)
2. Helmi Wardani (1501030292)
3. L. Imam Maulana (1501030318)
4. Nurlatipa (151134090 )

5. Rahmawati (1501030298)
6. Rina Hindriana (1501030290)
7. Rosidah (1501030310)
8. Sapendi (1501030299)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
MATARAM
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah
memberikan nikmat kepada kami, Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah Psikologi
Pendidikan yang membahasa tentang “Perkembangan Kecerdasan (IQ), Kecerdasan Emosi (EI),
Kecerdasan Sosial (SI) dengan tepat waktu. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu
syarat penilaian mata kuliah Psikologi Pendidikan. Yang meliputi tugas nilai mandiri.

Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah ada. Namun, hanya
lebih pendekatan pada materi atau membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai
referensi. Yang bisa memberi tambahan pada hal yang terkait denganPerkembangan Kecerdasan
(IQ), Kecerdasan Emosi (EI), Kecerdasan Sosial (SI).

Pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka, yaitu mengumpulkan dan
mengkaji materi Perkembangan Kecerdasan (IQ), Kecerdasan Emosi (EI), Kecerdasan Sosial (SI) dari
berbagai referensi. Kami gunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun
dapat memberikan informasi yang mudah di pahami.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang pihak yang sudah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, kami sadar makalah yang kami susun masih jauh dalam kesempurnaan,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan.

Mataram, 10 April 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI.............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................. 1

C. Tujuan.................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kecerdasan Inteligensi (IQ).......................... 3

1. Pengertian Inteligensi........................................................ 3

2. Pengukuran Inteligensi...................................................... 3

3. Teori-Teori Inteligensi....................................................... 5

B. Perkembangan Kecerdasan Emosionsl (EI).......................... 11

C. Perkembangan Kecerdasan Sosial (SI)................................. 16

1. Kecerdasan Sosial Menurut para Ahli............................. 16

2. Lima elemen kunci mengasah kecerdasan social............. 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................... 18

B. Saran..................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Psikologi berasal dari psyche yang artinya jiwa, dan logos yang artinya ilmu. Jadi secara
etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mngenai macam-macam
gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa[1].

Perkembangan pada prinsipnya merupakan cabang dari psikologi. Istilah perkembangan


(development) dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cuckup rumit dan kompleks.
Didalamnya terkandung banyak dimensi. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami konsep
perkembangan, perlu terlebih dahulu memahami beberapa konsep lain yang terkandung di
dalamnya.

Secara sederhana Seifery & Hoffnung (1994) mendefinisikan perkembangan sebagai “ Long-term
changes in a person’s growth. Feelings, patterns of thinking, social relationship, and motor skills.”

Sementara itu, Chaplin (2002) mengartikan perkembagan sebagai (1) perubahan yang
berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir samapi mati, (2) pertumbuhan, (3)
perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah kedalam bagian-
bagian fungsional, (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak
dipelajari.

Dalam psikologi membahas Perkembangan Kognitif, diman membahas tentang


Perkembangan Inteligensi (IQ), Perkembangan Kecerdasan Emosional (EI) dan Perkembangan
Kecerdasan Sosial (SI) dan untuk mengetahui definisi, dan teori strategi perkembangan serta
pengukurannya maka itulah yang melatar belakangi pemakalah untuk membuat makalah yang
membahas tentang definis, teori strategi perkembangan serta pengukuran dari perkembangan
Inteligensi (IQ), Perkembangan Kecerdasan Emosional (EI), dan Kecerdasan Kecerdasan Sosial
(SI)[2].

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Inteligensi /

2. Bagaimana proses pengukuran Intelegensi ?

3. Apa Saja Teori-Teori Inteligensi ?

4. Apa Pengertian Kecerdasan Emosional (EI) ?

5. Apa Pengertian Kecerdasan Sosial (SI) ?

C. Tujuan :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Inteligensi


2. Untuk mengetahui bagaimana proses pengukuran Inteligensi

3. Untuk mengetahui Teori-teori Inteligensi

4. Untuk mengetahui pengertian Kecerdasan Emosional

5. Untuk mengetahui pengertian Kecerdasan Sosial

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kecerdasan Inteligensi (IQ)

1. Pengertian Inteligensi
Definisi inteligensi yang dirumuskan oleh bebrapa ahli, secara umum dapat dimasukkan ke
dalam salah satu dari tiga klasifikasi berikut : (1) kemampuan menyesuikan diri dengan lingkungan,
beradaptasi dengan situasi-situasi yang sangat beragam; (2) kemampuan untuk belajar atau kapasitas
untuk menerima pendidikan; (3) kemampuan untuk berfikir secara abstar, menggunakan konsep-
konsep abstrak dan menggunakan secara luas symbol-simbol dan konsep-konsep. (Phares,1998).

Inteligensi dapat diartikan sebagai keampuan berfikir secar abstrak, memecahkan masalah
dengan menggunakan symbol-simbol verbal, dan kemampuan untuk belajar dari dan menyesuaikan
diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.belakang sejumlah psikolog memperluas
pengertian inteligensi dengan memasukkan berbagai macam dimensi bakat (seperti bakat music) dan
keterampilan jasamani.meskipun demikian, diskusi-diskusi tentang inteligensi masih didominasi
dengan pandangan tradisional, yang lebih berorientasi pada dimensi pemikiran dan pemecahan
masalah, sehingga banyak standar tes yang digunakan untuk mengukur bentuk-bentuk inteligensi ini
(Seifert & Huffnung, 1994)

2. Pengukuran Inteligensi

Inteligensipada setiap anaka tidak sama .Untuk mengukur kemampuan- kemampuan individu
tersebut, para psikolog telah mengembangkan sejumlah tes inteligensi. dalam hal ini, Afert Binet
(1857-1911), seorang dokter dan psikolog Perancis, dipandang secara luas sebagai orang yang paling
berjasa dalam mempelopori pengembangan tes inteligensi ini.

Berawal dari penugasannya dari Kementrian Penidikan Perancis untuk mengembangan suatu
metode yang dapat menentukan murid-murid mana yang mendapat keuntungan dari sistem
pembelajaran dari sekolah umum, tahun 1904 Binet bersama mahasiswanya, Theophile Simon, mulai
merancang sebuh tes Inteligensi yang diberi nma “Chele Matrique de I’inteligence” (segala pengukur
inteligensi ) . Tes ini dimaksudkan untuk membedakan antara anak yang dapat mengikutiin pelajaran
disekolah dengan baik, dengan anak yang tidak dapat menangkap pelajaran.

Tes inteligensi yang dirancang oleh Binet ini berangkat dari konsep usia mental (Mental Age-
MA) yang dikembangkannya,.binet menganggap ana-anak yang terbelakang secara mentak akan
bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak normal yang berusia lebih muda. Ia mengembangkan
norma-norma inteligensi dengan menguji 50 orang anak-anak dari usia 3 hingga 11 tahun yang tidak
terbelakang mental. Anak-anak yang diduga terbelakang mental juga diuji, dan performa mereka
dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya saa didalam sampel yang normal. Perbedaan
anatara usia mental (MA) dengan usia-usia kronologis (CA) –usia sejak lahir- inilah yang digunakan
sebagai ukuran inteligensi. Anak yang cerdas memiliki MA diatas CA, Sedangkan anak yang bodoh
memiliki MA dibawah CA.

Wiliam Stern (1971-1938), seorang psikolog Jerman , kemudian menyempurnakan tes


inteligensi Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang sangat popular hingga sekarang, yaitu
Intelligence Quotient (IQ). IQ menggambarkan inteligensi sebagai rasio antara usia mental (MA) dan
usia kronologis (CA), dengan rumus :

Angka 100 digunakan sebagai bilangan pengali supaya IQ bernilai 100 bila MA sama
dengan CA. Bila MA lebih kecil dari CA, maka IQ kurang dari 100. Sebaliknya jika MA lebih
besar dari CA maka IQ lebih dari 100. Berdasarkan hasil tes inteligensi yang disebarkan
kesejumlah besar orang, ditemukan bahwa inteligensi diukur dengan perkiraan distribusi
norma Binet. Distribusi norma ialah simetris dengan kasus mayoritas yang berada di tengah-
tengah rentang skor tertinggi dan skor terendah yang tampak pada kedua titik ekstrim skor.

Dewasa ini tes-tes inteligensi telah dipergunakan secara luas untuk menempatkan ana
sekolah ke dalam kelas atau jurusan tertentu, untuk menerima mahasiswa di suatu perguruan
tinggi, untuk menyeleksi calon pegawai negeri sipil, untuk memiliki individu yang akan
ditemptakan pada jabatan tertentu dan sebagainya.

TABEl 1.1

Klasifikasi IQ

IQ Klasifikasi Tingkat sekolah

Di atas 139 Sangat superior Orang yang sangat pandai

120-139 Superior Dapat menyelesaikan studi di Universitas


tanpa banyak kesulitan

Dapat menyelesaikan sekolah lanjut tanpa


110-119 Di atas rata-rata
kesulitan

Dapat menyelesaikan sekolah lanjutan


90-109 Rata-rata
Dapat menyelesaikan sekolah dasar
80-89 Di bawah rata-rata
Dapat mempelajari sesuatu tapi lambat
70-79 Borderline
Tidak bisa mengikuti pendidikan disekolah
Di bawah 70 Terbelakang secara
mental

Sumber : Diadaptasi dari Davindoff (1988)


3. Teori Teori Inteligensi

Salah satu isu penting yang menjadu perdebatan di kalangan psikolog mengenai inteligensi
adalah sifat dasara dari inteligensi itu, apakah inteligensi terdiri atas satu kemampuan umum atau
beberp kemampuan khusus ?dalam hal ini psikolog terbagi dalam dua kubu. kubu pertma
menganggap inteligensis sebagai suatu kemampuan umum yang merupakan satu kesatuan.
sedangkan kubu keuda mengangga bahwa inteligensi ditentukan oleh banyaknya kemampuan yang
saling terpisah.

Charles Speraman (1863-1945), orang yang berjasa mengembangkan pendekatan


analisis faktor (factor analysis) misalnya, ia percaya adanya suatu faktor inteligensi umum,
atau faktor “G” yang mendasari adanya faktor-faktor khusus atau faktor “S” dalam jumlah
yang berbeda-bed. orang dapat dikatakan secara umum pandai atu secara umum bodoh,
tergantung pada jumlah faktor “G” yang dimilikinya. Inteligensi seseorang mencerminkan
jumlah faktor “G” ditambah besaran berbagai faktor “S” yang dimilii.seseorang harus
memecahkan soal aljabar misalnay, maka yang dibutuhkan adalah inteliensi umum orang
tersebut dan kemampuannya atau pemahamannya akan berbagai macam rumus serta konsep
aljabar itu sendiri. Menurut Spearman orang cerdas itu mempunyai banyak sekali faktor
umum, dan faktor umum merupakan dasar dari semua perilaku cerdas manusi, mulai dari
keunggulan disekolah sampai dengan kemampuan berlayar di laut (Myers, 1996)

Pandangan Spearman yang lebih menekankan pada inteligensi umum tersebut ditolk
oleh Louis Thurstone (1887-1955) menekankan paa aspek yang terbagi-bagi dari
inteligensi.Thurstone menganggap bahwa inteligensi dapat dibagi menjadi sejumlah
kemampuan primer. Menurut Thurstone, inteligensi umum yang dikemukakan oleh Spearman
itu pada dasaranya terdiri dari 7 kemampuan primer yang daoat dibedakan dengan jelas dan
dapat digali dengn inteligensi, yaitu : (1) pemahaman verbal (verbal comprehension), (2)
kefasihan menggunakan kata-kata (word fluency), (3) kemampuan bilangan (numerical
ability), (4) kemampuan raung (spatial factor ) (5) kemampuan mengingat (memory), (6)
kecepatan pengamatan (perceptual speed), da (7) kemampuan penalaran (reasoning) (Ferrari
& Sternberg, 1998).

TABEL 1.2
Kemampuan Mental Primer Thurstone

Inteligensi Kemampuan

Verbal comprehension Kemampuan memaknai makna kata

Word fluency Kemampuan memikirkan kata secara tepat, seperti


penukaran huruf dalam kata, sehingga kata itu
mempunyai pengertian lain, atau memikirkan kata-
kata yang bersajak

Kemampuan bekerja dengan angka dan melakukan


perhitungan
Number

Kemampuan memvisualisasi hubungan bentuk ruang,


seperti mengenali gambar yang sama yng disajikan
Space dengan sudut pandang yang berbeda

Kemampuan mengingat stimulus verbal

Memory Kemampuan menangkap rincian viasual secara cepat


serta melihat persamaan dan perbedaan diantara
objek yang tergambar
Perceptual speed

Kemampuan menemukan aturan umum berdasarkan


contoh yang disajikan, seperti menetukan bentuk
keseluruhan rangkaian setelah disajikan sebagian dari
rangkaian tersebut.
Reasoning

Sumber : Diadaptasi dari Atkinson, Hilgard (1993)


Psikolog Howard Gadner (1983) mendukung gagasan bahwa kita tidak mempunyai
satu inteligensi, tetapi malah memiliki banyak inteligensi (multiple inteligensi), yang berbeda
antara satu dama lain. Masing-masing inteligensi ini meliputi keterampilan-keterampilan
kognitif yang unik, dan bahwa masing-masing ditampilkan di dalam bentuk yang berlebihan
pada orang-orang berbakt dan idiot (orang-orang yang secara ental terbelakang, tetapi
memiliki keterampilan yang sulit dioercaya dalam bidang tertentu, seperti melukis, music, atu
berhitung. ) Gardner juga mnecatat bahwa kerusakan otak mungkin mengurangi satu jenis
kemampuan, tetapi tidak pada keterampilan lain.

TABEL 1.3

Aspek Inteligensi Gardner

Inteligensi Kemampuan

Logical-Mathematical Kepekaan dan kemampuan mengamati pola-pola


logis dan bilangan, serta kemampuan berpikir logis

Kepekaan terhadao suara, ritme, makna kata-kata,


dan keragaman fungsi-fungsi bahasa
Linguistic
Kemampuan menghasilkan dan mengekspresikan
rutme, nada, dan bentuk-bentuk ekspresi music.

Musical Kemampuan mempersepsi dunia ruang visual secara


akurat dan melakukan transformasi persepsi
tersebut.

Kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan


Spatial menangani objek-objek secara terampil

Kemampuan mengamati dan merespon suasana


hati, tempramen, dan motivasi orang lain

Bodily kinesthetic Kemampuan memahami perasaan, kekuatan, dan


kelemahan inteligensi sendiri.

Interpersonal

Intrapersonal

Sumber : Diadaptasi dari Gardner (1983)


Teori kontemporer tentang inteligensi berasal dari Robert J. S (1988), yang dikenal
dengan “Triarchic Theory of Inteligence” Teori ini merupakan perluasan dari pndekatan
psikometrik dan menggabungkannyadengan ide-ide terbaru dari riset terhadap bagaimana
pemikiran terjadi. Dalam hal ini, Sternberg menyatakan bahwa intelgensi memiliki tiga
bidang, yang disebutnya dengan triarchic, yaitu 1) inteligensi komponensial, 2) inteligensi
eksperiensial, dam 3) inteligensi keontekstual.

Inteligensi komponensial berhungan dengan komponen berpikir, yang menyerupai


unsure-unsur dasar dari model pemrosesan informs. Kompnen-komponen ini meliputi
keterampilan atau kemampuan memperoleh, memelihara atau menyimpan dan mentrasnfer
informasi, kemampuan merencanakan, mengmbil keputusan, dan memecahkan masalah,
serta kemampuan menerjemhkan pemikiran-pemikiran sendiri dalam wujud performa.

Inteligensi eksperinsia difokuskan pada bagaimana pengalaman sesorang sebelum


mempengaruhi inteligensi, dan bagaimana pengalaman itu difokuskan pada pemecahan
masalah dala, berbagai situasi. Sedangkan inteligensi konstektua; difokuskan pada
pertimbangan bagaimana orang bisa berhasil dalam menghadapu tuntutan lingkungannya
sehari-hari, bagaimana ia keluar dari kesulitan, atau bagaimana ia bergaul degan orang lain.
Inteligensi praktis atau kontekstual ini menurut Sternberg dangat diperlukan untuk
menyesuaikan diri dengan dunia nyata yang memng tidak diajarkan di seolah.

TABEL 1.4

Aspek Intelektul Sternberg

Aspek Inteligensi Kemampaun

Componential Pengkodean dan penggambaran informasi dan


perencanaan pelaksanaan solusi atas permasalahan-
permasalah.
Mampu memadukan masalah-masalah bary dan
masalah-masalah lama dengan cara-cara baru, mampu
Experiential
memecahkan masalah secara sistematis

Mampu menyesuaika, mengubah dan memilih


lingkungan belajara untuk dijadikan sebagai sarana
dalam pemecahan masalah
Contextual

Sumber :Diadaptasi dari Seinfert & Hoffuning (1994)

Beberapa teori kontemporer tentang inteligensu lebih difokuskn pada inteligensi


praktis (partical intelligence) – inligensi yang dihubungkan dengan semua kesuksesan dalam
kehidupan sehari-hari dari Sternberg tersebut – dibandingkan pada prestasi akademis dan
intelektual.Hal ini karena kesuksesan dalam hidup atau karir dibutuhkan suatu tipe inteligensu
yang sangat berbeda dengan yang dibutuhkan dalam kesuksesan akademis, dan kebanyakan
psikolog percaya bahwa IQ tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesuksesan
dalam berkarir. Orang yang tinggi dalam inteligensi praktisnya, lebih mampu mempeljari
norma-norma dan prinsip-prinsip umum serta mengaplikasikannya secara tepat (Feldman,
1996)

B. Perkembangan Kecerdasan Emosional

Pandangan lama mempercayai bahwa tingkat inteligensi (IQ) atau kecerdasan


intelektual merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mencapai prestasu belajar atau
meraij kesuksesan dalam hidup. Akan tetapi pandangan kontemporer kesuksesan hidup
seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual (Inteligence Quotient – IQ),
melainkan juga oleh kecerdasan emosi (Emotional Inteligence – EI atau Emotional Quotient - EQ).

Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, terutama psikolog, istilahy “kecerdasan


emosional” (Emotional Inteligence), merupakan sebuah istilah yang relatif baru. Istilah ini
dipopulerkan oleh DanielGoleman berdasarkan hasil penelitian tentang neurolog dan psikolog
yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan
intelektual. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog tersebut, maka Goleman
(1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional
dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau yang
populer dengan sebutan “Inteligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan
oleh emosi.

Dengan berkembangnya teknologi pencitraan otak (brain-imaging) sebuah teknologi yang kini
membantu para ilmuwan dalam memetakan hati manusia semakin memperkuat keyakinan
bahwa otak memiliki bagian rasional dan emosional yang saling bergantung. (Goleman, 1995).

Menurut Golenam (1995), kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali


perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan motivasi diri sendiri, dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubunga dengan orang lain.
Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berada tetapi saling melengkapi
dengan kecerdasan akademik (academic inteligence), yaitu kemapuan-kemampuan kognitif
murni yang diukur dengan IQ. Banayk orang yang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak
mempunyai kecerdasan emosi, sehingga dalam bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih
renndah tetapi unggu dalam keterampilan kecerdasan emosi.

Daniel Golemen mengklasifikasikan kecerdasan emoisonal di atas lima komponen penting,


yaitu (1) mengenali emosi; (2) mengelola emosi; (3) motivasi diri sendiri; (4) mengenali emosi
orang lain; dan (5) membina hubungan.

Mengenali emosi diri kesadaran diri (knowingt one’s emotions self-awerness), yaitu
mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk
memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan
diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri memungkinkan pikiran rasional memberikan
informasi penting untuk menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Pada saat yang
sama, kesadaran diri dapat membantu mengelola diri sendiri dan hubungan antar personal serta
menyadari emosi dan pikiran sendiri. Semakin tinggi kesadaran diri, semakin pandai dalam
menangani perilaku negatif itu sendiri.

Mengelola emosi (managing emotions), yang menangani emosi sendiri agar berdampak positif
bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum
tercapainya satu tujuan, serta menetralisir tekanan emosi. Orang yang memiliki kecerdasan
emosional adalah orang yang mampu menguasai, mengelola dan mengarahkan emosinya dengan
baik. Pengendalian emosi tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak
emosi, melainkan juga bisa seperti dengan sengaja menghayatu suatu emosi, termasuk emosi
yang tidak menyenangkan.
Motivasi diri (motivating oneself), yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan
bertindak sanagat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Kunci motivasi
adalah memanfaatkan emosi, sehingga dapat mendukung kesuksesan hidup seseorang. Ini
berarti bahwa antara motivasi dan emosi mempunyai hubungan yang sangat erat. Perasaan
(emosi) menentukkan tindakan seseorang, dan sebaliknya perilaku sering kali menentukan
bagaimana emosinya. Bahkan menurut Goleman (1999), motivasi dan emosi pada dasarnya
memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggerakkan. Motivasi menggerakkan manusia untuk
meraih sasaran, emosi menjadi bahan bakar untuk motivasi, dan motivasi pada gilirannya
menggerakkan persepsi dan membentuk tindakan-tindakan.

Mengenali emosi orang lain (recognixing emotions in other) empati, yaitu kemampuan untuk
merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan
hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat. Hal ini
berarti orang yang memiliki kecerdasan emosional ditandai dengan kemampuannya untuk
memahami perasaan atau emosi orang lain. Emosi jarang diungkapkan melaluin kata-kata,
melainkan lebih sering diungkapkan melalui pesan nonverbal, seperti melalui nada suara,
ekspresi wajah, gerak gerik dan sebagainya. Kemampuan mengindra, memahami dan membaca
perasaan atau emosi orang lain melalui pesan-pesan nonverbak ini merupakan intisari dan
empati.

Membina hubungan (handling relationship), yaitu kemampuan pun mengendalikan dan


menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi
dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar memahami dan bertindak bijaksana dalam
hubungan antar manusia. Singkatnya keterampilan sosial merupakan seni mempengaruhi orang
lain.

Memperhatikan kelima komponen kecerdasan emosi tersebut, dapa dipahami bahwa


kecerdasan emosi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka mencapai kesuksesan, baik di
bidang akademis, karir, maupun dalam kehidupan sosial. Bahkan belakangan ini beberapa ahli
dalam bidang tes kecerdasan telah menemukan bahwa anak-anak yang memiliki IQ tinggi (cerdas)
dapat mengalami kegagalan dalam bidang akademis, karir dan kehidupan sosialnya. Sebaliknya,
banyak anak yang memiliki kecerdasan rata-rata mendapatkan kesuksesan dalam hidupnya.
Berdasarkan fakta tersebut, maka para ahli tes kecerdasan berkesimpulan bahwa tes IQ hanya
dapat mengukur sebagian kecil dari kemampuan manusia dan belum menjaring keterampilan
dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan yang lain. Faktor IQ hanya dianggap
menyumbangkan 20 % dalam keberhasilan masa depan anak. Dalam penelitian dibidang psikolog
anak telah dibuktikan pula bahwa anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan
lebih percaya diri, lebih bahagia, populer dan sukses di sekolah. Mereka lebih mampu menguasai
emosinya, dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, mampu mengelola stres dan
memiliki kesehatan mental yang baik. Anak dengan kecerdasan emosi yang tinggi dipandang oleh
gurunya di sekolah sebagai murid yang tekun dan disukai oleh teman-temannya (Goleman, 1995).

Sejumlah penelitian terbaru mengenai otak manuisa semakin memperkuat keyakinan bahwa
emosi mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukkan keberhasilan belajar anak.
Penelitian LeDoux menunjukkan betapa pentingnya integrasi antara emosi dan akal dalam
kegiatan belajar. Tanpa keterlibatan emosi kegiatan saraf otak akan berkurang dari yang
dibutuhkan untuk menyimpan pelajaran dalam memory. Hal ini karena pesan-pesan dari indera-
indera kita, yaitu dari mata dan telinga terlebih dahulu tercatat pada struktur otak yang paling
terlibat dalam memory emosi yaitu amigdala sebelum masuk ke dalam neokorteks. Peransangan
amigdala agaknya lebih kuat mematrikkan kejadian dengan perangsangan emosional dalam
memori. Semakin kuat ransangan amigdala, semakin kuat pula pematrian dalam memori
(Deporter, Reardon, & Singer-Nourie ,2001; segel, 2000).

Demikian pentingnya faktor emosi dalam menentukan keberhasilan belajar anak maka
Deporter, Reardon, & Singer-Nourie dalam buku yang sangat terkenal Quantum Teaching:
Orchestrating Student Succsess, menyarankan agar guru memahami emosi para siswa mereka.
Dengan memperhatikan dan memahami emosi siswa, kan dapat membantu guru mempercepat
proses pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen, memperhatikan dan memahami
emosi siswa, berarti membangun ikatan emosional dengan menciptakan kesenangan dalam
belajar, menjalin hubungan dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Dengan
kondisi belajar yang demikian, para siswa akan lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela
yang berhubungan dengan bahan pelajaran. Untuk membangun hubungan emosional dengan
siswa tersebut, Deporter, Reardon, & Singer-Nourie (2001), merekomendasikan beberapa hal
berikut :

1) Perlakukan siswa sebagai manusia sederajat

2) Ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka, dan perasaan mereka mengenai
hal-hal yang terjadi dalam kehidupan mereka.

3) Bayangkan apa yang mereka bayangkan pada diri sendiri, mengenai diri sendiri

4) Ketahuilah apa yang menghambat mereka untuk mendapatkan apa yang mereka
inginkan. Jika anda tidak tau maka tanyakanlah

5) Berbicaralah dengan jujur jkepada mereka, dengan cara yang membuat mereka
mendengarnya dengan jelas dan halus

6) Bersenang-senanglah bersama mereka[3]


Kecakapan emosi yang paling sring mengantar orang ke tingkat keberhasilan ini antara
lain :

1) Insiatif, semangat dua dan kemampuan menyusaikan diri

2) Pengaruh, kemampuan memimpin tim dan kesadaran politis

3) Empati, percaya diri dan kemampuan mengembangkan orang lain

Sebaliknya, dua pembawaan yang paling lazim dijumpai pada mereka yang gagal adalah:

1) Bersikap kaku : mereka tidak mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam
budaya perusahan, atau mereka tidak mampu menerima atau menanggapi dengan baik
umpan balik tentang sikap mereka yang perlu diubah atau diperbaiki. Mereka tidak
mampu mendengarkan atau belajar dari kesalahan.

2) Hubungan yang buruk : faktor yang paling sering disebut, seperti terlalu mudah
melancarkan kritik pedas, tidak peka, atau terlalu menuntut sehingga mereka cendrung
dikucilkan oleh rekan-rekan kerja[4].

C. Perkembangan Kecerdasan Sosial

Kecerdasan sosial adalah kemampuan yang mencapai kematangan pada kesadaran


berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai mahluk sosial di dalam
menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyrakat. Kecerdasan sosial sangat
berperan besar dalam kehidupan, karena sangat penting dalam menunjang kehidupan
bermasyarakat.

1. Kecerdasan Sosial Menurut para Ahli :

a. Menurut Ross Honeywill adalah ukuran agregat dari kesadaran diri dan sosial,
berkembang kepercayaan sosial dan sikap, dan kapasitas dan nafsu makan untuk
mengelola perubahan sosial yang kompleks. Seseorang dengan kecerdasan sosial tinggi
tidak lebih baik atau lebih buruk dari pada sesorang, mereka hanya memiliki sikap yang
berbeda, harapan, kepentingan dan keinginan.

b. Menurut Edward Thorndike, adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola pria
dan wanita, lelaki dan perempuan, untuk bertindak bijaksana dalam hubungan manusia.
Hal ini setara dengan kecerdasan interpersonal, salah satu jenis kecerdasan majemuk, dan
terkait erat dengan teori pikiran. Beberapa penulis telah membatasi definisi untuk hanya
berurusan dengan penegetahuan situasi sosial, mungkin lebih tepat disebut kognidi sosial
atau kecerdasan pemasaran sosial, seperti berkaitan dengan tren sosiopsikologi iklan dan
strategi pemasaran dan taktik.

Kecerdasan sosial erat kaitannya dengan kata sosisalisasi “Sueann Robinson Ambron
(1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing sesorang ke arah
perkembanagan kepribadian sosial sehingga dapat menajdi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab dan efektif[5].

Dalam dunia pendidikan, belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya
merupakan suatu usaha untuk membangkitkan rasa sosial atau usaha memperoleh nilai-nilai
sosial. Sehubungan dengan usaha ke arah itu, sekolah hendaknya secara ekspilisit ikut
menanamkan paham rasa sosial yang demokratis. Dalam hal ini guru memegang peranan untuk
memahami kehidupan sosial di kalangan anak asuhnya, baik disekolah maupun di lingkungan
masyarakat luas. Dengan mempergunakan, misalnya teknik sosiometri, guru dapat mengetahui
hubungan sosial di kalngan anak-anaknya. Berdasarkan pengetahuan itu, guru akan dapt
membantu anak-anak yang mempunyai kesulitan dalam pergaulan dengan teman sebaya.

Dalam kehidupan keluarga, anak laki-laki harus diajari berperan sebagai laki-laki, anak
perempuan harus diajari berperan sebagai perempuan. Hal ini sesuai dengan tuntunan
masyarakat tempat anak laki-laki berperan sosial sebagai pria, anak perempuan berperan sosial
sebagai wanita. Untuk menunjang tugas perkembangan itu, guru hendaknya mengajarkan peran
sosial yang sewajarnya, masing-masing untuk murid laki-laki dan murid perempuan[6].

2. Lima elemen kunci yang bisa mengasah kecerdasan sosial kita, yakni

a. Situational awareness (kesadaran situasional) makana dari kesadaran ini adalah sebuah
kehendak untuki bisa memahami dan peka akan kebutuhan serta hak orang lain, orang
yang tanpa rasa dosa mengeluarkan gas di lift yang penuh sesak itu pastilah bukan tipe
orang yang merokok diruang ber AC.

b. Presende (kemampuan membawa diri ) bagaimana etika penampilan anada, tutur kata
dan sapa yanag anda bentangkan, gerak tubuh ketika bicara dan mendengarkan adalah
sejumlah aspek yang tercakup dalam elemen ini. Setiap orang pasti akan meninggal
impresi yang berlainan tentang mutu presense yang dihadirkannya

c. Authenticity (autensitas) atau sinyal dari prilaku kita yang akan membuat orang lain
menilai kita sebagai orang yang layak dipercaya, jujur terbuka, dan mampu
menghadirkan sejumput ketulusan

d. Clarity (kejelasan) aspek ini menjelaskan sejauh mana kita dibekali kemampuan untuk
menyampaikan gagasan dan ide kita secara renyah nan persuasif sehingga orang laiin
bisa menerimanya dengan tangan terbuka
e. Emphaty (empati) aspek ini merujuk pada sejauh mana kita bisa berempati pada
pandangan dan gagasan orang lain. Dan juga sejauh mana kita memiliki keterampilan
untuk bisa mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain[7].

Mengukur kecerdasan sosial

Tingkat Sosial Inteligence Umur

120 (diatas rata-rata- sosial dewasa untuk usia) 20,9


110 (rata-rata) 18.7
100 17
90 15,7
80 13,6
70 (dibawah rata-rata) 11,9
60 10,2
50 8,5
40 6,8
30 5,1
20 3,4

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Definisi inteligensi yang dirumuskan oleh bebrapa ahli, secara umum dapat dimasukkan ke
dalam salah satu dari tiga klasifikasi berikut : (1) kemampuan menyesuikan diri dengan
lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi yang sangat beragam; (2) kemampuan untuk
belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan; (3) kemampuan untuk berfikir secara
abstar, menggunakan konsep-konsep abstrak dan menggunakan secara luas symbol-simbol dan
konsep-konsep. (Phares,1998).

Pandangan lama mempercayai bahwa tingkat inteligensi (IQ) atau kecerdasan


intelektual merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mencapai prestasu belajar atau
meraij kesuksesan dalam hidup. Akan tetapi pandangan kontemporer kesuksesan hidup
seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual (Inteligence Quotient – IQ),
melainkan juga oleh kecerdasan emosi (Emotional Inteligence – EI atau Emotional Quotient - EQ).

Faktor IQ hanya dianggap menyumbangkan 20 % dalam keberhasilan masa depan anak.


Dalam penelitian dibidang psikolog anak telah dibuktikan pula bahwa anak-anak yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih percaya diri, lebih bahagia, populer dan sukses di
sekolah.

Kecerdasan sosial adalah kemampuan yang mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan
bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai mahluk sosial di dalam menjalin hubungan
dengan lingkungan atau kelompok masyrakat. Kecerdasan sosial sangat berperan besar dalam
kehidupan, karena sangat penting dalam menunjang kehidupan bermasyarakat.

B. Saran

Demikian pembahasan dari makalah kami.Kami berharap semoga pembahasan dalam


makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca.Dan kami pun berharap pula kritik
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya.Sekian dan terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi Ahmad. Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka Setia. 1997

Samsunusiyati.Psikologi PerkembanganBandung : PT Remaja Rosdakarya.2010

Hamzah. Orientasi Baru dalam Psikologi. Jakarta : PT.Bumi Askara

Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.2011

Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Social intelegent the new science of sucses karya Albert diterjemahkan cerdas bergaul : kunci sukses
dalam bisnis dan masyarakat. Jakarta : PPM

Anda mungkin juga menyukai