Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK (SNNT)

DI RUANG OPERASI RS EMANUEL KLAMPOK

Disusun Oleh :

Poppy Siska Permatasari (P1337420216041)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA

A. Definisi
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam
jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar-debar, keringat,
gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar,
penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease). Struma adalah suatu
pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Struma dapat mengarah
ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka
akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia
B. Etiologi Struma
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
1. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
3. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
C. Patofisiologi Struma
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH,
TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin,
akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi,
atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma
nodusa.Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan
peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan
hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini
terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk
inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang
termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise
yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar
hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin

D. Tanda dan Gejala Struma

1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan
besar,di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang
tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Distensi vena leher.
7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
8. Kelainan fisik (asimetris leher)

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

1. Tingkat peningkatan denyut nadi

2. Detak jantung cepat

3. Diare, mual, muntah

4. Berkeringat tanpa latihan

5. Goncangan

6. Agitasi
E. Pathway
F. Klasifikasi Struma
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut :
1. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan
bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan
lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler
toksik). Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap
selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan
peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon
tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan
antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala
hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan
terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual,
muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat
meninggal.
2. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi
struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik
disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai
simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di
daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang
menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar
tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma
nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut
struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda
dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita
tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
G. Pencegahan

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri
dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya struma adalah :

1. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.
2. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut.
3. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk
menghindari hilangnya yodium dari makanan.
4. Iodasi air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan
keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah
luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air
dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan
yodida dalam sediaan air minum.

H. Komplikasi
1. Gangguan menelan atau bernafas
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif
(jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang
menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.
I. Pemeriksaan Penunjang

1.Dilakukan foto thorak posterior anterior

2.Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig

3.Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.

4.Laboratorium darah

5.Pemeriksaan sidik tiroid


6.Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

7.Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

8.Termografi

9.Petanda Tumor

J. Penatalaksanaan Medis

1. Obat antitiroid:

a) Inon tiosianat mengurangi penjeratan iodide


b) Propiltiourasil (PTU) menurunkan pembentukan hormon tiroid
c) Iodida pada konsentrasi tinggi menurunkan aktivitas tiroid dan ukuran kelenjar
tiroid.

2. Tindakan Bedah:

a) Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebgaian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau
kanan yang mengalami perbesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang
masihtersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid
sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.

b)Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang


menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormon pengganti yang besar
dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan
dan aktivitas.

K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a) Identitas Klien
b) Keluhan utama
1) Pre op mengeluh terdapat pembesaran pada leher
2) Post op thyroidectomy keluhan yang dirasakan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi
c) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang


semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena
penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi

d) Riwayat penyakit dahulu


e) Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondokn
f) Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini
g) Pemerikasaan Fisik
1) Keadaan umum
Lemah, kesadaran composmentis dengan tanda- tanda vital berubah
2) Kepala dan leher
Pre op terdapat pembesaran kelenjar tyroid Post op terdapat tyrodectomy
pada luka operasi yang sudah tertutup dengan kasa steril .
3) Sistem pernafasan
Biasanya da sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anastesi atau
karena adanya darah dalam jalan nafas.
4) Sistem neurologi
Pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan
ekspresi wajah yang legang dan gelisah karena menahan sakit.
5) Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anastesi umum, dan pada akirnya akan ilang sejalan dengan
efek anastesi yang hilang.
6) Aktifitas/ istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelaan berat, atropi otot.
7) Eliminasi
Urine dan jumlah banyak, perubahan dalam feses diare

8) Makanan /cairan
Kehilanagan berat badan yang mendadak, nafsu makn meningkat, makan
baik, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
9) Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebian, alergi terhadap
iodium, suhu meningkat diatas 37,4c, diaporesis, kulit halus, hangat dan
kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus, retaksi , iritasi
pada konjungtiva dab berair, pruritis, lesi eritema yang menjadi sangat
parah.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri b.d terputusnya Inkontinuitas jaringan


b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi trachea, pembengkakan
c. Cemas b.d kurangnya informasi tentang penyakitnya.
d. Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka post operasi

3.Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi

1 Gangguan rasa Nyeri dengan 1. Monitor 1. Untuk mengetahui


nyaman nyeri kriteria. skala nyeri skala nyeri dan
berhubungan untuk merencanakan
1.Jangka pendek. 2. Ajar teknik
dangan tindakan selanjutnya
Setelah dilakukan relaksasi
Inkontinuitas
2x24 jam 2. Teknik relaksasi
jaringan 3.Anjurkan
tindakan nafas dalam
mobilisasi
perawatan nyeri memberikan suplai
sesuai dengan
berkurang O2 kejaringan yang
kemampuan
menjadi skala 1. lebih banyak
sehingga
2.Jangka panjang
vaskuterisasi lebih
Inkontinuitas
lancer dan nyeri
jaringan
berkurang.
terbentuk: nyeri
hilang 3.Mobilisasi secara
bertahap dapat
mengurangi beban
kerja tulang
sehingga nyeri
berkurang.

2 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1..Kaji pola 1.Mengetahui


nafas tidak efektif tindakan napas klien frekuensi dan
b.d obstruksi keperawatan hambatan napas
2.Berikan O2
trachea selama 3x24 jam
tambahan 2.Agar tidak terjadi
bersihan jalan nafas
nasal kanul 2- infeksi
teratasi dengan
3L
kriterian hasil: 3. Memandirikan klien
3.Auskultasi dan keluarga
-Sesak napas
suara napas
berkurang 4. Mencegah infeksi
4.Atur posisi
- Sekret berkurang
semi powler

3 Cemas Cemas teratasi 1. Jelaskan 1. Menambah


berhubungan dengan kriteria : tentang pengetahuan klien
dengan kurangnya penyakit sehingga klien
1.Jangka pendek
informasi tentang yang di dapat memahami
setelah
penyakitnya derita klien. tentang
dilakukan 2x24
penyakitnya
jam tindakan 2.Jelaskan
sehingga resiko
perawatan : tentang
penyakit berulang
penyebab
- Klien mengerti tidak terjadi.
dari
dan tidak lagi
penyakit dan
bertanya tentang
cara
penyakitnya
pencegahan
-Ekpresi muka
nya
rilek tidak
ketakutan.
2. Jangka panjang
-Pengetahuan
klien bertambah
sehingga klien
mengerti akan
penyakit yang
di derita.

4 Resiko infeksi Infeksi tidak terjadi 1. Cuci tangan 1. Mencegahinfeksi


b.d adanya luka dengan kriteria : sebelum dan nosocomial
post operasi sesudah
a. Jangka pendek 2. Teknik aseptik
tindakan
meminimalkan
- Setelah di
2. Ganti balutan masuknya
lakukan 2x24
dengan mikroorganisme
jam tindakan
menggunakan dalam luka
perawatan
teknik aseptik
- Luka operasi dan antisepik
bersih tertutup
3. Kolaborasi
perban steril
dalam
c. Jangka panjang pembentukan
antibiotik
-Luka operasi
dengan dokter
kering tidak ada
tanda-tanda
infeksi

4. Evaluasi
a. Nyeri dapat berkurang atau teratasi
b. Bersihan jalan nafas kembali efektif
c. Kecemasan berkurang
d. Resiko infeksi tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keparawatan. EGC : Jakarta.


Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius :
Jakarta.
Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3.
EGC : Jakarta.
Syaifudin. 2002. Fungsi Sistem tubuh manusia. Jakarta: Widya Medika.

Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Intervention Classificiation (NIC) (ed 6). Singapore : Elsevier.
Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi 6, Jakarata:
EGC
Doenges M.E., 2001, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 , Jakarta: EGC.
Harnawaty, dalam http://nersgeng.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-
struma.html Senin, 08 November 2010.
Herdman, T. H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA international inc. nursing diagnosis :
deffinitions & clasification 2015-2017. Jakarta : EGC.
Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media Aesculapis
FKUI
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC) (ed 5). Singapore : Elsevier.
Nur Jannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Mocomedia : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai