Anda di halaman 1dari 71

PERTEMUAN KE-1 : KONSEP DASAR ILMU NEGARA

a. Peristilahan dan batasan


Menggunakan istilah atau termiologis adalah menunjukan suatu sebutan
untuk nama suatu cabang ilmu pengetahuan. Ilmu ialah sesuatu yang didapat
dari pengetahuan dan pengetahuan diperoleh dengan aneka cara. Tidak semua
pengetahuan itu merupakan ilmu sebab setiap pengetahuan itru baru dinamakan
ilmu jika dipenuhi persyaratannya (Sjachran Basah 1980:30) menurut Ralph
Ross van den hag syarat-syarat ilmu dari suatu pengetahuan adalah.
 Rasional
 Empiris
 Umum
 Akumulatif atau tersusun
Pengetahuan itu aneka ragamnya meliputri berbagai hal yang sejauh
mungkin orang dapat mengetahuinya dari pengalaman-pengalaman dan
keterangan-keterangan. Untuk mengetahui hal itu, marilah kita tinjau satu persatu
masing-masing istilah tersebut.
Dalam bidang Ilmu Negara haruslah terkait dengan istilah ilmu
kenegaraan dan ilmu politik. Dimana istilah-istilah tersebut mempunyai objek
penyelidikan mengenai Negara.
Negara adalah organisasi yang dapat memaksakan
kehendaknya.Organisasi adalah suatu bentuk kerjasama yang mempunyai
pembagian tugas untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam kurun waktu yang
tertentu pula.
Negara itu dapat memaksakan kehendaknya karena telah dimilikinya
alasan-alasan atau dasar-dasar pembenaran tindakan dari penguasa dengan
melalui suatu teori pembenaran Negara (rechts vaar diging theorieen).
Adapun Negara mempunyai dua pengertian :
Negara dalam arti luas merupakan kesatuan social yang diatur secara
konstutisional untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Negara dalam arti sempit ada beberapa ahli yang berpendapat:
- George Jellinek
Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah
berkediaman diwilayah tertentu.
- George Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasai kesusilaan yang muncul sebagai sintesis
dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
- Mr. Kranenburg
Negara adalah suatu organisasai yang timbul karena kehendak dari suatu
golongan atau bangsanya sendiri
- Roger F. Soltau
Negara adalah alat (agency) atau wewnang (authority) yang mengtur atau
mengendalikan personal bersama atas nam masyarakat.
- Prof. R. Djokosoetono
Negara ialah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang
berada dibawah suatu pemerintahan yang sama.
- Prof. Mr. Soenarko
Negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu,
dimana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai souvereign.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 1
a. Ilmu Kenegaraan
Jika ditinjau dari sejarah perkembangan ketiga istilah yang telah
dikemukakan diatas, maka dapatlah diketahui di negeri Belanda istilah yang
paling tua telah diketahui dikalangan perguruan tinggi adalah Staatswetenschap
yang disalin dalam bahasa kita dengan ilmu kenegaraan atau dalam bahasa
inggris “general State Science”. Kemudian disusul dengan istilah seperti statsleer
atau ilmu Negara dan istilah terbaru dikenal setelah perang dunia II diperguruan
tinggi adalah :
Wetenschap der politiek atau Ilmu Politik.
Ilmu Negara
Istilah Ilmu Negara diambil dari istilah bahasa Belanda Staatsleer. Istilah
Staatsleer itu sendiri berasal dari bahasa Jerman, Staatslehre. Dalam bahasa
Inggris disebut Theory of state atau The General theory Of State atau Political-
theory, sedangkan dalam bahasa perancis dinamakan Theorie d’etat.
Ilmu Negara adalah salah satu mata kuliah yang mampu membuat
seseorang yang mempelajarinya mengerti akan hak dan kewajiban warga
Negara. Timbulnya Ilmu Negara pada waktu berkobarnya api Revolusi
kemerdekaan sejak proklamasi pada tanggal 17 agustus 1945.
Istilah-istialah mengenai ilmu Negara ada tiga, yakni:
Ilmu Negara (Staatsleer, Staatslehre)
Ilmu Kenegaraan (Staatswetenshap, Staatswissenschaft)
Ilmu Politik (Politics)

Ilmu Politik
Politic secara etimologi berasal dari bahasa Yunani purba yaitu Polis.
Polis adalah kota yang dianggap Negara yang terdapat dalam kebudayaan
Yunani Purba. Pada waktu itu kota dianggap identik dengan Negara. Dengan
demikian polis, stadstaat atau the greek citystate ialah tempat-tempat tinggal
bersama dari orang-orang biasa selaku para warganya (citizens) dengan
pemerintah.
Di Eropa-Kontinental-pun Ilmu Politik dikenal dengan berbagai macam
nama seperti Angewandte-Staatswissenschaft yang merupakan cabang dari
Staatswissenschaft (Jerman), les sciencews politiques (Perancis) yang selalu
digandengkan dengan ilmu moral atau ilmu social lainnya.
Ilmu Politik sangat kental akan peristilahan yang tepat dan tidak
meragukan, sehingga adanya ketegasan didalam pemakaian istilah. Lain halnya
dengan Ilmu Negara, Pemakaian istilah hamper tidak ada pertentangan
dibandingkan dengan Ilmu Negara, seandainya ada itu pun hanya merupakan
persoalan didalam cara penafsiran alih bahasa saja.
Ilmu Negara adalah salah satu mata kuliah penunjang Pendidikan
Kewarganegaran dan Ilmu Negara pun merupakan salah satu mata kuliah wajib
di Fakultas Hukum yang ada diseluruh Indonesia yang dalam penjajahan dahulu
tidak ada mata pelajaran Ilmu Negara.
Dalam ilmu pengetahuan mengenai Negara RI belum dapat dibentuk Ilmu
pengetahuan sendiri. Sehingga masih sangat dipengaruhi oleh Ilmu pengetahuan
yang berasal dari Eropa yang bersumber pada zaman Yunani. Tetapi tidak harus
mengusahakan adanya akulturasi dan mengembangkannya sesuai dengan
keadaan Indonesia. Oleh karena itu kita tidak dapat melaksanakan Ilmu Negara
dari Eropa Barat itu.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 2
Timbulnya Ilnu Negara di Eropa Barat karena adanya keperluan-
keperluan praktek, yaitu sebelum Zaman Bismarck atau dalam pemerintahan
Caesar Wilhelm II di Jerman. Yaitu Ilmu pengetahuan yang mempelajari sendi-
sendi pokok dan pengertian-pengertian pokok tentang Negara. Pada waktu itu
timbul satu mazhab yang disebut Aliran Hukum Publik Jerman (Deutsche
publizisten schule). Mazhab ini khusus menyelidiki sifat-sifat Hukum Publik. Ini
menimbulkan pertanyaan, apakah sebabnya timbul aliran ini? Sebabnya timbul
aliran ini adalah karena dalam Hukum Publik itu belum dijumpai susunan yang
sempurna, seperti Hukum Privat yang sudah berkembang pesat.
Sekarangn kita akan membicarakan perkembangan sebagai lawan dari
Hukum Publik yaitu yang dinamakan Hukum Privat. Hukum Privat telah
mengalami perkembangan yang lengkap, oleh karena itu tak ada keseimbangan
antara Hukum Publik dengan Hukum Privat. Hukum Privat perkembangannya
sudah lengkap karena pengaruh dari Hukum Romawi. Dan dalam Zaman
Romawi ilmu Hukum perkembangannya mengalami kemajuan secara pesat.
Hukum Romawi itu dalam perkembangannya sangat mempengaruhi Hukum
Perdata. Zaman Romawi dimulai dan diakhiri dengan kodifikasi. Dan kodifikasi
yang pertama dari Romawi disebut kodifikasi 12 meja. Masing-masing meja meja
membahas sesuatu hal yang khusus (pokok). Kodifikasi-kodifikasi ini memuat
peraturan-peraturan tentang:
 Hukum Perdata ;
 Hukum Pidana ; dan
 Hukum Acara.
Kodifikasi ini tercapai kurang lebih pada tahun 450 Sebelum Masehi.
Kodifikasi yang kedua yaitu terjadi di Romawi Timur dan merupakan kodifikasi
yang terakhir, dan ini adalah merupakan usaha dari Kaisar Justinianus yang
memerintah dari tahun 527 sampai tahun 565.
Kodifikasi ini terkenal dengan nama Corpus Iuris Civilis dari Justinianus
disebut juga Corpus Iuris Civilis Justiniani. Kodifikasi ini terutama dalam
lapangan Hukum Perdata sangat penting artinya, karena susunannya yang
sedemikian rupa. Dan kodifikasi Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
sekarang ini masih berlaku di Indonesia adalah diambil dari Corpus Iuris Civilis.
Corpus Iuris Civilis dari Justinianus ini dibagi 4 buku, yang masing-masing
buku mempunyai nama sendiri-sendiri, yaitu:
 Buku pertama bernama : Institutiones,
 Buku kedua bernama : Pandecta,
 Buku ketiga bernama : Codex dan
Buku keempat bernama : Novellae.
Dan masing-masing merupakan standar dari Hukum Romawi.
Pada Zaman Romawi timbul peninjauan atau penerimaan kembali
terhadap hukum yang lampau, yang disebut receptie, dan receptie ini mengalami
empat phase, yaitu:
I. Theoristische Receptie,
II. Practische Receptie,
III. Wetenschappelijke Receptie dan
IV. Positieve Rechtelijke Receptie
Theoritische Receptie mengalami perkembangannya pada masa
Renaisance. Pertama-tama hukum Romawi pada saat itu sangat dipengaruhi
oleh hokum gereja. Hukum gereja sangat berpengaruh dalam pemerintahan.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 3
Pada Zaman Renaisance ini orang ahli pikir atau sarjana-sarjana mulai menggali
Hukum Romawi Kuno. Dan ini menyebabkan timbulnya mazhab di italia yang
disebut Glossatoren dan Post Glossatoren.
Secara teoritis Hukum Romawi diterima oleh mahasiswa-mahasiswa Italia
sendiri kemudian setelah dipelajari dengan teliti tenyatalah Hukum Romawi lebih
tinggi dari pada Hukum Eropa Barat lainnya. Kemudian setelah mereka
menamatkan pelajaran mereka banyak yang mempelajari Hukum Romawi itu.
Kenapa mereka mempelajari Hukum Romawi?
Karena Hukum Romawi secara teori dipandang lebih tinggi daripada Hukum
negaranya masing-masing. Ketika mereka lulus dan mendapat gelar doktor
dalam Hukum Romawi, kembalilah mereka kenegri asalnya masing-masing,
dengan menjabat sebagai hakim dan pejabat administrasi. Dengan melalui
peraktek pengadilan dan administrasi maka seluruh Eropa Barat menerima dan
meresapu Hukum Romawi. Inilah yang dinamakan Praktische receptie.
Setelah Hukum Romawi merersap di masing-masing Negara, lalu
diadakan penyelidikan dan didirikan Fakultas sendiri, sehingga para pemuda-
pemuda tidak usah lagi pergi keluar negeri dan mereka dapat mempelajari
Hukum di Negara masing-masing secara ilmiah. Ini dinamakan Wetenchappelijke
Receptie.
Tahap ini mulai timbul sesudah adanya kodifikasi Napoleon yang
dinamakan Code Civil Napoleon. Code Civil Napoleon ini mengenai Hukum
perdata yang 90% (berasal dari Romawi). Kemudian hasil penyelidikan
Wetenschappelijk Receptie dimasukan dan diletakan dalam “Hukum Positif” di
Negara masing-masing. Dari Hukum Positif itu artinya: Hukum yang berlaku pada
suatu tempat tertentu dan pada suatu waktu tertentu. Inilah yang dinamakan
“Positiverechtelijk Receptie”. Yang penting bagi kita mengenai Receptie adalah
bagaimana kita dapat mengetahui pengaruh Hukum Romawi sampai pada kita.
Dengan Receptie itu hukum Romawi masuk ke dunia.
Adapun Ilmu Negara menurut Mazhab Wina di Eropa Barat ini terjadi
karena ada dari murid Jellinek yang tak sepaham dengan Jellinek bahkan ia
mendirikan mazhab sendiri yang disebut Mazhab Wina (Austria) Yang dipimpin
oleh Hans Kelsen. Jadi Hans Kelsen tak sepaham dengan pembagian Jelinek
mengenai peninjauan Negara dari dua sudut. Menurut Hans Kelsen suatu ilu
pengetahuan harus memiliki tiga syarat, yaitu:
1. Faktum der Wissenschaft (mempunyai lapangan ilmu pengetahuan-
sendiri)
2. Emanent der Wissenschaft (mempunyai peninjauan sendiri)
3. Autonomie der Wissenschaft (mempunyai sifat khusus yang
tersendiri)
Hans Kelsen berpandangan bahwa sebenarnya Negara itu sama dengan
hokum atu dengan kata lain Negara itu merupakan penjelmaan dari tata hokum,
maka sifat satu-satunya dari peninjauan haruslah semata-mata “Yuridis”saja.
Jadi tak perlu menurut Kelsen, peninjauan secara sosiologis! Selanjutnya
Kelsen mengatakan bahwa pendapat dari Jellinek itu merupakan sincretismus
atau campuran atau metode campur baur dan ini sebenarnya tidak sesuai
dengan syarat-syarat yang dikehendaki Ilmu pengetahuan. Dan yang benar
adalah metode monicus.
Sekarang kita melihat kepada sebelum Jellinek. Sebelum Jellinek yaitu
pada zaman D.P.S sudah ada peninjauan Negara secara yuridis. Apakah sama
dengan peninjauan Kelsen yang peninjaunya secara yuridis juga? Walaupun

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 4
sama-sama yuridis akan tetapi tarafnya berlainan! Sekarang kita dapat lihat
sedikit tentang peninjauan secara yuridis dari aliran D.P.S Aliran D.P.S
berpandangan bahwa hukum itu sebenarnya hanya perintah dari pada Negara
tak lebih dan tak kurang. Jadi kalau kita bandingkan antara Negara dengan
hukum dari aliran D.P.S maka Negara lebih tinggi daripada hukum. Sedangkan
menurut Hans Kelsen Negara itu sama dengan hukum., karena Negara itu
merupakan penjelmaan dari tata hukum.
Sekarang kita tinjau dari norm yang kita kenal
Norm biasa berbentuk pemerintah, misalnya tak boleh membunuh, harus berbuat
ini itu dan segalanya.
Ada juga Norm dalam bentuk lain yaitu bentuk sebenarnya daripada
Norm, yang terutama kita jumpai dalam lapangan keagamaan dan kesusilaan
misalnya jangan membunuh, jangan mencuri dan sebagainya.
Bentuk yang ketiga biasa kita sebutkan dengan nama Hyphotetisch Oordeel,
artinya suatu bentuk dari pada hukum dimana untuk dapat berlakunya tak
tergantung dari orang yang menerimanya asal saja syarat-syarat atau unsure-
unsur itu terpenuhi, maka berlakulah hukum itu.
Kemudian ada tiga teori berlakunya hukum yang kita kenal:
a. Berlakunya hukum secara yuridis; Sesuatu hukum asal dibuat, jadi dinyatakan
oleh orang yang berwenang, dia berlaku, menjadi hukum dan ini yang tepat
sekali menurut Kelsen.
b. Berlakunya hukum secar sosiologis
c. Berlakunya hukum secara Filosofis.
Apabila Hukum itu berlaku semata-mata secara yuridis, maka mungkin
tak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, atau tak memenuhi unsure-unsur
keadilan. Sebagai contoh dalam zaman penjajahan dulu kita jumpai Agrarische
wet atau undang-undang Agraria. Dan Agrarische wet ini sama sekali tidak
berlaku di sumatera. Tidak diberlakukan oleh karena tidak memenuhi syarat
sosiologis.
Walaupun secara yuridis sah di buat oleh pembuat undang-undang pada
waktu itu. Kalau menurut kelsen ini haruslah berlaku sebagai Hukum, kalaupun
undang-undang Agraria ini di pakai di Sumatera, maka akan terjadi
pemberontakan. Contoh lainnya yaitu di Bali hukum mengenai pembakaran
janda. Apabila di India kita jumpai seorang suami yang meninggal maka sang istri
turut menceburkan diri berjibaku melompat kedalam pembakaran mayat sang
suami. Hal ini secara yuridis diterima oleh rakyat Karena sesuai dengan
kepercayaan mereka. Juga secara yuridis dapat diterima, akan tetapi secara
filosofis atau menurut perasaan keadilan pada umumnya tidak dapat diterima.
Menurut kelsen suatu hukum harus dapat dikembalikan pada hukum yang
lebih tinggi menurut perasaan wewenangnya. Demikian selanjutnya, sehingga
kita jumpai “ Tingkatan Hukum”. Misalnya: dari hukum yang rendah (peraturan
kotapraja) terus meningkat pada hukum yang lebih tinggi (peraturan propinsi) dan
terus sampai hukum yang menjadi dasar dari pada hukum yang berlaku yang
disebut “Grund Norm” atau Norma Dasar Dari Segala Hukum yang Berlaku.
Tata Hukum menurut kelsen tidak terdiri dari hukum yang bersimpang
siur, tapi ada sangkut pautnya, ada tingkatannya dan dapat di kembalikan dari
yang rendah sampai yang tinggi. Hingga sampai pada Grund Norm tadi. Jadi
dalam suatu Negara dasar tata hukum yang berlaku adalah undang-undang
dasarnya. Kelsen mengatakan Negara sama dengan hukum. Karena Negara itu
menurut kelsen merupakan penjelmaan dari Tata Hukum dan untuk Tata Hukum

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 5
harus diadakan tingkatan hukum. Hukum yang lebih rendah dapat dikembalikan
ke hukum yng lebih tinggi dan ke yang tertinggi sehingga dengan demikian kita
menjumpai apa yang dinamakan “Stufenbouw Des Recht”.
Sekarang kita lihat apakah faham kelsen iitu untuk 100% benar, bahwa
negar itu sam dengan hukum. Dalam hal ini kita harus melihat faham dari
seorang sarjana terkenal bernama Herman Heller, berpendapat bahwa apabila
kita berpegangan pada ajaran Kelsen maka Ilmu Negara ini sebenarnya terlalu
abstrak, tidak konkrit, seolah-olah tidak ada sangkut pautnya dengan Negara,
sehingga Heller mengatakan bahwa paham Kelsen itu sebagai Ilmu Negara
tanpa Negara atau bahasa Jermannya disebutkan dengan nama “Staatslehre
Ohne Staat”.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak semua ketentuan undang-undang
itu terdapat pada undang-undang dasar. Ajaran Kelsen mendapat kritukan dari
seorang sarjana yang bernama Nelson. Ia mengatakan bahwa ajaran hukum
daripada Kelsen ini sebenarnya terlampau menyampinngkan keadilan sehingga
kita jumpai Rechtslehre Ohne Recht. Akan tetapi bagaimanapun juga peninjauan
yuridis dari Kelsen ini ada manfaatnya bagi kita dalam pembentukan Stufenbouw
tadi. Penamaan dari ajaran ini sebenarnya bukan dari Kelsen sendiri, tetapi dari
seorang sarjana yang bernama Adolf Merkel, yamg menamakan ajaran ini
sebagai Stufenbouw des Recht. Seorang sarjana lain yang bernama Mr. Kisch
mengemukakan Stufenbouw yang agak jelas. Menurut Kisch bahwa Stufenbouw
itu ada tiga timgkat:
 Yang tertinggi dinamakan Abstracte Norm.
 Generale Norm atau Tussen Norm.
 Concrete Norm atau Casus Norm.
Jadi norma yang konkret adalah norm yang ada dalam masyarakat, itu
berdasarkan Tussen Norm! jadi segala hukum yang berlaku dalam masyarakat
itulah yang merupakan norm.
Generale norm, yang terdapat kitab-kitab hukum, undang-undang dan
lain-lain pelaksanaannya tidak persis seperti yang tertulis dalam undang-undang
itu. Misalnya dalam undang-undang ditentukan bahwa orang membunuh
dihukum dengan 20 tahun, akan tetapi dalam pelaksanaannya hanya 18 tahun
dan sebagainya.
Abstrak norm itulah yang menjadi tujuan hukum, yang menjadi asas-asas
hukum misalnya keadilan. Bagaimanakah kita dapat mencapai keadilan itu?
Untuk ini kita harus khususkan dan kita harus melihat keadilan apa dulu. Dalam
Hukum Pidana, yaitu: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam lapangan
perdata yaitu ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil.
Tingkatan ini lebih tegas dari pada yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 6
TINGKATAN HUKUM MENURUT ADOLF MERKER

Citra Hukum

Kategori Hukum

Pengertian-pengertian Hukum

Tata Hukum

Jadi Tata Hukum itu harus ada pengertian-pengertian hukum dan


pengertian-pengertian hukum ini dapat digolongkan pada yang lebih tinggi yaitu
Kategori Hukum dan akhirnya sampai pada Cita Hukum. Jadi kita lihat bahwa
Adolf Merkel memulai dari bawah sampai ke tingkat yang lebih tinggi lalu terus
pada tingkatan yang tertinggi. Cara ini disebut Abstraksi atau Induktif yaitu dari
suatu yang khusus lalu kita meningkat pada yang pokok. Dengan jalan Absrtaksi
Adolf Merkel sampai pada cita hukum.
Sekarang kita lihat apakah abstraksi ini? Abstraksi adalah cara
berfikir secara yuridis yang kita harus ketahui! Radbruch, mengatakan bahwa
tugas ahli hukum untuk bisa melaksanakan hukum harus dipergunakan 3 cara
yaitu:
 Interpretasi/ penafsiran,
 Kontruksi,
 Sistematik.
Mengenai macam-macam interpretasi ini akan kita dapat dalam
pengantar Ilmu Hukum.
Konstruksi adalah suatu cara apabila Hukum itu hendak kita laksanakan
pertama-tama kita harus pakai penafsiran, tapi mungkin penafsiran itu tidak
cukup dan barulah kita laksanakan dengan konstruksi. Mengenai konstruksi ini
ada dua cara:
 Abstraksi,
 Determinasi
Abstraksi dapat kita rumuskan sebagai berikut:
Melepaskan sifat-sifat yang khusus untuk bisa meningkatkan dari suatu
yang khusus ke suatu yang umum. Misalnya jual beli, adalah sesuatu yang
khusus; kemudian kita jumpai suatu cara yang lain yang juga khusus, misalnya
melepaskan suatu barang dengan cara menghibahkan, menghadiahkan,
mewariskan dan sebagainya, intinya sama antara jual beli dengan
menghadiahkan dan lain-lain yaitu melepaskan suatu barang atau benda.
Mengenai pengertian-pengertian Hukum: untuk sampai keatas kita tidak cukup

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 7
hanya dengan Abstraksi saja, kita harus kritis, serta analisis sehingga terdapat
dua paham: paham tersebut adalah:
Monisme
Dualisme
Scholten mengatakan, “bahwa dengan cara abstraksi kita tak mungkin
sampai kepada cita-cita Hukum, dengan hanya melihat kepada tata hukum saja
tidak mungkin pula”. Menurut scholten harus dengan cara dualistis. Jadi paham
dari schilten dualistis.
Contoh: Di bawah sendiri manusia, lebih keatas lagi mungkin sejenis
dengan kera dan diatasnya lagi mungkin adalah binatang menyusui. Dan yang
lebih tinggi lagi apa? Yaitu makhluk hidup. Makhluk hidup bisa juga binatang, tapi
bisa juga ampibi.
Determinasi sebaliknya, memperoleh sifat-sifat yang khusus untuk bisa
meningkat dari ketentuan yang umum kepada yang khusus. Jadi dalam
Stufenbouw ini jelas kita lihat caranya adalah monisme, seperti juga kelsen
hanya pangkal haluannyanya lain. Kelsen berpangkal pada Grundnorm.
Kemudian sampai pada tata hukum. Merckel mulai dari tata hukum dan dengan
abtraksilah kita sampai pada cita-cita hukum. Jadi kita kembali pada peninjauan
Ilmu Negara, menurut kelsen ini yang terlalu abstrak, tidak melihat kenyataan
dari Negara itu. Peninjauan Kelsen ini oleh Hermann Heller dikatakan sebagai
Staatslehre Ohne Staat atau Ilmu Negara tanpa Negara. Hermann Heller
menolak Ilmu Negara dari Kelsen dan ia mengemukakan ilmu Negara yang lain.

Obyek Ilmu Negara


Ilmu Negara menganggap Negara sebagai obey-obyek penyelidikannya
antara lain meliputi pertumbuhan, sifat hakit dan bentuk-bentuk Negara.
Hukum tata Negara juga mengganggap Negara sebagai obyeknya,
terutama tentang hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara. Pembahasan
dalam ilmu Negara menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat umum dengan
menganggap Negara sebagai gema (bentuk umum) dan
mengesampingkan/mengabaikan sifat-sifat khusus dari Negara.
Perbedaan antara hukum tata Negara dengan ilmu Negara ialah ilmu
Negara menyelidiki atau membahas negara dalam teori-teori yang umum dengan
mengesampingkan sifat-sifat khusus dari setiap Negara-negara sedangkan
hukum Tata Negara (positif) menyelidiki atau membahas suatu system Hukum
Tata Negara Indonesia, Hukum Tata Negara Inggris. Hukum Tata Negara
Belanda, dan sebagainya.
Jadi Hukum Tata Negara menguraikan pertumbuhan, perkembangan dan
susunan suatu sistem alat-alat perlengkapan negara tertentu, sedangkan Ilmu
Negara mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang bersifat menyeluruh yaitu
berupa pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok (kranenburg
mempergunakan istilah pengertian-pengertian umum dan sifat-sifat umum) dari
Negara secara umum.
Dengan demikian Ilmu Negara memberikan dasar-dasar teoretis kepada
Hukum Tata Neagara positif. Dan Hukum Tata Negara merupakan kongkretisasi
daripada teori-teori Ilmu Negara. Jika dikatakan Hukum Tata Negara lebih
bersifat praktis maka Ilmu Negara lebih bersifat teoritis. Naka dengan demikian
Ilmu Negara dianggap sebagai Ilmu pengantar untuk mempelajari Hukum Tata
Negara.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 8
PERTEMUAN KE-2 : OBJEK KAJIAN ILMU NEGARA

Ilmu negara sebagai pengetahuan asli dari Eropa Kontinental terutama


Jerman. George Jellinet melihat ilmu negara itu melalui zwelseilen theorie.
Negara sebagai objek tidak hanya pada ilmu negara hukum tata negara dan
hukum administrasi negara memandang negara sebagai objeknya. Walaupun
HTN dan HAN menggunakan negara sebagai objeknya tetapi beratnya pada
yang pengertian konkrit, artinya objek itu terikat pada tempat, keadaan, waktu
tertentu.
Di dalam bukunya G. jellinek yang ditulis sekitar tahun 1882 dengan
berjudul Allgemeine Staaslehre atau ilmu negara umum dinyatakan dalam skema
ilmu kenegaraan oleh beliau dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Staatsullsenschaft dalam arti sempit
Rechtswlssenschaft
Selanjutnya George Jellinek untuk membahas Allgeine Staatslehre. Ilmu
negara umum menggunakan teori dua segi atau zweseilen theorie.

Objek Penyelidikan Ilmu Negara


Ilmu negara mengarahkan penyelidikannya kepada negara dalam arti
umum, yakni negara sebagai suatu gejala kehidupan bermasyarakat, negara
sebagai phenomen sosial. Jadi disini istilah negara dipakai dalam suatu
pengertian “genus”. Ilmu negara berusaha mencari hal-hal yang bersifat umum
dalam bentuk kehidupan bersama yang berupa negara itu. Karena itu yang
diselidiki ilmu negara, bukanlah suatu negara yang secara positif ada, melainkan
negara sebagai suatu pengertian abstrak, dalam arti bahwa penyelidikan dan
pembahasan yang dilakukan ilmu negara itu tidaklah ditujukan kepada suatu
negara secara kongkrit ada pada sesuatu waktu dan tempat tertentu, melainkan
negara terlepas baik dari waktu maupun dari tempat ruang lingkupnya, tidak
terbatas kepada pelajaran kenegaraan mengenai negara yang ada pada waktu
sekarang saja, akan tetapi juga mengenai pelajaran kenegaraan pada masa
yang akan datang, bahkan kadang-kadang juga membicarakan negara-negara
yang hanya ada dalam konsepsi idiil seorang ahli pikir saja.
Sehubungan dengan itu, maka ilmu negara menyelidiki pengertian-
pengertian pokok dan sendi-sendi pokok saja dari negara yang berlaku untuk dan
terdapat pada setiap negara. Dicarinya hakekat wujud, sifat-sifat, ciri-ciri, syarat-
syarat, dan konstruksi-konstruksi dasar dari negara “in abstracto” itu. Oleh sebab
itu hasil penyelidikan ilmu negara itu bersifat umum (ilmu negara umum). Istilah
ini merupakan terjemahaan dari istilah “Allgemeine Staatslehre” dari Georg
Jellinek yang harus dibedakan dari istilah “Staatsslehre” menurut Herman Heller.
Berbeda dengan ilmu hukum tatanegara yang mengambil suatu negara tertentu
atau suatu “species” negara sebagai sasaran penyelidikannya. Ilmu negara itu
sebenarnya sudah lama dikenal, yakni sejak jaman Yunani kuno, tetapi sebagai
suatu ilmu yang berdiri sendiri, ilmu negara itu belum lama.
Berkatalah Prof. Rudolf Kranenburg tentang hal ini dalam bukunya yang
berjudul “Algemeene Staatsleer” : De algemeene staatsleer is, wat haar naam
betreft, een jonge tak van wetenschappelijk onderzoek, maar naar haar wezen
een oude” (Periksa R. Kranenburg, “Allgemene Staatsleer”, H. D. Tjennk Willink
& Zoon NV. Haarlem, 1952 Hal 3). Artinya bahwa mengenai namanya ilmu
negara itu merupakan cabang penyelidikan ilmiah yang muda, akan tetapi
menurut hakekatnya merupakan cabang ilmu pengetahuan yang tua.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 9
Yang mula-mula membahas ilmu negara sebagai ilmu kenegaraan tersendiri
adalah Georg Jellinek dalam bukunya “Die Allgemeine Staatslehre” dia
membuktikan, bahwa ilmu negara merupakan ilmu tersendiri yang mempunyai
sifat teoritis atau yang mempunyai sifat ilmiah murni. Ilmu negara ini oleh G.
Jellinek disebut “theoretische staatswissenschaft” atau staatslehre”.
Di negara Belanda, ilmu negara itu baru dijadikan mata kuliah yang berdiri
sendiri sebagai suatu "Leerstoel” pada kira-kira permualaan abad ke 20 di
Universitas Leiden dan Prof. R. Kranenburg sebagai guru besarnya yang
pertama.
Di atas telah dijelaskan, bahwa sebenarnya ilmu negara itu hanyalah
bagian dari ilmu kenegaraan (staatswissenscharft) atau politeia (menurut istilah
Plato) atau Politica (menurut istilah Aristoteles). Georg Jellinek membagi
staatswissenschaft menjadi :
1. Theoretische staatswissenschaft atau staatslehre (ilmu negara)
2. Practische staatswissenschaft atau politikolgi (ilmu politik)
3. Sedangkan staatslehre dibagi menjadi :
4. Aligemeine staatslehre, mengenai negara sebagai pengertian umum
(ilmu negera)
5. Bezondere staatslehre, mengenai negara sebagai pengertian khusus
(ilmu negara khusus)
Perumusan tentang ilmu negara, itu telah banyak dikemukakan oleh para
sarjana, namun sebagai pegangan dapat dikatakan “ilmu negara ialah ilmu
pengetahuan yang mempelajari sendi-sendi pokok dan pengertian-pengertian
pokok negara secara umum, yakni mempelajari persoalan-persoalan yang sama
pada negara-negara yang ada atau yang pernah ada di dunia.
Adapun persoalan-persoalan tersebut adalah sebagai berikut :
 Asal-usul suatu negara;
 Perkembangan suatu negara;
 Unsur-unsur negara;
 Timbul dan lenyapnya suatu negara;
 Tujuan negara dan fungsi negara;
 Jenis-jenis ataupun bentuk-bentuk negara secara umum.
Dari definisi tersebut di atas, kita katakan, bahwa ilmu negara itu bersifat
teoretis dan merupakan ilmu pengetahuan dasar bagi hukum tata negara positif.
Hukum tata negara positif ialah hukum ketatanegaraan dari suatu negara tertentu
pada suatu waktu tertentu. Contoh hukum tata negara Republik Indonesia
berdasarkan UUD 1945 sejak 5 Juli 1959 hingga sekarang.

Sisi Tinjauan Ilmu Negara


1. Ruang Lingkup Ilmu Negara
Ilmu negara sebagai ilmu pengetahuan telah dikenal sejak zaman Yunani
Kuno. Ilmu negara menitikberatkan penyelidikannya kepada negara sebagai
organisasi dalam pengertian umum. Ilmu negara sebagai ilmu pengetahuan asli
dari Eropa Kontinental (Jerman) ilmu negara ini adalah ilmu pengetahuan
mengenai negara yang berasal dari Jerman, kemudian menjalar mempengaruhi
ilmu pengetahuan tentang negara di daratan Eropa, termasuk negeri Belanda
dan Perancis dan daerah pengaruhnya. Disamping itu ada juga tradisi ilmu
pengetahuan An Glo Saxis, ini juga ilmu pengetahuan mengenai negara yang

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 10
berkembang di negara negara Inggris dan Amerika serta negara-negara yang
dipengaruhinya.
Ilmu negara sebagai mata kuliah yang prerequisite diberikan di tingkat
satu (dulu tingkat persiapan) dengan menggunakan daftar bacaan dari kedua
tersebut di atas, yakni Eropa Kontinental, maupun Anglo Saxis, namun
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sendiri.
Adapun alasannya adalah sebagai berikut :
Negara Republik Indonesia, yang baru lepas dari tangan penjajahan
Belanda (ingat Universitas Gajah Mada pada tanggal 13 Maret 1946 yang
pertama kali mempergunakan istilah ilmu negara).
Di Eropa Kontinental (Jerman) dikenal dengan nama “Staatslehre” atau
“Theoritische staatswissenschaft.” Karena kita pernah (3,5 abad) dijajah oleh
Belanda, dan sampai tahun 1940-an banyak produk-produk sarjana hukum dan
sebagainya dari penjajah ya bahasa pengantar yang dipergunakan baik di
kantor-kantor ataupun di sekolah dan dalam pergaulan digunakan bahasa
Belanda dan Inggris, termasuk daftar buku-buku bacaan di sekolah.
Sehingga pada gilirannya, dalam mengikuti mata kuliah sejak itu dipergunakan
kepustakaan Eropa.
Disamping ilmu negara, sebagai ilmu pengetahuan mengenai negara, ada
juga ilmu pengetahuan mengenai negara dan mempunyai hubungan erat dengan
ilmu negara yaitu ilmu politik, hukum tata negara, hukum administrasi dan
sebagainya. Dapat kita buktikan, bahwa disamping ilmu negara dan
sebagaimana kita ketahui, adalah merupakan cabang dari staatswissenschaft
dikenal juga Angewandte staatswissenschaft, sebagai pengetahuan parktis, dan
zaman sekarang dikenal dengan nama ilmu politik ( di lingkungan Anglo Saxis
dikenal dengan nama “political science”.
Ilmu negara sebagai pengetahuan asli dari Eropa Kontinental terutama Jerman.
Georg Jellinek melihat ilmu negara itu dari dua sisi tinjauan (Zweiseiten theorie):

Sisi tinjauan sosiologis, yang terdiri dari:


Nama negara (istilah dari Nicolo Machiavelli “Estato atau Lo Stato”
(14691527) dalam bukunya antara lain II Principe (The Prince 1513), “Discorsis
opra la prima deca di Tirus le vius).
 Sifat hakekat atau karakteristik daripada negara
 Dasar penghalalan (pengesahan) hukum dari negara
 Tujuan negara
 Timbul dan lenyapnya negara
 Sejarah type-type pokok daripada negara.
Demikianlah, jika negara dilhat dari sudut sosiologis (Allgemeine Staatslehre),
yang merupakan gejala-gejala atau peristiwa sosial atau soziale Faktum yang
merupakan masalah-masalah (problematik).

Sisi tinjauan Yuridis, yang terdiri dari:


 Perbedaan hukum publik dengan hukum perdata
 Anasir-anasir atau syarat-syarat negara
 Kedaulatan
 Konstitusi negara
 Organ-organ negara (pemegang legislatif, eksekutif dan yudikatif)
 Perwakilan

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 11
 Fungsi negara
 Susunan negara (negara kesatuan, negara federal)
 Bentuk-bentuk negara dan bentuk pemerintahan
 Negara-negara bersusun (konfederasi)
Demikianlah jika negara dilihat dari ssi yuridis (Allgemeine
staatsrechtslehre, dimana negara dilihat dari / yang merupakan bangunan –
bangunan atau lembaga – lembaga negara ataupun rechtsliche Institution, yang
terdapat beberapa problematik atau masalah – masalah.
Negara sebagai obyek tidak hanya pada ilmu negara. Hukum tata negara dan
hukum administrasi negara juga memandang negara sebagai obyeknya.
Walaupun HTN dan hukum administrasi negara, menggunakan negara sebagai
obyeknya, tetapi titik beratnya pada yang pengertian konkrit, artinya obyek
negara itu terikat pada tempat, keadaan, waktu tertentu. Memang erat
hubungannya.
Untuk lebih jelasnya, pahamilah bagan yang dibuat oleh G. Jellinek yang
diambil dari bukunya yang terkenal, yaitu Allgemeine Staatlehre di situ beliau
menciptakan suatu sistematis yang lengkap dan struktur dari ilmu negara
sebagai berikut :

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 12
STAATSWISSENSCHAFT (dalam arti luas)

ILMU KENEGARAAN

STAATSWISSENSCHAFT RECHTSWISSENSCHAFT
(Dalam arti sempit) 1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Antar Negara
3. Hukum Administrasi Negara

BESCHREIBENDE – sw THEORITISCHE - sw PRAKTIKSCHE -sw

(Staten Kunde) (Staten Kunde) (Angewandte - sw)

ALLGEMEINE STAATSLEHRE BESONDES STAATSLEHRE

(Ilmu Negara Umum) (Ilmu Negara Khusus)

ALIG SOZIALE ALIG STAATS INDIVIDUALE SPEZIAL STAATSLEHRE


STAATSLEHRE RECHTSLEHRE STAATSLEHRE

1. Nama Negara 1. Perbedaan hukum publik dengan


2. Sifat hakekat negara hukum perdata
3. Dasar penghalalan hukum dari negara 2. Syarat-syarat negara
4. Tujuan negara 3. Kedaulatan
5. Timbul dan lenyapnya negara 4. Konstitusi negara
6. Sejarah tipe-tipe negara 5. Organ-organ negara
6. Perwakilan
7. Fungsi negara
8. Susunan negara
9. Bentuk negara dan bentuk
pemerintahan
10. Negara-negara bersusun
(konfederasi)

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 13
Individuale staatslehre mengupas soal-soal umum suatu negara, baik
juridis maupun sosiologis. Gabungan beberapa individualle staatslehre menjadi
Allg Sozialle Staatslehre ; sedangkan spezialle staatslehre membahas struktur
pemerintahan suatu negara. Jika beberapa spezialle staatslehre digabungkan,
maka terjadilah Allg Staatslehre jadi gabungan spezialle staatslehre, akan
menjadi Allg Staatslehre.

2. STAATSWISSENSCHAFT :
Untuk melihat dimana ilmu negara itu sebenarnya? Dapat kita perhatikan
bagan gambar di atas dan uraiannya adalah sebagai berikut :
Di dalam bukunya G. Jellinek yang ditulis sekitar tahun 1882 dan yang berjudul
Allgemeine Staatslehre atau ilmu negara umum, dinyatakan dalam skema ilmu
kenegaraan (dalam arti luas) oleh beliau dibagi jadi 2 (dua) bagian yaitu :
I. STAATSWISSENSCAHFT DALAM ARTI SEMPIT
II. RECHTSWISSSCHAFT

Ad. I Staatswissenschaft Dalam Arti Sempit


Maksudnya, adalah staatswissenschaft dalam arti yang luas setelah
dikurangi oleh rechtwissenchaft. Dalam hal ini dimaksudkan suatu ilmu
pengetahuan mengenai negara, yang penyelidikannya menekankan pada negara
sebagai obyeknya.

Ad. II Rechtswissenschaft
Maksudnya, adalah ilmu pengetahuan mengenai negara, namun dalam
penyelidikannya ditekankan pada segi reacht atau segi yuridisnya dari negara itu
sendiri. Dimana yang termasuk reachtswissenchaft tersebut adalah :
Hukum tata negara
Hukum administrasi negara
Hukum antara negara

STAATSWISSENCHAFT DALAM ARTI SEMPIT


INI DIBAGI MENJADI 3 BAGIAN, YAITU :
 Bescheibende – sw (staten kunde)
 Theoritische – sw (staatsleer)
 Praktischer – sw (angenwandte – sw)
Ad I. Beschreibende Staatswissenschaft
Dikemukakan disini, adalah ilmu pengetahuan yang melukiskan atau yang
menceritakan tentang negara. Jadi segala sesuatu bahan -bahan yang
menggambarkan tentang negara, misalnya keadaan alamnya faunanya dan
floranya dan sebagainya.
Ad II Theoritische Staatswissenschaft
Inilah yang dimaksudkan staatslehre atau staatsleer (ilmu negara).
Theoritische Staatswissenschaft, maksudnya adalah ilmu pengetahuan
mengenai negara yang mengambil bahan-bahan dari Beashreibende
Staatswissenchaft. Dimana bahan-bahan yang dikumpulkannya itu diolah,
dianalisa dan yang sama digolongkan sesamanya, yang berbeda dipisahkan lalu
diletakan dalam suatu sistematik dan pada akhirnya dicarinya pengertian-
pengertian pokok dan sendi-sendi pokok daripada negara.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 14
Ad III Praktische Staatswissenschaft /Angewandte – sw
Dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang menerangkan tentang cara-
cara mempraktekan teori-teori ilmu kenegaraan. Ilmu politik dalam sistematik G.
Jellinek mempunyai arti yang lain isinya atau berbeda dengan yang disebut
Political Science (politis) di negara Anglo Saxis.
Ilmu poltik menurut
Tradisi Anglo Saxis, merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, berbeda
dengan pendapat Eropa Kontinental, tidak merupakan ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri, melainkan dijalankan dalam praktek hasil dari penyelidikan
theoritische Staatswissenchaft atau theoritical science. Jelas ada hubungan
yang erat.

THEORITISCHE – sw
Theoritische Staatswissenchaft ini dibagi menjadi dua bagin, yaitu :
Allgemeine Staatsleher
Besondere Staatslehre
Ad I Allgemeine Staatsleher
Maksud G. Jellinek adalah ilmu negara umum yang membahas tentang
teori-teori negara dan teori tersebut berlaku umum di seluruh dunia atau berlaku
di semua negara.
Ad II Besondere Staatslehre
Maksud G. Jellinek dari Besondere Staatslehre ini, adalah ilmi negara
khusus yang membahas tentang teori – teori mengenai negara, yang berlakunya
teori – teori tersebut adalah hanya pada satu atau suatu negara tertentu saja.
Selanjutnya G. Jellinek untuk membahas Allgemeine Staatslehre (ilmu negara
umum, menggunakan teori dua segi atau zweiseiten theorie. Untuk memahami
hal itu pahami skema di atas !

3. Ilmu Politik
Politik, secara etimologis atau arti kata berasal dari bahasa Yunani Purba
yaitu Polis (F. Isjwara hal. 18-22), polis adalah kota yang dianggap negara (pada
waktu itu). Pada waktu itu kota identik dengan
negara. Dengan demikian polis, staads staads the greek citystates adalah tempat
tinggal bersama dari orang-orang biasa selaku para warganya (citizens) dengan
pemerintah, yang biasanya terletak disebuah bukit dan dikelilingi benteng –
tembok untuk menjaga keamanan mereka terhadap serangan musuh yang
menyerang dari luar.
Pengidentikan kota dengan negara pada waktu itu, disebabkan polis
hanya memiliki daerah yang kecil yaitu seluas kota, dan penduduknya kurang
300.000 orang. Sedangkan sekarang jaman modern yang dinamakan kota lebih
dari itu, melainkan sudah merupakan negara yang berwilayah yang disebut
Vlakte-state atau country – state. Sehingga negara tidak identik dengan kota,
disebabkan daerah negara jauh lebih luas daripada daerah kota, dan jumlah
penduduknya lebih banyak.
Kemudian dari istilah polis diturunkan dan dihasilkan kata-kata seperti :
politeia (segala hal ihwal yang menyangkut polis / negara) polites (warga kota
atau warga negara) dan politikos (ahli negara), polieke techne (kemahiran
politik), polieke episteme (ilmu politik) dan kemudian istilah polis itu diambil oleh
orang romawi yang menghasilkan kata are politica (Pengetahuan tentang negara
atau kemahiran tentang masalah kenegaraan) lihat hal 31.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 15
Orang yang pertama kali, menggunakan istilah ilmu politik yaitu Jean Bodin
(Science politique) pada chef d’ouvre dalam bukunya Les Six
Livres de La Republique 1576, dan pada tahun 1606 istilah tersebut
dipergunakan pula oleh Thomas Fitzherbert, Jeremy Bentham dan William
Godwin.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perkembangan berikutnya
muncul keanekaragaman istilah ilmu politik. Hal ini disebabkan pula dalam
bahasa inggris sebagai political science, the science of politics atau politics.
Sedangkan R. M. Mac Iver dalam bukunya The Web Government The Science of
Politics (Anglo Saxis)
Di Eropa Continental (Jerman) dikenal dengan berbagai nama, misalnya
angewandt staatswissentchaft yang merupakan cabang dari staatswissentchaft,
les sciences politiques (Perancis) yang selalu didengungkan dengan ilmu moral
atau ilmu-ilmu sosial lainnya sehingga dipergunakan istilah les science morale
(sosiales) et politiques.
Orang Belanda menyebut staatswetenschaappen, dan di Italia disebut
scienzee politica. Disamping itu Prof. J. Barente menerbitkan buku yang berjudul
De Wetenschap Der Politiek dengan ondertitelnya met een terein verkenning
dikenal istilah politica, sedangkan H. Heller dalam bukunya Staatslehre
menyebutnya Politikologie (1934).
Di India, menurut A. S. Altekar dalam bukunya “State and Government in
ancient India, Ilmu politik itu dikenal dengan istilah Rajadharma (kewajiban raja),
Rajayasastra (ilmu negara); Dandaniti,

1. Nitisastra dan Arthasastra.


Ternyata istilah ilmu politik itu sangatlah banyak, misalnya George
Jellinek dalam bukunya Recht des Modernen Staates, menyatakan bahwa ilmu
politik sangat membutuhkan suatu peristilahan yang tepat dan tidak meragukan.
Keanekaragaman istilah-istilah ilmu politik ini, disebabkan karena belum ada
kesamaan pendapat diantara para cendekiawan atau communis opinio doctorum
(opinio=pendapat, dan communis=umum, sedangkan doctorum=para guru). Hal
ini bisa mengakibatkan kesimpang siuran, sama dengan pendapat G. Jellinek
dan Kuncaro Purbopranoto “yang mengkonstanstir, bahwa ilmu politik sangat
membutuhkan istilah yang tepat agar tidak simpang-siur.
Lain halnya pada pemakaian istilah secara teknis dalam Ilmu Negara
tidak (tidak terjadi pertentangan paham), yang mungkin bila ada hanya
merupakan masalah penafsiran saja alih bahasa saja. Bahkan orang sering juga
ada kesimpang siuran itu dalam hukum, misalnya Apakah hukum itu?
Jawabannya banyak yang berbeda (Immanuel Kant, L. J. Van Apeldoornl.
Didukung oleh pendapat Meriam Budiardjo (ilmu politik dan artinya bagi
Indonesia” bahwa: setiap kali para ahli berkumpul, maka suka bagi mereka untuk
mencapai persetujuan mengenai pendefinisian dari ilmu politik.
Kesulitan lainnya membedakan ilmu politik dan ilmu Negara, disebabkan
adanya dua jenis, yaitu: satu dari Eropa Kontinental, dan kedua dari Anglo Saxix,
sehingga sulit untuk terjadinya kesatuan pendapat dari para pemikir tentang
negara.
Di Eropa, ilmu negara (Belanda) menurut RoelofKranenburg: Ilmu Negara
tidak lain, adalah” ilmu tentang negara ,“ negara diselidiki sifat hakekatnya,
struktur, dan bentuknya, asal mulanya, dan persoalan-persoalan di sekitar
negara dalam pengertian umum. Periksa Buku Prof. J. Barents yang berjudul

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 16
Pengantar Ilmu Politik dan Ilmu Negara Umum (Roelof Kranenburg) yang
diterjemahkan oleh Sitorus)!
Kembali kepada persoalan: “Apakah Ilmu Politik itu?
Apakah ilmu politik itu ilmu atau bukan? Oleh A. Th. Mason, di jawab, bahwa
politicss is art rather than science, ………..kemudian oleh van der Goes van
Naters dinyatakan bahwa De Politie is geen wetenschap. De Romeinen van
Netes ars politica politieke kunst…….., demikian juga Otto Von Bismarch,
seorang negarawan ulung, (Prusia), mengatakan bahwa dia kunst der
moglichkeiten.
Jadi walaupun J. Barents memberikan judul bukunya watenschap der
politiek dengan ondertitel een terrein verkening dapat kita tentukan dalam ilmu
politik di negeri Belanda, bahwa negeri Belanda tidak meniru dan menyalin ilmu
politik dari Jerman tetapi negeri Belanda mendapat pengaruh dari ilmu
pengetahuan Inggris dan Amerika.
Sehubungan dengan hal tersebur atau terpampang di atas, jika diperhatikan,
maka pada pokoknya batasan bagi ilmu politik dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu (Periksa F. Isjwara, S hal 33 – 39)
Batasan Institusional
Batasan ini mempelajari lembaga – lembaga politik, namun karena
negara merupakan lembaga politik – politik pra-exelence, maka negaralah yang
menjadi pusat perhatian. Karena itu pembatasnya dimulai dari asal usul negara,
hakekat negara, sejarah serta tujuan dan bentuk-bentuk negara yang akhirnya
sampai kepada deduksi tentang pertumbuhan dan perkembangan negara. Jadi
ilmu politik dirumuskan sebagai ilmu yang menyelidiki lembaga-lembaga politik
(political institutions) seperti negara, pemerintah, DPR, dan lain-lain sebagainya
pendukungnya antara lain Wilbur White dalam bukunya white political dictionary,
menyatakan bahwa political science the study of the formation forms and process
of the state and government.

2. Batasan secara fungsional (pragmatis atau teologis)


Pada dasarnya merupakan batasan secara institusional, namun berusaha
melepaskan diri secara sepihak dari pandangan dogmatis yuridis dari batasan
institusional.
Maka dalam hal ini lebih diutamakan fungsi dan aktivitas dari struktur formal
lembaga-lembaga politik yang diselidiki. Lembaga-lembaga politik ditinjau tidak
sebagai lembaga terasing, melainkan sebagai lembaga yang dinamis yang
mendapat pengaruh dari faktor kekuasaan rill dalam masyarakat yang bersifat
non yuridis.
Berkatalah H. R. Hoetink dalam kata pengantar buku J. Barents, bahwa
peranan faktor-faktor kekuasaan rill (de reele machtsfactoren) pressure groupe,
lobbyst, public opinion dan yang lainnya tidak kurang pentingnya dari struktur dan
dokumen-dokumen hukum dari lembaga politik itu.
Sesuai dengan fungsi dan aktivitasnya, maka terjadilah pergeseran yang
titik beratnya penyelidikan bagi ilmu politik adalah statika kedinamika politik.
Akibatnya harus pula diperhatikan faktor-faktor nonpolitik yang mempengaruhi
pelaksanaan fungsi, dan aktivitas lembaga-lembaga politik, seperti faktor
demografis, psykologis, kultural dan ekonomie. Oleh karena itu sarjana yang
termasuk kedalam golongan ini menilai lembaga politik, tidak atas dasar
ketentuan-ketentuan undang-undang dasar atau dokumen-dokumen lainnya,
tetapi atas dasar reiiil yang telah dicapai lembaga politik bagi kesejahteraan umat

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 17
manusia, karena lembaga politik diperuntukan bagi manusia dan harus
bermanfaat.

3. Batasan Secara Hakekat Politik (Power Interpretation Of Politics)


Dalam hal ini yang menjadi hakekat politik adalah kekuasaan atau power,
maka karena itu politik merupakan “perjuangan untuk memperoleh kekuasaan”
atau “Technic menjalankan kekuasan-kekuasaan” atau “masalah pelaksanaan
atau kontrol kekuasaan”.
Pemusatan peninjauan kepada gejala kekuasaan ini, menimbulkan “ilmu
kekuasaan” power science atau “kratologi” yang berasal dari bahasa Yunani
Kratos. Kekuasaan yang diselidiki itu diperlihatkan “sifatnya, perkembangannya,
rangka dan akibatnya”.
Maka bicaralah Carell Loewensteib di dalam bukunya Ver fassung slehre,
bahwa ilmu politik is nichate unders als der kampf um de machate. Sedangkan J.
Suys di dalam bukunya De Nuei politie, bahwa politik adalah “striyd om match”.
Harold D. Laswell dalam bukunya “the language of politics menyatakan when we
speak of science of politics, we mean the science of power.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 18
PERTEMUAN KE - 3 : TEORI TIMBUL DAN LENYAPNYA NEGARA

TEORI TIMBULNYA NEGARA


Teori Pertumbuhan Negara dapat dibagi menjadi dua macam yakni :
 Secara Primer
 Secara Sekunder
Fase-fase yang Harus Dilalui Oleh Negara yang Terbentuk Secara Primer
 Masyarakat-mastarakat hukum yang merupakan keluarga besar\
persekutuan masyarakat
 Kerajaan (rijk)
 Negara (staat)
 Negara yang demokrasi (demokrtische natie)

Teori Pertumbuhan Negara


Dalam teori pertumbuhan negara secara primer dibagi dalam beberapa
tahap, yaitu :
1. Suku atau Persekutuan masyarakat (Genootschaft)
Dalam teori ini dijelaskan bahwa awal mula kehidupam masyarakat
dimulai dari keluarga. Kelurga adalah faktor penentu dalam membentuk
kepribadian manusia, yang nantinya akan berkembang terus menerus menjadi
suatu kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu atau disebut pula suku.
Suku\ persekutuan masyarakat sangat terikat dengan adanya adat
istiadat serta kebiasaan yang disepakati. Dalam suatu suku terdapat seorang
pemimpin yang disebut dengan Kepala Suku yang dianggap sebagai Primus
Inter Pares, artinya orang yang terkemuka diantara orang yang sama. Kepala
suku bertugas mengatur dan memelihara kebersamaan suatu kelompoknya.
Pada hakekatnya suku atau persekutuan masyarakat sangat berkaitan
dengan hukum alam. Mengapa dapat dikatakan berkaita? Karena pada hukum
alam dijelaskan bahwa manusia pada awalnya hidup dalam kebebasan dimana
tidak ada aturan atau hukum yang mengikat. Mereka bebas untuk melakukan
apapun tanpa mempunyai pemikiran yang panjang, karena manusia mempunyai
akal pikiran dari Tuhan yang membuat manusia ingin melakukan segala sesuatu
dengan bebas, sekeinginan hatinya.
Dengan melihat fenomena tersebut dan terjadi perdebatan pendapat atau
peperangan, maka dengan perkembangan jaman manusia menginginkan pula
suatu aturan atau hukum yang dapat mengatur, melindungi dan menjamin
kelangsungan hidup dan akhirnya mengadakan suatu perjanjian yang disebut
perjanjian masyarakat.

2. Kerajaan (Rijk)
Bentuk kerajaan merupakan kelanjutan atau tahap perkembangan dari
bentuk persekutuan\ suku. Kerajaan terbentuk sebagai sebagai akibat adanya
pertantangan antar sekutu\ suku. Kepala sekutu\suku yang pada awal mulanya
berkuasa di masyarakatnya, kemudian melakukan ekspansi-ekspansi ke daerah-
daerah lain untuk memperluas wilayah kekuasannya hingga menimbulkan
perlawanan dari sukutu lain.
Primus inter pares yang kuat yang akan menguasai dan menjadi raja
yang berkedudukan dipemerintah pusat, sedangkan daerah yang berhasil
ditaklukan akan menjadi pemerintah daerah . Pada waktu itu pengaruh

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 19
kekuasaan pemerintah pusat belum begitu besar terhadap daerah-daerah
mungkin disebabkan karena perhubungan antara pemerintah pusat dengan
daerah yang masih belum baik sehingga sering perintah-perintah dari pusat tidak
sampai di daerah akibatnya daerah-daerah melakukan pemerintahan sendiri
yang akhirnya menimbulkan pemberontakan melawan pusat.
Dalam perkembangan selanjutnya untuk mencegah adanya pertentangan
antara pusat dengan daerah maka pemerintah pusat berusaha agar pemerintah
daerah dapat tunduk kapada pemerintah pusat. Dengan cara menundukkan
daerah dengan kekerasan senjata. Untuk membeli persenjataan maka
pemerintah pusat harus mempunyai keuangan yang cukup. Keungan ini
diperoleh dengan cara mengadakan perdagangan ke luar yang menguntungkan.
Dengan persejantaan yang kuat maka kekuasaan sekarang pada kepala negara.
Akhirnya raja mulai berwibawa sehingga mulai tumbuh kesadaran akan
kebangsaan dalam bentuk negara nasional.

3. Negara Nasional (Staat)


Terjadinya negara nasional adalah akibat kondisi pada tahap kerajaan
dimana pemerintah pusat tidak dapat mengendalikan pemerintah daerah yang
sebelumnya ditaklukan. Sistem kerajaan yang terjadi masih sangat terasa,
karena pada awalnya negara nasional diperintah oleh raja yang bersifat
sewenang-wenang\absolut dengan sistem pemerintahan tersentralisasinya
dimana pemerintah pusat hanya mengurus untuk pemerintah pusat saja
sedangkan kepentingan daerah tidak diurus semestinya, sehingga terjadi
kesenjangan sosial dan semua rakyat dipaksa untuk mematuhi kehendak dan
perintah raja. Namun pada akhirnya berhasil meredam gejolak atau
pemberontakan pemerintah daerah dan sadar akan bernegara. Jadi yang
terpenting dalam fase ini rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat.

4. Negara Demokrasi (Democratisch Natie)


Negara demokrasi lahir sebagai akibat munculnya kekuasaan pemimpin
pada negara nasional yang kembali melakukan pemerintahannya dengan
sewenang -wenang (absolut). Kondisi negara seperti ini tentu sangat merugikan
rakyat, karena rakyat berada pada pihak yang lemah. Seiring dengan
perkembangan jaman timbul kesadaran akan adanya kedaulatan ditangan
rakyat. Artinya kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Rakyat bebas untuk
berekspresi dan mengeluarkan pendapat.

5. Negara Diktator (Diktatuur)


Dalam suatu negara demokrasi seorang pemimpin dipilih oleh rakyat
melalui suatu pemilihan umum. Lama kelamaan akibat terlalu lama memerintah
pmimpin tesebut memimpin secara diktator, yang selalu ingin memerintah
dengan sekehendak sendiri tanpa memikirkan keinginan rakyat. Negara diktator
merupakan penyimpangan dari negara demokrasi.
Didalam teori pertumbuhan negara secara primer terdapat lima tahap,
yaitu :
 Suku atau Persekutuan masyarakat (Genootschaft)
Dalam tahap ini berkaitan sekali dengan teori hukum alam. Dimana masyarakat
pada waktu itu masih bersifat bebas belum ada suatu aturan atau hukum yang
mengikat, sehingga dengan perkembangan jaman ternyata dibutuhkan pula

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 20
suatu aturan atau hukum yang akhirnya menghasilkan suatu perjanjian yang
disebut perjanjian masyarakat.
 Kerajaan (Rijk)
Dimana pada awalnya dalam tahap ini jepala suku berkuasa pada
masyarakatnya, tetapi makin lama berkembang sehingga melakukan ekpansi-
ekspansi ke daerah lain untuk memperluas kekuasaannya. Sehingga rakyat
merasa terkekang terjadilah pemberontakan dan raja pun melakukan suatu cara
untuk menguasai rakyat dengan cara membeli senjata-senjata untuk memperluas
kekuasaan tetapi akhirnya hal tersebut tidak terjadi, antara rakyat dengan raja
bersatu sehingga raja mempunyai kewibawaan tersendiri dan tumbuh kesadaran
akan kebangsaan dalam bentuk nasional.
 Negara Nasional (Staat)
Pada tahap ini awalnya diperintah oleh raja yang absolut dengan system
pemerintahan tersentralisasi. Dimana pemerintah pusat hanya mementingkan
kepentingan pusat saja sedangkan kepentingan daerah dinomor duakan,
sehingga terjadi kesenjangan sosial dan semua rakyat dipaksa mematuhi
kehendak dan perintah raja. Namun pada akhirnya dalam fase ini sadar akan
bernegara.
 Negara Demokrasi (Democratisch Natie)
Negara demokrasi merupakan perkembangan lebih lanjut dari negara nasional,
dimana negara demokrasi terbentuk atas dasar kesadaran demokrasi nasional,
kesadaran akan adanya kedaulatan ditangan rakyat.
 Negara Diktator (Diktatuur)
Tahap ini merupakan perkembangan dari negara demokrasi. Yaitu
adanya penyimpangan pemimpin negara, yang memerintah secara absolut, yang
selalu memerintah atas dasar keinginan sendiri tanpa memikirkan rakyat.

2. Terjadinya Negara Secara Sekunder

2.1. Pengakuan De facto dan De Jure


Terjadinya Negara secara sekunder merupakan terbentuknya suatu
Negara baru sebagai akibat dari adanya revolusi, intervensi, dan penaklukan
terhadap Negara yang lama.
Kenyataan bahwa terjadinya Negara secara sekunder tidak dapat dipungkiri
meskipun cara terbentuknya kadang tidak sah menurut hukum. Contohnya, suatu
Negara yang terbentuk karena penaklukan atau pencaplokan, jalan tersebut
dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum (onrecht). Hal itu terjadi karena
sebelum Negara yang baru itu timbul,peraturan hukukmnya sudah dikeluarkan
oleh Negara lama ada. Hal seperti ini merupakan suatu pelanggaran hukum,
pelanggaran hukum ini berjalan terus, makin lama makin menjadi kenyataan
hingga akhirnya diakui. Jellinek menyebutkan sebagai berikut “die normatieve
kraft des faktischen”. Kekuasaan dari kaum pemberontak mendapat dukungan
dari rakyat dan jika pemerintahannya itu ternyata efektif dan stabil,maka satu
demi satu akan datang pengakuan dari Negara-negara lain yang bersifat
sementara. Pengakuan ini disebut de facto, karena pengakuan ini ditunjukan
kepada kenyataan-kenyataan mengenai kedudukan pemerintahan yang baru,
apakah didukung oleh rakyatnya atau tidak, dan apakah pemerintahannya efektif
yang menyebabkan kedudukannya stabil.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 21
Dalam Keadaan semacam ini sifat Negara-negara asing masih menunggu
(wait and see), sampai berapa jauh keadaan itu bias dipertahankan. Jika
kemudian bias dipertahankan terus bahkan makin bertambah maju, maka
pengakuan de facto akan berubah dengan sendirinya menjadi pengakuan de
jure. Yang dimaksud dengan pengakuan de jure adalah pengakuan yang seluas-
luasnya yang bersifat tetap terhadap munculnya, timbulnya atau terbentuknya
suatu Negara dikarenakan terbentuknya Negara baru adalah berdasarkan
yuridis.
Setelah mendapatkan pengakuan de jure yang bersifat tetap,
penempatan perwakilannya untuk Negara baru itu dirubah dari konsulat menjadi
kedutaan. Oleh karena pada mulanya penempatan seorang konsul itu untuk
menjamin hubungan kepentingan perdagangan dan kini sesudah
ditempatkannya kedudukan baru, maka hubungannya diperluas lagi dalam
hubungan diplomatik
Peristiwa ini pernah dialami oleh Negara Republik Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, ketika bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya
yang disusul dengan perlawanan bersenjata oleh seluruh rakyat Indonesia
terhadap pemerintahan kolonial Belanda yang dibantu oleh tentara sekutu, maka
pada tahun itu juga Inggris, Amerika, dan India memberi pengakuan de-factonya
kepada Negara Republik Indonesia atas daerah-daerah Jawa,Sumatra, dan
Madura. Pemerintah berjalan terus disamping bertahan melawan serangan-
serangan dari tentara Belanda yang diselingi dengan beberapa perundingan-
perundingan seperti: Linggar Jati,Renville, dan Clash I dan II maka pada akhirnya
dengan konfrensi Meja Bundar, Negara Republik Indonesia mendapatkan
pengakuan de jure pada tanggal 17 Desember1949. Setelah diakui, Indonesia
mendapatkan kedaulatrannya atas seluruh wilayah bekas jajahan Hindia-Belanda
kecuali Irian Barat.Pada saat itu Negara Belanda memberi penafsiran yang lain
mengenai pengakuan de facto dan de jure. Pengakuan itu tidak ditujukan kepada
Negara Republik Indonesia, tetapi kepada pemerintahan Republik Indonesia.
Pengakuan semacam ini dinamakan pengakuan atas pemerintahan de facto
yang artinya suatu pengakuan yang diberikan hanya kepada pemerintahan dari
suatu Negara sedangkan terhadap wilayahnya tidak diakui.Pengakuan ini
diciptakanj oleh seorang sarjana Belanda bernama Van Heller. Dengan
pengakuan semacam ini akan membawa akibat yang berbeda, karena
pengakuan itu akan menempatkan Belanda dalam kedudukan yang lebih tinggi
dan lebih menguntungkan. Penafsiran Belanda itu dipengaruhi oleh bangunan
hukum perdata yang membedakan dua macam hak, yaitu:
Hak Eigendom yang terbagi atas dua unsur, yaitu :
 titik hukum
 penguasaan
 Hak Bezit
Pada hak bezit juga terdapat unsure penguasaan. Misalnya seorang pemilik
tanah bisa memiliki kedua unsure itu jika ia mengolah sendiri, jika tanah ini
disewakan maka si penyewa ini mempunyai hak bezit karena ia menguasai tanah
itu. Tetapi penyewa itu tidak boleh menjualnya karena titik hukumnya ada pada si
pemilik. Dengan analogi ini maka belanda hendak mengkonstruer pengertian
pengakuan de facto dan de jure terhadap pemerintah Indonesia, dengan maksud
bahwa hak milik atau eigendom ada pada pemerintah Belanda, sedangkan hak
bezit berada pada bangsa Indonesia (de facto). Penafsiran ini dengan sendirinya
akan membawa konsekuensi yang lebih jauh. Hubungan luar negeri antara

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 22
Indonesia dengan Negara-negara lainnya ada di tangan Belanda, sedangkan
hanya urusan dalam negeri yang bisa diselenggarakan oleh bangsa Indonesia
sendiri. Dengan demikian kedudukan negeri belanda akan diuntungkan dan
kemerdekaan yang diproklamirkan oleh bangsa Indonesia hanya merupakan
sebagai dominion status seperti halnya dengan Negara-negara bekas jajahan
inggris.
Pemerintah Indonesia tidak langsung diam dengan adanya pengakuan
tersebut, tetapi pemerintahan Indonesia langsung menyusun kekuasaannya
untuk dapat menentukan nasibnya sendiri. Perubahan-perubahan terus
dilakukan, tentunya untuk menjadikan Negara Indonesia sebagai suatu Negara
yang mandiri, tertib, stabil, kuat dan tentunya maju, sehingga pada akhirnya
Negara-negara lain mau tidak mau harus mengakui Negara Indonesia sebagai
Negara baru (de jure). Hal tersebut dapat terjadi, karena dalam pandangan
Negara-negara lain apabila pemerintahan Indonesia dapat stabil, menjamin hak
asasi rakyatnya, serta mengadakan konstitusi maka Negara Indonesia akan
diakui keberadaannya (de jure).
Adapun alasan mengapa Negara yang baru merdeka harus mendapatkan
pengakuan dari Negara lain, yaitu:
adanya kekhawatiran akan terancamnya kelangsungan hidupnya, baik yang
timbul dari dalam (melalui kudeta), maupun yang timbul dari luar (interpensi dari
Negara lain). Merupakan ketentuan hukum alam yang tidak dapat dipungkiri lagi,
bahwa suatu Negara tidak dapat berdiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan
negara lain. Ketergantungan itu terletak dalam segala bidang, yaitu politik,
ekonomi, olahraga, social budaya, begitu juga dengan pertahanan dan
keamanan.

2. 2 Terjadinya Negara melalui Pendekatan Faktual


Pendekatan ini membahas tentang asal mula terjadinya Negara
berdasarkan Fakta sejarah, yaitu berdasarkan kenyataan yang benar-benar
terjadi. Pendekatan secara factual dibagi kedalam delapan cara, yaitu :
a} occupatie (pendudukan)
hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai,
diduduki dan dikuasai oleh suku atau kelompok tertentu.
Contoh : Liberia yang diduduki budak-budak Negro dimerdekakan pada tahun
1847
b} Fusi (peleburan)
Hal ini terjadi ketika Negara-negara kecil yang mendiami suatu wilayah
mengadakan perjanjian untuk saling melebur menjadi Negara baru.
Contoh : terbentuknya Federasi Kerajaan Jerman pada tahun 1871
c} Cessie (penyerahan)
hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan
suatu perjanjian tertentu
contoh : wilayah Sleeswijk diserahkan oleh Austria kepada Prusia (Jerman),
karena ada perjanjian bahwa negara yang kalah perang harus memberikan
Negara yang dikuasainya kepada Negara yang menang. Austria adalah salah
satu Negara yang kalah pada Perang Dunia I.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 23
d} Accesie (penaikan)
hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan Lumpur sungai atau
timbul dari dasar laut (delta). Kemudian wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok
orang sehingga terbentuk Negara.
Contoh : wilayah Negara Mesir yang terbentuk dari delta Sungai Nil.
e} Anexatie (pencaplokan/penguasaan)
hal ini terjadi karena suatu Negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai
(dicaplik) oleh bangsa lain tanpa reaksi berarti.
Contoh : ketika pembentukan Negara Israel pada tahun 1948, wilayahnya banyak
mencaplok daerah Palestina, Suriah, Yordania, dan Mesir.
f} Proclamation (proklamasi)
hal ini terjadi ketika penduduk pribumi dari suatu wilayah yang diduduki oleh
bangsa lain mengadakan perjuangan (perlawanan) sehingga berhasil merebut
wilayahnya kembali, dan menyatakan kemerdekaannya.
Contoh : Negara republic Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945 dari penjajahan Jepang dan Belanda.
g} Inovation (pembentukan baru)
munculnya suatu Negara baru di atas wilayah suatu Negara yang pecah karena
suatu hal dan kemudian lenyap.
Contoh : Negara Columbia yang pecah dan lenyap. Kemudian di wilayah Negara
tersebut muncul Negara baru, yaitu Venezuela dan Columbia Baru.
h} Separatise (pemisahan)
suatu wilayah Negara yang memisahkan diri dari Negara yang semula
menguasainya, kemudian menyatakan kemerdekaannya.
Contoh : pada tahun 1939 Belgia memisahkan diri dari Belanda dan menyatakan
Kemerdekaannya.

2.3 Terjadinya Negara Melalui Pendekata Teoritis


Asal mula terjadinya Negara selain dapat dilihat berdasarkan proses
pertumbuhan yang tadi, dapat juga dilihat berdasarkan pendekatan teoritis.
Beberapa teori itu adalah sebagai berikut :

a. Teori Ketuhanan
Teori ini didasarkan pada kepercyaan bahwa segala pada kepercayaan
bahwa segala sesuatu itu terjadi atas kehendak Tuhan. Negara pun demikian,
negara terjadi atas berkat adanya karunia dari Tuhan. Tuhan menciptakan
negara ada yang secara langsung dan ada yang secara tidak langsung. Ciri
Tuhan menciptakan negara secara langsung yaitu penguasa itu berkuasa karena
menerima wahyu dari Tuhan, sedangkan ciri Tuhan menciptakan negara secara
tidak langsung yaitu penguasa itu berkuasa karena kodrat Tuhan (Azhary
1983:15).
Negara indonesia juga menyadari bahwa indonesia merdeka atas berkat
rahmat dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini ditunjukan dalam
pembukaan UUD 1945 alinea ketiga yang berbunyi “ Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya “. Dengan pernyatan tadi berarti bangsa Indonesia
menyadari bahwa Indonesia merdeka bukan hanya berkat perjuangan semata,
tetapi juga adanya karunia dari Tuhan Yang Maha esa.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 24
Paham yang menganggap kekuasaan negara itu berasal dari Tuhan bukan
hanya dari negara Indonesia saja, tetapi juga menurut beberapa tokoh, yaitu :
menurut Agustinus dalam bukunya “De Civitas Dei” menerangkan bahwa adanya
dua macam negara, yaitu
Civitas Dei (negara Tuhan). Negara ini sangat dipuji oleh Agustinus,
karena ini adalah negara yang diangan-angankan dan dicita-citakan oleh agama.
Negara Tuhan didunia ini diwakili oleh gereja atau oleh kerajaan-kerajaan lain
yang tunduk pada pimpinan gereja yang berarti mengikuti pimpinan Tuhan.
Civitas Terrena / Diboli (negara Iblis atau negara duniawi). Negara ini sangat
dikecam dan ditolak oleh Agustinus karena menurutnya negara ini adalah buatan
setan.
Menurut Agustinus, manusia itu sifatnya jasmaniah dan rihaniah. Karena
itu maka kehidupan manusiapun rangkap duapula. Kehidupan jasmaniah yang
fana berkiblat pada diri manusia yang mencari kepuasan duniawi, dan
kehidupan rohaniah yang baka berkiblat pada Tuhan Yang Maha Esa yang
mencari kepuasan hakiki yang kekal abadi.
Dengan adanya dua macam kehidupan ini maka diri manusia telah terjadi
dua macam masyarakat, dua negara yang berasal dari dua orang anak Adam,
Kain dan Abel. Dari Kain yang durhaka terjadi masyarakat duniawi (Civitas
Terrena). Dari abel yang Saleh terjadi masyarakat Tuhan (Civitas dei).
Didunia sekarang ini negara duniawi dan negara tuhan masih campur,
dan baru pada hari penghabisan akan dipisahkan. Karena hanya mengejar
keduniaan maka betapapun besar dan megahnya negara itu tetap saja akan
membawa keserakahan, perkosaan, peperangan, kebencian, kekacauan,
penderitaan dan akhirnya keruntuhan. Hanya negara Tuhan yang akan
berlangsung kekal dan abadi sehingga memperoleh perdamaian dan
kebahagiaan sejati.
Menurut Thomas Aquinas negara itu bukan keburukan buatan setan,
melainkan diakui juga sebagai perwujudan dari kekuasaan dan kehendak Tuhan.
Negara timbul dari pergaulan antara manusia yang ditentukan oleh hukum dan
tata alam. Tetapi hukum tata alam inipun terjadi dari kehendak Tuhan dan menurt
hukum Tuhan.
Menurutnya Tuhan telah menjadikan manusia sebagai mahluk pergaulan,
maka yang memberikan pimpinan bagi pergaulan manusia ini adalah raja. Untuk
menjalankan kewajibannya yang luhur itu raja juga memperoleh pimpinan dari
Tuhan. Dengan demikian, maka kekuasaan negara itu pada hakekatnya adalah
juga kekuasaan Tuhan. Manusia dengan segala kecerdasannya tidak mungkin
dapat mengubah keadaan yang telah ditentukan oleh kodrat Illahi ini. Dari kuasa
dan kehendak Tuhanlah asal segala kekuasaan dan asal berdirinya negara
Menurutut Friedrich Julius Stahl dalam bukunya “Die Philosophie des Rechts"
berpendapat bahwa negara itu timbul dari takdir Illahi. Bagaimanapun juga
semua kekuasaan itu pada hakekatnya adalah terjadi karena kehendak dan
kekuasaan Tuhan.
Yaitu teori yang mengaggap bahwa memang sudah menjadi kehendak
Tuhan Yang Maha Kuasa negara itu timbul. Nampak pada UUD-nya”By the
Grace of God” (Atas berkat Tuhan YME).
 Mikado (Kaisar Jepang) dianggap merupakan keturunan Dewa Matahari
 Iskandar Zulkarnaen dianggap sebagai putraa Dewa Zeus Ammon.
 Dalai lama di Tibet dianggap sebagai utusan Tuhan di bumi.
Teori ini dibagi dua,yaitu teori ketuhahan langsung dan tidak langsung.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 25
Tokohnya Thomas Aquines, Agustinus, Yulius Sthal, Kranenburg, Haller.

b. Teori Perjanjian
Terjadinya negara karena adanya perjanjian masyarakat , semua warga
negara mengikat diri dalam suatu perjanjian bersama untuk mendirikan suatu
organisasi yang bisa melindungi dan menjamin kelangsungan hidup bersama.
Perjanjian ini disebut perjanjian masyarakat (contract social). Hal ini dapat pula
terjadi pada perjanjian antara pemerintah penjajah dengan rakyat daerah jajahan.
Misalnya, seperti kemerdekaan Fhilipina tahun 1946, juga India tahun 1947.
Adapun beberapa tokoh yang mengemukakan tentang teori perjanjian adalah :
Thomas Hobes berpendapat bahwa manusia harus mengadakan suatu
perjanjianyang disebut perjanjian masyarakat untuk membentuk suatu
masyarakat dan selanjutnya negara. Dalam perjanjian ini mereka menunjuk
seorang penguasa yang diserahi kekuasaan untuk menyelanggarakan
perdamaian tersebut. Penguasa itu bernama raja dan mempunyai kekuasaan
yang absolut. Setelah diadakan perjanjian masyarakat dimana individu-individu
menyerahkan haknya atau hak-hak azazinya kepada suatu kolrktivitas yaitu
suatu kesatuan dari individu-individu yang diperolehnya melalui pactum uniones,
maka disini kolektivitas menyerahkan hak-haknya atau kekuasaannya kepada
raja dalam pactum subjektiones tanpa syarat apapun juga. Raja sama sekali ada
diluar perjanjian, dan oleh karenanya raja mempunyai kekuasaan yang mutlak
setelah hak-hak rakyat diserahkan kepadanya (monarchie absolut).
Menurut jhon locke bertujuan untuk membentuk mayarakat dan
selanjutnya negara. Tujuannya adalah untuk memelihara dan menjamin
terlaksananya hak-hak azazi manusia.karena raja berkuasa untuk melindungi
hak-hak rakyat. Kalau raja bertindak sewenang-wenang, maka rakyat dapat
meminta pertanggung jawabannya karena yang primer adalah hak-hak azazi
yang dapat dilindungi oleh raja. Akibat dari perjnjian antara rakyat dengan raja
maka timbul monarchie constitusionil atau monarki terbatas, karena kekuasaan
raja sekarang menjadi terbatas oleh konstitusi.
Menurut perjanjian masyarakat Hobes, pactum uniones (perjanjian untuk
membentuk suatu kesatuan/ kolektivitas antara individu-individu) sama sekali
ditelan oleh pactum subjektiones (perjanjian menyerahkan kekuasaan antara
rakyat dengan raja) shingga akibatnya raja berkuasa mutlak. Sedangkan menurut
Jhon Locke pactum uniones dan pactum subjektiones sama kuat pengaruhnya,
sehingga dalam penyerahan kekuasaan raja harus berjanji akan melindungi hak-
hak azazi rakyat.hasil perjanjian itu diletakan dalam Leges Fundamentalis yang
menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak.
Menurut J.J Rousseau (bapak kedaulatan rakyat) berpendapat bahwa
yang merupakan hak-hak pokok dari perjanjian masyarakat adalah menemukan
suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kakuasaan bersama
disamping kekuasaan pribadi milik setiap orang, sehingga semuanya dapat
bersatu. Akan tetapi, masing-masing orang tetap mematuhi dirinya sendiri
sehingga orang tetap merdeka dan
Teori perjanjian ini yang menganut bahwa sesuatu negara itu terbentuk
berdasarkan perjanjian bersama, baik antara orang-orang yang sepakat
mendirikan suatu negara, maupun antar orang-orang yang maenjajah dengan
yang dijajah.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 26
Disimpulkan bahwa menurut Jhon Locke terbentuknya negara ada dua
tahap :
a. Factum unionis, yaitu perjanjian antara individu untuk membentuk suatu
negara agar masyarakat terlindungi, karena kondisi lingkungan tersebut
yang mendorong terjadinya suatu perjanjian.
b. Factum subjectionis, yaitu perjanjian individu atau rakyat dengan
penguasa untuk membentuk suatu negara baru. Penguasa yang
mendapat dukungan dari masyarakat untuk mambentuk suatu perjanjian,
membentuk negara baru.
Menurutnya negara harus berdasar “Monarki konstitusional” dan teriakt oleh
aturan.
Thomas Hobbes : menghendaki monarki absolut (raja tidak terikat aturan)
J.J.Rousseau : (Bapak kedaulatan rakyat) menghendaki raja semata-mata hanya
mandataris rakyat. Apabila tidak mampu raja dapat diganti.

c. Teori Kekuasaan
Yaitu teori yang menganggap bahwa negara itu timbul karena adanya
kekuasaan dan kekuasaan adalah ciptaan mereka yang paling kuat dan
berkuasa. Bahwa negara terbentuk disebabkan oleh pergeseran strata/kelas.
Orang yang paling kuat dan berkuasa ialah pencipta negara. VOLTAIRE berkata
“raja yang pertama adalah pahlawan yang menang, oleh karenanya sudah
selayaknya memegang tampu kekuasaan.” Satu-satunya faktor yang
menentukan terjadi negara adalah kekuasaan. Bagi Leon Duguit “kekuasaan
dapat timbul dari kekuatan fisik, otak, ekonomi, dan agama.” Karl Max “negara
terbentuk dari kekuasaan atas kemenagan kaum proletar (buruh dan petani)
terhadap kaum borjuis.

d. Teori Hukum Alam


Yaitu teori yang menganggap bahwa hukum alam bukanlah buatan
negara, melainkan atas kekuasaan alam yang berlaku setiap waktu dan tempat,
setra bersifat universal dan tidak berubah. Tokohnya:
 PLATO : terjadinya negara secara evolusi.
 ARISTOTELES : manusia adalah zoon politicon, yang kemudian
terbentuklah keluarga—masyarakat—negara.
 AGUSTINUS : terjadinya negara akarena suatu keharusan sebagai
penebus dosa atau perbuatan orang-orang yang ada didalamnya. Negara
yang baik sesuaim dengan cita-cita agam, yakni terciptanya suasana
keadilan.
 THOMAS AQUINO : negara merupakan lembaga alamiah yang
diperlukan manusia untuk menyelenggarakan kepentingan umum.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 27
B. TEORI LENYAPNYA NEGARA
Pertumbuhan dan prkembangan suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya
bebas untuk berfikir dan menyatakan pendapan yang merupakan hasil pemikiran
kemasyarakatan luas,harus ada hal-hal yang menyebabkan sampai dilakukan
penyelidikan.Biasanya ada keadaan yang tidak sesuai denagan pandangan
hidup didalam masyarakat itu.
Pemikiran tentang Negara dan hukaum yang dahulu dilakukan oleh
beberapa orang secara tersembunya akibat tekanan oleh golonga-golongan
yang menginginkan dan yang telah mempunyai kekuasaan politik dan
diusahakan penerapanya.Karena itu terjadilah pengaruh rimbal balik antara
pemikiran dan pelaksanaanya.
Masalah negara sekarang ini memperoleh arti penting yang khusus baik
di bidang teori mupun di bidang politik praktis. Perang imperialisme telah sangat
mempercepat dan memperhebat proses kapitalisme monopoli menjadi
kapitalisme monopoli negara. Penindasana yang mengerikan atas masa pekerja
keras negara, yang makin lama makin erat berpadu dengan perserikatan-
perserikatan kapitalis yang maha kuasa, menjadi lebih mengerikan lagi. Negeri-
negeri yang maju sedang berubah. Kita berbicara tentang daerah belakang
mereka menjadi penjara-penjar kerja paksa militer bagi kaum buruh.
Kengerian dan bencana yang tiada taranya yang diakibatkan perang
berlarut-larut membuat keadaan masa tidak tertanggungkan dan memperhebat
kemarahan mereka. Revolusi proletar internasional jelas sedang mematang.
Masalah hubungannya dengan negara memperoleh arti penting praktis.
Elemen-elemen oportunis yang menumpuk selama puluhan tahun dalam
perkembangan yang relatif damai telah melahirkan aliran sosialis-chauvisnis
yang berdominasi di dalam partai-partai sosialis yang resmi di seluruh dunia.
Aliran sosialisme dalam kata-kata dan chauvisnisme dalam perbuatan, berciri
penyesuaian-penyesuaian yang nista dan memebludak dari pemimpin-pemimpin
sosialisme, tidak saja pada kepentingan-kepentingan borjuasi nasional milik
mereka, tetapi justru pada kepentingan- kepentingan negara milik mereka
sendiri, kebanyakan dari apa yang dinamakan negara-negara besar telah lama
menghisap dan memperbudak sejumlah bangsa kecil dan lemah. Dan perang
imperialis justru perang untuk membagi-bagi kembali barang rampasan macam
ini. Perjuangan untuk pembebasan mas pekerja dari pengaruh borjuasi pada
umumnya dan dari pengaruh borjuasi imperialis pada khususnya, tidaklah
mungkin tanpa perjuangan melawan prasangka-prasangka portunis mengenai
negara.
Menurut sejarah Kenegaraan, pemaparan pandangan para ahli pikir
tersebut dilakukan secara periodik mulai dari zaman Yunani kuno sampai pada
zaman Modern. Dalam pandangan para ahli pikir itu ternyata tidak hanya soal
asa usul terjadinya Negara melainkan tentang unsur-unsur Negara serta
membahas tentang uraian lenyapnya suatu Negara.
Para ahli pikir yang membahas tentang lenyapnya Negara yang terjadi
pada saat zaman-zamannya, antara lain:Plato,Aristoteles,Agustinus,Gorge
Jillenek,Karl Marx,Sain simon, Bakunin, F Engels, Ibnu Kaldun, dan Rudolf
Smend.

1. Plato
Sesungguhnya bentuk dari suatu Negara itu ditentukan oleh bentuk
pemerintahanya,sedangkan betuk pemerintahan itu ditentukan oleh sifat dari

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 28
orang-orang yang memegang pemerintahan tersebut.Selanjutnya sifat dari pada
orang itu ditentukan oleh sifat jiwa manusia yang merupakan dasar kehidupan
yang principle. Yang dijalankan sejauh mungkin itu merubah keadaan mereka
menjadi buruk dan akhirnya memusnahkan.Pemerosotan ini disebabkan
pemerintah tiada melakukan keadilan dan kepentingan umum,slalu ada
kesewenang-wenangan tindakan.
Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa orang yang adil adalah
orang yang budiman dan baik,sedangkan orang yang tidak adil adalah orang
yang jahat dan tidak berpengetahuan;ini adalah yang mencerminkan daripada
jiwa yang baik yang memerintah dengan baik sedang jiwa yang jahat akan
memerintah dengan buruk.
Didalam suatu Negara,pemerintah juga sangat berperan dalam
kelancaran atau kelangsungan hidup Negara.Apabila Negara telah dipimpin
dengan pemerintahan anarki yaitu kemerdekaan dan kebebasan yang sangat
didewa-dewakan,timbullah penyalagunaan,timbullah kemerdekaan dan
kebebasan yang tidak terbatas,orang-orang ingin merdeka,ingin sebebas
mungkin,dalam keadaan ini orang dapat berbuat sesuka hati,orang tidak mau
diatur lagi,tidak mau diperintah lagi karena orang ingin mengatur dan
memerintahnya diri sendiri,maka dalam keadaan aini Negara akan kacau.
Dalam keadaan demikian ini dikehendaki timbulnya pemimpin yang
keras,kuat,yang dapat mengatasi kekacauan itu,maka lalu dicari sesorang yang
dianggap mempunyai bakat pimpinan untuk diserahi untuk memerintah,jadi
pemerintahan hanya dipegng oleh satu orang saja.Dalam keadaan demikian
hasrat dari pada penguasa adalah menjaga supaya tidak ada saingan terhadap
dirinya,dan untuk ini penguasa tidak segan-segan mengasingkan atau
menyingkirkan semua musuh-musuhnya.Tindakan demikianlan yang jauh dari
keadilan.Negara yang berpemerintahan ini disebut Tirani,tirani sangat jauh dari
cita-cita keadilan,sebab pemerintahan ini selalu berusaha menekan
rakyatnya.Pemerintahan yang sewenang-wenang dapat menghancurkan Negara.

2.Aristoteles
Pendapat Aristoteles mengenai sususnan dan hakekat Negara atau
masyarakat adalah bahwa Negara itu merupakan satu kesatuan serta organisme
yaitu suatu keutuhan yang mempunyai dasar-dasar hidup sendiri. Dengan
demikian, Negara selalu mengalami timbul, berkembang, pasang surut, dan
kadang-kadang mati sama halnya dengan keadaan manusia, binatang dan
tumbuhan.
Menurut aristoteles menaklukkan Negara-nagara tetangga dengan
kemauan atau tidak adalah perbatan yang tidak syah dan merupakan politik
pemerintahan yang tidak bijaksana,tidak ada pemerintahan yang bersifat
abadi,karena didalam tiap-tiap bentuk pemerintahan itu didalam dirinya telah
mengadung benih-benih perkosaan serta paksaan diri atu semacam revolusi.Hal
ini tidak dapat dihindarkan,oleh karena itu memang sudah merupakan
pembawaan daripada sifat-sifat manusia.

3. Agustinus
Agustinus membagi Negara atas dua bagian:satu pihak Negara disebut
sebgai Civitas Dei yang artinya Negara tuhan,dan dipihak lain yaitu Civitas terena
atau Civitas Diaboli yang artinya Negara-nmegara duniawi akan iblis.Yang
melaksanakan itu adalah Gereja yang mewakili Negara Tuhan.Negara duniawi

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 29
yang merupakan Civitas Diaboli itu adalah kerajaan romawi yang diperintahkan
oleh kaisar yang tidak mempunyai keadilan.Pemerintahannya bertindak
sewenang –wenang,Oleh karena Negara duniawi itu dipegang orang-orang yang
terjerumas oleh dosa.Kehancuran Negara romawi disebabkan oleh nafsu akan
kemegahan dan keduniawian.

4.Karl Marx
Dalam sejarah sudah berkali-kali terjadi pada ajaran-ajaran para pemikir
dan pemimpin revolusioner kelas-kelas tertindas dalam perjuangan mereka untuk
pembebasan. Sepanjang masa kehidupan para revolusioner besar, kelas-kelas
penindas terus-menerus mengejar-ngejar mereka, menyambut ajaran mereka
dengan kedengkian yang paling ganas, kebencian yang paling jahat, kampanye-
kampanye kebohongan dan fitnah yang paling tak terkendalikan. Menurut marx,
negara tidak dapat timbul atau bertahan jika perdamaian kelas adalah mungkin
dan negara adalah organ kekuasaan kelas, organ penindasan dari satu kelas
terhadap kelas lain, ia adalah ciptaan tata tertib yang melegalkan dan
mengekangkan penindasan ini dengan memodernisasikan bentrokan antarkelas.
Menurut Karl Mark negara akan tetap ada sebagai suatu organisasi akibat dari
suatu penjelmaan dari sejarah dan sebagai hasil dari kehidupan manusia itu
sendiri jika kemajuan-kemajuan dalam proses produksi dan pembagian kerja
terdapat dan selama hak milik memegang peranan penting.Sejak itu Negara
disebut sebagai Negara kelas dan juga berlaku bagi Negara proletar jika Negara
borjius diganti oleh negara proletar tersebut,setelah kaum proletar merebut
kekuasaan dari kaum kapitalis,tetapi Negara ini lama-kelamaan akan hilang
dengan ditiadakan hak milik terhadap alat-alat produksi yang sebelumnya ada
pada tangan suatu kelas ekonomi di dalam masyarakat,dan Negara sebagai alat
kekuasaan untuk menindas golongan yang lain akan lenyap dan berubah
menjadi masyarakat yang tidak bernegara serat tidak berkelas.

5.Saint Simon
Dalam pendapatnya membedakan dua golongan di dalam masyarakat
yaitu:golongan yang bekerja dan golongan yang malas.Golongan yang malas ini
akan menderita kekalahan karena kehilangan kewibawaan sedangkan golongan
orang yang tidak berada,tidak mampu untuk memimpin masyarakat baik dalam
kerohaniannya maupun dalam bidang politik
Untuk mencapai masyarakat ini harus diubah sistem masyarakatnya melalui
pendidikan agama dan imu pengetahuan,yang akhirnya akan menimbulkan
perjuangan kelas.Dalam pertentangan kelas itu ia hendak menghindari
perubahan secara radikal dan menganjurkan adanya saling cinta-mencintai
sesame manusia sesui dengan ajaran-ajaran agama.,politik ditentukan oleh
perekonomian rakyat baik dalam pengusaha administrasi maupun
produksi.Sehingga kekuasaan politik atas golongan lainya harus diubah dan
akhirnya Negara akan hilang.

6.Bakunin
Bakunin menghendaki hilangnya Negara dimuka bumi karena
negaramerupakan penyakit (kwood) bagi masyarakat.Karena adanya Negara
maka timbulah penindasan dan penghisapan antara manusia denga manusia
lainnya.Negara merupakan senantiasa merupakan alat bagi siap aja yang
berkuasa untuk menindas golongan lain yang dikuasainya,kerena Negara itu

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 30
harus dilenyapkan di muka bumi ini dan sebagai gantinya dibentuk perserikatan-
perserikatan dari individu-individu yang bebas dari segala macam tekanan dan
penindasan.

7.Georg jillnek
G.Jilinek bahwa Sebuah negara akan lenyap dilihat dari beberapa
teorinya:
a. Teori organs ; Teori organs yaitu Negara yang dipersamakan dengan
makluk hidup fisiologi Negara sama dengan fisiologi makluk hidup yang
nengalami kelahir,pertumbuhan,perkembangan,dan kematian
b. Teori Anarkis ; Teori anarkis yaitu Negara dipangdang sebagai organisasi
tata paksa.Tata paksa dalam kehidupan masyarakat harus dihilangkan
dengan cara golongan satu dengan cara menghancurkan organisasi
tersebut,golongan dua dengan melalui evolusi dan pendidikan.
c. Teori mati tuanya Negara ; Teori mati tuanya Negara yaitu Negara akan
berdiri dan lenyap menurut syarat-syarat objektifnya sendiri.
d. Faktor alam ; factor alam yaitu suatu negar yang sudah berdiri bisa
lenyap karena faktor alam seperti bencana alam,gunung
meletus,tsunami,tanah longsor dll
e. Faktor social ; Faktor social yaitu negar bisa lenyap karena faktor social
seperti karena adanya suatu revolusi,penaklukan serta penggabungan
negara.

8. F. Engels
Karya F. Engels yang paling popular, Asal Usul Keluarga, Milik
Perseorangan Dan Negara. Di dalam karangannya, menganalisis sejarah tentang
negara, negara sama sekali bukan merupakan kekuatan yang dipaksakan dari
luar kepada masyarakat, sebagai suatu sesempit realitas ide moral, bayangan
dan realitas akal sebagaimana ditegaskan oleh Hegel. Malahan, negara adalah
produk masyarakat pada tingkat perkembangan tertentu; negara adalah
pengakuan bahwa masyarakat ini terlibat dalam kontradiksi yang tak terpecahkan
dengan dirinya sendiri, bahwa ia telah terpecah menjadi segi-segi yang
berlawanan yang tak terdamaikan dan ia tak berdaya melepaskan diri dari
keadaan demikian itu. Dan supaya segi-segi yang berlawanan ini, kelas-kelas
yang kepentingan-kepentingan ekonominya berlawanan, tidak membinasakan
satu sama lain dan tidak membinasakan masyarakat dalam perjuangan yang sia-
sia, maka untuk itu diperlukan kekuatan yang nampaknya berdiri atas
masyarakat, kekuatan yang seharusnya meredakan bentrokan itu,
mempertahankannya di dalam batas-batas tata tertib: dan kekuatan ini, yang
lahir dari masyarakat, tetapi menempatka diri di atas masyarakat tersebut dan
yang semakin mengasingkan diri darinya adalah negara.
Ide dasar Marxisme mengenai masalah peran historis negara dan arti
negara.Negara adalah produk dan manifestasi dari tak terdamaikanya antagonis-
antagonis kelas.Negara timbul ketika ,dimana dan untuk memperpanjang
terjadinya antagonisme-antagoniame kelas secara obyetif tidak dapat
didamaikan.Dan sebaliknya ,eksistensi nagara membuktikan bahwa
antagonisme-antagonisme adalah tak terdamaikan.
Justru mengenai hal yang paling penting dan fundamental inilah
mendistorsikan atas marxisme,yang berlangsung secara dua garis pokok ,dimulai
dari satu pihak, par ideology borjuis dan istimewa borjais kecil,yang dibawa

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 31
tekanan kenyatan-kenyataan sejarah yang tidak dapat dibantah terpaksa
mengakui bahwa negara hanya ada dimana terdapat antagonisme-antagonisme
kelas dan perjuangan kelas.Sebagai contoh,dalam revolusi 1917,ketika masalah
arti dan peranan negara justru menjadi masalah yang luar biasa
pentingnya,menjadi masalah praktis ,masalah yang menuntut aksi segera dalam
skala massal,seluruh kaum sosialis –Revolusioner dan kaum Menshevik
semuanya segera dan sepenuhnya terjerumus kedalam teori borjuis kecil,nagara
yang mendamaikan kelas-kelasb.Tak tehitung banyaknya resolusi-resolusi dan
artikel-artikel dari politikus-politikus kedua partai itu seluruhnya diresapi oleh teori
perdamaian borjuis kecil dan filistin ini.Bahwa negar adalah organ kekuasaan
kelas tertentu yang tidak dapat didamaikan dengan antipodenya (kelas yang
brlawanan dengannya) ini tak akan dapat dimengarti oleh kaum demokrat borjuis
kecil.Sikap terhadap negara adalah salah satu manifestasi yang paling menyolok
bahwa kaum sosialis-Revolusioner dan Menshevik kita sama adalah sekali bukan
kaum sosialis ,melainkan kaum demokrat borjuis kecil yang menggunakan
fraseologi yang mendekati sosialis.
Dipihak lain,pendistorsian Marxisme ala Kaitsky jauh lebih jauh
halus.Secara teoritis tidak disngkal bahwa negara adalah organ;kekuasaan kelas
adalah organ kekuasaan kelas atau bahwa kontrdiksi-kotradiksi jelas yang tak
terdamaikan.Tetapi apa yang diabaikan dikaburkan adalah yang berikut ini;jika
negara adalah produk dari tak terdamaikan kontradiksi-kontradiksi kelas,jika
negara adalah kekuatan yang terdiri di atas masyarakat dan yang semakin
mengasingkan dirinya dari masyarakat itu maka jelaslah bahwa pembebasan
kelas tertindas bukan hanya tidak mungkin tanpa revolusi tanpa kekerasan,tetapi
juga tidak mungkin tanpa penghancuran aparat kekuasaan negara yang
diciptakan oleh kelas yang berkuasa dan yang merupakan penjelmaan dari
pengasingan itu.
Engel juga melanjutkan berbeda dengan organisasikan gens(suku atau
klen) lama negara ,pertama-pertama,membagi warga negara menurut
pembagian wilayah,pembagian ini nampaknya wajar bagi kita ,tetapi ia meminta
perjuangan berjangka panjang melawan organisasi lama berdasarkan suku atau
gens, ciri kedua yang adalah ditegakkanya kekuasan kemasyarakatan yang tidak
sesuai secaara langsung dengan penduduk yang mengorganisasian diri sebagi
kekuatan bersenjata.Kekuatan kemasyarakatan yang khusus ini perlu,karena
organisasi bersenjata yang bertindak sendiri dari penduduk menjadi tidak
mungkin sejak terpecahnya masyarakat menjadi kelas-kelas,kekuasan
kemasyarakatan ini ada di dalam setiap negara.ia tidak hanya terdiri dari orang-
orang bersenjata,tetapi juga terdiri dari embel –embel materiil,yaitu penjara dan
sebagai macam lembaga pemaksa,yang tidak dikenal oleh susunan masyarakat
gens.
Engel lebih lanjut membentang konsepsi kekuatan yang disebut negara
yang kekuatan yang muncul dari masyarakat,tetapi yang menempatkan diri di
atas dan semakin mengasingkan diri sendri .Terdiri dari apakah kekuatan ini
sesungguhnya ,ia terdiri dari badan khusus orang-orang bersenjata dengan
organisasi bersenjata yang bertindak sendiri,Engel berusaha mengarahkan
perhatian kaum buruh yang berkesadaran kelas terhadap fakta sesungguhnya
dari apa yang oleh ffilistinisme yang berdominasu dianggap tidak patut
diperhatiakn ,paling biasa ,disucikan oleh prasangka-prasngka yang tidak hany
berurat berakar ,tetapi bisa dibilang sudah membantu.Tentara tetap dan polusi
pada hakekatnya adalah alat-alat utama kekuatan kekuasaan negara .

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 32
Organisasi demikian itu menjadi tidak mungkin karena masyarakat beradab telah
terpecah menjadi kelas-kelas yang bermusuhan, dan lagi bermusuhan yang tak
terdamaikan, sehingga jika kelas-kelas ini diperlengkapi dengan senjata yang
bertindak sendiri akan timbul perjuangan bersenjata diantara mereka.
Terbentuklah negara, terciptalah kekuatan khusus, satuan-satuan khusus orang-
orang bersenjata, dan setiap revolusi, dengan menghncurkan aparat negara,
menunjukkan dengan jelas kepada kita bagaimana kelas yang berkuasa berdaya
upaya memulihkan satuan-satuan khusus orang-orang bersenjata yang
mengabdi untuknya, dan bagaimana kelas yang tertindas berdaya upaya
menciptakan otganisasi baru macam itu yang mampu mengabdi bukan kepada
kaum penghisap melainkan mengabdi kepada kaum terhisap.
Engels secara teoritis, dengan gamblang pula mengemukakan justru soal
yang juga dihadapkan kepada kita dalam praktek oleh setiap revolusi besar,
dengan nyata dan lagi skala aksi masal, yaitu soal saling hubungan antara
satuan-satuan khusus orang-orang bersenjata dengan organisasi bersenjata
yang bertindak sendiri dari penduduk, seperti pada revolusi Eopa dan revolusi
Rusia.
Kekuasaan kemasyarakatan menjadi lebih kuat sejalan dengan
meruncingnya kontradiksi-kontradiksi kelas di dalam negara dan sejalan
bertambah besarnya negara-negara yang berbatasan dan makin banyaknya
penduduk negara-negara itu. Kita cukup melihat sajalah Eropa dewasa ini
dimana perjuangan kelas dan persaingan dalam menakhlukan telah merangsang
kekuasaan kemasyarakatan sampai sedemikian tingginya sehingga mengancam
akan menelan seluruh rakyat dan bahkan negara. Engel dapat menunjukkan
persaingan dalam penakhlukan sebagai salah satu ciri menonjol yang terpenting
dati politik luar negeri negara-negara besar, tetapi dalam tahun 1914-1917, ketika
justru persaingan ini, yang meruncing berlipat ganda, melahirkan perang
imperialis, bajingan-bajingan sosial chauvisnis menyelubungi pembelaan atas
kepentingan-kepentingan perampok dari borjuasi mereka sendiri dengan kata-
kata membela tanah air, membela republik dan revolusi.
Dengan memiliki kekuasaan kemasyarakatan dan hak untuk memungut
pajak,maka para pejabat, sebagai organ masyarakat, kini berdiri di atas
masyarakat. Rasa hormat yang bebas dan sukarela kepada organ-organ
masyarakat gens (klan) sudah tidak cukup bagi mereka bahkan andaikata pun
mereka dapat memperolehnya dibuatlah undang-undang khusus tentang
kesucian dan kekebalan para pejabat. Seorang agen polisi yang paling hina
mempunyai otoritas yang lebih besar dari pada wakil-wakil klan, tetapi bahkan
kepala kekuasaan militer negara beradab bisa beriri hati.
Karena negara timbul dari kebutuhan untuk mengendalikan pertentangan-
pertentangan kelas; karena bersamaan itu ia timbul di tengah-tengah bentrokan
kelas-kelas, maka sebagian hukumnya negara lazimnya adalah negara dari kelas
yang paling perkasa yang paling berdominasi di bidang ekonomi, yang dengan
bantuan negara menjadi kelas yang juga berdominasi di bidang politik, dengan
demikian memperoleh sarana baru unutk menindas dan menghisap kelas-kelas
yang tertindas, seperti halnya negara kuno dan feodal yang merupakan organ
untuk menghisap kaum muda dan hamba, demikianlah juga negara perwakilan
modern adalah alat dari kapital untuk menghisap kerja upahan. Tetapi sebagai
kekecualian pendapat periode-periode dimana kelas-kelas yang berperan
mencapai keseimbangan kekuasaan sedemikian rupa sehingga kekuasaan

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 33
negara untuk sementara waktu memperoleh kebebasan tertentu dalam
hubungan kedua kelas itu.
Dalam Republik Demokratis, kekayaan menggunakan kekuasaannya
secara tidak langsung, tetapi justru dengan lebih pasti, yaitu dengan jalan
menyuap langsung para pejabat dan dengan persekutuan antara pemerintah
dengan bursa. Dewasa ini, imperialisme dan dominasi bank-bank telah
mengembangkan kedua cara mempertahankan dan mewujudkan kekuasaan
kekayaan ini di dalam republik demokratis maupun menjadi seni yang luar biasa.
Alasan mengapa kemahakuasaan kekayaan lebih terjamin dalam republik
demokratis, karena ia tidak tergantung pada selubung politik yang buruk dari
kapitalisme. Republik demokratis adalah selubung politik terbaik yang mungkin
bagi kapitalisme dan karena itu kapital, telah menguasai selubung yang terbaik
itu menegakkan kekuasaannya yang begitu aman, begitu pasti, sehingga tidak
ada perubahan apapun baik perubahan orang, lembaga maupun partai dalam
republik borjuis-demokratis yang dapat menggoyang kekuasaan itu.
Harus ditegaskan pula bahwa Engels dengan setegas-tegasnya
menamakan hak pilih umum sebagai kekuasaan borjuis. Hak pilih umum jelas
dengan mempertimbangkan pengalaman dari sosial demokrasi Jerman adalah
ukuran bagi kematangan kelas buruh, hak pilih umum tidak dapat dan tidak akan
dapat memberikan lebih banyak dalam negara masa kini. Kaum democrat borjuis
kecil seperti kaum sosialis revolusioner dan kaum Menshevik mereka sendiri
menganut pikiran yang salah dan menyampaikan pada rakyat seolah-olah hak
pilih umum dalam negara modern benar-benar dapat menyatakan kehendak
kaum mayoritas pekerja dan menjamin pelaksanaannya.
Jadi, negara tidaklah selamanya ada. Pernah ada masyarakat yang bisa
tanpa negara, yang tidak mempunyai konsepsi tentang negara dan kekuasaan
negara pada tingkat tertentu perkembangan ekonomi, yang tidak bisa
berhubungan dengan pecahnya masyarakat menjadi kelas-kelas, negara menjadi
keharusan karena perpecahan ini. Kelas-kelas tak terelakan akan runtuh,
sebagaimana halnya kelas- kelas itu tak terelakan timbul. Dengan runtuhnya
kelas-kelas maka secara tak terelakan akan runtuh pula negara. Masyarakat
yang akan mengorganisasi produksi secara baru atas dasar perserikatan bebas
dan sama derajat kaum produsen yang akan mengirim seluruh mesin negara ke
tempat yang semestinya yaitu ke dalam museum barang antik.
Proletariat merebut kekuasaan negara dan pertama-tama mengubah alat-
alat produksi menjadi milik negara. Tetapi dengan ini,ia mengakhiri dirinya sendiri
sebagai proletariat, dengan ini dia mengakhiri segala perbedaan kelas dan
antagonisme kelas, yang bersama itu juga mengakhiri negara sebagai negara.
Masyarakat yang ada sejak dulu hingga sekarang yang bergerak dalam
antagonisme kelas memerlukan negara yaitu organisasi kelas penghisap untuk
mempertahankan syarat-syarat luar produksinya; terutama untuk mengekang
dengan kekerasan kelas-kelas terhisap dalam syarat-syarat penindasan
(perbudakan, penghambaan, dan kerja upah) yang ditentukan oleh cara produksi
yang sedang berlaku. Negara adalah wakil resmi seluruh masyarakat,
pemusatan masyarakat dalam lembaga yang nampak, tetapi negara yang berupa
demikian itu hanya selama ia merupakan negara dari kelas yang sendirian pada
zamannya mewakili seluruh masyarakat; pada zaman kuno ia adalah negara dari
warga negara pemilik gudang; pada zaman tengah, negara dari bangsawan
feodal; pada zaman sekarang negara dari borjuis. Ketika negara pada akhirnya
menjadi seluruh wakil masyarakat, ia menjadikan dirinya tidak diperlukan lagi.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 34
Setelah tidak ada lagi satu kelas pun dalam masyarakat yang perlu ditindas
segera setelah lenyaknya bersama dengan kombinasi kelas, bersama dengan
perjuangan untuk eksistensi perorangan yang dilahirkan oleh anarki produksi
masa kini, bentrokan-bentrokan dan akses yang timbul dari perjuangan ini, maka
sejak saat itu tidak ada lagi yang harus ditindas, juga tidak ada keperluan akan
kekuatan khusus untuk menindas negara. Campur tangan kekuasaan negara
dalam hubungan sosial menjadi tidak diperlukan lagi dari satu bidang ke bidang
yang lain. Pemerintahan atas orang-orang diganti dengan pengurusan barang-
barang dan pimpinan atas proses produksi. Negara tidaklah dihapuskan, ia
melenyap atas dasar ini harus dinilai kata-kata negara rakyat bebas mempunyai
hak hidup dalam hal agitasi, tetapi yang pada akhirnya tidak beralasan secara
ilmiah serta harus dinilai juga tuntutan dari apa yang dinamakan kaum anarkis
supaya negara dihapuskan secara seketika. Memangkas Marxisme sedemikian
itu berarti memerosotkannya menjadi oportunisme sebab interprestasi semacam
itu hanyalah meninggalkan gambaran yang kabur tentang perubahan yang
lambat, bahkan berangsur-angsur, tentang ketiadaan revolusi. Melenyapnya
negara dalam pengertian yang sudah umum berlaku, tersebar luas, massal,
kalau dapat dikatakan demikian tidak diragukan lagi berarti mengaburkan, jika
tidak mengingkari revolusi.
Dari argumen Engel mengatakan bahwa dengan merebut kekuasaan
negara, proletariat dengan demikian menghapuskan negara sebagian negara.
Tentang penghapusan negara borjuis oleh revolusi proletar melenyapnya negara
merujuk pada sisa-sisa ketata negaraan proletor sesudah revolusi sosialis.
Negara adalah kekuatan penindasan khusus dari borjuis terhadap proletariat,
dari segelintir kaum kaya terhadap jutaan kaum pekerja, harus digantikan dengan
kekuatan penindas khusus dari proletariat terhadap borjuasi. Berbicara tentang
melenyap dan bahkan lebih hidup dan lebih ekspresif tentang mati perlahan
dengan sendirinya memaksudkan zaman sesudah dimilikinya alat-alat produksi
oleh negara atas nama seluruh masyarakat itu berarti sesudah revolusi sosialis.
Engel mengarahkan kesimpulan-kesimpulan dari dalilnya tentang negara
melenyap tidak semata terhadap kaum anarkis. Dan dari sepuluh yang tersisa
itu, barang kali sembilan yang tidak tahu tentang arti negara rakyat bebas.
Negara Rakyat Bebas adalah suatu program tuntutan dan suatu semboyan yang
umum dan tersebar luas dari kaum sosial–demokrat Jerman dalan tahun tujuh
puluhan. Semboyan ini tidak mempunyai isi politik sama sekali kecuali ia
melukiskan pengertian tentang demokrasi dengan gaya filistin yang muluk-muluk.
Tetapi itu adalah semboyan oportunis karena ia tidak saja menyatakan
pembagusan demokrasi borjuis, tetapi juga kegagalan untuk memahami
kritisisme sosialis terhadap negara pada umumnya. Suatu republik demokrasi
sebagai bentuk terbaik dari negara untuk proletariat di bawah kapitalisme; tetapi
kita tidak mempunyai hak untuk melupakan bahwa perbudakan upah menjadi
nasib rakyat bahkan di dalam republik borjuis yang paling demokratis sekalipun.

9.Rudolf Smend
Fungsi dari Negara yang terpenting adalah untuk integrasi
(mempersatukan). Kerangka berpikir Rudolf S adalah Negara sebagai ikatan
keinginan yang diusahakan agar selalu tetap (statis), dengan cara mengadakan
faktor-faktor integrasi tersebut. Ikatan keinginan itu lepas dari Negara, maka
Negara akan menjadi tidak ada atu lenyap.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 35
10. Ibnu Khaldun
Kemewahan pertanda kehancuran Negara,selama kemenangan serta
kemegahan itu menjadi milik bersama daru golongan masyarakat dan selama
semua para anggotanya sama-sama berdaya upaya untuk memperoleh
kemenangan serta kemegahan itu,maka kehendak –kehendak mereka untuk
berkuasa di atas orang lain dan untuk mempertahankan harta benda mereka
sendiri dapatlah dilihat dengan nyata dari tindakan-tindakan mereka yang tiada
sabar dan tiada terkendalikan.Semua mereka ingin menang dan megah.Karena
itu mereka menganggap mati dalam kemenangan serta kemegahan itu sebagai
suatu kenikmatan dan mereka lebih suka hancur lebur daripada lenyapnya
kemenangan serta kemegahan itu bagi dirinya sendiri tetu ia akan
memperlakukan semua orang lain itu dengan kekerasan dan mengendalikan
mereka dengan semau-maunya dan ia tidak akan membiarkan pihak lain untuk
memiliki kekayaan dan segala itu akan dimilikinya sendiri.Maka orang pun
akhirnya menjadilah terlalu malas untuk memperdulikan kemegahan itu maka
mereka mulailah tidak bersemangat ,maka keadaan seperti itu akhirnya
melemahkan dan menghancurkan sendi-sendi kekuatan menjadi rusak. Karena
rakyat pendukung itu telah hilang semangat itu akan meluncur terus menuju
kelemahan dan kebangkaannya.
Dapat disimpulkan bahwa teori -reori Tentang Tenggelamnya Negara :
Teori Organis
Teori ini memandang Negara sebagai suatu organisme yang diliputi oleh
hukum perkembangan hidup,sejak dilahirkan,berkembang mulai dari anak-
anak,lalu menjadi dewasa,lalu menjadi tua dan akhirnya mati.Contoh Negar
Mesir,Babilonia,Parsi punisia,Romawi.Demikian pula tidak semua organisme
mati karma tua,maka Negara pun demikian,ada yang hancur karena peperangan
walaupun belum tua .
Bluntschi memandang negara terjadi tidak langsung karena karya
manusia.Negara adalah zat yang hidup yang tumbuh baik di dalam maupun di
luar dan berkembang seperti organisme biologis Negara adalah suatu unit besar
yang akan menua dan mati.
Teori anarkis
Teori ini mengajarkan bahwa Negara adalah suatu bentuk tata paksa
yang sebenarnya hanya sesuai dengan masyarakat primitif dan tidak sesuai
dengan masyarakat yang beradab,oleh karena pada suatu saat negara ini akan
lenyap,dan akan datanglah masyarakat yang tanpa perkosaan,tanpa
paksaan,tanpa perintahan ,dan tanpa Negara.
Terhadap teori ini ada dua pandangan,yaitu:
Tata paksa itu sebagai kejahatan yang dibuat oleh manusia guna melindungi
kelalimannya,maka tindakan untuk menghapuskan tat paksa itupun denga
kekerasan juga yaitu dengan menghancurkan orgisasi negara itu.Pelopor teori ini
antara lain adalah joseph proudhon;
Yang berpandangan bahwa masyarakat yang diharapkan itu tidak perlu dicapai
dengan kekerasan,meainkan dengan pendidikan dan evolusi.Penganut teri ini
antara lain adalah Leo Tolstoy.
Teori Marxis
Teori ini berpendapat bahwa Negara sebagai suatu susunan tata
paksa,tidak perlu diperangi dan tidak perlu dihapus,karena ia datang dan ia akan
lenyap dengan sendirinya menurut syarat-syarat obyektifnya sendiri.Negara pada

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 36
saatnya akan lenyap dengan sendirinya,akan mati tua jika syarat-syarat bagi
adanya dan hidupnya Negara itu tidak ada lagi.
Penganut teori ini adalah Karl Mark,reidrich,engles dan Lenin.Menurut
mereka ,Negara itu terjadi karena adanya perjuangan kelas.Perjuangan ini timbul
karena adanya perjuangan kelas.Hasil perjuangan ,ada yang kelas yang nenang
dan ada yang kalah .Kelas yang menang artinya kelas yang kuat,membutuhkan
susunan tata paksa Negara sebagi alat untuk memaksakankehendaknya kapada
kelas yang kalah(yang lemah).Akan tetapi suatu saat jika masyarakat yang adil
dan makmur sudah terwujud,disana tidak ada lagi perbedaan kelas.karea tidak
ada lagi perjuangan kelas dengan sendirinya tidak lagi diperlukan alat untk
perjuangn kelas,disitulah negar akan lenyap.

Daerah, Bangsa, pemerintah, dan hidup matinya Negara


Daerah,Bangsa ,dan pemerintah adalah unsure pokok terbentuknya
Negara.Jika ketiga unsur itu dirawat dengan baik sehingga tumbuh dan
berkembang,maka semakin besar dan jayalah Negara itu.Akan tetapi,sebaliknya
jika tidak dirawat dengan baik maka Negara itu akan lenyap.
Peranan daerah bagi kelangsungan hidup suatu Negara,terletak pada kekayaan
alam,struktur geografisnya dan posisi geologisnya daerah yang bersangkutan
tetapi suatu Negara yang kaya akan alamnya juga akan mengalami hancur
dikarenakan adanya faktor alam yang menghancurkannya dan menyebabkan
daerah atau wilayah Negara tersebut .,kalau sudah hancur maka negara yang
telah berdiri akan lenyap.Faktor alam yang menyebabkan negara tersebut hancur
antara lain karena adanya bencana alam,gunung meletus,tanah longsor,tsunami
dll.
Mengenai unsur Negara bangsa,maka nasib suatu Negara:maju dan
berkembang,atau sebaliknya mundur dan lenyap,ditentukan oleh
bangsanya.Bangsa yang diperlukan bukanlah soal kuantitasnya,melainkan soal
kualitasnya,bagaimana kata Marten Luther:”kebesaran suatu negar tidak bisa
dinilai dari tingginya pendapatan nasional,maupun dari benteng-bentengnya
yang kuat dan hebat,ataupun dari bangunan-bangunan yang megah dan
mewah,melainkan dari orang-orang yang terdidik dan trerlatih baik,yang beraklak
dan beradab yang baik.Pada orang-orang inilah negar akan mmendapat
kekuatan yang sebenarnya”.Maka,jika suatu bangsa yang tidak membangun
dirinya menjadi manusia yang terdidik dan terlatih untuk jadi makluk yang
berakhlak dan beradab,maka Negara itu akan lemah dan lenyap.
Mengenai pemerintah,juga bukan merupakan unsure ketahanan Negara yang
perlu dikesampingkan.Unsur kekuatan bagi Negara meliputi unsure
material,spiritual,fisik dan mental.Memiliki kekuatan disatu pihak,dan memilki
kemampuan untuk menggunakan kekuatan iti dilain pihak,adalah da hal yang
tidak slalu bersama-sama.Adakalanya pemilikan lebih dari cukup,akan tetapi
tidak ada kemampuan untuk menggunakan kekuatan itu,maka keadaanya akan
sama dengan tidak punya kekuatan.Sebaliknya ,terkadang pemilikan kekuatan
kurang dari cukup,namun penguasaan teknik menggunakan kekuatan itu lebih
dari cukup,maka daya kerja kekuasaan lebih dari yang seharusnya,seolah-seolah
memiliki kekuasaan yang lebih dari cukup.
Dalam suatu Negara,pemilikan unsur kekuasaan
material,spiritual,fisik,dan mental ada pada alam daerahnya,dan kepribadian
bangsa.Akan tetapi,pemilikan kemampuan untuk menggunakan kekuatan justru
seharusnya ada pada pemerintah ,yang sengaja dibentuk dan diberi kuasa untuk

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 37
tujan itu.Oleh karena itu ,faktor pemerintah patut mendapat perhitungan yang
sama dengan daerah,dan bangsa jika suatu Negara ingin maju dan berkembang
,sebaliknya jika ketiga unsur itu diterlantarkan maka negara itu akan lenyap.
Perang dan hidup matinya Negara
Negara itu timbul karena peperangan,dan negara itu lenyap karena
peperangan,kendatipun tidak semata-semata muncul dan tenggelamnya Negara
adalh akibat dari peperangan,melainkan faktor yang lain juga,termasuk ketiga
factor yang telah diiuraikan diatas.
Akibat peperangan Negara yang kalah akan hancur dan muncul Negara
baru,demikian seterusnya ,maka faktor peperangan merupakan yang turut
menentukan hidup dan matinya suatu negara .

Hilangnya Negara karena faktor sosial


Yang dimaksud hilangnya Negara karena faktor sosial adalah suatu negara yang
tadinya sudah ada dan berdiri serta diakui oleh negara-negara lain,tetapi
dikarenakan oleh faktor-faktor sosial maka negara akan hilang dan runtuh.
Hilangnya negara karena faktor-faktor sosial ini dapat di sebabkan antara lain:
 Karena adanya penaklukan
 Karena adanya suatu revolusi
 Karena adanya perjanjian
 Karena adanya penggabungan.
Sebagai kesimpulan bahwa faktor sosial dapat mempengaruhi terhadap hilang
atau runtuhnya suatu negara yang sebelumnya telah ada di dunia kenegaraan.

"MELENYAPNYA" NEGARA DAN REVOLUSI DENGAN KEKERASAN


Kata-kata Engels mengenai "melenyapnya" negara terkenal begitu luas,
begitu sering dikutip dan begitu jelas menunjukkan inti pokok pemalsuan yang
lazim terhadap Marxisme sehingga menjadi mirip dengan oportunisme, sehingga
kita harus membahasnya secara terperinci. Kita akan mengutip seluruh argumen
dari mana diambil kata-kata tadi:
"Proletariat merebut kekuasaan negara dan pertama-tama mengubah
alat-alat produksi menjadi milik negara. Tetapi dengan ini ia mengakhiri dirinya
sendiri sebagai proletariat, dengan ini ia mengakhiri segala perbedaan kelas dan
antagonisme kelas, dan bersama itu juga mengakhiri negara sebagai negara.
Masyarakat yang ada sejak dulu hingga sekarang yang bergerak dalam
antagonisme-antagonisme kelas memerlukan negara yaitu organisasi kelas
penghisap untuk mempertahankan syarat-syarat luar produksinya; artinya
terutama untuk mengekang dengan kekerasan kelas-kelas terhisap dalam
syarat-syarat penindasan (perbudakan, perhambaan dan kerja upahan) yang
ditentukan oleh cara produksi yang sedang berlaku. Negara adalah wakil resmi
seluruh masyarakat, pemusatan masyarakat dalam lembaga yang nampak, tetapi
negara yang berupa demikian itu hanya selama ia merupakan negara dari kelas
yang sendirian pada zamannya mewakili seluruh masyarakat; pada zaman kuno
ia adalah negara dari warga negara pemilik budak; pada Zaman Tengah, negara
dari bangsawan feodal; pada zaman kita, negara dari borjuasi. Ketika negara
pada akhirnya sungguh-sungguh menjadi wakil seluruh masyarakat, ia
menjadikan dirinya tidak diperlukan lagi. Segera setelah tidak ada lagi satu
kelaspun dalam masyarakat yang perlu ditindas, segera setelah lenyapnya,
bersama dengan dominasi kelas, bersama dengan perjuangan untuk eksistensi

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 38
perorangan yang dilahirkan oleh anarki produksi masa kini, bentrokan-bentrokan
dan ekses-ekses yang timbul dari perjuangan ini, maka sejak saat itu tidak ada
lagi yang harus ditindas, juga tidak ada keperluan akan kekuatan khusus untuk
menindas, akan negara. Tindakan pertama, di mana negara benar-benar tampil
sebagai wakil seluruh masyarakat --pemilikan alat-alat produksi atas nama
masyarakat-- sekaligus merupakan tindakannya yang bebas yang terakhir
sebagai negara. Campur tangan kekuasaan negara dalam hubungan-hubungan
sosial menjadi tidak diperlukan lagi dari satu bidang ke bidang yang lain dan ia
berhenti dengan sendirinya. Pemerintahan atas orang-orang diganti dengan
pengurusan barang-barang dan pimpinan atas proses produksi. Negara tidaklah
dihapuskan, ia melenyap. Atas dasar ini harus dinilai kata-kata 'negara rakyat
bebas' --kata-kata yang untuk sementara mempunyai hak hidup dalam hal
agitasi, tetapi yang pada akhirnya tidak beralasan secara ilmiah--serta harus
dinilai juga tuntutan dari apa yang dinamakan kaum anarkis supaya negara
dihapuskan seketika" (Herr Eugen Duhring's Revolution in Science [Anti-Dühring
], hlm. 301-03, edisi Jerman ketiga) .
Dengan tidak takut salah dapat dikatakan bahwa dari argumen Engels
yang luar biasa kayanya akan ide itu, yang telah menjadi milik sesungguhnya
dari ide sosialis di kalangan partai-partai sosialis modern hanyalah bahwa
menurut Marx, negara "melenyap" --berbeda dengan ajaran anarkis tentang
"penghapusan" negara. Memangkas Marxisme sedemikian itu berarti
memerosotkannya menjadi oportunisme, sebab "interpretasi" semacam itu
hanyalah meninggalkan gambaran yang kabur tentang perubahan yang lambat,
bahkan berangsur-angsur, tentang ketiadaaan revolusi. "Melenyapnya" negara
dalam pengertian yang sudah umum berlaku, tersebar luas, massal, kalau dapat
dikatakan demikian, tidak diragukan lagi berarti mengaburkan, jika tidak
mengingkari, revolusi.
Bagaimanapun, "interpretasi" semacam itu adalah distorsi yang paling
kasar terhadap Marxisme, yang hanya menguntungkan borjuasi; dalam secara
teori, dasarnya ialah mengabaikan keadaan-keadaan serta pertimbangan-
pertimbangan terpenting yang diindikasikan, katakanlah, dalam argumen Engels
yang "bersifat kesimpulan" yang telah kita kutip selengkapnya di atas.
Pertama sekali, pada awal dari argumennya Engels mengatakan bahwa
dengan merebut kekuasaan negara, proletariat "dengan demikian
menghapuskan negara sebagai negara". Apa artinya ini, ini "tidak biasa"
direnungkan. Biasanya ini diabaikan sama sekali atau dianggap sebagai sesuatu
"kelemahan Hegelian" dari Engels. Sebenarnya kata-kata tersebut dengan
singkat menyatakan pengalaman salah satu revolusi proletar yang terbesar, yaitu
pengalaman komune Paris tahun 1871 yang akan kita bicarakan secara lebih
terperinci pada tempat yang semestinya. Sebenarnya di sini Engels berbicara
tentang "penghapusan" negara borjuis oleh revolusi proletar, sedang kata-kata
tentang melenyapnya negara merujuk pada sisa-sisa ketatanegaraan proletar
sesudah revolusi sosialis. Menurut Engels negara borjuasi tidak "melenyap"
tetapi "dihapuskan" oleh proletariat dalam revolusi. Apa yang melenyap sesudah
revolusi adalah negara atau setengah negara proletar itu.
Kedua, negara adalah "kekuatan penindas khusus". Di sini Engels
memberikan definisi yang cemerlang dan amat mendalam dengan sejelas-
jelasnya. Dan dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa "kekuatan penindas
khusus" dari borjuasi terhadap proletariat, dari segelintir kaum kaya terhadap
jutaan kaum pekerja, harus digantikan dengan "kekuatan penindas khusus" dari

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 39
proletariat (diktator proletariat) terhadap borjuasi. Inilah "penghapusan negara
sebagai negara". Inilah "tindakan" pemilikan alat-alat produksi atas nama
masyarakat. Dan dengan sendirinya jelas bahwa penggantian satu "kekuatan
khusus" (borjuasi) dengan "kekuatan khusus" yang lain (proletar) yang demikian
itu tidaklah mungkn terjadi dalam bentuk "melenyap".
Ketiga, ketika berbicara tentang "melenyap" dan bahkan lebih hidup dan
lebih ekspresif tentang "mati perlahan dengan sendirinya", Engels, dengan jelas
sekali dan pasti memaksudkan zaman sesudah "dimilikinya alat-alat produksi
oleh negara atas nama seluruh masyarakat", itu berarti, sesudah revolusi
sosialis. Kita semua tahu bahwa bentuk politik dari "negara" pada masa itu
adalah demokrasi yang paling sempurna. Tetapi hal ini tidak pernah masuk ke
dalam kepala seorangpun yang mana saja dari kaum oportunis yang dengan tak
tahu malu mendistorsikan Marxisme bahwa Engels oleh karena itu di sini
berbicara tentang demokrasi "berhenti dengan sendirinya", atau "melenyap". Ini
tampaknya sungguh janggal sekali pada pandangan pertama; tetapi ini adalah
"tidak komprehensif" hanyalah bagi mereka yang tidak berpikir tentang
kenyataan bahwa demokrasi juga adalah suatu negara dan bahwa, oleh karena
itu, demokrasi akan hilang juga apabila negara hilang. Revolusi sendiri dapat
"menghapuskan" negara borjuis. Negara pada umumnya yaitu, demokrasi yang
paling sempurna, hanya dapat "melenyap".
Keempat, sesudah merumuskan dalilnya yang tersohor bahwa "negara
melenyap", Engels sekaligus memberikan penjelasan yang kongkrit bahwa dalil
ini diarahkan kepada kaum oportunis maupun kaum anarkis. Disamping itu
Engels mengedepankan kesimpulan yang ditarik dari dalil bahwa "negara
melenyap" yang diarahkan kepada kaum oportunis.
Orang dapat bertaruh bahwa dari setiap 10.000 orang yang telah
membaca atau mendengar tentang "hal melenyapnya" negara, 9.990 orang tidak
tahu sama sekali, atau tidak ingat lagi, bahwa Engels mengarahkan kesimpulan-
kesimpulan dari dalil ini tidak semata terhadap kaum anarkis. Dan dari sepuluh
yang tersisa itu, barangkali sembilan yang tidak tahu tentang arti "negara Rakyat
bebas" atau tentang mengapa suatu serangan terhadap semboyan ini berarti
serangan terhadap kaum oportunis. Beginilah sejarah ditulis! Beginilah ajaran
revolusioner yang besar secara tak terasa dipalsukan dan disesuaikan dengan
filistinisme yang tengah berkuasa! Kesimpulan yang diarahkan kepada kaum
anarkis telah diulangi ribuan kali, divulgarkan, dipakukan ke dalam kepala orang
banyak dalam bentuk yang sedangkal-dangkalnya dan telah menjelma menjadi
prasangka; sementara itu kesimpulan yang diarahkan terhadap kaum oportunis
telah dikaburkan dan "dilupakan"!
"Negara Rakyat bebas" adalah suatu program tuntutan dan suatu
semboyan yang umum dan tersebar luas dari kaum Sosial-Demokrat Jerman
dalam tahun-tahun 70-an. Semboyan ini tidak mempunyai isi politik sama sekali
kecuali ia melukiskan pengertian tentang demokrasi dengan gaya filistin yang
muluk-muluk. Sejauh ia digunakan untuk dengan jalan yang sah menurut
undang-undang menunjukan suatu republik demokratis, Engels bersedia untuk
"membenarkan" penggunaannya itu "untuk suatu waktu saja" dipandang dari
sudut agitasional. Tetapi itu adalah semboyan oportunis, karena ia tidak saja
menyatakan pembagusan demokrasi borjuis, tetapi juga kegagalan untuk
memahami kritisisme sosialis terhadap negara pada umumnya. Kita menyetujui
suatu republik demokratis sebagai bentuk terbaik dari negara untuk proletariat
dibawah kapitalisme; tetapi kita tidak mempunyai hak untuk melupakan bahwa

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 40
perbudakan upah menjadi nasib rakyat bahkan di dalam republik borjuis yang
paling demokratis sekalipun. Lebih jauh, setiap negara adalah suatu "kekuatan
penindas khusus" terhadap kelas tertindas. Maka dari itu, setiap negara tidak
"bebas" dan bukan "negara Rakyat" . Marx dan Engels menjelaskan hal ini
berkali-kali kepada kawan-kawan separtainya selama tahun-tahun 70-an.
Kelima, dalam karya Engels yang itu juga, yang darinya setiap orang
teringat akan pengutaraan tentang hal melenyapnya negara, memuat juga suatu
pengutaraan tentang arti penting dari revolusi dengan kekerasan. Analisa
kesejarahan dari Engels mengenai peranannya menjadi suatu sanjung puji yang
sebenarnya terhadap revolusi dengan kekerasan. "Tiada seorangpun teringat"
akan hal itu; di dalam partai-partai sosialis modern bukan menjadi kebiasaan
untuk berbicara atau bahkan berpikir tentang arti penting ide ini, dan ia tidak
memainkan peranan apa-apa dalam propaganda serta agitasi sehari-hari mereka
di kalangan massa. Namun, ia tak terpisahkan berpadu dengan "hal
melenyapnya" negara menjadi satu keseluruhan yang selaras.
Inilah argumentasi Engels:
"...Bagaimanapun, kekuatan itu, kekerasan, juga memainkan peranan lain
dalam sejarah" (kecuali peranan sebagai pelaku kejahatan) "dalam sejarah, yaitu
peranan revolusioner, bahwa kekerasan, menurut kata-kata Marx, adalah bidan
bagi setiap masyarakat lama yang telah mengandung masyarakat baru, bahwa
kekerasan adalah alat yang digunakan oleh gerakan sosial untuk merintis jalan
bagi dirinya dan menghancurkan bentuk-bentuk politik yang telah mati dan
membatu --tentang ini tak sepatah kata pun dari Tuan Duhring. Hanya dengan
menarik nafas berat panjang dan mengeluh ia mengakui kemungkinan bahwa
untuk menggulingkan sistim ekonomi penghisapan barangkali akan diperlukan
kekerasan-- sayang sekali, lihatlah! Karena setiap penggunaan kekerasan
katanya akan mendemoralisi orang yang menggunakannya. Dan ini diucapkan
sekalipun ada kebangkitan moral dan spiritual yang tinggi yang terjadi sebagai
akibat dari setiap revolusi yang menang! Dan ini diucapkan di Jerman, di mana
suatu bentrokan dengan kekerasan --yang memang dapat dipaksakan kepada
Rakyat-- setidak-tidaknya akan mempunyai keunggulan yang menghilangkan
jiwa membudak yang telah merasuk ke dalam kesadaran nasional akibat
perasaan terhina karena dari Perang Tiga Puluh Tahun.
Dan cara berpikir pendeta, tak hidup-suram-loyo-dan tak berdaya, ini
berani mendesakkan diri kepada partai yang paling revolusioner yang telah
dikenal sejarah!" (Hal. 193, edisi bahasa Jerman ketiga, Jilid II akhir Bab IV) .
Bagaimanakah sanjung puji terhadap revolusi dengan kekerasan ini, yang oleh
Engels dengan tegar disodorkan agar diperhatikan oleh kaum Sosialis-Demokrat
Jerman antara tahun 1878 dan 1894, yaitu benar-benar sampai saat
meninggalnya, dapat dikombinasikan dengan teori tentang "hal melenyapnya"
negara untuk membentuk doktrin yang tunggal?
Biasanya dua hal itu dikombinasikan dengan perantara eklektisisme,
dengan memilih pandangan yang ini atau yang itu secara tak berprinsip atau
dengan semaunya saja secara sofistik (atau untuk menyenangkan hati kaum
penguasa), dan dalam 99 kejadian dari 100, jika bahkan tidak lebih sering, maka
pikiran tentang "hal melenyapnya" itulah yang ditampilkan di tempat yang
terdepat. Dialektika digantikan oleh eklektisisme --inilah gejala yang paling biasa,
paling tersebar luas yang terjumpai dalam kepustakaan Sosial-Demokratik resmi
dalam hubungannya dengan Marxisme. Barang-tiruan semacam itu, tentu saja
bukanlah barang baru, ia ditemui juga dalam sejarah filsafat Yunani klasik. Dalam

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 41
memalsukan Marxisme secara oportunis, barang-tiruan eklektisisme untuk
mengganti dialektika adalah cara yang termudah untuk mengelabui massa; ia
memberikan pemuasan yang dalam angan-angan saja; tampaknya ia
memperhitungan segala segi dari proses, segala kecenderungan perkembangan,
segala pengaruh yang berbentrokan, dan seterusnya, sedang dalam
kenyataannya ia tidak menjadikan pengertian yang integral dan revolusioner
sedikitpun mengenai proses perkembangan sosial.
Kami telah mengatakan di atas, dan akan menunjukkan lebih sempurna
lagi kemudian, bahwa ajaran Marx dan Engels mengenai hal tidak terelakkannya
revolusi dengan kekerasan itu menunjuk pada negara borjuis. Yang tersebut
belakangan itu tidak dapat dihapuskan oleh negara proletar (diktatur proletariat)
melalui proses "melenyap" tetapi sebagai aturan umum hanya melalui revolusi
dengan kekerasan. Sanjung puji yang dinyanyikan oleh Engels untuk
menghormatinya dan yang sepenuhnya sejalan dengan pernyataan Marx berkali-
kali (ingat akan bagian-bagian penutup dari Kemiskinan Filsafat dan Manifesto
Komunis, dengan maklumatnya yang bangga dan terus terang mengenai hal
tidak terelakkannya revolusi dengan kekerasan; ingat akan apa yang ditulis oleh
Marx hampir 30 tahun kemudian, dalam mengkritik Program Gotha tahun 1875,
ketika ia tanpa ampun menyiksa watak oportunis dari program itu) ---sanjung
sama sekali bukanlah suatu "dorongan" belaka, suatu deklamasi atau peletusan
polemik semata-mata. Keperluan akan menjiwai massa secara sistematik
dengan pandangan ini dan justru pandangan tentang revolusi kekerasan ini
adalah landasan dari seluruh ajaran Marx dan Engels. Penghianatan terhadap
ajaran mereka oleh aliran-aliran Sosial-Chauvinis dan Kautskyis yang sekarang
berkuasa dinyatakan dengan kejelasan yang menyolok oleh hal bahwa kedua
lairan tersebut semuanya mengabaikan propaganda dan agitasi semacam itu.
Penggantian negara borjuis oleh negara proletar tidaklah mungikin tanpa
revolusi dengan kekerasan. Penghapusan negara proletar, yaitu, negara pada
umumnya tidak lah mungkin kecuali melalui proses "melenyap".
Elaborasi yang lebih detil dan kongkrit dari pandangan-pandangan ini
telah dilakukan oleh Marx dan Engels ketika mereka mempelajari masing-masing
situasi revolusioner terpisah, ketika mereka menganalisa pelajaran dari setiap
pengalaman masing-masing revolusi. Sekarang kami akan membahas bagian ini,
yang tak usah diragukan lagi adalah yang paling penting, dari ajaran mereka

ARTI REVOLUSI
Revolusi berarti suatu pergantian tatanan sosial. Revolusi mentransfer
kekuasaan dari tangan-tangan kelas yang telah kehabisan tenaganya kepada
kelas lain yang berada di atas kekuasaan. Pemberontakan mengangkat momen
yang paling tajam dan paling kritis dalam pertarungan demi kekuasaan antara
kedua kelas... Pemberontakan dapat mencapai kemenangan yang
sesungguhnya dari Revolusi dan mencapai kemapanan sebuah tatanan baru
hanya ketika ia berbasis pada sebuah kelas yang progresif, yang mampu
menarik mayoritas rakyat yang besar sekali jumlahnya untuk berkumpul. Berbeda
dengan proses-proses alam, sebuah revolusi dibuat oleh manusia dan melalui
manusia. Tapi selama dalam revolusi manusia juga bertindak di bawah pengaruh
kondisi-kondisi sosial yang tidak mereka pilih secara bebas, melainkan diterima
dari masa lalu dan secara imperatif menunjukkan jalan yang harus mereka ikuti.
Untuk alasan ini, dan hanya untuk alasani ini, sebuah revolusi mengikuti hukum-

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 42
hukum yang pasti. Tetapi kesadaran manusia tidak semata secara pasif
mencerminkan kondisi-kondisi objektifnya. Hal ini biasanya bereaksi secara aktif
terhadap kondisi-kondisi tersebut. Pada waktu-waktu tertentu reaksi ini
mengambil sebuah karakter massa yang keras, penuh nafsu. Batas mengenai
yang-harus dan yang-boleh ditumbangkan. Intervensi aktif massa dalam
kejadian-kejadian historis adalah benar-benar merupakan elemen yang sangat
diperlukan sebuah revolusi. Tetapi bahkan aktivitas yang paling heboh sekalipun
dapat tetap mandeg dalam tahap demonstrasi atau pemberontakan, tanpa
muncul ke ketinggian sebuah revolusi. Kebangkitan massa harus dipimpin untuk
menumbangkan pendominasian satu kelas dan untuk memapankan dominasi
kelas lainnya. Hanya dengan begitu kita mencapai sebuah revolusi. Suatu
kebangkitan massa bukanlah perbuatan tersendiri, yang dapat disulap adanya
pada sembarang waktu yang diinginkan. Kebangkitan massa itu
mempresentasikan sebuah elemen yang terkondisi-secara-objektif dalam
perkembangan sebuah revolusi, sebagaimana sebuah revolusi
mempresentasikan sebuah proses terkondisi-secara-objektif dalam
perkembangan masyarakat. Tetapi jika hadir kondisi-kondisi yang diperlukan
untuk kebangkitan, orang harus tidak begitu saja menunggu secara pasif, dengan
mulut ternganga; seperti Shakespeare bilang, "There is a tide in the affairs of
men which taken at the flood, leads on to fortune."
Untuk menyapu bersih tatanan sosial yang usang, kelas progresif harus
mengerti bahwa waktu baginya telah ditentukan dan di hadapannya terdapat
tugas untuk menaklukkan kekuasaan. Di sini terbuka lapangan aksi revolusioner
yang sadar, di mana tinjauan ke masa depan dan kalkulasi bergabung dengan
kehendak dan keberanian. Dengan kata lain; di sini terbuka lapangan bagi
tindakan Partai...
Partai revolusioner menyatukan bunga-bunga dari kelas progresif untuk
bergabung di dalamnya. Tanpa sebuah partai yang mampu mengorientasikan diri
dalam lingkungannya, memahami kemajuan dan ritme dari kejadian-kejadian dan
secara dini memenangkan kepercayaan massa, kemenangan revolusi kaum
proletar adalah hal yang mustahil. Ini merupakan relasi-relasi resiprokal antara
faktor-faktor subjektif dan faktor-faktor objektif dari pemberontakan dan revolusi.

HUKUM PERKEMBANGAN YANG TAK SEIMBANG


Kenyataan bahwa proletariat mencapai kekuasaan untuk pertama kalinya dalam
kerajaan terbelakang seperti Tsarist Rusia kelihatan misterius hanya pada
pandangan pertama yang bersifat sekilas; pada realitasnya hal itu sepenuhnya
sesuai dengan hukum historis. Ia sudah dapat diprediksi, dan ia memang
diprediksikan. Lebih lagi, berdasar prediksi atas kenyataan inilah kaum Marxis
revolusioner membangun strategi mereka jauh sebelum saat yang ditentukan.
Penjelasan pertama dan yang paling general adalah: Rusia merupakan negara
terbelakang, hanya bagian dari ekonomi dunia, hanya sebuah elemen dari sistem
kapitalis dunia. Dalam masalah ini Lenin menyelesaikan teka teki Revolusi Rusia
dengan formula yang mengenyahkan bongkahan batu penutup teka-teki itu:
"mata rantai putus pada sambungannya yang terlemah."
Sebuah ilustrasi kasar: Perang Besar, hasil dari kontradiksi-kontradiksi
imperialisme dunia, telah menarik berbagai negara yang memiliki tahap
perkembangan yang berbeda-beda ke dalam kekuatannya yang sangat
berbahaya dan tak dapat ditahan, tetapi membuat klaim yang sama terhadap

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 43
seluruh partisipan. Djelas bahwa beban perang akan tidak dapat ditoleransi
terutama sekali oleh negara-negara yang paling terbelakang. Rusia adalah
negara pertama yang terpaksa meninggalkan gelanggang. Tetapi untuk
memutuskan diri dari perang, rakyat Rusia harus menumbangkan kelas-kelas
yang memegang kendali pemerintahan. Dengan cara inilah mata rantai perang
putus pada sambungannya yang terlemah.
Tetapi perang bukanlah malapetaka yang datang dari luar manusia
seperti halnya gempa bumi, melainkan sebagaimana Clausewitz tua berkata,
keberlangsungan politik oleh cara-cara lain. Dalam perang yang lalu, tendensi-
tendensi utama dari sistem imperialistik mengenai massa "damai" hanya
menampilkan diri mereka sendiri secara lebih kasar. Makin tinggi pemaksaan
menyeluruh terhadap produksi, makin tegang pula kompetisi di pasar dunia,
makin tajam antagonisme-antagonisme, dan makin gila pula perlombaan
peralatan perang dan jauh lebih sulit jadinya bagi partisipan-partisipan yang lebih
lemah. Itu adalah tepatnya mengapa negara-negara terbelakang mengambil
tempat pertama dalam rangkaian kolaps. Mata rantai kapitalisme dunia selalu
cenderung putus pada sambungannya yang terlemah.
Jika, sebagai sebuah akibat dari keadaan-keadaan yang sama sekali
tidak menguntungkan, --sebagai contohnya, bisa kita katakan, intervensi militer
yang sukses dari luar atau kesalahan yang tak dapat diperbaiki dalam bagian
Pemerintah Soviet sendiri, kapitalisme akan muncul lagi pada teritori Soviet
dengan keluasan luar biasa besar, ketidakcakapannya yang historis pada saat
yang sama telah muncul dengan tak dapat dicegah dan kapitalisme yang
demikian dalam putarannya segera menjadi korban dari kontradiksi-kontradiksi
yang sama yang menyebabkan ledakannya tahun 1917. Tidak ada resep taktis
yang dapat menghadirkan Revolusi Oktober, jika Rusia belum membawanya di
dalam tubuhnya. Partai Revolusioner dalam analisis terakhir hanya dapat
mengklaim peran seorang bidan yang terpaksa menjalankan operasi caesar.
Boleh saja orang berkata menjawab hal ini: pertimbangan-pertimbangan Anda
yang luas bisa secara adekuat menjelaskan mengapa Rusia kuno harus karam,
bahwa negara di mana kapitalisme terbelakang dan kaum tani yang dimiskinkan
kemudian diperintah oleh kebangsawanan yang berkelakuan parasit serta
monarki yang membusuk. Tetapi dalam perumpamaan tentang mata rantai dan
sambungannya yang terlemah, masih ada kunci dari teka-teki sesungguhnya
yang hilang: Bagaimana mungkin sebuah revolusi sosialis bisa berhasil di
sebuah negara yang terbelakang. Sejarah mengetahui lebih dari tjukup ilustrasi-
ilustrasi mengenai kebusukan negara dan peradaban menyertai kolapsnya kelas-
kelas kuno, yang mana dalam negara dan peradaban ini tidak ditemukan adanya
pengganti yang progresif. Keruntuhan Rusia lama pastilah, dalam pandangan
sekilas telah merubah negara itu ke dalam sebuah koloni kapitalis daripada
membawanya pada sebuah Negara Sosialis.
Keberatan ini sangatlah menarik. Keberatan ini menggiring kita secara
langsung menuju inti seluruh permasalahan. Sekalipun begitu, keberatan ini
keliru: bisa saya katakan, keberatan ini kekurangan simetri internal. Di satu sisi,
ia bermula dari sebuah konsepsi yang dilebih-lebihkan dari fenomena
keterbelakangan historis secara umum.
Makhluk hidup, tentu saja termasuk manusia, melalui tahapan-tahapan
yang serupa sesuai dengan usia mereka. Pada seorang anak normal yang
berusia 5 tahun kita temukan sebuah korespondensi yang pasti antara berat,
ukuran, dan organ-organ dalam. Tetapi sama sekali lain dengan kesadaran

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 44
manusia. Berlawanan dengan anatomi dan fisiologi, psikologi --baik individual
ataupun kolektif-- dibedakan oleh kapasitas penyerapan yang luar biasa,
fleksibilitas dan elastisitas; dimana di dalamnya terkandung kemajuan aristokrat
umat manusia terhadap saudara binatangnya yang terdekat, kera. Psyche yang
absortif dan fleksibel yang dianugrahkan atas makhluk yang dikenal sebagai
"organisma" sosial --sebagai makhluk terhormat dalam kenyataannya sebagai
makhluk biologis-- adalah sebuah variabilitas struktur internal yang luar biasa,
sebagai sebuah kondisi yang diperlukan bagi kemajuan sejarah. Dalam
perkembangan bangsa-bangsa dan negara-negara, terutama yang kapitalis,
tidak ada kesamaan dan tidak ada juga regularitas (sifat beraturan). Tahapan
yang berbeda dari peradaban bahkan berlawanan dari kutub ke kutub, saling
mendekat dan bercampur baur dalam kehidupan bangsa dan negara yang sama.
Banyak Negara membentuk sistem federal atau otonomi daerah sebagai metode
terbaik untuk memerintah Negara yang bineka dan majemuk dari segi asal
bangsa dan suku. Norma hukum internasional - yang dikenal dengan hak
otonomi - juga telah muncul yang menyatakan bahwa cara terbaik bagi Negara
untuk melindungi kelompok dari daerah minoritas adalah dengan cara
membentuk sistem otonomi daerah.
Kerajaan Inggris Raya terdiri atas 4 negara bagian atau provinsi - Inggris,
Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara. Inggris adalah yang terbesar dengan 50
juta penduduk. Skotlandia berpenduduk 5 juta, Wales 3 juta dan Irlandia Utara
1.5 juta. Selama berabad-abad terjadi konflik dan kekerasan agama di Pulau
Irlandia antara orang Protestan, yang memiliki identitas Inggris Raya, dan orang
Katolik yang memiliki identitas Irlandia. Orang Katolik lebih banyak tinggal di
Irlandia Selatan dan, sesudah perang saudara, Irlandia Selatan menjadi negara
merdeka lepas dari Kerajaan Inggris Raya pada tahun 1922. Orang Protestan
lebih banyak tinggal di Irlandia Utara dan Provinsi ini masih menjadi bagian dari
Kerajaan Inggris Raya.
Kerajaan Inggris Raya didirikan pada tahun 1707 oleh penggabungan dari
Negara Inggris dan Skotlandia yang sebelumnya terpisah. Penggabungan
negara Inggris dan Skotlandia disebabkan oleh berbagai alasan ekonomi, politik,
keamanan dan agama. Inggris dan Skotlandia merundingkan Perjanjian Negara
Serikat yang kemudian disyahkan oleh Parlemen dari kedua negara tersebut.
Menurut Perjanjian Negara Serikat tahun 1707, Kerajaan Inggris Raya menjadi
satu Negara Bersatu dengan satu parlemen di London dan tidak ada otonomi
daerah. Tetapi, Perjanjian Negara Serikat menjamin pelestarian institusi-institusi
Skotlandia yang khas - terutama sistem hukum, gereja, pendidikan, dan
pemerintah lokal. Kelanjutan institusi-institusi ini menjamin pelestarian identitas
bangsa Skotlandia. Tidak ada maksud untuk menciptakan pembauran
menyeluruh Skotlandia ke dalam Inggris.
Pada mulanya Negara Serikat itu tidak populer di Skotlandia, tetapi
menjelang tahun 1880 rakyat Skotlandia merasakan manfaat perdagangan dan
komersial yang nyata sekali sehingga Negara Serikat akhirnya diterima secara
luas. Selama abad ke 18 dan 19, beberapa fungsi pemerintahan dilaksanakan
secara terpisah di Skotlandia dan pada tahun 1885 departemen khusus dari
Pemerintah Pusat dibentuk untuk mengatur secara rinci beberapa kewenangan
Skotlandia. Selama bertahun-tahun fungsi dan pentingnya Departemen ini -
Kantor Skotlandia -- meningkat. Tetapi, sistem ini hanyalah otonomi administratif
dan semua kekuasaan legislatif dan eksekutif terus dipegang oleh London.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 45
Sistem otonomi administratif ini memilki kelemahan pokok yaitu kekuasaan
administratif ini tidak dilengkapi dengan lembaga legislatif atau politik.
Selama abad ke 20 kebanyakan orang Skotlandia mulai merasa bahwa
Pemerintah di London terlalu jauh dan kebutuhan khusus orang Skotlandia tidak
dipenuhi secara memadai. Bagi sebagian orang Skotlandia, perasaan ini
menyebabkan mereka mendukung pembentukan Negara merdeka yang terpisah.
Tetapi, pandangan yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat adalah
Skotlandia harus memiliki sistem otonomi dalam lingkungan Kerajaan Inggris
Raya - yang dikenal dengan nama devolusi. Keutuhan wilayah Kerajaan Inggris
Raya akan dipertahankan tetapi Skotlandia akan memiliki kekuasaaan otonomi
yang sangat besar atas urusan domestiknya.
Selama bertahun-tahun Pemerintah Kerajaan Inggris Raya, terutama
dibawah Perdana Menteri Thatcher dan Major, menolak tuntutan ini dan
beralasan bahwa otonomi akan mengancam keutuhan Negara. Tetapi,
Pemerintah baru yang dipilih tahun 1997 dengan Tony Blair sebagai Perdana
Menteri mempunyai program reformasi demokrasi dan konstitusi untuk Kerajaan
Inggris Raya. Sebagai bagian dari program itu, pemerintah bar Perjanjian
Versailles

Woodrow Wilson bersama dengan Komisi Perdamaian Amerika


Perjanjian Versailles (1919) adalah suatu perjanjian damai yang secara
resmi mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman. Setelah
enam bulan negosiasi melalui Konferensi Perdamaian Paris, perjanjian ini
akhirnya ditandatangani sebagai tindak lanjut dari perlucutan senjata yang
ditandatangani pada bulan November 1918 di Compiègne Forest, yang
mengakhiri perseturuan sesungguhnya. Salah satu hal paling penting yang
dihasilkan oleh perjanjian ini adalah bahwa Jerman menerima tanggung jawab
penuh sebagai penyebab peperangan dan, melalui aturan dari pasal 231-247,
harus melakukan perbaikan-perbaikan pada negara-negara tertentu yang
tergabung dalam Sekutu.
Negosiasi di antara negara-negara sekutu dimulai pada 7 Mei 1919, pada
peringatan tenggelamnya RMS Lusitania. Aturan yang diterapkan terhadap
Jerman pada perjanjian tersebut antara lain adalah penyerahan sebagian wilayah
Jerman kepada beberapa negara tetangganya, pelepasan koloni seberang
lautan dan Afrika milik Jerman, serta pembatasan pasukan militer Jerman yang
diharapkan dapat menghambat Jerman untuk kembali memulai perang. Karena
Jerman tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam negosiasi, pemerintah
Jerman mengirimkan protes terhadap hal yang dianggap mereka sebagai
sesuatu yang tidak adil, dan selanjutnya menarik diri dari perundingan.
Belakangan, menteri luar negeri baru Jerman, Hermann Müller, setuju untuk
menandatangani perjanjian pada 28 Juni 1919. Perjanjian ini sendiri diratifikasi
oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Januari 1920.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 46
Di Jerman, perjanjian ini menimbulkan keterkejutan dan rasa malu yang berperan
terhadap runtuhnya Republik Weimar pada 1933, terutama karena banyak orang
Jerman tidak percaya bahwa mereka harus menerima tanggung jawab penuh
sebagai pemicu perang. "Empat Besar" (Big Four) yang melakukan negosiasi
perjanjian ini adalah Perdana Menteri David Lloyd George dari Britania Raya,
Perdana Menteri Georges Clemenceau dari Perancis, Vittorio Orlando dari Italia,
dan Presiden Woodrow Wilson dari Amerika Serikat. Jerman tidak diundang ke
Perancis untuk mendiskusikan perjanjian. Di Versailles saat itu, sulit untuk
mencapai kesepakatan bersama karena tujuan mereka saling konflik satu sama
lain. Hasil perundingan disebut-sebut sebagai suatu kompromi yang tidak disukai
oleh pihak manapun.
Syarat-syarat
Perjanjian ini menciptakan keadaan kondusif didirikannya Liga Bangsa-
Bangsa, sebuah tujuan utama Presiden A.S. Woodrow Wilson. Liga Bangsa-
Bangsa dimaksudkan untuk menengahi konflik-konflik internasional dan dengan
ini mencegah perang di masa depan. Hanya empat dari “Empatbelas butir”
(Fourteen Points) Wilson diwujudkan, karena ia harus berkompromi dengan
Clemenceau, Lloyd George dan Orlando pada beberapa butir dan sebagai
gantinya dapat mempertahankan butirnya yang “keempatbelas” Liga Bangsa-
Bangsa.
Pandangan umum ialah bahwa Clemenceau dari Perancis adalah yang
paling bersemangat dalam membalas dendam Jerman, Front Barat perang
terutama berada di wilayah Perancis. Perjanjian ini dianggap tidak adil kala itu
karena merupakan perdamaian yang didikte oleh para pemenang dan secara
keseluruhan menyalahkan perang kepada Jerman. Hal ini sungguh
menyederhanakan situasi. Beberapa sejarawan modern berpendapat bahwa
perjanjian ini cukup adil karena merefleksikan syarat-syarat berat yang didiktekan
kepada Rusia oleh Jerman dengan Perjanjian Brest-Litovsk.
Selain kehilangan daerah Kekaisaran Kolonial Jerman, Jerman kehilangan
daerah-daerah berikut:
Alsace-Lorraine, daerah-daerah yang diserahkan kepada Jerman
menurut mukadimah perdamaian yang ditandatangani di Versailles pada 26
Februari 1871, dan Perjanjian Frankfurt pada 10 Mei 1871, dikembalikan kepada
Perancis tanpa jajak pendapat mulai tanggal gencatan senjata 11 November
1918. (area 14 522 km², penduduk 1.815.000 jiwa (1905)), Schleswig Utara
termasuk kota-kota yang mayoritas penduduknya adalah Jerman yaitu Tondern
(Tønder), Apenrade, Sonderburg, Hadersleben, dan Lügum di Schleswig-
Holstein, setelah Jajak Pendapat Schleswig, kepada Denmark (area 3 984 km²,
penduduk 163.600 jiwa (1920)),
Provinsi Prusia Posen dan Prusia Barat, yang dicaplok oleh Prusia pada
Pembagian Polandia (1772-1795), dikembalikan kepada Polandia yang telah
lahir kembali. Wilayah ini telah dibebaskan oleh penduduk Polandia lokal pada
Pemberontakan Wielkopolska antara tahun 1918-1919 (area 53 800 km²,
penduduk 4.224.000 jiwa (1931)).
Prusia Barat diberikan kepada Polandia supaya Negara ini memiliki akses
bebas ke lautan, termasuk minoritas Jerman yang cukup besar dan dengan ini
menciptakan Koridor Polandia.
Wilayah Hlučínsko Hulczyn di Silesia Hulu diberikan kepada Cekoslovakia
(area 316 atau 333 km², dengan penduduk 49.000 jiwa), bagian timur Silesia

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 47
Hulu, kepada Polandia (area 3 214 km², dengan penduduk 965.000 jiwa), meski
60% pada jajak pendapat memilih untuk tetap bergabung dengan Jerman
Kota-kota Jerman Eupen dan Malmedy kepada Belgia wilayah Soldau di
Prusia Timur (stasiun kereta api rute Warsawa-Gdańsk) kepada Polandia (area
492 km²), bagian utara Prusia sebagai Memelland di bawah pengawasan
Perancis, kemudian diserahkan kepada Lithuania tanpa jajak pendapat. dari
bagian timur Prusia Barat dan bagian selatan Prusia Timur (Warmia dan
Masuria), sebuah daerah kecil kepada Polandia, provinsi Saarland diawasi Liga
Bangsa-Bangsa selama 15 tahun. Lalu setelah periode ini diadakan jajak
pendapat apakah penduduk menginginkan bergabung dengan Perancis atau
Jerman. Pada masa ini, produk batubara diberikan kepada Perancis. pelabuhan
Danzig (sekarang Gdańsk, Polandia) dengan wilayah muara sungai Wisla pada
Laut Baltik dijadikan Freie Stadt Danzig (Kota Bebas Danzig) di bawah
pengawasan Liga Bangsa-Bangsa. (wilayah 1 893 km², dengan penduduk
408.000 jiwa (1929)).
Pasal 156 perjanjian menyerahkan konsesi-konsesi Jerman di Shandong,
Tiongkok kepada Jepang dan tidak menyerahkannya kembali ke Tiongkok.
Kemarahan warga Tiongkok mengenai keputusan ini mengakibatkan
demonstrasi dan gerakan kebudayaan yang dikenal dengan istilah Gerakan
Empat Mei dan mempengaruhi Negara ini untuk tidak menanda tangani
perjanjian. Tiongkok menyatakan selesai perang dengan Jerman pada
September 1919 dan menanda tangani perjanjian terpisah dengan Jerman pada
tahun 1921.

Militer
Angkatan Darat Jerman dibatasi menjadi 100.000 jiwa dan tidak
diperbolehkan memiliki tank atau artileri berat dan tidak boleh ada Staf Jenderal
Jerman. Angkatan Laut Jerman anggotanya dibatasi menjadi 15.000 dan tidak
diperbolehkan memiliki kapal selam, sementara itu armadanya hanya
diperbolehkan memiliki enam kapal perang. Jerman juga tidak diperbolehkan
memiliki Angkatan Udara (Luftwaffe). Akhirnya, Jerman diwajibkan untuk
membatasi masa bakti serdadunya menjadi 12 tahun dan semua opsirnya
menjadi 25 tahun, sehingga hanya sejumlah terbatas saja yang menerima latihan
militer.
Untuk mendukung otonomi di Skotlandia dan mengadakan referendum dan 75%
dari penduduk Skotlandia menyetujui pembentukan Parlemen Skotlandia dalam
lingkungan Kerajaan Inggris Raya. Parlemen Kerajaan Inggris Raya kemudian
mengesahkan 'Undang-undang Skotlandia 1998' (Skotlandia Act 1998) dan
Parlemen Skotlandia diresmikan tahun 1999. Reformasi konstitusi lainnya
meliputi otonomi untuk Wales dan juga untuk Irlandia Utara - sebagai bagian dari
Perjanjian Damai di Provinsi itu - pembuatan undang-undang Hak Asasi Manusia
dan reformasi Parlemen.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 48
PERTEMUAN KE- 4 : TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGAR (KETUHANAN)

Teori pembenaran hukum negara secara garis besarnya dibagi tiga:


1. teori theokrasi ( theocratische theoria )
 langsung
 tidak langsung
2. teori kekuasaan ( nachtatheorie )
 fisik
 ekonomis
3. teori yuridis ( yuridische theoric )
 patriarchaal
 patrimonical
 perjanjian
Teori-teori itu hendak memberkan adanya kekuasaan negara, untuk
membenarkan adanya kekuasaan negara biasanya dicari ajaran-ajaran
mengenai arti dari pada negara dan kemudian dihubungkan dengan tujuannya.
Apa sebenarya negara itu diperintah oleh seorang raja yang menganggap dirinya
sebagai tuhan, sehingga raja itu sama dengan tuhan? apa sebabnya negara-
negara semacam itu dahulu ada dan apa sebabnya rakyat mematuhi kekuasaan
raja itu?
Teori pembenaran hukum dari pada negara atau teori penghalalan
tindakan penguasa atau Rechsvaardiging theorieen membahas tentang dasar-
dasar yang dijadikan alasan-alasan sehingga tindakan penguasa atau negara
dapat dibenarkan. Secara nyata negara itu memiliki kekuasaan. Bagaimana
legitimasinya kekuasaan itu. Untuk mengetahui hal legitimasi kekuasaan itu salah
satunya dapat dikemukakan dari teori Pembenaran negara dari sudut ketuhanan.
Teori ini beranggapan tindakan penguasa atau negara itu selalu benar
sebab didasarkan negara itu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan negara
ada secara langsung dan ada tidak secara langsung. Ciri Tuhan menciptakan
negara secara langsung yaitu penguasa itu berkuasa karena menerima wahyu
dari Tuhan sedangkan ciri Tuhan menciptakan negara tidak secara langsung
yaitu penguasa itu berkuasa karena kodrat Tuhan. Paham yang menganggap
kekuasaan itu berasal dari Tuhan dapat dilihat dari ungkapan Agustinus dalam
bukunya “De Civitate Dei” menerangkan tentang dua macam negara yaitu negara
Tuhan yang dipimpin langsung oleh Tuhan dan negara duniawi yang menurut
pendapatnya adalah buatan setan. Manusia itu sifatnya jasmaniah dan rohaniah.
Karena itu maka kehidupan manusia pun rangkap dua pula. Kehidupan
jasmaniah yang fana yang berkiblat pada diri manusia dan kehidupan rohaniah
yang baqa berkiblat pada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan adanya dua macam
kehidupan ini maka dari manusia telah terjadi dua macam masyarakat, dua
negara yang berasal dari dua orang anak Adam, Kain dan Abel. Dari Kain yang
durhaka terjadi masyarakat duniawi, negara duniawi civitas terrena yang
menampung soal-soal duniawi yang tidak kekal. Dari Abel yang shaleh telah
terjadi masyarakat Tuhan, Negara Tuhan (Civitas Dei) yang dipimpin oleh Tuhan
sendiri dan menampung hal-hal kerohanian yang kekal abadi.
Negara dunia disebut juga Civitas Diaboli atau negara setan karena
menurut Agustinus negara ini adalah buatan setan. Menurut pendapatnya negara
itu bukan keburukan buatan setan melainkan diakui juga sebagai perwujudan
kekuasaan dan kehendak Tuhan. Negara timbul dari pergaulan antar manusia

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 49
yang ditentukan oleh hukum dan tata alam tetapi hukum tata alam ini pun terjadi
dari kehendak Tuhan dan menurut hukum Tuhan. Tokoh lain yang penting dalam
teori ketuhanan ini adalah Friedrich Julius Stahl yang dalam bukunya “Die
Philosophie des Rechts” membentangkan pendapatnya bahwa negara itu timbul
dari Illahi. Keluar terjadinya kekuasaan itu dapat tampak sebagai penyusunan
kekuasaan oleh manusia, baik dalam keluarga, kelompok, suku bangsa atau pun
dalam gereja.
Akan tetapi bagaimanapun juga semua kekuasaan itu pada hakikatnya
adalah terjadi karena kehendak Tuhan. Adanya peperangan, penyerbuan dan
penaklukan di satu pihak, semua ditentukan oleh kenyataan bahwa itu harus
terjadi karena kehendak Illahi. Juga Friedrich Hegel pernah mengatakan bahwa
negara itu adalah “The March of God in the Word”. Atau laku Tuhan di dunia
(G.S. Diponolo 1975:64,65).

Theori Theokrasi yang langsung


Istilah langsung menunjukkan bahwa yang berkuasa di dalam negara itu adalah
langsung Tuhan. Dan adanya negara didunia ini atas kehendak Tuhan yang
memerintah adalah Tuhan. Apakah negara semacam ini pernah ada, apakah
Tuhan sendiri yang memerintah, kalau benar-benar ada ? dalam sejarah negara
semacam ini pernah ada, bahkan belum lama berselang sebelum perang dunia
kedua rakyat Jepang mengakui rajanya sebagai anak Tuhan dan dalam peristiwa
yang belum lama terjadi mengenai perebutan kekuasaan di Tibet antara pancen
lama dan Dalai lama adalah suatu bukti bahwa di dunia ada dua raja yang
menanamkan dirinya sebagai Tuhan yang memperebutkan mahkota kerajaan
Tibet.
Pada zaman dahulu juga raja-raja Mesir dianggap oleh rakyatnya
sebagai Tuhan, yang menjadi persoalan apakah negara itu diadakan di atas
kehendak raja yang bukan Tuhan? Per
soalan ini sebenarnya berpusat pada kepercayaan rakyatnya terhadap
rajanya yang disebut sebagai Tuhan. Rakyat lain yang tidak mempunyai
kepercayaan semacam itu, tentu akan memberi penilaian yang lain pula
terhadap raja yang dianggapnya sebagai Tuhan itu. Mungkin rakyat itu akan
mengejeknya atau .
mencemohkannya bahwa raja yang dipuji-puji itu adalah seorang
mahluk biasa seperti mereka. Ejekan-ejekan itu bisa dimengerti oleh karena
mereka tidak yakin, akan tetapi kepercayaan itu bisa ditanamkan dengan
ajaran-ajaran atau doktrindoktrin yang dapat diterima oleh mereka. Karena itu
kita tidak usah heran bahwa pada Perang Dunia II banyak prajurit-prajusit
Jepang yang gugur dalam perang dengan berkamikase, oleh karena
mengorbankan mereka didasari oleh suatu keyakinan yang tebal untuk
kepentingan rajanya yang dianggapnya sebagai Tuhan: Ajaran-ajaran/doktrin-
doktrin itu dimaksudkan untuk menanamkan kepercayaan pada rakyatnya,
dan kepercayaan yang sama itu akan membuat rakyat bersatu menjadi suatu
bangsa yang kuat. Di atas seluruhnya itu rajalah yang merupakan alat
pemersatu dan untuk itu ia dipuja-pujanya. Sebagai Tuhan agar supaya itu
tetap berwibawa. Maka dengan adanya kenyataan-kenyataan seperti tersebut
di atas, muncullah apa yang disebut sebagai teori Theokrasi dalam ilmu
negara yang maksudnya hendak membenarkan adanya negara yang didirikan
atas kehendak Tuhan dan yang diperintah oleh Tuhan sendiri, walaupun
Tuhan itu berwujud sebagai seorang raja

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 50
Theori Theokrasi Tidak Langsung
Apa sebabnya teori ini disebut tidak langsung oleh karena bukan
Tuhan sendiri yang memerintah melainkan raja atas nama Tuhan. Raja
memerintah atas kehendak Tuhan sebagai kurnia. Anggapan ini dalam
sejarah timbul pada sekumpulan manusia yang merupakan partai
konpensional (agama) di negeri Belanda. Mereka berpendapat bahwa pada
raja Belanda serta rakyatnya diletakkan suatu tugas suci (mission sacre)
sebagai perintah dari Tuhan untuk memakmurkan daerah Hindia Belanda yang
pada waktu itu menjadi daerah jajahannya. .
Politik yang dijalankan oleh Belanda terhadap Hindia Belanda dulu disebut
sebagai Ethische Politik yang menimbulkan teori perwalian yang menganggap
bahwa pemerintah Belanda merupakan wali dari Indonesia. Atas dasar ajaran
yang suci itu negeri Belanda dapat menjajah Indonesia sampai 350 tahun
lamanya. Inilah salah satu contoh dalam sejarah mengenai teori Theokrasi tidak
langsung yang hendak membenarkan negara dan kekuasaannya atas dasar
pemberian Tuhan.

Hakekat Negara
Hakekat negara, dengan ini dimaksudkan sebagai suatu penggambaran
tentang sifat daripada negara. Negara sebagai wadah daripada suatu bangsa
yan,g diciptakan oleh negara itu sendiri. Negara sebagai wadah bangsa
untukmencapai cita-cita atau tujuan bangsanya. Maka dari itu penggambaran
tentang hakekat riegara. ini mesti ada hubungannya dengan tujuan negara,
bahkan -pengganibaran tentang hakekat negara biasanya disesuaikan dengan
tujuan negara. Tujuan negara adalah merupakan kepentingan utama daripada
tatanan suatu negara. Tetapi sayangnya banyak orang melupakan ini dalam
uraiannya atau dalam pembiearaannya lebih-lebih dalam itmu hukum tatanegara.
Sejak orang mendapatkan kebebasan dalam pemikiran tentang negara dan
hukum, sebetulnya sejak itu pula orang sudah mulai memikirkan tentang tujuan
negara atau masyarakatyang dibentuknya,jadijugatentang hakekat negara.
Pandangan tentang hakekat negara sangat erat pula hubungannya
dengan filsafat yang dianutnya. Dengan demikian banyak pendapat atau
pandangan tentang tujuan negara, sebanyak aliran filsafat yang ada. $ahkan
sebenarnya adalah lebih daripada itu, sebab kadang-kadang orang termasuk
satu aliran, tetapi pandangannya tentang tujuan negara berlainan. Ini disebabkan
karena pengaruh keadaan atau sifat pemerintahan yang dialamizzya, dengan
demikian pandangannya tentang hakekat negara juga berlainan.

Arti Dan Tujuan Negara


Di bawah ini akan ditunjukkan beberapa pengertian tentang negara dari
pelbagai sarjanasarjana kenamaan sebagai bahanbahan perbandingan. Pada
zaman Yunani Purba para ahli pikir telah mencari perumusan itu dan di
antaranya adalah Aristoteles yang hidup pada tahun 384 - 322 Sebelum Masehi
yang telah merumuskan arti negara dalam bukunya yang berjudul Politeia.
Dalam perumusannya itu pandangan Aristoteles masih terikat pada
wilayah yang kecil yang disebut polis, negara menurut paham sekarang, oleh
karena negara menurut paham sekarang mempunyai wilayah yang luas sekali
dan jumlah penduduknya besar. Karena Aristoteles terikat pada negara kota
yang kecil dan mempunyai jumlah penduduk yang kecil pula, rnaka ia
merumuskan negara sebagai negara hukum yang di dalamnya terdapat

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 51
sejumlah warga negara yang ikut serta dalam permusyawaratan negara
(ecclesia). Yang dimaksud dengan negara hukum ialah negara yang berdiri di
atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan
merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya
dan sebagai dasar daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada
setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikianlah pula
peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan itu mencerminkan
keadilan bagi pergaulan hidup antara warga negaranya. Bagi Aristoteles yang
memerintah datam negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil
sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan
saja.
Kesulitan yang akan menentukan baik dan tidaknya sesuatu peraturan
undang-undang dan rnembuat undang-undaug adalah scbagian dari kecakapan
menjalankan pemerintar.ap negara. Oleh karena itu kata Aristoteles bahwa yang
penting ialah mendidiiC rnanusia menjadi warga negara yang baik karena dari
sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya. Ajaran
Aristoteles ini sampai sekararlg masih menjadi idarn-idaman bagi para
negarawan untuk menciptakan negara hukum. Jika orang mempelajari sejarah
pada abad pertengahan ini di Eropa maka ia akan bertemu dengan zaman
kejayaan daripada agama Katholik. Oleh karena pandangan hidup manusia
didasarkan atas ketahanan menurut agama Katholik maka pada masa itu pikiran
yang memandang tentang negara sangat kurang sekali artinya. Penghargaan
yang demikian itu menyebabkan orang sering mengabaikan tinjauannya terhadap
negara secara ilmiah. Penolakan terhadap penghidupan di dunia hidup sekarang
ini menjadi terlantar. Pada abad pertengahan ini muncul seorang sarjana yang
menjadi tokoh dalam agama Katolik yang bernama Agustinus (350-430) sesudah
Masehi.
Kebenanaran-kebenaran tentang arti negara menurut paham ini
kemudian disangkal pada abad Renaisance diantaranya adalah paham dari
machiavelli (1469-1527) yang mengartikan negara sebagai negara kekuasaan.
Dalam bukunya “II,Principle” yang merupakan buku pelajaran bagi raja-raja, ia
mengajarkan bagaimana raja harus memerintah sebaik-baiknya. Ia memandang
negara dari sudut kenyataan jika dibandingkan dengan paham-paham yang lain,
yang melihat negara dari segi alam pikiran, menurut perkembangan sejarah
selanjutnya ajaran Machiavelli itu mendapat tentangan terutama oleh karena
akibat dari ajarannya raja-raja dapat memerintah dengan sewenang-wenang.
Tentang itu timbul dari rakyat yang menghendaki kebebasan dari tekanan-
tekanan raja, dalam abad ke-17 muncul ajaran-ajaran dari tingkat sarjana yang
kenamaan seperti Thomas Hobbes (1558-1679), John Locke (1632-1704), dan
Rouseau (1712-1778). Mereka mengartikan negara sebagai badan atau
organisasi hasil dari pada perjanjian masyarakat.
Selanjutnya ajaran-ajaran tentang arti dari pada negara yang perlu
dipertahankan ialah ajaran-ajaran dari paham sosialis. Sebagai contohnya dari
ajaran-ajaran tersebut adalah pendapat Karl Marx dan Fridrich Engels. Dalam
demokrasi yang dicita-citakan oleh Rousseau ternyata tidak tercapai
sebagaimana mestinya, oleh karena kekuasaan pada hakekatnya tidak dipegang
oleh rakyat melainkan berada pada golongan borjuis.
Adam Smith dengan kata-katanya yang terkenal seperti Laissez Faire
laissez aller telah menunjukkan bagaimana perekonomian rakyat dapat
diselenggarakan dengan baik. Pendapat Adam Smith kemudian dijadikan

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 52
sebagai dasar bagi ekonomi liberal. Pengarang lainnya seperti Logemman dan
Kranenburg memberi pengertian tentang negara yag berbeda lagi. Logemman
dalam bukunya Over detheorie vanen stelling staatsrecht mengartikan negara
sebagai organisasi kewibawaan. Dari pengertiannya itu ia hendak menitik
beratkan negara pada sifat kewibawaannya. Karena pengalaman hidupnya
dalam negara jajahan hindia. Belanda dahulu dan negara-negara merdeka
seperti Belanda sendiri nampaklah olehnya adanya faktor yang penting yang
menentukan dalam kedua macamnya negara itu adalah faktor kewibawaan.
Pengertian yang diberikan oleh Logemman bisa dimaklumi oleh karena
kesukaran-kesukaran dalam hidup, disekitanya pada waktu itu sangat
mempengaruhi jalan pikirannya. Meskipun pahamnya dapat diartikan luas karena
ia mencakup macam-macam bentuk negara tetapi ia lupa bahwa apa yang
dimaksud kewibawaan dari pemerintah jajahan itu benar-benar dapat dipathui
oleh rakyat yang dijajahnya. Dalam segi lain Logemman dapat dibenarkan oleh
karena oleh arti dari pada kewibawaan pun berarti bahwa kekuasannya dapat
diterima oleh rakyatnya. Akan tetapi tidak boleh kita lupakan bahwa dibalik
kekuasaan negara-negara jajahan itu tersembuyi tujuan-tujuan yang tidak dapat
dibenarkan sehingga kewibawaan itu hanya sekedar sebagai kedok menutupi
atau menghalalkan tujuan yang sebenarnya.
Dalam hal ini paham dari Kreanenburg adalah lebih progresif dalam
bukunya algemene staatsleer. Kranenburg merumuskan arti negara sebagai
suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau
bangsanya sendiri. Pengertian ini mencerminkan kepada negara-negara
nasional. Memang dapat dibenarkan apa yang dikatakan oleh Kranenburg itu,
oleh karena ia hidup dalam lingkungan negara-negara di Eropa. Perumusannya
itu bisa diterima oleh negara yang baru merdeka atau negara-negara yang masih
diajajah, lebih-lebih pada abad ke duapuluh di mana diseluruh pelosok dunia
sedang berkobar gerakan kemerdekaan. Kemudian beberapa pengertian negara
dari para sarjana terkenal lainnya adalah sebagai berikut:
1. Roger H. Soltau : “ Negara adalah alat agency atau wewenang (authority)
yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama
masyarakat “(The state is an agency or authority managing or controlling
these (common) affair of behalf of and in the name of the community.
2. Harold J. Laski : “Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan
karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah
lebih agung dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari
masyarakat itu. Mayarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan
bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka
bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati
baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu
wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.
3. Max Webber: “ Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli
dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah “(the
state is a human society that (succesfully) claims the monopoly of the
legitimate use of physical force within a given territory.
4. Robert M Mac Iver : "Negara adalah asosiasi yang menyedi dalam suatu
masyarakat dalam suatu mlayah dengan berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi
kekuasaan memaksa" (The state is an association which, acting througl law
as promulgated by a government endowed to this end with coercive power,

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 53
maintains within a community territorially demarcated the external
conditions of order).
5. Menurut Mirian Budiardjo, negara adalah suatu daerah territorial yang
rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah 'pejabat dan yang berhasil
menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-
undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopo(istis dari kekuasaan
yang sah.
Bagaimanakah pendapat kita tentang arti daripada negara? Tidak dapat
disangkal lagi bahwa negara itu merupakan alat untuk mwncapai suatu tujuan.
Alat itu berupa organisasi yang berwibawa. Organisasi di sini diartikan sebagai
bentuk bersama yang bersifat tetap. Kewibawaan menunjukkan bahwa organi-
sasi itu ditaati oleh rakyat. Akan tetapi tidak cukup kiranya jika negara itu hanya
mempakan alat semata-mata untuk mencapai suatu tujuan. Jika tujuan itu telah
tercapai maka negara itu tidak berarti lagi. Hal ini tidak bisa dibenarkan, jika
masih menghadapi kesatuan-kesatuan bangsa yang hidup di dalam dunia ini.
Bang= sa-bangsa ini memerlukan tempat di mana mereka harms bernaung dan
berlindung. Untuk menjamin warga negaranya rnaka negara itu merupakan alat
untuk mempersatukan bangsanya sebagai tempat berlindung. Woodrow Wilson
telah memberi perumusan sebagai berikut : A state is a people organised for
if within a defenite teritory.' 6 ) Perumusan ini adalah lengkap karena
mengandung unsur-unsur seperti organisasi kewibawaan dan tempat.
Terlepas dari pengertian-pengertian tentang negara, perlu kiranya
diketahui apakah sifat hakekat daripada negara. Sifat hakekat daripada negara
senantiasa sama walaupun bagaimana juga coraknya negara itu. Sebagai
organisasi di dalam masyarakat ia dibedakan daripada organisasi-organisasi
lainnya oleh karena negara mempunyai sifat-sifat yang khusus. Kekhususannya
terletak pada monopoli dari kekuasaan jasmaniah yang tidak dimiliki oleh
organisasi-organisasi lainnya seperti gereja, party, perserikatan-perserikatan
lainnya. Contoh dari monopoli itu adalah bahwa negara dapat menjatuhkan
hukuman kepada setiap warga negaranya yang melanggar peraturannya. Dan
apabila perlu negara dapat menjatuhkan hukuman mati. Selain itu negara dapat
mewajibkan warga negaranya untuk mengangkat senjata kalau negeri itu
diserang oleh musuh. Kewajiban ini berlaku juga bagi warga negara yang ada
di luar negeri. Juga negara dapat memungut pajak dan menentukan mata uang
yang berlaku di dalam wilayahnya. Prof. Mirian Budiardjo, lebih jelas
menguraikan sifat hakekat negara itu sebagai berikut :
1. Sifat Memaksa. Agar peraturan perundang-undangan ditaati dan dengan
demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki
dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai
kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu
adalah polisi, tentara, dan sebagainya. Organisasi rd'an asosiasi yang lain dari
negara juga mempunyai aturan; akan tetapi at uran aturan yang dikeluarkan
oleh negara lebih mengikat.
Di dalam masyarakat yang bersifat homogen dan ada kon sensus nasional
yang kuat mengenai tujuan-tujuan bersama biasanya sifat paksaan ini tidak
perlu begitu menonjol; akar tetapi di negara-negara baru yang kebanyakan
belum homoger dan konsensus nasionalnya kurang kuat, seringkali sifat
paksaar ini akan lebih tampak. Dalam hal demikian di negara demokratis tetap
disadari bahwa paksaan hendaknya dipakai seminimal mungkin dan sedapat-
dapatnya dipakai persuasi (meyakinkan). hagipula pemakaian paksaan secara -

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 54
ketat selain memerlukan organisasi yang ketat juga memerlukan biaya yang
tinggi. Unsur paksa dapat dilihat misalnya pada ketentuan tentang pajak. Setiap
warganegara harus membayar pajak .dan orang yang menghindari kewajiban
ini dapat dikenakan denda, ataL , disita miliknya atau di beberapa negara
malahan dapat dikenakan hukuman kurungan.
2. Sifat Monopoli. Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan
bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa
suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan
disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan-tujuan
masyarakat.
3. Sifat Mencakup Setrma (all-encoWpassing, all-embracing). Semua
peraturan perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak) berlaku
untuk semua orang tanpa kecuali. Keaduan demikian memang perlu, sebab
kalau seseorang dibiarkan berada di luar ruang-lingkup aktivitas negara, maka
usaha negara ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.
Lagipula, menjadi warganegara tidak berdasarkan kemauan seudiri (involuntary
membership) dan hal ini berbeda dengan asosiasi lain di mana keanggotaan
bersifat sukarela.

Ilmuan-Ilmuan yang menganggap bahwa kekuasaan itu bersumber dari


Tuhan
1.Augustinus
Augustinus'hidup pada tahun 354 - 430. la adalah seorang Kristen.
Dalam bukunya Pengakuan ia telah menulis riwayat hidupnya sendiri. Di
dalam buku itu dikatakan bahwa ia hidup dalam keadaan dualisme, maksud
nya ia mengalami masa peralihan dari peradaban yang satu ke peradaban
yang lain. Pada waktu hidupnya ia mengalami masa kebobrokan masyarakat
yang disebabkan banyaknya pertentangan-pertentangan yang timbul,
terutama pertentangan antara orang-orang yang menganut agama Kristen
dengan orang-orang yang tak beragama, antara kepercayaan adanya satu
Tuhan yang Maha Agung dengan penyembahan kepada berhala.
Peristiwa tersebut di atas menjadi alasan kuat bagi Augustinus untuk menulis
bukunya yang diberi nama De Civita te Dei, tentang Negara Tuhan. Isi pokok
dari pada bukunya tersebut ditujukan .untuk mengadakan pembelaan
terhadap agama Kristen, serta berisi suatu polemik ancara penganut-
penganut agama Kristen dengan orang-orang tak beragama. Buku itu juga
merupakan filsafat sejarah dan agama, ajaran tentang kepercayaan clan
kesusilaan. Semula buku itu tidaklah dimaksudkan sebagai buku pelajaran
untuk politik negara dan gereja, meskipun akhirnya menjadi buku yang
demikian. Ini terbukti dari ajarannya mengenai perimbangan kedudukan atau
kekuasaan antara negara dengan gereja, antara raja dengan Paus. Menurut
Augustinus, yang ajarannya sangat bersifat Teokratis, dikatakan bahwa
kedudukati gereja yang dipimpin oleh Paus itu lebih tinggi daripada
kedudukan negara yang diperintah oleh Raja. Mengapa demikian ? Dalam
hubungan ini dikatakan oleh Augustinus bahwa adanya negara di dunia itu
merupakan suatu kejelekan, tetapi adanya itu merupakan suatu keharusan.
Yang penting itu adalah terciptanya suatu negara seperti yang diangan-
angankan atau dicita-citakan oleh agama, yaitu Kerajaan Tuhan. Maka dari
itu sebenarnya negara yang ada di dunia ini hanya merupakan suatu
organisasi yang mempunyai tugas urituk memusnahkan perintangperintang

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 55
agama dan musuh-musuh gereja. Jadi di sini nampak dengan jelas bahwa
negara mempunyai kedudukan atau kekuasaan yang lebih rendah dan ada
di bawah gereja. Negara sifatnya hanyalah. sebagai alat daripada gereja
untuk membasmi musuh-musuh gereja.
Pendapat Augustinus tersebut di atas, diterangkan dengan jelas
dalam bukunya De Civitate Dei, dan yang isi seluruh karangannya itu terjalin
suatu pertentangan dan perbedaan yang tajam dan yang mencerminkan
aliran pikiran pada jaman abad pertengahan di mana ia hidup. Dalam
bukunya tersebut Augustinus rnenyebutkan Adanya dua macam negara,
yaitu :
 Civitas Dei, atau Negara Tuhan. Negara ini sangat dipuji oleh
Augustinus, karena ini adalah negara yang diangan-angankan, dicita-
citakan oleh Agama.
 Civitas Terrena, atau Diaboli, atau Negara Iblis, atau Negara Duniawi.
Negara ini sangat dikecam dan ditolak oleh Augustinus.
Negara yang paling baik itu adalah Negara Tuhan, akan tetapi negara ini
tidak akan pernah tercapai di dunia ini, tetapi semangatnya dimiliki oleh
sebagian dari orang-orang di dunia ini, dan mereka ini harus selalu
berusaha untuk mencapainya. Dan orang hanya dapat mencapa'i Negara
Tuhan ini, dengan perantaraan gereja, sebagai wakil daripada Negara
Tuhan di dunia ini. Tetapi sebenarnya orang-orang yang berada di Iuar
gereja pun dapat juga mengusahakan tercapainya negara Tuhan tersebut,
asal mereka itu mentaati perintah Tuhan.
Jadi sesungguhnya Negara Duniawi dan Cereja itu tidaklah
seluruhnya sama dengan pengertian Negara Tuhan dengan Negara Iblis.
Akan tetapi kerajaan-kerajaan duniawi kebanyakan adatah Civitas Terrena
atau Diaboti sungguh-sungguh. Sebagai bukti misalnya Romawi, demikian
Augustinus, yang selanjutnya dengan itu pula mengeritik pendapat Cicero,
dalam bukunya Republik, sebab di situ dirumuskan negara sebagai suatu
bangsa, sedangkan pengertian bangsa tak pernah dikenal oleh kerajaan
Romawi, yang dikenai ialah pengertian orang banyak yang dipersatukan
karena perintah dari seorang penguasa, dan karena diadakannya perjanjian.
Kerajaan Romawi tak pernah merupakan negara karena tak pernah
pemerintahannya didasarkan atas keadilan. Karena itulah Romawi jatuh
dalam kebobrokan, yang sekaligus memperlihatkan bahwa mereka sangat
bernafsu akan kemegahan, dan keduniawian. Pun, demikian Augustinus
selanjutnya mengatakan bahwa Cicero telah mengalami suatu kekhilafan,
karena ia berpendapat bahwa negara itu adalah merupakan penjelmaan
daripada keadilan, sedangkan sesungguhnya keadilan itu hanya mungkin
dapat diangan-angankan atau dicita-citakan oleh agama, yaitu Kerajaan
Tuhan. Maka dari itu sebenarnya negara yang ada di dunia ini hanya
merupakan suatu organisasi yang mempunyai tugas urituk memusnahkan
perintangperintang agama dan musuh-musuh gereja. Jadi di sini nampak
dengan jelas bahwa negara mempunyai kedudukan atau kekuasaan yang
lebih rendah dan ada di bawah gereja. Negara sifatnya hanyalah sebagai
alat dari pada gereja untuk membasmi musuh-musuh gereja.

2.Thomas Aquinus
Thomas Aquinas hidup pada tahun 1225-1274. Alam pikirannya tentang
negara dn hukum dapat diketemukan dalam bukunya The Regimine Principum

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 56
atau tenyang pemerintahan raja-raja, dan dalam bukunya yang lain yang diberi
nama Summa Theologika , atau pelajaran tentang ketuhanan. Dalam-dalam
ajaranyaajarannya itu Thomas Aquinus banyak terpegaruh oleh ajaran-ajaran
Aristotles, padahal jarak hidup kedua sarjana itu adalah kurang lebih 17 abad.
Aristoteles hidup pada abad ke IV SM, sedangka Thomas Aquinus hidup pada
abad XIII. Pengaruh ini terjadi pada waktu terjadinya perang salib.Pada waktu itu
orang-orang di eropa barat banyak yang pergi ke timur tengah, untuk
menyelamatkan makam-makam kristen. Disitulah mereka beekenalan dengan
ajaran Aristoteles. Filsafat Thomas Aquinas bersifat finalistis, ini berarti
bahwa apa yang menjadi tujuannya itu dikemukanan terlebih dahulu, baru
kemudian harus disahkan supaya tujuan itu dapat tercapai.
Manusia itu, demikian pendapat Thomas Aquinas yang dalam hal ini
pengacuh Aristoteles terasa sekali, menurut kodratnya adalah, rnakhluk
sosial, makhluk kemasyarakat oleh karena itu ia harus hidup bersama
sarna dengan orang lain dalam suatu masyarakat, untuk mencapai tujuan
yang sesungguhnya. Untuk itu diperlukan menggunakan akalnya, pikira nnya,
yang telah diberikan kepadanya oleh kodrat alam. Sebab akalnya itu
rnemungkinkan baginya mengetahui apa yarig berguna_ dan apa yang
merugikan. Dari prinsip umum ini ia dapat rnemperoleh pengetahuan.tentang
hal-hal yang khusus. Tidak setiap orang dapat memiliki pengetahuan izu,
pengetahuan itu hanya dapat diperolehnya dalam hidup bermasyarakat,
rnaka dari itu hidup bermasyarakat merupakan suatu keharusan.
Tetapi meskipun demikian agaknya Thomas Aquinas belum dapat
melepaskan pengaruh theocratisnya, karena selanjutnya ia mengataka
bahwa gereja merupakan persekutuan hidup yang sesungguhnya yan
meliputi segala-galanya, dan yang merupakan wakil daripada Kerajaa.
Tuhan di dunia. Dan oleh karena hukum keduniawian didukung dan dilin
dungi oleh gereja, maka menurut kodratnya kekuasaan keduniawial
seharusnya tunduk kepada kekuasaan kerohanian, demi tujuan manusia
yaitu mencapai kemulyaan abadi.
Pendapat daripada Augustinus yang telah dikemukakan di atas,
sanga berbeda dengan pendapat Thomas Aquinas ini, yang sifatnya sudah
agai progressief. Bedanya ialah : Kalau menurut Augustinus negara dengan
gereja itu terpisah sama sekali, sedangkan kalau menurut Thomas Aquinas
antarr negara dengan gereja itu ada kerjasama yang erat. Negara didukung
dan dilindungi oleh gereja untuk mencapai tujuannya.
Sekalipun .,Thomas Aquinas telah memberi kedudukan yang pasti
kepada manusia, yaitu sebagai makhluk sosial, yang berhasrat untuL hidup
bermasyarakat, tetapi manusia itu belum begitu merupakan unsur yang mutlak
dalam pembentukan masyarakat itu. Jadi betul telah merupakan suatu unsur,
tetapi kurang pentirig bila dibandingkan dengan masyarakat itu sendiri. Di
dalam masyarakat, itu harus ada penguasanya, harus ada yang memerintah.
Tentang bentuk daripada pemerintah ajaran Thomas Aquinas pun
banyak terpengaruh oleh ajaran Aristoteles. Menurut pendapatnya ada tiga
kemungkinan bentuk daripada pemerintahan suatu negara, yang masingmasing
itu kemudian dibedakan lebih lanjut menurut sifat pemerintahannya. Ialah :
1. Pemeriatahan oleh satu orang. Ini yang baik disebut Monarki, yang jelek
disebut Tyranni.
2. Pemerintahan oleh beberapa orang. Ini yang baik disebut Aristokrasi, yang
jelek disebut Oligarki.:

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 57
3. Pemerintahan oleh seluruh rakyat. Ini yang baik disebut Politeia, ini kalau
menurut Aristoteles disebut Republik konstitusionil, yang jelek disebut
Demokrasi.
Dari jenis-jenis bentuk pemerintahan tersebut di atas, menurut Thomas
Aquinas yang paling baik adalah Monarki. Oleh karena tujuan negara itu adalah
selain memberi kemungkinan supaya manusia itu dapat mencapai kemulyaan
abadi, juga supaya manusia itu hidup susila. Hal ini dapat terlaksana apabila
terdapat perdamaian di dalam masyarakat clan untuk ini yang terpenting adalah
adanya persatuan dan kesatuan. Oleh karena Monarki dipimpin oleh satu orang
tunggal, maka Monarki adalah yang paling utama, paling ideal, untuk dapat
melaksanakan ini semua. Dan barang sesuatu yang bersifat tunggal akan lebih
mudah memelihara persatuan dan perdamaian sebaik-baiknya karena kesatuan
pikiran daripada pemerintahannya, daripada yang bersifat jamak.
Jadi inilah pendapat Thomas Aquinas, bahwa pemerintahan yang terbaik itu
adalah Monarki. Tetapi ini dapat berubah menjadi pemerintahan yang terburuk,
bila sifat pemerintahannya itu tidak lagi adil, clan tidak lagi ditujukan untuk
kepentingan umum, ini adalah Tyranni. Dan keburukannya itu melebihi
daripada keburukan pemerintah Oligarki maupun Demokrasi.

3. Pembenaran Negara Dari Sudut Lain


3.1. Teori Ethis/Teori Etika :
Menurut teori ini maka negara itu ada karena suatu keharusan susila,
untuk ini ada 3 pendapat yaitu :
Pendapat PLATO dan ARISTOTELES :
Mereka mengatakan bahwa manusia tidak akan ada arti bila manusia
itu belum bemegara. Negara merupakan hal yang mutlak, tanpa negara maka
tidak ada manusia, dengan demikian segala tindakan Negara dibenarkan.
Pendapat EMANUEL KANT :
Beliau berpendapat tanpa adanya negara, manusia itu tidak dapat tunduk
pada hukum-hukum yang dikeluarkan. Menurut Kant, ncgara itu adalah
ikatan-ikatan manusia yang tunduk pada Hukum akibatnya tindakan negara
tadi dibenarkan.
Pendapat WOLFT :
Beliau menyatakan keharusan untuk membentuk ncgara merupakan
keharusan moral yang tertinggi. Pendapat ini sukar ditera.ngkan secara ilmiah
karena teorinya berpangkal pada filsafat.

3.2 Teori Absolut Dari Hegel :


Menurut Hegel maka manusia itu tujuannya untuk kembali pada cita-cita yang
absolut da.n penjelmaan daripada cita-cita yang absolut dari manusia itu
adalah negara.
Tindakan dari Negara itu dibenarkan karena negara yang dicita-citakan
oleh manusia-manusia itu tadi.

3.3 Teori Psychologis :


Teori ini mengatakan bahwa alasan pembenaran negara itu adalah
berdasarkan pada unsur psychologis manusia, misalnya dikarenakan rasa
takut, rasa kasih sayang clan lain-lainnya, dengan demikian tindakan negara
tadi dibenarkzn. (Padmo Wahjono opcit : 12).

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 58
PERTEMUAN KE-5: TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA (KEKUASAAN)

Di samping teori-teori yang menganggap bahwa negara, penguasa, dan


kekuasaan itu adanya atas kehendak Tuhan, yaitu teori Teokrasi, atau karena
perjanjian masyarakat yaitu teori hukum alam, maka ada satu teori lagi yang
khusus tidak membenarkan premise hukum alam, yang mengatakan bahwa
bahwa manusia itu membentuk negara dengan mengadakan perjanjian
masyarakat dengan tujuan mempertahankan hak-hak mereka. Premise dari pada
ajaran hukum alam ialah manusia inabstrkto, yaitu manusia yang masih hidup
dalam keadaan alam bebas. Manusia dalam keadaan ini selalu mengalami
kekacauan, karena masing-masing menganganggap musuhnya. Lagi pula
mereka hidupnya terpisah satu dengan yang lain, tanpa ada hubungan apapun.
Keadaan demikian ini oleh teori kekuatan di tolak. Sebab manusia itu, meskipun
masih dalam keadaan alam bebas. Keadaan tidaklah seperti yang digambarkan
oleh Thomas Hobbes atau John Locke yang seolah-olah menurut alam manusia
itu hidup berdiri sendiri karena tokoh manusia itu dimana-mana selamanya hidup
dalam suatu kesatuan walupun sangat kecil.
Teori kekuatan ini memang juga berpokok pangkal pada manusia dalam
keadaan alam bebas, manusia inabstrakto, seperti halnya teori hukum alam.
Tetapi gambarannya tentang keadaan berbeda. Sebab menurut teori kekuatan
manusia dalam keadaan alamiah pun sudah selalu hidup berkelompok. Jadi satu
sama lain sudah saling mengadakan hubungan, walaupun pada waktu itu masih
dalam keadaan promissoiteit. Keadaan dimana belum ada lembaga perkawinan.
Menurut ajaran teori kekuatan yang terkecil daridari manusia dalam keadaan
alamiah itu adalah keluarga. Keluarga ini terdiri dari seorang ibu ditambah anak-
anaknya. Sebagaimana manusia itu adalah mahluk hidup. Bagaimana mugkin
seorang bayi yang baru dilahirkan bisa hidup kalau tidak mendapatkan asuhan
dari ibunya? Mungkinkah bayi itu dilahirkan lalu hidup mandiri seorang diri? Ini
adalah suatu keadaan yang tidak mungkin dapat terjadi.
Kalau dalam keluarga yang kecil itu si ibu itu merupakan kepala keluarga,
maka dalam faktanya si ibu itu menguasai kelompok tersebut.
Kemudian sesudah timbulnya lembaga perkawinan, meskipun lembaga
itu sifatnya masih sangat sederhana, keluarga itu anggotanya bertambah dengan
seorang ayah. Kalau kemudian si ayah itulah yang menguasai kelompok
tersebut. Jadi entah si ibu atau si ayah itu yang berkuasa, itu disebabkan karena
adanya kelebihan atau keunggulan daripada yang lain. Pokoknya dialah yang
menang. Terlebih menang dalam lapangan jasmani maka dialah yang berkuasa.
Jadi tegasnya menurut toeri kekuasaan, siapa yang siapa yang kuat dialah yang
berkuasa. Yang dimaksud dengan kekuasaan tersebut disi adalah kekuatan
jasmani, kekuatan fisik.
Selanjutnya menurut ajaran kekuatan tersebut, kalau keluarga tadi telah
berkembang menjadi masyarakat, dan akhirnya negara, maka bekas-bekas dari
kekuasaan yang asli ini masih terbawa terus juga. Sehingga pada akhirnya dia
itulah yang tetap berkuasa di dalam masyarakat atau nagara tadi. Perkembangan
keluarga sehingga menjadi negara ini melalui beberapa fase dan dengan jalan,
mungkin peperangan, yang kalah lalu menggabungkan diri kepada yang
menang, atau dapat juga penggabungan secara sukarela, ini misalnya kalau
terjadi suatu perkawinan antara orang atau anggota kelompok atau keluarga
yang satu dengan orang dari anggota kelompok atau keluarga yang lain.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 59
Dengan demikian maka mereka yang menganut teori kekuasaan ini berpendapat
bahwa asal mula kekuasaan itu adalah karena adanya keunggulan kekuatan
daripada orang yang satu terhadap orang-orang lainnya.
Kalau dalam keadaan bebas beberapa individu masing-masing hidup
sendiri, dan kemudian saling bertemu, maka yang mersa paling kuat tentu akan
mencoba untuk menguasai yang lainnya, yang lemah, untuk kepentingannya.
Jadi keunggulan kekuatan fisiknya itu mempunyai akibat menguasai orang lain
guna kepentingan si kuat itu. Demikianlah asal mula negara dan kekuasaan
menurut teori kekuatan (kekuasaan).
Dalam masyarakat atau negara modern yang disebut yang berkusa itu
satu atau dua orang yang secara kebetulan memegang pemerintahan. Tetapi
sebenarnya yang memegang pemerintahan itu adalah sekelompok orang-orang
yang mempunyai kedudukan kuat. Kemudian satu atau dua orang dari kelompok
itu hanya merupakan alat saja untuk menguasai kelompok yang lain, demi
kepentingan kelompok yang berkuasa itu. Dan selanjutnya menurut kekuatan
Negara itu sebenarnya adalah merupakan alat yang berkuasa tadi, untuk
menggunakan mereka yang lemah demi kepentingan yang kuat.
Tadi telah diuraikan bahwa kekuatan (kekuasaan) ini, dalam
penyelidikannya tentang asal mula negara berpokok pangkal pada manusia in-
abstrakto, manusia dalam keadaan bebas. Di dalam kedaan ini berlaku adalah
apa yang dinamakan hukum rimba. Yaitu hukum yang yang menentukan siapa
yang kuat, yang dimaksud di sini kuat dalam arti fisik adalah yang berkuasa. Jadi
ternyatalah bahwa kekuatan itu dapat menimbulkan kekuasaan dalam suatu
kelompok yang telah menjadi negara. Dan di sini yang berkuasa itu memerintah
hanya memperhatikan dirinya sendiri saja. Dengan demikian ternyatalah bahwa
mereka yang lemah ini benar-benar diperalat oleh yang kuat.
Apa yang diuraikan dalam teori kekutan ini dalam sejarah ada juga
kebenarannya. Orang-orang seperti Dionysios, Djenggis Khan, Tamarlan,
Napoleon, Mussolini, Hitler, adalah merupakan contohnya. Mereka itu
memperoleh kekuasaan karena mempunyai keunggulan kekuatan. Hanya saja
kekuatan disini telah mempunyai pengerian yang lain. Sebab pengerian kekuatan
disini tidak saja kuat dalam arti fisik, karena faktor-faktor lain juga ikut
menentukan. Misalnya system persenjataan, bahkan pada jaman modern, politik,
kebudayaan, ekonomi dan sebagainya memegang peranan penting.
Jadi menurut teori kekuatan, seperti telah dikatakan diatas Negara itu
adalah merupakan alat dari golongan yang kuat untuk menghisap golongan yang
lemah, terutama sekarang, dalam lapangan ekonomi. Memang kadang-kadang
negara itu atua konkritnya penguasa, mengeluarkan peraturan-peraturan yang
nampaknya menguntungkan golongan yang lemah. Tetapi akhirnya tokoh yang
diperhitungkan hanya kepentingan-kepentingan si penguasa saja.

1. F. Oppenheimer
Sebagai contoh daripada ajaran teori kekuatan ini misalnya : F
oppenheimer, bukunya Die sache, mengatakan bahwa Negara itu adalah
merupakan suatu alat dari golongan yang kuat untuk melaksanakan suatu tertib
masyarakat, yang oleh golongan yang kuat tadi dilaksanakan kepada golongan
yang lemah, dengan maksud untuk menyusun dan membela kekuasaan dari
golongan yang kuat tadi, terhadap orang-orang yang baik dari dalam maupun
dari luar, terutama dalam system ekonomi. Sedangkan tujuan terakhir dari

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 60
semuanya ini adalah penghisapan ekonomis terhadap golongan yang lemah tadi
oleh golongan yang kuat.

2. Karl Marx
Sedankan menurut Karl Marx Negara itu adalah merupakan penjelmaan
daripada pertentangan-pertentangan kekuatan ekonomi. Negara dipergunakan
sebagai alat dari mereka yang kuat untuk menindas golongan-golongan yang
lemah ekonominya. Yang dimaksud orang yang kuat atau golongan yang kuat
disini adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi. Negara menurut Karl marx
akan lenyap dengan sendirinya kalau dalam masyarakat itu sudah tidak dapat
lagi perbedaan-perbedaan kelas dan pertentangan-pertentangan ekonomi.

3. H.j. Laski
Penganut teori kekuatan lainnya adalah Harlod J. Laski, bukunya The
State in theori and practic,. juga, Pengantar Ilmu Politika. Dia berpendapat bahwa
Negara itu adalah merupakan suatu alat pemaksa, atau Dwang organizatie,
untuk melaksanakan dan melangsungkan suatu jenis system produksi yang
stabil, dan pelaksanaan system produksi ini semata-mata akan menguntungkan
golongan yang kuat, yang berkuasa.
Artinya, kalau misalnya penguasa itu dari aliran kapitalisme, maka organisasi
negara itu tadi selalu akan dipergunakan oleh penguasa untuk melangsungkan
system eknomi kapitalis. Sedangkan kalau penguasa itu dari aliran sosialisme,
maka organisasi itu akan dipergunakan oleh penguasa tersebut untuk
melangsungkan system produksi menurut ajaran sosialisme. Jadi teranglah
bahwa negara itu hanya sebagai alat dari yang kuat, yang berkuasa, untuk
melaksanakan kepentingannya.
H .j. Laski selanjutnya mengatakan bahwa tidak dapat diragu-ragukan
lagi, bahwa alasan-alasan yang menentukan arah orang pemerintahan itu
bertindak, terlalu terbelit-belit untuk dapat diterangkan dengan satu cara saja,
tidak ada satu sebab yang dapat menyampingkan sebab-sebab yang lainnya
dengan bulat-bulat. Namun dapat juga kita jadikan sebaai patokan umum,
bahwa pada umumnya sifat masing-masing negara itu tergantung pada system
ekonomi yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat yang dikuasai oleh
negara itu. Tiap-tiap system kemasyaraktan pada hakekatnya adalah satu
perjuangan merebut puncak kekuasaan ekonomi, karena orang-orang yang
memegang kekuasaan, bergantung pada besar kecilnya kekuasaan yang di
pegangnya itu, dapat melakukan kemauanya itu. Dengan demikian hukum itu
menjadi suatu system dari perhubungan-perhubungan yang merumuskan
kemauanya dalam bentuk Udang-undang. Oleh karena itulah, cara pembagian
ekonomi pada suatu tempat dan waktu yang tertentu, akan menentukan bentuk
corak peraturan-peraturan hukum yang berlaku di tempat dan waktu itu. Dalam
keadaan yang demikian itu, negara mewujudkan keingingan-keinginan dari orang
yang menguasai ekonomi. Tata hukum itu adalah topeng, yang di belakangnya
suatu kepentingan yang pertama-tama bersifat ekonomi dapat menjamin bagi
dirinya dari kekuasaan politik. Dalam tindakan-tindakannya, negara itu tidaklah
sengaja mencari keadilan dan kemanfaatan bagi umum, melainkan kepentingan
(dalam arti kata seluas-luasnya) dari pada golongan yang berkuasa dalam
masyarakat.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 61
4. Leon Duguit
Sementara itu Leon Deguit, dalam bukunya Traite de Droit Constitutionel,
memberikan keterangan tentang pelajaran hukum dan negara yang semata-mat
bersifat realistis. Dia tidak mengakui adanya hak subyektif atas kekuasaan, juga
menolak ajaran yang mengatakan bahwa negara dan kekuasaan itu adanya atas
kehendak Tuhan, ditolaknya juga ajaran perjanjian masyarakat tentang terjadinya
negara dan kekuasaan. Menurut pendapatnya yang benar dan kebenaran itu
bersifat mutlak, bahwa les plu forts, orang-orang yang paling kuat,
melaksanakan kemauannya kepada orang-orang lain yang dianggapnya lemah.
Orang-orang yang yang paling kuat itu dapat mendapatkan kekuasaan dan
memerintah disebabkan karena beberapa faktor. Faktor-faltor itu adalah tidak lain
karena mereka itu keunggulan dalam lapangan : fisik, ekonomi, kecerdasan
agama dan sebagainaya. Bahkan nanti negara modern politik sangat
menentukan.
Demikianlah perkembangan teori kekuatan (kekuasaan). Yang semula
kekuatan itu mempunyai pengertian kekuatan fisik, kemudian kekuatan ekonomi,
dan akhirnya semua fakor yang menyebabkan timbulnya kekuatan.
Dengan demikian telah dibicarakan tiga teori yang pada hakekatnya
hendak menerangkan asal mula negara, hakekat negara, kekuasaan serta
penguasa. Ketiga teori itu adalah : teori teokrasi, teori hukun alam dan teori
kekuatan atau teori kekuasaan. Ketiga teori inilah disebut teori-teori klasik
tradisional. Disebut demikian karena ajaran-ajaran dari teori-teori tersebut
adanya sejak jaman dahulu kala, dan hingga sekarang masih tetap selalu
dipelajari, lebih-lebih orang yang ingin mempelajari tentang negara dan hukum.
Dan tidak sedikitlah teori-teori tersebut, memberikan andil kepada perkembangan
system kenegaraan sampai dewasa ini. Prof. Mr. R. Krenanburg, dalam bukunya
Algemene Staatsleer, menyebutnya dengan istilah teori-teori agak tua.
Sebagai kesimpulannya adalah bahwa ajaran-ajaran dari teori tersebut
tidak memberikan kepuasan. Dan kemudian timbullah reaksi-reaksi terhadap
ajaran-ajaran dari ketiga teori tersebut, yaitu suatu sikap yang tidak menyetujui
adanya usaha untuk menyelidiki asal mula negara dan hakekat histories daripada
negara. Terhadap masalah ini mereka bersifat skeptis, dan menganggap tidak
perlu lagi mencarinya atau menyelidikinya asal mula negara itu sebagaimana,
hakekatnya apa, sejarahnya bagaimana dan sebagainya. Mereka mengatakan
bahwa kita seharusnya menerima saja negara itu sebagaimana adanya sebagai
suatu kenyataan. Bukankah dari Undang-undang Dasar serta dari Undang-
undang organiknya sudah dapat kita baca dan kita pelajari. Paling banter kita
mempelajari sejarah terbentuknya Undang-undang Dasar tersebut.
Sepintas lalu pendapat seperti tersebut diatas ada juga benarnya. Oleh
karena menyelidiki asal mula negara secara histories itu tidak mempunyai arti
lagi, kecuali itu juga tidak akan berhasil. Sebab yang dapat kita ketahui dari
sejarah itu adalah sejarah sejak mana negara itu sendiri sudah ada. Jadi
sesebetulnya kita hanya dapat mengetahui secara empiris yaitu dengan melalui
orang-orang yang hidup ketika atau pada waktu sebelum kita ini, demikian
seterusnya sampai pada orang yang hidup pada negara itu baru terbentuk untuk
pertama kalinya. Yang demikian inipun sebetulnya tidaklah mungkin, sebab
negara , itu adanya sudah lama mendahului adanya pemikiran tentang negara
dan hukum. Pemikiran tentang negara dan hukum baru dimulai sejak abad ke V
S.M., yaitu sejak jaman yunani kuno, sedangkan negara sudah ada lama

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 62
sebelumnya. Jadi tegasnya orang mulai mengadakan pemikiran tentang negara
dan hukum, setelah orang itu sendiri sudah hidup di dalam negara.
Tetapi meskipun demikian, janganlah kita lalu beranggapan bahwa kita
tidak perlu menceritakan masalah-masalah itu lagi. Sebab bagaimanapun juga
kita adalah warga negara dari suatu negara yang selalu berhadapan dengan
masalah-masalah atau soal-soal yang erat hubungannya dengan kekuasaan
yang ada di dalam negara itu. Jadi kita selalu dibatasi dalam hal kebebasan, baik
dalm masalah-masalah besar maupun kecil.
Selama kekuasaan negara yang membatasi kebebasan kita itu tidak
langsung mengenai diri kita sendiri, dan hanya mengenai hal-hal yang kecil,
selama itu pula kita bisa tidak usah mempersoalkan hal-hal tersebut. Akan tetapi
ini adalah menjadi tugas daripada mereka yang baik secara teoritis maupun
secara praktis mempunyai tugas tugas yang berhubugan dengan
ketatanegaraan, untuk mencari dasar-dasar yang sehat mengenai kekuasaan
yang merupakan pembatasan atau pengurangan daripada kebebasan
warganegara itu.
Jika kita mengesampingkan persoalan ini berarti kita melepaskan
pertangungan jawab kita sebagai warganegara. Dan hanya kita dapat
mempersoalkan sampai diamana negara itu dapat mencampuri kehidupan
daripada warganegaranya, kalau kita mempunyai suatu pengertian tentang
hakekat negara.
Jika kita perlu membicarakan hakekat negara tersebut, agar kita dapat
mengetahui luasnya kekuasaan negara, serta kebebasan-kebebasan daripada
warga negaranya. Sebab yang menjasi persoalan pokok didalam warga negara
itu ialah perimbangan antara kekuasaan disatu pihak, dengan kebebasan
daripada warganegaranya di pihak lain.
Di atas telah disebutkan bahwa ajaan-ajaran dari ketiga teori klasik
tradisional itu memberikan kepuasan. Hal ini disebabkan karena masing-masing
teori tersebut ada keberatan-keberatannya. Keberatan-keberatan tersebut
bersifat sedemikian rupa, sehingga dapat menggagalkan usahanya.
Keberatan yang dapat diajukan teori teokrasi adalah bahwa pandangan
atau ajaran teori teokrasi itu pada akhirnya hanya akan berdasarkan
kepercayaan saja. Sedangkan segala sesuatu yan bersifat kepercayaan itu akan
sukar di analisa lebih lanut atau berdasakan rasio. Juga kalau misalnya timbul
pertentangan atau peperangan antra dua penguasa atau raja., tentu saja salah
satu ada yang kalah atau menyerah. Padahal kedua-duanya dikatakan berasal
dari Tuhan. Lalu bagaimana yang betul. Dalam hal ini teori teokrasi mendapatkan
kesukaran, bahkan tidak dapat memberikan penjelasannya, mana dari dua
kekuasaan itu berasal dari Tuhan.
Keberatan yang dapat diajukan terhadap teori hukum alam adalah bahwa
teori hukum alam itu sifatnya sangat teoritis, kurang empiris. Sedangkan sifat
yang demikian itu sering menimbulkan kesimpulan yang berlainan malahan dari
hipotesa yang sama bila daripadanya itu ada perubahan sedikit saja sudah
menimbulkan kesimpulan yang sangat berbeda. Ingatlah kesimpulan dari ajaran
Thomas Hobbes dan John locke tentang sifat kekuasaan penguasa.
Lagi pula hipotesa yang menyatakan bahwa manusia sebelum ada
negara atau manusia yang masih hidup dalam keadaan alam bebas itu terlepas
dari kelompoknya atau masing-masing penguasa itu hidup secara mandiri
terlepas sama sekali antara yang satu dengan yang lain adalah bertentangan
dengan kenyataannya. Karena kenyataannya manusia adalah mahluk sosial

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 63
yang sejak dari lahirnya sudah dikodratkan hidup di dalam kelompok, meskipun
kelompok itu sangat kecil.
Sedang keberatan yang dapat diajukan terhadap teori kekuatan
(kekuasaan) adalah bahwa teori ini berpokok pangkal pada manusia inabstracto,
yaitu manusia sebelum tebentuknya negara, dan menganggap bahwa manusia
itu semula jahat dan lemah, serta tidak ada pertimbangan lain untuk bergerak
selain perimbangan ekonomis. Sedang nyatanya manusia itu pertimbangan-
pertimbangannya untuk bergerak tidak hanya di jiwai oleh pikiran–pikiran
ekonomi saja. Tetapi ada pikiran-pikiran lain yang kadang-kadang malahan dapat
mengorbankan kepentingan-kepentingan ekonomi misalnya pertimbangan :
politik, kebudayaan, kepercayaan atau agama.
Selanjutnya teori ini juga beranggapan bahwa yang betul itu hanya
negara sendiri, dan negaralah yang berdaulat, bukan kelompok orang-orangnya
atau rakyatnya, yang secara ekonomis dapat menguasai kehidupan masyarakat
atau negara. Tetapi nyatanya meraka hanya merupakan alat yang tak langsung
daripada negara. Negaralah yang menentukan apa yang harus berlaku, lewat
orang-orangnya yang berkusa. Tujuan terakhir daripada Negara tidak lain
hanyalah tercapainya kepentingan dari orang-orang yang berkuasa, orang-orang
yang kuat.
Tetapi kekuatan dalam bentuknya yang modern nampak dalam ajaran
teori kedaulatan negara, seperti yang diajarkan oleh : Jhering, Laband, Georg
Jellinek dan Jean Bodin. Dari ajaran mereka ini pokoknya dikatakan bahwa
negaralah yang memiliki serta memegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan.
Juga pendapat yang demikian itu nampak dalam ajaran Niccolo Mavhiavelli
dengan staatsraison-nya.
Tetapi dalam perkembangan selanjutnya akan nampaknya bahwa
kedaulatan itu tidak ada pada negara, jadi bukan negaralah yang berdaulat. Oleh
karena kadang-kadang negara dapat disalahkan oleh warganegaranya, dalm arti
negara yang melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan warga negara
tersebut dapat disalahkan dan dihukum untuk membayar ganti kerugian.
Mereka kalau demikian halnya, tidak dapatlah dikatakan bahwa negara itu
yang berdaulat, sebab kalau negara itu berdaulat, negara tidak dapat diganggu-
gugat. Padahal dalam kenyataanya dapat, yaitu apabila negara itu melalui organ-
organnya atau alat-alat perlengkapannya melakukan sesuatu tindakan atau
perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan hukum, dalam hal ini
dapat digugat dan dihukum untuk membayar ganti kerugian.
Jadi kalau demikian terhadap itu juga dapat diterapkan peraturan-
peraturan hukum, maka kalau demikian halnya, ini berarti bahwa hukum lebih
tinggi daripada negara, jadi yang berdaulat bukanlah negara, tetapi yang
berdaulat adalah hukum. Maka timbullah teori kedaulatan hukum, teori ini antara
lain dikemukakan oleh krabbe. Mengenai ini nanti akan dibicarakan lebih lanjut
alam pembicaraan tentang teori-teori kedaulatan.
 Teori kekuasaan
 Teori Kekuasaan dibagi atas dua bagian :
 Kekuasaan Jasmaniah; dan
 Kekuasaan Ekonomis.

1.Teori Kekuasaan Fisik (Jasmaniah)


Contoh dari teori ini dapat diambil ajaran Hobbes dan Machiavelli Hobbes
dalam bukunya yang terkenal dengan judul Leviathan, terdapat dua pepatah

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 64
yang tidak asing bagi kita yang berbunyi : Homo Homini Lupus – manusia
sebagai serigala terhadap manusia lainnya. – Bellum Omnium Contra Omnas –
Perang semua lawan semua.
Dalam ajarannya itu Hobbes membedakan dua macam status manusia
yaitu status naturalis - kedudukan manusia waktu masih belum ada negara dan,
status civilis – kedudukan manusia setelah ada negara.
Dalam status naturalis (Negara masih belum terbentuk), masyarakatnya masih
kacau karena tidak ada badan atau organisasi yang disebut negara yang
menjaga / menjamin tata tertib.
Machiavelli pendapatnya hampir sama dengan Hobbes. Dalam bukunya II
Principe, ia mengajarakan kepada raja-raja bagaimana cara memerintah sebaik-
baiknya. Bagi Machiavelli seorang Raja harus kuat dan tahu cara mengetasi
segala kekacauan yang di hadapi negara, ia dapat mempergunakan segala alat
yang menguntungkan baginya. Untuk mencapai tujuannya para Raja harus
menyelenggarakan pemerintah tentang real politik. Kalau perlu alat yang
dipergunakan boleh melanggar prikemanusiaan. Intinya Machiavelli mengajarkan
teori yang sama dengan Hobbes yang membenarkan kekuatan negara itu
didasarkan pada kekuatan fisik. Teori yang lainnya disebut teori kekuasaan
ekonomi ajaran dari Marx.

2.Teori Kekuasaan Ekonomi


Seperti apa yang telah di terangkan dalam arti negara, Marx menganggap
bahwa negara itu merupakan alat kekuasaan bagi segolangan manusia di dalam
masyarakat untuk menindas golangan lain guna mencapai tujuannya. Ajaran ini
berlaku bagi negara kapitalis ataupun negara proletar yang pemerintahanya
lazim disebut sebagai diktator proliteriat. Sebagai dasar dari ajarannya ialah
pertentangan kelas dalam masyarakat dalam dua kelas yaitu kaum yang
ekonominya kuat dan kaum yang ekonominya lemah. Pertentangan antara dua
kelas itu di tujukan untuk merebut kekuasaan negara. Negara adalah alat
kekuasaan.
Demikianlah menurut Marx ajaran / kekuasaan ekonomi yang
dipergunakan untuk membenarkan kekuasaan negara berdasarkan kedudukan
ekonomi suatu golongan di dalam masyrakat. Selain itu yang penting dalam teori
kekuasaan ekonomi dari Karl Marx adalah sandarannya yang disebut historische
materialisme yaitu bahwa sejarah kehidupan manusia itu dipengaruhi oleh
kebendaan. Karl Marx membedakan dua macam bangunan masyarakat yaitu :
 Bangunan bawah yang didasarkan atas kebendaan.
 Bangunan atas yang didasarkan atas kemanusiaan.
Yang penting di antara bangunan itu ialah banunan bawah yang
berhubungan dengan alat-alat produksi. Bangunan bawah ini mempengaruhi
bangunan atas seperti agama, susila, kebudayaan, hukum dan sebagainya.
Karena itu hukum merupakan hukum merupakan alat dari golongan ekonomi
kuat untuk mempertahankan dan menjamin hak milik perseorangan. Jika
kekuasaan ekonomi didakam masyarakat itu kita hubungkan dengan istilah-
istilah yang dipergunakan dalam teori politik modern, yang disebut rationalisation
dan debunking, maka apa yang dikatakan bahwa hukum itu berdasarkan
persamaan, kemerdekaan, keadilan, hanyalah sebagai kedok untuk menutupi
maksud yang sesungguhnya. Kalau kedok itu dibuka maka kita akan melihat
tujuan yang sebenarnya yaitu hukum sebagai alat untuk menjamin hak milik

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 65
perseorangan. Inilah yang diamksud hukum sebagai rationalisation dan
debunking.
Kekuasaan itu ada pada semua aspek kehidupan masyarakat seperti
orang tua terhadap anak-anaknya, ketua perkumpulan terhadap angota-
anggotanya, atasan dalam system birokrasi teradap bawahan-bawahannya
dalam lembaga legislatif, lembaga yudikatif, lembaga eksekutif dan sebagainya.
Secara umum kekuasaan itu sering di artikan sebagai suatu alat untuk
mempengaruhi orang lain / kelompok lain sesuai dengan kehendak pemegang
kekuasaan itu sendiri. Oleh Miriam budiadjo, kekuasaan diartikan sebagai
“kemampuan seseorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah
laku seseorang atau orang lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu
menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempenyai
kekuasaan itu”.
Max Weber, mengartikan kekuasaan sebagai “kesempatan dari
seseorang atau kelompok orang-orang untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauan-kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya dalam
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan tertentu.”
Sedangkan Max Iver, merumuskan kekuasaan sebagai “the capcity to control the
behaviour of other either directly by fiat or indirectly by manipulation of available
means”, yang artinya “secara langsung dengan memberi perintah, maupun
secara tidak langsung mempergunakan segala alat atau cara yang tersedia”.
Bila dihadapkan pada persoalan kekuasaan, maka orang berpendapat
bahwa kekuasaan sering diartikan hanya dalam politik saja. Bila persoalan
kekuasaan ini diartikan dalam bidang politik saja, maka kekuasaan itu disebut
monoform. Akan tetapi dalam kenyataan yang hidup dalam masyarakat, kita juga
mengenal kekuasaan-kekuasaan lain seperti kekuasaan dalam hubungan tata
orang tua dengan anak-anaknya, guru dengan muridnya, majikan dengan
buruhnya, sehingga kekuasaan itu tidak terbentuk satu lagi, melainkan banyak
yang disebut polyform atau multiform.
Mengenai sifat kekuasaan yang telah dikemukan oleh Beeling dalam
bukunya, Kratos, Men en Macht. Ia membagi kekuasaan menurut sifatnya dalam
tiga bagian yaitu :
a. Sifat kekuasaan yang fundamental
Yang dimaksud dengan sifat kekuasaan yang fundamental ialah bahwa selama
manusia masih ada sejak dulu sampai sekarang, maka kekuasaan itu selalu
merupakan dasar bagi manusia untuk melaksanakan kehendaknya terhadap
orang lain.
b. Sifat kekusaan yang abadi
Yang dimaksud disini adalah selama manusia masih ada maka kekuasaan itu
tidak akan hilang. Jadi sejak dulu sampai sekarang kekuasan itu tetap ada.
c. Sifat kekuasaan multiform
Kekuasaan itu tidak hanya dikenal dalam bidang politik saja, tetapi juga dalam
bidang-bidang kehidupan lainnya seperti hubungan kekuasaan antara orang tua
dan anaknya, hubungan kekuasaan antara majikan dan buruhnya, hubungan
kekuasaan antara guru dan muridnya.
Selanjutnya Beeling mengatakan bahwa kekuasaan itu masih netral
sifatnya selama ia masih belum dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang baik dan
bermoral tinggi. Sebaliknya, jika kekuasaan itu dipakai untuk tujuan yang tidak
baik, maka akibatnya ia akan merugikan masyarakat dan negara.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 66
PERTEMUAN KE- 6 : SUSUNAN NEGARA

Menurut pendapat Max Boli Sabon, susunan negara berarti berbicara


mengenai pembagian kekuasaan secara vertikal. Pembagian kekuasaan
demikian biasanya dibagi menjadi dua kemungkinan, yaitu: (1) Negara kesatuan;
(2) Negara federasi. Ada pula yang berpendapat untuk kemungkinan yang ke-3
yang disebut Negara konfederasi, akan tetapi belum ada kesatuan pendapat di
kalangan sarjana.
1. Negara Kesatuan
Negara Kesatuan sering pula disebut Negara Unitaris, adalah negara
yang tidak tersusun dari beberapa negara, melainkan negara itu bersifat tunggal.
2. Negara Federasi
Negara Federasi adalah negara yang tersusun dari beberapa negara
yang semula berdiri sendiri. Kemudian negara tersebut bergabung menjadi satu
negara, dengan mengadakan kerja sama antara negara-negara tersebut, untuk
kepentingan mereka bersama.
3. Negara Konfederasi
Konfederasi adalah bentuk serikat dari negara-negara berdaulat, akan
tetapi kedaulatan tetap dipegang oleh negara-negara yang bersangkutan.
Namun pendapat itu masih diragukan apakah konfederasi merupakan suatu
negara atau hanyalah suatu bentuk kerja sama antara negara-negara berdaulat
untuk menyelenggarakan satu atau lebih bidang urusan tertentu.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Abu Daud Busroh dan Soehino.
Namun mereka hanya membagi susunan negara menjadi dua, yaitu: Negara
Kesatuan dan Negara Serikat. Tetapi penjelasan mengenai pengertian susunan
kedua negara tersebut sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Max Boli
Sabon.
Berdasarkan sifat hubungan ikatan kerja sama antara Pemeritah Negara
Federal dengan Pemerintah Negara-negara Bagian tersebut, maka Negara
Federasi itu dapat dibedakan menjadi dua macam jenis, yaitu :

Negara Serikat
Pengertian Negara Serikat menurut Jellinek adalah jenis negara federal di
mana pemeritah federalnya, atau pemerintah negara gabungannya, yang
memegang kedaulatan atau souvereiniteit itu ada atau terletak pada pemeritah
negara gabungannya. Sehingga pemerintah federal atau pemerintah
gabungannya itu dapat atau wenang membuat atau mengeluarkan peraturan-
peraturan hukum yang dapat mengikat atau berlaku secara langsung terhadap
para warga negara dari negara-negara bagian. Maka ini adalah sesuai dengan
pendapat Kranenburg yang menyatakan bahwa Negara Serikat itu adalah negara
federal di mana pemeritah federalnya atau pemeritah negara gabungannya dapat
atau wenang membuat atau mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang
sifatnya dapat mengikat atau berlaku secara langsung terhadap para warga
negara dari negara-negara bagian.

Perserikatan Negara
Sedangkan yang disebut Perserikaatan Negara itu menurut Jellinek
adalah jenis negara federal di mana yang memegang kedaulatan itu adalah
tetap pemerintah negara-negara bagian, jadi tegasnya kedaulatan itu ada atau
terletak pada pemerintah negara-negara bagian. Jika demikian halnya, maka

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 67
tentunya pemerintah federal atau pemerintah negara gabungannya itu tidak
dapat atau tidak berwenang membuat atau mengeluarkan peraturan-peraturan
hukum yang sifatnya dapat berlaku atau mengikat secara langsung terhadap
para warga negara dari negara-negara bagian. Maka inipun adalah sesuai
dengan pendapat Kranenburg yang menyatakan bahwa Perserikatan Negara itu
adalah jenis negara federal di mana pemerintah federalnya atau pemerintah
negara gabungannya tidak dapat atau tidak berwenang membuat atau
mengeluarkan peraturan peraturan hukum yang sifatnya dapat berlaku atau
mengikat secara langsung terhadap para warga negara dari negara-negara
bagian.
Setelah mempelajari pendapat dari Jellinek dan pendapat dari
Kranenburg tentang perbedaan antara Negara Serikat dengan Perserikatan
Negara, maka dapatlah kita membuat suatu perbandingan antara kedua
pendapat tersebut. Dan kedua pendapat tersebut pada prisipnya adalah sama.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 68
PERTEMUAN KE-7 : TIPE-TIPE DEMOKRASI MODERN

1 Demokrasi Modern dengan Sistem Presidensial


Demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif,
dengan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas atau sistem presidensiil.
Didalam sistem ini sifat hubungan antara kedua lembaga negara yaitu badan
eksekutif dan badan legislatif tidak ada atau secara prinsipil bebas. Pemisahan
anatara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif disini diartikan bahwa
kekuasaan eksekutif itu dipegang oleh suatu badan atau organ yang didalam
menjalankan tugas eksekutifnya itu tidak bertanggung jawab kepada badan
perwakilan rakyat. Badan perwakilan rakyat ini menurut Trias Politica Montesqieu
memegang kekuasaan legislatif, jadi bertugas membuat dan menentukan
peraturan-peraturan hukum. Dengan demikian kedudukan badan eksekutif bebas
dari badan perwakilan rakyat.
Susunan badan eksekutif terdiri dari seorang presiden sebagai kepala
pemerintahan, didampingi atau dibantu oleh wakil presiden. Presiden didalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh para mentri. Jadi para mentri itu
kedudukannya sebagai pembantu presiden, maka para mentri tersebut didalam
menjalankan tugasnya harus bertanggung jawab kepada presiden. Para mentri
itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Mentri-mentri sebagai pembantu
presiden bertugas memimpin departemen-departemen pemerintahan dan
bertanggung jawab kepada presiden. Badan perwakilan rakyat tidak dapat
memberhentikan satu orang atau beberapa orang mentri yang turut bekerja
didalam badan eksekutif, meskipun badan perwakilan rakyat itu tidak dapat
menyetujui kebijaksanaan dari para mentri tersebut. Jadi para mentri yang
bekerja didalam badan eksekutif ini tidak mempunyai hubungan keluar yaitu tidak
memiliki hubungan pertanggung jawaban dengan badan perwakilan rakyat. Yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas yang diberikan kepada para mentri
adalah kepala negara sedangkan kepala negara tidak bertanggung jawab
kepada lembaga perwakilan rakyat atas kebijaksanaan penyelesaian daripada
tugas-tugasnya.
Maka mengingat akan kedudukan para mentri yang hanya berperan
sebagai pembantu presiden dimana presiden merupakan pimpinan badan
eksekutif, sistem ini disebut sistem presidensiil.

2 Demokrasi Modern dengan Sistem Parlementer


Demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif
dengan pemisahan kekuasaan, tetapi diantara badan-badan yang diserahi tugas
atau kekuasaan itu, terutama antara badan legislatif dengan badan eksekutif, ada
hubungan yang bersifat timbal balik dapat saling mempengaruhi atau sistem
parlementer. Didalam sistem ini ada hubungan yag erat antara badan eksekutif
dengan badan legislatif, atau badan perwakilan rakyat. Tugas atau kekuasaan
eksekutif disini diserahkan kepada suatu badan yang disebut kabinet atau dewan
mentri. Kabinet ini mempertanggung jawabkan kebijaksanaan, terutama dalam
lapangan pemerintahan kepada badan perwakilan rakyat, yang menurut ajaran
Trias Politica Montesqieu diserahi tugas memegang kekuasaan perundang-
undangan atau kekuasan legislatif.
Pertanggung jawaban tersebut tidak berarti bahwa badan eksekutif harus
mengikuti segala apa yang dikehendaki oleh badan perwakilan rakyat saja, dan
menjalankan apa yag menjadi kemauan badan perwakilan rakyat, tetapi kabinet

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 69
masih mempunyai kebebasan dalam menentukan kebijaksanaannya, terutama
mengenai langkah-langkah pemerintahannya. Jadi pada dasarnya kabinet masih
mempunyai kebebasan dalam berinisiatif. Namun segala tindakannya harus
dipertanggung jawabkan kepada perwakilan rakyat atau parlemen. Maka setiap
saat mereka atau kabinet ini dapat dimintai pertanggung jawaban atas
kebijaksanaannya kepada parlemen.
Letak inti pokok dari sistem parlementer, yaitu kabinet bertanggungjawab
kepada parlemen, artinya apabila pertanggung jawaban kabinet itu tidak dapat
diterima baik oleh badan perwakilan rakyat atau parlemen maka parlemen dapat
menyatakan mosi tidak percaya terhadap kebijaksanaan kabinet dan kabinet
harus mengundurkan diri. Tetapi apabila kabinet merasa badan perwakilan
rakyat atau parlemen tidak lagi bersifat representatif maka sebagai imbangan
dari kekuasaan badan perwakilan rakyat untuk membubarkan kabinet, kabinet
mempunyai kekuasaan untuk membubarkan badan perwakilan rakyat.
Pembubaran badan perwakilan rakyat disusul dengan pembentukan badan
perwakilan rakyat yang baru. Lalu badan perwakilan rakyat yang baru dibentuk
ini akan menentukan benar atau tidaknya kebijakan kabinet dalam hal
pembubaran badan perwakilan rakyat, apabila pembubaran badan perwakilan
rakyat dianggap tidak benar atau salah maka kabinet tersebutlah yang harus
mengundurkan diri atau membubarkan diri. Tetapi apabila dianggap benar maka
tindakan kabinet membubarkan badan perwakilan rakyat yang dianggapnya tidak
representatif tadi betul.
Didalam sistem parlementer ini, kepala negara bukan merupakan
pimpinan yang nyata dari pemerintahan atau kabinet. Jadi yang memikul segala
pertanggung jawaban adalah kabinet, termasuk pertanggung jawaban atas
tindakan atau kebijaksanaan kepala negara, oleh karena itu yang menentukan
sifat kebijaksanaan pemerintah adalah kabinet sendiri dan kepala negara diberi
kedudukan yang tidak dapat diganggu gugat.

3 Demokrasi Modern dengan Sistem Referendum


Demokrasi atau pemerintahan yang representatif, dengan sistem
pemisahan kekuasaan, dengan stelsel referendum atau kontrol secara langsung
oleh rakyat. Dalam sistem referendum ini badan eksekutif disebut Bundesrat
yang bersifat suatu dewan, merupakan bagian dari pada badan legislatif disebut
Bundesversammlung yang terdiri dari nationalrat adalah badan perwakilan
nasional dan Standerat merupakan perwakilan dari negara-negara bagaian yang
disebut kanton. Dengan demikian badan eksekutif tidak dapat dibubarkan oleh
badan legislatif, lagi pula tugas badan eksekutif dalam sistem ini semata-mata
hanya sebagai badan pelaksana atas segala kehendak atau keputusan badan
legislatif. Untuk melaksanakan segala tugas badan legislatif ditunjuk tujuh orang
dari badan legislatif itu sendiri. Jadi anggota-anggota eksekutif sebagian diambil
dari anggota badan legislatif. Dengan demikian badan eksekutif merupakan
bagian dari badan legislatif oleh karena itu tidak ada kata kesepakatan diantara
kedua badan tersebut dan tidak ada pembagian kerja karena dalam sistem ini
segala seauatu diputuskan oleh badan legislatif dan pelaksanaan kebijakannya
dilakukan oleh badan eksekutif.
Apabila badan eksekutif tidak menjalankan kebijaksanaan sebagaimana
dikehendaki badan legislatif, maka badan eksekutif tidak mempunyai kebebasan
untuk meneruskan penyimpangannya tetapi harus merubah sikap dan
menjalankan kebijaksanaan yang sesuai dengan kehendak badan legislatif.

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 70
Dalam badan eksekutif semua anggota memiliki kedudukan yang sama tidak ada
yang memiliki kedudukan seperti presiden dalam sistem presidensiil. Memang
diantara anggota badan eksekutif ada yag ditunjuk untuk masa jabatan satu
tahun untuk menjalankan tugas-tugas atau pekerjaan dilain negara atau diluar
negeri yang biasanya dijalankan oleh presiden, namun penunjukan tersebut tidak
membuat kedudukannya istimewa dibanding anggota lainnya.
Pengangkatan untuk menjadi anggota badan eksekutif itu selama tiga
tahun, dan selama jabatannya itu mereka tidak dapat diberhentikan dan sehabis
masa jabatannya mereka dapat dipilih kembali namun harus memiliki keahlian,
baik keahlian polotis maupun keahlian dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Sedangkan kedudukan badan legislatif tidak bebas sama sekali karena terdapat
lembaga negara yang disebut referendum yaitu suatu pemungutan suara secara
langsung dari rakyat yang berhak mengeluarkan suara, yang mengontrol
tindakan atau keputusan dari badan legislatif.
Ada dua macam referendum, yaitu :
Referendum Obligator, atau referendum yang wajib, merupakan referendum
yang menentukan berlakunya suatu undang-undang atau sesuatu peraturan.
Referendum Fakullatif, atau referendum yang tidak wajib, merupakan referendum
yang diadakan untuk menentukan sesuatu undang-undang yang sedang berlaku
itu dapat terus berlaku atau tidak atau perlu diadakan tidaknya perubahan.

DAFTAR PUSTAKA

 Basah, Sjachran. Ilmu negara.Bandung: PT Citra Aditya Bakti.


 Kusnardi. Mohamad.(1993). Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
 Lenin. (1947). Negara dan Revolusi. (online).
 Raliby, Osman. (1978). Ibnu Kaldun Tentang Masyarakat dan Negara.
Jakarta : Bulan Bintang.
 Sabon, Max ,Boli,SH. Ilmu Negara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
 Schmid.(1979). Pemikiran tentang negara dan hukum. Jakarta: PT
Pembangunan dan Erlangga.
 Soehino.( 2004). Ilmu negara.Yogyakarta: Liberty .
 Budiyanto, Drs. 2003. Dasar-dasar Ilmu Tata Negara untuk SMU. Jakarta:
Erlangga
 Soehino, S.H. 1998. Ilmu Negara. Yogyakarta : Liberti
 Darmawan, Cecep, dkk.2002. Tata Negara untuk SMU. Bandung : Regina
 Budiardjo, Miriam, Prof. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta :
Gramedia

Ringkasan Materi Perkuliahan Ilmu Negara; Prayoga Bestari, S.Pd. M.Si. Hal- 71

Anda mungkin juga menyukai