Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH REAKSI SN1

(REVISI)

Disusun Oleh:

1. Rizki Amalia 17030234001


2. Rizka Tazky Amalia 17030234018
3. Firlia Nur Fadila 17030234034
4. Weka Firda Rizki N. 17030234056

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat tuhan


Yang Maha Esa karena dengan rahmatnya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini di buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Stereokimia. Dalam makalah
ini, penulis akan sedikit menjelaskan tentang "Reaksi SN1 dengan
segala permasalahannya.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan dan di susun dalam berbagai keterbatasan. Maka
dari itu, kami mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat
membangun, sehingga mendorong kami untuk bisa
memperbaikinya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar. Kami berharap makalah ini
bermanfaat, khususnya bagi penulis, dan umumnya bagi siapa
saja yang membacanya. Amin.

Surabaya, Maret 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan masalah
BAB 11 PEMBAHASAN
2.1 Substitusi Nukleofilik
2.2 Reaksi SN1
2.2.1 Mekanisme SN1
2.2.2 Stabilitas karbokation dan Sn1 tingkat reaksi
2.2.3 Stereokimia suatu reaksi SN1
2.2.4 Laju reaksi SN1
2.2.5 Stabilitas karbokation dan SN1 tingkat reaksi
2.2.6 Pengaruh Solvent terhadap Tingkat Nukleofil Pengganti
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stereokimia adalah susunan ruang dari atom dan gugus fungsi dalam
molekul umumnya, molekul organik dalam obyek tiga dimensi yang
merupakan hasil hibridisasi dan ikatan secara geometri dari atom dalam
molekul. Artinya bagaimana atom-atom dalam sebuah molekul diatur dalam
ruang satu terhadap ruang yang lainnya. Stereokimia berkaitan dengan
bagaimana penataan atom-atom dalam sebuah molekul dalam ruang tiga
dimensi. Adapun tiga aspek yang mencakup dari stereokimia ini ialah:
a. Konformasi molekul: Berkaitan dengan bentuk molekul dan bagaimana
bentuk molekul itu diubah akibat adanya putaran bebas disepanjang
ikatan C-C tunggal.
b. Konfigurasi berkaitan dengan Kiralitas molekul: Bagaimana penataan
atom-atom disekitar atom karbon yang mengakibatkan terjadinya isomer..
c. Isomer Geometrik : Terjadi karena ketegaran (rigit) dalam molekul yang
mengakibatkan adanya isomer.
Reaksi SN1 adalah sebuah reaksi substitusi dalam kimia organik. SN1
adalah singkatan dari substitusi nukleofilik dan "1" memiliki arti bahwa tahap
penentu laju reaksi ini adalah reaksi molekul tunggal. Reaksi ini melibatkan
sebuah zat antara karbokation dan umumnya terjadi pada reaksi alkil
halida sekunder ataupun tersier, atau dalam keadaan asam yang kuat, alkohol
sekunder dan tersier. Dengan alkil halida primer, reaksi alternatif SN2 terjadi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui mekanisme reaksi Sn1.
1.2.2 Mengetahui reaksi Sn1.
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Bagaimana reaksi mekanisme Sn1?
1.3.2 Bagimana reaksi Sn1?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Substitusi Nukleofilik
Reaksi substitusi merupakan reaksi dimana satu atom, ion, atau gugus
disubstitusikan untuk menggantikan atom, ion, dan gugus lain. Dalam hal ini
merupakan atom karbon. Atom karbon ujung suatu alkil halida memiliki
muatan positif parsial dimana atom karbon ini mudah diserang oleh anion dan
spesi lain ynag memiliki sepasang elektron menyendiri. Dalam reaksi
substitusi alkil halida, halida disebut sebagai gugus pergi atau gugus bebas
yaitu gugus yang digeser dari ikatannya dengan atom karbon (Fessenden dan
Fessenden, 1986).
Nukleofil merupakan spesi yang memiliki kelebihan elektron
sehinggga menyerang suati alkil halida dalam reaksi substitusi. Nukelofil
merupakan spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat positif sehingga
nukelofil ialah suatu basa lewis. Substitusi oleh nukleofil disebut substitusi
nukleofilik.
2.2 Reaksi SN1
2.2.1 Mekanisme SN1
Mekanisme reaksi merupakan pemberian terinci mengenai
bagaimana reaksi berlangsung. Reaksi substitusi nukleofilik
unimolekuler (SN1) adalah reaksi ion yang memiliki beberapa tahapan
rekasi. Reaksi SN1 hanya terjadi pada alkil halida tersier. Reaksi
Nukleofil yang dapat menyerang adalah nukleofil basa sangat lemah
seperti H2O, CH3CH2OH.
Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dan gugus bebas
(halida) putus, atau substrat terurai. elektron–elektron ikatan terlepas
bersama dengan gugus bebas, dan terbentuklah ion karbonium.

Pada tahap kedua, yaitu tahap cepat, ion karbonium bergabung


dengan nukleofil akan membentuk produk awal, suatu alkohol
berproton
Tahap ketiga adalah lepasnya H+ dari dalam alkohol berproton
dalam suatu reaksi asam basa yang cepat dan reversibel dengan pelarut

Berikut merupakan diagram energi untuk reaksi SN1

Gambar 1 Diagram Energi untuk Reaksi SN1


(Brown, 2014)
Diagram energi dari reaksi SN1. Ada tiga keadaan transisi sebelum
terbentuknya produk hasil. Tahap 1 memiliki energi aktivasi tinggi,
pada tahap ini reaksi berjalan lambat. Energi yang dibutuhkan harus
cukup untuk memutuskan ikatan sigma C-X dan menghasilkan
karbokation serta ion halida. Tahap 2 merupakan merupakan reaksi
karbokation dengan nukleofil dengan energi aktivasi rendah sehingga
reaksi berjalan cepat. Tahap 3 merupakan pelepasan proton (Brown,
2014).
2.2.2 Stereokimia suatu reaksi SN1
Dalam mekanisme SN2, nukleofil akan membentuk tahap transisi
dengan molekul yang lepas saja yang terlekang. Kedua mekanisme ini
berbeda pada hasil stereokimianya. Reaksi SN1 menghasilkan adisi non-
stereospesifik dan tidak menghasilkan pusat chiral, melainkan dalam
bentuk isomer geometri (cis/trans). Kebalikannya, inversi Warden-lah
yang diamati pada mekanisme SN2.
Karbokation membentuk reaksi SN1 dengan struktur trigonal
planar. Sehingga ketika bereaksi dengan inti akan ada yang
dinamakan sisi depan dan sisi belakang. Untuk kation tersier butil
tidak ada perbedaan, karena golongan tersier butil tidak diulin
pusatnya.

CH3

C BACK-SIDE
CH3
ATTACK
H2O+ CH3

Dengan catatan beberapa kation, produk stereokimianya berasal


dari 2 reaksi yang mungkin.
2.2.3 Stereokimia suatu reaksi SN1
Pada reaksi Sn 1 merupakan stereoselektif dimana produk dari
reaksi tersebut ada yang mendominasi. Ketika gugus pergi dilekatkan
pada pusat stereogenik dari halida yang optis aktif, zat antara
karbokation yang akiral akan terionisasi. Karbokation harusnya bereaksi
dengan nukleofil pada laju yang sama dari dua sisi yaitu sisi depan dan
bealakang. Produk substitusi dari SN 1 merupakan campuran rasemik.
Contoh :

Hidrolisis dari 2-bromooktana menghasilkan 2 oktanol yang dibentuk


dari 66% inversi konfigurasi.

Ketika gugus pergi meinggalkan maka didapatkan karbokation.


H2O sebagai nukleofil yang menyerang karbokation dari depan atau dari
belakang. Hasil akhir dari reaksi akan terdapat gugus alkohol yang
menjadi dua produk, yaitu produk inversi dan produk retensi. Produk
yang dihasilkan tidak setara 50-50% karena ketika halida lepas, itu
tidak benar-benar meninggalkan yang sangat jauh dan masih menempel
disekitar yang dekat dengan karbokation. Jadi air lebih mudah
mendekati dari belakang kemudian mendekati dari depan. Sehingga
hasil dari inversi lebih banyak dibandingkan dengan retensi. Berbeda
dengan reaksi sn 2 yang hanya memiliki inversi, pada reaksi sn 1 akan
didapatkan campuran rasemik yaitu kombinasi antara retensi dan inversi

Gambar tersebut merupakan formasi dari produk rasemik oleh


substitusi nukelofilik melalui zat antara karbo kation.

2.2.4 Laju suatu reaksi SN1


Laju reaksi khas SN1 tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil,
tetapi hanya bergantung pada konsentrasi alkil halida.

Ini disebabkan karena cepatnya reaksi antara R+ dan Nu:- tetapi


konsentrasi R+ sangat kecil. Kombinasi cepat antara R+ dan Nu:- hanya
terjadi apabila karbokation itu terbentuk. Oleh karena itu laju
keseluruhan reaksi ditentukan seluruhnya oleh cepatnya RX berionisasi
dan membentuk karbokation R+. Tahap ionisasi disebut tahap penentu-
laju (rate-determining) atau tahap pembatas-laju (rate-li-mitting)
(Fessenden & Fessenden, 1986).
Suatu reaksi SN1 bersifat order pertama (first order) dalam laju
karena laju itu berbanding lurus dengan hanya satu pereaksi (RX).
Reaksi ini adalah reaksi uni-molekular karena hanya satu partikel (RX)
yang terlibat dalam keadaan transisi tahap penentu-laju (angka “1”
dalam SN1 merujuk ke unimolekular).
Tahap penentu-laju:

Gambar 2 Tahap Penentu-laju


(Fessenden & Fessenden, 1986)
Dalam reaksi SN1 nukleofil tidak ikut berperan dalam
pembentukan keadaan transisi yang merupakan tahap penentu laju.
Karena itu maka reaksi ini adalah unimolekular. Laju relatif beberapa
alkil bromida dengan mekansime SN1 dapat dilihat pada tabel 1.1
berikut:
Tabel 1.1 Laju Relatif Beberapa Alkil Bromida dengan Mekanisme SN1
Alkil Bromida Laju
CH3-Br 1,00
CH3CH2-Br 1,00
(CH3)2-CH-Br 11,6
(CH3)3-C-Br 1,2 x 106

Laju reaksi SN1 dipengaruhi oleh energi pengaktifan relatif yang


mengakibatkan terbentuknya karbokation yang berlainan. Energi
keadaan transisi yang akan membentuk karbokation ditentukan oleh
kestabilan karbokation yang dalam keadaan setengah terbentuk pada
keadaan transisi ini. Dikatakan bahwa kadaan transisi itu mempunyai
karakter karbokation. Oleh karena itu reaksi yang menghasilkan
karbokation berenergi rendah dan stabil, akan berjalan dengan laju yang
rendah. Reaksi SN1 dari alkil halida tersier berlangsung dengan laju
yang tinggi karena menghasilkan karbokation yang lebih stabil daripada
karbokation yang dihasilkan oleh metil halida atau alkil halida primer.
Urutan kestabilan karbokation dalam reaksi SN1 adalah sebagai berikut:
2.2.5 Stabilitas karbokation dan SN1 tingkat reaksi
Dalam membandingkan tingkat substitusi Sn1 dalam kisaran
alkil halida. Kondisi percobaan dipilih dimana bersaing dengan
subtitusi rute Sn2 yang sangat lambat. Satu set kondisi ini adalah
solvolisis dalam asam format (HCO2H):

Reaksi keseluruhan :

Langkah 1: alkil halida diisolasi menjadi karbokation dan ion halida

Langkah 2: karbokation dari langkah 1 bereaksi secara cepat dengan


molekul air. Air adalah nukleofilik. Langkah ini melengkapi tahap
mekanisme subtitusi nukleofilik dan menghasilkan suasana yang kacau.

Langkah 3: langkah ini cepat karena reaksi asam basa mengikuti


substitusi neuklofilik. Air berperan sebagai basa untuk menghilangkan
proton dari ion alkoksi untuk memberi hasil pengamatan pada reaksi
tert-butil alkohol.

Gambar 3 Ilustrasi diagram energi mekanisme SN1


menjadi tert-butil alkohol
Asam format dan air sangat nukleofilik, dan substitusi SN2
ditekan. Tingkat relatif hidrolisis dari alkil bromida dibawah kondisi ini
ada dalam Tabel 8.5.
Urutan relatif dalam reaksi SN1 dan SN2 berkebalikan yang dapat
dilihat pada reaksi:

Reaktivitas SN1: metil<primer<sekunder<tersier

Reaktivitas SN2: tersier<sekunder<primer<metil

Lebih jelasnya, steric crowding yang ada pada reaksi Sn2 tidak
terjadi pada reaksi Sn1. Reaktivitas alkil halida dalam Sn1 sama dengan
stabilitas karbokation: makin stabil karbokation maka alkil halida
makin reaktif. Kita telah meihat situasi sebelum reaksi alkohol dengan
hidrogen halida, dalam katalis asam terjadi dehidrasi alkohol, dan
terjadi konversi alkil halida menjadi alkena oleh mekanisme E1. Seperti
reaksi-reaksi lain, efek elektronik, khususnya, faktor penentu dalam
kestabilan karbokation intermedietoleh substitusi alkil.

Karbokation primer tidak mungkin memiliki energi besar pada


intermedietnya dalam reaksi substitusi nukleofilik. Ketika etil bromida
dalam dibawah hidrolisis dalam larutan asam format, bisa saja
substitusi mengambil tempat dan menggantikan bromida oleh air seperti
reaksi SN2.

2.2.6 Pengaruh Solvent terhadap Tingkat Nukleofil Pengganti

Efek Pelarut pada Tingkat Substitusi oleh Mekanisme SN1.


Tabel 8.6 mencantumkan laju relatif solvolisis tert-butil klorida dalam
beberapa media agar meningkat konstanta dielektrik (ε). Konstanta
dielektrik adalah ukuran kemampuan suatu material, dalam dalam hal
ini pelarut, untuk memoderasi gaya tarik antara partikel bermuatan
berlawanan dibandingkan dengan standar. Dielektrik standar adalah
ruang hampa udara diberi nilai ε tepat 1. Semakin tinggi konstanta
dielektrik ε, semakin baik medium mampu mendukung spesies
bermuatan positif dan negatif yang dipisahkan. Pelarut dengan
konstanta dielektrik tinggi diklasifikasikan sebagai pelarut polar.
Seperti yang diilustrasikan Tabel 2, tabel laju solvolisis tert-butil klorida
(yang sama dengan laju ionisasi) meningkat secara dramatis ketika
konstanta dielektrik pelarut meningkat.

Tabel 2 Relative Rate of SN1 Solvolysis of tert-Butyl Chloride


as a Function of Solvent Polarity

Solvent Dielectric constant ε


Relative rate
Acetic acid 6
1
Methanol 36
4
Formic acid 58
5000
Water 78
150000
*Ratio of first-order rate constant for solvolysis in indicated solvent to that for
solvolysis in acetic acid at
25°C.
(Francis, 2000)
Menurut mekanisme SN1, molekul alkil halida terionisasi
menjadi positif karbokation bermuatan dan ion halida bermuatan
negatif dalam penentuan kecepatan langkah. Ketika alkil halida
mendekati keadaan transisi untuk langkah ini, sebagian positif muatan
berkembang pada karbon dan muatan negatif parsial pada halogen.
Gambar 4 kontras perilaku nonpolar dan pelarut polar pada energi dari
kondisi transisi. Pelarut polar dan nonpolar serupa dalam interaksinya
dengan alkil halida, tetapi sangat berbeda dalam bagaimana mereka
mempengaruhi keadaan transisi. Pelarut dengan dielektrik rendah
konstanta memiliki sedikit efek pada energi dari keadaan transisi,
sedangkan konstanta dielektrik tinggi menstabilkan keadaan transisi
yang dipisahkan muatan, menurunkan aktivasi energi, dan
meningkatkan laju reaksi.
Gambar 4 Pelarut Polar Menstabilkan Keadaan Transisi dari
Reaksi SN1 dan Meningkatkan Nilainya
(Francis, 2000)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reaksi SN1 merupakan reaksi substitusi nukelofilik unimolekuler yang
hanya terjadi pada alkil halida tersier. Tahapan reaksi SN1 yang pertama
adalah pemutusan alkil halida menjadi sepasang ion yaitu ion halida dan suatu
karbokation kemudian dilanjutkan dengan penggabungan karbokation dengan
nukleofil yang menghasilkan produk awal yaitu alkohol berproton. Tahap
terakhir dari reaksi SN1 yaitu lepasnya H+ dari alkohol berproton sehingga terjadi reaksi
asam basa. Laju reaksi SN1 hanya bergantung pada konsentrasi alkil halida.
Laju SN1 = k [RX]
Suatu reaksi SN1 bersifat orde pertama dalam laju reaksi karena laju
berbanding lurus dengan hanya konsentrasi satu pereaksi.
3.2 Saran
Sebaiknya saat meninjau laju reaksi SN1 jika menginginkan laju yang
tinggi, maka karbokation yang dihasilkan harus lebih stabil daripada
karbokation yang dihasilkan oleh metil halida atau alkil halida primer.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, William. 2014. Organic Chemistry Seventh Edition. USA: Wadesworth


Cengage Learning.
Fessenden, Ralp J., & Fessenden Joan S. 1986. Kimia Organik Edisi III. Aloysius
Hadyana Pujaatmaka, Penerjemah. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai