Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS CONVULSI

A. Pengertian
Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat
singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas otak yang abnormal serta
adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebih (Hidayat Aziz, 2008 : 89 ).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh diatas 38,4ºC
tanpa disertai infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit pada anak diatas
usia 1 bulan, tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (Partini, 2013 : 65).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal > 380C) yang disebabkan oleh suatu proses di luar otak. Kejang demam terjadi
pada 2-4 % anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam ( Hartono, 2011 : 193 – 194 ).
Kejang demam ada 2 bentuk yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang 15 menit dan umumnya dapat berhenti sendiri. Kejangnya bersifat
umum artinya melibatkan seluruh tubuh. Kejang tidak berulang dalam 24 jam
pertama. Kejang demam tipe ini merupakan 80% dari seluruh kasus kejang demam.
Kejang demam kompleks adalah kejang dengan satu ciri sebagai berikut: kejang lama
> 15 menit, kejang fokal / parsial satu sisi tubuh, kejang > 1 kali dalam 24 jam
( Hartono, 2011 : 194).

B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Kejang demam
biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan terjadi
pada hari pertama anak mengalami demam.
Kejang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit. kejang demam
cenderung ditemukan dalam satu keluarga, sehingga diduga melibatkan faktor
keturunan (faktor genetik). Kadang kejang yang berhubungan dengan demam
disebabkan oleh penyakit lain, seperti keracunan, meningitis atau ensefalitis.
Roseola atau infeksi oleh virus herpes pada manusia juga sering menyebabkan
kejang demam pada anak-anak. Shigella pada Disentri juga sering menyebakan
demam tinggi dan kejang demam pada anak-anak (Mediacastore, 2011: 8).
Menurut Jessica (2011: 3) penyebab dan faktor resiko terjadinya kejang demam
adalah sebagai berikut:
1) Infeksi virus
2) Infeksi traktus pernapasan atas
3) Infeksi traktus digestivus (gastroenteritis)
4) Infeksi saluran kemih
5) Otitis Media
6) Faktor genetik

C. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glucose, sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan
diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon
dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainnya, kecuali ion
clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu
perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na, K,
ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi
ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran
sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 %
dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi
dipusi di ion K+ maupun ion Na+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya
lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala
sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis ( Hidayat, 2009 ).

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis kejang demam antara lain :
1) Kejang umum biasanya di awali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10 sampai
15 menit
2) Frekuensi takikardia pada bayi sering di atas 150 – 200 permenit
3) Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung
4) Gejala bendungan system vena : Hepatomegali, Peningkatan vena
jugularis( Wongjingkang, 2012 )

Klasifikasi
Kejang demam dapat dibedakan menjadi 2 jenis:

1. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat,


kurang 15 menit dan umumnya dapat berhenti sendiri. Kejangnya bersifat umum artinya
melibatkan seluruh tubuh. Kejang tidak berulang dalam 24 jam pertama. Kejang demam
tipe ini merupakan 80% dari seluruh kasus kejang demam.
2. Kejang demam kompleks adalah kejang dengan satu ciri sebagai berikut: kejang
lama > 15 menit, kejang fokal / parsial satu sisi tubuh, kejang > 1 kali dalam 24 jam
( Hartono, 2011 : 194 ).
6. Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian
lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
( Hartono, 2011 : 196 ).

7. Penunjang
Pemeriksaan penunjang kejang demam menurut Hartono (2011 : 195) antara lain :

 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab atau keadaan lain, misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan,
darah perifer, elektrolit, dan gula darah.

 Lumbal Fungsi
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis.

 Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektro ense falo grafi ( EEG ) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.

8. Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang, kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3
– 0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 12 mg/menit atau dalam waktu 35 menit, dengan
dosis maksimal 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal.
Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan
berat badan < 10 kg dan 10 mg untuk berat badan > 10 kg atau diazepam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Tata laksana kejang demam :

1. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
2. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/kg.
3. Bila kejang tetap belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 1020 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 48 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal.
4. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
resikonya ( Hartono, 2011 : 198 – 199 ).
Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian

Menurut Hidayat (2009 : 20) riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk
mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan
kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.

1. Aktifitas : Keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus otot/kekuatan otot,


gerakan involunter.
2. Sirkulasi : Peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi
dengan penurunan nadi dan pernapasan.
3. Integritas ego : Sterssor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan
atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : Inkontinensia episodik, peningkatan kandung kemih dan tonus
spinkter.
5. Makanan/cairan : Sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak/gigi
6. Neurosensori : Aktivitas kejang berulang, riwayat trauma kepala dan infeksi
cerebral.
7. Riwayat jatuh/trauma.
2. Diagnosa keperawatan
 Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu
dapat diturunkan dengan kriteria :

1. Suhu badan anak berkurang hingga 37,5º C


2. Temperatur kulit hangat
Intervensi
1. Kaji TTV
2. Pantau suhu
3. Beri selimut dingin/matras
4. Berikan kompres hangat
5. Ajarkan kluarga untuk kompres hangat
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai dengan ketentuan
Rasional
1. Mengetahui keadaan umum
2. Menentukan keefektifan tindakan
3. Untuk menurunkan panas
4. Untuk menurunkan panas
5. Untuk menurunkan panas
6. Untuk menurunkan panas klien
 Resiko cidera sekunder akibat kejang b.d gerakan klonik yang tidak terkontrol
selama episode kejang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tidak
akan terjadi cidera dengan kriteria hasil anak tidak mengalami cidera akibat kejang
Intervensi

1. Lakukan kewaspadaan kejang, seperti pasang penghalang tempat tidur.


2. Catat berbagai gerakan tubuh anak dan lama kejangnya
3. Kaji status pernapasan anak
4. Kolaborasi:Beri pengobatan antikonuulsan sesuai indikasi
Rasional
1. Kewaspadaan ini mencegah anak jatuh, cidera kepala serta mengurangi resiko
komplikasi lebih jauh.
2. Jenis Gerakan dan lamanya kejang membantu memastikan jenis kejang yang
dialami anak.
3. Anak memerlukan resusitasi pernapasan, jika mengalami apnea selama atau
setelah kejang
4. pengobatan antikonvulsan dapat mengendalikan kejang
 Kekurangan volume cairan b.d mual muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan kebutuhan klien
terpenuhi dengan kriteria :

1. TTV stabil
2. Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urine adekuat
3. Turgor kulit baik
4. Membran mukosa mulut lembab
Intervensi
1. Kaji TTV
2. Kaji suhu dan turgor kulit, membran mukosa, masukan dan haluaran dan berat
jenis urine
3. Anjurkan keluarga untuk meningkatkan pemasukan minuman klien
4. Beri dan pantau cairan IV ssuai kebutuhan
5. Pantau masukan dan haluaran
6. Dorong masukan cairan sedikit tapi sering
7. Berikan cairan intavena sesuai dengan kebutuhan
Rasional
1. Untuk mengetahui keadaan umum klien
2. Mengiindikator dalam membantu untuk mengevaluasi tingkat kebutuhan hidrasi
3. Membantu dalam meningkatkatkan tingkat hidrasi
4. Untuk dehidrasi hebat dan muntah
5. Menentukan luasnya kekurangan cairan
6. Dengan jumlah yang kecil dapat menimbulkan yang baik
7. Mempertahankan hidrasi
 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan suhu
tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
keseimbangan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil keseimbangan cairan terpenuhi.

Intervensi

1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam


2. Hitung intake dan output setiap pergantian shift
3. Anjurkan pemasukan/minum sesuai dengan program
4. Kolaborasi pemeriksaan lab : Ht, Na, K
Rasional
1. Peningkatan suhu tubuh dari yang normal membutuhkan penambahan cairan.
2. Untuk mengetahui keseimbangan cairan
3. Membantu mencegah kekurangan cairan
4. Mencerminkan tingkat atau derajat dehidrasi
 Perubahan Nutrisi dari kebutuhan bd intake yang tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
peningkatan status nutrisi kesehatan anak dengan kriteria hasil peningkatan status nutrisi.

Intervensi

1. Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangai


gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
2. Bantu klien makan
3. Selingi makan dan minum
4. Monitor hasil laboratorium seperti HB, Ht
5. Atur posisi semifowler saat memberikan makanan
Rasional
1. Cara khusus meningkatan napsu makan
2. Membantu klien makan
3. Memudahkan makanan untuk masuk
4. Monitor status nutrisi klien
5. Mengurangi regurtasi
 Resiko terhadap bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan sekresi
mukus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas efektif
dengan kriteria :

1. Sekresi mukus berkurang


2. Anak tidak kejang
3. Gigi tidak mengigit
Intervensi
1. Ukur tanda-tanda vital
2. Lakukan penghisapan lendir
3. Letakkan klien pada posisi miring dan permukaan datar
4. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
Rasional
1. Untuk mengetahui status keadaaan klien secara umum
2. Menurunkan resiko aspirasi
3. Mencegah lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas
4. Untuk memfasilitasi usaha bernapas

Anda mungkin juga menyukai