Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA DENGAN PARTUS LAMA

A. Sectio caesarea
1. Pengertian
Istilah Sectio Caesarea berasal dari perkataan latin caedera yang
artinya memotong. Pengertian ini sering dijumpai dalam roman law (lex
regia) dan emporer’s law (lex Caesare) yaitu undang-undang yang
menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal
harus keluarkan dari dalam rahim (Mochtar, 1998 dalam Ainie, 2012).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
(Muchtar, 1998 dalam Ainie, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dindina rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Prawirohadjo, 2002 dalam Bobak, 2005).
2. Etiologi
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
Holmel mengambil batas terendah untuk melahirkan vas naturalis
ialah CV= 8 cm panggul dengan CV= 8 cm dapat dipastikan tidak
dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seiso
sesaria. CV antara 8-10 cm dicoba dengan partus percobaan baru
setelah gagal dilakukan seksio sesaria sekunder.
c. Disporporsi sefalo pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala
d. Ruptur uteri mengancam
e. Partus lama
f. Partus macet
g. Distosia serviks
h. pernah seksio sesaria
i. Malpresentasi jenin :
1) Letak lintang
2) Letak bokong
3) Presentasi dahi dan muka
4) Presentasi rangkap
5) Gemeli
3. Jenis-Jenis Sectio Caesarea
a. Sectio Caesarea Transperitoneal
b. Sectio Caesarea Klasik atau Korporal
Yaitu dengan melakukan sayatan vertical sehingga memungkinkan
ruangan yang lebih baik untuk jalan keluar bayi.
c. Sectio Caesarea Ismika atau Profunda
Yaitu dengan melakukan sayatan/insisi melintang dari kiri kekanan
pada segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.
d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal. (Mochtar,1998 dalam Ainie, 2012)
4. Indikasi
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal), indikasi Sectio Caesarea adalah :
a. Indikasi ibu
1) Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD
2) Disfungsi Uterus
3) Distosia Jaringan Lunak
4) Plasenta Previa.
b. Indikasi Anak
1) Janin besar
2) Gawat janin
3) LetakLintang.
Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987
Buku Obstetri Operatif adalah :
a. Sectio sesarea ke III
b. Tumor yang menghalangi jalan lahir
c. Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico
d. Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam
gagal.
5. Komplikasi
a. Pada Ibu
1) Infeksi Puerperalis/nifas bias terjadi dari infeksi ringan yaitu
kenaikan suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenaikan suhu lebih
tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat yaitu
dengan peritonitis dan ileus paralitik.
2) Perdarahan akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang
terputus dan terluka pada saat operasi
3) Trauma kandung kemih akbat kandung kemih yang terpotong saat
melakukan sectio caesarea
4) Resiko rupture uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah
mengalami pembedahan pada didind rahim insisi yang dibuat
menciptakan garis kelemahan yang sangat berisiko untuk rupture
pada persalinan berikutnya.
b. Pada Bayi
1) Hipoksia
2) Depresi pernafasan
3) Sindrom gawat pernafasan
4) Truma persalinan
6. Nasehat Pada Post Operasi SC
a. Dianjurkan jangan hamil selama itu, dengan memakai kontrasepsi.
b. Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
c. Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit yang besar.
d. Apakah persalinan berikutnya harus dengan seksio sesarea tergantung
pada indikasi seksio sesarea dan keadaan kehamilan berikutnya.
7. Penatalaksaan
Penatalaksaan medis post-op Sectio Caesarea secara singkat :
a. Awasi TTV sampai pasien sadar
b. Pemberian cairan dan diit
c. Atasi nyeri yang ada
d. Mobilisasi secara dini dan bertahap
e. Kateterisasi
f. Jaga kebersihan luka operasi dan Perawatan luka insisi
g. Berikan obat antibiotic dan analgetik (Muchtar R, 1998).
h. Tempat perawatan pasca bedah

B. PARTUS LAMA
1. Pengertian
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan
garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin AB., 2002 dalam Ainie, 2012 ).
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24jam pada
primigravida, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva. (Mochtar, 1998) Saat
ini, distosia atau partus tak maju adalah indikasi paling sering untuk SC. Dan tidak
majunya persalinan merupakan alasan bagi 68% SC nonelektif pada presentasi
kepala (Cunningham, 2006 dalam Ainie, 2012).
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam, yang
dimulai dari tanda-tanda persalinan. Partus tak maju adalah ketiadaan kemajuan
dalam dilatasi serviks, atau penurunan dari bagian yang masuk selama persalinan
aktif (Kapoh, 2005). Partus tak maju merupakan fase dari suatu partus yang macet
dan berlangsung terlalu lama sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi,
infeksi, kelelahan, serta, asfiksia dan kematian dalam kandungan (Purwaningsih &
Fatmawati, 2010 dalam Ainie, 2012).
Jadi dapat disimpulkan bahwa SC dengan indikasi partus tak maju adalah suatu
persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut
dan dinding rahim karena ketiadaan kemajuan dalam dilatasi serviks, atau
penurunan dari bagian yang masuk selama persalinan aktif
2. Factor Penyebab
Menurut Saifudin AB, (2007) Pada prinsipnya persalinan lama dapat
disebabkan oleh :
a. His tidak efisien (in adekuat)
b. Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi
bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala
janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin
yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan
menyebabkan partus lama atau partus macet. (Saifudin AB, 2007 : h 191)
c. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
d. Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu
besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara
penilaian serviks yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan
(trial of labor). Kegunaan pelvimetre klinis terbatas. (Saifudin AB, 2007
dalam Ainie, 2012)
3. Faktor lain (Predisposisi)
a. Paritas dan Interval kelahiran (Fraser MD, 2009)
b. Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan. (Sujiyatini, 2009 dalam Ainie, 2012).
Pada ketuban pecah dini bisa menyebabkan persalinan berlangsung
lebih lama dari keadaan normal, dan dapat menyebabkan infeksi. Infeksi
adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di
dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin. (Wiknjosastro, 2007 dalam Mariati, Sumiati, & Eliana, 2015)
KPD pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh
periode laten yang lebih panjang. Pada kehamilan aterm periode laten 24
jam pada 90% pasien. ( Scott RJ, 2002 dalam Ainie, 2012)
4. Gejala klinik partus lama
Menurut chapman (2006 ), penyebab partus lama adalah :
a. Pada ibu :
1) Gelisah
2) Letih
3) Suhu badan meningkat
4) Berkeringat
5) Nadi cepat
6) Pernafasan cepat
7) Meteorismus
8) Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema
serviks, cairan ketuban berbau terdapat mekoneum
b. Janin :
1) Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative
2) Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
3) Caput succedenium yang besar
4) Moulage kepala yang hebat
5) Kematian janin dalam kandungan
6) Kematian janin intrapartal
5. Diagnosis kelainan partus lama
Tabel 2.2 diagnosis Kelainan Partus Lama
Tanda dan gejala klinis Diagnosis
Pembukaan serviks tidak membuka Belum inpartu, fase labor
(kurang dari 3 cm) tidak didapatkan
kontraksi uterus

pembukaan serviks tidak melewati 3 cm Prolonged laten phase


sesudah 8 jam inpartu
pembukaan serviks melewati garis
waspada partograf

Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang Inersia uteri


dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang
dari 40 detik

Secondary arrest of Disporporsi sefalopelvik


dilatation atau arrest of descent

Secondary arrest of dilatation dan Obstruksi


bagian terendah dengan caput
terdapat moulasehebat, edema serviks,
tanda rupture uteri immenens, fetal dan
maternal distress

Kelainan presentasi (selain vertex) Malpresentasi

Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin kala II lama (prolonged,


mengedan, tetapi tidak ada kemajuan second stage)

6. Penanganan partus lama menurut Saifudin AB (2007) adalah :


a. False labor (Persalinan Palsu/Belum inpartu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang.
Periksa adanya infeksi saluran kencing, KPD dan bila didapatkan adanya
infeksi obati secara adekuat. Bila tidak, pasien boleh rawat jalan.
b. Prolonged laten phase (fase laten yang memanjang)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Bila his
berhenti disebut persalinan palsu atau belum inpartu. Bilamana kontraksi
makin teratur dan pembukaan bertambah sampaim 3 cm, dan disebut
fase laten. Dan apabila ibu berada dalam faselaten lebih dari 8 jam dan
tak ada kemajuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan
pemeriksaan serviks. :
1) Bila didapat perubahan dalam penipisan dan p[embukaan serviks,
lakukan drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau
NaCl) mulai dengan 8 tetes permenit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes
sampai his adekuat (maksimal 40 tetes/menit) atau berikan preprat
prostaglandin, lakukan penilaian ulang setiap 4jam. Bila ibu tidak
masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin, lakukan
secsio sesarea.
2) Bila tidak ada perubahan dalam penapisan dan pembukaan serviks
serta tak didapat tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya
kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.
3) Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan
oksitosin 5U dan 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes
permenit, setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai adekuat (maksimal
40 tetes/menit) atau berikan preprat prostaglandin, serta obati infeksi
dengan ampisilin 2 gr IV sebagai dosis awal dan 1 gr IV setiap 6 jam
dan gentamicin 2x80 mg.
c. Prolonged active phase (fase aktif memanjang)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (chepalo Pelvic
Disporportion) atau adanya obstruksi :
1) Berikan berikan penanganan umum yang kemungkinan akan
memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan
2) Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. Bila kecepatan pembukaan
serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm/jam, lakukan penilaian
kontraksi uterusnya.
d. Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lamanya lebih
dari 40 detik) pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi,
malposisi atau malpresentasi.
e. Chefalo Pelvic Disporpotion (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam
persalinan terjadi CPD akan kita dapatkan persalinan yang macet. Cara
penilaian pelvis yang baik adalah dengan melakukan partus
percobaan (trial of labor) kegunaan pelvimetri klinis terbatas.
1) Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan SC
2) Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila tidak
mungkin lakukan SC)
f. Obstruksi (Partus Macet)
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi :
1) Bayi hidup lahirkan dengan SC
2) Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.
g. Malposisi/Malpresentasi
Bila tejadi malposi atu malpresentasi pada janin secara umum :
1) Lakukan evaluasi cepat kondisi ibu (TTV)
2) Lakukan evaluasi kondisi janin DJJ, bila air ketuban pecah lihat
warna air ketuban :
a) Bila didapatkan mekoneum awasi yang ketat atau intervensi
b) Tidakada cairan ketuban pada saat ketuban pecah menandakan
adanya pengurangan jumlah air ketuban yang ada hubungannya
dengan gawat janin.
3) Pemberian bantuan secara umum pada ibu inpartu akan
memperbaiki kontraksi atau kemajuan persalinan
4) Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
5) Bila terjadi partus lama lakukan penatalaksanaan secar spesifik
sesuai dengan keadaan malposisi atau malpresentasi yang
didapatkan. (Saifudin AB, 2007 dalam Mariati, Sumiati, & Eliana,
2015)
h. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri)
Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disporporsi atau obstruksi
bias disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi
yang tidak adekuat
i. Kala II memanjang (prolonged explosive phase)
Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi
jumlah oksigen ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan
mengedan secara spontan, mengedan dan menahan nafas yang etrlalu
lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJbradikardi yang lama mungkin
terjadi akibat lilitan tali pusat. Dalam hal ini lakukan ekstraksi vakum /
forcep bila syarat memenuhi (Bobak, 2005).
Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan
oksitosin drip. Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1
jam, lahirkan dengan bantuan ekstraksi vacuum / forcep bila persyaratan
terpanuhi. Lahirkan dengan secsio sesarea.
7. Patofisiologi
Adanya kelainan / hambatan pada proses persalinan, yang di sebabkan
oleh partus lama/partus tidak maju dan hambatan-hammbatan lainya. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi (Mariati,
Sumiati, & Eliana, 2015).
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
4.pathway

fase laten/aktif Kontraksi Uterus Chefalo Pelvic obstruksi mall persentasi


memanjang Tidak Adekuat Disporpotion janin
(CPD)
partus lama / tidak maju

Sectio Caesarea (SC) Kurang Informasi Ansietas

Insisi dinding Tindakan anastesi


Luka post op. SC
abdomen

Terputusnya
inkonuitas jaringan,
Risiko Infeksi Imobilisasi
pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar
daerah insisi

Merangsang Intoleransi
pengeluaran histamin
Aktivitas
dan prostaglandin

Defisit
Nyeri Akut Perawatan Diri

27. Pemeriksaan Penunjang


a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
28. Penatalaksanaan Medis Post SC
Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan (Bobak,
2005).
Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh (Ainie, 2012).
Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita (Mariati, Sumiati, &
Eliana, 2015).
Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
BAB II
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
Riwayat kehamilan yang meliputi pemeriksaan/kunjungan selama
kehamilan akan memberikan gambaran pengethuan ibu terkait
kehamilanya serta memngetahui perkembangan kesehatan ibu hamil
dan janin yang di kandung.
d. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
Kelainan kehamilan masa lalu, jumlah paritas serta proses persalinan
yang di alami sebelumnya merupakan salah satu faktor yang
menentukan proses persalinan yang di jalani selanjtunya.
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi
spinal epidural.

e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan
dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan.
2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3) Tes golongan darah
Di lakukan untuk persiapan transfusi jika jika terdapat indikasi
syok hipvolemik yang.
4) Lama perdarahan, waktu pembekuan darah
5) Urinalisis / kultur urine
6) Pemeriksaan elektrolit
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum pasien : compos mentis, samnolen, semi coma,
coma
2) Tanda-tanda vital
3) fokus pemeriksaan fisik
a) Kulit :
(1) pucat, crt >2 detik mengindikasikan pasien mengalami Hb
rendah akibat perdarahan hebat.
(2) kulit kotor bekas perdarahan dan bau amis menyengat.
(3) adanya gejala inflamasi
b) abdomen
(1) terdapat bekas luka tindakan infasif oprasi secio caesarae
(2) nyeri tekan simfisis fubis akibat trauma kandung kemih
(3) adanya gejala inflamasi pada area luka oprasi
c) genetalia : adanya gejala-gejala infeksi akibat dari pemasangan
kateter
2. Analisa Data (PPNI, 2016)
Symtomp Etiologi Problem
Ds: partus lama / tidak maju Nyeri akut berhubungan
Pasien mengeluh nyeri
dengan pelepasan
pada area bekas lokasi Sectio Caesarea (SC) mediator nyeri (histamin,
operasi
prostaglandin) akibat
Do:
1. Pasien Tampak meringis Insisi dinding abdomen trauma jaringan dalam
2. Bersikap protektif
pembedahan (section
/waspada posisi Terputusnya inkonuitas caesarea)
menghindari nyeri jaringan, pembuluh darah,
3. Pasien tampak gelisah dan saraf - saraf di sekitar
4. Frekwensi nadi daerah insisi
meningkat
Merangsang pengeluaran
5. Sulit tidur histamin dan prostaglandin
6. Tekanan darah
meningkat Nyeri Akut
7. Pola nafas berubah
8. Nafsu makan berkurang
9. Menarik diri
10. Berfokus pada diri
sendiri
Do: partus lama / tidak maju Risiko tinggi infeksi
1. Adanya bekas luka
berhubungan dengan
Sectio Caesarea (SC)
tindakan invasif operasi
trauma jaringan / luka
caesarea Luka post op. SC
kering bekas operasi
2. Kerusakan integritas
Risiko Infeksi
kulit akibat prosedur
invansif
Ds: partus lama / tidak maju Ansietas berhubungan
1. Merasa khawatir
dengan kurangnya
dengan akibat dari Sectio Caesarea (SC)
informasi tentang
kondisi yang di hadapi
prosedur pembedahan,
2. Sulit berkosentrasi
Kurang Informasi
3. Mengeluh pusing penyembuhan dan
4. Anoreksia
perawatan post operasi
5. Merasa tidak berdaya
Ansietas
Do:
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
4. Frekwensi nafas
meningkat
5. Frekwensi nadi
meningkat
6. Tekanan darah
meningkat
7. Muka tampak pucat
8. Suara bergetar
9. Sering berkemih
Ds: partus lama / tidak maju Defisit perawatan diri b/d
Pasien mengatakan tidak
kelemahan fisik akibat
mampu untuk melakukan Sectio Caesarea (SC)
tindakan anestesi dan
perawatan diri
pembedahan
Do:
Tindakan anastesi
1. Pasien tidak mampu
mandi, mengenakan Imobilisasi
pakaian sendiri, makan
Defisit Perawatan Diri
sendiri, ke toilet dan
melakukan hias diri
2. Kurangnya minat untuk
melakukan perawatan
diri
Ds: partus lama / tidak maju Intoleransi aktivitas b/d
1. Pasien mengeluh lelah
tindakan anestesi
2. Merasa tidak nyaman
Sectio Caesarea (SC)
setelah beraktifitas
3. Merasa lemah
Do: Tindakan anastesi
1. Frekwensi jantung
meningkat/ takikardi.
Imobilisasi
2. Pasien tampak sianosis

Intoleransi aktifitas

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi

4. Intervensi Keperawatan (NANDA, 2015)


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Lakukan pengkajianMempengaruhi pilihan /
berhubungan keperawatan selama … x secara komprehensif pengawasan
dengan 24 jam diharapkan nyeri tentang nyeri keefektifan intervensi.
pelepasan klien berkurang / meliputi lokasi,
mediator nyeri terkontrol dengan kriteria karakteristik, durasi,
(histamin, hasil : frekuensi, kualitas,
prostaglandin) 1. Klien melaporkan intensitas nyeri dan
akibat trauma nyeri berkurang / faktor presipitasi.
jaringan dalam terkontrol
pembedahan 2. Wajah tidak tampak Observasi responTingkat ansietas dapat
(section meringis nonverbal dari mempengaruhi
caesarea) 3. Klien tampak rileks, ketidaknyamanan persepsi / reaksi
dapat berisitirahat, (misalnya wajah terhadap nyeri.
dan beraktivitas meringis) terutama
sesuai kemampuan ketidakmampuan
untuk
berkomunikasi
secara efektif.
Kaji efek pengalamanMengetahui sejauh mana
nyeri terhadap pengaruh nyeri
kualitas hidup (ex: terhadap kualitas hidup
beraktivitas, tidur, pasien.
istirahat, rileks,
kognisi, perasaan,
dan hubungan
sosial)
Ajarkan menggunakan
teknik nonanalgetikMemfokuskan kembali
(relaksasi progresif, perhatian,
latihan napas dalam, meningkatkan kontrol
imajinasi, sentuhan dan meningkatkan
terapeutik.) harga diri dan
Kontrol faktor - faktor kemampuan koping
lingkungan yang
yang dapatMemberikan ketenangan
mempengaruhi kepada pasien sehingga
respon pasien nyeri tidak bertambah
terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
Kolaborasi untuk
penggunaan kontrolAnalgetik dapat
analgetik, jika perlu. mengurangi pengikatan
mediator kimiawi nyeri
pada reseptor nyeri
sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri
Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan Tinjau ulang kondisi Kondisi dasar seperti
terhadap infeksi keperawatan selama … x dasar / faktor risiko diabetes / hemoragi
berhubungan 24 jam diharapkan klien yang ada menimbulkan
dengan trauma tidak mengalami infeksi sebelumnya. Catat potensial risiko
jaringan / luka dengan kriteria hasil : waktu pecah infeksi /
bekas operasi 1. Tidak terjadi tanda - ketuban. penyembuhan luka
(SC) tanda infeksi (kalor, yang buruk. Pecah
rubor, dolor, tumor, ketuban yang terjadi
fungsio laesea) 24 jam sebelum
2. Suhu dan nadi dalam pembedahan dapat
batas normal ( suhu = menimbulkan
36,5 -37,50 C, koriamnionitis
frekuensi nadi = 60 - sebelum intervensi
100x/ menit) bedah dan dapat
3. WBC dalam batas mempengaruhi proses
normal (4,10-10,9 penyembuhan luka
10^3 / uL) Kaji adanya tanda Mengetahui secara dini
infeksi (kalor, rubor, terjadinya infeksi
dolor, tumor, sehingga dapat
fungsio laesa) dilakukan pemilihan
intervensi secara tepat
dan cepat
Lakukan perawatan Meminimalisir adanya
luka dengan teknik kontaminasi pada luka
aseptik yang dapat
menimbulkan infeksi

Inspeksi balutan Balutan steril menutupi


abdominal terhadap luka dan melindungi
eksudat / rembesan. luka dari cedera /
Lepaskan balutan kontaminasi.
sesuai indikasi Rembesan dapat
menandakan
terjadinya hematoma
yang memerlukan
intervensi lanjut

Anjurkan klien dan Cuci tangan menurunkan


keluarga untuk resiko terjadinya
mencuci tangan infeksi nosokomial
sebelum / sesudah
menyentuh luka
Peningkatan suhu, nadi,
Pantau peningkatan dan WBC merupakan
suhu, nadi, dan salah satu data
pemeriksaan penunjang yang dapat
laboratorium jumlah mengidentifikasi
WBC / sel darah adanya bakteri di
putih dalam darah. Proses
tubuh untuk melawan
bakteri akan
meningkatkan
produksi panas dan
frekuensi nadi. Sel
darah putih akan
meningkat sebagai
kompensasi untuk
melawan bakteri yang
menginvasi tubuh.
Risiko infeksi pasca
melahirkan dan proses
Kolaborasi untuk penyembuhan akan
pemeriksaan Hb dan buruk bila kadar Hb
Ht. Catat perkiraan rendah dan terjadi
kehilangan darah kehilangan darah
selama prosedur berlebihan.
pembedahan Mempertahankan
keseimbangan nutrisi
untuk mendukung
Anjurkan intake nutrisi perpusi jaringan dan
yang cukup memberikan nutrisi
yang perlu untuk
regenerasi selular dan
penyembuhan
jaringan
Antibiotik dapat
menghambat proses
Kolaborasi infeksi
penggunaan
antibiotik sesuai
indikasi
Ansietas Setelah diberikan asuhan Kaji respon Keberadaan sistem
berhubungan keperawatan selama … x psikologis pendukung klien
dengan 6 jam diharapkan terhadap kejadian (misalnya pasangan)
kurangnya ansietas klien berkurang dan ketersediaan dapat memberikan
informasi dengan kriteria hasil : sistem pendukung dukungan secara
tentang 1. Klien terlihat lebih psikologis dan
prosedur tenang dan tidak membantu klien
pembedahan, gelisah dalam
penyembuhan, 2. Klien mengungkapkan
dan perawatan mengungkapkan masalahnya
post operasi bahwa ansietasnya Tetap bersama klien, Keberadaan perawat
berkurang bersikap tenang dapat memberikan
dan menunjukkan dukungan dan
rasa empati perhatian pada klien
sehingga klien merasa
nyaman dan
mengurangi ansietas
Observasi respon yang dirasakannya
nonverbal klien Ansietas seringkali tidak
(misalnya: dilaporkan secara
gelisah) berkaitan verbal namun tampak
dengan ansietas pada pola perilaku
yang dirasakan klien secara nonverbal
Dukung dan arahkan Mendukung mekanisme
kembali koping dasar,
mekanisme meningkatkan rasa
koping percaya diri klien
sehingga menurunkan
ansietas
Berikan informasi Kurangnya informasi
yang benar dan misinterpretasi
mengenai klien terhadap
prosedur informasi yang
pembedahan, dimiliki sebelumnya
penyembuhan, dapat mempengaruhi
dan perawatan ansietas yang
post operasi dirasakan
Diskusikan Klien dapat mengalami
pengalaman / penyimpangan
harapan kelahiran memori dari
anak pada masa melahirkan. Masa lalu
lalu / persepsi yang tidak
realistis dan
abnormalitas
mengenai proses
persalinan SC akan
meningkatkan
ansietas.
Identifikasi keefektifan
Evaluasi perubahan intervensi yang telah
ansietas yang diberikan
dialami klien
secara verbal
Defisit Setelah dilakukan 1. meningkatkan
Monitor
kemandirian pasien
perawatan diri tindakan keperawatan kemempuan klien
selama1 x 24 Jam, defisit dalam perawatan
untuk perawatan
b/d kelemahan
perawatan diri tidak diri yang mandiri.
fisik akibat terjadi dengan kriteria Monitor 2. memfasislitasi
tindakan hasil: kebutuhan klien pasien dalam
untuk alat-alat melakukan
anestesi dan 1. Klien terbebas dari bantu untuk perawatan diri
pembedahan bau badan. kebersihan diri,
berpakaian,
2. Menyatakan berhias, toileting
kenyamanan terhadap dan makan.
kemampuan untuk Sediakan bantuan 3. mencegah
melakukan ADLs. sampai klien terjadinya resiko
mampu secara cedra pasien
3. Dapat melakukan utuh untuk karena kondisi
ADLS dengan melakukan self- yang masih lemah
bantuan care.
Dorong untuk 4. meningkatkan
melakukan secara kemadirian pasien
mandiri, tapi beri dan mencegah
bantuan ketika terjadinya cedera
klien tidak pada pasien.
mampu
melakukannya.
5. meningkatkan
Ajarkan klien/ kemandirian pasien
keluarga untuk dan keluarga
mendorong pasien untuk selalu
kemandirian, koperatif dalam
untuk proses keperawatan
memberikan
bantuan hanya
jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya. 6. mencegah
Berikan aktivitas terjadinya cedera
rutin sehari- hari akibat intoleran
sesuai aktifitas karena
kemampuan, faktor usia
pertimbangkan
usia klien
Intoleransi 1. Mengetahui tingkat
Setelah dilakukan 1. Obserasi adanya kemampuan klien
aktivitas b/d tindakan keterbatasan klien
keperawatan dalam melakukan
tindakan dalam melakukan aktifitas
selama......x 24jam pasien
aktivitas
anestesi bertoleransi terhadap
aktivitas dengan kriteria 2. Kaji adanya
2. untuk mengetahui
hasil faktor yang faktor apa saja
menyebabkan pencetus kelelahan
1. Berpartisipasi dalam
kelelahan pasien sehingga
aktivitas fisik tanpa perlu untuk di
disertai peningkatan hindari
tekanan darah, nadi 3. Monitor nutrisi 3. nutrisi yang
dan RR adekuat dapat
dan sumber enrgi mengembalikan
2. Mampu melakukan yang adekuat energi pasien
aktivitas sehari - hari 4. Monitor pasien 4. memantau keadaan
(adls) secara mandiri pasien saat ini
akan adanya
3. Keseimbangan kelelahan fisik
aktivitas dan istirahat dan emosi secara
berlebihan
5. Monitor respon 5. respon
kardiovaskuler kardiovaskulir
menggambarkan
terhadap aktivitas
adanya perubahan
(takikardi, keadaan fisiologis
disritmia, sesak tubuh pasien
nafas, diaporesis,
pucat, perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola
6. tidur merupakan
tidur dan lamanya kebutuhan dasar
tidur/ istirahat manusia untuk
pasien meningkatkan
kinerja tubuh
7. Kolaborasi secara fisiologis.
dengan tenaga 7. menunjang
rehabilitasi medik kesehatan klien
secara
dalam
komferhensif dan
merencanakan efektif.
program terapi
yang tepat.
8. Bantu klien untuk 8. memilih aktifitas
mengidentifikasi yang mampu di
aktivitas yang lakukan dan sesuai
dengan keadaan
mampu
fisiologis tubuh
dilakukan, pasien,
kemampuan fisik,
psikologi dan
sosial
9. Bantu untuk 9. memfasilitasi
mendapatkan alat pasien untuk
bantu aktivitas mencegah
seperti kursi roda, terjadinya resiko
cedera pada pasien
krek
10. Bantu klien untuk
membuat jadwal 10. meningkatkan
konsistensi pasien
latihan waktu untuk terus berlatih
luang
11. Bantu pasien/
11. mengetahui
keluarga untuk kekurangan untuk
mengidentifikasi meningkatkan
kekurangan keinginan untuk
dalam terus latihan.
beraktivitas
12. Bantu pasien
untuk 12. meninkatkan
motivasi pasien
untuk terus latihan.
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan

5. Implementasi (Penatalaksanaan)
Iplementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, sebagai
tempat untuk menuangkan rencana asuhan ke dalam tindakan. Setelah
rencana di kembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien,
perawat melakukan intervensi keperawatan yang spesifik, yang mencakup
tindakan perawat dan tindakan dokter.(Bulechek & McCloskey, 1995)
6. Evaluasi tindakan keperawatan
Dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu aktivitas yang
direncanakan, terus menerus, aktifitas yang disengaja dimana klien, keluarga
dan perawat serta tenaga kesehatan professional lainnya ikut serta dalam
menentukan(Potter & perry 2005).:
a. Kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai
b. Kefektifan dari rencana asuhan keperawatan
( Wilkinson, 2007).
Pada dasarnya tindakan evaluatif adalah sama dengan tindakan
pengkajian, tetapi di lakukan pada saat perawatan, dimana di sini juga akan
di susun keputusan tentang status klien dan kemajuan klien( poter & perry,
2005). Maksud dari pengkajian adalah untuk mengidentifikasi apa yang
harus di lakukan jika terdapat suatu masalah. Sedangkan maksud dari
evaluasi adalah menentukan apakah masalah yang di ketahuai telah teratasi,
memburuk atau sebaliknya telah mengalami perubahan ( poter & perry,
2005). Evaluasi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu :
a. Evaluasi ahir (sumatif)
Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan kondisi dengan menilai
apakah hasil yang di harapkan telah tercapai. Perawat menggunakan
pendokumentasian dari pengkajian dan kriteria hasil yang di harapkan
sebagai dasar untuk menulis evaluasi sumatif.Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.Format
yang dipakai adalah format SOAP. (Setiadi, 2008).

b. Evaluasi berjalan (formatif)


Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisis perawat
terhadap respons klien segera setelah tindakan atau bisa juga di sebut
sebagai evaluasi berjalan. Biasanya di gunakan dalam catatan
keperawatan, atau respon hasil ketika melaksanakan iplementasi
(deswani, 2009 dalam Mariati, Sumiati, & Eliana, 2015).
7. Dokumentasi dalam keperawatan
Dokumentasi merupakan segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat di andalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang
berwenang(potter & perry 2005). Dokumentasi dalam keperawatan sangatlah
penting sebagai sumber data dalam melakukan hal-hal sebagai berikut
(potter & perry 2005 dalam Ainie, 2012).
a. Sebagi Media komunikasi
b. Konsep dalam pengkajian ulang pasien
c. Sumber data riset penelitian
d. Audit pemantauan perkembangan pasien
e. Dokumentasi legal
Dokumentasi keperawatan harus mengikuti standar yang di tetapkan
JACHO untuk mempertahankan akriditasi institusional (JACHO 1995).
Berikut bentuk-bentuk model dokumentasi yang sesuai standar:
a. SOR (Source orientend record) merupakan model dokumentasi yang
berorientasi pada sumber informasi.
Komponen-komponen dalam SOR
1) Lembar penerimaan biodata.
2) Lembar intruksi dokter.
3) Lembar riwayat medis atau penyakit.
4) Catatan perawat.
5) Catatan dan laporan khusus
b. Dokumentasi dalam keperawatan POR ( Problem Oriented Record )
merupakan suatu model pendokumentasian yang memusatkan data
tentang klien dan di dokumentasikan atau disusun menurut masalah
klien. Komponen utama POR antara lain :
1) Data Base (basis data)
2) Problem List (Daftar Masalah)
3) Initial Plans (Rencana Awal)
4) Progress Note (Catatan Perkembangan)
c. Progress notes merupakan salah satu cara pendokumentasian tindakan
keperawatan dalam keperawatan model dokumentasi ini biasanya di
gunakan pada pasien rujukan. Pada metode ini, pendokumentasian di
bagi tiga komponen:
1) catatan perawat,
2) flowsheet (lembar alur)
3) discharge notes (catatan pemulangan dan ringkasan rujukan)
DAFTAR PUSTAKA

Ainie, D. R. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. N DENGAN POST OP


SECTIO CAESARIA DENGAN INDIKASI KALA II LAMA DI RUANG
DAHLIA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI. SURAKARTA.

Bobak. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Mariati, Sumiati, S., & Eliana. (2015). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan
Mobilisasi Dini dengan lama hari rawat pada pasien post oprasi secgtio
caesaria. Bengkulu.

NANDA. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA


NIC NOC. Jogjakarta: Medi Action.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


untuk

Pendidikan Bidan. Cetakan I.jakarta:EGC

Mochtar, 1990. Obstetri Fisiologi (kin Obstetri Patologi, Jilid I, Edisi 2, EGC,
Jakarta.

Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial, EGC, Jakarta.

Sarwono P. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Jakarta:

Anda mungkin juga menyukai