Partus
Partus
A. Sectio caesarea
1. Pengertian
Istilah Sectio Caesarea berasal dari perkataan latin caedera yang
artinya memotong. Pengertian ini sering dijumpai dalam roman law (lex
regia) dan emporer’s law (lex Caesare) yaitu undang-undang yang
menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal
harus keluarkan dari dalam rahim (Mochtar, 1998 dalam Ainie, 2012).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
(Muchtar, 1998 dalam Ainie, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dindina rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Prawirohadjo, 2002 dalam Bobak, 2005).
2. Etiologi
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
Holmel mengambil batas terendah untuk melahirkan vas naturalis
ialah CV= 8 cm panggul dengan CV= 8 cm dapat dipastikan tidak
dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seiso
sesaria. CV antara 8-10 cm dicoba dengan partus percobaan baru
setelah gagal dilakukan seksio sesaria sekunder.
c. Disporporsi sefalo pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala
d. Ruptur uteri mengancam
e. Partus lama
f. Partus macet
g. Distosia serviks
h. pernah seksio sesaria
i. Malpresentasi jenin :
1) Letak lintang
2) Letak bokong
3) Presentasi dahi dan muka
4) Presentasi rangkap
5) Gemeli
3. Jenis-Jenis Sectio Caesarea
a. Sectio Caesarea Transperitoneal
b. Sectio Caesarea Klasik atau Korporal
Yaitu dengan melakukan sayatan vertical sehingga memungkinkan
ruangan yang lebih baik untuk jalan keluar bayi.
c. Sectio Caesarea Ismika atau Profunda
Yaitu dengan melakukan sayatan/insisi melintang dari kiri kekanan
pada segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.
d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal. (Mochtar,1998 dalam Ainie, 2012)
4. Indikasi
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal), indikasi Sectio Caesarea adalah :
a. Indikasi ibu
1) Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD
2) Disfungsi Uterus
3) Distosia Jaringan Lunak
4) Plasenta Previa.
b. Indikasi Anak
1) Janin besar
2) Gawat janin
3) LetakLintang.
Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987
Buku Obstetri Operatif adalah :
a. Sectio sesarea ke III
b. Tumor yang menghalangi jalan lahir
c. Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico
d. Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam
gagal.
5. Komplikasi
a. Pada Ibu
1) Infeksi Puerperalis/nifas bias terjadi dari infeksi ringan yaitu
kenaikan suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenaikan suhu lebih
tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat yaitu
dengan peritonitis dan ileus paralitik.
2) Perdarahan akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang
terputus dan terluka pada saat operasi
3) Trauma kandung kemih akbat kandung kemih yang terpotong saat
melakukan sectio caesarea
4) Resiko rupture uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah
mengalami pembedahan pada didind rahim insisi yang dibuat
menciptakan garis kelemahan yang sangat berisiko untuk rupture
pada persalinan berikutnya.
b. Pada Bayi
1) Hipoksia
2) Depresi pernafasan
3) Sindrom gawat pernafasan
4) Truma persalinan
6. Nasehat Pada Post Operasi SC
a. Dianjurkan jangan hamil selama itu, dengan memakai kontrasepsi.
b. Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
c. Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit yang besar.
d. Apakah persalinan berikutnya harus dengan seksio sesarea tergantung
pada indikasi seksio sesarea dan keadaan kehamilan berikutnya.
7. Penatalaksaan
Penatalaksaan medis post-op Sectio Caesarea secara singkat :
a. Awasi TTV sampai pasien sadar
b. Pemberian cairan dan diit
c. Atasi nyeri yang ada
d. Mobilisasi secara dini dan bertahap
e. Kateterisasi
f. Jaga kebersihan luka operasi dan Perawatan luka insisi
g. Berikan obat antibiotic dan analgetik (Muchtar R, 1998).
h. Tempat perawatan pasca bedah
B. PARTUS LAMA
1. Pengertian
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan
garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin AB., 2002 dalam Ainie, 2012 ).
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24jam pada
primigravida, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva. (Mochtar, 1998) Saat
ini, distosia atau partus tak maju adalah indikasi paling sering untuk SC. Dan tidak
majunya persalinan merupakan alasan bagi 68% SC nonelektif pada presentasi
kepala (Cunningham, 2006 dalam Ainie, 2012).
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam, yang
dimulai dari tanda-tanda persalinan. Partus tak maju adalah ketiadaan kemajuan
dalam dilatasi serviks, atau penurunan dari bagian yang masuk selama persalinan
aktif (Kapoh, 2005). Partus tak maju merupakan fase dari suatu partus yang macet
dan berlangsung terlalu lama sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi,
infeksi, kelelahan, serta, asfiksia dan kematian dalam kandungan (Purwaningsih &
Fatmawati, 2010 dalam Ainie, 2012).
Jadi dapat disimpulkan bahwa SC dengan indikasi partus tak maju adalah suatu
persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut
dan dinding rahim karena ketiadaan kemajuan dalam dilatasi serviks, atau
penurunan dari bagian yang masuk selama persalinan aktif
2. Factor Penyebab
Menurut Saifudin AB, (2007) Pada prinsipnya persalinan lama dapat
disebabkan oleh :
a. His tidak efisien (in adekuat)
b. Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi
bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala
janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin
yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan
menyebabkan partus lama atau partus macet. (Saifudin AB, 2007 : h 191)
c. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
d. Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu
besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara
penilaian serviks yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan
(trial of labor). Kegunaan pelvimetre klinis terbatas. (Saifudin AB, 2007
dalam Ainie, 2012)
3. Faktor lain (Predisposisi)
a. Paritas dan Interval kelahiran (Fraser MD, 2009)
b. Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan. (Sujiyatini, 2009 dalam Ainie, 2012).
Pada ketuban pecah dini bisa menyebabkan persalinan berlangsung
lebih lama dari keadaan normal, dan dapat menyebabkan infeksi. Infeksi
adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di
dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin. (Wiknjosastro, 2007 dalam Mariati, Sumiati, & Eliana, 2015)
KPD pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh
periode laten yang lebih panjang. Pada kehamilan aterm periode laten 24
jam pada 90% pasien. ( Scott RJ, 2002 dalam Ainie, 2012)
4. Gejala klinik partus lama
Menurut chapman (2006 ), penyebab partus lama adalah :
a. Pada ibu :
1) Gelisah
2) Letih
3) Suhu badan meningkat
4) Berkeringat
5) Nadi cepat
6) Pernafasan cepat
7) Meteorismus
8) Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema
serviks, cairan ketuban berbau terdapat mekoneum
b. Janin :
1) Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative
2) Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
3) Caput succedenium yang besar
4) Moulage kepala yang hebat
5) Kematian janin dalam kandungan
6) Kematian janin intrapartal
5. Diagnosis kelainan partus lama
Tabel 2.2 diagnosis Kelainan Partus Lama
Tanda dan gejala klinis Diagnosis
Pembukaan serviks tidak membuka Belum inpartu, fase labor
(kurang dari 3 cm) tidak didapatkan
kontraksi uterus
Terputusnya
inkonuitas jaringan,
Risiko Infeksi Imobilisasi
pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar
daerah insisi
Merangsang Intoleransi
pengeluaran histamin
Aktivitas
dan prostaglandin
Defisit
Nyeri Akut Perawatan Diri
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan
dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan.
2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3) Tes golongan darah
Di lakukan untuk persiapan transfusi jika jika terdapat indikasi
syok hipvolemik yang.
4) Lama perdarahan, waktu pembekuan darah
5) Urinalisis / kultur urine
6) Pemeriksaan elektrolit
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum pasien : compos mentis, samnolen, semi coma,
coma
2) Tanda-tanda vital
3) fokus pemeriksaan fisik
a) Kulit :
(1) pucat, crt >2 detik mengindikasikan pasien mengalami Hb
rendah akibat perdarahan hebat.
(2) kulit kotor bekas perdarahan dan bau amis menyengat.
(3) adanya gejala inflamasi
b) abdomen
(1) terdapat bekas luka tindakan infasif oprasi secio caesarae
(2) nyeri tekan simfisis fubis akibat trauma kandung kemih
(3) adanya gejala inflamasi pada area luka oprasi
c) genetalia : adanya gejala-gejala infeksi akibat dari pemasangan
kateter
2. Analisa Data (PPNI, 2016)
Symtomp Etiologi Problem
Ds: partus lama / tidak maju Nyeri akut berhubungan
Pasien mengeluh nyeri
dengan pelepasan
pada area bekas lokasi Sectio Caesarea (SC) mediator nyeri (histamin,
operasi
prostaglandin) akibat
Do:
1. Pasien Tampak meringis Insisi dinding abdomen trauma jaringan dalam
2. Bersikap protektif
pembedahan (section
/waspada posisi Terputusnya inkonuitas caesarea)
menghindari nyeri jaringan, pembuluh darah,
3. Pasien tampak gelisah dan saraf - saraf di sekitar
4. Frekwensi nadi daerah insisi
meningkat
Merangsang pengeluaran
5. Sulit tidur histamin dan prostaglandin
6. Tekanan darah
meningkat Nyeri Akut
7. Pola nafas berubah
8. Nafsu makan berkurang
9. Menarik diri
10. Berfokus pada diri
sendiri
Do: partus lama / tidak maju Risiko tinggi infeksi
1. Adanya bekas luka
berhubungan dengan
Sectio Caesarea (SC)
tindakan invasif operasi
trauma jaringan / luka
caesarea Luka post op. SC
kering bekas operasi
2. Kerusakan integritas
Risiko Infeksi
kulit akibat prosedur
invansif
Ds: partus lama / tidak maju Ansietas berhubungan
1. Merasa khawatir
dengan kurangnya
dengan akibat dari Sectio Caesarea (SC)
informasi tentang
kondisi yang di hadapi
prosedur pembedahan,
2. Sulit berkosentrasi
Kurang Informasi
3. Mengeluh pusing penyembuhan dan
4. Anoreksia
perawatan post operasi
5. Merasa tidak berdaya
Ansietas
Do:
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
4. Frekwensi nafas
meningkat
5. Frekwensi nadi
meningkat
6. Tekanan darah
meningkat
7. Muka tampak pucat
8. Suara bergetar
9. Sering berkemih
Ds: partus lama / tidak maju Defisit perawatan diri b/d
Pasien mengatakan tidak
kelemahan fisik akibat
mampu untuk melakukan Sectio Caesarea (SC)
tindakan anestesi dan
perawatan diri
pembedahan
Do:
Tindakan anastesi
1. Pasien tidak mampu
mandi, mengenakan Imobilisasi
pakaian sendiri, makan
Defisit Perawatan Diri
sendiri, ke toilet dan
melakukan hias diri
2. Kurangnya minat untuk
melakukan perawatan
diri
Ds: partus lama / tidak maju Intoleransi aktivitas b/d
1. Pasien mengeluh lelah
tindakan anestesi
2. Merasa tidak nyaman
Sectio Caesarea (SC)
setelah beraktifitas
3. Merasa lemah
Do: Tindakan anastesi
1. Frekwensi jantung
meningkat/ takikardi.
Imobilisasi
2. Pasien tampak sianosis
Intoleransi aktifitas
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
5. Implementasi (Penatalaksanaan)
Iplementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, sebagai
tempat untuk menuangkan rencana asuhan ke dalam tindakan. Setelah
rencana di kembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien,
perawat melakukan intervensi keperawatan yang spesifik, yang mencakup
tindakan perawat dan tindakan dokter.(Bulechek & McCloskey, 1995)
6. Evaluasi tindakan keperawatan
Dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu aktivitas yang
direncanakan, terus menerus, aktifitas yang disengaja dimana klien, keluarga
dan perawat serta tenaga kesehatan professional lainnya ikut serta dalam
menentukan(Potter & perry 2005).:
a. Kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai
b. Kefektifan dari rencana asuhan keperawatan
( Wilkinson, 2007).
Pada dasarnya tindakan evaluatif adalah sama dengan tindakan
pengkajian, tetapi di lakukan pada saat perawatan, dimana di sini juga akan
di susun keputusan tentang status klien dan kemajuan klien( poter & perry,
2005). Maksud dari pengkajian adalah untuk mengidentifikasi apa yang
harus di lakukan jika terdapat suatu masalah. Sedangkan maksud dari
evaluasi adalah menentukan apakah masalah yang di ketahuai telah teratasi,
memburuk atau sebaliknya telah mengalami perubahan ( poter & perry,
2005). Evaluasi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu :
a. Evaluasi ahir (sumatif)
Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan kondisi dengan menilai
apakah hasil yang di harapkan telah tercapai. Perawat menggunakan
pendokumentasian dari pengkajian dan kriteria hasil yang di harapkan
sebagai dasar untuk menulis evaluasi sumatif.Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.Format
yang dipakai adalah format SOAP. (Setiadi, 2008).
Mariati, Sumiati, S., & Eliana. (2015). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan
Mobilisasi Dini dengan lama hari rawat pada pasien post oprasi secgtio
caesaria. Bengkulu.
Mochtar, 1990. Obstetri Fisiologi (kin Obstetri Patologi, Jilid I, Edisi 2, EGC,
Jakarta.
Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial, EGC, Jakarta.