Anda di halaman 1dari 13

PERAN GENDER DALAM PERUBAHAN


IKLIM DI KAWASAN PESISIR DESA
MOJO, KABUPATEN PEMALANG

MKP PERENCANAAN PESISIR DAN PULAU-


PULAU KECIL
ROBBY MUTTAQIN – 165060601111028

Gambaran Umum Kawasan Pesisir di Desa Mojo


A. Kondisi Fisik
Desa Mojo merupakan kawasan pesisir dari Pantai Utara Laut Jawa. Dilihat secara
administratif, kawasan pesisir tersebut terletak di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami,
Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah seperti pada Gambar 1. Desa Mojo memiliki batas
administrasi di sebelah timur berbatas dengan Desa Limbangan, di sebelah barat
berbatasan dengan Desa Pesantren, di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan
di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Comal dan dilalui oleh DAS Comal
dengan muara sungai yang potensial untuk dikembangkan hutan mangrovenya. Desa
Mojo juga memiliki panjang pantai 5,9 Km dan luas desa sebesar ±553 Ha yang
merupakan dataran rendah dengan ketinggian 25 m DPL/DPS dengan kemiringan lereng
<2%. Luas penggunaan lahan di Desa Mojo dikelompokkan menjadi permukiman,
pertanian/sawah, lading/tegal, hutan, perkantoran, sekolah, jalan dan lapangan.
(Demografi Desa Mojo, 2019). Desa Mojo merupakan daerah tropis dengan suhu
perairan berkisar 24-30°C, curah hujan sebesar 1.943 mm/tahun (Renta, dkk, 2016).
Pantai Utara Jawa di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang merupakan
salah satunya lokasi dari adanya fenomena perubahan iklim kawasan pesisir.
Gambar 1. Peta Administrasi Desa Mojo
B. Kondisi Masyarakat
Desa Mojo terbagi menjadi empat dusun, yaitu Mojo, Sigedang, Karangsambung
dan Perumnas dengan 8 RW dan 50 RT. Jumlah penduduk tahun 2017 tercatat 8.367 jiwa
terdiri dari 4.309 laki-laki dan 4.058 perempuan dengan 2.676 kepala kelurarga serta
kepadatan penduduk 1.383 penduduk/Km 2. Mata pencaharian penduduk Desa Mojo
dapat dilihat pada Tabel 1 diantaranya sebagai petani, buruh tani, nelayan, buruh
industri, buruh bangunan, pedagang, angkutan dan lain-lain yang merupakan pekerjaan
manusia dalam memberdayakan potensi sumberdaya yang ada. Mayoritas mata
pencaharian Desa Mojo adalah sebagai petani berupa tani sawah dan tambak dengan
jumlah 1.294 jiwa[ CITATION BPS18 \l 1033 ].
Tabel 1. Mata Pencaharian Penduduk Desa Mojo Tahun 2017
Mata Pencaharian (Penduduk)
Petani Buruh Nelayan Buruh Buruh Pedagang Angkutan Lain-
Tani Industri Bangunan Lain
Jumla 1.294 860 875 131 1.215 498 48 1.82
h 0
Sumber: BPS Kecamatan Ulujami, 2018
C. Kondisi Lingkungan Pesisir dan Potensi Alam
Desa Mojo merupakan desa yang termasuk dalam klasifikasi kawasan pesisir yang
memiliki ekosistem daratan dan lautan yang keduanya saling berkesinambungan.
Sebagian besar lahan yang ada di Desa Mojo dipergunakan masyarakat sebagai budidaya
tambak seluas 327 Ha (Profil Desa Mojo, 2006). Potensi dari adannya muara sungai dari
DAS Comal yang berpotensial pada tumbuhnya mangrove, sehingga mangrove dapat
berpotensi juga untuk direncanakan sebagai ekowisata.

Fenomena dan Dampak Perubahan Iklim di Desa Mojo


A. Fenomena
Tren suhu udara pada tahun 1971-2002 dan anomali curah hujan pada tahun 1970-
2003 Desa Mojo yang mengalami perubahan menandakan bahwa ada indikasi
perubahan iklim, bisa dilihat dari stasiun pengukuran Provinsi Jawa Tengah pada Gambar
2 dan Gambar 3. Perubahan iklim juga ditunjukkan dengan adanya musim ekstrim (La-
Nina) pada tahun 2010 yang merupakan fenomena adanya hujan yang turun sepanjang
tahun. Dewasa ini, musim kemarau yang biasanya berada pada bulan Mei – Agustus dan
sekarang tidak terjadi. Masyarakat desa seperti petani merasa kesulitan dalam
berusaha/bertani karena tidak bisa memprediksikan lama musim hujan, musim kemarau,
banjir rob dan salinitas air tambak dan gelombang air laut juga sulit diprekdisikan. Petani
tambak adanya pasang surut air laut yang dulu teratur dan kini tidak teratur lagi, air
pasang berlangsung lebih lama hingga bisa mencapai dua minggu lamanya serta
gelombang laut yang masif dan semakin besar. Hal tersebut menjadikan kondisi ikan
tambak stress dan mati serta kualitas ikan menurun karena salinitas air sulit dikontrol.
Petani tambak mengalami kerugian sekitar 3 juta/ha ketika tiap kali panen ikan (BPPK,
2013). Adanya alih fungsi lahan dari hutan mangrove menjadi tambak pada tahun 2009
akibat perubahan iklim juga, luas tambak sudah mencapai 357 ha dan sisa hutan
mangrove 72 Ha dan 28 Ha tanah timbul yang dapat ditanami mangrove[ CITATION
Sak14 \l 1033 ].
Gambar 2. Tren Suhu Udara di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1970 – 2002
Sumber: Sucofindo, 2009
Gambar 2. Anomali Curah hujan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1971 – 2003

Sumber: Sucofindo, 2009


B. Dampak Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim sudah nyata dirasakan oleh masyarakat pesisir khususnya
masyarakat Desa Mojo. Mereka umumnya kurang mampu dalam segi perekonomian dan
perubahan iklim merupakan ancaman langsung bagi kehidupan dan memaksa mereka
untuk dapat bertahan hidup pada kondisi yang tak menentu. Pada tahun 2010 bencana
banjir rob berlangsung dengan hitungan jam, namun pada tahun 2014 berlangsung
dengan hitungan hari. Hal tersebut menyebabkan areal sawah dan tambak serta tanggul
menyatu dengan laut yang mengakibatkan aset budidaya udang dan bandeng media
tambak hanyut terbawa oleh air. Perubahan musim secara kecenderungan yang tidak
terkontrol mengakibatkan salinitas air turun dan tak terkontrol sehingga produksi dan
kualitas ikan menjadi turun terutama ikan bandeng media tambak. Masyarakat yang
bekerja di sektor pertanian seperti bertani di kebun melati Desa Mojo yang menjadi
salah satu usaha pemasok pabrik teh. Sekarang ini, produksinya tidak menentu akibat
perubahan iklim dan adanya hujan secara masif menjadikan akar tanaman dan bunga
melatinya banyak yang busuk. Namun, masyarakat mencoba tetap mengupayakan
budidaya melati untuk membantu pengeluaran harian keluarga dan juga adanya
kebutuhan ketersediaan air air pada musim kemarau yang menyebabkan produksi dari
sayur-sayuran dan kualitas sayuran turun. Belum lagi terlalu masifnya serangga yang
menyerang areal sawah yang berdampak pada produksi padi menurun hingga 50%. Hal
tersebut merugikan petani padi dan menyebabkan kualitas makanan pokok masyarakat
menurun. Dalam mata pencaharian nelayan, untuk nelayan kecil selalu takut berlayar
karena adannya gelombang air laut tak menentu berdampak membahayakan nelayan-
nelayan saat berlayar menggunakan perahu kecil (Niken, dkk,2014).
Peran Gender dalam Adaptasi/ Mitigasi Perubahan Iklim di Desa Mojo

Dampak Perubahan
Adaptasi Mitigasi Peran Gender dalam Adaptasi/Mitigasi
Iklim
 Masyarakat harus  Masyarakat menanam  Mitigasi dalam menyiapkan peralihan mata pencaharian
meninggikan tanggul mangrove di pantai, sebagai usaha budidaya kepiting cangkang lunak (soka)
agar tahan terhadap tanah timbul dan yang diorganisir oleh Kelompok Pembudidaya Ikan
gempuran ombak sepanjang pematang Pencinta Lingkungan (KP2L) yang dioperasikan oleh laki-
 Masyarakat lebih tambak laki dan peran perempuan sebagai pengelola hasil
Banjir rob menggunakan  Masyarkat dapat budidaya
menyebabkan aset teknologi dalam diversifikasi budidaya
budidaya udang dan budidaya ikan kepiting cangkang lunak
bandeng media (soka)
tambak hanyut  Pemerintah memberikan
terbawa air penyadaran ke
masyarakat tentang
konservasi mangrove
 NGO OISCA melakukan
pendampingan
kelestarian mangrove
Salinitas air turun dan  Masyarakat  Masyarkat dapat
tak terkontrol menyesuaiakan waktu diversifikasi budidaya
menyebabkan tanam ikan kepiting cangkang lunak
produksi dan kualitas (soka)
ikan menurun
khususnya ikan
bandeng
Hujan secara masif  Masyarakat harus  Peran gender untuk mitigasi perubahan iklim perlu
menjadikan akar mampu menyesuaikan - adanya persiapan peralihan mata pencaharian dari
Dampak Perubahan
Adaptasi Mitigasi Peran Gender dalam Adaptasi/Mitigasi
Iklim
tanaman dan bunga jadwal tanam dan saat perempuan petani melati menjadi usaha mengelola hasil
melatinya banyak yang panen tangkap ikan laut dan dari laki-laki petani melati menjadi
busuk berdampak buruh bangunan atau ojek, dll.
pada usaha bunga
melati.
Ketersediaan air pada  Masyarakat membuat  Mitigasi berdasarkan peran publik dalam membuat
musim kemarau sumur kebijakan cadangan air bersih seperti penggunaan Sistem
menyebabkan
produksi sayur-
- Pemanfaatan Air Hujan (SPAH) yang dioperasikan dari
Taruna Siaga Bencana (TANAGA) terutama oleh laki-laki
sayuran turun
 Masyarakat dapat  Mengadaptasi dengan membuat Gabungan Kelompok
Masifnya
menggunakan Tani (GAPOKTAN) yang dioperasikan oleh laki-laki yang
serangga/hama
menyerang area
insectisida - dianggap lebih produktif dan peran perempuannya
sebagai pengurus konsumsi tiap ada pertemuan
persawahan
kelompok tani
 Masyarakat harus  Mitigasi perubahan iklim pesisir perlu adanya persiapan
Gelombang air laut tak
menyesuaikan kondisi penambahan peran perempuan yaitu sebagai pengelola
menentu berdampak
gelombang air laut hasil tangkap ikan laut untuk menambah penghasilan
pada bahayanya
nelayan-nelayan saat
berlayar
ketika ingin berlayar
ke laut - keluarga
 Adaptasi yang perlu dilakukan untuk laki-laki nelayan
perlu yaitu mengganti penggunaan perahu kecil dengan
menggunakan perahu-
perahu lebih besar dan lebih tahan dari arus gelombang
perahu kecil
air laut yang tak tentu besar kecilnya
Dampak perubahan iklim terhadap perspektif gender tidaklah sama atau netral,
melainkan memiliki peran gender masing-masing antara laki-laki dan perempuan.
Terdapat tiga peran gender berdasarkan (Fakih, 1996) meliputi peran produktif, peran
reproduksi dan peran publik. Peran produktif merupakan peran laki-laki dan perempuan
dalam mendapatkan pendapatan, bekerja pada sektor formal maupun non-formal. Peran
reproduksi merupakan peran dalam kegiatan mengurus rumah tangga. Peran publik
merupakan peran dalam kegiatan atau organisasi kemasyarakatan. Peran gender dalam
perubahan iklim kawasan pesisir akan mengakibatkan perubahan siklus kehidupan
masyarakat, terdapat kegiatan peralihan-peralihan baru yang muncul dengan adanya
dampak berupa beban ganda yang mana perempuan lebih banyak menjadi korban
dalam peran produkdif dimana yang dulunya mayoritas peran produktif diperankan oleh
laki-laki namun dampak dari perubahan iklim mengakibatkan peralihan peran produktif
serta minimnya kapasitas adaptasi perubahan iklim disebabkan oleh minimnya akses,
kontrol, manfaat dan partisipasi perempuan dalam hal perumusan kebijakan perubahan
iklim (Hendrati & Hadiyan, 2014).
Kebijkan-kebijakan perubahan iklim yang dihubungkan dengan peran gender dapat
meningkatkan ketahanan perubahan iklim melalui paradigma (Gender Mainstreaming)
atau Pengarusutamaan Gender (PUG). Paradigma pengarusutamaan gender dilakukan
untuk mengintegrasikan pengalaman dan masalah yang dialami laki-laki dan perempuan
untuk dimasukkan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
kebijakan dan program perubahan iklim baik adaptasi maupun mitigasi. Paradigma
tersebut sudah ditetapkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000
Tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional. Selain fungsi
diatas PUG digunakan dalam upaya menegakkan hak-hak, pengakuan dan penghargaan
bagi perempuan dan laki-laki dalam kesempatan yang sama[ CITATION Rus16 \l 1033 ].
Sehingga sekarang ini, diperlukan kebijakan yang mengharuskan adanya keterlibatan laki-
laki dan perempuan dalam adaptasi dan mitigasi di Desa Mojo, Pemalang.

Dampak dan Manfaat Adaptasi/Mitigasi di Desa Mojo


Manfaat yang akan diterima dari hasil mitigasi berdasarkan peran gender adalah
penanganan dalam memperbaiki ataupun menambahkan pendapatan petani jika
terdampak adanya banjir rob yang mengakibatkan gagal panen dan alternatif solusi dari
peran perempuan yang dapat menambah penghasilan dengan melakukan pengolahan
ikan dan kepiting skala kecil dan menengah. Adanya mata pencaharian baru yaitu
pengusaha budidaya kepiting cangkang lunak dan kelembagaan yang mengakomodir
kebutuhan dalam budidaya ikan maupun kepiting yaitu KP2L. Memungkinan akan adanya
dampak peralihan mata pencaharian dikarenakan hilangnya potensi budidaya bunga
melati terhadap dampak masifnya intensitas hujan. Adanya pergeseran peran
perempuan yang menjadi pengelola ikan dan kepiting skala kecil dan menengah.
Manfaat yang akan diterima dari hasil mitigasi adalah tersedianya air pada musim
kemarau untuk meningkatkan produktivitas sayur-sayuran hasil tani Desa Mojo. Mampu
mengatasi masifnya serangga yang menyerang padi di sawah dengan adanya akomodir
kebutuhan bertani dari GAPOKTAN Desa Mojo. Serta manfaat yang diperoleh dari hasil
mitigasi adalah kemampuan peran perempuan sebagai nelayan untuk menambah
pendapatan keluarga serta dapat memenuhi kebutuhan untuk berlayar tiap harinya
dengan adanya kapasitas dan kualitas kapal yang memadahi sehingga tidak tergempur
oleh gelombang air laut atau ombak. Secara keseluruhan jika ada perlakuan untuk
adaptasi atau mitigasi akan dapat mengelola potensi sumberdaya yang lain dan dapat
meningkatkan perekonomian di Desa Mojo. Selain itu, adanya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia yang baik dari segi pengelolaan sumberdaya alam yang ada.

Critical Review
Dalam (Mcgranahan, et al, 2007) menyatakan bahwa konsentrasi penduduk dan
kegiatan ekonomi yang dekat dengan pantai memiliki konsekuensi lingkungan yang serius
karena sistem diperkotaan secara radikal mengubah kondisi dari air, energi dan bahan
serta ekosistem yang sudah ada. Diperkirakan bahwa sekitar sepertiga dari hutan bakau
pesisir dan terumbu karang hilang dan populasi ikan pesisir telah menurun jauh akibat
perubahan iklim. Perubahan iklim akan meningkatkan resiko banjir dan menyebabkan
kerusakan lingkungan lainnya di wilayah pesisir. Mitigasi juga dianggap sebagai cara
terbaik untuk menghindari risiko yang berkaitan dengan perubahan iklim, tapi terlalu
terlambat untuk mengandalkan mitigasi. Namun, dalam mengurangi risiko bencana
terkait adanya perubahan iklim di permukaan pesisie membutuhkan kombinasi dari
mitigasi dan modifikasi permukiman pesisir.
Secara garis besar pembahasan ini melihatkan terkait kondisi di Desa Mojo yang
terdampak dari adanya perubahan iklim kawasan pesisir. Kondisi yang ditampilkan
berupa kejadian yang pernah ada yaitu pada masa lalu dimana masih tidak terlalu
terlihat dampak dari perubahan iklim yang mana musim kemarau dan musim penghujan
dapat diprediksi oleh masyarakat setempat, pada khususnya seorang petani yang selalu
harus mengetahui kapan dia akan menanam dan panen lagi untuk pergantian sistem
tanamnya. Namun, mulai tahun 1990 hingga sampai sekarang masalah tersebut semakin
nampak jelas karena sangat terlihat dampak dari perubahan iklim, dimana petani susah
untuk mencari jadwal tanam dan panen, adanya gagal panen pada petani tambak yang
mana terkena banjir rob, dll. Kondisi tersebut beberapa bentuk dari adanya perubahan
iklim kawasan pesisir. Dan juga peran masyarakat dulunya masih kurang peka terhadap
adanya perubahan iklim karena masih kurang mampu untuk adaptasi dan mitigasi
terhadap perubahan iklim. Kekurangan mampuan tersebut menandakan masyarakat
rentan terhadap perubahan iklim, sehingga diperlukan peran pemerintah dan NGO yang
membantu untuk memberikan pendampingan kelestarian lingkungan kepada masyarakat
Desa Mojo. Adanya bantuan tersebut masyarakat setempat memulai untuk terus
melestariakan lingkungan dengan cara menanam kembali mangrove-mangrove pada
tanah timbul yang masih tersedia untuk ditanami mangrove.
Kelestarian lingkungan mulai diterapkan masyarkat Desa Mojo yang berdampak
adanya mata pencaharian baru yaitu usaha kepiting cangkang lunak yang didapatkan dari
mangrove-mangrove di desa setempat. Namun, kondisi di Desa Mojo masih kurang
memenuhi kebijakan yang sudah ada yang mana ditetapkan berdasarkan Inpres No. 9
Tahun 2000 yang mengatur tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Kebijakan tersebut
dibentuk untuk mencoba menyeimbangkan peran gender antara laki-laki dan
perempuan sehingga tidak harus selalu yang berperan produktif itu hanya laki-laki
namun peran serta peran perempuan juga dilibatkan. Sehingga yang perlu dievaluasi
adalah pendampingan akan adanya pengetahuan terhadap penyeimbangan peran
gender yang mana bentuk adaptasi dari adanya perubahan iklim pada kawasan pesisir.
Peran pemerintah dan NGO dalam penelitian dan pembangunan serta pendampingan
berarti harus ada di sisi masyarakat karena masyarakat pesisir masih perlu bantuan-
bantuan tersebut untuk mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena menurut
[ CITATION Har06 \l 1033 ] menyatakan dalam penelitiannya bahwa perlu adanya
hubungan individu, jumlah populasi, baik pemerintah/NGO serta ekosistem, dan
berhubungan pada dampak lokal untuk perubahan yang luas dan besar yang akan
meningkatkan pemahaman kita terhadap konsekuensi biologis dari perubahan iklim.
Meskipun yang tertinggi dalam penelitian tersebut adalah individu namun peran
pemerintah dan NGO perlu ditingkatkan lagi untuk mendampingi masyarakat pesisir
seperti masyarakat Desa Mojo, Ulujami, Pemalang, Jawa Tengah.
Jika dihubungkan dengan teori yang ada, maka kondisi pesisir Desa Mojo, Pemalang
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa perubahan iklim mengakibatkan hutan
bakau yang ada di desa tersebut banyak yang hilang. Dan juga dalam mengatasi bencana
perubahan iklim warga setempat melakukan mitigasi dan modifikasi atau adapatasi
terhadap lingkungan sesuai dengan teori bahwa dalam mengatasi bencana terkait
perubahan iklim dibutuhkan mitigasi dan modifikasi permukimannya dan memiliki
manfaat meskipun pertumbuhannya berjalan lambat karena memang benar kalau
mitigasi akan memperbaiki kondisi lingkungan pesisir namun tidak cukup terlihat
pertumbuhannya.

Daftar Pustaka
BPPK. (2013). Adaptasi Masyarakat Pesisir Mengelola Ketidakpastian Dampak Perubahan
Iklim. Policy Brief.

BPS. (2018). Kecamatan Ulujami Dalam Angka 2018. Pemalang.

Fakih, M. (1996). Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:


Pustaka Belajar.

Harley, e. a. (2006). The Impacts of Climate Change in Coastal Marine Systems. Ecology
Letters, 228-241.

Hendrati, R. L., & Hadiyan, Y. (2014). Adaptasi Spesies Tanaman Pada Kondisi Ekstrim
Beserta Adaptasi Pendekatan Penanamannya Untuk Antisipasi Perubahan Iklim.
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Menuju Tata Kelola Hutan dan Lahan
Lestari. Jakarta: Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, Badan
Pengelola Reed+, Kementerian Kehutanan.
Mcgranahan, G., Balk, D., & Anderson, B. (2007). The Rising Tide: Assessing The Risks Of
Climate And Human Settlements In Low Elevation Coastal Zones. Environment &
Urbanization.

Niken, d. (2014). Sintesis Penelitian Intgratif Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi
Budaya Masyarakat. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan
Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Renta, P. P., Pribadi, R., Zainuri, M., & Utami, M. A. (2016). Struktur Komunitas Mangrove
di Desa Mojo Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Enggano.

Rusmadi. (2016). Pengarusutamaan Gender Dalam Kebijakan Perubahan Iklim Di


Indonesia. SAWWA.

Sakuntaladewi, N., & Sylviani. (2014). Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir
Terhadap Perubahan Iklim

Tim Penyusun. (2019). Demografi Desa Mojo. Retrieved from Desa Mojo:
http://mojo.desakupemalang.id/

Tim Penyusun. (2006). Profil Desa Mojo. Pemalang.

Anda mungkin juga menyukai