Dampak Perubahan
Adaptasi Mitigasi Peran Gender dalam Adaptasi/Mitigasi
Iklim
Masyarakat harus Masyarakat menanam Mitigasi dalam menyiapkan peralihan mata pencaharian
meninggikan tanggul mangrove di pantai, sebagai usaha budidaya kepiting cangkang lunak (soka)
agar tahan terhadap tanah timbul dan yang diorganisir oleh Kelompok Pembudidaya Ikan
gempuran ombak sepanjang pematang Pencinta Lingkungan (KP2L) yang dioperasikan oleh laki-
Masyarakat lebih tambak laki dan peran perempuan sebagai pengelola hasil
Banjir rob menggunakan Masyarkat dapat budidaya
menyebabkan aset teknologi dalam diversifikasi budidaya
budidaya udang dan budidaya ikan kepiting cangkang lunak
bandeng media (soka)
tambak hanyut Pemerintah memberikan
terbawa air penyadaran ke
masyarakat tentang
konservasi mangrove
NGO OISCA melakukan
pendampingan
kelestarian mangrove
Salinitas air turun dan Masyarakat Masyarkat dapat
tak terkontrol menyesuaiakan waktu diversifikasi budidaya
menyebabkan tanam ikan kepiting cangkang lunak
produksi dan kualitas (soka)
ikan menurun
khususnya ikan
bandeng
Hujan secara masif Masyarakat harus Peran gender untuk mitigasi perubahan iklim perlu
menjadikan akar mampu menyesuaikan - adanya persiapan peralihan mata pencaharian dari
Dampak Perubahan
Adaptasi Mitigasi Peran Gender dalam Adaptasi/Mitigasi
Iklim
tanaman dan bunga jadwal tanam dan saat perempuan petani melati menjadi usaha mengelola hasil
melatinya banyak yang panen tangkap ikan laut dan dari laki-laki petani melati menjadi
busuk berdampak buruh bangunan atau ojek, dll.
pada usaha bunga
melati.
Ketersediaan air pada Masyarakat membuat Mitigasi berdasarkan peran publik dalam membuat
musim kemarau sumur kebijakan cadangan air bersih seperti penggunaan Sistem
menyebabkan
produksi sayur-
- Pemanfaatan Air Hujan (SPAH) yang dioperasikan dari
Taruna Siaga Bencana (TANAGA) terutama oleh laki-laki
sayuran turun
Masyarakat dapat Mengadaptasi dengan membuat Gabungan Kelompok
Masifnya
menggunakan Tani (GAPOKTAN) yang dioperasikan oleh laki-laki yang
serangga/hama
menyerang area
insectisida - dianggap lebih produktif dan peran perempuannya
sebagai pengurus konsumsi tiap ada pertemuan
persawahan
kelompok tani
Masyarakat harus Mitigasi perubahan iklim pesisir perlu adanya persiapan
Gelombang air laut tak
menyesuaikan kondisi penambahan peran perempuan yaitu sebagai pengelola
menentu berdampak
gelombang air laut hasil tangkap ikan laut untuk menambah penghasilan
pada bahayanya
nelayan-nelayan saat
berlayar
ketika ingin berlayar
ke laut - keluarga
Adaptasi yang perlu dilakukan untuk laki-laki nelayan
perlu yaitu mengganti penggunaan perahu kecil dengan
menggunakan perahu-
perahu lebih besar dan lebih tahan dari arus gelombang
perahu kecil
air laut yang tak tentu besar kecilnya
Dampak perubahan iklim terhadap perspektif gender tidaklah sama atau netral,
melainkan memiliki peran gender masing-masing antara laki-laki dan perempuan.
Terdapat tiga peran gender berdasarkan (Fakih, 1996) meliputi peran produktif, peran
reproduksi dan peran publik. Peran produktif merupakan peran laki-laki dan perempuan
dalam mendapatkan pendapatan, bekerja pada sektor formal maupun non-formal. Peran
reproduksi merupakan peran dalam kegiatan mengurus rumah tangga. Peran publik
merupakan peran dalam kegiatan atau organisasi kemasyarakatan. Peran gender dalam
perubahan iklim kawasan pesisir akan mengakibatkan perubahan siklus kehidupan
masyarakat, terdapat kegiatan peralihan-peralihan baru yang muncul dengan adanya
dampak berupa beban ganda yang mana perempuan lebih banyak menjadi korban
dalam peran produkdif dimana yang dulunya mayoritas peran produktif diperankan oleh
laki-laki namun dampak dari perubahan iklim mengakibatkan peralihan peran produktif
serta minimnya kapasitas adaptasi perubahan iklim disebabkan oleh minimnya akses,
kontrol, manfaat dan partisipasi perempuan dalam hal perumusan kebijakan perubahan
iklim (Hendrati & Hadiyan, 2014).
Kebijkan-kebijakan perubahan iklim yang dihubungkan dengan peran gender dapat
meningkatkan ketahanan perubahan iklim melalui paradigma (Gender Mainstreaming)
atau Pengarusutamaan Gender (PUG). Paradigma pengarusutamaan gender dilakukan
untuk mengintegrasikan pengalaman dan masalah yang dialami laki-laki dan perempuan
untuk dimasukkan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
kebijakan dan program perubahan iklim baik adaptasi maupun mitigasi. Paradigma
tersebut sudah ditetapkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000
Tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional. Selain fungsi
diatas PUG digunakan dalam upaya menegakkan hak-hak, pengakuan dan penghargaan
bagi perempuan dan laki-laki dalam kesempatan yang sama[ CITATION Rus16 \l 1033 ].
Sehingga sekarang ini, diperlukan kebijakan yang mengharuskan adanya keterlibatan laki-
laki dan perempuan dalam adaptasi dan mitigasi di Desa Mojo, Pemalang.
Critical Review
Dalam (Mcgranahan, et al, 2007) menyatakan bahwa konsentrasi penduduk dan
kegiatan ekonomi yang dekat dengan pantai memiliki konsekuensi lingkungan yang serius
karena sistem diperkotaan secara radikal mengubah kondisi dari air, energi dan bahan
serta ekosistem yang sudah ada. Diperkirakan bahwa sekitar sepertiga dari hutan bakau
pesisir dan terumbu karang hilang dan populasi ikan pesisir telah menurun jauh akibat
perubahan iklim. Perubahan iklim akan meningkatkan resiko banjir dan menyebabkan
kerusakan lingkungan lainnya di wilayah pesisir. Mitigasi juga dianggap sebagai cara
terbaik untuk menghindari risiko yang berkaitan dengan perubahan iklim, tapi terlalu
terlambat untuk mengandalkan mitigasi. Namun, dalam mengurangi risiko bencana
terkait adanya perubahan iklim di permukaan pesisie membutuhkan kombinasi dari
mitigasi dan modifikasi permukiman pesisir.
Secara garis besar pembahasan ini melihatkan terkait kondisi di Desa Mojo yang
terdampak dari adanya perubahan iklim kawasan pesisir. Kondisi yang ditampilkan
berupa kejadian yang pernah ada yaitu pada masa lalu dimana masih tidak terlalu
terlihat dampak dari perubahan iklim yang mana musim kemarau dan musim penghujan
dapat diprediksi oleh masyarakat setempat, pada khususnya seorang petani yang selalu
harus mengetahui kapan dia akan menanam dan panen lagi untuk pergantian sistem
tanamnya. Namun, mulai tahun 1990 hingga sampai sekarang masalah tersebut semakin
nampak jelas karena sangat terlihat dampak dari perubahan iklim, dimana petani susah
untuk mencari jadwal tanam dan panen, adanya gagal panen pada petani tambak yang
mana terkena banjir rob, dll. Kondisi tersebut beberapa bentuk dari adanya perubahan
iklim kawasan pesisir. Dan juga peran masyarakat dulunya masih kurang peka terhadap
adanya perubahan iklim karena masih kurang mampu untuk adaptasi dan mitigasi
terhadap perubahan iklim. Kekurangan mampuan tersebut menandakan masyarakat
rentan terhadap perubahan iklim, sehingga diperlukan peran pemerintah dan NGO yang
membantu untuk memberikan pendampingan kelestarian lingkungan kepada masyarakat
Desa Mojo. Adanya bantuan tersebut masyarakat setempat memulai untuk terus
melestariakan lingkungan dengan cara menanam kembali mangrove-mangrove pada
tanah timbul yang masih tersedia untuk ditanami mangrove.
Kelestarian lingkungan mulai diterapkan masyarkat Desa Mojo yang berdampak
adanya mata pencaharian baru yaitu usaha kepiting cangkang lunak yang didapatkan dari
mangrove-mangrove di desa setempat. Namun, kondisi di Desa Mojo masih kurang
memenuhi kebijakan yang sudah ada yang mana ditetapkan berdasarkan Inpres No. 9
Tahun 2000 yang mengatur tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Kebijakan tersebut
dibentuk untuk mencoba menyeimbangkan peran gender antara laki-laki dan
perempuan sehingga tidak harus selalu yang berperan produktif itu hanya laki-laki
namun peran serta peran perempuan juga dilibatkan. Sehingga yang perlu dievaluasi
adalah pendampingan akan adanya pengetahuan terhadap penyeimbangan peran
gender yang mana bentuk adaptasi dari adanya perubahan iklim pada kawasan pesisir.
Peran pemerintah dan NGO dalam penelitian dan pembangunan serta pendampingan
berarti harus ada di sisi masyarakat karena masyarakat pesisir masih perlu bantuan-
bantuan tersebut untuk mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena menurut
[ CITATION Har06 \l 1033 ] menyatakan dalam penelitiannya bahwa perlu adanya
hubungan individu, jumlah populasi, baik pemerintah/NGO serta ekosistem, dan
berhubungan pada dampak lokal untuk perubahan yang luas dan besar yang akan
meningkatkan pemahaman kita terhadap konsekuensi biologis dari perubahan iklim.
Meskipun yang tertinggi dalam penelitian tersebut adalah individu namun peran
pemerintah dan NGO perlu ditingkatkan lagi untuk mendampingi masyarakat pesisir
seperti masyarakat Desa Mojo, Ulujami, Pemalang, Jawa Tengah.
Jika dihubungkan dengan teori yang ada, maka kondisi pesisir Desa Mojo, Pemalang
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa perubahan iklim mengakibatkan hutan
bakau yang ada di desa tersebut banyak yang hilang. Dan juga dalam mengatasi bencana
perubahan iklim warga setempat melakukan mitigasi dan modifikasi atau adapatasi
terhadap lingkungan sesuai dengan teori bahwa dalam mengatasi bencana terkait
perubahan iklim dibutuhkan mitigasi dan modifikasi permukimannya dan memiliki
manfaat meskipun pertumbuhannya berjalan lambat karena memang benar kalau
mitigasi akan memperbaiki kondisi lingkungan pesisir namun tidak cukup terlihat
pertumbuhannya.
Daftar Pustaka
BPPK. (2013). Adaptasi Masyarakat Pesisir Mengelola Ketidakpastian Dampak Perubahan
Iklim. Policy Brief.
Harley, e. a. (2006). The Impacts of Climate Change in Coastal Marine Systems. Ecology
Letters, 228-241.
Hendrati, R. L., & Hadiyan, Y. (2014). Adaptasi Spesies Tanaman Pada Kondisi Ekstrim
Beserta Adaptasi Pendekatan Penanamannya Untuk Antisipasi Perubahan Iklim.
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Menuju Tata Kelola Hutan dan Lahan
Lestari. Jakarta: Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, Badan
Pengelola Reed+, Kementerian Kehutanan.
Mcgranahan, G., Balk, D., & Anderson, B. (2007). The Rising Tide: Assessing The Risks Of
Climate And Human Settlements In Low Elevation Coastal Zones. Environment &
Urbanization.
Niken, d. (2014). Sintesis Penelitian Intgratif Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi
Budaya Masyarakat. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan
Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Renta, P. P., Pribadi, R., Zainuri, M., & Utami, M. A. (2016). Struktur Komunitas Mangrove
di Desa Mojo Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Enggano.
Sakuntaladewi, N., & Sylviani. (2014). Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir
Terhadap Perubahan Iklim
Tim Penyusun. (2019). Demografi Desa Mojo. Retrieved from Desa Mojo:
http://mojo.desakupemalang.id/