Disusun Oleh:
Eka Ayu Larasati
112016283
Pembimbing:
dr. Dewi Prita, Sp.M
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 76 tahun ( 30 Desember 1942 )
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh harian
Alamat : Suryowijayan, Gedongkiwo, Yogyakarta
Tanggal Pemeriksaan : 04 Mei 2018
Moderator : dr. Dewi Prita, Sp.M
II. ANAMNESIS
Pasien datang ke RS Mata Dr. Yap dengan keluhan pandangan kedua matanya
buram terutama mata kanannya sejak 2 bulan SMRS. Keluhan dirasakan makin berat
sehingga mengganggu aktivitas pasien sehari - hari. Pasien mengeluh mata silau jika
melihat cahaya terang, pasien juga pandangannya seperti terhalang benda berwarna putih.
Pasien memiliki riwayat pemakaian kacamata yang dibuat di optik untuk melihat jarak
jauh, namun keluhan tidak membaik dan pasien mengeluh bertambah sulit melihat jarak
jauh walau dengan kacamata. Pasien menyangkal adanya pandangan seperti tirai atau titik
- titik hitam berterbangan sebelum penglihatannya menjadi berkabut. Pasien juga
menyangkal adanya mata merah, gatal, berair, nyeri pada bola mata maupun kepala, atau
belekan. Pasien memiliki riwayat hipertensi, dan menyangkal adanya riwayat trauma,
operasi, maupun alergi.
- Hipertensi : Ada
- Diabetes Melitus : Tidak Ada
- Asma : Tidak Ada
- Alergi Obat : Tidak Ada
- Riwayat penggunaan kacamata : Ada
- Riwayat operasi mata : Tidak Ada
- Riwayat trauma mata : Tidak Ada
- Riwayat penyakit kronis : Tidak Ada
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis
Tanda Vital : TD 150/70 mmHg, HR 80 x/menit, RR 18 x/menit, T 36 C.
o
Status Ophthalmologis
Keterangan OD OS
1. Visus
Aksis Visus 1/300 4/60
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Distansia Pupil 60 mm 60 mm
3. Supersilia
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
6. Konjungtiva Bulbi
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguecula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. Sklera
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
8. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus Senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. Pupil
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran +/- 3 mm +/- 3 mm
Refleks Cahaya Langsung Positif Positif
Refleks Cahaya Tidak Langsung Positif Positif
12. Lensa
Kejernihan Keruh Keruh Sebagian
Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Negatif Positif
15. Palpasi
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli N / 17 N / 16
Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VIII. RESUME
Seorang wanita berusia 76 tahun datang ke RS Mata Dr. Yap dengan keluhan
pandangan kedua matanya buram terutama mata kanannya sejak 2 bulan SMRS. Keluhan
dirasakan makin berat sehingga mengganggu aktivitas pasien sehari - hari. Pasien
mengeluh mata silau jika melihat cahaya terang, pasien juga pandangannya seperti
terhalang benda berwarna putih. Pasien memiliki riwayat pemakaian kacamata untuk
melihat jarak jauh memiliki riwayat pemakaian kacamata yang dibuat di optik, namun
keluhan tidak membaik dan pasien mengeluh bertambah sulit melihat jarak jauh walau
dengan kacamata. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis,
keadaan umum tampak sakit ringan, tekanan darah 160/80 mmHg, nadi 80x/menit,
pernafasan 20x/menit, suhu 36 C. Pemeriksaan generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan ophtalmologi didapatkan:
OD Keterangan OS
1/300 Visus 4/60
Ada Arcus Senilis Ada
Negatif Shadow tes Positif
Keruh Kejernihan Lensa Keruh sebagian
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai
X. DIAGNOSIS KERJA
▪ OD katarak senilis stadium matur
▪ OS katarak senilis stadium imatur
XII. PENATALAKSANAAN
- Rujuk spesialis mata untuk tatalaksana lanjut dan perencanaan operasi
XIII. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Functionam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Bonam
XIV. FOLLOW UP
Subjektif Tidak ada keluhan
Objektif TD 120/60, N 76x, Pernapasan 18x, Suhu 36 C
o
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak dapat melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapat retina dan akan menghasilkan bayangan
yang buram pada retina. Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut
atau bahan lensa di dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologik lensa dimana
lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. 1,2
Katarak disebabkan hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa,
proses penuaan (degeneratif). Meskipun tidak jarang ditemukan pada orang muda,
bahkan pada bayi yang baru lahir sebagai cacat bawaan, infeksi virus (rubella) dimasa
pertumbuhan janin, genetik, gangguan pertumbuhan, penyakit mata, cedera pada lensa
mata, peregangan pada retina mata dan pemaparan berlebihan dari sinar ultraviolet.
Kerusakan oksidatif oleh radikal bebas, diabetes mellitus, rokok, alkohol, dan obat-
obatan steroid, serta glaukoma (tekanan bola mata yang tinggi), dapat meningkatkan
risiko terjadinya katarak.1,2
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan. Di
Indonesia angka kebutaan mencapai 1.5% (Bangladesh 1%, India 0.7%, Thailand 0.3%).
Kejadian katarak di Indonesia mencapai 0.1% atau 210 ribu orang per tahunnya dan
hanya sekitar 80 ribu di antaranya yang dioperasi.
ETIOLOGI
Penyebab katarak senilis sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti dan
diduga multifaktorial Faktor-faktor yang mempengaruhi tipe, maturasi dan usia
munculnya katarak senilis:
- Keturunan : mempengaruhi peran genetik dalam mulainya awitan seorang
individu terkena katarak dan maturasi dari kataraknya tersebut,
- Faktor diet: Defisiensi dari beberapa jenis protein, asam amino dan vitamin C, E
serta riboflavin dihubungkan dengan kecepatan maturasi dan usia munculnya
katarak
- Krisis dehidrasi: Riwayat dehidrasi berat seperti pada kolera meningkatkan resiko.
KLASIFIKASI
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:
1. Katarak kongenital:
Katarak sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun. Katarak kongenital adalah
katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari
satu tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu - ibu
yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus,
hipoparatirodism, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan
penyakit – penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus,
iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.5
2. Katarak juvenile:
Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti :
Katarak metabolik
a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
b) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c) Katarak defisiensi gizi
d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
e) Penyakit Wilson
f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
Katarak traumatik
Katarak komplikata
a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia,
pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis ).
b) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal ), seperti Wagner
dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
c) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, dan
besi).
d) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (
sindermatik), tulang ( disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.4
e) Katarak radiasi
3. Katarak senilis:
Katarak senilis merupakan kekeruhan lensa yang terjadi pada usia diatas 50 tahun.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa
tidak transparan sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Berdasarkan lokasi terjadinya,
katarak terbagi atas:
Katarak Subkapsular
Katarak Subkapsular dimulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat
pada lajur jalan sinar masuk. Adanya riwayat diabetes mellitus, renitis pigmentosa dan
pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini.
Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.3
Keluhan yang biasa terjadi :
1. Mengganggu saat membaca.
2. Memberikan keluhan silau dan halo atau warna sekitar sumber cahaya.
3. Mengganggu penglihatan.
Gambaran bentuk dari katarak senilis 6
Merupakan stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus.
Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa berca-bercak seperti jari-jari
roda, terutama mengenai korteks anterior, sedang aksis relatif masih jernih. Gambaran
berupa Spokes of a wheel.
Gambar : Katarak stadium insipien “Spokes of a wheel”
Lensa terlihat putih keabu-abuan, namun masih terdapat korteks yang jernih,
maka terdapat iris shadow. Kekeruhan terdapat dibagian posterior dan bagian belakang
nukleus lensa. Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi kroteks, yang mengakibatkan
lensa menjadi cembung, sehingga indeks refraksi berubah karena daya biasnya bertambah
dan mata menjadi miopia. Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan
osmotik, bahan lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.
Kekeruhan korteks secara total sehingga iris shadow tidak ada. Lensa telah menjadi
keruh seluruhnya. Pada pupil nampak lensa yang seperti mutiara. Deposisi ion Ca dapat
menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat
menyebabkan kalsifikasi lensa. Pada stadium ini, lensa akan berukuran normal kembali
akibat terjadi pengeluaran air.
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks dan nukleus protein
di bagian korteks lensa sudah mencair. Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa
menjadi mengerut.
i. Katarak hipermatur tipe Morgagni: Pada kondisi ini, korteks mencair dan
lensa menjadi seperti susu. Nukleus yang berwarna coklat tenggelam ke
dasar. Pengeretuan dapat berjalan terus dan menyebabkan hubungan dengan
zonula Zinii menjadi longgar. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul
lensa, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis,
yang dibawahnya terdapat nukleus lensa.
ii. Katarak hipermatur tipe sklerotik: Pada kondisi ini, korteks terdisintegrasi
dan lensa menjadi berkerut yang menyebabkan COA menjadi dalam
Pada keadaan ini, lensa menjadi keras dan tidak elastis, sehingga menurunkan
kemampuan akomodasi serta menghalangi cahaya. Perubahan dimulai dari tengah, lalu
secara perlahan menyebar ke perifer sampai hampir meliputi seluruh kapsul, namun
masih terdapat sedikit bagian dari korteks yang masih jernih. Warna yang dapat dilihat
ialah coklat (cataracta brunescens), hitam (cataracta nigra) dan merah (cataracta rubra)
PATOGENESIS
Pada katarak senilis atau katarak akibat usia tua terjadi pertambahan berat,
pertambahan ketebalan, dan penurunan daya akomodasi lensa. Katarak senilis memiliki
dua bentuk yaitu katarak kortikal (soft caratact) dan katarak nuklear (hard cataract).
Pada katarak kortikal terjadi penurunan kadar total protein, asam amino, dan potassium
akibat peningkatan sodium serta hidrasi lensa. Pada katarak nuklear, seiring dengan
bertambahnya usia lama kelamaan akan terjadi nuclear sclerosis pada lensa di mana
nukleus mengalami kompresi dan mengeras. Proses tersebut disebabkan oleh dehidrasi
dan pemadatan dari nukleus. Terjadi pula peningkatan protein yang jika cukup banyak
akan menyebabkan fluktuasi indeks bias lensa sehingga terjadi hamburan cahaya dan
berkurangnya transparansi lensa. Dapat pula terjadi perubahan warna lensa menjadi
cokelat atau kuning akibat deposisi pigmen urokrom dan melanin karena asam amino di
lensa.7,8
Pada katarak akibat trauma terjadi gangguan struktur lensa mata secara
makroskopik maupun mikroskopik sehingga mengganggu keseimbangan metabolisme
lensa dan terjadi kekeruhan lensa. Selain itu terjadi juga imbibisi dari akuos. Terdapat
berbagai bentuk katarak akibat trauma yaitu discrete subepithelial opacities, early rosette
cataract, late rosette cataract, traumatic zonular cataract, diffuse concussion cataract,
dan early maturation of senile caract.7,8
DIAGNOSIS
Pada beberapa pasien, akan terdapat keluhan penurunan visus. Hal ini dapat disadari
pasien baik sebelum maupun setelah pemeriksaan. Pada berbagai tipe katarak, akan
memberikan efek penuruan visus yang berbeda. Selain mendapat keluhan, pemeriksa
harus juga melakukan pemeriksaan visus lengkap. Pada katarak awal, maka kekuatan
dioptri dapat meningkat dan mengakibatkan miopia. Perburukan penglihatan akibat
katarak senil dapat menimbulkan kebutaan.9 Pasien tidak mengeluhkan nyeri namun
kondisi kekeruhan katarak semakin lama akan semakin parah. Pasien dengan katarak
pada aksis penglihatan akan mengeluhkan pandangan buram yang cepat. Pasien ini
akan melihat dengan jelas apabila pupil berdilatasi, sehingga pasien melihat lebih
jelas di malam hari dengan intensitas cahaya rendah. Pada pasien dengan kekeruhan
pada perifer lensa, gangguan pengliatan akan dikeluhkan dalam jangka waktu yang
lama dan akan lebih mudah melihat apabila pupil miosis saat intensitas cahaya cukup
tinggi. Penderita katarak nuklear akan mengeluhkan penglihatan jauh memburuk
(miopia).10
Glare
Pada pasien katarak, terdapat peningkatan sensitivitas terhadap cahaya yang terang
atau biasa disebut glare, yang menyebabkan pasien tidak mampu untuk melihat
langsung ke sumber cahaya yang terang. Keparahan dari gejala ini akan dipengaruhi
lokasi dan ukuran kekeruhan katarak.9
Pada katarak terjadi perubahan nukleus yang terlokalisasi pada bagian dalam dari
nukleus lensa yang mengakibatkan area refraktif yang multipel pada tengah lensa.
Kondisi ini disebabkan refraksi ireguler lensa karena perubahan indeks refraksi
sebagai proses dari perjalanan kekeruhan lensa. Hal ini akan menyebabkan diplopia
monokular maupun polyopia. Namun, monokular diplopia tidak hanya terjadi pada
katarak.11
Miopic Shift
Pada pembentukan katarak, terjadi peningkatan kekuatan dioptri dari lensa dan
mengakibatkan miopia ringan hingga sedang. Pada pasien presbiopik hiperopik dapat
tidak lagi membutuhkan kaca mata baca yang dikenal sebagai second sight. Hal ini
tidak bertahan selamanya dan akan berlanjut kepada perburukan lensa.10
Lensa adalah salah satu media refraksi pada mata. Kekeruhan pada lensa tentu saja
akan menurunkan visus pasien. Apabila visus terbaik setelah dikoreksi tidak maju
dengan pinhole, hal ini menunjukkan adanya kelainan organik salah satunya adalah
katarak. Visus pasien katarak bervariasi dari 6/9 (visus baik) hingga hanya persepsi
cahaya.11
2. Shadow Test
Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan mudah untuk membedakan
katarak matur dan imatur adalah Iris Shadow Test. Shadow test adalah pemeriksaan
bayangan marginal iris (pupil) pada lensa. Bayangan akan tampak apabila korteks
lensa masih jernih. Oleh karena itu, tes ini akan positif pada katarak imatur.
Sedangkan, pada lensa yang jernih dan katarak matur (keseluruhan keruh), shadow
test negatif .11
3. Oftalmoskopi
Pada lensa yang jernih, refleks fundus berwarna kemerahan akan tampak. Pada
katarak ringan, refleks fundus mungkin masih dapat terlihat, namun apabila refleks
fundus sudah tidak dapat ditemukan, katarak sudah bersifat komplit.9
Tekanan bola mata perlu diukur untuk sebagai deteksi dini jika terdapat komplikasi
berupa glaukoma.
5. Pemeriksaan Slit-Lamp
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pupil terdilatasi penuh. Pemeriksaan ini akan
menunjukkan bentuk dari kekeruhan (ukuran, lokasi, bentuk, warna dan kepadatan
nukleus). Penilaian kepadatan nukleus penting dilakukan untuk mengatur mesin
ekstraksi katarak dengan cara fakoemulsifikasi. Kepadatan nukleus dapat ditentukan
dengan melihat warna dari lensa.11
TATALAKSANA KATARAK
Tata laksana katarak dapat berupa non operasi dan operasi. Penentuan jenis tata
laksana yang diberikan bergantung kepada ketajaman pengelihatan pasien dan fungsi
hidup sehari-hari pasien. Apabila penurunan visus tidak signifikan atau gejala katarak
tidak terlalu menghambat kehidupan sehari-hari, pembedahan tidak menjadi indikasi.
Penanganan yang dapat diberikan kepada pasien berupa pemberian kaca mata (karena
katarak dapat menyebabkan gangguan refraksi), menambahkan filter pada kaca mata
untuk mengurangi glare (silau) dan mengedukasi pasien untuk menggunakan topi atau
kaca mata hitam untuk mengurangi glare.11 Selain itu, pasien juga harus diedukasi
mengenai keterbatasan dalam kegiatan-kegiatan yang membutuhkan pengelihatan yang
baik, misalnya menyetir atau mengoperasikan suatu mesin/alat. Pada pasien-pasien
seperti ini, perlu dilakukan follow up selama 4-12 bulan.11
Pada katarak yang didapat, penyebab katarak harus ditatalaksana. Dengan
demikian, perkembangan kekeruhan akan dihambat. Penatalaksanaan ini berupa kontrol
adekuat kadar gula darah penderita diabetes melitus, menghindari obat-obatan
kataraktogenik seperti kortikosteroid, phenothiazenes, dan miotik kuat, dapat
menghambat dan mencegah kataraktogenesis. Kemudian, pasien dihindarkan dari radiasi
untuk mencegah pembentukan katarak. Pengobatan dini dari penyakit mata seperti
uveitis akan mencegah katarak komplikata.12
Ini merupakan indikasi yang paling sering pada terapi pembedahan. Waktu
pembedahan berdasarkan gangguan akuitas visual masing-masing orang berbeda
tergantung dari kebutuhan masing-masing individu. Sehingga, seseorang baru akan
ditatalaksana untuk memperbaiki penglihatan jika kecacatan penglihatan
menyebabkan hambatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Indikasi medis, diantaranya:
1. Glaucoma
2. Endoftalmitis phacoanaphylactic
Indikasi kosmetik
KOMPLIKASI KATARAK
Komplikasi dari katarak antara lain:1,2
Uveitis pakoanafilaktik dapat terjadi akibat bocornya protein pada katarak
hipermatur ke bilik mata depan. Protein ini akan dianggap sebagai antigen dan
menginduksi reaksi antigen-antibodi pada uveitis.
Glaukoma yang diinduksi lensa dapat terjadi karena kebocoran protein pada
bilik mata depan pada katarak hipermatur yang menginduksi peningkatan
tekanan bola mata dan hambatan aliran dan produksi aqueous humor ke bilik
mata depan.
Lensa subluksasi atau dislokasi terjadi akibat adanya degenerasi dari zonula
pada tahap katarak hipermatur, sehingga lokasi lensa menjadi tergeser.
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan
dengan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL).
Komplikasi preoperatif
1) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat
ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat
memperbaiki keadaan.
2) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.
3) Konjungtivitis alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif,
ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
4) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
Komplikasi intraoperatif
1) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
2) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
3) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat
terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
4) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
5) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi
akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps
iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), Opasifikasi kapsul posterior, Delayed chronic
postoperative endophtalmitis dan Retinal detachment, merupakan komplikasi yang dapat
terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
PROGNOSIS KATARAK
Katarak terkait usia bersifat progresif dan derajat progresivitasnya bervariasi dan
tidak dapat diprediksi. Tanpa pengobatan, hampir semua orang dengan katarak akan
mengalami gangguan penglihatan.13
Dengan pembedahan, 95% orang memiliki visus 6/12 jika tidak ada kelainan lain
yang mendasari
Komorbid ocular pre operatif merupakan faktor penting untuk menentukan outcome
operasi
KESIMPULAN
Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak merupakan penyebab
kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh faktor usia, radiasi dari sinar
ultraviolet, kurangnya gizi dan vitamin serta factor tingkat kesehatan dan penyakit yang
diderita. Penderita katarak akan mengalami gejala-gejala umum seperti penglihatan mulai
kabur, kurang peka dalam menangkap cahaya (fotofobia) sehingga cahaya yang dilihat
hanya berbentuk lingkaran semu, lambut laun akan terlihat seperti noda keruh berwarna
putih di bagian tengah lensa kemudian penderita katarak akan sulit menerima cahaya
untuk mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Katarak
hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Ada 3 jenis teknik operasi katarak yaitu
ICCE, ECCE dan Phacoemulsification.
Daftar pustaka
1. Harper RA, Shock JP. Lensa. Dalam: Eva PR, Whitcher JP. Vaughn & ashbury
oftalmogoli umum. Ed. 17. Jakarta: EGC.2017.h.169-76.
2. Ilyas S. Katarak. Dalam: Ilmu penyakit mata, Edisi II, Cetakan ke-1. Balai penerbit
FKUI.Jakarta:2002.h.212–5.
3. Remington LA. Clinical anatomy and physiology of the visual system. 3rd ed.
Elsevier; Missouri: 2012.
4. Vaughan D, Ashbury T, Riodan P.lensa dalam Ofthalmologi umum. Edisi 14,
Cetakan I. Penerbit Klidya Medika 2000. Hal 177.
5. Ilyas S, Mailangkung, H.B.B Taim H, Saman R. Katarak dalam ilmu penyakit mata
untuk dokter umum dan mahasiswa kedoktera. Edisi II, Cetakan pertama.Penerbit
C.V. Sagung Seto, Jakarta 2002. Hal 148 – 152.
6. The impact of myopia and high myopia. World Heath Organization; Sydney: 2017.
7. Budino S, Saleh TT, Moestidjab, Eddyanto. Buku ajar ilmu kesehatan mata.
Surabaya: Airlangga University Press; 2013.
8. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4thed. New Age International: New
Delhi;2007.
9. Eva PR, Whitcher JP, Albani DA, Asbury T, Augsburger JJ, Biswell R, et al.
Vaughan & asbury’s general ophthalmology. 17th ed. USA: The McGraw-Hill
Companies;2007
10. Lang GK. Lens. In: Lang GK, Amann J, Gareis O, Lang GE, Reckeer D, Spraul CW.
Ophthalmology. New York: Georg Thieme Verlag; 2000. P. 165-77
11. Ilyas S, Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke lima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2017
12. Kohnen T, Ostovis M, Wang L, Friedman J, Koch DD. Complication of Cataract
Surgery. Dalam: Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelpia:
Elsevier Saunders; 2014
13. Schell J, Boulton ME. Basic Science of the Lens. Dalam: Yanoff M, Duker JS.
Ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2014