TINEA VERSIKOLOR
Disusun oleh:
Ninda Pangestika Setyawan
(030.14.141)
Pembimbing:
dr. Doddy Suhartono, Sp.KK, MH
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Ninda Pangestika Setyawan
(030.14.141)
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha Kuasa, atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
judul “TINEA VERSIKOLOR”. Laporan Kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal Periode 29 April – 01 Juni 2019. Di samping itu,
juga ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Doddy Suhartono,
Sp. KK, MH selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini, serta kepada dr. Nadiah,
Sp.KK, M.Kes yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada staf dan rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas ini dapat
memberikan tambahan informasi dan manfaat bagi kita semua.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................1
1.1 Pendahuluan.........................................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS ...................................................................................................2
2.1 Identitas ...............................................................................................................................2
2.2 Anamnesis ...........................................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik ...............................................................................................................4
2.4 Diagnosis Banding ..............................................................................................................9
2.5 Resume ...............................................................................................................................11
2.6 Usulan Pemeriksaan............................................................................................................12
2.7 Diagnosis Kerja .................................................................................................................12
2.8 Penatalaksanaan .................................................................................................................12
2.9 Prognosis ............................................................................................................................13
BAB III ANALISIS KASUS..................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................15
4
BAB I
PENDAHULUAN
Tinea versikolor (TV) atau lebih dikenal dengan sebutan panu merupakan
infeksi superfisial kronik pada lapisan stratum korneum kulit yang disebabkan oleh
Malassezia furfur. Genus Malassezia sendiri merupakan salah satu mikroflora normal
yang terdapat pada kulit dengan sifat lipofilik sehingga medium untuk tumbuh
kembangnya memerlukan lipid.1,2
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah tropis yang
beriklim panas dan lembap. Insiden TV di Indonesia belum dapat diketahui secara
pasti karena masih banyak penderita yang tidak berobat, namun prevalensinya
diperkirakan sekitar 50% di negara tropis. Penyakit ini menyerang semua ras, angka
kejadian pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan yang mungkin berkaitan
dengan pekerjaan dan aktivitas yang lebih tinggi. Tinea versikolor lebih sering menginfeksi dewasa
muda usia 20-40 tahun, saat aktivitas kelenjar lemak lebih tinggi. Faktor predisposisi
infeksi jamur ini terdiri dari faktor endogen seperti malnutrisi, immunocompromised,
terapi kortikosteroid atau faktor eksogen seperti kelembapan udara, keringat berlebih
dan kebersihan perseorangan.1,2
Kelainan yang bisa didapatkan yaitu timbulnya bercak putih, gelap atau
kemerahan disertai sisik halus dan berbatas tegas. Biasanya penyakit ini
asimptomatik, tetapi kadang pasien merasakan gatal ringan pada daerah yang
terinfeksi sehingga pasien datang berobat ke dokter. 2,3 Oleh karena itu untuk
mencegah terjadinya penyebaran tinea versikolor maka penting untuk dilakukan
diagnosis dan tatalaksana dengan pemeriksaan dini dan edukasi bagi penderita.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada pasien di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUD dr. Kardinah Tegal pada tanggal 15 Mei 2019 pukul 10.00 WIB.
A. Keluhan utama:
Timbul bercak putih di daerah belakang telinga kanan sejak 2 bulan SMRS.
B. Keluhan tambahan :
Terkadang merasa bercak sedikit gatal terutama saat berkeringat.
2
putih timbul semakin banyak dan menyebar ke daerah belakang telinga kiri,
wajah, leher, punggung dan dada bagian atas. Hal tersebut mendorong pasien
untuk mencoba mengobati keluhannya dengan membeli salep kalpanax di apotek
sekitar 3 minggu SMRS. Pasien mengaku bercak yang telah diolesi salep menjadi
kemerahan tetapi 1 minggu yang lalu bercak kembali lagi menjadi warna putih.
Akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke dokter kulit dan kelamin.
Sebagai nelayan pasien mengaku sering berkeringat karena selalu terpapar
sinar matahari langsung saat bekerja. Teman kerjanya juga mempunyai keluhan
serupa di seluruh tubuhnya. Pasien dan temannya sering tidur bersama pada satu
kasur saat sedang berlayar. Pemakaian handuk dan baju yang berbarengan
dengan teman pasien disangkal. Demam, sakit kepala, dan lemas disangkal. BAK
dan BAB lancar.
F. Riwayat Kebiasaan
Pasien mempunyai kebiasaan mandi 2 kali sehari. Menggunakan sabun mandi
batangan yang digunakan bersama dengan teman. Makan 3x sehari dengan lauk
ikan hasil tangkapan laut, merokok 2-4 batang per hari, tidur satu kasur dengan
temannya yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
3
G. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ke dokter kulit dan kelamin sebelumya, tetapi
sudah pernah menggunakan salep kalpanax yang dibeli di apotek sekitar 3
minggu SMRS, bercak menjadi kemerahan tetapi kembali lagi menjadi warna
putih 1 minggu yang lalu.
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum Keadaan umum : Tampak tidak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Baik
Tanda vital Nadi : 86x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36.7
Antropometri Tinggi Badan : 162 cm
Berat Badan : 64 kg
Kepala dan wajah Rambut Distribusi rambut merata, dan tidak mudah dicabut
4
Mata Konjungtiva tidak anemis, ptosis (-), sclera ikterik (-), mata cekung
(-), pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, refleks pupil langsung
dan tidak langsung (+/+).
Leher JVP normal, pembesaran tiroid (-), letak trakea di tengah, deviasi
trakea (-). Pembesaran KGB leher dan supraklavikular (-),
pembesaran kelenjar parotis (-).
Thorax
5
Auskultasi S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-).
6
deformitas (-), edema (-), CRT normal (<2 detik).
C. STATUS DERMATOLOGIKUS
Ad Regio : Retro auricular dextra dan sinistra, colli, facialis,
thorax superior, punggung
Ukuran : Miliar, lentikular, numular
Bentuk dan susunan : annular dan teratur
Batas : sirkumskrip (tegas)
Distribusi : Regional
Efloresensi : Makula hipopigmentasi disertai skuama halus
Makula Hipopigmentasi
disertai skuama halus
7
Gambar 1. Regio retro auricular dan facial dextra
Makula Hipopigmentasi
disertai skuama halus
Makula Hipopigmentasi
disertai skuama halus
8
Makula Hipopigmentasi
disertai skuama halus
- Pitiriasis alba
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak hingga dewasa muda, usia
3-16 tahun, merupakan bentuk ringan dermatitis atopi. Lesi berupa makula
berbentuk bulat, oval, kadang ireguler, awalnya berwarna merah muda,
ditutupi skuama halus, kemudian menjadi lesi hipopigmentasi dalam beberapa
minggu. Seiring perjalanan penyakitnya, skuama berangsur hilang, tersisa lesi
hipopigmentasi yang menetap beberapa bulan hingga tahun.
Predileksi tersering adalah wajah, ditemukan juga di lokasi lain seperti leher,
bahu, punggung, ekstremitas, dan bokong. Pitiriasis alba ekstensif yang
menyerang orang dewasa, lesinya simetris, berbatas tegas, berwarna putih,
cenderung merusak permukaan kulit tungkai.2
9
Gambar 5. Pitiriasis Alba
- Vitiligo
Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit.
Ditandai dengan adanya lesi makula putih susu homogeny berbatas tegas
dengan diameter beberapa millimeter sampai sentimeter, berbentuk bulat atau
lonjong. Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi
normal atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikular. Kadang
ditemukan lesi yang meninggi, eritema dan gatal. Predileksi vitiligo adalah
daerah yang mengalami peregangan dan tekanan seperti lutut, siku, punggung
tangan dan jari-jari. Dapat juga terdapat pada daerah sekitar orifisium,
pergelangan tangan dan rambut.4
10
Gambar 6. Vitiligo
- Morbus Hansen
Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik dan
penyebabnya adalah mycobacterium leprae. Afinitas pertamanya adalah saraf
perifer, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas. Ditandai
dengan adanya lesi makula hipopigmentasi atau eritematosa, dengan distribusi
asimetris sampai hampir simetris dan adanya mati rasa pada lesi yang dapat
berupa kurang rasa (hipoestesi) atau tidak merasa sama sekali (anestesi).
Terdapat pula adanya gangguan fungsi saraf seperti gangguan sensoris
(anestesi atau hipoestesi), motorik (parese atau paralisis) dan otonom (kulit
kering).5
11
Gambar 7. Morbus Hansen
2.5 RESUME
Pasien laki-laki usia 36 tahun dengan keluhan timbul bercak putih di daerah
belakang telinga kanan sejak 2 bulan SMRS. Keluhan gatal pada daerah bercak
dirasakan hilang timbul terutama saat pasien berkeringat dan cuaca panas, sehingga
pasien sering menggaruk bagian yang terasa gatal tersebut. Sekitar 1 bulan kemudian,
pasien mengaku keluhan bercak putih timbul semakin banyak dan menyebar ke
daerah belakang telinga kiri, wajah, leher, punggung dan dada bagian atas. Hal
tersebut mendorong pasien untuk mencoba mengobati keluhannya dengan membeli
salep kalpanax di apotek sekitar 3 minggu SMRS. Pasien mengaku bercak yang telah
diolesi salep menjadi kemerahan tetapi 1 minggu yang lalu bercak kembali lagi
menjadi warna putih. Sebagai nelayan pasien mengaku sering berkeringat karena
selalu terpapar sinar matahari langsung saat bekerja. Teman kerjanya juga
mempunyai keluhan serupa di seluruh tubuhnya. Pasien dan temannya sering tidur
bersama pada satu kasur saat sedang berlayar. Riwayat keluhan serupa disangkal dan
pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan tanda vital dalam batas
normal. Pada status generalis tidak didapatkan kelainan. Pada status dermatologis di
regio retro auricular dextra dan sinistra, colli, facialis, thorax superior, punggung
12
didapatkan lesi makula hipopigmentasi disertai skuama halus berbatas tegas, multiple,
ukuran miliar sampai nummular, berbentuk annular dengan distribusi regional.
2.8 PENATALAKSANAAN
Non-Farmakologis
- Edukasi
Edukasi mengenai penyakit bahwa penyakit ini disebabkan oleh jamur
yang dapat menular dan memerlukan pengobatan rutin dengan jangka waktu
cukup lama, sehingga pasien harus menggunakan obat secara teratur dan
sesuai dengan petunjuk dokter. Selain itu pasien juga harus rutin kontrol
untuk mengetahui perkembangan penyakitnya dan menyarankan pasien
sebaiknya jangan menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter pemeriksa.
Karena dapat menular dan meluas maka disarankan untuk tidak
menggaruk pada bagian bercak putih, menghindari penyebabnya seperti
menjaga tubuh agar tidak lembab dan menjaga personal hygine dengan cara
mandi 2-3x sehari, mengganti pakaian sehabis mandi dan berpergian, tidak
menggunakan barang-barang pribadi secara bersama-sama seperti handuk,
pakaian, tempat tidur dan lainnya. Beri tahu juga bahwa penyakitnya
kemungkinan dapat kambuh lagi jika pasien tidak menghindari penyebab.
13
Farmakologis
- Oral
Anti fungal : Ketoconazole 1 x 200mg selama 7 hari
- Topikal
Anti fungal : Ketoconazole 2% (krim) 2 kali sehari selama 1 minggu
Kortikoteroid : Hidrocortisone asetate 2,5% (krim) 2 kali sehari selama 1
minggu
2.9 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
14
BAB III
ANALISIS KASUS
Laki-Laki, 36 tahun
Tanda :
Gejala : - Makula hipopigmentasi
disertai skuama halus
Sedikit gatal pada daerah dengan batas tegas,
bercak putih terutama multiple, berukuran
saat berkeringat miliar sampai nummular,
berbentuk anular pada
region retro auricular dx
dan sin, colli, facialis,
thorax superior,
punggung
Diagnosis Banding :
- Tinea versikolor
- Pitiriasis alba
- Vitiligo
- Morbus hansen
Resume:
- Timbul bercak putih di daerah belakang telinga kanan sejak 2 bulan SMRS, disertai
rasa gatal yang hilang timbul terutama saat pasien berkeringat, semakin lama
bertambah banyak dan menyebar ke daerah belakang telinga kiri, wajah, leher,
punggung dan dada bagian atas.
- Pasien mengaku sering berkeringat karena selalu terpapar sinar matahari langsung
saat bekerja.
- Teman kerjanya juga mempunyai keluhan serupa di seluruh tubuhnya. Pasien dan
temannya sering tidur bersama pada satu kasur saat sedang berlayar.
15
Anjuran Pemeriksaan Penunjang:
- Pemeriksaan lampu wood
- Pemeriksaan langsung kerokan kulit
dengan mikroskopik dan KOH 20%
- Uji provokasi skuama
Diagnosis Kerja:
Tinea Versikolor
Diagnosis kerja dari kasus ini adalah Tinea Versikolor. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan data anamnesis dan pemeriksaan fisik, namun pada pasien belum
dilakukan pemeriksaan penujang.
Tinea versikolor (TV) atau lebih dikenal dengan sebutan panu merupakan
infeksi superfisial kronik pada lapisan stratum korneum kulit yang disebabkan oleh
Malassezia furfur yang merupakan mikroflora normal pada kulit.
Malassezia menghasilkan berbagai senyawa yang mengganggu melanisasi
menyebabkan perubahan pigmentasi kulit, sehingga dapat menimbulkan lesi berupa
makula, plak atau papul folikular dalam berbagai warna seperti hipopigmentasi,
hiperpigmentasi atau eritematosa disertai skuama halus (sering sulit dilihat) yang
berbatas tegas dan dikelilingi kulit normal. Lesi dapat meluas, berkonfluens atau
tersebar. Biasanya penyakit ini asimptomatik, tetapi kadang pasien merasakan gatal
ringan pada daerah yang terinfeksi. Tempat predileksi dari tinea versikolor adalah
pada daerah yang tertutup oleh pakaian seperti badan bagian atas yaitu daerah leher,
dada, punggung, lengan atas, dan perut.1,2,3 Hal tersebut sejalan dengan tanda dan
gejala yang dialami oleh pasien dimana pasien mengeluh timbul bercak putih
(hipopigmentasi) yang berbatas tegas disertai skuama halus di daerah belakang
telinga kanan sejak 2 bulan SMRS. Keluhan gatal pada daerah bercak dirasakan
hilang timbul terutama saat pasien berkeringat sehingga pasien sering menggaruk
area yang gatal tersebut. Semakin lama bercak putih semakin banyak dan menyebar
16
ke daerah belakang telinga kiri, wajah, leher, punggung dan dada bagian atas. Bercak
tersebut memiliki ukuran yang bervariasi dari seukuran jarum pentul sampai koin.
Angka kejadian pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan yang mungkin
berkaitan dengan pekerjaan dan aktivitas yang lebih tinggi. Tinea versikolor lebih
sering menginfeksi dewasa muda usia 20-40 tahun, saat aktivitas kelenjar lemak lebih tinggi.
Faktor predisposisi infeksi jamur ini terdiri dari faktor endogen seperti
malnutrisi, immunocompromised, terapi kortikosteroid atau faktor eksogen
seperti kelembapan udara, keringat berlebih, memiliki keluarga atau teman dengan
keluhan serupa dan kebersihan perseorangan.1,2 Teori tersebut sesuai dengan keadaan
pasien saat ini, dimana pasien berjenis kelamin laki-laki, berusia 36 tahun dan bekerja
sebagai nelayan sehingga pasien selalu terpapar oleh sinar matahari langsung yang
menyebabkan pasien sering berkeringat. Selain itu pasien juga mengatakan bahwa
teman kerja pasien mengalami keluhan yang sama bahkan lebih berat. Dan pasien
sering tidur bersama dalam satu kasur dengan temannya tersebut. Hal tersebut
merupakan salah satu kata kunci yang penting untuk diagnosa ini dikarenakan tinea
versikolor merupakan penyakit yang biasanya dapat ditularkan oleh penderita
lainnya.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan lampu
wood dimana hasilnya akan terlihat flourensensi kuning keemasan akibat metabolit
asam dikarboksilat. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan langsung yang
diambil dari sediaan bahan kerokan kulit dan diperiksa dengan meneteskan larutan
KOH 20%.3 Kerokan kulit diambil dari skuama halus pada lesi dan diletakkan di
gelas objek setelah itu teteskan KOH 20% 1 tetes lalu tutup dengan gelas penutup dan
tunggu 5-10 menit baru dilihat dibawah mikroskop, hasilnya akan ditemukan
kumpulan hifa pendek dan sel ragi bulat yang kadang oval, gambaran ini sering
disebut dengan gambaran ‘spaghetti and meatballs’.3,6 Karena skuama halus sering
sulit untuk dilihat, untuk memastikannya dapat dilakukan uji provoksi skuama
dengan cara meregangkan kulit searah 180 derajat menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk dan pada lesi kering dapat dilakukan penggoresan dengan kuku untuk
memunculkan skuama yang melapisi daerah lesi tersebut. Hal ini menyebabkan
17
terangsangnya sel-sel abnormal untuk membentuk lapisan deskuamasi yang
patogonomik untuk infeksi tinea versikolor.2
Terapi dari tinea versikolor dapat diberikan antifungal topical ataupun
sistemik. Pengobatan topical dapat diberikan selenium sulfide bentuk lotio 2,5%,
selenium sulfide 1,8% atau ketoconazole 2% bentuk sampo atau krim yang dioleskan
setiap hari selama 15-30 menit dan kemudian dibilas. Obat topikal sebaiknya
diteruskan sampai 2 minggu setelah hasil pemeriksaan dengan lampu wood dan
pemeriksaan langsung kerokan kulit negatif. Obat sistemik yang dapat diberikan
adalah ketokonazol 200mg/hari selama 5-10 hari atau itrakonazol 200mg/hari selama
5-7 hari.3 Selain antifungal dapat diberikan juga kortikosteroid topikal seperti
hidrocortison acetate 1-5% yang berfungsi sebagai anti mitotik sehingga dapat
menekan pertumbuhan skuama dan sebagai anti pruritus untuk mengurangi rasa gatal
pada pasien.7 Hal ini sejalan dengan pengobatan yang diberikan pada pasien yaitu
pengobatan topikal berupa ketokonazol 2% dan hidrokortison asetat 2,5% dalam
sediaan krim yang digunakan 2 kali sehari selama 1 minggu dan diberikan terapi oral
ketokonazol tablet 1 x 200mg per hari selama 7 hari.
Prognosis ad sanationam pada tinea versikolor adalah dubia ad bonam
dikarenakan etiologi dari penyakit ini adalah Malassezia furfur yang merupakan
mikroflora normal pada kulit, sehingga penting untuk memberikan edukasi pada
pasien untuk menghindari faktor pencetusnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
19