KARAKTERISTIK RESERVOIR
4
5
Batuan reservoir mempunyai sifat - sifat fisik batuan dan sifat – sifat fisik
fluida dari hal tersebut perlu ditelaah dalam rangka identifikasi berbagai
karakteristik reservoir dan juga perlu ditelaah dalam hal eksploitasi hidrokarbon
(HC) didalam reservoir dengan memperkirakan besarnya cadangan awal resevoir
kemudian menggunakan berbagai metode produksi tentunya. Komponen
penyusun batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1
Sandstone
100 %
Limy Shaly
Sandstone Sandstone
Sandy Sandy
Limestone Shale
Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Tabel II-1
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzite
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
B. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Secara lengkap mineral-
mineral penyusun graywacke terlihat pada Tabel II-2. Batuan sedimen ini sering
ditemukan pada daerah yang mempunyai relief sedang, karena laju erosi dan
transport fragmen-fragmen batuan dari daratan menuju tempat pengendapan
berlangsung lebih cepat dan di daerah ini sisa-sisa fragmen batuan yang tererosi
mempunyai jenis lebih banyak daripada daerah pengendapan orthoquartzite.
Sebagai catatan, mineral yang sering muncul adalah clay dan mineral micaceous.
Mineral yang menjadi ciri khusus dalam graywacke adalah illite. Graywacke
biasanya benbentuk lenticular dan graywacke biasanya berupa lapisan tipis
batupasir pada batuan sedimen.
8
Tabel II-2
Komposisi Mineral Graywacke
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
C. Arkose
Batupasir arkose mengandung 25% atau lebih feldspar yang berasal dari
batuan beku asam. Arkose biasanya berbutir kasar dan ditemukan pada daerah
yang relatif curam. Pengangkutan (transport) material dari dataran tinggi menuju
lokasi pengendapan berlangsung cepat sehingga banyak mineral yang tidak stabil
tidak mengalami penguraian. Material pengikatnya (cement) adalah clay yang di
dalamnya terkadung kaolinite dalam jumlah besar dan juga mengandung reactive
clay seperti montmorillonite. Arkose dapat dicirikan dengan bagian yang tebal dan
sortasi material yang buruk. Karena sortasi yang buruk dan jenis mineral
penyusun arkose sangat banyak sehingga membuat sifat fisik arkose sangat
bervariasi. Komposisi mineral arkose dapat dilihat pada Tabel II-3 dan komposisi
kimia arkose dapat dilihat pada Tabel II-4.
9
Tabel II-3
Komposisi Mineral Dari Arkose (%)
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
Tabel II-4
Komposisi Kimia Dari Arkose (%)
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
10
Grains - Quartz
- Feldspars
- Mica
- Rocks Fragments
- Mudstone grains
- Bioclasts
- Glaucorula
Cement - Silica
- Calcite
- Dolomite
- Iron Oxide
- Anhydrite
- Halite
- Clay minerals
- Asphalt
Gambar 2.2.
Komposisi Mineral Sandstone
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
Tabel II-5
Komposisi Kimia Limestone
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
MINERAL A B C D E F
Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09
Ti O2 0,06 .... 0,14 0,02 .... ....
Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
Fe2 O3 0,08 0,70 0,02 .... 0,11
0,54
Fe O .... 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 .... 0,15 0,04 .... ....
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01 ....
0,07
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 .... 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O – 0,21 .... 0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 .... 0,16 0,04 .... ....
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 .... ....
Li2 O T .... .... .... .... ....
Organic .... T 0,29 0,40 .... 0,17
T o t a l 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1
Tabel II-6
Komposisi Kimia Dolomite
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
MINERAL A B C D E F
pengendapan yang berenergi tinggi dan didapatkan dalam jalur sepanjang pantai
atau jalur dangkal dengan arus gelombang yang kuat.
Porositas yang didapatkan biasanya ialah jenis porositas intergranuler, yang
kadang – kadang juga diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas bisa mencapai
setinggi 32 %, tetapi hanya mempunyai permeabilitas 5 millidarcy.
3). Dolomit
Dolomit merupakan batuan reservoir karbonat yang jauh lebih penting dari
jenis batuan karbonat lainnya. Cara terjadinya dolomit ini tidak begitu jelas, tetapi
pada umumnya dolomit ini bersifat sekunder, atau sedikit banyak dibentuk
sesudah sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit banyak
menghasilkan berbagai macam interpretasi.
Salah satu teori mengenai hal ini ialah porositas timbul karena dolomitasi
batuan gamping, sehingga molekul kalsit diganti oleh molekul dolomit. Karena
molekul dolomit lebih kecil dari molekul kalsit, maka hasilnya akan merupakan
pengecilan volume sehingga timbullah rongga – rongga.
Jadi jelaslah adanya hubungan antara dolomitasi dan porositas. Dolomit
yang biasanya mempunyai porositas yang baik bersifat sukrosik, yaitu berbentuk
hampir menyerupai gula pasir. Sering juga dolomit ini terdapat porositas yang
bersifat gerowong yang mungkin disebabkan karena banyak kalsit yang belum
diganti oleh dolomit, dan berbentuk patches atau berbentuk yang lebih besar dari
satu kristal. Semua bentuk itu kemudian dilarutkan dan menghasilkan porositas
gerowong ini. Dolomitasi juga terjadi dalam batuan gamping yang bersifat
terumbu. Bahkan banyak koral yang didolomitasi juga menimbulkan gerowong –
gerowong yang besar, sehingga akan memperlihatkan porositas interkristalin.
Dalam hal ini ada dua macam dolomit yang terjadi, yaitu :
a). Dolomit yang bersifat primer
Terbentuk dalam suatu laguna atau laut tertutup yang sangat luas, dengan
temperatur sangat tinggi.
15
atau calcodolomite. Pada dasarnya komposisi kimia dolomite hampir sama dengan
limestone, kecuali pada unsur MgO yang merupakan unsur yang penting dengan
jumlah yang cukup besar.
Grains - Bioclasts
- Feldspars
- Quartz
Cement - sparry
- Calcite
Gambar 2.3.
Komposisi Batuan Karbonat
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
Tabel II-7
Komposisi Kimia Shale
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
MINERAL A B C D E F
Si O2 58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96
Ti O2 0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59
Al2 O3 15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52
tambahan yang mungkin berasal dari proses alterasi kimia dari mineral-mineral
utama silika.
Shale yang kaya akan besi berisi lebih banyak pyrite atau siderite, atau
silikat besi, yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada
kondisi lingkungan pengendapan asalnya tidak terjadi penurunan atau bahkan
kekurangan unsur alumina.
Kandungan potash hampir selalu lebih banyak dibandingkan dengan soda,
yang mana hal ini kemungkinan sebagai hasil fiksasi didalam mineral – mineral
illitic clay. Sedangkan pada beberapa shale yang sangat kaya sekali akan alkali,
maka akan mengandung sejumlah besar authigenic feldspar.
Gambar 2.4.
Komposisi Batuan Shale
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
Mineral Clay dibuat secara baku berdasarkan struktur ikatan atom – atom
yang terkait. Ini menghasilkan dua kelompok utama mineral Clay, yaitu :
1. Three – layer mineral
2. Two – layer mineral
20
dan satu octahedral sheet). Bedanya adalah bahwa permukaan unit kristal
mengikat kation kalium (K+) dan sifatnya relative tetap. Walaupun K+ dapat
menarik molekul-molekul H2O tetapi karena ikatan antara unit-unit kristalnya kuat
maka penyerapan molekul-molekul H2O sangat terbatas dan tidak menyebabkan
pengembangan partikel-partikel illite secara signifikan.
Partikel – partikel illite berbentuk panjang (rambut) dan montmorillonite
berbentuk pipih kecuali yang “stacked” (pelapisan). Ukuran bervariasi, mulai dari
yang lebih kecil dari 1 micron sampai beberapa micron.
3. Kaolinite
Kaolinite disebut juga two-layer clay, yaitu struktur sheetnya terdiri dari
satu tetrahedral sheet dan satu octahedral sheet. Ikatan (hydrogen bounding) antar
kristal/sheet sangat lemah dan penyerapan molekul-molekul H2O sangat kecil
sekali. Karena itu kaolinite tidak terjadi swelling pada kondisi dalam formasi.
Pengelompokkan partikel – partikel kaolinite biasanya berbuku-buku. Bentuk
partikelnya lebih teratur (persegi).
4. Chlorite
Chlorite termasuk jenis three-layer clay seperti montmorillonite tetapi
octahedral sheetnya mengandung Mg++ (brucite). Kemampuan pertukaran kation
sangat rendah karena ikatan antara octahedral sheet (positive charge) dan
tetrahedral sheet (negative charge) sangat kuat. Karena itu juga maka partikel –
partikel chlorite tidak menyerap air. Bentuk partikel adalah pipih.
5. Attapulgite
Attapulgite mempunyai struktur sheet yang tidak teratur. Unit sheetnya
berkemampuan melakukan pertukaran kation dan menyerap molekul H2O tetapi
dalam jumlah yang terbatas sehingga derajat swellingnya rendah. Bentuk partikel -
partikelnya panjang mirip jarum.
6. Mixed-layer Clay
Mineral ini sesungguhnya kumpulan ikatan sejumlah unit layer dari
beberapa jenis clay. Ikatan antar layer sangat kuat. Mineral ini bukan campuran
partikel – partikel clay yang tidak sejenis. Kalau campuran/kumpulan beberapa
22
jenis clay mudah dipisah tetapi mixed-layer merupakan jenis mineral clay
tersendiri.
Vb Vs Vp
x100%…............................…………………… (2-1)
Vb Vb
Keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
= porositas, %
Porositas pada batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah persenase volume pori-pori total terhadap
volume batuan total (bulk volume).
Volume seluruh pori total
abs 100% ……………...………… (2-2)
Volume batuan total
Connected or
Effective
Porosity
Total
Porosity
Isolated or
Non-Effec tive
Porosity
Gambar 2.5
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif dan
Porositas Absolut Batuan
(Koesoemadinata, R. P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi Jilid I & II Edisi Kedua”, 1980.)
90 o
o
90
90 o
90 o
90 o
o
90
Gambar 2.6.
Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
2.1.2.3. Permeabilitas
API Code 27 menyatakan bahwa permeabilitas merupakan properti media
berpori dan properti ini merupakan ukuran yang menyatakan kemampuan media
berpori untuk mentransfer/mengalirkan fluida. Henry Darcy pada tahun 1856
meneliti aliran air melalui saringan pasir untuk pemurnian air. Peralatan
percobaan yang digunakannya secara skematik ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7.
Skema Penelitian Darcy Mengenai Aliran Air Melalui Pasir
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
26
Keterangan :
k = permeabilitas media berpori, darcy
q = laju alir fluida, cm3/detik
μ = viskositas fluida, cp
A = luas penampang media berpori, cm2
L = panjang media berpori, cm
p1 = tekanan upstream, atm
p2 = tekanan downstream, atm
Persamaan (2-8) juga dapat diaplikasikan untuk aliran linear gas nyata dalam
media berpori menurut hukum Darcy, dimana laju aliran gas dievaluasi pada
tekanan rata-rata.
27
Gambar 2.8.
Model Batupasir Untuk Aliran Fluida Linier
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
2.1.2.4. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur
(immisible). Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya tarik-
menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan faktor
dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan. Dalam sistem reservoir
digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas) yang ada di antara matrik batuan.
28
Gambar 2.9.
Kesetimbangan Gaya-gaya Pada Batas Air - Minyak – Padatan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
PTwo oa
Contact Angle = cos wo ....................................... (2-12)
PToa wo
Keterangan :
Cos wo = Sudut kontak air dengan minyak dalam inti batuan.
Cos oa = Sudut kontak minyak dengan udara dalam inti batuan (=1).
PTwo = Tekanan threshold inti batuan terhadap minyak ( pada waktu
batuan berisi air ).
PToa = Tekanan threshold inti batuan terhadap udara ( pada waktu batuan
berisi minyak).
wo = Tegangan antar muka antara air dengan minyak.
oa = Tegangan antar muka antara minyak dengan udara.
Gambar 2.10.
Ilustrasi Hubungan Antara Wettabilitas Dengan Tekanan Kapiler Pada
Suatu Bejana Kapiler
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori dan
macam fluidanya, yang secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan
sebagai berikut :
2.. cos
Pc .........................................................................................….. (2-14)
r
30
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler, atm
= tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
cos = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori, cm
(bulk) batuan reservoir. Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang
serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volumebulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas Cr atau :
1 dVr
Cr . ........................................................................ (2-15)
Vr dP
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan
sebagai kompressibilitas Cp atau :
1 dVp
Cp . ....................................................................... (2-16)
Vp dP *
Keterangan :
Vr = Volume padatan batuan (grains)
Vp = Volume pori-pori batuan
P = Tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = Tekanan luar (tekanan overburden).
Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua faktor
yang terpisah. Kompressibilitas total terbentuk dari pengembangan butir - butir
batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang mengelilinginya.
Sedangkan kompressibilitas efektif terjadi karena kompaksi batuan dimana fluida
reservoir menjadi kurang efektif menahan beban di atasnya (overburden). Kedua
faktor ini cenderung akan memperkecil porositas.
Tabel II-8
Alkana (CnH2n+2)
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)
1 Methane
2 Ethane
3 Propane
4 Butane
5 Pentane
6 Hexane
7 Heptane
8 Octane
9 Nonane
10 Decane
20 Eicosane
30 Triacontane
Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama
merupakan gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point) karena
penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta
dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom
karbon atau lebih merupakan padatan (solid).
Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang
berlainan dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-
sifat fisik yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan
perubahan dalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan
perbedaan pada titik lebur dan titik didih di antara isomer-isomer alkana.
Seri n-alkana yang diberikan pada Tabel (II-9) memperlihatkan gradasi sifat-
sifat fisik yang tidak begitu tajam.
34
Tabel II-9
Sifat–sifat Fisik n-Alkana
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)
keadaan yang menguntungkan, hidrokarbon tak jenuh dapat menjadi jenuh dengan
penambahan atom-atom hidrokarbon pada rantai ikatan tersebut.
Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena lebih
reaktif bila dibandingkan dengan alkana. Selain ikatan ganda, senyawa
hidrokarbon tak jenuh ada juga yang mempunyai ikatan rangkap tiga (triple bond)
yang dikenal sebagai deretan asetilen. Rumus umum deretan asetilen adalah
CnH2n-2, dimana dalam tiap molekul terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat
dua atom karbon yang berdekatan. Pemberian nama untuk deret ini sama dengan
untuk deret alkena dengan memberi akhiran “una” (Inggris : “une”).
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik alkana,
sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada (Tabel II-
10). Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga peningkatan titik
didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana peningkatannya
mendekati 20 - 30o C untuk setiap penambahan atom karbon.
Tabel II-10.
Sifat-sifat Fisik Alkena
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)
C. Golongan Naftalena
Senyawa golongan ini merupakan senyawa hidrokarbon, dimana susunan
atom karbonnya berbentuk cincin. Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh
tetapi rantai karbonnya merupakan rantai tertutup. Yang umum dari golongan ini
adalah sikloalkana atau dikenal juga sebagai naftena, sikloparafin atau
hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin karena sifat-sifatnya mirip dengan
parafin sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel II-11
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena Aromat Yang Polisiklis
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)
Specific
Boiling Melting
Gravity,
Name Point, Point,
60o/60o F
oF oF
Cyclobutane 55 -112 -
Cyclopentane 121 -137 0.750
Cyclohexane 177 44 0.783
Cycloheptane 244 10 0.810
Cyclooctane 300 57 0.830
Metylcyclopentane 161 -224 0.754
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210 -80 0.772
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750
Methylcyclohexane 214 -196 0.774
Cyclopentene 115 -135 0.774
1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798
Cyclohexene 181 -155 0.810
1,3-cyclohexadiene 177 -144 0.840
1,4-cyclohexadiene 189 -56 0.847
37
D. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa hidrokarbon
lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini adalah CnH2n-
6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga ikatan tunggal
dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan
benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan
parafin dan olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam
minyak mentah yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat berada
dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
berwarna dan mendidih pada temperatur 176o F. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.
Tabel II-12
Komposisi Kimia Air Formasi
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Connate Water
K+ 650 -
Cl 77,340 19,410
Br- 320 -
I- 10 -
Keterangan :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, o R
R = konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole o R
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan
untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
P Ma
g ………………………………………………………….(2-18)
zRT
40
Keterangan :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak = yi Mi
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.
Gambar 2.11.
Viskositas Gas Alam pada suhu 600 F & 1000 F
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Gambar 2.12.
Viskositas Gas Alam pada suhu 2000 F & 3000 F
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
42
atau
Zr Tr cu . ft
Bg 0,0282 ..................................................... (2-21)
Pr scf
atau jika dalam suatu lapangan ( 1 bbl = 5,62 cuft)
Zr Tr bbl
Bg 0,00504 ........................................................ (2-22)
Pr scf
Keterangan : Vr = Volume gas pada kondisi reservoir, cuft
sc = Volume gas pada kondisi standart, SCF
Zr = Faktor kompressibilitas gas
Tr = Temperatur reservoir, ° R
Pr = Tekanan reservoir, psi
Cg V1 ( dV
dP ) ….………………………………………… (2-23)
Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per unit
volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan. Atau dalam
persamaan dapat ditulis menjadi :
1 V
C T ......................................................................... (2-24)
V P
Untuk gas ideal,
n.R.T V n.R.T
V maka ( )T = -
P P p2
sehingga
P n.R.T 1
C ........................................................ (2-25)
n.R.T P2 P
Sedangkan untuk gas nyata,
Z .n.R.T
V
P
dimana Z = f(P), maka akan didapat
1 1 Z
C ( ) ......................................................................... (2-26)
P Z P
Z
Harga ( ) dapat ditentukan secara analitis, yaitu :
P
Z Z Z2
( )( 1 )
P P1 P2
Persamaan (2-43) dapat diubah menjadi
Cr = C Ppc ................................................................................... (2-27)
Dimana :
1 1 Z
Cr ( )T pr ............................................................. (2-28)
Ppr Z Ppr
Keterangan :
V = Volume gas, cuft
T = Temperatur, o R
n = Jumlah mol gas
44
Gambar 2.13.
Faktor Kompressibilitas Untuk Gas Alam
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
o
o ..........................................................................................(2-30)
w
Keterangan :
o = specific gravity minyak
o = densitas minyak, lb/cuft
w = densitas air, lb/cuft
Gambar 2.14.
Hubungan antara Viskositas Minyak vs Tekanan Reservoir
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)
Gambar 2.15.
Grafik Hubungan Kelarutan Gas dalam Minyak dengan Tekanan
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
Gambar 2.16.
Hubungan Faktor Volume Formasi Minyak Terhadap Tekanan
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
50
Gambar 2.17.
Perbedaan Ideal Flash Dengan Differential Faktor Volume Formasi
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Co V1 dV
dP .....……….…………………………….…………(2-32)
Keterangan :
t = Specifik gravity
w = Density, lb/cuft
Vw = Specifik volume, cuft/lb
53
Wa te r sa linity : 60000 p p m
1,8 a t 14,7 p sia p re ssure
a t 14,2 p sia p re ssure
1,6 a t 7100 p sia p re ssure
a t va p o ur p re ssure
Absolut Viscosity, cp
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 50 100 150 200 250 300 350
o
Temp era tur, F
Gambar 2.18.
Viscositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
Gambar 2.19.
Kelarutan Gas Dalam Air Formasi Sebagai Fungsi
Temperatur Dan Tekanan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
1,07
1,05 o
250 F
1,04
1,03
200 oF
1,02
1,01 150 oF
1,00
100 oF
0,99 pure water
pure water and natural gas
0,98
0 1000 2000 3000 4000 5000
Pressure, psia
Gambar 2.20.
Faktor Volume Air Formasi Sebagai Fungsi dari Tekanan dan Temperatur
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
Gambar 2.21.
Kompresibilitas Air murni berdasarkan Tekanan dan Temperatur
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Gambar 2.22.
Koreksi Harga Kompresibilitas Air Formasi terhadap kandungan
Gas Terlarut
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
58
Keterangan :
Cw = kompresibilitas air formasi, psi-1
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Rsw = kelarutan gas dalam air, cu ft/bbl
atau :
Ph ( )h .......................................................................... (2-39)
10
Keterangan : ρ = densitas fluida, (ppg atau gr/cc)
Ph = tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)
h = tinggi kolom fluida, (ft atau meter).
Gradien tekanan hidrostatik untuk beberapa fluida antara lain air tawar 0,433
psi/ft, air asin 0,465 psi/ft, minyak 0,34-0,36 psi/ft, dan gas 0,08 psi/ft.
Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan abnormal jika tekanan diatas
gradien tekanan hidrostatik air asin dan subnormal (termasuk kedalam golongan
abnormal) jika tekanan berada dibawah gradien tekanan hidrostatik air tawar.
o Tekanan overburden, tekanan yang diderita oleh formasi karena beban
(berat) batuan di atasnya atau besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat
seluruh beban yang berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material berat cairan
Pob .......................................... (2-40)
luas area
Gradien tekanan overburden menyatakan tekanan overburden tiap
kedalaman.
Pob
Gob .................................................................................... (2-41)
D
Keterangan :
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft
Pob = Tekanan overburden, psi
D = Kedalaman, ft
Pada prinsipnya tekanan reservoir adalah bervariasi terhadap kedalaman.
Hubungan antara tekanan dengan kedalaman ini disebut dengan gradient tekanan.
Gradient tekanan overburden adalah :
2,3 x 0.433 psi/ft = 1 psi/ft
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur dan gradient tekanan
60
kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.23.
Gambar 2.23.
Gradien Temperatur Rata-rata Untuk Suatu Lapangan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Gambar 2.24.
Diagram Fasa pada Minyak Berat
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Gambar 2.25.
Diagram Fasa Minyak Ringan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Gambar 2.26.
Diagram Fasa Gas Kerin
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
Dalam kasus ini fluida berbentuk gas secara keseluruhan dalam pengurangan
tekanan reservoir. Karena kondisi separator terletak di dalam daerah dua fasa,
maka cairan akan terbentuk di permukaan. Cairan ini umumnya dikenal sebagai
“kondensat” atau gas yang dihasilkan disebut “gas kondensat”.
Kata basah menunjukkan bahwa gas mengandung molekul-molekul
hidrokarbon ringan yang pada kondisi permukaan membentuk fasa cair. Pada
kondisi separator, gas biasanya mengandung lebih banyak hidrokarbon menengah.
Kadang-kadang gas ini diproses untuk dipisahkan cairan butana dan propananya.
Ciri-ciri gas basah, antara lain :
- Temperatur hidrokarbon lebih besar dari temperatur krikondenterm fluida
hidrokarbonnya.
- Fluida hidrokarbon yang keluar dari separator terdiri atas 10 % cairan dan
90 % mol gas.
- Cairan dari separator mempunyai gravity 50 oAPI.
- GOR produksi dapat mencapai 100,000 scf/stb.
- Warna cairan yang terproduksi adalah terang atau jernih seperti air
Gambar 2.27.
Diagram Fasa Gas Basah
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
66
Gambar 2.28.
Diagram Fasa Gas Kondensat
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
67
Berdasarkan Gambar 2.28. di atas dapat dijelaskan bahwa pada titik A’,
reservoir hanya terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya tekanan reservoir
selama produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde dalam reservoir. Pada
titik A (titik embun), cairan mulai terbentuk dan dengan turunnya tekanan dari
titik B ke titik C, jumlah cairan dalam reservoir bertambah. Pada titik C ini masih
terdapat cairan yang bisa terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan
menguap.
Gambar 2.29.
Water Drive Reservoir
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air telah
mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang semakin
lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut ditinggalkan karena
produksi minyaknya tidak ekonomis lagi. Untuk reservoir dengan jenis
pendesakan water drive maka bagian minyak yang terproduksi akan lebih besar
jika dibandingkan dengan jenis pendesakan lainnya, yaitu antara 35 - 75% dari
volume minyak yang ada. Sehingga minyak sisa (residual oil) yang masih
tertinggal didalam reservoir akan lebih sedikit.
69
Gambar 2.30.
Karakteristik Tekanan, PI dan GOR pada Water drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
Gambar 2.31.
Solution Gas Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
Gambar 2.32.
Data Produksi dari Solution Gas Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela-sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih
kecil jika dibandingkan dengan gas oil ratio reservoir. Gas oil ratio produksi akan
bertambah besar bila gas pada saluran pori-pori tersebut mulai bisa mengalir, hal
ini terus-menerus berlangsung hingga tekanan reservoir menjadi rendah. Bila
tekanan telah cukup rendah maka gas oil ratio akan menjadi berkurang sebab
volume gas di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini gas oil produksi dan
gas oil ratio reservoir harganya hampir sama.
Recovery yang mungkin diperoleh sekitar 5-25 %. Dengan demikian untuk
reservoir jenis ini pada tahap teknik produksi primernya akan meninggalkan
residual oil yang cukup besar. Produksi air hampir-hampir tidak ada karena
reservoirnya terisolir, sehingga meskipun terdapat connate water tetapi hampir-
hampir tidak dapat terproduksi.
72
Gambar 2.33.
Gas Cap Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
Mekanisme yang terjadi pada gas cap drive reservoir ini adalah minyak
pertama kali diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan turun, tudung
gas akan berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Jenis reservoir ini,
pada umumnya tekanan reservoir akan lebih konstant jika dibandingkan dengan
solution gas drive. Hal ini disebabkan bila volume gas cap drive telah demikian
besar, maka tekanan minyak akan jadi berkurang dan gas yang terlarut dalam
minyak akan melepaskan diri menuju ke tudung gas, dengan demikian minyak
akan bertambah ringan, encer, dan mudah untuk mengalir menuju lubang bor
(Gambar 2.33).
74
Gambar 2.34.
Data Produksi dari Gas Cap Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
Gambar 2.35.
Segregation Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
76
Gambar 2.36.
Kelakuan Segregation Drive Reservoir
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011)
77
.
Gambar 2.37.
Combination Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
78
Gambar 2.38.
Kelakuan dari Combination Drive Reservoir
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)