Anda di halaman 1dari 75

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR

2.1. Karakteristik Batuan Reservoir


Reservoir merupakan batuan porous dan permeable di bawah permukaan
bumi yang menjadi tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon yang memiliki
suatu sistem tekanan yang tunggal. Proses akumulasi minyak dan gas dibawah
permukaan harus memenuhi beberapa syarat yang merupakan unsur-unsur suatu
petroleum system yaitu adanya batuan sumber (source rock), migrasi hidrokarbon
sebagai fungsi jarak dan waktu, batuan reservoir, perangkap reservoir dan batuan
penutup (seal). Sedangkan komponen dari reservoir migas yaitu:
a. Batuan reservoir sebagai wadah yang diisi oleh minyak dan atau gas bumi.
Batuan reservoir merupakan batuan berpori dan dapat mengalirkan fluida
didalamnya (permeabel).
b. Isi dari reservoir yang terdiri atas minyak, gas dan air formasi.
c. Perangkap (trap) reservoir, merupakan suatu komponen pembentuk
reservoir dimana minyak dan gas bumi terjebak. Perangkap reservoir
dibedakan atas perangkap stratigrafi, perangkap struktur dan perangkap
kombinasi.
d. Batuan penutup (cap rock) reservoir yang impermeabel untuk mencegah
hidrokarbon lolos kepermukaan.
e. Kondisi reservoir yang direpresentasikan sebagai tekanan dan suhu
reservoir yang bersangkutan.
Karakteristik suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan
penyusunnya, hidrokarbon dan fluida reservoir tersimpan di dalam rongga atau
pori batuan yang terdapat di antara butiran mineral atau tersimpan di dalam
rekahan batuan. Kemampuan setiap batuan untuk menampung fluida hidrokarbon
tergantung dari besarnya pori-pori batuan (yang berhubungan) atau dari volume
rekahan batuan.

4
5

Batuan reservoir mempunyai sifat - sifat fisik batuan dan sifat – sifat fisik
fluida dari hal tersebut perlu ditelaah dalam rangka identifikasi berbagai
karakteristik reservoir dan juga perlu ditelaah dalam hal eksploitasi hidrokarbon
(HC) didalam reservoir dengan memperkirakan besarnya cadangan awal resevoir
kemudian menggunakan berbagai metode produksi tentunya. Komponen
penyusun batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1

Sandstone
100 %

Limy Shaly
Sandstone Sandstone

Sandy Sandy
Limestone Shale

Limestone Shaly Limy


Shale
100 % Limestone Shale 100 %

Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Batuan adalah didefinisikan sebagai massa yang terdiri dari satu atau lebih
macam mineral yang terikat bersama, yang membentuk satuan terkecil dari kulit
bumi sehingga dengan jelas dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Batuan
sebagai pembentuk kulit bumi, dapat dibagi menjadi tiga jenis batuan yaitu
1. Batuan beku (Igneous Rock), merupakan kumpulan interlocking
agregat mineral-mineral silikat hasil penghabluran magma yang
mendingin.
2. Batuan sedimen (Sedimentary Rock), merupakan batuan hasil
lithifikasi bahan rombakan batuan hasil denudasi atau hasil reaksi
kimia maupun hasil kegiatan organisme.
6

3. Batuan Metamorf (Methamorphic Rock), merupakan batuan yang


berasal dari suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur dan
komposisi pada fasa padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika
(tekanan, temperatur atau keduanya).
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir, batuan karbonat, atau kadang-kadang volkanik. Masing-masing batuan
tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda, begitu pula sifat fisiknya.
Unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui mengingat
macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari mineral
yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya. Mineral
merupakan suatu bahan padat yang secara struktural homogen yang dibentuk oleh
proses alam, terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia tertentu
serta atom-atom yang tersususn secara teratur.

2.1.1.1. Komposisi Kimia Batu Pasir


Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
Orthoquarzite, Graywacke dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada
jumlah kandungan mineral kwarsanya.
A. Orthoquartzite
Orthoquartzite merupakan jenis batupasir yang terbentuk akibat proses
sedimentasi dengan unsur silikat yang sangat tinggi dan tidak mengalami
metamorfosa (perubahan bentuk). Batuan ini terbentuk dari mineral kwarsa yang
dominan dan beberapa mineral lain yang stabil. Orthoquartzite merupakan jenis
batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.
Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas carbonate atau silica.
Komposisi kimia dari orthoquartzite dapat dilihat pada Tabel II-1.
7

Tabel II-1
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzite
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

B. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Secara lengkap mineral-
mineral penyusun graywacke terlihat pada Tabel II-2. Batuan sedimen ini sering
ditemukan pada daerah yang mempunyai relief sedang, karena laju erosi dan
transport fragmen-fragmen batuan dari daratan menuju tempat pengendapan
berlangsung lebih cepat dan di daerah ini sisa-sisa fragmen batuan yang tererosi
mempunyai jenis lebih banyak daripada daerah pengendapan orthoquartzite.
Sebagai catatan, mineral yang sering muncul adalah clay dan mineral micaceous.
Mineral yang menjadi ciri khusus dalam graywacke adalah illite. Graywacke
biasanya benbentuk lenticular dan graywacke biasanya berupa lapisan tipis
batupasir pada batuan sedimen.
8

Tabel II-2
Komposisi Mineral Graywacke
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

C. Arkose
Batupasir arkose mengandung 25% atau lebih feldspar yang berasal dari
batuan beku asam. Arkose biasanya berbutir kasar dan ditemukan pada daerah
yang relatif curam. Pengangkutan (transport) material dari dataran tinggi menuju
lokasi pengendapan berlangsung cepat sehingga banyak mineral yang tidak stabil
tidak mengalami penguraian. Material pengikatnya (cement) adalah clay yang di
dalamnya terkadung kaolinite dalam jumlah besar dan juga mengandung reactive
clay seperti montmorillonite. Arkose dapat dicirikan dengan bagian yang tebal dan
sortasi material yang buruk. Karena sortasi yang buruk dan jenis mineral
penyusun arkose sangat banyak sehingga membuat sifat fisik arkose sangat
bervariasi. Komposisi mineral arkose dapat dilihat pada Tabel II-3 dan komposisi
kimia arkose dapat dilihat pada Tabel II-4.
9

Tabel II-3
Komposisi Mineral Dari Arkose (%)
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

Tabel II-4
Komposisi Kimia Dari Arkose (%)
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)
10

TEXTURAL PARAMETERS SANDSTONE

Grains - Quartz
- Feldspars
- Mica
- Rocks Fragments
- Mudstone grains
- Bioclasts
- Glaucorula

Matrixs - Abrasion product


(Silt size,Quartz,
Feldspars, mica)
- Clay minerals
- Accessory mineral

Cement - Silica
- Calcite
- Dolomite
- Iron Oxide
- Anhydrite
- Halite
- Clay minerals
- Asphalt

Gambar 2.2.
Komposisi Mineral Sandstone
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

2.1.1.2. Komposisi Kimia Batuan Karbonat


Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang
biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 %
calciumcarbonate atau magnesium. Istilah limestone juga dipakai untuk batuan
yang mempunyai fraksi carbonate melebihi unsur non-carbonate-nya. Pada
limestone fraksi disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada dolomite
mineral penyusun utamanya adalah mineral dolomite. (Tabel II-5) menunjukkan
komposisi kimia limestone secara lengkap.
11

Tabel II-5
Komposisi Kimia Limestone
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

MINERAL A B C D E F
Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09
Ti O2 0,06 .... 0,14 0,02 .... ....
Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
Fe2 O3 0,08 0,70 0,02 .... 0,11
0,54
Fe O .... 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 .... 0,15 0,04 .... ....
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01 ....
0,07
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 .... 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O – 0,21 .... 0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 .... 0,16 0,04 .... ....
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 .... ....
Li2 O T .... .... .... .... ....
Organic .... T 0,29 0,40 .... 0,17
T o t a l 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1

A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)


B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)

Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone


yang mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk
batuan-batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan
dolomite akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur
yang dikandungnya. Untuk batuan yang unsur calcite-nya melebihi dolomite
disebut dolomite limestone, dan yang unsur dolomite-nya melebihi calcite disebut
dengan limy, calcitic, calciferous atau calciticdolomite. Komposisi kimia dolomite
pada dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali unsur MgO merupakan
unsur yang penting dan jumlahnya cukup besar. Tabel II-6 menunjukkan
komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite.
12

Tabel II-6
Komposisi Kimia Dolomite
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

MINERAL A B C D E F

Si O2 .... 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73


Ti O2 .... 0,02 0,12 .... 0,18 ....
Al2 O3 .... 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3 .... 0,02 0,14 0,17 0,66 ....
Fe O .... 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03

Mn O .... 0,04 0,07 .... 0,11 ....

Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48


Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O .... 0,01 0,42 .... 0,03 ....
K2 O .... 0,03 0,12 .... 0,04 ....
H2 O + .... 0,05 0,33 0,42 ....
0,30
H2 O – .... 0,18 0,30 0,36 ....
P2 O3 .... 0,04 0,91 .... 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S .... 0,30 0,19 .... 0,16 ....
Sr O .... 0,01 None .... none ....
Organic .... 0,04 .... .... 0,08 ....
T o t a l 100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9
A. Theoretical composition of pure dolomite. D. “Knox” Dolomite
B. Dolomitic Limestone E. Cherty-Dolomite
C. Niagaran Dolomite F. Randville Dolomite

Batuan karbonat merupakan batuan yang terjadi akibat proses pengendapan,


adapun cara atau proses terbentuknya batuan karbonat adalah merupakan proses
sedimentasi kimia dan biokimia yang berupa karbonat, sulfat, silikat, phospat dan
lain - lain. Kesemua sedimentasi tersebut diendapkan di air dangkal melalui
proses penguapan dan kumpulan koloid - koloid organik dari larutan garam-
garaman dan organisme yang berupa bakteri atau binatang - binatang. Endapan
organisme ini disebut sedimen organik atau sedimen biogenik seperti limestone,
dolomit, koral, algae dan batubara.
Lingkungan pengendapan yang paling baik untuk proses terjadinya dan
sekaligus menjadi perangkap hidrokarbon pada batuan karbonat adalah
lingkungan karbonat lagoon dan shelf yang mengalami subsidensi secara cepat,
kemudian komplek terumbu yang berasosiasi dengan lingkungan tersebut dan
daerah turbidit dari batuan karbonat. Di daerah yang tersebut tadi sangat subur
13

bagi organisme, karena mereka menerima banyak makanan (nutrient) yang


terbawa oleh arus naik.
Batuan reservoir yang terbentuk bersamaan (bergantian atau berdampingan)
dengan batuan induk dapat terdiri dari batuan karbonat bioklastik, oolite, terumbu
dan dolomite.
Batuan karbonat merupakan batuan reservoir penting untuk minyak dan gas
bumi, dari 75 % daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen, kira-kira 1/5 dari
massa sedimen ini terdiri dari batuan karbonat (gamping dan dolomit). Pada
umumnya batuan karbonat dapat dibagi 4 macam yaitu :

1). Terumbu Karbonat


Terumbu (reef) dapat merupakan batuan reservoir yang sangat penting. Pada
umumnya terumbu terdiri dari suatu kerangka dari koral, ganggang dan
sebagainya yang tumbuh dalam laut yang bersih, berenergi gelombang tinggi dan
mengalami banyak pembersih. Sehingga rongga - rongga menjadi sangat bersih.
Juga diantara kerangka tersebut terdapat banyak fragmen koral, foraminifera dari
butiran bioklastik lainnya. Tetapi karena pertumbuhan ini terjadi di daerah yang
berenergi tinggi maka biasanya menjadi lebih bersih.
Dalam hal ini porositas yang didapatkan terutama berada dalam kerangka
yang berbentuk rongga - rongga bekas binatang hidup yang biasanya disemen
dengan spary calcite sehingga porositasnya menjadi kecil.
Ada kalanya porositas juga diperbesar karena mengalami pelarutan lebih
lanjut, sehingga menjadi lorong - lorong atau bergua - gua. Seringkali dalam
reservoir semacam itu didapatkan lubang - lubang atau gerowong, yang dalam
pemboran mengakibatkan hilangnya banyak lumpur pemboran, sehingga pipa bor
tiba - tiba jatuh.

2). Gamping Klastik


Gamping klastik sering juga merupakan reservoir yang sangat baik,
terutama asosiasinya dengan oolite, yang sering disebut sebagai kakarenit. Jadi
jelas bahwa batuan reservoir yang terdapat didalam oolite itu merupakan
14

pengendapan yang berenergi tinggi dan didapatkan dalam jalur sepanjang pantai
atau jalur dangkal dengan arus gelombang yang kuat.
Porositas yang didapatkan biasanya ialah jenis porositas intergranuler, yang
kadang – kadang juga diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas bisa mencapai
setinggi 32 %, tetapi hanya mempunyai permeabilitas 5 millidarcy.

3). Dolomit
Dolomit merupakan batuan reservoir karbonat yang jauh lebih penting dari
jenis batuan karbonat lainnya. Cara terjadinya dolomit ini tidak begitu jelas, tetapi
pada umumnya dolomit ini bersifat sekunder, atau sedikit banyak dibentuk
sesudah sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit banyak
menghasilkan berbagai macam interpretasi.
Salah satu teori mengenai hal ini ialah porositas timbul karena dolomitasi
batuan gamping, sehingga molekul kalsit diganti oleh molekul dolomit. Karena
molekul dolomit lebih kecil dari molekul kalsit, maka hasilnya akan merupakan
pengecilan volume sehingga timbullah rongga – rongga.
Jadi jelaslah adanya hubungan antara dolomitasi dan porositas. Dolomit
yang biasanya mempunyai porositas yang baik bersifat sukrosik, yaitu berbentuk
hampir menyerupai gula pasir. Sering juga dolomit ini terdapat porositas yang
bersifat gerowong yang mungkin disebabkan karena banyak kalsit yang belum
diganti oleh dolomit, dan berbentuk patches atau berbentuk yang lebih besar dari
satu kristal. Semua bentuk itu kemudian dilarutkan dan menghasilkan porositas
gerowong ini. Dolomitasi juga terjadi dalam batuan gamping yang bersifat
terumbu. Bahkan banyak koral yang didolomitasi juga menimbulkan gerowong –
gerowong yang besar, sehingga akan memperlihatkan porositas interkristalin.
Dalam hal ini ada dua macam dolomit yang terjadi, yaitu :
a). Dolomit yang bersifat primer
Terbentuk dalam suatu laguna atau laut tertutup yang sangat luas, dengan
temperatur sangat tinggi.
15

b). Dolomit rubahan (replacement)


Terutama terjadi pada dolomitasi gamping yang bersifat terumbu, dengan
teori yang terkenal yaitu Supratidal Seepage Reflux. Disini dijelaskan bahwa
terumbu yang bersifat penghalang akan membentuk suatu laguna dibelakangnya.
Laguna ini hanya terisi air laut pada waktu – waktu badai, dan air laut yang
terdapat dibelakang terumbu yang menghalangi itu menjadi tinggi kegaramannya.
Akan tetapi air garam yang terjebak di dalam laguna yang demikian, Mg-nya akan
sangat tinggi dan juga berat jenisnya akan meningkat. Oleh karena itu akan terjadi
suatu perembesan kembali (reflux) melalui pori – pori yang terdapat dalam
gamping kerangka ataupun terumbu tersebut kembali lagi ke laut bebas.
Pada waktu perembesan melalui kerangka gamping, terjadilah dolomitasi.
Sehingga jelaslah bahwa dolomitasi ini merupakan proses yang paling penting dan
asosiasianya dengan porositas sangat jelas.

4). Gamping Afanitik


Batu gamping yang bersifat afanitik dapat pula bertindak sebagai batuan
reservoir, terutama kalau porositasnya didapatkan secara sekunder. Misalnya
karena peretakan ataupun karena pelarutan dibawah suatu ketidakselarasan.
Batuan karbonat dapat dibagi menjadi berbagai klasifikasi, yaitu :
a). Type Compact Crystallin
Pada tipe ini matrik tersusun rapat oleh kristalin yang saling mengisi
diantara pori – pori yang non visbel, diperkirakan 1 – 5 % dari pori-pori ini
kurang begitu efektif. Permukaan batuannya merupakan permukaan yang paling
licin.
b). Type Chalky
Untuk tipe ini matrik batuan tersusun dari kristal – kristal kecil, sehingga
ruang pori – pori terisi rapat oleh partikel – partikel tersebut dan hanya tampak
bila dilihat dengan mikroskop. Permeabilitasnya berkisar antara 10 – 30 md.
Dengan kenampakan batuannya yang baru dibelah akan menunjukkan permukaan
yang suram seperti kapur.
16

c). Type Granular satu sacharoidal


Pada tipe ini matrik tersusun dari kristal – kristal, yang hanya sebagian saja
kontak antara satu sama lainnya. Sehingga akan memberikan ruang antar pori –
pori yang saling berhubungan. Permeabilitas sangat tinggi, hingga bisa mencapai
beberapa ratus millidarcy.
Klasifikasi ukuran pori masih dibagi menjadi empat kelas, yaitu :
 Porositas yang tidak tampak oleh mata biasa maupun dengan mikroskop
yang diperbesar 10 kali.
 Porositas yang tidak dapat dilihat tanpa pembesaran, tapi terlihat pada
pembesaran 10 kali.
 Porositas yang kelihatan oleh mata biasa, tetapi garis tengahnya berkisar
antara 0,1 - 1,0 mm.
 Porositas yang berukuran pori – pori lebih besar dari 1,0 mm.
Yang termasuk dalam kelompok batuan karbonat adalah limestone,
dolomite dan yang bersifat diantara keduanya.
Istilah limestone biasanya dipakai untuk kelompok batuan yang
mengandung paling sedikit 80 % calcium carbonate atau magnesium, juga dipakai
untuk batuan yang mempunyai fraksi carbonate melebihi unsur non carbonate-
nya. Pada limestone, fraksi disusun terutama oleh mineral calcite. Sedangkan pada
dolomite, mineral penyusun utamanya adalah mineral dolomite.
Komposisi limestone terutama didominasi oleh calcite, sehingga
mengandung CaO dan CO2 sangat tinggi. Bahkan sering kali jumlahnya
mencapai lebih dari 95%. Unsur lainnya yang lebih penting adalah MgO, dimana
jika jumlahnya lebih dari 1 % atau 2 %, kemungkinan besar mengandung mineral
dolomite. Kebanyakan limestone mengandung MgCO3 kurang dari 4 % sampai
lebih dari 40 %.
Sedangkan dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari
limestone yang mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %. Sedangkan
untuk batuan-batuan yang mempunyai komposisi antara limestone dan dolomite
akan mempunyai nama bermacam-macam, tergantung dari unsur yang
dikandungnya. Untuk batuan yang unsur calcite, disebut limy, calcitic calciferous
17

atau calcodolomite. Pada dasarnya komposisi kimia dolomite hampir sama dengan
limestone, kecuali pada unsur MgO yang merupakan unsur yang penting dengan
jumlah yang cukup besar.

TEXTURAL PARAMETERS CARBONATE

Grains - Bioclasts
- Feldspars
- Quartz

Matrix - Clay minerals

Cement - sparry
- Calcite

Gambar 2.3.
Komposisi Batuan Karbonat
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

2.1.1.3. Komposisi Kimia Batuan Shale


Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan
Fe2O3. 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium
oxide (K2O), 1 % sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal
oxide dan anion seperti terlihat pada Tabel II-7.
18

Tabel II-7
Komposisi Kimia Shale
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

MINERAL A B C D E F
Si O2 58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96
Ti O2 0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59
Al2 O3 15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52

Fe2 O3 4,02 4,00 4,04 2,25 3,83


3,47
Fe O 2,45 1,74 2,90 3,66 5,09

Mn O .... T T .... 0,10 0,06

Mg O 2,44 2,67 2,32 2,60 2,54 1,41

Ca O 3,11 5,96 1,41 1,54 1,00 2,17


Na2 O 1,30 1,80 1,01 1,19 1,23 1,51
K2 O 3,24 2,67 3,60 3,69 3,79 2,30
H2 O + 3,45 3,82 3,51 3,31 1,96
5,00
H2 O – 2,11 0,89 0,62 0,38 3,78
P2 O3 0,17 0,20 0,15 .... 0,14 0,18
C O2 2,63 4,62 1,46 1,47 0,84 1,40
S O3 0,64 0,78 0,58 .... 0,28 0,03
Organic 0,80 a 0,69 a 0,88 a .... 1,18 a 0,66
Misc. .... 0,06 b 0,04 b 0,38 c 1,98 c 0,32
T o t a l 99,95 100,84 100,46 99,60 100,00 100,62

A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)


B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924,
p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel,
1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509).
a. Carbon; b. Ba O; c. Fe S .
2

Dalam keadaan normal shale mengandung sejumlah besar quartz, silt,


bahkan jumlah ini dapat mencapai 60 %. Tetapi dalam keadaan tertentu shale bisa
mengandung silika dengan kandungan tinggi yang bukan berasal dari kandungan
silt. Kebanyakan kandungan silika yang berlebihan tersebut didapatkan dalam
bentuk crystalline quartz yang sangat halus, chalcedony atau opal. Beberapa
kemungkinan dari keadaan ini adalah hasil dari sejumlah besar diatom atau abu
vulkanik didalam lingkungan pengendapan. Beberapa silika merupakan unsur
19

tambahan yang mungkin berasal dari proses alterasi kimia dari mineral-mineral
utama silika.
Shale yang kaya akan besi berisi lebih banyak pyrite atau siderite, atau
silikat besi, yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada
kondisi lingkungan pengendapan asalnya tidak terjadi penurunan atau bahkan
kekurangan unsur alumina.
Kandungan potash hampir selalu lebih banyak dibandingkan dengan soda,
yang mana hal ini kemungkinan sebagai hasil fiksasi didalam mineral – mineral
illitic clay. Sedangkan pada beberapa shale yang sangat kaya sekali akan alkali,
maka akan mengandung sejumlah besar authigenic feldspar.

TEXTURAL PARAMETERS SHALE

Grains Silt size old


- Quartz
- Feldspars
- Mica
- Heavy minerals

Matrix - Clay minerals

Cement - Calcite organics

Gambar 2.4.
Komposisi Batuan Shale
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

Mineral Clay dibuat secara baku berdasarkan struktur ikatan atom – atom
yang terkait. Ini menghasilkan dua kelompok utama mineral Clay, yaitu :
1. Three – layer mineral
2. Two – layer mineral
20

Octahedral Sheet merupakan struktur ikatan aluminium-oksigen-hidroksil


atau magnesium-oksigen-hidroksil, sedangkan Tetrahedral Sheet merupakan
struktur ikatan atom – atom silicon dan oksigen.
Kombinasi (ikatan) antara satu octahedral sheet dan satu atau dua tetrahedral
sheet disebut sebagai unit layer. Mineral Clay merupakan bentuk gabungan dari
banyak unit layer yang menyatu secara parallel.
Selain berdasarkan struktur ikatan atom, jenis mineral dibagi berdasarkan
analisis kimiawinya, yaitu :
1. Montmorillonite atau Smectite
2. Illite
3. Kaolinite
4. Chlorite
5. Attapulgite
6. Mixed-layer Clay
1. Montmorillonite atau Smectite
Montmorillonite mempunyai struktur sheet 3 lapis (aluminica octahedral
ditengah dan 2 silica tetrahedral di sisi luar) dan atom – atom oksigen yang
berdekatan saling mengikat. Bilamana sebagian atau seluruh unsur Al3+
digantikan oleh Fe2+ atau Mg2+, dan Si4+ oleh Al3+ maka permukaan partikel –
partikel montmorillonite akan bermuatan negatif. Muatan negatif ini biasanya
diimbangi dengan mengikat (ikatan kimiawi) ion-ion Ca2+ dan atau Mg2+, H+, K+,
Na+. Ikatan (fisik) antar layer (kristal) yang lemah mengakibatkan kemudahan
bagi molekul-molekul air untuk masuk terabsorbsi kedalam celah – celah antar
layer/kristal. Hal ini sebetulnya diakibatkan oleh kecenderungan kation-kation
(Ca2-, Na+, dsb.) untuk terhidrasi (yaitu mengikat molekul-molekul H2O).
Setiap unit – unit struktur/kristal montmorillonite yang ukurannya sekitar
angstrom bisa mencapai dua kalinya pada kondisi terhidrasi. Derajat hidrogen
(swelling affinity) tergantung pada jenis kationnya dan komposisi airnya.
2. Illite
Illite disebut juga sebagai three-layer clay seperti halnya dengan
montmorillonite karena struktur sheetnya sama (yaitu dua silica tetrahedral sheet
21

dan satu octahedral sheet). Bedanya adalah bahwa permukaan unit kristal
mengikat kation kalium (K+) dan sifatnya relative tetap. Walaupun K+ dapat
menarik molekul-molekul H2O tetapi karena ikatan antara unit-unit kristalnya kuat
maka penyerapan molekul-molekul H2O sangat terbatas dan tidak menyebabkan
pengembangan partikel-partikel illite secara signifikan.
Partikel – partikel illite berbentuk panjang (rambut) dan montmorillonite
berbentuk pipih kecuali yang “stacked” (pelapisan). Ukuran bervariasi, mulai dari
yang lebih kecil dari 1 micron sampai beberapa micron.
3. Kaolinite
Kaolinite disebut juga two-layer clay, yaitu struktur sheetnya terdiri dari
satu tetrahedral sheet dan satu octahedral sheet. Ikatan (hydrogen bounding) antar
kristal/sheet sangat lemah dan penyerapan molekul-molekul H2O sangat kecil
sekali. Karena itu kaolinite tidak terjadi swelling pada kondisi dalam formasi.
Pengelompokkan partikel – partikel kaolinite biasanya berbuku-buku. Bentuk
partikelnya lebih teratur (persegi).
4. Chlorite
Chlorite termasuk jenis three-layer clay seperti montmorillonite tetapi
octahedral sheetnya mengandung Mg++ (brucite). Kemampuan pertukaran kation
sangat rendah karena ikatan antara octahedral sheet (positive charge) dan
tetrahedral sheet (negative charge) sangat kuat. Karena itu juga maka partikel –
partikel chlorite tidak menyerap air. Bentuk partikel adalah pipih.
5. Attapulgite
Attapulgite mempunyai struktur sheet yang tidak teratur. Unit sheetnya
berkemampuan melakukan pertukaran kation dan menyerap molekul H2O tetapi
dalam jumlah yang terbatas sehingga derajat swellingnya rendah. Bentuk partikel -
partikelnya panjang mirip jarum.
6. Mixed-layer Clay
Mineral ini sesungguhnya kumpulan ikatan sejumlah unit layer dari
beberapa jenis clay. Ikatan antar layer sangat kuat. Mineral ini bukan campuran
partikel – partikel clay yang tidak sejenis. Kalau campuran/kumpulan beberapa
22

jenis clay mudah dipisah tetapi mixed-layer merupakan jenis mineral clay
tersendiri.

2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir


Syarat untuk menjadi batuan reservoir adalah harus mempunyai
kemampuan untuk menampung dan mengalirkan fluida reservoirnya, yang
dinyatakan dalam bentuk porositas dan permeabilitas. Sifat fisik lain yang perlu
diperhatikan adalah saturasi, wettabilitas, tekanan kapiler serta kompresibilitas
dari batuannya.
2.1.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang
pori-pori dengan volume batuan total (bulk volume) kemudian dikalikan 100
untuk menyatakan dalam persentase. Porositas akan menentukan kapasitas
penyimpanan fluida di dalam suatu batuan. Secara matematis porositas dapat
dinyatakan sebagai

Vb  Vs Vp
  x100%…............................…………………… (2-1)
Vb Vb

Keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
 = porositas, %
Porositas pada batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah persenase volume pori-pori total terhadap
volume batuan total (bulk volume).
Volume seluruh pori total
 abs  100% ……………...………… (2-2)
Volume batuan total

2. Porositas efektif, adalah persentase volume pori-pori yang saling


berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume).
Volume pori yang berhubungan
eff  100% …………………… (2-3)
Volume batuan total
23

Untuk selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena


dianggap sebagai fraksi volume yang produktif. Gambar 2.5. menunjukkan
perbandingan antara porositas efektif, non efektif dan porositas total dari suatu
batuan.

Connected or
Effective
Porosity

Total
Porosity

Isolated or
Non-Effec tive
Porosity

Gambar 2.5
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif dan
Porositas Absolut Batuan
(Koesoemadinata, R. P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi Jilid I & II Edisi Kedua”, 1980.)

Ditinjau dari asal dan cara terbentuknya, porositas dibedakan menjadi :


a. Porositas primer, adalah porositas yang terjadi bersamaan dengan proses
pengendapan batuan.
b. Porositas sekunder, adalah porositas yang terjadi setelah proses
pengendapan batuan, seperti akibat proses pelarutan atau rekahan.
Porositas sekunder dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
proses pelarutan batuan.
b. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban,
seperti : lipatan, sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk
dievaluasi atau ditentukan secara kuantitatip karena bentuknya tidak
teratur.
c. Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia :
2CaCO3 + MgCl2  CaMg(CO3)2 + CaCl2
24

Porositas merupakan fungsi dari sortasi/ pemilahan. Besar-kecilnya


porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: ukuran butir (semakin baik
distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan butir berbentuk
kubus mempunyai porositas lebih baik (47,6%) dibandingkan bentuk
rhombohedral mempunyai porositas (25,96%).), kompaksi dan sementasi
(Kompaksi batuan akan mengakibatkan mengecilnya porositas, hal ini diakibatkan
karena penekanan batuan diatasnya, sehingga batuan menjadi rapat, Sementasi
yang kuat akan memperkecil porositas). Sistem porositas dapat dilihat pada
Gambar 2.6

90 o
o
90
90 o

a. Cubic (porosity = 47,6 %)

90 o
90 o
o
90

b. Rhombohedral (porosity = 25,96 %)

Gambar 2.6.
Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

2.1.2.2. Saturasi Fluida


Saturasi fluida pada batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume
pori-pori total pada suatu batuan berpori.
1. Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori  pori yang diisi min yak
So  ………………….......… (2-4)
volume pori  pori total

2. Saturasi air (Sw) adalah :


volume pori  pori yang diisi air
Sw  ……….…………………...... (2-5)
volume pori  pori total

3. Saturasi gas (Sg) adalah :


volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg  …………………….…. (2-6)
volume pori  pori total
25

Jika pori-pori batuan diisi oleh minyak-gas-air maka berlaku hubungan :


So + Sg + Sw = 1.......................................................................................……. (2-7)
Jika diisi oleh gas dan air saja maka berlaku hubungan :
Sg + Sw = 1.................................................................................................…... (2-8)

2.1.2.3. Permeabilitas
API Code 27 menyatakan bahwa permeabilitas merupakan properti media
berpori dan properti ini merupakan ukuran yang menyatakan kemampuan media
berpori untuk mentransfer/mengalirkan fluida. Henry Darcy pada tahun 1856
meneliti aliran air melalui saringan pasir untuk pemurnian air. Peralatan
percobaan yang digunakannya secara skematik ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7.
Skema Penelitian Darcy Mengenai Aliran Air Melalui Pasir
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
26

Darcy menginterpretasikan penelitiannya dan menghasilkan rumusan


essensial yang dinyatakan:
k . A.( P1  P2 )
q ........................................................................ (2-9)
.L
Penelitian Darcy dilakukan dengan mengalirkan air melalui sand pack yang
100 % tersaturasi dengan air. Peneliti selanjutnya menemukan bahwa hukum
Darcy dapat diaplikasikan pada fluida lainnya selain air dan bahwa konstanta
proporsionalitas k dapat dituliskan sebagai k/μ dimana k adalah permeabilitas
yang merupakan sifat fisik batuan dengan satuan cm2 atau lebih familiar dengan
satuan Darcy dan μ adalah viskositas fluida dalam centipoise (g/cm detik).
Definisi batuan mempunyai permeabilitas 1 Darcy adalah apabila batuan mampu
mengalirkan fluida satu fasa dengan laju 1 cc/detik, berviskositas 1 cp, sepanjang
1 cm dan mempunyai penampang 1 cm2 dengan perbedaan tekanan sebesar 1 atm
. Definisi ini secara sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.7. untuk aliran linear
fluida incompressible dan persamaannya dapat dituliskan:
q. .L
k ........................................................................... .. (2-10)
A.( P1  P2 )

Keterangan :
k = permeabilitas media berpori, darcy
q = laju alir fluida, cm3/detik
μ = viskositas fluida, cp
A = luas penampang media berpori, cm2
L = panjang media berpori, cm
p1 = tekanan upstream, atm
p2 = tekanan downstream, atm
Persamaan (2-8) juga dapat diaplikasikan untuk aliran linear gas nyata dalam
media berpori menurut hukum Darcy, dimana laju aliran gas dievaluasi pada
tekanan rata-rata.
27

Gambar 2.8.
Model Batupasir Untuk Aliran Fluida Linier
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

Permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :


o Permeabilitas absolut adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya
minyak atau gas saja.
o Permeabilitas efektif adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
o Permeabilitas relatif adalah perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut.

2.1.2.4. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur
(immisible). Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya tarik-
menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan faktor
dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan. Dalam sistem reservoir
digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas) yang ada di antara matrik batuan.
28

Gambar 2.9.
Kesetimbangan Gaya-gaya Pada Batas Air - Minyak – Padatan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

Menurut Srobod (1952), harga wettabilitas dan sudut kontak nyata


ditentukan berdasarkan karakteristik pembasahan, yang merupakan fungsi dari
threshold pressure (Pt), sesuai dengan persamaan berikut :
cos  wo PTwo  oa
Wettabilitiy Number = ................................ (2-11)
cos  oa PToa  wo

PTwo  oa
Contact Angle = cos  wo  ....................................... (2-12)
PToa  wo

Keterangan :
Cos wo = Sudut kontak air dengan minyak dalam inti batuan.
Cos oa = Sudut kontak minyak dengan udara dalam inti batuan (=1).
PTwo = Tekanan threshold inti batuan terhadap minyak ( pada waktu
batuan berisi air ).
PToa = Tekanan threshold inti batuan terhadap udara ( pada waktu batuan
berisi minyak).
wo = Tegangan antar muka antara air dengan minyak.
oa = Tegangan antar muka antara minyak dengan udara.

2.1.2.5. Tekanan Kapiler


Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
29

sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka.


Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-
wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “Wetting fasa” (Pw) atau :
Pc = Pnw - Pw …………........................................................................(2-13)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Pada reservoir biasanya air sebagai
fasa yang membasahi (wetting phase), sedangkan minyak dan gas sebagai fasa
tidak membasahi (non-wetting phase). Ilustrasi hubungan antara wettabilitas
dengan tekanan kapiler pada suatu pipa kapiler ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10.
Ilustrasi Hubungan Antara Wettabilitas Dengan Tekanan Kapiler Pada
Suatu Bejana Kapiler
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori dan
macam fluidanya, yang secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan
sebagai berikut :
2.. cos 
Pc  .........................................................................................….. (2-14)
r
30

Keterangan :
Pc = tekanan kapiler, atm
 = tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
cos  = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori, cm

2.1.2.6. Kompresibilitas Batuan


Pada formasi batuan kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang bekerja
padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya ini
terganggu, akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori,
perubahan batuan.
Menurut Geerstma (1957), mengemukakan tiga konsep mengenai
kompressibilitas batuan, yaitu :
 Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material
padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volumebulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :
1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan.
2. Tekanan luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
31

(bulk) batuan reservoir. Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang
serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volumebulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas Cr atau :
1 dVr
Cr  . ........................................................................ (2-15)
Vr dP
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan
sebagai kompressibilitas Cp atau :

1 dVp
Cp  . ....................................................................... (2-16)
Vp dP *

Keterangan :
Vr = Volume padatan batuan (grains)
Vp = Volume pori-pori batuan
P = Tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = Tekanan luar (tekanan overburden).
Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua faktor
yang terpisah. Kompressibilitas total terbentuk dari pengembangan butir - butir
batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang mengelilinginya.
Sedangkan kompressibilitas efektif terjadi karena kompaksi batuan dimana fluida
reservoir menjadi kurang efektif menahan beban di atasnya (overburden). Kedua
faktor ini cenderung akan memperkecil porositas.

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir


Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir pada
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida
hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi
hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar
sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir dan lain-lain.
32

Fluida reservoir minyak dapat berupa hidrokarbon dan air. Hidrokarbon


terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan air
formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan endapan minyak.

2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir


2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen.
Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi yang terdiri dari
hidrokarbon rantai terbuka, yang meliputi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh serta
hidrokarbon rantai tertutup (susunan cincin) meliputi hidrokarbon cyclic aliphatic
dan hidrokarbon aromatic. Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog,
anggota dari seri homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya
dapat diketahui dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah
diketahui. Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut didasarkan
pada jumlah atom karbon pada struktur kimianya.

A. Golongan Hidrokarbon Jenuh


Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+1 dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan
masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi
dari satu atom C berhubungan dengan atom C di sebelahnya. Seri homolog
hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkene) dimana
penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon
dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran “ana” (Inggris : “ane”).
Senyawa dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon golongan
paraffin. (Tabel II-8) menunjukkan contoh-contoh nama-nama anggota alkana
sesuai dengan jumlah atom karbonnya.
33

Tabel II-8
Alkana (CnH2n+2)
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)

No. Karbon, n Nama

1 Methane
2 Ethane
3 Propane
4 Butane
5 Pentane
6 Hexane
7 Heptane
8 Octane
9 Nonane
10 Decane
20 Eicosane
30 Triacontane
Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama
merupakan gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point) karena
penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta
dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom
karbon atau lebih merupakan padatan (solid).
Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang
berlainan dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-
sifat fisik yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan
perubahan dalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan
perbedaan pada titik lebur dan titik didih di antara isomer-isomer alkana.
Seri n-alkana yang diberikan pada Tabel (II-9) memperlihatkan gradasi sifat-
sifat fisik yang tidak begitu tajam.
34

Tabel II-9
Sifat–sifat Fisik n-Alkana
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)

Boiling Point Melting Point Specific


n Name oF oF Gravity
60o/60 oF
1 Methane -258.7 -296.6
2 Ethane -127.5 -297.9
3 Propane -43.7 -305.8 0.508
4 Butane 31.1 -217.0 0.584
5 Pentane 96.9 -201.5 0.631
6 Hexane 155.7 -139.6 0.664
7 Heptane 209.2 -131.1 0.688
8 Octane 258.2 -70.2 0.707
9 Nonane 303.4 -64.3 0.722
10 Decane 345.5 -21.4 0.734
11 Undecane 384.6 -15 0.740
12 Dodecane 421.3 14 0.749
15 Pentadecane 519.1 50 0.769
20 Eicosane 648.9 99
30 Triacontane 835.5 151

B. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh


Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap tiga
(triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan. Oleh
karena itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom hidrokarbon telah
digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan.
Dengan cara ikatan rangkap dua atau rangkap tiga yang mengikat dua atom
C, maka hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon tak jenuh atau disebut juga
sebagai keluarga alkena (Inggris : alkene) dengan rumus umum CnH2n. Dalam
35

keadaan yang menguntungkan, hidrokarbon tak jenuh dapat menjadi jenuh dengan
penambahan atom-atom hidrokarbon pada rantai ikatan tersebut.
Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena lebih
reaktif bila dibandingkan dengan alkana. Selain ikatan ganda, senyawa
hidrokarbon tak jenuh ada juga yang mempunyai ikatan rangkap tiga (triple bond)
yang dikenal sebagai deretan asetilen. Rumus umum deretan asetilen adalah
CnH2n-2, dimana dalam tiap molekul terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat
dua atom karbon yang berdekatan. Pemberian nama untuk deret ini sama dengan
untuk deret alkena dengan memberi akhiran “una” (Inggris : “une”).
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik alkana,
sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada (Tabel II-
10). Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga peningkatan titik
didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana peningkatannya
mendekati 20 - 30o C untuk setiap penambahan atom karbon.

Tabel II-10.
Sifat-sifat Fisik Alkena
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)

Boiling Melting Specific


Name Formula Point, Point, Gravity,
oF oF 60o/60 oF
Ethylene CH2 =CH2 -154.6 -272.5
Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4
1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601
1-pentene CH2=CH(CH2)2CH3 86 -265.4 0.646
1-hexene CH2=CH(CH2)3CH3 146 -216 0.675
1-heptene CH2=CH(CH2)4CH3 199 -182 0.698
1-octene CH2=CH(CH2)5CH3 252 -155 0.716
1-nonene CH2=CH(CH2)6CH3 295 0.731
1-decene CH2=CH(CH2)7CH3 340 0.743
36

C. Golongan Naftalena
Senyawa golongan ini merupakan senyawa hidrokarbon, dimana susunan
atom karbonnya berbentuk cincin. Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh
tetapi rantai karbonnya merupakan rantai tertutup. Yang umum dari golongan ini
adalah sikloalkana atau dikenal juga sebagai naftena, sikloparafin atau
hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin karena sifat-sifatnya mirip dengan
parafin sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel II-11
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena Aromat Yang Polisiklis
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)

Specific
Boiling Melting
Gravity,
Name Point, Point,
60o/60o F
oF oF

Cyclopropane -27 -197 -

Cyclobutane 55 -112 -
Cyclopentane 121 -137 0.750
Cyclohexane 177 44 0.783
Cycloheptane 244 10 0.810
Cyclooctane 300 57 0.830
Metylcyclopentane 161 -224 0.754
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210 -80 0.772
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750
Methylcyclohexane 214 -196 0.774
Cyclopentene 115 -135 0.774
1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798
Cyclohexene 181 -155 0.810
1,3-cyclohexadiene 177 -144 0.840
1,4-cyclohexadiene 189 -56 0.847
37

D. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa hidrokarbon
lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini adalah CnH2n-
6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga ikatan tunggal
dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan
benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan
parafin dan olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam
minyak mentah yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat berada
dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
berwarna dan mendidih pada temperatur 176o F. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.

2.2.1.2. Komposisi Kimia Air Formasi


Air formasi mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara
reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air
formasi perlu sekali dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya.
Dibandingkan dengan air laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar
garam yang lebih tinggi, sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-
sifat fisiknya ini menjadi penting artinya karena kedua hal tersebut sangat
berhubungan dengan terjadinya plugging (penyumbat) pada formasi dan korosi
pada peralatan yang ada di bawah dan di atas permukaan.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi
metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi dan aluminium serta
bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk. Sedangkan komposisi
ion-ion penyusun air formasi seperti terlihat pada Tabel II-12 terdiri dari kation-
kation Ca, Mg, Fe, Ba. Dan anion-anion chlorida CO3, HCO3, dan SO4.
38

Air formasi mempunyai kation-kation dan anion-anion dengan jumlah


tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) seperti
yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel II-12
Komposisi Kimia Air Formasi
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

Connate Water

Composition Ion From well # 23 Sea Water

Stover Faria, Parts per million

McKean Country, Pa.

Parts per million

Ca++ 13,260 420

Mg++ 1,940 1,300

Na+ 31,950 10,710

K+ 650 -

SO4- 730 2,700

Cl 77,340 19,410

Br- 320 -

I- 10 -

Total 126,200 34,540


39

2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir


Fluida reservoir terdiri dari fluida hidrokarbon dan air formasi. Hidrokarbon
sendiri terdiri dari fasa cair (minyak bumi) maupun fasa gas, yang tergantung pada
kondisi (tekanan dan temperatur) reservoir yang ditempati. Perubahan kondisi
reservoir akan mengakibatkan perubahan fasa serta sifat fisik fluida reservoir.

2.2.2.1. Sifat Fisik Gas


Gas merupakan suatu fluida yang homogen dengan densitas dan viskositas
rendah, tidak tergantung pada bentuk dan volumenya, sehingga dapat mengisi
semua ruangan yang ada. Gas yang terdapat pada suatu reservoir mungkin
merupakan gas bebas, gas yang terlarut dalam minyak, gas yang terlarut dalam air
atau sebagian merupakan gas cair (liquid gas). Sifat fisik gas yang akan dibahas
antara lain adalah densitas, viskositas, faktor volume formasi, kompresibilitas gas
dan faktor kompresibilitas.

2.2.2.1.1. Densitas Gas


Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini
massa dapat diganti oleh berat gas, m. Sesuai dengan persamaan gas ideal, maka
rumus densitas untuk gas ideal adalah :
m PM
g   ……………………………………………………...(2-17)
V RT

Keterangan :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, o R
R = konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole o R
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan
untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
P Ma
g  ………………………………………………………….(2-18)
zRT
40

Keterangan :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak =  yi Mi
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.

2.2.2.1.2. Viskositas Gas


Viskositas gas (μg) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan gas terhadap
aliran, dengan satuan centipoise (cp) atau gr/100 detik/1 cm. Viskositas gas sulit
diukur secara teliti, terutama pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir.
Viskositas secara umum dicari dengan menggunakan korelasi seperti yang
dikemukakan oleh Bicher dan Katz, viskositas gas merupakan fungsi dari tekanan,
temperatur dan berat molekul gas. Bertambahnya tekanan dan temperatur
menyebabkan naiknya harga viskositas. Kenaikan tekanan menyebabkan jarak
antara molekul-molekul semakin kecil, sehingga tumbukan antar molekul semakin
sering terjadi. Kenaikan temperatur juga menyebabkan tumbukan antar molekul
menjadi sering terjadi. Grafik korelasi yang dihasilkan oleh Bicher dan Katz
terlihat pada Gambar 2.11 dan Gambar 2.12.
41

Gambar 2.11.
Viskositas Gas Alam pada suhu 600 F & 1000 F
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

Gambar 2.12.
Viskositas Gas Alam pada suhu 2000 F & 3000 F
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
42

Viskositas untuk campuran gas dapat dicari melalui hubungan matematis


yang dikemukakan oleh Herning dan Zipperer (1936) sebagai berikut :
Σ μ i Yi M i
μ1g= …………………..…………...............……………(2-19)
Σ Yi M i
Keterangan :
μ1g = viskositas gas campuran pada tekanan 1 atm, cp
μi = viskositas komponen ke-i, cp
Yi = fraksi mol komponen ke-i
Mi = berat molekul komponen ke-i

2.2.2.1.3. Faktor Volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas adalah perbandingan volume dari sejumlah gas
pada kondisi reservoir dengan kondisi standard, dapat dituliskan :
Vres
Bg  .................................................................................... (2-20)
Vsc

atau
Zr Tr  cu . ft 
Bg  0,0282   ..................................................... (2-21)
Pr  scf 
atau jika dalam suatu lapangan ( 1 bbl = 5,62 cuft)
Zr Tr  bbl 
Bg  0,00504   ........................................................ (2-22)
Pr  scf 
Keterangan : Vr = Volume gas pada kondisi reservoir, cuft
sc = Volume gas pada kondisi standart, SCF
Zr = Faktor kompressibilitas gas
Tr = Temperatur reservoir, ° R
Pr = Tekanan reservoir, psi

2.2.2.1.4. Kompresibilitas Gas


Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume per unit
perubahan tekanan, atau dapat dinyatakan dengan persamaan :
43

Cg   V1 ( dV
dP ) ….………………………………………… (2-23)

Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per unit
volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan. Atau dalam
persamaan dapat ditulis menjadi :
1  V 
C  T ......................................................................... (2-24)
V  P 
Untuk gas ideal,
n.R.T V n.R.T
V  maka ( )T = -
P P p2
sehingga
P  n.R.T  1
C   ........................................................ (2-25)
n.R.T  P2  P
Sedangkan untuk gas nyata,
Z .n.R.T
V 
P
dimana Z = f(P), maka akan didapat
1 1 Z
C  ( ) ......................................................................... (2-26)
P Z P
Z
Harga ( ) dapat ditentukan secara analitis, yaitu :
P
Z Z  Z2
( )( 1 )
P P1  P2
Persamaan (2-43) dapat diubah menjadi
Cr = C Ppc ................................................................................... (2-27)
Dimana :
1 1 Z
Cr   ( )T pr ............................................................. (2-28)
Ppr Z Ppr
Keterangan :
V = Volume gas, cuft
T = Temperatur, o R
n = Jumlah mol gas
44

R = Konstanta, harganya 10.732 psia cuft/lb-mol R


Z = Faktor deviasi gas, dimana untuk gas ideal harga Z = 1
Mattar telah membuat korelasi untuk menentukan CrTpr yang merupakan
fungsi dari Ppr dan Tpr. Berdasarkan korelasi ini, maka harga kompressibilitas gas
(Cg) dapat ditentukan.

2.2.2.1.5. Faktor Kompressibilitas


Faktor Kompressibilitas atau Z faktor merupakan perbandingan antara
volume sebenarnya (aktual) yang ditempati suatu massa gas pada tekanan dan
temperatur tertentu terhadap volume idealnya pada kondisi tekanan dan
temperatur yang sama, sehingga :
Vactual
z ...................................................................................... (2-29)
Videal
Faktor kompressibilitas tidak berharga konstan namun akan bervariasi
dengan perubahan komposisi gas, temperatur dan tekanan. Untuk gas ideal, faktor
kompressibilitasnya (z faktor) berharga 1, sedangkan untuk gas nyata z dapat
berharga lebih kecil atau lebih besar dari 1 namun dapat juga berharga 1
tergantung dari tekanan dan suhu yang mempengaruhinya. Gambar 2.13.
menunjukkan z sebagai fungsi tekanan pada suhu tetap
45

Gambar 2.13.
Faktor Kompressibilitas Untuk Gas Alam
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

2.2.2.2. Sifat Fisik Minyak


Fluida minyak bumi dijumpai dalam bentuk cair, sehingga sesuai dengan
sifat cairan pada umumnya, pada fasa cair jarak antara molekul-molekulnya relatif
lebih kecil daripada gas. Sifat-sifat minyak bumi yang akan dibahas adalah
densitas, viskositas, kelarutan gas dalam minyak, faktor volume formasi dan
kompressibilitas.

2.2.2.2.1. Densitas Minyak


Densitas minyak (ρo) didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak (lb)
terhadap volume minyak (cuft). Densitas minyak biasanya dinyatakan dalam
specific gravity minyak (γo), yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas
minyak terhadap densitas air. Penulisannya secara matematis adalah sebagai
berikut :
46

o
o  ..........................................................................................(2-30)
w
Keterangan :
o = specific gravity minyak
o = densitas minyak, lb/cuft
w = densitas air, lb/cuft

Industri perminyakan seringkali menyatakan specific gravity minyak


dalam satuan oAPI, yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
141,5
o
API =  131,5 .....................................................................(2-31)
o
Minyak bumi biasanya mempunyai 0API sekitar 47 untuk minyak ringan
dan mempunyai 0API 10 untuk minyak berat.

2.2.2.2.2. Viskositas Minyak


Viskositas minyak (o) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak
terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran
tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centi poise
(cp) atau gr/100 detik/1cm. Viskositas minyak tergantung dari tekanan,
temperatur, gravity minyak dan kelarutan gas dalam minyak. Kenaikan temperatur
akan menurunkan viskositas minyak, dan dengan bertambahnya gas yang terlarut
dalam minyak maka viskositas minyak juga akan turun.
Gambar 2.14 menunjukkan hubungan antara viskositas minyak dan
tekanan reservoir pada temperatur tetap, kurva tersebut menjelaskan bahwa pada
saat tekanan reservoir berada diatas bubble point (Pb) viskositas minyak akan
mengalami penurunan dari Pi ke Pb. Saat tekanan reservoir di bawah bubble point
viskositas minyak mengalami kenaikan yang disebabkan gas yang terlarut
membebaskan diri dari minyak pada saat penurunan tekanan.
47

Gambar 2.14.
Hubungan antara Viskositas Minyak vs Tekanan Reservoir
(Mc.Cain, W., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1990.)

2.2.2.2.3. Kelarutan Gas dalam Minyak


Kelarutan gas dalam minyak didefinisikan sebagai banyaknya gas dalam
satuan standart cubic feet (SCF) yang berada di dalam minyak mentah sebanyak 1
stock tank barrel (STB) ketika minyak dan gas tersebut masih berada dalam
keadaan tekanan dan temperatur reservoir. Kelarutan gas dalam minyak
dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, 0API gravity, dan gas gravity.
Prosedur pengukurannya, diambil volume gas dalam keadaan standar (60
O
F dan 14,7 psi) dan volume minyak mentah dalam tangki pengumpul sebanyak 1
barrel, juga pada tekanan dan temperatur standar. Gambar 2.15. memperlihatkan
kurva kelarutan gas sebagai fungsi tekanan, untuk minyak tak jenuh. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa apabila penurunan tekanan sampai tekanan tertentu
dimana masih diatas tekanan gelembung, maka kelarutan gas besarnya tetap
sebesar Rsi, sedangkan pada tekanan di bawah tekanan gelembung, kelarutan gas
akan menurun karena gas secara perlahan-lahan akan membebaskan diri dari
minyak.
48

Gambar 2.15.
Grafik Hubungan Kelarutan Gas dalam Minyak dengan Tekanan
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)

Kurva kelarutan konstan sebelum mencapai Pb sebagai akibat dari belum


adanya gas yang terbebaskan. Dua jenis uji penentuan kinerja dari karakteristik
minyak dan gas yaitu :
1. Uji flash liberation.
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan diberikan dalam
jumlah tertentu lalu perlahan-lahan tekanan dikurangi sehingga terbentuk
kesetimbangan yang dicapai antara gas, minyak dan mercury (air raksa).
2. Uji diffrential liberation.
Uji ini dirancang untuk memperkirakan kondisi dalam reservoir ketika
gas yang dilepaskan dari minyak akibat adanya penurunan tekanan, ini sebagai
hasil dari gravity segregation.
Karena lebih sedikit gas yang dibebaskan pada pembebasan gas
differential, maka sisa volume minyak lebih besar dari pada pembebasan kilat.
Oleh karena itu faktor volume formasi pada pembebasan differential juga lebih
besar dari pada faktor volume formasi pembebasan kilat. Dalam Gambar diatas
harga Rs (SCF/STB) untuk pembebasan kilat > (lebih besar) daripada Rs
(SCF/STB) pembebasan differential.
49

2.2.2.2.4. Faktor Volume Formasi Minyak

Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai banyaknya


minyak termasuk gas yang terlarut dalam barrel pada kondisi reservoir untuk
mendapat satu stock tank barrel (STB) minyak pada kondisi standar (60 oF dan
14,7 psia) di permukaan. Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, jumlah
gas yang terlarut, specific gravity gas, oAPI minyak, dan temperatur.
Hubungan antara faktor volume formasi minyak dengan tekanan
ditunjukkan pada Gambar 2.16. Gambar tersebut menerangkan bahwa pada
kondisi tekanan reservoir berada diatas tekanan gelembung (Pb), harga Bo mula-
mula naik seiring dengan turunnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga volume
sistem cairan menjadi bertambah sebagai akibat terjadinya pengembangan
minyak. Harga Bo turun seiring dengan turunnya tekanan setelah Pb tercapai.
Penurunan harga Bo ini disebabkan semakin banyaknya gas yang terbebaskan dari
larutannya selama terjadi penurunan tekanan dibawah Pb.

Gambar 2.16.
Hubungan Faktor Volume Formasi Minyak Terhadap Tekanan
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
50

Dengan cara analisa PVT (Pressure Volume Temperatur), harga Bo dapat


ditentukan, yang mana harga Bo tersebut sangat tergantung pada cara proses
pembebasan gas yang terlarut (gas liberation process). Ada dua cara proses
pembebasan gas tersebut, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu :
1. Differential Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan secara
kontinue. Di dalam proses ini penurunan tekanan sistem akan disertai
mengalirnya sebagian fluida meninggalkan sistem. Minyak hanya berada
dalam kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu saja
dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini
berlangsung komposisi total sistem akan bertambah
2. Flash Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dengan jumlah
tertentu dan setelah keseimbangan tercapai, gas dibebaskan.
Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses di atas akan berbeda sesuai
dengan keadaan reservoir selama proses berlangsung. Hubungan antara Bo
dengan tekanan reservoir untuk proses pembebasan yang berbeda dapat dilihat
pada Gambar 2.17. Disini harga Bo pada proses flash liberation lebih kecil
daripada proses differential leberation. Pada proses minyak dari reservoir sampai
permukaan dapat dianggap mendekati proses flash liberation, karena pembebasan
gas yang terjadi dalam tubing dan alat-alat di permukaan mendekati flash
liberation.
51

Gambar 2.17.
Perbedaan Ideal Flash Dengan Differential Faktor Volume Formasi
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

2.2.2.2.5. Kompressibilitas Minyak


Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:

Co   V1  dV
dP  .....……….…………………………….…………(2-32)

Persamaan (2-20) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah


dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
Bob  Boi
Co  ….....…………………………………………..(2-33)
Boi  Pi  Pb 
Keterangan :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir
Pb = tekanan bubble point.
Fluida formasi pada tekanan di atas tekanan gelembung berada dalam
sistem satu fasa. Jika tekanan diperbesar maka akan terjadi pengurangan volume
fluida secara tidak linier, tergantung pada temperatur dan komposisinya. Apabila
tekanan diperkecil sampai gas pertama kali muncul (Pb), maka akan terjadi
pengurangan volume. Hal ini dapat terjadi karena sifat kompressibilitas fluida.
52

Pengaruh kompressibilitas minyak hanya dominan pada tekanan di atas tekanan


gelembung, faktor yang dominan adalah adanya gas bebas. Penurunan tekanan di
bawah tekanan gelembung akan memperkecil volume minyak karena adanya
sejumlah gas yang dibebaskan.

2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi


Sifat fisik air formasi yang akan dibahas adalah densitas, viskositas,
kelarutan gas dalam air formasi, faktor volume formasi - air formasi. Dan
kompressibilitas air formasi.

2.2.2.3.1. Densitas Air Formasi


Densitas air formasi (brine) pada kondisi standart merupakan fungsi total
padatan. Berat jenis formasi (w) pada reservoir dapat ditentukan dengan
membagi w pada kondisi standart dengan faktor volume formasi (Bw) dan
perhitungan itu dapat dilakukan bila air formasi jenuh terhadap gas alam pada
kondisi reservoir.
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per satuan volume, specifik
volume yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan specifik gravity,
yaitu densitas air formasi pada waktu kondisi tertentu yaitu pada tekanan 14,7 psia
dan temperatur 60o F.
Beberapa satuan yang umum digunakan untuk menyatakan sifat-sifat air
murni pada kondisi standart adalah sebagai berikut : 0,999010 gr/cc; 8,334 lb/gal,
62,34 lb/cuft, 350 lb/bbl (US), 0,01604 cuft/lb. Dari besaran-besaran satuan tsb
dapat dibuat suatu hubungan sebagai berikut :
w 1 0,01604
t   0,01604  w  .............................. ....... (2-34)
62,34 62,34 Vw

Keterangan :
t = Specifik gravity
w = Density, lb/cuft
Vw = Specifik volume, cuft/lb
53

Untuk melakukan pengamatan terhadap air formasi dapat dihubungkan


dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
Vw 
 wb Bw ............................................................................ ....... (2-35)
Vwb w
Keterangan :
Vwb = Specific volume air pada kondisi dasar, lb/cuft
wb = Density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = Faktor volume formasi air, bbl/stb
Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi dasar (standard) dan
faktor volume formasi dari air ada harganya (dari pengukuran langsung), maka
densitas dari air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi
terhadap densiti air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.

2.2.2.3.2. Viskositas Air Formasi


Viskositas air formasi (w) akan naik terhadap turunnya temperatur dan
terhadap kenaikkan tekanan seperti terlihat pada Gambar 2.18. yang merupakan
hubungan antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan temperatur.
Kegunaan mengetahui perilaku kekentalan air formasi pada kondisi reservoir
terutama untuk mengontrol gerakan air formasi di dalam reservoir.
54

Wa te r sa linity : 60000 p p m
1,8 a t 14,7 p sia p re ssure
a t 14,2 p sia p re ssure
1,6 a t 7100 p sia p re ssure
a t va p o ur p re ssure
Absolut Viscosity, cp

1,4

1,2

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0
0 50 100 150 200 250 300 350
o
Temp era tur, F

Gambar 2.18.
Viscositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

2.2.2.3.3. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi


Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas yang
terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Sifat kelarutan
air formasi (dalam gas) akan berpengaruh pada penanganan, pemrosesan dan
pengangkutan gas alam. Kelarutan gas dalam air formasi tergantung pada tekanan,
temperatur dan komposisi air formasi dan atau gas.
Kelarutan gas dalam air formasi adalah lebih kecil dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada kondisi reservoir yang sama. Pada
temperatur tetap kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan, sedangkan pada tekanan yang tetap kelarutan gas mula-mula menurun
sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu dan kelarutan
gas dalam air berkurang dengan bertambahnya kadar garam diperlihatkan oleh
Gambar 2.19.
55

Gambar 2.19.
Kelarutan Gas Dalam Air Formasi Sebagai Fungsi
Temperatur Dan Tekanan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

2.2.2.3.4. Faktor Volume Formasi Air Formasi


Faktor volume air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air
formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air
formasi ini dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, yang berkaitan dengan
pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan, pengembangan air dengan
turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya temperatur.
56

1,07

Water Formation Volume Factor, bbl/bbl


1,06

1,05 o
250 F
1,04

1,03
200 oF
1,02

1,01 150 oF
1,00
100 oF
0,99 pure water
pure water and natural gas
0,98
0 1000 2000 3000 4000 5000
Pressure, psia

Gambar 2.20.
Faktor Volume Air Formasi Sebagai Fungsi dari Tekanan dan Temperatur
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

2.2.2.3.5. Kompressibilitas Air Formasi


Kompresibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume yang
disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya. Besarnya
kompressibilitas air murni (Cpw) tergantung pada tekanan, temperatur dan kadar
gas terlarut dalam air murni, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.21.
Secara matematik, besarnya kompressibilitas air murni dapat ditulis
sebagai berikut :
1  V 
C wp     ...........................................................................(2-36)
V  P T
Keterangan :
Cwp = kompressibilitas air murni, psi –1
V = volume air murni, bbl
V; P = perubahan volume (bbl) dan tekanan (psi) air murni
Subscript T menunjukkan bahwa temperatur dianggap konstan.
57

Sedangkan pada air formasi yang mengandung gas, hasil perhitungan


harga kompressibilitas air formasi, harus dikoreksi dengan adanya pengaruh gas
yang terlarut dalam air murni. Koreksi terhadap harga kompressibilitas air dapat
dilakukan dengan menggunakan Gambar 2.21.

Gambar 2.21.
Kompresibilitas Air murni berdasarkan Tekanan dan Temperatur
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

Gambar 2.22.
Koreksi Harga Kompresibilitas Air Formasi terhadap kandungan
Gas Terlarut
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
58

Secara matematik, koreksi terhadap harga kompressibilitas air (Cw) dapat


dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
C w  C wp (1  0,0088 R sw ) .......................................................... (2-37)

Keterangan :
Cw = kompresibilitas air formasi, psi-1
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Rsw = kelarutan gas dalam air, cu ft/bbl

2.3. Kondisi Reservoir


Kondisi reservoir yang dimaksud disini adalah tekanan dan temperatur
reservoir, dimana dua besaran ini sangat berpengaruh terhadap keadaan reservoir,
baik pada batuan maupun fluida reservoir (gas, minyak dan air) Tekanan dan
temperatur reservoir dipengaruhi oleh adanya gradien kedalaman, letak lapisan
dan kandungan fluidanya. Tekanan dan temperatur reservoir akan dibicarakan
dalam sub bab ini.

2.3.1. Tekanan Reservoir


Konsep tekanan adalah gaya persatuan luas yang diterapkan oleh suatu
fluida, hal ini adalah konsep mekanik dari tekanan. Tekanan itu terjadi oleh
milyaran tabrakan di antara berbagai molekul fluida atau di dinding tersebut pada
setiap detik. Tekanan merupakan sumber energi yang menyebabkan fluida dapat
bergerak. Sumber energi atau tekanan tersebut pada prinsipnya berasal dari :
1) Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan oleh adanya beban formasi
di atasnya (overburden).
2) Timbulnya tekanan akibat adanya gaya kapiler yang besarnya dipengaruhi
oleh tegangan permukaan dan sifat-sifat kebasahan batuan.
Tekanan reservoir dapat terjadi oleh salah satu atau kedua sebab-sebab berikut :
o Tekanan hidrostatik, yang disebabkan oleh fluida (terutama air) yang
mengisi pori-pori batuan di atasnya.
Secara matematis tekanan hidrostatik dapat dituliskan sebagai berikut :
Ph  0,052  h .......................................................................... (2-38)
59

atau :

Ph  ( )h .......................................................................... (2-39)
10
Keterangan : ρ = densitas fluida, (ppg atau gr/cc)
Ph = tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)
h = tinggi kolom fluida, (ft atau meter).
Gradien tekanan hidrostatik untuk beberapa fluida antara lain air tawar 0,433
psi/ft, air asin 0,465 psi/ft, minyak 0,34-0,36 psi/ft, dan gas 0,08 psi/ft.
Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan abnormal jika tekanan diatas
gradien tekanan hidrostatik air asin dan subnormal (termasuk kedalam golongan
abnormal) jika tekanan berada dibawah gradien tekanan hidrostatik air tawar.
o Tekanan overburden, tekanan yang diderita oleh formasi karena beban
(berat) batuan di atasnya atau besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat
seluruh beban yang berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material  berat cairan
Pob  .......................................... (2-40)
luas area
Gradien tekanan overburden menyatakan tekanan overburden tiap
kedalaman.
Pob
Gob  .................................................................................... (2-41)
D
Keterangan :
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft
Pob = Tekanan overburden, psi
D = Kedalaman, ft
Pada prinsipnya tekanan reservoir adalah bervariasi terhadap kedalaman.
Hubungan antara tekanan dengan kedalaman ini disebut dengan gradient tekanan.
Gradient tekanan overburden adalah :
2,3 x 0.433 psi/ft = 1 psi/ft
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur dan gradient tekanan
60

reservoir. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas


formasi produktif serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
formasi.
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
diketemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka
selang waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur.

2.3.2. Temperatur Reservoir


Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman, ini
dinamakan gradient geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma. Besaran gradient geothermal bervariasi dari satu tempat ke tempat lain,
dimana harga rata-ratanya adalah 2o F/100 ft. Gradient geothermal yang tertinggi
adalah 4o F/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0.5o F/100 ft. Variasi yang
kecil dari gradient geothermal ini disebabkan oleh sifat konduktivitas thermal
beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :
T formasi  Ts tan dart
Gradien geothermal  ……....................... (2-42)
Kedalalaman Formasi
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dinyatakan sebagai berikut :
Td = Ta + Gt x D ……………………………………………….........(2-43)
Keterangan :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, o F
Ta = temperatur pada permukaan, o F
Gt = gradient temperatur, o F
D = kedalaman, ratusan ft.
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan
temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir,
61

kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23.
Gradien Temperatur Rata-rata Untuk Suatu Lapangan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

2.4. Phase Envelope Diagram


2.4.1. Reservoir Minyak
2.4.1.1. Reservoir Minyak Berat
Diagram fasa dari minyak berat (low shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada Gambar 2.24. Sebagai catatan disini adalah bahwa daerah dua fasa
mencakup kisaran tekanan yang lebar dan juga bahwa temperatur kritis dari
minyak adalah lebih tinggi dari temperatur reservoir
62

Gambar 2.24.
Diagram Fasa pada Minyak Berat
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

Garis vertikal 1 - 2 - 3 memperlihatkan pengurangan tekanan dengan


temperatur konstan yang terjadi apabila minyak tersebut diproduksikan. Garis
yang putus-putus memperlihatkan kondisi tekanan - temperatur yang terjadi
apabila minyak meninggalkan reservoir dan mengalir melewati tubing menuju ke
separator.
Titik 1 menunjukkan bahwa keadaan reservoir dikatakan tidak jenuh
(undersaturated), sedangkan titik 2 menunjukkan keadaan reservoir jenuh
(saturated) dimana minyak mengandung gas sebanyak-banyaknya dan suatu
pengurangan tekanan akan menyebabkan pembentukan fasa gas. Pada titik 3
fluida yang tetap berada di reservoir terdiri dari 75 % mol cairan atau 25 % mol
gas.
Titik yang menunjukkan tekanan dan temperatur di dalam seperator terletak
hampir dekat dengan garis titik gelembung yang diperkirakan 85 % mol minyak
diproduksikan tetap sebagai cairan pada kondisi seperator. Karena mempunyai
prosentase cairan yang cukup tinggi, maka ini disebut “low shrinkage crude oil”.
Apabila diproduksikan maka minyak berat ini biasanya menghasilkan gas oil
ratio permukaan sebesar 500 scf/stb dengan gravity 30 oAPI atau lebih. Cairan
produksi biasanya berwarna hitam dan lebih pekat lagi.
63

2.4.1.2. Reservoir Minyak Ringan


Diagram fasa dari minyak ringan (high shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada Gambar 2.25. dibawah, garis vertikal menunjukkan pengurangan tekanan
dengan temperatur tetap selama produksi. Titik 1 dan titik 2 mempunyai
pengertian yang sama dengan diagram sebelumnya, bedanya apabila tekanan
diturunkan di bawah garis titik gelembung, prosentase gas akan lebih besar. Titik
3 reservoir mengandung 40 % mol cairan. Diperkirakan 65 % fluida tetap sebagai
cairan pada kondisi separator. Oleh karenanya minyak disebut sebagai minyak
ringan (high shrinkage crude oil). Jadi minyak ini mengandung sedikit molekul
berat bila dibandingkan minyak berat.
Apabila diproduksikan maka minyak ringan ini biasanya menghasilkan gas
oil ratio permukaan sebesar kurang lebih 8000 scf/stb dengan gravity sekitar 50
o
API. Cairan produksi biasanya berwarna terang.

Gambar 2.25.
Diagram Fasa Minyak Ringan
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

2.4.2. Reservoir Gas


2.4.2.1. Reservoir Gas Kering
Diagram fasa untuk gas kering diperlihatkan pada Gambar 2.26. Untuk
campuran ini, baik kondisi reservoirnya maupun kondisi separator terletak di luar
daerah dua fasa. Tidak ada cairan yang dapat dibentuk dalam reservoir atau di
permukaan dan gasnya disebut “gas alam”.
64

Kata kering menunjukkan bahwa fluida tidak cukup mengandung molekul


hidrokarbon berat untuk membentuk cairan di permukaan. Tetapi perbedaan
antara gas kering dan gas basah tidak tetap, biasanya sistem yang gas oil ratio-nya
lebih dari 100,000 scf/stb dipertimbangkan sebagai gas kering.

Gambar 2.26.
Diagram Fasa Gas Kerin
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)

Ciri-ciri gas kering, antara lain :


- Temperatur kritik dan temperatur krikondenterm fluida relatif lebih rendah,
sehingga biasanya berharga jauh di bawah temperatur reservoir.
- Sedikit sekali (hampir tidak ada) cairan yang diperoleh dari separator di
permukaan.
- GOR produksi biasanya lebih besar dari 100,000 scf/stb, hal ini yang
membedakannya dari gas basah.

2.4.2.2. Reservoir Gas Basah


Gas basah merupakan fluida hidrokarbon yang dominan mengandung
senyawa-senyawa hidrokarbon ringan. Diagram fasa dari campuran hidrokarbon
terutama mengandung molekul lebih kecil, umumnya terletak di bawah
temperatur reservoir. Contoh dari diagram fasa untuk gas basah ditunjukkan oleh
Gambar 2.27.
65

Dalam kasus ini fluida berbentuk gas secara keseluruhan dalam pengurangan
tekanan reservoir. Karena kondisi separator terletak di dalam daerah dua fasa,
maka cairan akan terbentuk di permukaan. Cairan ini umumnya dikenal sebagai
“kondensat” atau gas yang dihasilkan disebut “gas kondensat”.
Kata basah menunjukkan bahwa gas mengandung molekul-molekul
hidrokarbon ringan yang pada kondisi permukaan membentuk fasa cair. Pada
kondisi separator, gas biasanya mengandung lebih banyak hidrokarbon menengah.
Kadang-kadang gas ini diproses untuk dipisahkan cairan butana dan propananya.
Ciri-ciri gas basah, antara lain :
- Temperatur hidrokarbon lebih besar dari temperatur krikondenterm fluida
hidrokarbonnya.
- Fluida hidrokarbon yang keluar dari separator terdiri atas  10 % cairan dan 
90 % mol gas.
- Cairan dari separator mempunyai gravity  50 oAPI.
- GOR produksi dapat mencapai  100,000 scf/stb.
- Warna cairan yang terproduksi adalah terang atau jernih seperti air

Gambar 2.27.
Diagram Fasa Gas Basah
(Amyx, J.W., Bass, Jr., and Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Properties”, 1960.)
66

2.4.2.3. Reservoir Gas Kondensat


Adakalanya temperatur reservoir terletak di antara titik kritis dengan
krikondenterm dari fluida reservoir seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.28.
Sekitar 25 % fluida produksi tetap sebagai cairan di permukaan. Cairan yang
diproduksikan dari campuran hidrokarbon ini disebut “gas kondensat”. Gas
kondensat mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon berat lebih sedikit
daripada senyawa-senyawa ringannya, dan mengandung senyawa-senyawa
hidrokarbon ringan relatif lebih banyak daripada minyak ringan, sehingga
temperatur kritik fluidanya lebih kecil dari temperatur kritik minyak ringan.
Ciri-ciri reservoir gas kondensat, antara lain :
- Temperatur reservoir lebih besar dari temperatur kritik, tetapi lebih kecil dari
temperatur krikondenterm fluida hidrokarbonnya.
- Fluida hidrokarbon yang keluar dari separator terdiri atas  25 % mol cairan
dan  75 % mol gas.
- Cairan hidrokarbon dari separator mempunyai gravity  60 oAPI.
- GOR produksi dapat mencapai  70,000 scf/stb.
- Warna cairan yang terproduksi adalah terang atau jernih seperti air.

Gambar 2.28.
Diagram Fasa Gas Kondensat
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
67

Berdasarkan Gambar 2.28. di atas dapat dijelaskan bahwa pada titik A’,
reservoir hanya terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya tekanan reservoir
selama produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde dalam reservoir. Pada
titik A (titik embun), cairan mulai terbentuk dan dengan turunnya tekanan dari
titik B ke titik C, jumlah cairan dalam reservoir bertambah. Pada titik C ini masih
terdapat cairan yang bisa terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan
menguap.

2.5. Drive Mechanism


Mekanisme pendorong adalah tenaga yang dimiliki oleh reservoir secara
alamiah yang digunakan untuk mendorong minyak selama produksi ke
permukaan. Proses pendorongan akan terjadi bila energi produksinya lebih besar
dari seluruh energi yang hilang selama aliran fluida reservoir menuju lubang bor.
Jenis reservoir berdasarkan mekanisme pendorong reservoir dibagi
menjadi lima, yaitu: depletion drive reservoir, gas cap drivereservoir, water drive
reservoir, gravitational segregation drivereservoir, dan combination drive
reservoir.

2.5.1. Water Drive Reservoir


Untuk reservoir jenis water drive ini, energi pendesakan yang mendorong
minyak untuk mengalir adalah berasal dari air yang terperangkap bersama-sama
dengan minyak pada batuan reservoirnya. Efisisensi pendesakan air biasanya lebih
besar dibandingkan dengan pendesakan oleh gas.
Apabila dilihat dari terbentuknya batuan reservoir water drive, maka air
merupakan fluida pertama yang menempati pori-pori reservoir. Tetapi dengan
adanya migrasi minyak bumi maka air yang berada disana tersingkir dan
digantikan oleh minyak. Dengan demikian karena volume minyak ini terbatas,
maka bila dibandingkan dengan volume air yang merupakan fluida pendesaknya
akan jauh lebih kecil (Gambar 2.29).
Reservoir dengan jenis mekanisme pendorong water drive ini mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
68

- Penurunan tekanan sangat pelan


- Perubahan GOR selama produksi kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa GOR
reservoir adalah constant
- Harga WOR naik tajam karena mobilitas air yang besar
- Perolehan minyak bisa mencapai 60 – 80%

Gambar 2.29.
Water Drive Reservoir
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air telah
mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang semakin
lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut ditinggalkan karena
produksi minyaknya tidak ekonomis lagi. Untuk reservoir dengan jenis
pendesakan water drive maka bagian minyak yang terproduksi akan lebih besar
jika dibandingkan dengan jenis pendesakan lainnya, yaitu antara 35 - 75% dari
volume minyak yang ada. Sehingga minyak sisa (residual oil) yang masih
tertinggal didalam reservoir akan lebih sedikit.
69

Gambar 2.30.
Karakteristik Tekanan, PI dan GOR pada Water drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)

2.5.2. Solution Gas Drive


Reservoir jenis ini disebut solution gas drive disebabkan oleh karena
energi pendesak minyaknya adalah terutama dari perubahan fasa pada
hidrokarbon-hidrokarbon ringannya yang semula merupakan fasa cair menjadi
gas. Kemudian gas yang terbentuk ini ikut mendesak minyak ke sumur
produksinya pada saat penurunan tekanan reservoir karena produksi tersebut
(Gambar 2.31).
70

Gambar 2.31.
Solution Gas Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)

Setelah sumur selesai dibor menembus reservoir dan produksi minyak


dimulai, maka akan terjadi penurunan tekanan di sekitar lubang bor. Penurunan
tekanan ini akan menyebabkan fluida mengalir dari reservoir menuju lubang bor
melalui pori-pori batuan. Penurunan tekanan disekitar sumur bor akan
menimbulkan terjadinya fasa gas. Pada saat awal, karena saturasi gas tersebut
masih kecil (belum membentuk fasa yang kontinyu), maka gas tersebut
terperangkap pada ruang antar butiran reservoirnya, tetapi setelah tekanan
reservoir tersebut cukup kecil dan gas sudah terbentuk banyak atau dapat bergerak
maka gas tersebut turut serta terproduksi ke permukaan (Gambar 2.32).
71

Gambar 2.32.
Data Produksi dari Solution Gas Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)

Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela-sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih
kecil jika dibandingkan dengan gas oil ratio reservoir. Gas oil ratio produksi akan
bertambah besar bila gas pada saluran pori-pori tersebut mulai bisa mengalir, hal
ini terus-menerus berlangsung hingga tekanan reservoir menjadi rendah. Bila
tekanan telah cukup rendah maka gas oil ratio akan menjadi berkurang sebab
volume gas di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini gas oil produksi dan
gas oil ratio reservoir harganya hampir sama.
Recovery yang mungkin diperoleh sekitar 5-25 %. Dengan demikian untuk
reservoir jenis ini pada tahap teknik produksi primernya akan meninggalkan
residual oil yang cukup besar. Produksi air hampir-hampir tidak ada karena
reservoirnya terisolir, sehingga meskipun terdapat connate water tetapi hampir-
hampir tidak dapat terproduksi.
72

Dapat disimpulkan suatu reservoir solution gas drive mempunyai kelakuan


seperti dibawah ini :
 Tekanan reservoir turun dengan cepat dan berlangsung secara
kontinyu.
 Perbandingan gas-minyak (GOR) mula-mula cukup rendah, kemudian
naik sampai maksimum dan turun dengan tajam.
 Efisiensi perolehan minyak berkisar 5 - 25 %
 Produksi air dianggap tidak ada.
 Memerlukan pompa pada tahap awal produksi.

2.5.3. Gas Cap Drive Reservoir


Di beberapa tempat dimana minyak bumi terakumulasi, kadang-kadang
pada kondisi reservoirnya komponen-komponen ringan dan menengah dari
minyak bumi tersebut membentuk suatu fasa gas. Gas bebas ini kemudian
melepaskan diri dari minyaknya dan menempati bagian atas dari reservoir itu
membentuk suatu tudung. Hal ini bisa merupakan suatu energi pendesak untuk
mendorong minyak bumi dari reservoir ke lubang sumur dan mengangkatnya ke
permukaan. Bila reservoir ini dikelilingi suatu batuan yang merupakan perangkap,
maka energi ilmiah yang menggerakkan minyak ini berasal dari dua sumber, yaitu
ekspansi gas cap.
73

Gambar 2.33.
Gas Cap Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)

Mekanisme yang terjadi pada gas cap drive reservoir ini adalah minyak
pertama kali diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan turun, tudung
gas akan berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Jenis reservoir ini,
pada umumnya tekanan reservoir akan lebih konstant jika dibandingkan dengan
solution gas drive. Hal ini disebabkan bila volume gas cap drive telah demikian
besar, maka tekanan minyak akan jadi berkurang dan gas yang terlarut dalam
minyak akan melepaskan diri menuju ke tudung gas, dengan demikian minyak
akan bertambah ringan, encer, dan mudah untuk mengalir menuju lubang bor
(Gambar 2.33).
74

Gambar 2.34.
Data Produksi dari Gas Cap Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)

Kenaikan gas oil ratio juga sejalan dengan pergerakan permukaan ke


bawah, air hampir-hampir tidak diproduksikan sama sekali. Karena tekanan
reservoir relatif kecil penurunannya, juga minyak berada di dalam reservoirnya
akan terus semakin ringan dan mengalir dengan baik, maka untuk reservoir jenis
ini akan mempunyai umur dan recovery sekitar 20 % - 40 %, yang lebih besar jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive. Sehingga residu oil yang masih
tertinggal di dalam reservoir ketika lapangan ini ditutup adalah lebih kecil jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive (Gambar 2.31).
Dapat disimpulkan suatu reservoir dengan tenaga pendorong gas ini
mempunyai kelakuan seperti dibawah ini :
 Tekanan reservoir akan turun dengan lambat dan berlangsung secara
kontinyu.
 GOR akan meningkat terus.
 Perolehan minyak dapat mencapai 20-40 % dari total cadangan awal
dalam reservoir (initial oil in place).
75

2.4.4. Segregation Drive Reservoir


Segregation drive reservoir atau gravity drainage merupakan mekanisme
pendorong minyak bumi yang berasal dari kecenderungan gas, minyak, dan air
membuat suatu keadaan yang sesuai dengan massa jenisnya (karena gaya
gravitasi).
Gravity drainage mempunyai peranan yang penting dalam memproduksi
minyak dari suatu reservoir. Sebagai contoh bila kondisinya cocok, maka recovery
dari solution gas drive reservoir bisa ditingkatkan dengan adanya gravity
drainage ini. Demikian pula dengan reservoir-reservoir yang mempunyai energi
pendorong lainnya.
Seandainya dalam reservoir itu terdapat tudung gas primer (primary gas
cap) maka tudung gas ini akan mengembang sebagai proses gravity drainage
tersebut. Reservoir yang tidak mempunyai tudung gas primer segera akan
mengadakan penentuan tudung gas sekunder (secondary gas cap).
Di awal produksi, gas oil ratio dari sumur-sumur yang terletak pada
struktur yang lebih tinggi akan cepat meningkat sehingga diperlukan suatu
program penutupan sumur-sumur tersebut. Diharapkan dengan adanya program
ini perolehannya minyaknya dapat mencapai maksimum.

Gambar 2.35.
Segregation Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
76

Besarnya gravity drainage dipengaruhi oleh gravity minyak, permeabilitas


zona produktif, dan juga dari kemiringan dari formasinya. Faktor-faktor
kombinasi seperti misalnya, viskositas rendah, specific gravity rendah, mengalir
pada atau sepanjang zona dengan permeabilitas tinggi dengan kemiringan lapisan
cukup curam, ini semuanya akan menyebabkan perbesaran dalam pergerakan
minyak dalam struktur lapisannya.
Perembesan air reservoir jenis ini kecil atau hampir tidak ada produksi air.
Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang ada. Jika produksi
semata-mata hanya karena gas gravitasi, maka penurunan tekanan dengan
berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas yang terbebaskan
dari larutannya terproduksi pada sumur struktur sehingga tekanan cepat akan
habis
Perolehan yang mungkin diperoleh dari jenis reservoir gravity drainage ini
sangat bervariasi. Bila gravity drainage baik, atau bila laju produksi dibatasi
untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari gayagravity drainage ini maka
perolehan yang didapat akan tinggi. Pernah tercatat bahwa perolehan dari gravity
drainage ini melebihi 80 % dari cadangan awal (IOIP). Jika pada reservoir bekerja
juga solution gas drive ternyata perolehannya menjadi lebih kecil (Gambar
2.36).

Gambar 2.36.
Kelakuan Segregation Drive Reservoir
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011)
77

2.4.5. Combination Drive Reservoir


Reservoir minyak dapar diklasifikasikan berdasarkan konfigurasi geologi
dan mekanisme pendorongnya, namun jarang ditemukan reservoir yang sesuai
dengan salah satu jenis mekanisme pendorong yang ada. Tidak jarang dalam
keadaan sebenarnya energi-energi pendorong ini bekerja bersamaan dan simultan.
Bila demikian, maka energi pendorong yang bekerja pada reservoir itu merupakan
kombinasi beberapa energi pendorong, sehingga dikenal dengan nama
combinationdrive reservoir. Kombinasi yang umum dijumpai adalah antara gas
cap drive dengan water drive (Gambar 2.37).
Reservoir jenis ini gas yang terdapat pada tudung gas akan mendesak ke
dalam formasi minyak, demikian pula dengan air yang berada pada bagian bawah
dari reservoir tersebut. Pada saat produksi, minyak tidak sempat berubah fasa
menjadi gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi karena dikontrol oleh
tekanan gas dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian peristiwa depletion
untuk reservoir jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak yang masih tersisa
di dalam reservoir semakin kecil karena recovery minyaknya tinggi dan effesiensi
produksinya lebih tinggi.

.
Gambar 2.37.
Combination Drive Reservoir
(Ahmed, T., “Reservoir Engineering Handbook Second Edition”, 2001.)
78

Gambar 2.38. merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination


drive. Gas oil ratio yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa
tekanan reservoir masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan
bebas sehingga gas oil ratio akan naik, dan pada awal tenaga pendorong minyak
yaitu gas cap yang bekerja, setelah itu secara simultan water drive bekerja
sehingga pressure yang tadi menurun secara drastis menjadi lebih landai, dan
WOR terus meningkat karena adanya water drive mechanism.

Gambar 2.38.
Kelakuan dari Combination Drive Reservoir
(Rukmana, D., Kristanto, D., and Aji, D. C., “Teknik Reservoir : Teori dan Aplikasi”, 2011.)

Anda mungkin juga menyukai