Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kegiatan Pengamatan Jentik Nyamuk

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TROPIS

Oleh:
Kelompok 3

1. Anugrah Lintang I 101611133058


2. Nida Luthfina 101611133097
3. Rizki Nur Azizah 101611133106
4. Qurrotu 'Ainiy B.A.M. 101611133109
5. Roza Fitriani 101611133139
6. Fransisca Putri I. D. 101611133155
7. Made Nita Sintari 101611133161
8. Adelita Setiawan 101611133168
9. Armya Zakiah Safitri 101611133182
10. Hadyan adi 101611133214

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan iklim global yang terjadi saat ini dapat berpengaruh pada
perubahan risiko penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh vektor.
Salah satu vektor yang dapat meningkatkan risiko penyakit menular adalah
nyamuk. Nyamuk dapat membawa berbagai macam parasit dan virus yang
kemudian membahayakan manusia melalui gigitannya. Penyakit menular yang
dapat disebabkan oleh vektor nyamuk diantaranya adalah demam berdarah
dengue, malaria, filariasis, dan masih banyak lagi penyakit yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat.
Salah satu penyakit yang saat ini menjadi masalah kesehatan lingkungan
yang cenderung meningkat jumlah penderitanya dan semakin meluas
penyebarannya adalah penyakit demam berdarah dengue. Penyakit ini
disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh vektor nyamuk Aides aegypti.
Penyakit demam berdarah dengue dapat menimbulkan wabah dan
menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Semua tempat mempunyai risiko
untuk terjangkit penyakit ini sebab nyamuk penularnya (Aedes aegypti)
tersebar luas di seluruh tanah air, kecuali pada daerah yang memiliki
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut mempunyai risiko
lebih kecil. Tidak hanya penyakit demam berdarah dengue saja yang
penyebarannya dengan vektor nyamuk, banyak penyakit lainnya yang
penyebarannya juga diperantarai oleh vektor nyamuk. Sehingga masyarakat
tetap harus waspada terhadap adanya nyamuk maupun larvanya untuk
mencegah terjadinya penyebaran suatu penyakit.
Nyamuk dalam hidupnya mengalami berbagai fase perkembangan dimulai
dari telur, larva, pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di
dalam air, sedangkan dewasa hidup di udara. Stadium larva merupakan stadium
penting karena gambaran jumlah larva akan menunjukan populasi dewasa,
selain itu stadium larva juga mudah diamati dan dikendalikan karena berada di
tempat perindukan. Nyamuk berkembang biak di tempat penampungan air,
seperti halnya nyamuk Aides sp yang menyebabkan demam berdarah dengue
berkembang biak di tempat penampungan air yang jernih atau sedikit
terkontaminasi, seperti bak mandi, ember, tempayan, barang bekas, dan lain
sebagainya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, masyarakat umum perlu mengetahui
berbagai jenis dan permasalahan yang disebabkan oleh nyamuk,
perkembangbiakan nyamuk, dan bagaimana cara untuk mencegah penyakit
yang disebabkan oleh vektor nyamuk tersebut. Pengetahuan tentang
keberadaan dan kepadatan jentik nyamuk juga sangat penting sebagai langkah
awal pengendalian dampak negatif akibat adanya vektor nyamuk bagi
kesehatan. Sehingga kegiatan pemantauan jentik di setiap wilayah perlu
dilakukan untuk menurunkan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.
Pemantauan jentik dilakukan di semua tempat penampungan air yang berada di
lingkungan sekitar, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan.
Dalam melakukan kegiatan pemantauan jentik, masyarakat dapat secara
mandiri mengetahui dan memantau langsung tempat penampungan air di
sekitar lingkungan rumah. Selanjutnya untuk mengindikasikan kepadatan jentik
nyamuk terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator tersebut
diantaranya adalah House Index (HI), Container Index (CI), dan Angka Bebas
Jentik (ABJ). Indikator tersebut nantinya dapat menggambarkan kepadatan
jentik nyamuk pada suatu kawasan sehingga dapat dilakukan upaya
pencegahan dan penanggulangan perkembangbiakan jentik nyamuk di daerah
tersebut. Dengan adanya pencegahan perkembangbiakan jentik nyamuk, maka
artinya juga dilakukan pengendalian terhadap penyakit yang berpotensi
disebarkan oleh vektor nyamuk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana melakukan pengukuran kepadatan larva/jentik nyamuk?
2. Bagaimana indikator yang digunakan untuk menentukan kepadatan
larva/jentik nyamuk?
3. Bagaimana interpretasi hasil pengukuran indeks kepadatan larva/jentik
nyamuk?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara melakukan pengukuran kepadatan larva/jentik
nyamuk.
2. Untuk mengetahui indikator yang digunakan untuk menentukan kepadatan
larva/jentik nyamuk.
3. Untuk mengetahui interpretasi hasil pengukuran indeks kepadatan
larva/jentik nyamuk.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Survei Entomologi Nyamuk


Surveilans untuk Aedes aegypti sangat penting untuk mengetahui
distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor risiko menurut
waktu dan tempat yang berdasarkan penyebaran dengue, serta tingkat
kerentanan terhadap insektisida yang dipakai guna memprioritaskan wilayah
dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vector. Data tersebut akan
memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan
pengendalian vector dan dapat digunakan untuk memantau keefektifannya.
Ada beberapa metode yang tersedia untuk mendeteksi dan pemantauan
populasi larva dan nyamuk dewasa (Depkes, 2005). Pengamatan terhadap
vector DBD sangat penting untuk mengetahui penyebaran, kepadatan
nyamuk, habitat utama jentik, dan dugaan risiko terjadinya penularan. Data
tersebut akan digunakan untuk memilih tindakan pemberantasan vector yang
tepat dan memantau efektivitasnya.
Kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti dapat diketahui dengan
melakukan survei nyamuk, survei penangkapan telur, dan survei jentik.
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
2. Memeriksa container yang berukuran besar seperti bak mandi, tempayan,
drum, dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan atau
penglihatan pertama tidak menemukan jentik, maka perlu menunggu sekitar
0.5-1 menit untuk memastikan bahwa benar tidak ada jentik.
3. Memeriksa container yang kecil seperti vas bunga/pot tanaman dan air/botol
yang airnya keruh, lalu airnya perlu dipindahkan ke tempat lain. Untuk
memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh perlu
digunakan senter.
Ada dua cara survei larva/jentik, yaitu dengan cara survei single larva dan
survei secara visual.
1. Cara single larva
Survei ini dilakukan dengan cara mengambil larva di setiap tempat genangan
air yang ditemukan larva untuk diidentifikasi lebih lanjut larvanya.
2. Secara visual
Survei cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap
tempat genangan air tanpa mengambil larvanya.
2.2 Jenis Survei Entomologi Nyamuk
Nikmah (2017) dalam tesisnya menyebutkan bahwa ada beberapa survei yang
dapat dilakukan dalam kegiatan survei entomologi nyamuk yaitu dengan
menggunakan survei telur, survei jentik, dan survei nyamuk dewasa.
1. Survei Telur
Survei telur ini dilakukan dengan memasang Oviposition Trap
(Ovitrap). Ovitrap merupakan perangkat yang dipasang untuk
mengidentifikasi keberadaan Ae. aegypti dan Ae. albopictus pada area baru
yang sebelumya telah dieliminasi. Ovitrap ini berupa tabung yang dapat
dibuat berasal dari potongan bamboo, kaleng bekas, maupun dari gelas
kaca/plastic. Pada dinding luarnya dicat berwarna hitam dengan padel
(berbentuk potogan bilah bamboo/kayu atau kain dengan tenunan yang kasar
dan berwarna gelap) yang dijepitkan pada dinding sebelah dalam kemudian
diisi dengan air setengah hingga ¾ bagian. Ovitrap diletakkan pada tempat
yang gelap dan lembab di dalam ataupun di luar rumah. Padel yang terdapat
pada ovitrap ini berfungsi untuk meletakkan telur nyamuk. Setelah satu
minggu, dilakukan pemeriksaan pada ovitrap untuk melihat ada/tidaknya telur
nyamuk, selanjutnya dihitung telur nyamuk tersebut untuk mengetahui
ovitrap indeks.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑒𝑙 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
𝑂𝑣𝑖𝑡𝑟𝑎𝑝 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
2. Survei Larva
Survei larva merupakan metode yang paling umum digunakan
untuk melihat densitas populasi vector Aedes. Tempat yang diamati pada
survei ini adalah setiap rumah ataupun segala tempat yang menampung air
bersih di dalam dan di luar rumah (jarak 15 meter). Setelah ditemukan
jentik/larva, selanjutnya larva dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi
jenis spesiesnya. Ada tiga jenis pengukuran yang digunakan dalam survei
larva ini, yaitu House index (HI), Container index (CI), dan Breteau index
(BI). Selain tiga jenis pengukuran ini, pengukuran lain yang juga digunakan
adalah pengukuran Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Pupa index (PI). Hasil
ABJ didapatkan dengan menghitung jumlah rumah yang bebas jentik
dikalikan 100% dan hasi PI didapatkan dengan menghitung jumlah pupa yang
ditemukan dibagi dengan jumlah rumah yang diperiksa dikalikan 100%.
3. Survei Nyamuk Dewasa
Survei nyamuk dewasa merupakan metode yang dilakukan untuk
dapat menentukan informasi terkait dengan kecenderungan populasi
musiman, dinamika distribusi, dan evaluasi kegiatan pengendalian. Kegiatan
survei ini dilakukan pada tempat hinggap atau gigitan dan tempat beristirahat.
Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan menggunakan jaring (hand net) atau
aspirator. Cara menangkap nyamuk dengan menggunakan umpan orang, yang
dilakukan di dalam dan di luar rumah. Cara ini tidak disarankan untuk
digunakan karena tidak adanya profilaksis untuk virus dengue. Pengumpulan
nyamuk dewasa pada tempat beristirahat dilakukan pada tempat yang gelap di
dalam rumah. Indeks perhitungan merupakan jumlah dari nyamuk dewasa
yang ditangkap per rumah per jam.
2.3 Pengukuran Kepadatan Jentik Nyamuk
Dalam program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa
digunakan adalah secara visual. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui
kepadatan jentik Aedes aegypti adalah sebagai berikut (WHO, 2009).
1. Larva index
a. House index (HI), adalah persentase rumah yang ditemukan larva
dari seluruh rumah yang diperiksa.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝐻𝐼 = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
b. Container index (CI), adalah persentase kontainer yang
ditemukan larva dari seluruh kontainer yang diperiksa.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝐶𝐼 = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
c. Breteau index (BI), adalah jumlah kontainer yang ditemukan
larva nyamuk dalam 100 rumah yang diamati.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝐵𝐼 = 𝑥 100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah.
Density figure (DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang
merupakan gabungan dari HI, CI, dan BI yang dinyatakan dengan skala
1-9 seperti tabel berikut.
Tabel 2.3 Larva Index
Density Figure House Index Container Index Breteau Index
(DF) (HI) (CI) (BI)
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 >77 >41 >200
Sumber: Depkes (2002)
Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukan Density figure
(DF). Density figure ditentukan setelah menghitung hasil HI, CI, dan BI
kemudian dibandingkan dengan tabel larva index. Apabila angka DF 1
maka menunjukkan risiko penularan rendah, DF 2-5 risiko penularan
sedang, dan DF di atas 5 risiko penularan tinggi.
2. Pupa index
Pupa index (PI) merupakan perkiraan munculnya nyamuk dewasa
yang baru menetas berdasarkan jumlah pupa yang ada.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑝𝑎
𝑃𝐼 = 𝑥 100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
2.4 Pengukuran Maya index (MI) Kepadatan Jentik
Kondisi tempat potensial perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
dapat diketahui dengan menggunakan indikator maya index (MI). MI
merupakan indikator baru yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah
lingkungan di perumahan atau komunitas berisiko tinggi atau tidak sebagai
tempat perkembangbiakan (breeding sites) nyamuk Aedes aegypti, didasarkan
pada status kebersihan daerah tersebut dan ketersediaan tempat yang mungkin
berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk (Miller et al., 1992).
MI juga digunakan sebagai upaya pengendalian DBD di suatu daerah karena
dapat diketahui tingkat risiko dan temat perkembangbiakan yang paling
disukai, sehingga berguna untuk menentukan prioritas dalam penyusunan
program pengendalian larva nyamuk.
Rumah dengan jumlah hygiene risk index (HRI) yang tinggi
dikategorikan kotor, begitu juga sebaliknya. Breeding risk index (BRI) tinggi
menunjukkan rumah yang berisiko tinggi sebagai temat perindukan nyamuk.
Sebaliknya, bila BRI rendah maka rumah tersebut berisiko rendah sebagai
tempat perindukan nyamuk (Satoto, 2005).
Menurut Miller (1992), tempat perindukan dibedakan menjadi tiga.
Pertama, tempat yang dapat dikontrol (controllable sites) atau dikendalikan
oleh manusia seperti ember, pot bunga, talang air, drum minyak, sumur, bak
mandi, tempat minum burung, tower, dan bak air. Kedua, sampah atau tempat
yang sudah dipakai (disposable sites) seperti botol bekas, kaleng bekas, ban
bekas, ember bekas, lubang pada bambu, pohon berlubang, tempurung
kelapa, genangan air, dan toples bekas. Ketiga, tempat yang selalu terkontrol
(undercontrol sites) seperti kolam yang berisi ikan.
MI dapat diperoleh dengan mengkombinasikan dua indikator,
diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Breeding risk indicator (BRI), merupakan proporsi dari controllable
sites di setiap rumah.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑠𝑖𝑡𝑒𝑠 𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
𝐵𝑅𝐼 =
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ
b) Hygiene risk indicator (HRI), merupakan proporsi dari disposable sites
di setiap rumah.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑠𝑝𝑜𝑠𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑠𝑖𝑡𝑒𝑠 𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
𝐻𝑅𝐼 =
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ
Menurut Lanzono dan Avila (2002), kedua indikator ini dikelompokkan
menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan distribusi
tertil di bawah ini.
a. x < (μ - 1,0 SD) = rendah
b. (μ - 1,0 SD) ≤ x < (μ + 1,0 SD) = sedang
c. x > (μ + 1,0 SD) = tinggi
Nilai BRI dan HRI di setiap rumah disusun dalam matrik 3x3 untuk
menentukan kategori maya index rendah, sedang, dan tinggi.
Tabel 2.4 Maya index
Indikator BRI 1 (Rendah) BRI 2 (Sedang) BRI 3 (Tinggi)
HRI 1 (Rendah) Rendah Rendah Sedang
HRI 2 (Sedang) Rendah Sedang Tinggi
HRI 3 (Tinggi) Sedang Tinggi Tinggi
Sumber: Lazono dan Avila (2002)

2.5 Pengukuran Angka Bebas Jentik (ABJ)


Indikator yang digunakan dalam upaya pengendalian penyakit DBD
salah satunya yaitu Angka Bebas Jentik (ABJ). ABJ merupakan persentase
rumah penduduk yang tidak ditemukan larva nyamuk. Berikut adalah rumus
untuk menghitung ABJ.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎
𝐴𝐵𝐽 = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Pengamatan


Pengamatan jentik dilaksanakan pada 10 rumah yang berlokasi di daerah RT
4 RW 4 Bulak Banteng Timur, Kecamatan Kenjeran.

3.2 Waktu Pengamatan


Pengamatan jentik dilakukan oleh 10 orang mahasiswa peminatan
epidemiologi pada tanggal dan waktu sebagai berikut:
Tanggal : Jumat, 24 Mei 2019
Waktu : 15.00 – 17.00 WIB

3.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam pengamatan jentik antara lain:
1. Form observasi keberadaan jentik
2. Senter
3. Alat tulis
4. Kamera
5. Tempat penampungan air (sebagai wadah untuk sampel)

3.4 Metode Pengamatan


Pengamatan jentik dilaksanakan dengan metode observasi (visual larvae
method) dan wawancara. Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung
terhadap beberapa tempat penampungan air yang terdiri atas controllable sites
(seperti bak mandi, vas bunga, tempat minum burung, dan sebagainya),
disposable sites (seperti ban bekas, botol bekas, lubang pada pohon, dan
sebagainya), dan undercontrollable sites (seperti kolam ikan dan akuarium).
Pengamatan bertujuan untuk menemukan keberadaan jentik dalam tempat
penampungan air. Adapun pengamatan ini menggunakan alat bantu berupa form
observasi keberadaan jentik yang terdiri atas beberapa bagian antara lain identitas
pemilik rumah, identitas pemeriksa jentik, waktu dan tempat pemeriksaan, jenis
kontainer, jumlah kontainer, keberadaan jentik, letak kontainer (dalam/luar
rumah), keadaan kontainer (tertutup/terbuka), serta keberadaan abate atau ikan.
Metode kedua yaitu wawancara dengan pemilik rumah mengenai macam-
macam tempat penampungan air yang terdapat di dalam rumah, serta informasi
tambahan lain seperti keberadaan jentik pada waktu-waktu sebelumnya dan
kebiasaan warga dalam melakukan upaya pemberantasan jentik. Apabila
ditemukan jentik nyamuk, pengamat mengambil sampel air dan jentik
menggunakan tempat penampungan air yang telah disiapkan. Analisis data
dilakukan dengan menghitung house index, container index, angka bebas jentik,
dan density figure.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Angka Bebas Jentik (ABJ)


Apabila Angka Bebas Jentik (ABJ) lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan penyakit akibat vector nyamuk dapat dicegah atau
dikurangi.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘


𝐴𝐵𝐽 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

7
𝐴𝐵𝐽 = × 100%
10

𝐴𝐵𝐽 = 70 %

Dari hasil pengamatan jentik nyamuk di dukuh Bulak Banteng Timur gang
9 pada tanggal 24 Mei 2019 ditemukan bahwa 7 dari 10 rumah yang diperiksa
negative jentik. Setelah dilakukan perhitungan ABJ dengan rumus diatas
maka dapat disimpulkan bahwa angka tersebut tidak memenuhi target dari
ABJ yaitu 95% sedangkan hasil perhitungannya didapatkan bahwa ABJ
adalah 70%. Jadi berdasarkan hasil diatas, kemungkinan area dukuh Bulak
Banteng Timur gang 9 tersebut akan timbul penyakit akibat vector nyamuk
adalah 30%.

2. House Index (HI)


House Index (HI) adalah jumlah positif jentik di seluruh rumah yang diperiksa.

Jumlah rumah yang positif jentik


HI = X 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa

3 rumah yang positif jentik


HI = X 100 % = 30 %
10 rumah yang diperiksa

Dari hasil pengamatan larva atau jentik di permukiman Dukuh Bulak Banteng
Timur gang 9 pada tanggal 24 Mei 2019 ditemukan jumlah rumah yang positif
jentik ada 3 dari 10 rumah yang diperiksa. House Index merupakan jumlah
rumah positif jentik dibagi dengan jumlah rumah yang diperiksa dikalikan 100.

Density Figure House Index (HI) Container Index Breteau Index (BI)
(DF) (CI)
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 >77 >41 >200
Hasil dari perhitungan House Index adalah sebesar 30. Untuk
nilai House Index 30, maka angka Density Figure nya adalah 5. Angka
Density Figure untuk nilai House Index memiliki arti bahwa daerah tempat
pengamatan termasuk kedalam daerah kuning, yaitu derajat penularan penyakit
oleh larva sedang atau perlu waspada.

a) 3. Container Index (CI)


Container Index (CI) menunjukkan persentase kontainer yang positif
ditemukan jentik dari seluruh kontainer yang disurvei.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝐶𝐼 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 𝑥 100%
4
𝐶𝐼 = 49 𝑥 100%

𝐶𝐼 = 8,16%
𝐶𝐼 = 8%

Dari hasil pengamatan larva atau jentik di permukiman Dukuh Bulak Banteng
Timur Gang 9 pada tanggal 24 Mei 2019 ditemukan jumlah kontainer dengan
jentik ada 4 dari 49 kontainer yang diperiksa. Container Index adalah jumlah
kontainer yang ditemukan jentik dari seluruh kontainer yang diperiksa lalu
dikalikan 100. Hasil dari perhitungan Container Index adalah sebesar 8. Untuk
nilai Container Index 8, maka angka Density Figure nya adalah 3. Angka
Density Figure untuk nilai Container Index memiliki arti bahwa kepadatan
jentik tergolong sedang dan daerah tempat pengamatan termasuk ke dalam
daerah hijau, yaitu derajat penularan penyakit oleh larva rendah atau tidak
menularkan
4. Density Figure (DF)

Density Figure (DF) adalah kepadatan jentik yang merupakan gabungan HI,
CI, BI yang dinyatakan dengan 1-9 seperti tabel menurut WHO di bawah ini:

Density Figure House Index (HI) Container Index Breteau Index (BI)
(DF) (CI)
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 >77 >41 >200
Keterangan :

DF = 1 = Kepadatan Rendah

DF = 2-5 = Kepadatan Sedang

DF = 6-9 = Kepadatan Tinggi

Dari hasil pengamatan larva dan jentik yang kami lakukan di permukiman
Dukuh Bulak Banteng Timur pada tanggal 24 Mei 2019 pukul 16.00
didapatkan hasil berupa:

1. Nilai House Index (HI) adalah 30 maka density figure-nya adalah 5


2. Nilai Container Index (CI) adalah 8 maka density figure-nya adalah 3

Maka angka density figure dari permukiman tersebut adalah 4 yang berarti,
kepadatan jentik pada permukiman Dukuh Bulak Banteng Timur gang 9
termasuk dalam golongan sedang. Hal ini perlu diwaspadai atau dapat dicegah
dengan beberapa cara:

1. Menguras bak mandi minimal 1 minggu sekali


2. Selalu membersihkan kontainer yang berisi air misal: tempat minum hewan,
tempat penyimpanan air (gentong air)
3. Menutup tempat penampungan air misal: bak mandi, tandon air
4. Menjaga sanitasi lingkungan dengan cara mengangkut sampah minimal sehari
sekali, mendaur ulang sampah yang dapat berpotensi untuk tempat bertelurnya
nyamuk misal: kaleng dan botol bekas
5. Memakai repellent untuk menghindari gigitan nyamuk
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pengamatan jentik nyamuk merupakan salah satu cara yang harus


dilakukan untuk mengetahui kepadatan jentik dan menurunkan kejadian
penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.. Terdapat beberapa indikator yang
mengindikasikan suatu kepadatan jentik nyamuk. Indikator-indikator tersebut
antara lain House Index (HI), Kontainer Index (CI), Density Figure (DF),
dan Angka Bebas Jentik (ABJ). Pemantauan jentik nyamuk dilakukan oleh
kelompok kami di daerah RT 4 RW 4 Bulak Banteng Timur, Kecamatan
Kenjeran, Surabaya pukul 15.00-17.00. Pengamatan tersebut dilaksanakan di
10 rumah warga.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut didapatkan data bahwa dari


10 rumah warga terdapat 3 rumah yang positif terdapat larva nyamuk dan dari
49 kontainer yang diperiksa, terdapat 4 kontainer yang positif terdapat larva
nyamuk. Dari hasil pengukuran Angka Bebas Jentik (ABJ) didapatkan angka
70% yang berarti kemungkinan daerah RT 4 RW 4 Bulak Banteng Timur
tersebut akan timbul penyakit akibat vektor nyamuk adalah 30%. Kemudian,
dari hasil pengukuran House Index (HI) didapatkan angka 30% dengan
Density Figure (DF) 5 yang berarti daerah tempat pengamatan termasuk ke
dalam daerah kuning. Dan untuk pengukuran Container Index (CI)
didapatkan angka sebesar 8% dengan Density Figure (DF) 3 yang berarti
daerah tempat pengamatan termasuk ke dalam daerah hijau.

5.2 Saran

Berdasarkan pengamatan tersebut didapatkan hasil bahwa daerah


lokasi pengamatan memiliki potensi sedang sebagai perkembangbiakan
nyamuk sehingga perlu adanya pengendalian vektor untuk menurunkan angka
perkembangbiakan nyamuk dari sedang ke rendah. Usaha yang dapat dilakukan
apabila melihat dari data survei adalah mengendalikan perkembangbiakan larva
vektor melalui pemeliharaan controllable sites dan disposable sites. Selain itu
perlu dilakukannya upaya 3M Pluss sebagai sarana untuk mengurangi
perkembangbiakan nyamuk.
Daftar pustaka :

Ariva, L., 2013. IDENTIFIKASI DENSITY FIGURE DAN PENGENDALIAN


VEKTOR DEMAM BERDARAH PADA KELURAHAN CICADAS
BANDUNG IDENTIFICATION OF VECTOR DENSITY FIGURE AND
DENGUE VECTOR CONTROL IN CICADAS BANDUNG, 19(April),
pp.55–63.

Nikmah, Faridatun. (2017). Keberadaan Vektor Dengue di Tempat Pariwisata


(Studi pada Tempat Pariwisata Pantai di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah).
Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Purnama, S. G. Panduan Praktikum: Pengukuran Survei Entomologi Nyamuk dan


Maya Index. Retrieved May 21, 2019, from
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/e9c3037aadfd18bfaba
aa90d758a4df4.pdf

Riwu, Y. R. (2011). Bioekologi Nyamuk Aedes spp. dan Deteksi Keberadaan


Virus Chikungunya di Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat.
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Berikut adalah gambar saat kita melakukan pengamatan jentik nyamuk di rumah-rumah
warga :

Berikut gambar contoh jentik nyamuk yang kami temukan di salah satu rumah warga :

Anda mungkin juga menyukai