Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
daniaadalah agama yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal). Keimanan itu
merupakan ‘akidah dan pokok, yang di atasnya berdiri syariat Islam.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi
manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Hal itu terbukti
bahwa orang rela mati untuk mempertahankan keyakinannya. Sebagai contohnya adalah
dalam peperangan yang terjadi antara pasukan Islam di bawah kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW. dan para sahabatnya melawan pasukan kafir yang terjadi karena
mempertahankan aqidah, bukan karena berebut negeri atau materi. Kaum musyrik tidak
keberatan berbagi materi dengan Nabi, apakah harta, tahta, atau wanita sekalipun.
Sehingga aqidah yang sudah mendarah daging bagi para pemeluknya tidak bias dibeli
atau ditukarkan dengan benda apapun.
Dengan demikian, maka penting untuk memahami tentang aqidah. Sehingga dalam
makalah ini akan dibahas aqidah beserta ruang lingkupnya secara rinci.

1.2 Batasan Masalah


1. Pengertian aqidah
2. Ruang lingkup aqidah

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari aqidah ?
2. Apa saja yang termasuk ruang lingkup aqidah ?

1.4 Tujuan
1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis maupun pembaca khususnya
tentang hal-hal yang berkaitan dengan aqidah beserta ruang lingkupnya.
2. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah umum Agama Islam pada program studi
Matematika.
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN AQIDAH

a. Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :


Menurut bahasa, aqidah berasal dari bahasa Arab: ‘aqada-ya’ qidu-uqdatan-
wa ‘aqidatan, artinya ikatan atau perjanjian, maksudnya sesuatu yang menjadi tempat
bagi hati dan hati nurani terikat kepada-Nya.
Kata "Aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-
Ibraamal-ihkam (pengesahan), (penguatan), at tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat),
asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan al-
itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan)
dan al-jazmu (penetapan). "Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian,
pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: "‘Aqadahu" "Ya'qiduhu"
(mengikatnya), "‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah).
Allah Ta'ala berfirman :

َ‫ساكِين‬ َ ‫عش ََرةِ َم‬َ ‫ط َعا ُم‬ ْ ‫ارتُهُ ِإ‬َ ‫عقه ْدت ُ ُم األ ْي َمانَ فَ َكفه‬ ِ ‫َّللاُ ِبالله ْغ ِو فِي أ َ ْي َمانِ ُك ْم َولَ ِك ْن ي َُؤ‬
َ ‫اخذُ ُك ْم ِب َما‬ ‫اخذُ ُك ُم ه‬ِ ‫ال ي َُؤ‬
َ ‫ص َيا ُم ثَالث َ ِة أَي ٍهام ذَلِكَ َكفه‬
ُ ‫ارة‬ ِ َ‫ير َرقَ َب ٍة فَ َم ْن لَ ْم َي ِج ْد ف‬ ْ ُ ‫س ِط َما ت‬
ُ ‫ط ِع ُمونَ أ َ ْه ِلي ُك ْم أ َ ْو ِكس َْوت ُ ُه ْم أ َ ْو تَحْ ِر‬ َ ‫ِم ْن أ َ ْو‬
)٨٩( َ‫َّللاُ لَ ُك ْم آيَاتِ ِه لَ َعله ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬
‫ظوا أ َ ْي َمانَ ُك ْم َكذَلِكَ يُبَيِ ُِّن ه‬
ُ َ‫أ َ ْي َمانِ ُك ْم ِإذَا َحلَ ْفت ُ ْم َواحْ ف‬

Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak


dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-
sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi
Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang
budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya
puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila
kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah
3

menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).


[Qs. Al-Maidah (5) : 89-90].

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan
dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan
diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa:
Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara
pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.

b. Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)


Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram
karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan
apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya;
yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada
singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah,
karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

2.2 RUANG LINGKUP AQIDAH

a. Menurut sistematika Hasan Al-Banna


Menurut sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam
meliputi :
1. Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan
Tuhan (Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll.
2. Nubuwat, yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll.
3. Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll.
4

4. Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui
lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam
barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.

b. Menurut Arkanul iman


Iman artinya percaya dalam bahasa arab ‫ أمان‬yang dapat diterjamahkan aman
atau percaya. Iman berarti membenarkan Allah dan membenarkan Nabi Muhammad
SAW , malaikat-malaikat, kitab kitab, hari kiamat dan juga qadha‟ dan qadharNya.
Ia merangkumi semua aspek kepercayaan dan kenyakinan adalah mu‟min dan
mu‟minah. Rukun iman adalah kepercayaan dalam diri. Seorang islam dikatakan
beriman bila ia percaya pada rukun iman. Rukun iman itu terdiri atas iman kepada
Allah SWT, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada Kitab-kitab-Nya, iman
kepada para rasul-Nya, percaya pada Hari Akhir, dan percaya pada ketentuan Allah
biasa disebut dengan qadha‟ dan qadar. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-
Baqarah ayat 177:

Artinya : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
5

sabar dalam 4 kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka Itulah


orangorang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.”

Rukun Iman ada 6, yaitu :

1. Iman Kepada Allah SWT


Iman kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah
SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu diucapkan dalam kalimat: “Aku
bersaksi tiada Tuhan selain Allah” Pada hakekatnya kepercayaan kepada Allah
SWT sudah dimiliki manusia sejak ia lahir. Bahkan manusia telah menyatakan
keimanannya kepada Allah SWT sejak ia berada di alam arwah. Dan bahwa
Allah memiliki Nama-nama yang mulia serta memiliki Sifat-sifat yang
sempurna, dan suci dari segala macam kekurangan dan aib.
Tauhid merupakan ajaran pokok dari keimanan. Sebagaimana Allah
berfirman dalam surat Al-Ikhlas ( 112:1-4)

Artinya : “Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Q.S Al-
Ikhlas : 4)

Tauhid mencakup tiga unsur, antara lain :


1) Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah yaitu mengesakan Allah dalam hal penciptaan,
kekuasaan, dan pengaturan. Allah berfirman :
6

A
artinya :
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya
pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”( QS. Al-A‟raf : 54).

2) Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah yaitu mengesakan Allah dalam hal peribadahan, agar
manusia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Sehingga tidak
ada yang diseru dalam doa kecuali Allah , tidak ada yang dimintai
pertolongan kecuali Dia, tidak ada yang boleh dijadikan tempat bergantung
kecuali Dia, tidak boleh menyembelih qurban atau bernadzar kecuali untuk-
Nya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah kecuali untuk-Nya dan
karena-Nya semata. Sebagaimana firman Allah :
7

Artinya : “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan


kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kamu bertaqwa. Dialah
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai
atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buahbuahan sebagai rezki untuk
kalian. Maka janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kalian mengetahui.”(QS. Al-Baqarah : 21-22).

Tauhid rububiyyah mengharuskan adanya tauhid uluhiyyah. Sehingga


barangsiapa yang mengakui tauhid rububiyyah untuk Allah (dengan
mengimani bahwa tidak ada pencipta, pemberi rizki, dan pengatur alam
kecuali Allah), maka ia harus mengakui bahwa tidak ada yang berhak
menerima ibadah dengan segala macamnya kecuali Allah.

3) Tauhid Asma’ wa
Sifat Tauhid Asma‟ wa Sifat yaitu mengesakan Allah sesuai dengan
Nama dan Sifat yang Ia sandangkan sendiri kepada Diri-Nya, di dalam Kitab-
Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya (Muhammad saw.)
Mengimani dengan menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan
menafikan apa yang dinafikanNya dengan tanpa; tahrif, ta‟thil, takyif, dan
tamtsil.
 Tahrif adalah merubah asma‟ul husna dan sifat-sifatNya yang Maha
Tinggi atau merubah maknamaknanya.
 Ta'thil adalah meniadakan sifat-sifat Allah atau meniadakan makna-makna
sesungguhnya dari asma‟ dan sifat. Yang demikian adalah kekafiran,
karena merupakan bentuk pendustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
 Takyif adalah menanyakan hakikat bentuk sifat Allah.
 Tamtsil adalah menyerupakan sifat Allah dengan makhkluk. Yang seperti
ini termasuk kesyirikan dan pendustaan terhadap Allah. Juga mengandung
perendahan hak Allah dari sisi memberikan permisalan bagi-Nya dengan
makhluk-Nya.
8

Sebagaimana Allah berfirman :

Artinya : "...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah
yang Maha Mendengar dan Melihat." (QS. Asy-Syura' [42] : 11).

Dengan beriman kepada Allah kita akan selalu merasa bahwa setiap
yang kita lakukan itu diawasi oleh Allah SWT sehingga kita akan
menumbuhkan sikap salah satu diantaranya Berbuat baik, taqwa, malu,
syukur, sabar, ridho dengan keputusan Allah. Demikian juga setelah kita
mengimani Allah, maka kita membenarkan segala perbuatan dengan
beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya, mengakui bahwa Allah SWT bersifat dari segala sifat, dengan
ciptaan-Nya dimuka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan
kesempurnaan Allah.

2. Iman Kepada Malaikat


Allah yang Mahakuasa itu menciptakan jenis makhluk yang bernama
Malaikat, dari nur atau cahaya. Para Malaikat itu tidak sama dengan kita
(manusia) baik sifat, bentuk dan pekerjaannya. Mereka bukan laki-laki dan bukan
perempuan, tidak makan dan tidak minum, tidak tidur dan tidak mampu terlihat
oleh mata biasa.
Kita wajib percaya, bahwa Allah SWT mempunyai banyak Malaikat
sebagai makhluk-Nya yang lain. Mereka itu adalah pesuruh-pesuruh Allah, yang
mengurus segala pekerjaan yang diperintahkan oleh-Nya, tanpa pernah
membantah sedikitpun. Malaikat adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan.
9

Allah berfirman :

Artinya : “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi. Yang menjadikan
Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang
mempunyai sayap, masing-masing (ada yang); dua, tiga, dan empat. Allah
menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathir : 1).

Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menyeru kita mengimankan sejenis


makhluk yang gaib, yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dirasa oleh
pancaindera, itulah makhluk yang dinamai malaikat. Malaikat selalu
memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-Nya, serta
tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah SWT.
Dalam menjalankan tugasnya, malaikat tidak permah memiliki rasa lelah
dalam mengawasi setiap tindakan manusia, sehingga setiap muslim akan
senantisasa bersikap hati-hati pada setiap apa yang ia kerjakan, ta'at
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya, sebagaimana
dicontohkan malaikat dalam pengabdian-nya kepada Allah SWT.

3. Iman Kepada Kitab-Kitab Suci


Iman kepada kitab-kitab artinya meyakini bahwa Allah memiliki kitab-kitab
yang diturunkan kepada para Rasul untuk disampaikan kepada umatnya. Kitab-
kitab tersebut adalah Kalamullah, yang Allah berbicara dengan itu menurut
hakikatnya sebagaimana yang Dia kehendaki dan dengan cara yang Dia
kehendaki pula. Sebagaimana firman Allah :
10

A
r
t

Artinya : “Katakanlah (wahai orang-orang yang beriman), “Kami beriman


kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan
kepada; Ibrahim, Isma‟il, Ishaq, Ya‟qub dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-nabi dari
Rabb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” QS. Al-Baqarah : 136).

Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani


sebagaimana yang diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah dan
mengurangi isinya. Kitab yang masih ada sampai sekarang nama dan hakikat
nya hanya Al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad..
Sedangkan yang masih ada namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada
Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, dan Zabur kepada Daud.

4. Iman Kepada Nabi dan Rasul


Iman kepada para Rasul artinya meyakini bahwa Allah mengutus pada
setiap umat seorang Rasul yang menyeru mereka untuk menyembah Allah , tidak
ada sekutu bagi-Nya, dan mengingkari segala sesembahan selain Allah.
Perbedaan antara Nabi dan Rasul adalah bahwa Nabi adalah seorang laki-laki
yang diberikan kepadanya wahyu untuk mengamalkan syariat sebelumnya dan
berhukum dengan syariat tersebut. Adapun Rasul adalah seorang laki-laki yang
diberikan wahyu kepadanya untuk mengamalkan syariat yang baru untuk
disampaikan kepada kaumnya.
Barangsiapa yang mengingkari kebenaran risalah salah satu di antara para
Rasul, maka berarti ia telah mengingkari seluruh risalah para Rasul.
11

ِ‫ك َ ذ َّ ب َ تِْ ي ق َ ْو مُِ ن ُ وحِ ن َ ا ل ْ ُم ْر س َ ل‬


Artinya:“Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul.” (QS. Asy-Syu‟ara : 105).
Mereka dinyatakan oleh Allah mendustakan para Rasul, padahal tidak ada Rasul
di zaman tersebut selain Nabi Nuh.
Di antara rasul yang diketahui namanya adalah : Nuh, Ibrahim, Musa, Isa,
dan Muhammad, sebagaimana firman Allah :

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para Nabi dan
dari engkau (wahai Muhammad) dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra
Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (QS.
Al-Ahzab : 7).
Dan masih banyak para Rasul yang tidak diketahui namanya. Sebagaimana
firman Allah :

A
Artinya : “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum
engkau, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara
mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Al-Mu‟min : 78)

5. Iman Kepada Hari Akhir


Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan
ini sangat penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa
mempercayai hari akhirat sama halnya dengan orang yang tidak mempercayai
agama Islam, itu merupakan hari yang tidak diragukan lagi. Iman kepada Hari
12

Akhir artinya menyakini semua yang dikabarkan oleh Allah di dalam kitab-Nya
dan yang dikabarkan oleh Rasulullah tentang apa yang terjadi setelah kematian.
Hari akhirat ialah hari pembalasan yang pada hari itu Allah menghitung
(hisab) amal perbuatan setiap orang yang sudah dibebani tanggung jawab dan
memberikan putusan ganjaran sesuai dengan hasil perbuatan selama di dunia.

6. Iman Kepada Qada dan Qadar


Iman kepada qadha‟ dan qadar artinya meyakini bahwa semua kebaikan
dan keburukan terjadi dengan ketentuan takdir Allah . Takdir adalah ketentuan
Allah yang berlaku bagi setiap makhluk-Nya, sesuai dengan ilmu, dan hikmah
yang dikehendaki-Nya. Beriman terhadap takdir merupakan bagian dari Rukun
Iman. Dan keimanan seseorang belum sempurna, sampai ia meyakini bahwa
semua yang menimpanya baik berupa kebaikan atau keburukan adalah dengan
takdir Allah . Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah , Rasulullah bersabda :

Artinya : “Tidak beriman seorang hamba, sampai ia beriman dengan takdir


yang baik dan yang buruk, sampai ia mengetahui bahwa apa yang menimpanya
tidak akan meleset darinya dan apa yang meleset darinya tidak akan
menimpanya. (HR. Tirmidzi Juz 4 : 2144. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-
Albani 5dalam Ash-Shahihah Juz 5 : 2439).
13

BAB III
KESIMPULAN

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan
keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul.
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah
aqidah, baik itu benar ataupun salah.

Ruang lingkup aqidah dibedakan menurut sistematika Hasan Al-Banna yang meliputi
Ilahiyat, Nubuwat, Ruhaniyat, dan Sam'iyyat, dan sistemtika arkanul iman yang berdasar
pada rukun iman yakni iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman
kepada kitab Allah, iman kepada nabi dan rasul, iman kepada hari akhir serta iman kepada
qada dan qadar.
14

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.

Sabiq, Sayyid. 2005. Aqidah Islam (Ilmu Tauhid). Bandung: Diponegoro.

Sudarsono dan A. Munir. 1992. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

https://novianggrayni.files.wordpress.com/2015/01/rukun-iman.pdf

https://www.slideshare.net/ShiAddung/aqidah-islam-hasan-al-banna

Anda mungkin juga menyukai