Gawat Janin + Oligohidramion
Gawat Janin + Oligohidramion
PENDAHULUAN
Proses kehamilan dan persalinan ibaratnya seperti akan melakukan suatu perjalanan.
Banyak hal yang harus dipersiapkan, terutama oleh calon ibu. Seorang calon ibu tentunya akan
mengharapkan suatu keadaan optimal supaya dirinya dan bayi yang di kandungannya dapat
melalui proses persalinan dengan aman dan selamat. Menurut WHO, tujuan pelayanan kebidanan
adalah menjamin, agar setiap wanita hamil dan wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara
kesehatannya, agar wanita hamil melahirkan bayi sehat tanpa gangguan apapun dan kemudian
dapat merawat bayinya dengan baik. Oleh karena itu, para tenaga medis dituntut untuk mampu
mengenali dengan cepat serta menangani keadaan-keadaan yang dinilai dapat membahayakan
ibu maupun janin.1
Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya suatu pelayanan obstetri
dalam suatu negara atau daerah adalah kematian maternal, namun sekarang kematian bayi
dianggap sebagai ukuran yang lebih baik serta lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan
kebidanan. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup.2
Gawat janin (fetal distress) merupakan salah satu kegawat daruratan dalam kehamilan
yang harus bisa segera ditangani untuk menghindari kematian pada janin akibat hipoksia pada
janin ( kadar oksigen yang rendah dalam darah). 1,3
Oligohidramion merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya fetal distress dimana air
ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Penyebab oligohydramnion tidak dapat
dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya.
Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari
wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan
saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Semakin awal
oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya. Jika terjadi pada trimester
II, 80-90% akan mengakibatkan mortalitas.4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.1. Definisi
Gawat janin (fetal distress) adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin ( kadar
oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada antepartum maupun
intrapartum.1,3
2.1.2. Etiologi3,4,5
Gawat janin dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Beberapa penyebab yang umum dan
sering terjadi:
- Kontraksi
Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi. Kontraksi secara
langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat mengkompresi tali pusat
sehingga penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi pada keadaan:
o persalinan yang lama ( kala II lama)
o penggunaan oksitosin
o uterus yang hipertonik ( otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak dapat
berkontraksi ritmis dengan benar)
- Infeksi
- Perdarahan
- Abrupsi plasenta
Plasenta terlalu dini memisahkan diri dari fetus
- Tali pusat prolaps
- Hipotensi
Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke fetus akan
berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh:
o anestesi epidural
o posisi supine
Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari vena cava ke
jantung
- Masalah pernafasan janin
- Posisi dan presentasi abnormal dari fetus
- Kelahiran multipel
- Kehamilan prematur atau postmatur
- Distosia bahu
Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah insufisiensi
uteroplasental. Faktor yang menyebabkan gawat janin dalam persalinan/ intrapartum adalah
kompleks, contohnya seperti: penyakit vaskular uteroplasental, perfusi uterus yang
berkurang, sepsis pada janin, pengurangan cadangan janin, dan kompresi tali pusat.
Pengurangan jumlah cairan ketuban, hipovolemia ibu dan pertumbuhan janin terhambat
diketahui mempunyai peranan.
2.1.3. Patofisiologi3,4,5
1. Dahulu janin dianggap mempunyai kadar oksigen yang lebih rendah karena janin dianggap
hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik, tetapi sebenarnya janin hidup dalam
lingkungan yang sesuai dan konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang
dewasa, kecuali bila janin mengalami stress.
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah jantung dan
kecepatan arus darah lebih besar daripada orang dewasa. Dengan demikian penyaluran
oksigen melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan
relatif baik. Sebagai hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO.
dan air diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari
perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO akan
terganggu yang berakibat penurunan pH atau timbulnya asidosis. Hipoksia yang
berlangsung lama menyebabkan janin harus mengolah glukosa menjadi energi melalui
reaksi anaerobik yang tidak efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah
asidosis metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus darah
uterus atau arus darah tali pusat.
3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan akibat hipoksia,
karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila terjadi hipoksia, sehingga
jaringan vital ( otak dan jantung) akan menerima penyaluran darah yang lebih banyak
dibandingkan jaringan perifer. Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan
agarjantung bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.
Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian gawat janin:
o Sensitasi rhesus
o Hipertensi
o Kehamilan serotinus
2.1.5. Tanda dan Gejala3,5
Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat melakukan
deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah tendangan janin/ ‘kick count’.
Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan siang. Bila
jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi
sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan gerakan
ini terutama diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu yang
mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila ternyata tidak tercapai jumlah minimal
sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera datang ke RS atau pusat kesehatan
terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Kondisi ibu:
Hipertensi kronis
Diabetes mellitus
Penyakit jantung
Kondisi janin:
Aritmia jantung
Infeksi janin
diketahui penyebabnya
Kehamilan multiple
Polihidramnion
Oligohidramnion
Plasentasi abnormal
Solusio plasenta
Ada gerakan janin, terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih
dalam pemantauan 20 menit, dengan kenaikan minimal 15 dpm selama minimal
15 detik.
Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
kardiotokografi yang menilai perubahan denyut jantung janin pada saat kontraksi
rahim. Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk memantau kondisi janin pada
kehamilan usia lanjut sebelum janin dilahirkan, menilai apakah janin sanggup
Diabetes mellitus
Preeklamsia
Hipertensi kronis
Kehamilan postterm
Penggunaan narkotika
Kontraindikasi:
Perdarahan antepartum
Interpretasi hasil:
Negatif
Bila hasil OCT negatif, maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi,
selanjutnya dilakukan OCT ulangan, atau diartikan bahwa janin dapat mentolerir
Positif
Terjadi deselerasi lambat yang menetap pada sebagian besar kontraksi rahim, meskipun
tidak selalu disertai dengan variabilitas yang menurun dan tidak ada akselerasi pada
gerakan janin
Mencurigakan
Terjadi deselerasi lambat yang tidak menetap, atau deselerasi variabel yang terus-
menerus
Adanya takikardi
Bila hasilnya mencurigakan, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang 1-2 hari
kemudian.
2.1.6.3. Pengambilan sampel darah janin8
Sesuai dengan American College Of Obstetricians and Gynecologists, pengukuran pH
pada darah kapiler kulit kepala dapat membantu untuk mengidentifikasi keadaan gawat janin.
Prosedur ini memang jarang dilakukan, tetapi merupakan pemeriksaan penyerta untuk
menegakkan diagnosis gawat janin pada hasil NST yang meragukan.
Pengambilan darah janin harus dilakukan di luar his dan sebaiknya ibu dalam posisi tidur
miring.
Pemeriksaan darah janin ini dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut:
o Hipertensi ibu
Kontraindikasi:
Syarat:
2.1.7. Tatalaksana3,8
Tabel 3. Kriteria Tata Laksana Untuk Pola Denyut Jantung Janin yang Meragukan
1.Reposisi pasien
3.Pemeriksaan vaginal
6.Monitor denyut jantung janin dengan monitor janin elektronik atau auskultasi di ruang
operasi sebelum menyiapkan kelahiran per abdominal
7.Adanya tenaga kompeten yang hadir untuk resusitasi dan penanganan neonatus
Injeksi subkutan atau intravena tunggal dari 0.25 mg terbutalin sulfat diberikan untuk
relaksasi uterus telah dijelaskan sebagai tindakan sementara dari penanganan denyut jantung
yang meragukan selama persalinan. Inhibisi kontraksi uterus dapat meningkatkan oksigenasi
janin, dan menghasilkan resusitasi intrauterus.
Protokol pemberiannya sendiri masih belum ada ketentuan baku hingga sekarang. 500
sampai 800 ml bolus cairan fisiologis hangat diikuti dengan infus kontinyu 3 ml per menit. Pada
penelitian lain, Rinehart dkk menyarankan cukup hanya dengan pemberian 500 ml bolus cairan
fisiologis dalam temperatur ruangan, atau 500 ml bolus ditambah infus kontinyu 3 ml per menit.
Identifikasi penyebab maternal ( demam ibu, obat-obatan), dan diterapi sesuai dengan
penyebab
Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal 3 kontraksi,
lakukan pemeriksaan vaginal
o Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina, tangani sesuai
dengan penanganan tali pusat prolaps
Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat janin, rencanakan
persalinan:
o Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis
atau ujung tulang terendah dari kepala pada stasion 0, lahirkan dengan ekstraksi vakum
atau forsep.
o Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5 di atas simfisi pubis
atau ujung tulang terendah dari kepala di atas stasion 0, lahirkan dengan seksio sesarea.
2.2. Oligohidramnion
2.2.1. Definisi4,9,10
. Umumnya, oligohidramnion yang timbul pada awal kehamilan jarang terjadi dan
seringnya memiliki prognosis yang buruk. Sebaliknya, pada kehamilan cukup bulan atau lewat
bulan, mungkin sering ditemukan pengurangan volume cairan.
Oligohidramnion diartikan dengan Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < presentil
kelima. Insufisiensi plasenta berat kronik yang menyebabkan penurunan volume cairan amnion
tidak berhubungan dengan berkurangnya produksi urin janin. Resiko kompresi tali pusat, dan
gawat janin, meningkat dengan berkurangnya cairan pada semua persalinan, tetapi khususnya
pada kehamilan yang lebih bulan.
2.2.2. Etiologi9,10
Sebab yang pasti tidak begitu diketahui. Primer: mungkin disebabkan oleh karena amnion
kurang baik tumbuhnya, dan sekunder: misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of
the membrane = PROM).
5. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali, bahkan tidak ada yang keluar
Bila terjadi pada permulaan kehamilan janin akan menderita cacat bawaaan, pertumbuhan
terhambat, bahkan bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu koyak seperti kertas karena tekanan-
tekanan. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti c/ub-
foot, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering (leathery appearance).
Fetus Maternal
Kematian Diabetes
Abrutio Idiopatik
2.2.6. Penatalaksanaan
Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan aktif dan cara
induksi persalinan atau penanganan ekspektatif dengan cara hidrasi dan pemantauan janin, dan
atau USG reguler untuk menilai volume cairan amnion. Ketika kedua pilihan tersedia,
penanganan aktif adalah pendekatan yang umum dilakukan pada wanita hamil aterm dengan atau
tanpa faktor resiko pada ibu atau fetus.4,9
Aminoinfusion merupakan suatu prosedur melakukan infus larutan NaCl fisiologis atau
Ringer Laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion. Tindakan ini
dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat berkurangnya volume cairan amnion,
seperti deselerasi variabel berat dan sindroma aspirasi mekonium dalam persalinan. Tindakan
aminoinfusion cukup efektif, aman, mudah dikerjakan, dan biaya murah.4,10
gagal.4,10
Terdapat beberapa kontraindikasi untuk tindakan aminoinfusion, antara lain: amnionitis,
hidramnion, uterus hipertonik, kehamilan kembar, kelainan kongenital janin, kelainan uterus,
gawat janin yang berat, malpresentasi janin, plasenta previa atau solusio plasenta.4
2.2.7. Komplikasi4,10
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apa pun akan berpengaruh buruk kepada janin.
Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah dan skelet,
kompresi tali pusat dan aspirasi meconium pada masa intrapartum, dan kematian janin.
2.2.8. Prognosis4
Keluaran janin pada umumnya buruk pada oligohidramnion awitan dini. Menurut
penelitian, 80 kehamilan yang hanya setengah janinnya selamat, 34 kehamilan midtrimester yang
di komplikasi dengan oligohidramnion yang ditentukan dengan tidak adanya kantong cairan
amnion yang lebih besar dari 1 cm. Sembilan janin seperempatnya memiliki anomali, dan 10 dari
25 janin yang secara fenotipe normal, mengalami abortus spontan atau lahir mati karena
hipertensi berat pada ibu, hambatan pertumbuhan janin, atau solusio plasenta. Dari 14 bayi yang
lahir hidup, 8 adalah preterm dan 7 meninggal. Enam bayi yang dilahirkan aterm juga mengalami
hal yang sama. Pertumbuhan fetus yang berkaitan dengan oligohidramnion yang telah ada
sebelumnya sampai_ usia kehamilan 37 minggu, dimana fetus akan mengalami peningkatan 3
kali lipat untuk lahir preterm namun tidak mengalami hambatan pertumbuhan selanjutnya atau
kematian. Beberapa penelitian menjelaskan penemuan otopsi pada 89 bayi dengan
oligohidramnion. Hanya 3% yang memiliki saluran ginjal yang normal, 34% mengalami
agenesis renal, 34% mengalami bilateral cystic dysplasia,9% dengan agenesis unilateral dengan
dysplasia dan 10% dengan kelainan minorurinary. Sebaliknya, bayi normal kemungkinan
mengalami akibat dari kurangnya cairan amnion onset dini yang berat. Perlekatan antara amnion
akan menjebak bagian fetus dan menyebabkan deformitas yang serius, termasuk amputasi. Lebih
daripada itu, akan terjadi penekanan dari semua arah, deformitas muskuloskeletal seperti
clubfoot sangat sering dijumpai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo Sarwono dan Wiknjosastro Hanifa. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini,
Dan Kelak; Dalam : IImu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Bab 1, Edisi 4, PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2015: 4-10.
3. Wijayanegara Hidayat. Gawat Janin dalam Persalinan; Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo, Bab 46, Edisi 4, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2015:
620-4.
4. Cuningham. Kelainan Volume Cairan Amnion; Dalam: Obstetri Williams,Bab 21, Edisi 23,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2013: 516-9.
6. Chuningham. Kelainan Antepartum; Dalam: Obstetri Williams, Bab 15, Edisi 23, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2013: 351-9.
8. Cuningham ef al.. Pemeriksaan Intrapartu; Dalam: Obstetri Williams, Bab 18, Edisi 23,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2013: 448-52.
9. Sofian A. Air Ketuban (Liguor Amnii/ Amniotic Fluid) dan Kelainannya; Dalam: Sinopsis
Obstetri, Bab 38, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2015: 175.
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama Ny. WW
Umur 21 tahun
Agama Islam
Alamat Tulehu
Tanggal keluar
Paritas G1P0A0
Riwayat Penyakit sekarang : hal ini telah dialami OS sejak pukul 20.00 WIT sekitar 6
jam SMRS, sebelumnya tanggal 4 Agustus 2019 pukul 09.00 WIT keluar air-air tanpa disertai
lendir atau darah. Riwayat mules-mules mau melahirkan (+) sesekali tetapi tidak semakin sering,
sejak ± 1 minggu ini tanpa disertai lendir darah dari kemaluan. Riwayat keputihan selama
kehamilan (+) tapi tidak diobati. Demam tidak dijumpai. OS mengaku tidak pernah terjatuh
ataupun mengalami benturan sebelumnya. Riwayat keluar lendir darah (-). BAK (+) Normal,
BAB (+) Normal.
TTP =: 09/08/2019
. Hamil ini.
3.5 PEMERIKSAAN FISIK
3.5.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
BB : 78 kg,
TB : 150 cm
1. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
SpO2 : 98%
2. Kulit : Turgor kulit baik, Kelembapan cukup, bintik- bintik merah (-)
3. Kepala/leher
Kepala : Bentuk normal
Mata : Mata tidak cekung, Konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik,
palpebra edem minimal, pupil isokor, refleks cahaya +/+.
Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak ada
gangguan pendengaran.
Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak ada sekret,
tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Mulut : Bibir dan mukosa tidak anemis, bibir sedikit kering perdarahan gusi
tidak ada, tidak ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada
tonsil, lidah tidak ada kelainan.
Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar getah
bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP.
4. Thoraks :
Paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi +/+ lapang bawah paru, tidak ada wheezing.
Jantung
Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS kanan.
5. Abdomen: Strie (+), Acites (-), organomegaly (-), BU (+), lain-lain Lihat status obstetric.
6. Ekstrimitas :
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak(-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-).
3.5.2 Status Obstetrikus
TFU : 38cm
Gerak : (+)
Vagina : Licin
Portio : Tebal
Pembukaan : -
3.5.4 Inspekulo
Tampak air kental berwarna kehijauan tergenang di fornix posterior. Lakmus test (+). Meconium
(+)
3.8 TERAPI
IVFD RL 20 tpm
Persiapan SC Cito
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik. Dibawah
anastesi spinal, dilakukan tindakan septik dan antiseptik, ditutup dengan doek steril kecuali
lapangan operasi. Insisi pfannensteil, otot, fascia dan peritonium dibuka lapis demi lapis.
Tampak uterus gravidarum sesuai masa kehamilan. Insisi uterus low cervical dengan meluksir
kepala, lahir bayi perempuan, BB 3600 gram, PB 49 cm, Apgar score 6/7, anus (+). Pengan PTT,
lahir plasenta kesan lengkap. Dilakukan pembersihan pada cavum uteri dari sisa selaput ketuban,
lalu dijahit. Evakuasi kedua tuba falopi. Cavum abdomen dibersihkan dari sisa darah. Uterus
dijahit continuous interlocking, peritoneum dijahit continuous. Otot dilakukan aproksimasi.
Fascia dijahit continuous. Subkutis dijahit interrupted. KU ibu pasca operasi stabil.
06 Agustus 2019
O) KU : Cukup; Kes : CM
Status Praesens:
T: 120/70 mmHg; N: 88 x/mnt; R: 24 x/mnt; SB: 36,6 0C
Status Puerpuralis :
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
Payudara : Laktasi -/- ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen: Peristaltik , luka operasi baik, tertutup kain gaas.
Genital: terpasang kateter: produksi urine 600 cc, berwarna kuning jernih
A) P1A0, 21 thn, post SCTP Hari 1 a.i. gawat janin + oligohidramion
P)
- IVFD Futrolit 20 gtt/menit
- Injeksi ceftriaxone 1gr/ 12 jam IV
- Injeksi ranitidine 1 amp/ 12 jam IV
- Aff kateter
- Rawat luka
07 Agustus 2019
S = Keluhan : Nyeri perut (+) post op.
O = KU : Cukup; Kes : CM
Status Praesens:
T: 120/80 mmHg; N: 80 x/mnt; R: 24 x/mnt; SB: 36,9 0C
Status Puerpuralis :
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
Payudara : Laktasi +/+ ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen: Peristaltik , luka operasi baik, tertutup kain gaas.
A = P1A0, 21 thn, post SCTP Hari 1 a.i. gawat janin + oligohidramion
P = - Paracetamol 3 x 500 mg
- Cefixime 2 x 100 mg
- SF 1 x 1
- aff infus
08 Agustus 2019
S = Keluhan : (-)
O = KU : Cukup; Kes : CM
Status Praesens:
T: 110/80 mmHg; N: 78 x/mnt; R: 20 x/mnt; SB: 36,6 0C
Status Puerpuralis :
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
Payudara : Laktasi +/+ ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen: Peristaltik , luka operasi baik, tertutup kain gaas.
P = - Cefadroksil 3 x 500 mg
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Vitamin C 3 x 1 tab
- SF 1 x 1 tab
- Rawat luka
(rencana pulang hari ini)
BAB IV
ANALISA KASUS
Ny. WW, 21 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Ishak Umarella Tulehu dengan keluhan
keluar air-air kental berwarna kehijauan dari kemaluan. Ketika dilakukan pemeriksaan, didapati
denyut jantung janin 172 x/ menit.
Pada kasus ini, gawat janin / fetal distress disebabkan karena berkurangnya cairan
ketuban pada Os yang disebabkan oleh selaput ketuban yang pecah sebelum waktunya yang
disebut Ketuban Pecah Dini (KPD). Pada pemeriksaan inspekulo tampak air kental berwarna
kehijauan yaitu mekonium tergenang di fornix posterior . Adanya mekonium pada cairan amnion
lebih sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan
tanda-tanda gawat janin. Adanya mekonium dianggap signifikan bila berwarna hijau tua
kehitaman dan kental. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan
amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan
penanganan mekonium pada saluran napas atau neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
Pada saat OS tiba di IGD, telah diberikan tatalaksana berupa reposisi pasien dengan
memiringkaran OS ke arah kiri, pemberian O2 2-4 L via nasal kanul pemberian IVFD RL,
pemantauan denyut jantung janin secara berkala dan persiapan pasien untuk SC cito. Telah
dilakukan SC, dan telah lahir bayi perempuan dengan BB 3600 gram, PB 49 cm, Apgar score
6/7, anus (+).
Pasien sebelumnya mengalami ketuban pecah dini 1 hari SMRS, hal ini ditandai dengan
keluar air - air dari kemaluan yang tidak disertai dengan tanda - tanda inpartu. Faktor resiko yang
diduga menyebabkan ketuban pecah dini pada kasus ini adalah infeksi pada ibu, dimana
ditemukan pada anamnesis riwayat keputihan selama kehamilan yang tidak diobati. Ketika
dilakukan pemeriksaan DJJ, didapati 172 x/menit, artinya terjadi fetal distress pada janin
Ny.WW, dikatakan fetal distress bila DJJ <120 x/menit atau >160 x/menit. Etiologi dari fetal
distress diantaranya perdarahan, prolapsus tali pusat, oligohidramnion, dan lain-lain.
Pada kasus ini, berdasarakan riwayat perjalan penyakit dimana sudah mengalami pecah
ketuban 1 hari SMRS menyebabkan kekurangan cairan amnion yang dapat dikategorikan ke
dalam oligohidramnion, dan juga ditemukan riwayat keputihan selama kehamilan yang tidak
diobati sehingga etiologi dari fetal distress pada kasus ini adalah oligohidramnion. Karena
berkurangnya cairan di dalam ketuban menyebabkan janin hipoksia, maka terjadilah fetal
takikardi sebagai kompensasi janin untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Tatalaksana yang
dilakukan pada fetal distresss adalah SC Cito.