Anda di halaman 1dari 1

SAMPAN KAYU SAMPAN KAYU

Akhirnya, senja itu juga yang jongkok, Akhirnya, senja itu juga yang jongkok,
yang perlahan menyusun sampan-sampan, menghitungnya sebagai yang perlahan menyusun sampan-sampan, menghitungnya sebagai
barisan sunyi barisan sunyi
yang lelah, yang rebah,ditangkap diikat di akar-akar di kayu-kayu yang lelah, yang rebah,ditangkap diikat di akar-akar di kayu-kayu
kaki-kaki rumah,dan cahaya kikis, sekejap lagi habis kaki-kaki rumah,dan cahaya kikis, sekejap lagi habis
direguk malam yang mengerang direguk malam yang mengerang
di badanmu, di sarungku; di badanmu, di sarungku;
sangkar segala burung yang bakit sangkar segala burung yang bakit
terbang ke hitam langit, terbang ke hitam langit,
ke hitam waktu. ke hitam waktu.
Kapan ia lahir, tuan? Kapan ia lahir, tuan?
Bulan mandul, dan kematian Bulan mandul, dan kematian
duduk-duduk memancing ikan duduk-duduk memancing ikan
di setiap sudut pantai. di setiap sudut pantai.
Aku datang dan selalu terkenang Aku datang dan selalu terkenang
muasal pasir, dan siul sumbang muasal pasir, dan siul sumbang
dari mancung bibirmu yang membuat dari mancung bibirmu yang membuat
cekung pipimu, saat kucium berulang cekung pipimu, saat kucium berulang
biji-biji kopi mentah di lidahmu, biji-biji kopi mentah di lidahmu,
saat tak perlu kau sebut lagi saat tak perlu kau sebut lagi
tentang pahitnya kerinduan tentang pahitnya kerinduan
saat semua gurat lekat di daun-daun saat semua gurat lekat di daun-daun
Puisi: Marhalim Zaini Puisi: Marhalim Zaini

SAMPAN KAYU SAMPAN KAYU


Akhirnya, senja itu juga yang jongkok, Akhirnya, senja itu juga yang jongkok,
yang perlahan menyusun sampan-sampan, menghitungnya sebagai yang perlahan menyusun sampan-sampan, menghitungnya sebagai
barisan sunyi barisan sunyi
yang lelah, yang rebah,ditangkap diikat di akar-akar di kayu-kayu yang lelah, yang rebah,ditangkap diikat di akar-akar di kayu-kayu
kaki-kaki rumah,dan cahaya kikis, sekejap lagi habis kaki-kaki rumah,dan cahaya kikis, sekejap lagi habis
direguk malam yang mengerang direguk malam yang mengerang
di badanmu, di sarungku; di badanmu, di sarungku;
sangkar segala burung yang bakit sangkar segala burung yang bakit
terbang ke hitam langit, terbang ke hitam langit,
ke hitam waktu. ke hitam waktu.
Kapan ia lahir, tuan? Kapan ia lahir, tuan?
Bulan mandul, dan kematian Bulan mandul, dan kematian
duduk-duduk memancing ikan duduk-duduk memancing ikan
di setiap sudut pantai. di setiap sudut pantai.
Aku datang dan selalu terkenang Aku datang dan selalu terkenang
muasal pasir, dan siul sumbang muasal pasir, dan siul sumbang
dari mancung bibirmu yang membuat dari mancung bibirmu yang membuat
cekung pipimu, saat kucium berulang cekung pipimu, saat kucium berulang
biji-biji kopi mentah di lidahmu, biji-biji kopi mentah di lidahmu,
saat tak perlu kau sebut lagi saat tak perlu kau sebut lagi
tentang pahitnya kerinduan tentang pahitnya kerinduan
saat semua gurat lekat di daun-daun saat semua gurat lekat di daun-daun
Puisi: Marhalim Zaini Puisi: Marhalim Zaini

SAMPAN KAYU SAMPAN KAYU


Akhirnya, senja itu juga yang jongkok, Akhirnya, senja itu juga yang jongkok,
yang perlahan menyusun sampan-sampan, menghitungnya sebagai yang perlahan menyusun sampan-sampan, menghitungnya sebagai
barisan sunyi barisan sunyi
yang lelah, yang rebah,ditangkap diikat di akar-akar di kayu-kayu yang lelah, yang rebah,ditangkap diikat di akar-akar di kayu-kayu
kaki-kaki rumah,dan cahaya kikis, sekejap lagi habis kaki-kaki rumah,dan cahaya kikis, sekejap lagi habis
direguk malam yang mengerang direguk malam yang mengerang
di badanmu, di sarungku; di badanmu, di sarungku;
sangkar segala burung yang bakit sangkar segala burung yang bakit
terbang ke hitam langit, terbang ke hitam langit,
ke hitam waktu. ke hitam waktu.
Kapan ia lahir, tuan? Kapan ia lahir, tuan?
Bulan mandul, dan kematian Bulan mandul, dan kematian
duduk-duduk memancing ikan duduk-duduk memancing ikan
di setiap sudut pantai. di setiap sudut pantai.
Aku datang dan selalu terkenang Aku datang dan selalu terkenang
muasal pasir, dan siul sumbang muasal pasir, dan siul sumbang
dari mancung bibirmu yang membuat dari mancung bibirmu yang membuat
cekung pipimu, saat kucium berulang cekung pipimu, saat kucium berulang
biji-biji kopi mentah di lidahmu, biji-biji kopi mentah di lidahmu,
saat tak perlu kau sebut lagi saat tak perlu kau sebut lagi
tentang pahitnya kerinduan tentang pahitnya kerinduan
saat semua gurat lekat di daun-daun saat semua gurat lekat di daun-daun
Puisi: Marhalim Zain Puisi: Marhalim Zainii

Anda mungkin juga menyukai