Anda di halaman 1dari 5

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES

DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA


REMAJA LAKI-LAKI
Posted on 8 Februari 2016 by TOKO ORGANIK NASA AB 279

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri
maupun orang yang berada di sekelilingnya. Pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok
seperti nikotin, CO (Karbonmonoksida) dan tar yang dapat menimbulkan berbagai penyakit jika
dilihat dari sisi kesehatan. Bahan kimia ini akan memacu kerja susunan saraf pusat dan susunan
syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah
cepat, menstimulasi penyakit kanker, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru dan bronchitis
kronis. Bahkan bagi ibu hamil, rokok dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat badan bayi
rendah, mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat, dan mengalami gangguan
dalam perkembangan (Komasari dan Helmi, 2000).

Kebiasaan merokok dapat dimulai dengan adanya rokok pertama. Mulai merokok terjadi akibat
pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu
determinan dalam memulai perilaku merokok. Merokok bukan hanya identik dengan pria
dewasa, tapi juga pada remaja laki-laki. Usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar
antara 11 – 13 tahun dan pada umumnya individu pada usia tersebut merokok sebelum usia 18
tahun. Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai
dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas
merokok, dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin (Komasari dan
Helmi, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) WHO pada 2006
mengungkapkan bahwa 37,2% anak-anak usia 13 sampai 15 tahun di Indonesia pernah merokok.
Penelitian lanjutan dilakukan GYTS pada tahun 2007 yang menghasilkan bahwa jumlah perokok
anak usia 13 – 18 tahun di Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia. Bahkan tiga dari
sepuluh pelajar SMP di Indonesia (30,9%) mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Jumlah ini
diperkirakan terus meningkat 4% tiap tahunnya. Menurut haisl survey yang dilakukan di Jakarta,
Bekasi dan Medan, didapatkan bahwa di Jakarta didapatkan 34% murid sekolah usia SMP
pernah merokok dan sebanyak 16,6 % saat ini masih merokok. Terdapat 33% murid sekolah usia
SMP di Bekasi pernah merokok dan sebanyak 17,1% saat ini masih merokok. Demikian halnya
di Medan, didapatkan 34,9% murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 20,9% saat
ini masih merokok (Survei merokok pada remaja, 2007).

Perilaku merokok banyak dilakukan pada masa remaja. Masa remaja adalah masa peralihan dari
usia kanak-kanak ke usia dewasa. Terdapat berbagai pendapat tentang pembatasan usia remaja,
rata-rata dimulai dari usia 12 tahun sampai akhir usia belasan. Periode remaja merupakan periode
yang penting karena pada masa ini terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang pesat
(Hurlock, 1999). Papalia (2008), mengatakan bahwa remaja mengalami krisis aspek psikososial
pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Masa remaja
sering dilukiskan sebagai masa storm dan stress karena ketidaksesuaian antara perkembangan
fisik yang sudah matang dan belum diimbangi oleh perkembangan psikososial. Remaja sering
berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja sering bertingkah laku
yang membuat mereka merasa seperti orang dewasa, yaitu, merokok, minum-minuman keras dan
menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi UI tahun 1999 mengindikasikan bahwa remaja yang pernah menggunakan
narkoba 5,8% dari total responden 8.058 orang, 15% pernah minum minuman keras dan sebesar
46,6% merokok (Rozy, 2001). Hal seperti ini membuat remaja sering dibicarakan dan menjadi
sorotan. Secara psikologis masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan menentukan
untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya yaitu menjadi dewasa.

Prevalensi perokok remaja laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan.
Hal ini dapat dikaitkan dengan tingkat stress yang dialami oleh remaja. Sebuah studi menemukan
bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka konsumsi berkaitan dengan stress yang
mereka alami. Semakin besar stress yang mereka alami, semakin banyak rokok yang mereka
konsumsi. Ormachea (2004), mengatakan bahwa remaja laki-laki paling sering mengalami
konflik dengan orang tua dan guru. Mereka sering menentang aturan-aturan yang ada, baik itu
peraturan yang ada di sekolah maupun di rumah. Remaja laki-laki sering tidak mengerjakan
tugas-tugas di sekolah, tidak masuk sekolah, dan melakukan kenakalan-kenakalan lain, seperti
merokok, menggunakan obat terlarang dan berkelahi dengan teman-temannya.

Menurut Baldwin (2002) sumber stress pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya
sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa cemas ketika sedang menghadapi masalah,
sedangkan pada remaja laki-laki cenderung lebih berperilaku agresif. Remaja laki-laki yang
mengalami stress akan melakukan perbuatan negatif seperti mengkonsumsi rokok dan alcohol
(Welle, 2004). Perbedaan ketika berada dalam kelompok sebaya juga diperlihatkan antara remaja
laki-laki dengan remaja perempuan. Remaja laki-laki lebih mudah terpengaruh teman-temannya
dalam hal perilaku menyimpang seperti merokok, minum minuman keras dan juga bolos dari
sekolah. Remaja perempuan biasanya lebih ingin menjalin hubungan harmonis dan hidup sesuai
harapan teman sebayanya seperti cara berpakaian yang sama. Menurut Lewin (dalam Komasari
dan Helmi, 2000) perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya,
perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor
lingkungan. Menurut Mu’tadin (2002) faktor penyebab perilaku merokok pada remaja adalah
pengaruh orang tua, pengaruh teman sebaya, faktor kepribadian dan pengaruh iklan.

Salah satu faktor yang merupakan faktor pemicu remaja merokok adalah kepribadian, karena
alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit, membebaskan diri dari kebosanan
(Mu’tadin, 2002). Hasil penelitian Pederson (1997) (dalam Murray, 2000) menyebutkan bahwa
remaja yang merokok memiliki skor yang tinggi pada depresi, suka memberontak dan
konformitas sosial. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tschan (1994)
(dalam Murray, 2000) yang mengatakan bahwa remaja yang menunjukkan emosi stress
kemungkinan besar akan menjadi perokok.

Stres merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Stres adalah suatu kejadian atau
stimulus lingkungan yang menyebabkan individu menjadi tegang (Atkinson, 2000). Stres
mempengaruhi setiap orang, bahkan anak-anak. Kebanyakan stress di usia remaja berkaitan
dengan masa pertumbuhan. Remaja khawatir akan perubahan tubuhnya dan mencari jati diri.
Sebenarnya remaja dapat membicarakan masalah mereka dan mengembangkan ketrampilan
menyelesaikan masalah, tetapi karena pergolakan emosional dan ketidakyakinan remaja dalam
membuat keputusan penting, membuat remaja perlu mendapat bantuan dan dukungan khusus
dari orang dewasa (Nedlman, 2004).

Sumber-sumber stress pada remaja berasal dari beberapa faktor antara lain faktor biologis, faktor
keluarga dan faktor lingkungan sosial (Needlman, 2004). Compas (Ormachea, 2004) mengatakan
bahwa remaja laki-laki paling sering mengalami konflik dengan orang tua dan guru. Jika dilihat
dari data-data mengenai keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku negatif, maka kita akan
menemukan angka-angka yang mengejutkan dan mengkhawatirkan. Kelompok Smoking and
Health memperkirakan sekitar enam ribu remaja mencoba rokok pertamanya setiap hari dan tiga
ribu diantaranya menjadi perokok rutin (Stop, 2000).

Tandra (2003) menyayangkan meningkatnya jumlah perokok di kalangan remaja meskipun telah
mengetahui dampak buruk rokok bagi kesehatan dan menyebutkan bahwa 20% dari total
perokok di Indonesia adalah remaja dengan rentang usia antara 15 – 21 tahun. Meningkatnya
prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia terutama di kalangan
remaja menyebabkan maasalah merokok menjadi semakin serius (Tulakom dan Bonet, 2003).

Ada berbagai alasan yang dikemukakan para ahli untuk menjawab mengapa seseorang merokok
khususnya di kalangan remaja. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang berperilaku
merokok, seperti : kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ….. menunjukkan bahwa prevalensi remaja laki-laki
usia sekolah SMP dan SMA di …..yang berperilaku merokok sebanyak …. orang (…%).
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa remaja laki-laki, alasan
yang sering dikemukakan mengapa mereka berperilaku merokok adalah untuk menghilangkan
stress yang timbul dari persoalan yang mereka alami, mulai dari masalah keluarga, sekolah dan
lingkungan teman sebaya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Stres dengan Perilaku Merokok Pada Remaja
Laki-laki di …… Tahun 2012.”

1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penyusun dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
”Bagaimana hubungan antara tingkat stres dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di ….
tahun 2012?”

1. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara tingkat stres dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di
…. tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

2012. Diketahuinya tingkat stres pada remaja laki-laki di ….tahun 2012.


2013. Diketahuinya perilaku merokok pada remaja laki-laki di …. tahun 2012.

1. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan keilmuan keperawatan komunitas tentang bahaya merokok khususnya di


kalangan remaja.

2. Manfaat Praktis

1. Bagi orang tua, hasil penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkan perhatian terhadap
kondisi fisik dan psikologi remaja khususnya perilaku merokok yang banyak
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan remaja dan orang sekitar.
2. Bagi remaja, hendaknya tumbuh kesadaran bahwa merokok tidak dapat menghilangkan
stres dan menyelesaikan permasalahan yang sedang dialami remaja, tetapi sebaliknya
perilaku merokok lebih banyak menimbulkan efek negatif khususnya bagi kesehatan.
3. Bagi peneliti lainya dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya.

1. Ruang Lingkup
1. Lingkup Materi

Penelitian ini memiliki ruang lingkup hubungan stres dan perilaku merokok pada remaja laki-laki
usia sekolah SMP dan SMA.
2. Lingkup Responden

Penelitian ini dilakukan pada remaja laki-laki usia sekolah SMP dan SMA di ….. tahun 2012.

3. Lingkup Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang periode bulan Mei – Juni 2012 yang diharapkan
keseluruhan tahapan penelitian mulai dari penyusunan naskah proposal, pelaksanaan penelitian
sampai dengan penyusunan laporan akhir hasil penelitian dapat selesai tepat waktu.

4. Lingkup Tempat

Tempat penelitian dilaksanakan di Dusun …. yang berdasarkan hasil studi pendahuluan


diperoleh tingginya prevalensi remaja laki-laki usia sekolah SMP dan SMA yang berperilaku
merokok

Anda mungkin juga menyukai