Anda di halaman 1dari 31

Daftar Isi

BAB I ........................................................................................................................................................ 2
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 2
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ......................................................................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................................ 4
2.1 Pengelolaan Air Limbah ............................................................................................................... 4
Penanganan air limbah Secara umum penanganan air limbah dapat dikelompokkan menjadi 5
macam, yaitu : ..................................................................................................................................... 4
BAB III ...................................................................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................................................... 6
3.1 Gambaran Umum .................................................................................................................... 6
3.1.1 Sejarah berdirinya PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV......................................... 6
3.2 Hasil Kunjungan Lapangan..................................................................................................... 7
3.2.1 Sumber Limbah Kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) PT. Pertamina
(Persero) RU IV Cilacap ................................................................................................................. 7
3.2.2 Proses system pengumpulan limbah cair di Waste Water Treament dari kilang RFCC
10
3.2.3 Proses system penyaluran limbah cair di Waste Water Treament dari kilang RFCC ... 11
3.2.4 Proses system pengolahan limbah cair di Waste Water Treament dari kilang RFCC
(Tahap pertama, kedua, ketiga) ..................................................................................................... 12
3.2.5 Proses system pemantauan pengolahan limbah cair di Waste Water Treament dari
kilang RFCC ................................................................................................................................. 14
a. Secara biologis ...................................................................................................................... 14
3.3 Evaluasi proses system pengolahan limbah cair ................................................................... 16
BAB IV.................................................................................................................................................... 22
PENUTUP ............................................................................................................................................... 22
4.1 Simpulan ............................................................................................................................... 22
4.2 Saran ..................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 24
LAMPIRAN ............................................................................................................................................. 25
Lampiran Tabel ................................................................................................................................. 25
Lampiran Gambar ............................................................................................................................. 28

1|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya era globalisasi dalam bidang industry telah


mempengaruhi meningkatnya hasil produksi. Industry yang menghasilkan produk-produk
dalam kapasitas besar memicu timbulnya bahan buangan sisa hasil olahan produksi seperti
limbah cair. Limbah yang dihasilkan oleh industry memiliki sifat dan karakteristik yang
berbeda-beda tergantung pada produk yang dihasilkan.
Menurut dasar hukum UU No. 23 Tahun 1992 bahwa setiap tempat atau sarana
pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai
dengan standar dan persyaratan. Dasar hokum tersebut menunjukan bahwa setiap industry
wajib melakukan pengolahan limbah cair sebelum dialirkan ke badan air seperti sungai.
Pengolahan dilakukan berdasarkan sifat dan karakteristik limbah cair seperti limbah cair
yang berasal dari proses produksi minyak bumi yang memiliki kandungan kimia tertentu.
Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industry minyak bumi adalah PT
Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. Perusahaan ini merupakan perusahaan nasional yang
memiliki dan menerapkan SML (Sistem Manajemen Lingkungan) dalam menangani
masalah limbah sehingga kualitas lingkungan terjamin dan bersertifikasi ISO 14001 dari
PT TUV Jerman. Selain itu, perusahaan ini memiliki laboratorium dengan sertifikat SNI
19-17025 sebagai pengontrol spesifikasi dan kualitas bahan baku, produk antara maupun
produk akhir.
PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap sebagai perusahaan pengolahan atau
pengilangan minyak bumi dengan kapasitas produksi terbesar diantara Refinery Unit
lainnya untuk mengolah minyak mentah menjadi produk berupa Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBBM), dengan demikian limbah yang dihasilkan
akan sebanding dengan kapasitas produksinya. PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
melakukan upaya pengelolaan air limbah dengan dengan membangun Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan
air limbah. PT Pertamina RU IV Cilacap memiliki 2 (dua) Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) yaitu terdiri dari IPAL Sulphur Recovery Unit (SRU) dan Waste Water
Treatment (WWT) dari kilang Residual Fluid Catalys Cracking (RFCC). IPAL Sulphur

2|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


Recovery Unit (SRU) digunakan untuk mengurangi emisi gas, khususnya SO2, maupun
sulphur dari sisa proses pengolahan, sehingga emisi yang dibuang ke udara akan lebih
ramah terhadap lingkungan. Sedangkan Waste Water Treatment (WWT) didesain sebagai
pemenuhan kebutuhan fasilitas untuk perlakuan limbah cair di Kilang RFCC.
Berdasarkan uraian diatas, memicu kami sebagai mahasiswa Kesehatan
Lingkungan untuk melakukan observasi Instalasi Pengolahan Air Limbah di Waste Water
Treatment dari kilang RFCC PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana proses system pengumpulan limbah cair di Waste Water Treament dari
kilang RFCC ?
2. Bagaimana proses system penyaluran limbah cair di Waste Water Treament dari
kilang RFCC ?
3. Bagaimana proses system pengolahan pendahuluan limbah cair di Waste Water
Treament dari kilang RFCC ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses system pengumpulan limbah cair di Waste Water Treament dari
kilang RFCC.
2. Mengetahui proses system penyaluran limbah cair di Waste Water Treament dari
kilang RFCC.
3. Mengetahui proses system pengolahan pendahuluan limbah cair di Waste Water
Treament dari kilang RFCC.

1.4 Manfaat
1. Dapat melaksanakan observasi pada pengolahan air limbah dari industry minyak
bumi.
2. Untuk menambah pemngetahuan khususnya dalam bidang pengolahan limbah cair.
3. Sebagai proses pembelajaran dalam pengolahan limbah cair industry minyak bumi.
4. Menjadi perbendaharaan ilmu khususnya bagi mahasiswa kesehatan lingkungan.

3|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Air Limbah


Penanganan air limbah Secara umum penanganan air limbah dapat dikelompokkan
menjadi 5 macam, yaitu :
a. Pengolahan Awal/Pendahuluan
Tujuan utama dari tahap ini adalah usaha untuk melindungi alat-alat yang ada pada
Instalasi Pengolah Air Limbah. Pada tahap ini dilakukan penyaringan, penghancuran,
atau pemisahan air dari partikel-partikel yang dapat merusak alat-alat pengolahan air
limbah seperti pasir, kayu, sampah, plastik, dan lain-lain.
b. Pengolahan Primer
Tujuan pengolahan yang dilakukan pada tahap ini adalah menghilangkan partikel-
partikel padat organik dan anorganik melalui proses fisika, yakni sedimentasi dan
flotasi. Proses ini menyebabkan pengendapan partikel padat berukuran berat disebut
sebagai sludge dan partikel lemak dan minyak akan berada di atas/permukaan disebut
grease.
c. Pengolahan Sekunder
Pada tahap ini air limbah diberi mikroorganisme dengan tujuan untuk menghancurkan
atau menghilangkan material organik yang masih ada pada air limbah. Tiga pendekatan
yang umum digunakan pada tahap ini adalah fixed film, suspended film, dan lagoon
system.
d. Pengolahan Akhir
Fokus dari pengolahan akhir (final treatment) adalah menghilangkan organisme
penyebab penyakit yang ada pada air. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menambahkan klorin ataupun menggunakan radiasi sinar ultraviolet.
e. Pengolahan Lanjutan
Pengolahan lanjutan diperlukan untuk membuat komposisi air limbah sesuai dengan
yang dikehendaki, misalnya menghilangkan kandungan fosfor ataupun ammonia dari
limbah.
Menurut Patterson (1967) ada 4 golongan air limbah yang harus ditangani dalam suatu
industri pengolahan minyak dan gas bumi:
1. Air yang Mengandung Minyak

4|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


Air ini berasal dari unit-unit proses yang melibatkan minyak, unit pendukung yang
kontak dengan minya, pembersihan dan pencucian area yang memiliki
kemungkinan terkena bocoran minyak, dan dari area tangki penampungan. Air ini
mengandung bahan-bahan organik, bahan beracun, oksidator (menaikkan nilai
BOD dan COD), asam dan alkali dan bahan padat terlarut.
2. Air yang Tidak Mengandung Minyak
Air ini sedikit/tidak kontak dengan minyak dan unit-unit proses yang melibatkan
minyak, seperti air pendingin, pemanas, air hujan dari atap dan area yang jauh dari
unit proses yang melibatkan minyak, air dari proses penetralan asam dan alkali, air
dari “pantry” dan kamar mandi, air dari sistem penanggulangan kebakaran dan uap
air. Air ini umumnya tidak mengalami perubahan kualitas yang berarti, kecuali air
pendingin yang memiliki suhu dan kandungan garam yang tinggi, dan kemungkinan
mengandung kromat yang ditambahkan untuk mencegah korosi dan tumbuhnya
mikroorganisme.
3. Air yang Mengandung Bahan Kimia
Air ini biasanya berasal dari proses pemisahan minyak bumi dan penggunaan bahan
kimia selama proses pengolahan. Air buangan ini harus diteliti untuk menentukan
cara dan jenis pemisahan dan pengolahannya. Tapi apabila air tersebut hanya
berpengaruh pada peningkatan konsentrasi bahan padat terlarut dan kebutuhan
oksigen, maka air ini dapat digabung dengan air yang tidak/mengandung minyak.
4. Air dari Peralatan Sanitasi
Air ini berasal dari fasilitas sanitasi (toilet) pada kegiatan administrasi dan
laboratorium. Pengolahannnya dapat digabung dengan air yang lain (air yang
tidak/mengandung minyak) atau disalurkan ke pengolahan air buangan perkotaan.
Walaupun urutan dan jenis unit pengelolaan air buangan pada industri pengolahan
minyak dan gas bumi beragam, tetapi unit yang selalu dibutuhkan atau tersedia
adalah Sistem Drainase, Pemisah Air-Minyak dan Unit Flotasi. Sistem drainase
mengumpulkan air yang mengandung minyak dari berbagai sumber. Pemisah Air-
Minyak merupakan unit pertama dalam pengolahan air buangan. Pemisahan dan
pembuangan minyak dari air didapat dengan memanfaatkan perbedaan densitas
yang menyebabkan minyak naik dan dapat di „Skim‟. Unit Flotasi dipasang setelah
unit pemisah air-minyak dan digunakan untuk memisahkan minyak yang tersisa
menggunakan gelembung udara secara mekanis.

5|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum


3.1.1 Sejarah berdirinya PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat
menghasilkan energi, baik untuk bahan bakar maupun untuk pembangkit tenaga
listrik. Bagi Indonesia, kendati telah dieksploitasi selama hampir dua abad,
ternyata masih banyak yang belum diberdayakan. Tercatat baru sekitar 30
cekungan yang telah dieksploitasi dan umumnya berada di wilayah barat
Indonesia. Diperkirakan masih ada 30 cekungan lagi di wilayah timur yang masih
menunggu sentuhan eksplorasi dan eksploitasi di masa depan. Minyak bumi
merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Disamping untuk keperluan
dalam negeri, minyak bumi juga diperuntukkan sebagai sumber devisa melalui
ekspor migas. Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan di
Indonesia, maka kebutuhan energi akan meningkat dari tahun ke tahun.
Kebutuhan akan energi sebagian besar masih dipasok oleh bahan bakar
minyak (BBM) yang merupakan hasil pengolahan dari minyak bumi. Selain
BBM, hasil pengolahan minyak bumi juga menghasilkan produk lain sesuai
dengan jenis minyak mentah dan pengolahannya. Usaha untuk mencukupi
kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang meningkat pesat mengharuskan
Pertamina sebagai perusahaan negara yang bertanggung jawab atas pengadaan
bahan bakar melihat adanya kebutuhan untuk terus mengadakan peningkatan
kapasitas produksi. Oleh sebab itu perlu dibangun unit pengolahan minyak bumi
guna memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut.
Berdasarkan UU No. 19/1960 tentang Pendirian Perusahaan Negara dan
UU No.44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun
1961 dibentuk perusahaan Negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN
Pertamin dan PN Permina. Keduanya bergerak dalam usaha eksplorasi,
eksploitasi, pengolahan, dan pemasaran/distribusi. Pada tahun 1971, muncul UU
No.8/1971 yang menetapkan penggabungan perusahaan tersebut menjadi PN
Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan
gas bumi negara. Salah satu upaya Pertamina dalam memnuhi kebutuhan minyak

6|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


bumi yang semakin meningkat, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang
minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur
Tengah dengan tujuan untuk mendapatkan produk BBM dan bahan dasar minyak
pelumas dan aspal (Non BBM). Sesuai dengan amanat yang tertuang pada UU
No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi agar Pertamina dapat ikut serta
dalam kegiatan usaha hulu dan hilir, maka statusnya diubah menjadi Perusahaan
Perseroan dengan PP No. 31 Tahun 2003.
PT Pertamina (Persero) didirikan dengan akta Notaris Lennis Janis Ishak,
SH. No. 20 Tanggal 17 September 2003 dan disahkan oleh Menteri Hukum dan
HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 9 Oktober
2003. Pendirian perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseron Terbatas, PP No. 12
Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan PP No. 45 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 dan
peralihannya berdasarkan PP No. 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero). Sesuai akta pendiriannya, Peratamina sebagai
perusahaan perseroan berperan untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak
dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang
terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.

3.2 Hasil Kunjungan Lapangan


3.2.1 Sumber Limbah Kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) PT.
Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
Waste Water Treatment System didesain untuk mengurangi kontaminan
waste water untuk memperoleh buangan yang diperbolehkan oleh Pemerintah.
Unit ini terdiri atas beberapa proses treatment untuk mengolah masing – masing
komponen limbah. Secara umum proses treatmentnya terdiri atas proses
pemisahan secara fisik (skimming, API, CPI), pemisahan secara kimia (Flokulasi
& Koagulasi), dan penguraian secara biologis. Waste water berasal dari product
kilang, buangan laborat, drain area proses, air yang terkontaminasi minyak dan
air hujan.

7|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


Salah satu unit pengolahan minyak mentah (crude destiler unit/CDU) di
Fuel Oil Complex (FOC) II menggunakan unit Visbreaker yang sudah berumur
dan menerapkan teknologi yang lama (1970-an), sehingga produk yang
dihasilkannya mempunyai nilai jual yang rendah seperti komponen naphtha dan
IFO. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah (margin) produk-produk yang
dihasilkan oleh Kilang Cilacap, maka Pertamina UP IV menerapkan teknologi
yang lebih maju dalam pengolahan minyak mentah, agar mampu menghasilkan
produk-produk bernilai jual lebih tinggi seperti LPG, gasoline dengan nilai oktan
yang tinggi, dan propylene untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor.
Teknologi baru yang diterapkan adalah mengganti unit Visbreaker FOC II
dengan Residual Fluid Catalytic Cracking Complex (RFCC). Penerapan RFCC
dimaksudkan untuk konversi dan pemisahan lebih lanjut produk dari bagian
bawah (bottom) CDU-II yang tidak mampu dikonversi dan dipisahkan dengan
teknologi lama (Visbreaker) menjadi produk-produk akhir yang bernilai jual
tinggi. Oleh karena itu, dilakukan pembangunan kilang RFCC. Presiden
meresmikan groundbreaking dimulainya proyek pembangunan RFCC (Residual
Fluid Catalytic Cracking) Cilacap yang diharapkan dapat mengurangi impor
BBM dan produk petrokimia.
Kilang RFCC didesain berkapasitas 62.000 BPSD (barrel per stream day)
dan dapat ditingkatkan hingga berkapasitas 70.000 BPSD. Bahan baku
(feedstock) berasal dari Atmospheric Residu (AR) dari CDU-II sebanyak 57.980
BPSD yang selama ini diolah di unit Visbreaker dan juga berasal dari komponen
Vacuum Distillate ex FOC-I sebanyak 4.020 BPSD. Fasilitas utama di dalam
kilang RFCC yang akan dibangun terdiri dari RFCC unit, LPG extraction unit,
propylene recovery unit, gasoline hydrotreating unit, amine treating unit,
hydrogen purification unit, dan sour water stripping unit. Fasilitas lainnya adalah
offsite facilities dan utility facilities.
Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan produksi Gasoline sebesar 9,1
juta KL per tahun. Selain itu, pembangunan proyek RFCC akan meningkatkan
produksi LPG sebanyak 352 ribu ton per tahun dan akan memproduksi produk
propylene sebesar 142 ribu ton per tahun. Produksi propylene tersebut diharapkan
dapat menambah pasokan untuk kebutuhan Petrokimia industry plastic domestic
yang selama ini bergantung pada impor RFCC cilacap juga merupakan bagian
dari program pemerintah yaitu Masterplan Percepatan dan Perluasan

8|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


Pembangunan Ekonomi Indonesia ( MP3EI) terkait dengan pembangunan
infrastruktur energy guna meningkatkan ketahanan energi nasional. Proyek ini
sesuai dengan rencana pertamina untuk swasembada bahan bakar pada tahun
2018. Saat ini, pertamina memiliki 6 kilang dengan total kapasitas sejumlah 41
juta KL per tahun yang terdiri dari Premium 12 juta KL, Solar 18, 3 juta KL,
Kerosene 7 juta KL, dan Avtur 3,3 juta KL.
Produk yang dihasilkan oleh kilang RFCC adalah sebagai berikut :
a. Propylene (C3H6)
b. Desulphurized RFCC Gasoline
c. LPG Mixed
d. LCO (Light Cycle Oil)
e. DCO (Decant Oil)

Secara umum penanganan air limbah dapat dikelompokkan menjadi 5 macam,


yaitu :
1) Pengolahan Awal/Pendahuluan
Tujuan utama dari tahap ini adalah usaha untuk melindungi alat-alat yang ada
pada Instalasi Pengolah Air Limbah. Pada tahap ini dilakukan penyaringan,
penghancuran, atau pemisahan air dari partikel-partikel yang dapat merusak
alat-alat pengolahan air limbah seperti pasir, kayu, sampah, plastik, dan lain-
lain.
2) Pengolahan Primer
Tujuan pengolahan yang dilakukan pada tahap ini adalah menghilangkan
partikel-partikel padat organik dan anorganik melalui proses fisika, yakni
sedimentasi dan flotasi. Proses ini menyebabkan pengendapan partikel padat
berukuran berat disebut sebagai sludge dan partikel lemak dan minyak akan
berada di atas/permukaan disebut grease.
3) Pengolahan Sekunder
Pada tahap ini air limbah diberi mikroorganisme dengan tujuan untuk
menghancurkan atau menghilangkan material organik yang masih ada pada
air limbah. Tiga pendekatan yang umum digunakan pada tahap ini adalah
fixed film, suspended film, dan lagoon system.

9|Laporan Observasi Waste Water Treatment kilang RFCC


4) Pengolahan Akhir
Fokus dari pengolahan akhir (final treatment) adalah menghilangkan
organisme penyebab penyakit yang ada pada air. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menambahkan klorin ataupun menggunakan radiasi sinar
ultraviolet.
5) Pengolahan Lanjutan
Pengolahan lanjutan diperlukan untuk membuat komposisi air limbah sesuai
dengan yang dikehendaki, misalnya menghilangkan kandungan fosfor
ataupun ammonia dari limbah.

3.2.2 Proses system pengumpulan limbah cair di Waste Water Treament dari kilang
RFCC
Air limbah yang berasal dari kilang RFCC, laboratorium, dan pendinginan
ditampung pada tangki air limbah (waste water tank), setelah itu air yang dominan
dengan minyak dialirkan ke CPI. CPI adalah unit yang memisahkan antara air dan
minyak, minyak yang terpisah akan dialirkan pada slop tank atau penampung
minyak melalui proses skimming. Sedangkan air yang terpisah dari minyak
langsung dialirkan ke holding pit atau tempat pengumpulan. Air limbah yang
tidak dominan minyak dialirkan ke pengolahan limbah cair secara biologis (WWT
Package). Dari proses biologi menghasilkan endapan lumpur sebagai keluaran
yang kemudian dilakukan pressing dan pengangkutan menggunakan truk dan
dilakukan penanganan oleh pihak ketiga. Air limbah yang telah dilakukan
pengolahan secara biologis kemudian ditampung pada bak penampung hasil
olahan (treated pit) dan dialirkan ke holding pit.
Selain dari proses biologi, air yang tertampung pada holding pit berasal
dari bak netralisasi, air pendingin, dan diversion pit. Setelah itu, air dialirkan ke
inpounding basin yang berfungsi sebagai penampunagn terakhir. Air yang
terdapat pada inpounding basin berasal dari holding pit, clarifier effluent, dan air
hujan bersih. Air limbah yang tidak dominan minyak dari Waste Water Tank
dialirkan ke bak coagulation-floculation dimana terjadi proses pengumpulan
partikel-partikel halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi, menjadi
partikel yang lebih besar sehingga bisa diendapkan. Setelah itu, air limbah
dialirkan ke DAF dan lumpur yang ditimbulkan dipompa menuju sludge pit.

10 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
3.2.3 Proses system penyaluran limbah cair di Waste Water Treament dari kilang
RFCC
Penyaluran air limbah pada Waste Water Treatment dari kilang RFCC
menggunakan system saluran perpipaan tertutup. Penambahan H2SO4, NAOH,
PAC pada proses pengolahan kimiawi dengan cara injeksi. Keluara lumpur dari
bak DAF dipompa menuju sludge pit. Limbah yang akan diolah di system
pengolahan di Waste Water Treatment tersebut menggunakan system penyaluran
secara infiltrasi.
Air limbah yang berasal dari kilang RFCC, laboratorium, dan pendinginan
ditampung pada tangki air limbah (waste water tank), setelah itu air yang dominan
dengan minyak dialirkan ke CPI. CPI adalah unit yang memisahkan antara air dan
minyak, minyak yang terpisah akan dialirkan pada slop tank atau penampung
minyak melalui proses skimming. Sedangkan air yang terpisah dari minyak
langsung dialirkan ke holding pit atau tempat pengumpulan. Air limbah yang
tidak dominan minyak dialirkan ke pengolahan limbah cair secara biologis (WWT
Package). Dari proses biologi menghasilkan endapan lumpur sebagai keluaran
yang kemudian dilakukan pressing dan pengangkutan menggunakan truk dan
dilakukan penanganan oleh pihak ketiga. Air limbah yang telah dilakukan
pengolahan secara biologis kemudian ditampung pada bak penampung hasil
olahan (treated pit) dan dialirkan ke holding pit.
Selain dari proses biologi, air yang tertampung pada holding pit berasal
dari bak netralisasi, air pendingin, dan diversion pit. Setelah itu, air dialirkan ke
inpounding basin yang berfungsi sebagai penampunagn terakhir. Air yang
terdapat pada inpounding basin berasal dari holding pit, clarifier effluent, dan air
hujan bersih. Air limbah yang tidak dominan minyak dari Waste Water Tank
dialirkan ke bak coagulation-floculation dimana terjadi proses pengumpulan
partikel-partikel halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi, menjadi
partikel yang lebih besar sehingga bisa diendapkan. Setelah itu, air limbah
dialirkan ke DAF dan lumpur yang ditimbulkan dipompa menuju sludge pit.

11 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
3.2.4 Proses system pengolahan limbah cair di Waste Water Treament dari kilang
RFCC (Tahap pertama, kedua, ketiga)
A. Bagian koagulasi
Masukan yang terdapat di bagian koagulasi adalah limbah air dari tangki air
limbah (166-T-501) dan mengembalikan cairan dari bak lumpur. Air limbah
diolah pada bak koagulasi (166-PIT-551) dengan menggunakan asam sulfat
(H2SO4) atau caustic soda (NaOH) dan koagulan tersebut disuntikan dari
tangki koagulasi (166-P-561 A/B). Pencampuran dilakukan untuk
menghomogenkan air limbah yang masuk dan H2SO4, NaOH dan koagulan.
Poly Aluminium Chloride digunakan sebagai koagulan. PAC dikirim dari truk
menuju tangki koagulasi. Dosis koagulan ditentukan setelah dilakukan Jar
Test. Pengendalian dan berbagai informasi keamanan dari PAC, H2SO4, dan
NaOH secara rinci terdapat dalam Material Safety Data Sheet (MSDS).
Penambahan koagulan bertujuan untuk mendukung destabilisasi colloidal
partikel yang tersuspensi pada air limbah. Buih yang berlawanan antar
partikel akan mulai membentuk flok. Pengadukan diperlukan untuk
pencampuran koagulan secara merata dan kemudian menghasilkan energy
dari kumpulan partikel.

B. Bagian flokulasi
Air limbah yang telah melewati proses koagulasi dari bak koagulan akan
mengalir ke bak flokulasi (166-PIT-552). Flokukan ditambahkan pada bak
(166-PIT-552) selama pengadukan untuk pembentukan flok yang besar dan
stabil. Polymer digunakan sebagai flokulan. 0,1% Polymer diencerkan
menggunakan pengolahan air pada tangki persiapan flokulasi. Dosis flokulan
ditentukan setelah dilakukan Jar Test. Pengendalian dan berbagai informasi
keamanan dari PAC, H2SO4, dan NaOH secara rinci terdapat dalam Material
Safety Data Sheet (MSDS). Pengolahan air limbah dari bak flokulasi dialirkan
menuju bagian Dissolved Air Flotator (DAF, 166-A-553).

C. Dissolved Air Flotator (DAF)


Tujuan dari DAF adalah pemisahan lumpur dan air. Koagulasi dan flokulasi
air dari bak flokulasi (166-PIT-552) mengalir dan memasuki sistem DAF.
Udara diinjeksikan ke sistem DAF melalui bangunan flok yang mampu untuk

12 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
mengapung dan hilang kemudian mengalir dengan aliran besar kemudian
dipompa keluar oleh pemompa lumpur (166-P-552 A/B) menuju bak lumpur
(166-PIT-560) untuk pengolahan lebih lanjut. Sisa cairan dari DAF mengalir
menuju bagian proses denitrifikasi.

D. Bagian denitrifikasi
Sistem denitrifikasi, pada dasarnya mengacu pada aktifitas bakteri aerobic
yang umumnya menghasilkan Ammonia, COD, BOD. Penambahan nutrisi
pada bak denitrifikasi-1 (166-PIT-554) dan mengikuti aliran aerasi pada
aeration pit (166-PIT-555) dan re-aeration pit (166-PIT-557) berupa
pengolahan.
Oleh karena itu maksud dari denitrifikasi, bakerti mengkonsumsi kontaminan
sehingga mengurangi Ammonia, COD, BOD pada air asam. Pada umumnya,
reaksi cepat dari nitrifikasi dan denitrifikasi berjalan secara
berkesinambungan.
Nitrifikasi :
Dalam proses ini, Ammoniak dioksidasi pada Nitrat melalui 2 (dua) spesies
bakteri i.e nitrosomonas dan nitrobacteria.
Nitrosomonas : 2 NH4+ + 3O2→ 2 NO2- + 2 H2O + 4H+
Nitrobacteria : 2NO2+ + O2 → 2 NO3-
Overall : 2NH4+ + 4 O2 → 2 NO3- + 2 H2O + 4H+
Denitrifikasi :
Reaksi ini terjadi dalam kondisi anoxic (tidak ada oksigen namun yang
tersedia adalah nitrat). Pada proses ini bakteri yang menggunakan nitrat
bersumber dari respirasi. Reaksi untuk respirasi intrat (denitrification) adalah
sebagai beerikut :
5C6H12O6 + 24 NO3- → 30 CO2 + 18 H2O + 12N2 ↑ (g) + 4H+

E. Filtrasi (filter pasir dan filter karbon)


Sementara itu, sisa cairan dipindahkan untuk pengolahan lebih lanjut,
dipompakan melalui (166-P-554 A/B) menuju bagian filter pasir dan filter
karbon. Filter pasir (166A-562-1A/B) dan filter karbon (166A-562-2A/B)
tujuan utama untuk menghilangkan sisa partikel kontaminan dan bau. Hasil

13 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
olahan air limbah kemudian dialirkan ke Holding Pit/ bak penampung (166-
PIT-505) melalui pengolahan pompa limbah cair (166-P-556 A/B).

F. Sludge Dewatering Unit


Lumpur diproduksi dari aktifitas dentitrifikasi, dipompa keluar dan
berkumpul dengan lumpur lain, memasuki Sludge Pit (166-PIT-560). Lumpur
yang menetap pada bak penampung lumpur di pindahkan oleh Sludge Pit
Pump (166-P-558 A/B) menuju Belt Filter Press (166-A-563 A/B).
Pengepresan dengan ketegangan yang memadai akan menekan flok lumpur
yang memasuki Belt Filter Press pada pengepresan pertama untuk
pengepresan berikutnya diatas. Lumpur yang telah malalui penekanan
terakhir kemudian dikumpulkan di Cake Hopper (166-A-564A/B). lumpur
padat dengan kadar padatan kering 15-25% tidak diangkut oleh truk lumpur
untuk diproses lebih lanjut sesuai peraturan perusahaan.

G. CPI (Corrugated Plate Interceptor)


Pada awalnya, air asam berminyak mengalir menuju WWTP sesuai
pengolahan. Pada umumnya pengeringan minyak akan mengalir menuju
revelent pit dan kemudian dipompa ke CPI (166-A-501). Semua minyak dan
minyak skim mengalir melaului CPI yang akan dipisahkan sebagai slops
minyak dan sisanya menuju Holding Pit (166-PIT-505).

3.2.5 Proses system pemantauan pengolahan limbah cair di Waste Water Treament dari
kilang RFCC
Berdasarkan hasil yang diperoleh, kadar COD yang terdapat pada effluent WWT
belum memenuhi baku mutu maka perlu adanya analisis penyebab terjadinya kadar
COD yang melebihi baku mutu setelah pengolahan. Untuk menganaslisis hal
tersebut, dapat dilihat dari aspek pengolahan secara biologis, kimiawi, dan fisik :
a. Secara biologis
Waste Water Treatment dari RFCC PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
dilakukan monitoring biologis dengan melakukan monitoring sedimentasi flok
mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama fase oksidasi dalam tangki aerasi
dengan menggunakan parameter MLSS. MLSS adalah jumlah total dari
padatan tersuspensi yang berupa material organic dan mineral, termasuk
didalamnya adalah mokroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara
menyaring lumpurcampuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter
dikeringkan pada temperature 105˚C, dan berat padatan pada contoh timbang.

14 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
b. Secara Kimiawi
Secara kimiawi, Waste Water Treatment dari RFCC PT Pertamina (Persero)
RU IV Cilacap ini telah melakukan penentuan dosis koagulan setelah diketahui
jumlah asam atau basa yang diperlukan untuk membuat larutan melalui Jar Tert
yang dilakukan oleh pihak ketiga yaitu Laboratorium bagian produksi PDAM
Tirta Wijaya Kabupaten Cilacap. Berdasarkan Jar Test pada tanggal 5
November 2015 mendapatkan hasil bahwa dosis PAC untuk menghasilkan TSS
settled sebesar 20 ppm pada dosis 359,13 mg/l dan pH terendah yang masih
dapat dicapai setelah koagulasi masih diatas 8. Jadi, secara kimiawi dosis
koagulasi yang digunakan sudah sesuai dengan sifat pH yang pada air limbah
tersebut.

c. Secara Fisik
Berdasarkan skema Waste Water Treatment RFCC, air hasil pemisahan minyak
dari CPI langsung mengalir ke Holding Pit. Menurut pihak pengelola Waste
Water Treatment, hal tersebut terjadi karena WWT Package yang telah ada
tidak dapat menampung air limbah dari CPI (overload). Overload terjadi
karena proses pengolahan caustic tidak berjalan sehingga air yang dihasilkan
dari tempat proses tersebut terlalu banyak dan masuk ke dalam olahan air
limbah atau Waste Water Treatment. Hal ini menumbulkan asumsi bahwa air
yang dihasilkan dari CPI masih memiliki kadar kimia yang tinggi dapat
menyebabkan tidak terjadinya peningkatan kadar COD pada effluent karena air
limbah tersebut tidak mendapatkan perlakuan/pengolahan secara biologis.
Selain kadar kimia, air yang berasal dari unit CPI masih memiliki potensi
kandungan minyak sehingga sangat berpengaruh pada pertumbuhan bakteri
untuk menguraikan kontaminan kimia pada air limbah tersebut.
Berdasarkan survey, terdapat aerator yang tidak berfungsi pada bak
denitrifikasi tahap pertama. Hal ini sangat berpengaruh pada kualitas air limbah
terutama parameter COD. Karena bakteri-bakteri tidak dapat mengonsumsi
kontaminan dari air limbah tersebut melalui aerasi sehingga pertumbuhan
bakteri untuk menurunkan kadar COD pada air limbah sangat terganggu atau
bahkan bakteri akan mati dan kontaminan akan meningkat.

15 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
3.3 Evaluasi proses system pengolahan limbah cair
3.3.1 Tenaga pengelola limbah cair di Waste Water Treatment
Pengolahan limbah yang dilakukan di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
dilakukan oleh bagian PE (Production Engineering) khusus di WWT (waste
water treatment) dan pekerja di kilang RFCC bagian utilities. Bagian PE
(Production Engineering) sebagai pengelola, sedangkan untuk pekerja pada
kilang RFCC lainnya bekerja sebagai pengambil data hasil pengolahan dan
pemantauan yang diperoleh dari WWT(waste water treatment) untuk kebutuhan
dan keperluan project dari perusahaan.

3.3.2 Pengambilan sampel


a. Frekuensi pengambilan sampel
Air limbah yang sudah di kelola pada WWT (waste water treatment) perlu
dilakukan pemeriksaan kualitas air limbah agar hasil akhir air limbah yang
sudah dikelola dan dibuang tidak mencemari badan penerima air limbah yaitu
sungai Donan. Maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan kualitas air limbah
dengan mengambil sampel pada WWT (waste water treatment). Sampel
diambil oleh dua bagian yaitu HSE (Health Safety Environtment) bagian
Environtment, sampel pada inlet dan outlet diambil sebanyak 1 kali dalam
seminggu. Sedangkan pada bagian PE (Production Engineering) sampel
diambil setiap hari guna pemantauan kualitas air limbah.

b. Parameter yang diperiksa


Terlampir

c. Tenaga yang mengambil dan memeriksa sampel


Sampel yang sudah diambil pada tiap bak pengolahan limbah oleh bagian HSE
(Health Safety Environtment) bagian Environtment selanjutnya dilakukan
pemeriksaan oleh pihak ketiga yaitu Balai Besar Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri Semarang. Setelah sampel diperiksa langsung diambil
oleh pihak ketiga. Untuk tenaga PE (Production Engineering) yang
mengambil sampel setiap hari diperiksa oleh laboratorium yang ada di PT.
Pertamina Cilacap. Sedangkan untuk sampel pengambilan air bersih dilakukan
pemeriksaan oleh PDAM Kabupaten Cilacap.

16 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
3.3.3 Pelaporan dan tindak lanjut system pengolahan limbah cair
a. Institusi yang diberi laporan kinerja IPAL
Hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh Balai Besar Teknologi
Pencegahan Pencemaran Industri Semarang pada sampel yang diambil 1 kali
dalam seminggu digunakan oleh Balai Besar Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri Semarang sebagai arsip dan diserahkan pada PT.
Pertamina Cilacap khususnya HSE bagian Environtment, pengelola WWT dan
pengelola RFCC sebagai bahan evaluasi dan bahan untuk menindak lanjuti
apabila terjadi masalah mengenai kualitas air limbah. Laporan dari
laboratorium pertamina diserahkan kepada bagian HSE untuk pelaporan harian
dan bagian RFCC sebagai bagian yang mengirim sampel. Laporan yang
diberikan oleh laboratorium perusahaan hanya sebatas pelaporan hasil
pengukuran parameternya saja, bukan dalam bentuk laporan yang
sesungguhnya.

b. Frekuensi laporan
Laporan yang diberikan pada PT. Pertamina Cilacap oleh Balai Besar
Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang diserahkan setiap bulan
sesuai frekuensi pengambilan sampel oleh HSE (Health Safety Environtment)
bagian Environtment. Sedangkan untuk laporan yang diberi oleh laboratorium
perusahaan deserahkan setiap hari sesuai dengan frekuensi pengambilan
sampel oleh bagian PE (Production Engineering).

c. Tindak lanjut terhadap permasalahan yang ditemukan


Jika ada permasalahan dari pihak perusahaan sudah terdapat system dalam
rangka perbaikan masalah yang ada.
No. Ketidaknormalan Kemungkinan Penyebab Kemungkinan Terjadi
/ Masalah

17 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
1 Air pada treated Pompa Transfer tidak beroprasi Opersikan pompa
pit/air pada bak Level pengalihan tidak berfungsi Periksa atau perbaiki
meluap Katup tertutup atau sedikit Tingkat Pengalihan buka
terbuka valve
Penyumbatan di pompa atau di Bersihkan pompa atau
katup katup dari material
2 DAF Terkikis Jalankan scraper
- Minyak terbawa Tekanan udara terlalu rendah / Aliran udara set tekanan
limbah terlalu tinggi (400 kPa - 500kPa)
- TSS terbawa Injeksi kimia terlalu Set injeksi kimia
Limbah rendah / terlalu tinggi buang lumpur
Lumpur yang berlebih di bagian
bawah
3 Unit filter pasir Pemblokiran media Backwash menggunakan
dan filter karbon katup Outlet ditutup air
-Tekanan Air tidak melewati Media atau Udara yang masuk dalam
Diferensial terjadinya passing/pelewatan air akan membuka katup
tinggi Saringan rusak laju aliran Periksa Katup dan tutup
- Air kotor backwash terlalu Ganti saringan
tinggi laju aliran backwash terlalu
- Media ditemukan tinggi
dibasin stopkontak
4 aerasi oksigen tidak mencukupi umur Meningkatkan waktu
-Pengadukan lumpur singkat debit industri aerasi
limbah cair, Nitrifikasi ditambah dengan Meningkatkan umur
Tidak berbau alkalinitas rendah limbah lumpur
-bentuk Deterjen umur lumpur singkat umur Kontrol dengan semprotan
Putih lumpur lama DO tidak memadai air
- PH rendah konsentrasi anoxic berlebihan Mengidentifikasi dan
- Tinggi SVI pecahan mengendalikan industri
Melepaskan denitrify
dengan memasukkan
zona anoxic

18 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
Dosis kapur atau bahan
kimia lainnya untuk
meningkatkan pH
Menghambat nitrifikasi
oleh
mengurangi tingkat aerasi
Memodifikasi umur
lumpur
Mengurangi konsentrasi
MLSS
Meningkatkan tingkat DO
Sesuaikan fraksi anoxic ke
10-40 %
Memodifikasi umur
lumpur
Mengurangi konsentrasi
MLSS
Meningkatkan tingkat DO
Sesuaikan fraksi anoxic ke
10-40 %
5 Coklat Pertumbuhan actinomycetes umur Mengurangi konsentrasi
actinomycete lumpur singkat debit industri MLSS
-Putih berbusa Mengurangi intensitas
pencampuran
Meningkatkan tingkat
recycle sludge dan
kecepatan clarifier
scrapper mengurangi BOD
supernatan daur ulang
digester anaerobik
Semprot busa awal
Beroperasi sebentar-
sebentar

19 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
Perizinan awal peredaran
dengan air keras oleh
hambatan dan operasi
aerator menganggur
berkala
Dosis klorin ,bakteri mutan
Penghapusan mekanis
Reguler pemeriksaan
campuran limbah cair
Meningkatkan umur
lumpur
Kontrol dengan semprotan
air
Mengidentifikasi dan
mengendalikan industri

NO Tidak Masalah Khas di CPI Oil Tindakan perbaikan


alat pemisah

1 Tidak ada Oil minyak dirilis Penangkap Jika pipa knalpot terlalu rendah akan menyebabkan
Minyak yang belum pernah dirilis karena pipa
knalpot adalah
di bawah lapisan minyak ( dalam kondisi ini
pipa knalpot berada pada elevasi air ) , sehingga
elevasi pipa knalpot harus
mengangkat sampai ketinggian lapisan minyak .
Tidak ada minyak yang dikumpulkan di permukaan
sehingga tidak ada aliran minyak ke knalpot

20 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
2 Air Olahan mengandung minyak entri aliran terlalu tinggi di luar desain
kapasitas, sehingga mengurangi aliran dengan
menutup
masuk
Emulsi cannotbe kimia
dipisahkan

3 limbah minyak mengandung air atau air Posisi Skimmer adalah antara minyak dan air
limbah mengandung minyak sehingga elevasi skimmer perlu diatur
Membingungkan untuk membagi air / minyak yang
mengarahkan aliran limbah atau buangan air
channel terlalu tinggi sehingga menjamin
elevasi berada pada posisi yang memungkinkan
tidak ada minyak dilakukan

4 CPI meluap membatasi masuknya Arus output ke CPI terlalu


tinggi di luar sistem desain , sehingga mengurangi
aliran menyatu dengan mengelola katup sehingga
berpengaruh dapat dikurangi .

21 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
BAB IV

PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Limbah cair pada Waste Water Treatment bersal dari kilang pengolahan Residual
Fluid Catalytic Cracking (RFCC)
2. Sistem pendahuluan pada Waste Water Treatment yaitu limbah cair yang keluar
dari kilang RFCC ditampuh pada Drying Pit yang berupa tempat penampungan
awal yang dilengkapi dengan alat penyedot minyak untuk mengurangi kadar
minyak sebelum disalurkan ke CPI.
3. Waste Water Treatment RFCC mengguakan system penyaluran perpipaan ke
seluruh bak penampungan dan penambahan bahan kimia dilakukan dengan cara
injection atau disuntikan.
4. System pengolahan pada Waste Water Treatment menggunakan pengolahan
biologis, pengolahan kimiawi, dan pengolahan fisik termasuk Sludge Belt
Pressing.
5. System pemantaun dilakukan oleh 2 pihak dengan cara pengambilan sampel
sampai hasil pemriksaan sampel, yaitu oleh pihak pengelola Waste Water
Treatment melakukan pengambilan sampel setiap hari pada setiap bak dan oleh
pihak Health, Safety, Environmental (HSE) khususnya Environmental yang
melakukan pengambilan sampel satu minggu sekali.
6. Evaluasi yang dilakukan pada Waste Water Treatment meliputi pengambilan
sampel yang dilakukan oleh pengelola dan HSE, frekuensi pengambilan sampel
yaitu setiap hari dan satu minggu sekali, dan penindaklanjutan pada hasil
pemriksaan sampel yang diperiksa oleh pihak ketiga yaitu PDAM Kabupaten
Cilacap dan Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan proses dan hasil pengolahan limbah cair
dari kilang RFCC yang dilakukan di Waste Water Treatment PT. Pertamina (Persero)
RU IV Cilacap, maka pada kesempatan ini penulis memberikan saran terkait, antara
lain sebagai berikut :
1. Perlu dilakukannya monitoring lumpur aktif melalui parameter F/M ratio dan
Sludge Volume Indeks (SVI) dengan rumus sebagai berikut :

 F/M ratio

22 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
F/M = Q x BOD5
MLSS x V
Keterangan :
Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)
BOD = BOD5 (mg/l)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V = Volume tangki aerasi (Gallon)

 SVI/Sludge Volume Indeks


𝑉
SVI=𝑀
V : Volume lumpur aktif setelah 30 menit mengendap (ml)
M : Jumlah lumpaur aktif dalam endapan (g)
Nilai SVI yang ideal untuk proses lumpur aktif adalah berkisar antara 50-100
(mg/l) (degreemont 1991)
2. Untuk menjamin kualitas keluaran air limbah dari WWT maka semua peralatan
harus difungsikan, seperti aerator yang rusak harus segera diperbaiki dan
dioptimalisasikan dengan cara :
- Melakukan pengelasan pada bagian aerator yang sobek.
- Saat Surface Aerator dioperasikan akan diikat dengan sling untuk menjaga
posisinya agar tidak menyentuh casing aerator. Untuk itu perlu dikaji kekuatan
dinding Aeration Pit jika ada beban tarikan baru dari Surface Aerator tambahan
tersebut.
- Perlunya penambahan spare Surface Aerator baik yang stand by di lapangan
atau spare di gudang.
3. Sebaiknya setiap air limbah yang diolah di WWT mendapatkan pengolahan secara
biologi ataupun kimia, baik air limbah dari unit CPI maupun Waste Water Tank.
Untuk air limbah yang dihasilkan dari CPI seharusnya dialirkan menuju WWT
Package dengan menggunakan cara perpipaan.
4. Untuk kualitas air yang terdapat pada inpounding basin sebaiknya perlu
diperhatikan pula air yang bersumber dari selain kilang RFCC dengan cara
melakukan pemeriksaan setiap sumber air limbah tersebut dengan berbagai
parameter seperti yang dilakukan pada air limbah RFCC sebelum masuk ke dalam
inpounding basin.hal tersebut perlu dilakukan karena tidak menutup kemungkinan
bahwa air yang masuk ke dalam inpounding basin memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan kualitas air terutama COD.

23 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
DAFTAR PUSTAKA
Ekowati, Mei. Laporan Studi Analisa IPAL PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV
Cilacap. Universitas Diponegoro. 2014
Over view WWT PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
KEPMENLH NO. 19 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau
Kegiatan Minyak Bumi dan Gas Serta Panas Bumi
Panduan Operasional Kilang Residual Fluid Cracking Catalys (RFCC) PT. Pertamina
(Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Tahun 2014
Operating Manual Waste Water Treatment RFCC for utility and offsite
http://herudzakwan.blogspot.co.id/pengolahan air limbah secara biologi. Diakses pada 5 Februari
2016 pada pukul 20.20
Pedoman praktikum laboratorium kesehatan lingkungan, Sujoto Hernady, M. Sc, dkk

24 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
LAMPIRAN
Lampiran Tabel

Table 1 Parameter Pencemar dalam Limbah Cair Kilang Minyak

Parameter Pencemar Sumber


- BOD - Air proses
- COD - Buangan cooling water (jika HC bocor ke
- Minyak dalam system air pendinginan)
- Air ballast
- Air drainase dan larian dari area tangki
- Padatan tersuspensi total - Air proses
- Buangan cooling water
- Air ballast
- Air drainase dan air larian dari tangki
- Senyawa fenol - Air proses khususnya dari unit perengkahan
fluida secara katalitik
- NH3 - Air proses khususnya dari perengkahan
- H2 S fluida secara katalitik dan pembakar karbon
- Trace organics
- Logam berat - Air proses bekas
- Air buangan sarana pertangkian
- Buangan cooling water (jika digunakan
bahan kimia jenis kromat untuk pengolahan
air pendingin)

Table 2 Baku Mutu Kep Men LH No. 19 Tahun 2010

No Jenis Air Limbah Parameter Unit Nilai


1 Air Terproduksi COD mg/l 200
Minyak dan lemak mg/l 25
Sulfide mg/l 0,5
Ammonia mg/l 5
Fenol mg/l 2

25 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
Temperature C 40
Ph 6-9
TDS mg/l 4000
2 Air Limbah Drainage Minyak dan Lemak mg/l 15
Karbon organic total mg/l 110

Table 3 Produksi Kilang Paraxylene

Unit Feed Produk


 Paraxylene
 Benzene
Paraxylene  Naphtha
 LPG
 Toluene

Table 4 Spesifikasi Produk LPG

Spesifikasi Unit Nilai


Ethane LV% Max 0,2%
C3+C4 LV% Min 97,5%
C5+ LV% Max 2%
Reid Vapor Psi 120
Pressure
Weathering Test @36°F 95% volume

Table 5 Spesifikasi Produk Condensate

Spesifikasi Unit Nilai


C4 dan lighter LV% Max 2%

Table 6 Karakteristik Limbah Cair WWT

Parameter Unit Limbah cair 166-A-502


Frekuensi (-) berkelanjutan
temperature C 37
Pressure Kg/cm2 3

26 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
pH (-) 5-10
Total oil and grease mg/l 60
Total suspended solid mg/l 7,5
(TSS)
Sulfide mg/l 1,5
Sodium Sulfate mg/l 285
Phenolics mg/l 210
BOD mg/l 420
COD mg/l 550
Ammonium as N mg/l 20
T-N mg/l 1,5

Table 7 Peralatan Penanganan Limbah Cair

No Peralat Kapasitas/Dimensi Kadar (Baku Keterangan


an Mutu*)
.
100 ton/jam:
Waste  Sour Water Stripper = 65 Air olahan WWT
Water ton/jam dialirkan ke
1.
Treatm Holding Pit yang
 Organic Oil Separator = 35
ent baru
ton/jam
 BOD5 < 80
mg/l
 COD < 160
mg/l
200 ton/jam:  Oil&Fat < 20
New  100 ton/jam dari WWT mg/l Air dari Holding Pit
2. Holdin  100 ton/jam dari API  Sulfide < 0,5 yang baru dialirkan
g pit ke Sungai Donan
Separator mg/l
 NH3-N < 5 mg/l
 T-Phenol < 0,5
mg/l
 pH 6 - 9

27 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
Air dari saluran
Brine Water dari
Open terbuka (open ditch)
3. Desalination Unit = 3.000 ≦45°C
Ditch dialirkan ke Sungai
m3/jam
Donan
Keterangan: * = Permen LH No. 04 Tahun 2007
Sumber: Pertamina UP IV Cilacap, 2008

Lampiran Gambar

Gambar 1 Proses Drain Pit WWT RFCC

28 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
Gambar 2 Unit CPI Sparator WWT RFCC

Gambar 3 Belt Skimmer Panel CPI WWT RFCC

29 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
Gambar 4 Waste Water Tank WWT RFCC

Gambar 5 Aeration Pit WWT RFCC

30 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C
Gambar 6 Aeration Pit 2 WWT RFCC

31 | L a p o r a n O b s e r v a s i W a s t e W a t e r T r e a t m e n t k i l a n g R F C C

Anda mungkin juga menyukai