Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia di anugrahkan sumber daya alam yang sangat melimpah dan
Indonesia memiliki 2 musim yang sangat menguntungkan dan berbeda dengan
negara-negara lainnya, yaitu musim hujan dan musim panas/kemarau. Sebagai
mahasiswa pertanian, kita di tuntut untuk mengembangka dan memajukan
pertanian Indonesia agar semakin maju dan semua potensi dan sumber daya
alam yang ada di bumi Indonesia ini dapat tergali dan di manfaatkan dengan
baik. Sehingga kita dapat negara mengejar ketertinggalan kita dengan negara-
negara maju lainnya, yang seharusnya memang kita tidak tertinggal terutama
di bidangb pertanian karena melihat sumber daya alam yang kit miliki
sangatlah melimpah. Sehingga tanaman-tanaman yang ada di sekitar kita
diharapkan akan terjaga dengan bail dan dapat lebih bermanfaat bagi diri
sendiri dan orang lain. Dan kita dapat menjaga kelestariannya dengan cara-
cara pengembang biakan yang cepat, mosalnya perkemangan dengan kultur
jaringan.
Tanaman merupakan salah satu organisme yang mampu melakukan
pembiakan guna mempertahankan diri dan memperbanyak diri. Tanaman
dapat melakukan pembiakan dengan cara vegetatif (tanpa perkawinan) dan
dapat melakukannya derngan cara generatif yaitu melalui perkawinan.
Pembiakan pada tanaman pada umumnya dapat terjadi secara alami maupun
dengan bantuan manusia (terutama untuk tanaman-tanaman yang
dibudidayakan dan diambil nilai ekonomi dan artistiknya). Pada pembiakan
dengan cara vegetatif sebagian besar dilakukan oleh manusia agar diperoleh
anakan yang sesuai dengan harapan. Tanaman melakukan perkembangbiakan
untuk mempertahankan jenisnya dan peningkatan produksinya. Kelestarian
sifat yang dimiliki tanaman atau kelompok tanaman dari generasi ke generasi
berikutnya sangat tergantung pada kombinasi gen yang terdapat dalam
kromosom sel tanaman. Kombinasi atau kumpulan gen pada suatu individu
tanaman disebut genotipe. Perwujudan genotipe yang tampak disebut fenotipe,
yakni menampilanm genotipe tertentu pada suatu lingkungan tempat tumbuh
tanaman, dalam pemuliaan tanaman hal demikian dikenal sebagai interaksi
genotipe dan lingkungan. Jadi fungsi perkembangbiakan tanaman adalah
pelestarian genotipe atau kombinasi genotipe tertentu pada keturunan.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman
secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman
dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta
menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik
yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus
cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Metode kultur
jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang
dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan.
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media.
Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh
karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga
jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini
biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi
kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda
dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Praktikum kali ini akan
membahas mengenai pembuatan media kultur jaringan.
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu mengetahui tata letak
dan fungsi ruang kultur, peralatan di laboratotium kultur jaringan dan
sterilisasi bahan dalam laboratorium kultur jaringan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Tata Letak Dan Fungsi Ruang Kultur


Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan terdiri dari ruangan-ruangan yang
dipisahkan berdasarkan fungsinya, yaitu ruang persiapan (preparation area), ruang
penanaman (transfer area), ruang pertumbuhan (growing area). Seberapapun
luasnya laboratorium, ketiga ruang tersebut harus ada. Ketiga ruang di atas juga
harus terpisah dari kebun bibit dan green house untuk menghindari masuknya
kontaminasi ke dalam ruang kultur. Kebersihan lantai, meja dan kursi harus terus
dijaga secara intensif (Hartman dkk, 1997).
a. Ruang Persiapan (preparation area)
Ruang persiapan merupakan ruangan yang mempunyai 3 fungsi dasar
yaitu untuk membersihkan alat-alat (alat-alat gelas seperti petri, botol, dll),
persiapan dan sterilisasi media, dan penyimpanan alat-alat gelas. Sebuah bak
untuk mencuci yang dilengkapi dengan kran untuk aliran air mengalir juga
diperlukan untuk membersihkan alat-alat berbahan gelas. Selain itu diperlukan
meja yang permukaanya dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan. Peralatan
selanjutnya yang digunakan dalam ruang preparasi adalah lemari es untuk
menyimpan larutan stok dan beberapa media, timbangan analitik, autoclave, pH
meter, magnetic stirrer, destilator (Hartmann dkk., 1997). Selain alat di atas,
ruangan ini juga 3 dilengkapi dengan alat-alat seperti Hot plate dengan magnetic
stirer,Oven, pH meter , kompor gas, labu takar, gelas piala, erlenmeyer, pengaduk
gelas, spatula, petridish, pipet, botol kultur, pisau scalpel
b. Ruang Penanaman (Transfer area)
Ruang penanaman merupakan ruang yang digunakan untuk isolasi, inokulasi
dan subkultur (penjarangan) pada kondisi steril yang di dalamnya terdapat lemari
kaca atau kabinet yang disebut Laminar Airflow (LAF). Laminar Airflow ini
digunakan untuk pemotongan eksplan, melakukan penanaman dan subkultur.
Akan tetapi jika tidak ada LAF yang memadai, tahap isolasi (pemotongan
eksplan) dapat dilakukan di antara kertas saring steril. Sangat dianjurkan untuk
menggunakan jas laboratorium yang bersih selama tahap persiapan dan
mensterilkan tangan dengan alkohol 96% (Pierik, 1987). Alat-alat seperti scalpel,
gunting dan alat-alat inokulasi lainnya harus disterilkan dengan alkohol 96% dan
dilanjutkan dengan pemanasan di atas api bunsen. Lampu ultraviolet (UV) juga
digunakan untuk mensterilkan ruang, sebelum LAF digunakan. Pemotongan
eksplan juga dilakukan di dalam LAF yang kemudian dilanjutkan dengan
beberapa tahapan sterilisasi sebelum ditanam pada media kultur. Selama inokulasi
atau penanaman, botol yang berisi media padat pada prinsipnya pada kondisi
horisontal, hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi, terutama ketika tidak
bekerja dalam LAF. Subkultur atau tahap penjarangan juga dilakukan dalam LAF,
dan merupakan tahapan yang perlu dilakukan pada metode kultur jaringan. Ada
beberapa alasan perlu dilakukannya subkultur, diantaranya yaitu nutrisi media
yang semakin lama semakin berkurang, munculnya browning atau media agar
menjadi kecoklatan karena jaringan tanaman kadang mengeluarkan senyawa
toksik, atau eksplan membutuhkan tahap perkembangan lebih lanjut.
c. Ruang Pertumbuhan atau Inkubasi (Growing area)
4 Growing area merupakan ruang pertumbuhan atau ruang penyimpanan hasil
kultur pada kondisi cahaya dan temperatur yang terkontrol. Ruang pertumbuhan
ini terdiri dari rakrak yang biasanya terbuat dari kaca dan digunakan untuk
meletakkan botol-botol kultur setelah proses penanamanan pada ruang isolasi di
dalam LAF. Rak-rak yang digunakan untuk inkubasi dilengkapi dengan lampu
neon di atasnya sebagai sumber cahaya. Sedangkan ruang pertumbuhan dalam
kultur jaringan dilengkapi dengan Air conditioner (AC) untuk mengontrol suhu
ruang.
2. Peralatan di laboratotium kultur jaringan
Peralatan yang mutlak dimiliki untuk memulai melakukan kegiatan kultur
jaringan, yaitu timbangan analitik, destilator, pH meter, autoklaf, laminar airflow,
dan gelas-gelas standar. Peralatan yang kemungkinan dapat menimbulkan resiko
pada pemakainya atau menimbulkan kerusakan bila salah prosedur dalam
mengoperasikan (Abbas, 2011).
1. Timbangan Analitik
Sebelum menimbang suatu bahan yang penting diperhatikan adalah: 1)
kapasitas timbangan. Timbangan analitik yang ada di Laboratorium Bioteknologi
memiliki kapasitas maksimum 300 gram. Untuk keperluan melebihi 300 gram
dimohon tidak menggunakan timbangan analitik karena dapat menyebabkan
kerusakan timbangan . 2) Water pas. Water pas timbangan harus selalu berada di
dalam lingkaran indikator timbangan. Bila melakukan penimbangan pada saat
water pas tidak berada pada posisi yang sebenarnya, maka pembacaan angka
digital yang ditampilkan tidak akurat (Abbas, 2011).
Cara mengoperasikannya yaitu pertama-tama kabel listrik timbangan
dihubungkan dengan sumber arus listrik, kemudian tombol on ditekan pelan-
pelan. Setelah itu, tombol sero ditekan agar timbangan menunjuk angka nol baru
bahan yang akan diukur beratnya diletakkan di atas wadah objek timbangan.
Supaya bahan yang ditimbang akurasinya tinggi, maka setiap kali pembacaan
angka digital yang ditampilkan timbangan jendela atau pintu kaca dari timbangan
harus ditutup. Setelah selesai menggunakannya kabel listrik yang menghubungkan
timbangan dengan sumber arus listrik harus dilepaskan (Abbas, 2011).
2. pH meter
Berbagai jenis pengukur pH yang dapat digunakan untuk menetapkan pH
media seperti kertas lakmus dan pH meter digital. Pengukuran pH media
sebaiknya menggunakan pH meter digital supaya pengukuran atau penetapan
angka pH yang dikehendaki dapat dilakukan dengan tepat (Abbas, 2011).
Prosedur penggunaan pH meter digital, yaitu pertama-tama kabel pH
dihubungkan dengan sumber listik, kemudian pengaturan suhu diset sesuai dengan
suhu ruangan, selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan cara membuka penutup
plastik detektor dan mencelupkan detektor pada pH standar (larutan yang sudah
diketahui dengan pasti pH-nya). Sambil memutar tombol kalibrasi sampai angka
digital pada pH meter menunjukka angka sesuai dengan pH larutan standar.
Misalnya larutan standar memiliki pH 7, maka angka pembacaan pada pH meter
digital harus disesuaikan atau ditetapkan sama dengan 7 (Abbas, 2011).
Kesalahan dalam penetapan pH untuk pembuatan media tumbuh merupakan
kegagalan pada semua kegiatan selanjutnya. Akurasi pengukuran pH media
merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan untuk kebersilan kegiatan kultur
jaringan yang dilakukan. Setelah pH meter selesai digunakan, detektor harus
dibilas dengan air bersih kemudian ditutup kembali dengan plastik penutup ujung
detektor. Selanjutnya detektor diletakkan kembali pada tempatnya dan kabel
listrik dilepas dari sumber arus listrik (Abbas, 2011).
3. Destilator
Kegiatan kultur jaringan mutlak harus menggunakan air destilasi atau air
suling (air yang bebas dari mineral organik dan anorganik) supaya kebutuhan
tanaman akan hara organik dan anorganik dapat ditetapkan sesuai dengan
kebutuhannya. Untuk itu, destilator merupakan alat yang vital untuk melakukan
kegiatan kultur jaringan (Abbas, 2011).
Kebutuhan air sangat besar, khususnya dalam
bentuk aquadest atauaquabidest. Karena alat tersebut, sebaiknya laboratorium
budidaya in vitroatau laboratorium jaringan mempunyai alat destilasi sendiri yang
besar, sesuai dengan kebutuhan. Kadang-kadang diperlukan aquadest yang
mempunyai kandungan ion minimal. Jika demikian laboratorium membutuhkan
alat de-ionizer (Suryowinoto, 1996).
Prinsip kerja dsestilator yaitu air dipanaskan kemudian terbentuk uap air. Uap
air dialirkan melalui wadah pendingin sehingga uap air mengalami kondensasi
atau pengembunan. Titik air yang terbentuk melalui proses kondensasi ditampung
pada wadah tertentu. Air hasil tampungan itu disebut air destilasi (Abbas, 2011).
Cara mengoperasikan destilator yang ada di laboratorium Bioteknologi adalah
pertama-tama kabel listrik disambungkan dengan sumber arus listrik dan selang
air pendingin disambungkan dengan kran sumber kran. Setelah air di dalam tangki
pemanasan mendidih atau tebentuk uap air, baru air pendingin dialirkan dan diatur
secukupnya saja agar tidak terlalu boros dalam penggunaaan air. Selanjutnya
selang yang dilalui air kondensasi dihubungkan dengan wadah yaitu penyulingan
harus dijaga terus menerus agar tidak terjadi kebakaran pada destilator. Aliran air
pendingin berfungsi juga dalam mensuplai air kedalam tangki pemanasan (Abbas,
2011).
4. Autoklaf
Autoklaf mutlak harus dimiliki untuk melakukan kegiatan kultur
jaringan karena media dan semua peralatan yang digunakan harus dalam keadaan
aseptik (steril). Autoklaf terdiri atas berbagai macam tipe dan model.
Laboratorium Bioteknologi memiliki autoklaf model horizontal dan vertikal.
Model vertikal terdiri atas dua tipe yaitu tipe yang tidak dilengkapi dengan timer
dan tipe yang dilengkapi dengan timer (pengatur otomatis) (Abbas, 2011).
Menurut Suryowinoto (1996), autoklaf digunakan untuk sterilisasi media,
maupun alat-alat seperti pipet, skalpel, gunting, pinset, cawan petri, botol, mutlak
dibutuhkan autoklaf..
Prinsip kerja autoklaf adalah pemanasan dan tekanan yang dipadukan
sehingga semua mikro organisme tidak ada yang dapat bertahan hidup pada
kisaran suhu mendekati 100 C, tetapi dengan tekanan yang tinggi membuat tidak
dapat hidup. Elemen panas yang dihubungkan dengan sumber arus listrik
membuat air dalam autoklaf mendidih yang menimbulkan panas dan tekanan yang
dapat diatur sesuai kebutuhan. Biasanya digunakan tekanan 1,2 kg/cm2 dengan
suhu 1200c dengan waktu 25-30 menit. Sudah cukup untuk mensterilkan media
kultur (Abbas, 2011).
Cara mengoperasikan autoklaf harus dicek airnya karena jika airnya habis
dapat menyebabkan elemen pemanas autoklaf mengalami pemanasan. Ukurun
yang baik yaitu batas permukaan air paling atas sampai pada plat penyangga.
Alat-alat atau media kultur yang akan diautoklaf dimasukkan kedalam autoklaf
kemudian penutup autoklaf dikancing. Saat penutup autoklaf dikancing, kancing
yang saling berlawanan dikunci secara persamaan. Selanjutnya kabel dihubungkan
ke sumber arus listrik kemudian tombol off/on di set. Pengatur pembuangan udara
dibiarkan dulu terbuka sampai ada tetesan uap air yang keluar, baru dikencangkan
supaya media udara yang ada didalam autoklaf terbuang terlebih dahulu. Tanda
saat autoklaf selesai yaitu timbul bunyi seperti suara sirine yang berarti autoklaf
harus di off (Abbas, 2011).
5. Laminar Airflow
Laminar airflow merupakan alat yang mutlak dimiliki untuk melakukan
kegiatan kultur jaringan karena dalam kegiatan kultur jaringan terutama pada saat
kegiatan transfer atau mengkulturkn tanaman harus bekerja pada tempat dan ruang
yang steril. Pada kondisi normal udara dipenuhi dengan spora-spora dari jamur
yang berterbangan, begitu pula bakteri-bakteri banyak berterbangan diudara
bersama dengan debu yang diterbangkan oleh angin yang dapat mengontaminasi
media kultur. Untuk itu perlu suatu alat laminar airflow yang didalamnya terdapat
tekanan udara bersih yang dapat membuat udara luar tidak dapat masuk (Abbas,
2011).
Prinsip kerja laminar airflow yaitu hembusan udara bersih didalam laminar
airflow dibangkitkan oleh kipas yang dihembuskan melewati filter atau penyaring
udara. Udara bersih tersebut menimbulkan tekanan didalam laminar airflow yang
lebih tinggi dibanding dengan tekanan udara luar yang menyebabkan udara luar
yang penuh dengan sumber kontaminan tidak dapat masuk kedalam laminar
airflow (Abbas, 2011).
Cara pengoperasiannya yaitu pertama-tama kabel listrik laminar airflow
dihubungkan dengan sumber arus listrik, kemudian tombol on laminar airflow di
set pada posisi on dan menyalahkan lampu ultraviolet selama 15-20 menit agar
semua sumber kontamian yang ad didalam laminar airflow mati oleh tekanan yang
ada didalamnya. Setelah di on kan selama 15 menit lampu UV dimatikan
kemudian permukaan bagian dalam laminar airflow disemprot dengan alkohol
70% setelah itu laminar airflow siap digunakan (Abbas, 2011).
6. Botol Kultur
Digunakan sebagai wadah untuk kegiatan kultur jaringan.
7. Labu Ukur dan Gelas Ukur
Suatu labu berskala (dikenal dengan labu volumetri atau labu ukur) adalah
suatu wadah berdasar datar, berbentuk alpukat, dengan leher panjang dan sempit.
Suatu lingkaran tipir yang dietsa pada leher menunjukkan volumenya pada
temperatur ini tertentu 20 C, labu itu kemudin dikatakan berskala untuk berisi
sebuah labu dengan ditandai dengan memberikan cairan dengan volume yang
dinyatakan. Suatu labu dapat juga ditandai dengan memberikan ciran dengan
volume yang ditentukan pada kondisi-kondisi tertentu; namun labu ini tidak cocok
untuk pekerjaan eksak dan jarang digunakan. Bejana yang dimkasudkan untuk
berisi cairan dengan volume tertentu ditandai dengan C atau TC atau In,
sementara yang dimaksudkan untuk memberikan volume tertentu, ditandai dengan
D atau TD (Widodo dan Retno, 2010).
8. Pipet Volume berbagai Ukuran
Pipet volume digunakan untuk memipet masing-masing larutan stok yang
telah diisapkan dalam kegiatan pembuatan media (Abbas, 2011). Pipet volume
digunakan untuk mengambil cairan sesuai volume yang diinginkan secara tepat.
Ukuran pipet juga bervariasi, 5,10,15,20, 25 cm3 dan seterusnya(Widodo dan
Retno, 2010).
3. Sterilisasi Bahan Dalam Laboratorium Kultur Jaringan.
Sterilisasi adalah segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di
tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga
steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol
yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril. Peralatan yang kami gunakan yaitu
petridish yang berfungsi untuk media pemotongan hasilnya steril karena dalam
mensterilisasi sesuai petunjuk. Alat yang kedua yaitu botol kultur yang berfungsi
untuk menaruh penanaman eksplan hasilnya juga steril karena sangat hati-hati
dalam melakukan sterilisasi. Peralatan yang ketiga yaitu Erlenmeyer yang
berfungsi untuk pencucian,hasilnya juga steril karena dalam melakukan
pensterilan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan menjaga kondisi lingkungan
tetap steril. Peralatan yang keempat yaitu scalpel yang berfungsi untuk memotong
eksplan,hasil alat tersebut juga steril karena praktikan dalam melakukan sterilisasi
selalu dalam keadaan steril dan berhati-hati. Peralatan yang ke lima yaitu pinset
yang berfungsi untuk mengambil eksplan,hasil alatnya juga steril karena dalam
melakukan pensterilan dilakukan sesuai petunjuk dan keadaan lingkungan serta
praktikan steril sehingga tidak ada bakteri yang masuk. Peralatan yang ke enam
yaitu aluminium foil yang berfungsi untuk membungkus botol kultur,hasilnya alat
tersebut juga steril karena praktikan menggunakan dengan hati-hati dan cermat.
Salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan adalah tahap
sterilisasi. Kegiatan sterilisasi ini meliputi pada:
1. Sterilisasi pada lingkungan kerja.
2. Sterilisasi pada alat-alat dan media tanam.
3. Sterilisasi bahan tanaman (eksplan).
Kegiatan sterilisasi ini sangat penting untuk dilakukan, karena kontaminasi
pada kultur jaringan dapat berasal dari:
1. Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal.
2. Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut.
3. Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril.
4. Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.
5. Kecerobohan dalam bekerja.
Dalam sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang harus mendapat
perhatian adalah; bahwa sel tanaman dan kontaminan adalah sama-sama benda
hidup. Kontaminan harus dihilangkan tanpa mematikan sel tanaman.
Beberapa jenis bahan disenfektan yang dapat digunakan untuk sterilisasi bahan
tanaman :

No Bahan Konsentrasi Lama perendaman

1 Kalsium hipoklorit 1 – 10 % 5 – 30 menit

2 Natrium hipoklorit 1–2% 7 – 15 menit

3 Hidrogen peroksida 3 – 10 % 5 – 15 menit

4 Perak nitrat 1% 5 – 30 menit

5 Merkuri klorit (HgCl2) 0.1 – 0.2 % 10 – 20 menit

6 Bethadine 2.5 – 10 % 5 – 10 menit

7 Fungisida 2 g/l 20 – 30 menit

8 Antibiotik 50 – 100 mg/l ½ - 1 jam

9 Alkohol 70 % 1 – 10 menit

10 Bayclin/sunclin 5 – 30 % 5 – 25 menit

Bahan-bahan sterilisasi ini pada umumnya bersifat toxic/racun terhadap


jaringan tanaman. Pembilasan yang berkali-kali sesudah perendaman eksplan di
dalam larutan bahan streilisasi, sangat diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa
bahan aktif yang masih menempel dipermukaan bahan tanaman.
a.Sterilisasi alat – alat gelas
Botol kultur biasanya kecil potensinya sebagai penyebab kontaminasi,
karena selalu diautoklaf dengan media. Alat gelas lain dapat disterilisasi dengan
beberapa cara, misalnya ekspos ke radiasi UV, penggunaan larutan desinfestasi
atau lebih mudah dengan mengautoklaf atu dengan pemanasan dalam oven pada
180oC selama minimal 3 jam. Alat – alat plastik seperti polypropylene atau
polycarbonate mesti disterilisasi dengan autoklaf karena mereka tidak tahan panas
kering pada 180oC. Wadah plastic dapat digunakan berulangkali; karena mereka
tahan diautoklaf berulangkali tapi akhirnya menjadi sedikit mengkerut (brittle).
Untuk sterilisasi panas kering (dalam oven), peralatan seperti scalpel,
gunting dan forsep, petri dish, beaker dll, dapat dibungkus dengan kertas atau
aluminium foil terlebih dahulu sebelum diautoklaf. Kertas yang diautoklaf
kemudian dikeringkann dengan cara meletakkan pada oven dengan suhu 60 –
70oC atau di dalam laminar air flow cabinet sebelum digunakan.
Teknik Sterilisasi – manipulasi bahan tanaman
Sumber utama kontaminan adalah spora jamur dan bakteri yang
membentuk bagian alami dari atmosfer. Dapat diasumsikan bahwa agen
kontaminasi ada dimana – mana, misalnya pakaian, kulti, rambut dan nafas si
operator, jaringan tanaman, peralatan, bagian luar wadah kultur, permukaan
tempat kerja, dan banyak lagi. Udara steril di dalam laminar air flow cabinet
memungkinkan kita untuk dengan mudah membuka wadah kultur dan bekerja
secara steril.
Peralatan dapat disterilisasi dengan mencelupkan pada alcohol 70 – 80%
yang diikuti dengan pembakaran (flaming) menggunakan Bunsen burner atau
lampu spiritus. Bleach dapat juga digunakan sebagai alternatif untuk
mensterilisasi peralatan dengan alcohol. Larutan klorin encer (0.1 – 0.25% klorin)
dapat digunakan. Peralatan harus stainless steel, karena bahan lain akan berkarat
dengan cepat jika direndam dalam bleach.
Secara ringkas langkah berikut mesti dilakukan jika melakukan kegiatan
kultur jaringan:
1.Semprot atau usap baigan dalam laminar flow cabinet dengan 70% etil atau
isopropyl alcohol sebelum menghidupkan cabinet. Alcohol 70% penting
dinguankan, absolute alcohol (95%) tidak membunuh mikroba)
2.Hidupkan cabinet. Jika anda menggunakan lampu UV pastikan anda sudah
mematikannya sebelum meletakkan bahan tanaman di dalam cabinet.
3.Semprot semua wadah dan bahan dengan ethanol 70% sebelum meletakkannya
dalam cabinet.
4.Cuci tangan dan lengan dengan sabun dan air dan usap dengan 70% ethanol
sebelum mengambil tanaman. Penting dicatat bahwa ethanol memiliki efek
residual; karenanya sebaiknya menggunakan Hexifoam (desinfektan untuk
kulit).
5.Jika menggunakan api, berhati-hatilah
6.Atur ruang kerja dalam cabinet sehingga tidak banyak gerakan tangan
menyilang di dalam cabinet.
7.Jika bahan tanaman jatuh ke permukaan cabinet, anggap terkontaminasi dan
buang
8.Setelah selesai mentransfer kultur, matikan cabinet, semprot atau usap dengan
70% ethanol dan tutup cabinet.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara:
a. Sterilisasi dengan pembakaran
Alat-alat yang terbuat dari logam dapat disterilkan dengan cara memanaskan atau
membakar di atas lampu spirtus.
b. Sterilisasi dengan udara panas/kering
Alat-alat dari gelas seperti cawan petri, erlenmeyer, tabung piala, botol eksplan,
tabung reaksi dan sebagainya dapat disterilkan dengan udara panas (oven) pada
suhu 130 – 160oC selama 1 – 2 jam. Alat alat ditata tidak terlalu rapat agar
sirkulasi udara antar tumpukan alat dapat berjalan lancar, sehingga semua alat
dapat disterilkan dan dapat dengan mudah dijaga kesterilannya saat dikeluarkan
dari alat sterilisasi.
c. Sterilisasi dengan uap panas (basah)
Bahan atau alat dapat disterilkan dengan uap panas atau secara basah pada uap
panas biasa atau uap panas dengan tekanan tinggi, secara terus menerus
(kontinyu) atau secara terputus putus (diskontinyu), khususnya medium pada suhu
atau tekanan yang rendah. Untuk sterilisasi dengan cara ini sering kali
menggunakan otoklaf. Sterilisasi medium biasanya dilakukan pada suhu 121oC
dengan tekanan 1 atm selama 15-30 menit, namun untuk medium yang tidak
mudah rusak dapat dilakukan pada suhu atau tekanan yang sedikit lebih tinggi.
d. Sterilisasi dengan bahan kimia
Bahan kimia tertentu sering digunakan untuk sterilisasi alat maupun bahan. Etanol
70% sering digunakan untuk sterilisasi permukaan pada alat yang sering
dikombinasi dengan pembakaran pada api. NOCl (natrium hipoklorit) dan
formalin juga sering digunakan untuk sterilisasi permukaan atau disinfestasi
permukaan atau disinfeksi permukaan.
e. Sterilisasi lingkungan kerja
Lingkungan kerja untuk teknik kultur jaringan dapat dibagi atas
lingkungan umum dan lingkungan spesifik. Lingkungan umum adalah ruangan
transfer secara keseluruhan, sedangkan lingkungan spesifik adalah lingkungan
didalam laminar air flow cabinet dimana proses penanaman eksplan dan prosedur
lain seperti isolasi protoplasma dilakukan.
f. Sterilisasi alat-alat dan media
Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset,
gunting, gagang scalpel, petridisk, botol-botol kosong, jarum suntik untuk isolasi
meristem dan pipet untuk memindahkan suspensi sel.
Media dan aquades juga disterilkan dalam autoclave.Untuk aquades
sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya elemeyer 250 ml dengan isi
maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Untuk media kultur yang tidak
mengandung bahan-bahan yang heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoclave
pada suhu 1210C.
g. Sterilisasi bahan tanaman
Pada setiap jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal dari
dalam jaringan tanaman, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini sampai sekarang
belum diidentifikasi.Kontaminan internal ini sangat sulit diatasi, karena sterilisasi
permukaan tidak menyelesaikan masalah.Pada bahan tanaman yang mengandung
kontaminan internal, harus diberi perlakuan antibiotik atau fungisida yang
sistemik.
Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi yang berbeda tergantung
dari :
a. Jenis tanaman
b. Bagian tanaman yang diperlukan
c. Morfologi permukaan
d. Lingkungan tumbuhnya
e. Umur tanaman
f. Kondisi tanaman
g. Musim waktu mengambil
Sumber kontaminasi dapat barasal dari :
1. Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal
2. Organisme kecil yang masuk ke dalam media. Dengan keadaan di
Indonesia, yang pling sering menyebabkan kontaminasi adalah semut.
3. Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril.
4. Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor (spora di udara)
5. Kecerobohan dalam pelaksanaan.
Seperti yang dijelaskan diatas, alat-alat yang perlu disterilkan sebelum
penanaman adalah : pinset, gunting, gagang scalpel, kertas saring, petri dish,
botol-botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk
memindahkan suspensi sel. Alat-alat dan kertas saring dibungkus rapi dengan
kertas tebal atau ditaruh dalam baki stainless steel dan bakinya dibungkus dengan
kain tebal sebelum dimasukkan ke dalam autoclave. Alumunium foil tidak
direkomendasikan sebagai pembungkus, karena uap tidak dapat masuk ke dalam
bungkusan. Suhu yang digunakan untuk sterilisasi adalah 1210 C pada tekanan
17,5 psi (pounds per squareinch) selama 1 jam. Perhitungan waktu sterilisasi
dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
Alat-alat yang dipakai ketika penanaman harus dalam keadaan steril.Alat-
alat logam dan dapat disterilisasikan dalam autoclave. Alat tanam seperti : pinset
dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan,
namun pisaunya(blade) dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam suhu tinggi,
oleh karena itu untuk bladenya dianjurkan cara sterilisasi dengan pencelupan
dalam alkohol atau larutan kaporit (Syahmi edi, 2007)
BAB III
PEMBAHASAN
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.
Pada mulanya, orientasi teknik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori
totipotensi sel. Kemudian teknik kultur jaringan berkembang menjadi sarana
penelitian dibidang fisiologi tanaman dan aspek-aspek biokimia tanaman.
Dewasa ini, setelah mengalami banyak perkembangan dan penyempurnaan,
teknik kultur jaringan telah dipergunakan dalam industri tanaman.
Perbanyakan mikro merupakan contoh aspek yang menarik dari
penerapan kultur jaringan, terutama untuk beberapa jenis tanaman yang biasa
diperbanyak secara vegetatif. Perbanyakan mikro, secara umum dapat diartikan
sebagai usaha menumbuhkan bagian tanaman dalam media aseptik, dan
memperbanyaknya sehingga menghasilkan tanaman sempurna. Tanaman kecil
ini kemudian dipindahkan ke media non aseptik.Tujuan pokok penerapan
perbanyakan mikro, adalah produksi tanaman dalam jumlah besar dalam waktu
yang singkat, terutama untuk varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan.
BAB IV
4.1. Kesimpulan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian ari
tanaman seperti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh
kembali.Terdapat macam-macam tipe kultur jaringan yang sering dipakai –
kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur organ, kultur meristem ujung dan kultur
protoplas.

Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838


ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang
menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu
beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan
dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa
jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman
normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan
nutrisinya.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik
kultur jaringan adalah : Pembuatan media, Intisiasi, Sterilisasi, Multipikasi,
Pengakaran, dan Aklimatisasi
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan
tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang
mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya.
4.2. Saran
Pelaksanaan kultur jaringan di Indonesia belum cukup banyak dilakukan. Hal
ini dikarenakan kurangnya dana dan fasilitas. Saya menyarankan kepada
pemerintah, sebaiknya pemerintah ikut memperhatikan masalah mengenai
pertanian terutama dalam metode kultur jaringan yang seharusnya dapat
menghasilkan keberhasilan yang besar.
DAFTAR PUSTAKA

Gabriel, J. F., 1988. Fisika Kedokteran. EGC. Jakarta.


Sari, I. P., dan Abdul Manan. 2012. “Pola Pertumbuhan Nannochloropsis Oculatapada
Kultur Skala Laboratorium, Intermediet, dan Massal”. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan Vol. 4(2):123-127.
Sriyanti, Daisy P. dan Ari Wijayani. 2012. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius, Yogyakarta.
Suryowinoto, Moeso. 2000. Pemuliaan Tanaman Secara In-Vitro. Kanisius, Yogyakarta.
Widarto, L. 2000. Perbanyakan Tanaman dengan Biji, Stek, Cangkok, Sambung, Okulasi
dan Kultur Jaringan. Kanisius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai