Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PARASITOLOGI

PENGOBATAN DAN IDENTIFIKASI PARASIT


PADA BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum
mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan semester genap

Disusun oleh:
Anandita Rahmania 230110140111
Gilang Fajar 230110140127
Annisa Putri Septiani 230110140132
Agung Setiawan 230110140146

Kelas:
Perikanan B / Kelompok 17

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya serta kerja keras penyusun telah menyusun Laporan Akhir
Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan mengenai Pengobatan dan Identifikasi Parasit
pada Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio).
Pada kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan, yang telah memberikan
kesempatan kepada kami agar dapat menyelesaikan laporan ini dengan materi-
materi yang sudah disampaikan.
2. Asisten labolatorium, yang telah memberikan arahan dan bantuan kepada kami
3. Seluruh anggota kelompok 17, yang telah bekerja sama sehingga laporan ini
selesai
4. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Laporan akhir ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa untuk lebih
menguasai dan mengerti hal-hal yang dibahas dalam makalah dan dapat bermanfaat.
Kami telah menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, tetapi kami
sangat menerima kritik, usul, atau saran sebagai bahan pertimbangan untuk
penyempurnaan makalah di masa mendatang. Harapan penulis semoga bermanfaat
bagi semua pihak.

Jatinangor, Juni 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... v
I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................ 2
II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ............................................................. 3
2.1.1 Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio) .......................................... 3
2.1.2 Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio) ................................................ 3
2.2 Pengobatan pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) ................................ 4
2.2.1 Pengobatan Ikan dengan Bahan Alami ............................................ 5
2.2.2 Pengobatan Ikan dengan Bahan Kimia ............................................ 6
2.3 Garam............................................................................................. 12
2.4 Kunyit ............................................................................................ 13
2.5 Bawang Putih ................................................................................. 14
2.6 Fish all (Methylene blue) ............................................................... 15
III METODOLOGI PRAKTIKUM ........................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 16
3.2 Alat dan Bahan............................................................................... 16
3.2.1 Alat................................................................................................. 16
3.2.2 Bahan ............................................................................................. 16
3.3 Prosedur kerja ................................................................................ 16
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 19
4.1 Hasil ............................................................................................... 19
4.2 Analisa Data dan Perhitungan........................................................ 29
4.3 Pembahasan ................................................................................... 36
V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 43
5.1 Simpulan ........................................................................................ 43
5.2 Saran .............................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 45
LAMPIRAN ........................................................................................... 47

ii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Hasil Pengamatan Parasit pada Ikan Mas Kelompok ................................ 19
2 Perlakuan pada Ikan Masing-Masing Kelompok ....................................... 19
3 Hasil Pengamatan pada Ikan Kontrol Ektoparasit ..................................... 21
4 Hasil Pengamatan Ektoparasit pada Ikan Mas Setelah Pengobatan .......... 21
5 Hasil Pengamatan Parasit Endoparasit pada Ikan Kontrol ........................ 28
6 Hasil Pengamatan Parasit pada Ikan Mas Setelah Pengobatan .................. 28
7 Intensitas Ektoparasit pada Ikan Mas Kontrol ........................................... 30
8 Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Mas Kontrol .......................................... 30
9 Intensitas Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan ............. 31
10 Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan ............ 32
11 Intensitas Endoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol................................ 33
12 Prevalensi Endoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol .............................. 34
13 Intensitas Endoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan ............. 35
14 Prevalensi Endoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan ........... 35

iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ......................................................................... 4
2 Intensitas Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol ................................ 30
3 Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol ............................... 31
4 Intensitas Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan ............. 32
5 Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan ............ 33
6 Intensitas Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Kontrol ............................... 34
7 Prevalensi Endoparasit pada Benih Ikan Mas ............................................ 34
8 Intensitas Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan ............ 35
9 Prevalensi Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan ........... 36

iv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Dokumentasi Alat yang Digunakan ........................................................... 48
2 Dokumentasi Ikan Uji yang Digunakan ..................................................... 49
3 Prosedur Praktikum .................................................................................... 50
4 Perhitungan Prevalensi Parasit pada Ikan Mas .......................................... 54
5 Perhitungan Intensitas Parasit pada Ikan Mas ........................................... 58

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam
pembangunan perikanan di Indonesia. Serangan penyakit yang disertai gangguan
hama dapat menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi sangat lambat (kekerdilan),
mortalitas meningkat, konversi pakan manjadi sangattinggi dan menurunnya hasil
panen (produksi). Ikan yang dipelihara dapat terserang hama dan penyakit karena
diakibatkan oleh kualitas air yang memburuk dan malnutrisi. Ikan yang sehat akan
mengalami pertumbuhan berat badan yang optimal. Ikan yang sakit sangat merugikan
bagi para pembudidaya karena akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Oleh
karena itu agar ikan yang dipelihara di dalam wadah budidaya tidak terserang hama
dan penyakit harus dilakukan pencegahan. Pencegahan merupakan tindakan yang
paling efektif dibandingkan dengan pengobatan. Sebab, pencegahan dilakukan
sebelum terjadi serangan,baik hama maupun penyakit, sehingga biaya yang
dikeluarkan tidak terlalu besar.
Untuk mengatasi permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan,
para petani maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan-bahan
kimia maupun antibiotika dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun dilain pihak
pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis/konsentrasi
yang kurang/tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya
resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah
bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya, ikan yang bersangkutan,
dan manusia yang mengonsumsinya.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlu ada alternatif bahan obat yang
lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu
alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat
anti parasit, anti jamur, anti bakteri, dan anti viral. Beberapa keuntungan
menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah

1
2

diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya


terhadap lingkungan sekitarnya. Beberapa tumbuhan obat tradisional yang diketahui
dapat dimanfaatkan dalam pengendalian berbagai agen penyebab penyakit ikan
adalah bawang putih dan kunyit.

1.2 Tujuan
Praktikum mengenai Pengobatan dan Identifikasi Parasit pada Benih Ikan Mas
(Cyprinus carpio) memiliki tujuan yaitu :
- Untuk mengetahui parasit (ektoparasit dan endoparasit) yang menyerang ikan
mas
- Untuk mengetahui intensitas dan prevalensi yang terdapat pada ikan mas yang
terserang parasit (ektoparasit dan endoparasit)
- Untuk mengetahui cara pengobatan parasit pada ikan yang paling efektif antara
pengobatan dengan bahan kimia (Methylene blue) atau pengobatan dengan bahan
alami (garam, bawang putih, kunyit)

1.3 Manfaat
Melalui praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui macam-macam parasit
yang menyerang ikan mas baik ektoparasit maupun endoparasit, serta dapat
mengetahui dan dapat menerapkan cara pengobatan yang paling efektif antara
pengobatan dengan bahan kimia atau dengan bahan alami.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Spesies ikan mas (Cyprinus carpio) masuk dalam genus cyprinus dari famili
cyprinidae. Ikan mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang, sedikit pipih ke
samping. Mulut terletak diujung tengah (terminal), mempunyai sungut dua pasang,
sirip punggung dengan jari-jari keras berjumlah 17-22 serta sirip dada dengan jumlah
15 jari-jari keras. Letak permulaan sirip punggung ini berseberangan dengan
permulaan sirip perut yang hanya ada satu dengan jumlah jari-jari keras antara 7-9.
Ikan mas mempunyai sisik yang relatif besar dengan tipe cycloid, garis rusuk yang
lengkap pada pertengahan sirip ekor dengan jumlah antara 35-39 (Saanin 1984).

2.1.1 Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio)


Menurut Khairuman dan Subenda (2002), klasifikasi ikan mas adalah sebagai
berikut:
Phyllum : Chordata
Classis : Osteichthyes
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Species : Cyprinus carpio

2.1.2 Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)


Tubuh ikan mas (Cyprinus carpio) dilengkapi dengan sirip. Sirip punggung
(dorsal) berukuran relatif panjang dengan bagian belakang berjari-jari keras dan sirip
terakhir yaitu sirip ketiga dan keempat, bergerigi. Letak antara sirip punggung dan
perut berseberangan. Sirip pada pectoral terletak dibelakang tutup insang
(operculum). Sisik ikan mas berukuran relatif lebih besar dan digolongkan kedalam
tipe sisik sikloid linea lateralis (gurat sisi), terletak dipertengahan tubuh, melintang
dari tutup insang sampai keujung belakang pangkal ekor. Pharynreal teeth (gigi
kerongkongan) terdiri dari tiga baris yang berbentuk gigi geraham (Suseno 2003).

3
4

Ikan mas hidup pada kolam air tawar dan danau serta perairan umum lainnya.
Dalam perkembangannya ikan ini sangat peka terhadap perubahan kualitas
lingkungan. Ikan mas merupakan salah satu ikan yang hidup di perairan tawar yang
tidak terlalu dalam dan aliran air tidak terlalu deras. Ikan mas dapat hidup baik di
daerah dengan ketinggian 150-600 m di atas permukaan air laut dan pada suhu 25-
30oC. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di
perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas 25-30 ppt.

Gambar 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan ikan pemakan segala (omnivora).


Kebiasaan makan ikan mas yaitu sering mengaduk-ngaduk dasar kolam, termasuk
dasar pematang untuk mencari jasad-jasad organik. Karna kebiasaan makannya
seperti ini, ikan mas dijuluki sebagai bottom feeder atau pemakan dasar. Di alam,
danau atau sungai tempat hidupnya, ikan ini hidup menepi sambil mengincar
makanan berupa binatang-binatang kecil yang biasanya hidup dilapisan lumpur tepi
danau atau sungai (Suseno 2003).

2.2 Pengobatan pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)


Pengobatan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh para pembudidaya
ikan jika ikan yang dipelihara terserang penyakit. Sebelum melakukan pengobatan
terhadap ikan yang sakit, terlebih dahulu harus diketahui jenis penyakit yang
menyebabkan ikan sakit agar dapat diketahui jenis obat yang akan digunakan untuk
menyembuhkan penyakit tersebut. Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh para
pembudidaya ikan yang akan melakukan pengobatan terhadap beberapa jenis
penyakit infeksi yaitu:
5

1. Jika penyakit ikan disebabkan oleh virus maka tidak ada obat yang dapat
memberantas virus tersebut. Yang bisa dilakukan adalah mengurangi hal-hal yang
menyebabkan terjadinya penyakit.
2. Jika penyakit disebabkan oleh bakteri maka obat yang dapat digunakan adalah
bahan kimia sintetik atau alami atau antibiotika.
3. Jika penyakit disebabkan oleh jamur dan parasit maka obat yang digunakan adalah
bahan kimia.

2.2.1 Pengobatan Ikan dengan Bahan Alami


Salah satu alternatif penanggulangan penyakit ikan air tawar yang aman adalah
dengan menggunakan tanaman obat. Bahan obat lain yang relatif lebih aman untuk
lingkungan dan efektif dalam mengobati penyakit ikan dapat menggunakan
bermacam-macam tanaman obat tradisional. Indonesia sebagai negara tropis memiliki
kekayaan tanaman yang berpotensi menjadi obat. Banyak jenis tanaman yang
mengandung senyawa yang bersifat antimikroba. Sejumlah tanaman mengandung
senyawa bersifat bakterisidal (pembunuh bakteri), dan bakteristatik (penghambat
pertumbuhan bakteri).
Dari beberapa percobaan, fitofarmaka terbukti efektif mengatasi penyakit ikan
air tawar dan memiliki beberapa keuntungan, seperti : Pertama, dapat menjadi bahan
alami pengganti antibiotik untuk pengendali penyakit yang disebabkan bakteri.
Kedua, ramah terhadap lingkungan, mudah hancur/terurai, dan tidak menyebabkan
residu pada ikan dan manusia.Ketiga, mudah diperoleh dan tersedia cukup banyak,
keempat harganya ekonomis dan cukup murah.
Fitofarmaka yang dapat dijadikan pengganti antibiotik untuk mengatasi
penyakit ikan air tawar adalah bawang putih (Allium sativum), dan daun ketapang
(Termmalia cattapa). Hasil penelitian lainnya menginformasikan bahan lain yang
dijadikan bahan antibiotik adalah daun sirih (Piper betle L), daun jambu biji (Psidium
guajava L), jombang (Taraxacum officinale) dan daun sambiloto (Androgaphis
paniculata). Daun sirih diketahui berdaya antioksidasi, antiseptik, bakterisida, dan
6

fungisida. Tanaman sambiloto bersifat anti bakteri, sedangkan daun jambu biji selain
bersifat anti bakteri juga bersifat anti viral.
Penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang potensi ekstrak
daun kipahit (Picrasma javanica) dalam penanggulangan penyakit “mycobacteriosis”
pada ikan Gurame telah dilakukan di Laboratorium penyakit ikan Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Ekstrak daun kipahit secara invitro pada
berbagai dosis diuji efektifitasnya terhadap bakteri Mycobacterium fortuitum. LC50
bakteri Mycobacterium fortuitum dan toksisitas ektrak daun juga diuji terhadap ikan
uji. Kegunaan ekstrak daun juga diuji bagi pengobatan ikan Gurame yang telah
diinfeksi oleh bakteri Mycobacterium fortuitum pada level 108 cfu/ml. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun kipahit pada level konsentrasi 10.000
mg/l dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji, sedangkan perendaman ikan uji
yang terinfeksi bakteri dengan dosis yang sama dengan lama perendaman 3 jam dapat
digunakan untuk pengobatan penyakit Mycobacteriosis.
Penggunaan bahan-bahan alami digunakan untuk pengendalian jamur antara
lain dapat menggunakan kunyit, bawang putih, daun sirih, daun pepaya dan
brotowali. Bahan-bahan ini dapat berguna untuk membasmi penyakit jamur yang
menempel pada tubuh ikan, walaupun dalam membasmi suatu penyakit dengan
menggunakan bahan-bahan alami memiliki waktu yang lama. Kemudian dari ke-5
bahan-bahan alami yang dapat menyembuhkan penyakit jamur pada ikan yaitu
bawang putih.

2.2.2 Pengobatan Ikan dengan Bahan Kimia


Dalam melakukan pengobatan dengan menggunakan bahan kimia harus
diperhatikan beberapa hal yaitu :
1. Bahan kimia yang digunakan harus larut dalam air
2. Bahan tersebut tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap produksi kolam.
Bahan yang digunakan harus selektif yaitu bahan yang digunakan hanya
mematikan sumber penyakit tidak mematikan ikan.
7

3. Bahan tersebut mudah terurai


Pengobatan ikan sakit dapat dilakukan beberapa metoda. Metoda yang
dilakukan harus mempertimbangkan antara lain; ukuran ikan, ukuran wadah, bahan
kimia atau obat yang diberikan dan sifat ikan. Beberapa metoda pengobatan adalah
sebagai berikut :
1. Melalui suntikan dengan antibiotika
Metoda penyuntikan dilakukan bila yang diberikan adalah sejenis obat seperti
antibiotic atau vitamin. Penyuntikan dilakukan pada daerah punggung ikan yang
mempunyai jaringan otot lebih tebal. Penyuntikan hanya dilakukan pada ikan yang
berukuran besar terutama ukuran induk. Sedangkan yang kecil tidak dapat dilakukan.
2. Melalui makanan
Obat atau vitamin dapat diberikan melalui makanan. Akan tetapi bila makanan
yang diberikan tidak segera dimakan ikan maka konsentrasi obat atau vitamin pada
makanan akan menurun karena sebagian akan larut dalam air. Oleh karena itu metoda
ini afektif diberikan pada ikan yang tidak kehilangan nafsu makannya.
3. Perendaman
Metoda perendaman dilakukan bila yang diberikan adalah bahan kimia untuk
membunuh parasit maupun mikroorganisme dalam air atau untuk memutuskan siklus
hidup parasit. Pengobatan ikan sakit dengan metoda perendaman adalah sebagai
berikut:
- Pengolesan dengan bahan kimia atau obat, metoda ini dilakukan bila bahan kimia
atau obat yang digunakan dapat membunuh ikan, bahan kimia atau obat dioleskan
pada luka di tubuh ikan.
- Pencelupan; Ikan sakit dicelupkan pada larutan bahan kimia atau obat selama 15 –
30 detik, metoda ini pun dilakukan bila bahan kimia atau obat yang digunakan
dapat meracuni ikan.
- Perendaman; dilakukan bila bahan kimia atau obat kurang sifat racunnya atau
konsentrasi yang diberikan tidak akan membunuh ikan. Pada perendaman jangka
pendek (15 – 30 menit) dapat diberikan konsentrasi yang lebih tinggi daripada
8

pada perendaman dengan waktu yang lebih lama (1 jam lebih sampai beberapa
hari)
Jenis bahan kimia dan obat yang digunakan dalam pengobatan dan pencegahan
harus mempertimbangkan antara lain:
 Dalam dosis tertentu tidak membuat ikan stress maupun mati
 Efektif dapat membunuh parasit
 Sifat racun cepat menurun dalam waktu tertentu.
 Mudah mengalami degradasi dalam waktu singkat.
Jenis bahan kimia dan obat yang digunakan antara lain adalah:
1. Kalium Permanganat (PK)
Kalium permanganat (PK) dengan rumus kimia KMnO4 sebagai serbuk maupun
larutan berwarna violet. Sering dimanfaatkan untuk mengobati penyakit ikan akibat
ektoparasit dan infeksi bakteri terutama pada ikan-ikan dalam kolam. Bila dilarutkan
dalam air akan terjadi reaksi kimia sebagai berikut;
KMnO4  K+ + MnO4-
MnO4-  MnO2 + 2On
On - Oksigen elemental. (Oksidator)
Sifat Kimia
Oksidator kuat
 Sifat bahan aktif beracun adalah merusak dinding-dinding sel melalui proses
oksidasi.
 Mangan oksida membentuk kompleks protein pada permukaan epithelium,
sehingga menyebabkan warna coklat pada ikan dan sirip, juga membentuk
kompleks protein pada struktur pernapasan parasit yang akhirnya menyebabkan
kematian.
 Secara umum tingkat keracunan PK akan meningkat pada lingkungan perairan
yang alkalin (basa).
 Tingkat keracunannya sedikit lebih tinggi dari tingkat pengobatannya.
9

 Dapat mengoksidasi bahan organik.


Manfaat
 Efektif mencegah flukes, tricodina, ulcer, dan infeksi jamur (ektoparasit dan
infeksi bakteri) dengan dosis 2 - 4 ppm pada perendaman.
 Bahan aktif beracun yang mampu membunuh berbagai parasit dengan merusak
dinding-dinding sel mereka melalui proses oksidasi
 Argulus, Lernea and Piscicola diketahui hanya akan respon apabila PK digunakan
dalam perendaman (dengan dosisi: 10 – 25 ppm selama 90 menit). Begitu pula
dengan Costia dan Chilodinella, dilaporkan resisten terhadap PK, kecuali dengan
perendaman.
 Kalium permanganate sangat efektif dalam menghilangkan Flukes. Gyrodactylus
dan Dactylus dapat hilang setelah 8 jam perlakuan dengan dosis 3 ppm pada suatu
system tertutup, perlakuan diulang setiap 2-3 hari
 Sebagai disinfektan luka
 Dapat mengurangi aeromonas (hingga 99%) dan bakteri gram negatif lainnya
 Dapat membunuh Saprolegnia yang umum dijumpai sebagai infeksi sekunder pada
Ulcer
 Golongan ikan Catfish, perlakuan kalium permanganat dilakukan pada konsentrasi
diatas 2 ppm
 Sebagai antitoxin terhadap aplikasi bahan-bahan beracun. Sebagai contoh,
Rotenone dan Antimycin. Konsentrasi 2-3 ppm selama 10-20 jam dapat
menetralisir residu Rotenone atau Antimycin. Dosis PK sebaiknya diberikan setara
dengan dosis pestisida yang diberikan sebagai contoh apabila Rotanone diberikan
sebanyak 2 ppm, maka untuk menetralisirnya PK pun diberikan sebanyak 2 ppm
 Transportasi burayak dapat dengan perlakuan kalium permanganate dibawah 2
ppm

Prosedur Perlakuan PK (untuk jamur, parasit dan bakteri)


10

Filter biologi tidak boleh dilewatkan larutan PK, karena dapat membunuh
bakteri dalam filter biologi. Aliran air dan aerasi bekerja optimal, karena pada saat
molekul-molekul organik teroksidasi, dan alga mati maka air akan cenderung keruh
dan oksigen terlarut menurun. Berikan dosis sebanyak 2-4 ppm. Dosis 2 ppm
diberikan pada ikan-ikan muda atau ikan0ikan yang tidak bersisik. Dosis 4 ppm
diberikan pada ikan-ikan bersisik. Dosis tersebut tidak akan merusak tanaman air,
sehingga biasa digunakan untuk mensterilkan tanaman air dari hama dan penyakit,
terutama dari gangguan siput dan telurnya.
Satu sendok teh peres (jangan dipadatkan) kurang lebih setara dengan 6 gram.
Hal ini dapat dijadikan patokan untuk mendapatkan dosis yang diinginkan apabila
timbangan tidak tersedia. Perlakuan dilakukan 4 kali berturut dalam waktu 4 hari,
dengan pemberian PK dilakukan setiap pagi hari. Apabila pada perlakuan ketiga atau
keempat air bertahan berwarna ungu selama lebih dari 8 jam (warna tidak berubah
menjadi coklat), maka hal ini dapat dijadikan pertand auntuk menghentikan
perlakuan. Karena hal ini menunjukkan bahwa PK sudah tidak ada lagi bahan yang
dioksidasi. Setelah perlakuan dihentikan lakukan pergantian air sebanyak 40% untuk
segera membantu pemulihan warna air.

2. Klorin dan Kloramin


Klorin dan kloramin merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai
pembunuh kuman (disinfektan) di perusahaan-perusahaan air minum. Klorin (Cl2)
merupakan gas berwarna kuning kehijauan dengan bau menyengat. Perlakuan
klorinasi dikenal dengan kaporit. Sedangkan kloramin merupakan senyawa klorin-
amonia (NH4Cl).
Cl2 + H2O  H2ClO3  Cl2 + H2O
NH4Cl + H2O  NH4+ + ClO3-

Sifat Kimia
 Klorin relatif tidak stabil di dalam air
11

 Kloramin lebih stabil dibandingkan klorin


 Klorin maupun kloramin sangat beracun bagi ikan
 Reaksi dengan air membentuk asam hipoklorit
 Asam hipoklorit tersebut dapat merusak sel-sel protein dan system enzim ikan.
 Tingkat keracunan klorin dan kloramin akan meningkat pada pH rendah dan
temperatur tinggi, karena pada pH rendah kadar asam hipoklorit akan meningkat.
 Efek racun dari bahan tersebut dapat diperkecil bila residu klorin dalam air dijaga
tidak lebih dari 0.003 ppm
 Klorin pada konsentrasi 0.2 - 0.3 ppm dapat membunuh ikan dengan cepat
Tanda-tanda Keracunan
- Ikan bergerak kesana kemari dengan cepat.
- Ikan akan gemetar dan warna menjadi pucat, lesu dan lemah.
- Klorin dan kloramin secara langsung akan merusak insang sehingga dapat
menimbulkan gejala hipoxia, meningkatkan kerja insang dan ikan tampak
tersengal-sengal dipermukaan.
Perlakuan
Oleh karena klorin sangat beracun bagi ikan maka perlu dihilangkan dengan
cara sebagai berikut; Air di deklorinasi sebelum digunakan, baik secara kimiawi
maupun fisika. Pengaruh klorin dihilangkan dengan pemberian aerasi secara intensif.
Mengendapkan air selama semalam. Dengan demikian maka gas klorin akan terbebas
ke udara.Menggunakan bahan deklorinator atau lebih dikenal dengan nama anti
klorin. Anti-klorin lebih dianjurkan untuk air yang diolah dengan kloramin. Kloramin
relatif lebih sulit diatasi hanya oleh natrium tiosulfat saja dibandingkan dengan
klorin, karena maskipun gas klorinnya dapat diikat dengan baik, tetapi akan
menghasilkan amonia. Mengalirkan air hasil deklorinasi tersebut melewati zeolit.
Segera pindahkan ikan yang terkena keracunan klorin kedalam akuarium/wadah yang
tidak terkontaminasi. Dalam keadaan terpaksa tambahkan anti-klorin pada akuarium.
12

Tingkatkan intensitas aerasi untuk mengatasi kemungkinan terjadinya gangguan


pernapasan pada ikanikan.
2.3 Garam
Perbedaan utama antara garam ikan dengan garam dapur atau garam meja
adalah pada kemurniannya. Garam ikan diharapkan hanya mengandung NaCl saja,
karena kehadiran bahan lain pada garam ini dikhawatirkan akan mempunyai dampak
yang tidak diinginkan pada ikan yang bersangkutan. Sedangkan garam dapur sering
telah mengalami pengkayaan dengan berbagai bahan lain yang diperlukan oleh
manusia, seperti Iodium atau bahan lainnya. Oleh karena itu sering kali secara umum
disebutkan bahwa garam yang digunakan untuk ikan adalah garam tidak beriodium.
Iodium sendiri tentu saja diperlukan oleh ikan, akan tetapi kehadiran bahan lain yang
tidak diketahui dengan pastilah yang menimbulkan kekhawatiran akan menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan. Apabila tidak terlalu mendesak maka penggunaan
garam yang memang sudah dikhususkan untuk ikan akan lebih aman. Meskipun
demikian bnyak dilaporkan bahwa penggunaan garam beriodium pun tidak
menyebabkan dampak merugikan pada ikan-ikan yang diberi perlakuan tersebut.
Pada saat ikan sakit, luka atau stress proses osmosis akan terganggu sehingga
air akan lebih banyak masuk kedalam tubuh ikan dan garam lebih banyak masuk
kedalam tubuh ikan dan garam lebih banyak keluar dari tubuh, akibatnya beban kerja
ginjal ikan untuk memompa air keluar dari dalam tubuhnya meningkat. Bila hal ini
terus berlangsung, bias sampai menyebabkan ginjal menjadi rusak (gagal ginjal)
sehingga ikan tewas. Selain itu hal ini juga akan diperparah oleh luka atau
penyakitnya itu sendiri. Dalam keadaan normal ikan mampu memompa keluar air
kurang lebih 1/3 dari berat total tubuhnya setiap hari. Penambahan garam kedalam air
diharapkan dapat membantu menjaga ketidakseimbangan ini, sehingga ikan dapat
tetap bertahan hidup dan mempunyai kesempatan untuk memulihkan dirinya dari
luka, atau penyakitnya. Apabila kadar garam dalam air lebih tinggi dari kadar garam
darah, efek sebaliknya akan terjadi, air akan keluar dari tubuh ikan dan garam masuk
kedalam darah, akibatnya ikan menjadi terdehidrasi dan akhirnya mati. Pada kadar
13

yang tinggi garam sendiri dapat berfungsi untuk mematikan penyakit terutama yang
diakibatkan oleh jamur dan bakteri. Meskipun demikian lama pemberiannya harus
diperhatikan dengan seksama agar jangan sampai ikan mengalami dehidrasi.
Fungsi garam sebagai perlakuan pengobatan infeksi jamur dana tau bekteri
diperlukan larutan garam dengan konsentrasi 1% atau larutan 10 g garam dan 1 liter
air. Pemberian larutan ini hendaknya diberikan secara sedikit demi sedikit sehingga
konsentrasi tersebut akan tercapai setelah 24-48 jam. Jadi jangan diberikan sekaligus
sebanyak 1%, tapi diberikan secara perlahan-lahan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya kejutan osmotic, atau stress pada ikan yang bersangkutan.
Pada awalnya konsentrasi larutan dapat dimulai pada tingkat 0.1-0.2 %. Kemudian
secara teratur garam ditambahkan pada selang waktu tertentu. Misalnya setiap 3-4
jam sekali. Apabila pada saat peningkatan konsentrasi garam ini ikan mengalami
stress, hentikan segera perlakuanm kemudian ganti air sebagian sehingga konsentrasi
garam turun ketingkat semula.

2.4 Kunyit (Curcuma domestica val)


Kunyit (Curcuma domestica val) merupakan salah satu tanaman yang
digunakan untuk pengobatan tradisional oleh nenek moyang kita sejak lama, tanaman
ini berupa semak dan bersifat tahunan yang tersebar di daerah tropis dan sub tropis.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati, E (2002) secara in vitro,
membuktikan bahwa senyawa aktif dalam rimpang kunyit mampu menghambat
pertumbuhan jamur, virus, dan bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif,
seperti E.coli dan Staphylococcus aureus, karena kunyit mengandung berbagai
senyawa diantaranya adalah kurkumin dan minyak atsiri (Said 2001). Senyawa
sesquiterpen dalam minyak atsiri kunyit merupakan turunan dari senyawa terpen
seperti alkohol yang bersifat bakterisida dengan merusak struktur tersier protein
bakteri atau denaturasi protein (Tarwiyah 2001).
14

2.5 Bawang Putih (Allium sativum)


Bawang putih (Allium sativum L) adalah tanaman terna berbentuk rumput.
Daunnya panjang berbentuk pipih (tidak berlubang). Helai daun seperti pita dan
melipat ke arah panjang dengan membuat sudut pada permukaan bawahnya, kelopak
daun kuat, tipis, dan membungkus kelopak daun yang lebih muda sehingga
membentuk batang semu yang tersembul keluar. Bunganya hanya sebagian keluar
atau sama sekali tidak keluar karena sudah gagal tumbuh pada waktu berupa tunas
bunga (J.Sugito dan Murhanto 1999).
Studi In vitro telah menunjukkan bahwa bawang putih memiliki aktivitas
melawan banyak bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Beberapa bakteri yang
telah diuji sensitivitasnya terhadap bawang putih antara lain ialah Escherichia,
Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus, Bacillus,
Clostridium dan Mycobacterium tuberculosis (Bayan 2013). Louis Pasteur
merupakan orang pertama yang menemukan efek antibakteri dari jus bawang putih.
Bawang putih dipercayai memiliki aktivitas antibakteri berspektrum luas (Stavelikova
2008). Kemampuan antibakteri ini diyakini dikarenakan adanya zat aktif Allicin
dalam bawang putih. (Cai et al. 2007).
Allicin dan komponen sulfur lain yang terkandung di dalam bawang putih
dipercaya sebagai bahan aktif yang berperan dalam efek antibakteri bawang putih.
Zat aktif inilah yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri dengan spektrum yang
luas, hal ini telah dievaluasi di dalam banyak penelitian, bahwa bawang putih
memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dalam melawan berbagai macam
bakteri, baik itu bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif. Beberapa bakteri
yang telah terbukti memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap aktivitas antibakteri
bawang putih ialah Staphylococcus, Vibrio, Mycobacteria, dan spesies Proteus
(Mikaili 2013).
15

2.6 Fish all (Methylene blue)


Metil biru diketahui efektif untuk pengobatan Ichthyopthirius (white spot) dan
jamur. Selain itu, juga sering digunakan untuk mencegah serangan jamur pada telur
ikan. Metil biru biasanya tersedia sebagai larutan jadi di toko-toko akuarium dengan
konsentrasi 1-2%. Selain itu tersedia pula dalam bentuk serbuk.
Sifat Kimia
 Metil biru merupakan pewarna thiazine
 Digunakan sebagai bakterisida dan fungisida pada akuarium
 Dapat merusak filtrasi biologi dan kemampuan warnanya untuk melekat pada
kulit, pakaian dekorasi akuarium dan peralatan lainnya termasuk lem akuarium
 Dapat merusak tanaman air
 Mencegah serangan jamur pada telur ikan
Dosis dan Cara Pemberian
Untuk infeksi bakteri, jamur dan protozoa dosis yang dianjurkan adalah 2 ml larutan
metil biru 1% per 10 liter air akuarium. Perlakuan dilakukan dengan perendaman
jangka panjang pada karantina. Untuk mencegah serangan jamur pada telur, dosis
yang dianjurkan adalah 2 mg/liter. Cara pemberian metil biru pada bak pemijahan
adalah setetes demi setetes. Pada setiap tetesan biarkan larutan metil biru tersebut
tersebar secara merata. Tetesan dihentikan apabila air akuarium telah berwarna
kebiruan atau biru jernih (tembus pandang). Artinya isi di dalam akuarium tersebut
masih dapat dilihat dengan jelas. Perlakuan ini cukup dilakukan sekali kemudian
dibiarkan hingga warna terdegradasi secara alami. Setelah telur menetas, pergantian
air sebanyak 5% setiap hari dapat dilakukan untuk mengurangi kadar metil biru
dalam air tersebut dan mengurangi akumulasi bahan organik dan ammonium.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum identifikasi parasit yang menyerang ikan Mas (Cyprinus
Carpio) dilakukan pada hari Senin, tanggal 22 Mei 2016. Praktikum dimulai dari
pukul 13.00 sampai pukul 15.00 WIB. Kegiatan praktikum dilakukan di
Laboratorium Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Alat penusuk, digunakan untuk membunuh ikan.
2. Pisau, digunakan untuk mengambil lendir dibagian kulit, mengambil
sisik,parasit pada sirip dan insang.
3. Gunting, untuk membedah ikan.
4. Pinset, untuk mengambil organ tubuh ikan.
5. Petridisk, sebagai tempat untuk meletakan organ tubuh ikan dan
mencairkannya dengan air.
6. Gelas objek dan cover glass, untuk mengamati parasit.
7. Mikroskop, alat untuk megamati parasit.
8. Gelas ukur, untuk wadah air
9. Wadah plastik berisi air sebagai wadah ikan yang akan diamati.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 5 ekor benih ikan mas

3.3 Prosedur kerja


a. Pengobatan Dengan Menggunakan Methilen Blue
1. Akuarium dicuci bersih
2. Akuarium diisi air sebanyak 5 Liter

16
17

3. Dimasukkan 20 ml Methylene blue ke dalam akuarium yang telah diisi air


sebelumnya
4. Dilarutkan sampai homogen
5. Akuarium diberi aerasi
6. Dimasukkan benih ikan mas sebanyak 5 ekor ke dalam akuarium
7. Didiamkan selama 30 menit
b. Pengamatan Parasit Pada Kulit
1. Diambil bagian sisik ikan
2. Diletakan pada objek glass
3. Diberi setetes air
4. Diamati di bawah mikroskop
c. Pengamatan Parasit Pada Sirip
1. Diletakkan sirip caudal pada object glass
2. Dieri setetes air
3. Diamati di bawah mikroskop.
d. Pengamatan parasit pada insang

1. Digunting lembaran lembaran insang


2. Dikerok bagian insang diatas objek glass dengan menggunakan pisau
3. Ditambahkan setetes air
4. Diamati di bawah mikroskop.
e. Pengamatan parasit pada usus

1. Dibedah ikan lalu ambil ususnya


2. Di bersihkan usus
3. Dikeluarkan isi usus lalu dilarutkan dalam air
4. Dimbil sedikit denagn menggunakan pipet dan taruh diatas object glass
5. Diamati di bawah mikroskop.
f. Pengamatan parasit pada diotot

1. Dibersihkan sisik ikan


18

2. Dikupas kulitnya
3. Diambil bagian otot setipis mungkin dan taruh di atas object glass
tambahkan setetes air
4. Diamati di bawah mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kelompok : 17
Hari,Tanggal : Senin, 23 Mei 2016
Spesies ikan : Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Asal ikan : Sukabumi
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data hasil pengamatan
kelompok parasit pada benih ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Parasit pada Benih Ikan Mas Kelompok
Metode Lama Ikan Jenis Ektoparasit Endoparasit
Kel.
Pengobatan Pengobatan Ke- Parasit Kulit Insang Sisik Sirip Otot Usus
1 Trichodina sp. - 3 - - - -
2 Trichodina sp. 3 2 - - - -
Methilen Blue Trichodina sp. 4 4 - - - -
3
17 4 ppm 30 menit Dactylogyrus sp. - 2 - - - -
Dactylogyrus sp. - 1 - - - -
4
Trichodina sp. - - 3 - - -
5 Trichodina sp. - - 4 - - -

Tabel 2. Perlakuan pada Benih Ikan Mas Masing-Masing Kelompok


Perlakuan Konsentrasi Lama
Kelas Kelompok
Kunyit Garam MB Bawang putih Larutan Perlakuan
1
- - - - - 30 Menit
(Kontrol)
2 √ 2,5 ppm 30 Menit
3 √ 0,4 ppm 30 Menit
4 √ 1 ppm 30 Menit
5 √ 1 ppm 30 Menit
6 √ 3,5 ppm 30 Menit
7 √ 0,6 ppm 30 Menit
A
8 √ 2 ppm 30 Menit
9 √ 6 ppm 30 Menit
10 √ 4,5 ppm 30 Menit
11 √ 0,8 ppm 30 Menit
12 √ 3 ppm 30 Menit
13 √ 3 ppm 30 Menit
14 √ 5,5 ppm 30 Menit
15 √ 1 ppm 30 Menit

19
20

Perlakuan Konsentrasi Lama


Kelas Kelompok
Kunyit Garam MB Bawang putih Larutan Perlakuan
16 √ 4 ppm 30 Menit
17 √ 4 ppm 30 Menit
1
- - - - - 30 Menit
(Kontrol)
2 √ 2,5 ppm 30 Menit
3 √ 0,4 ppm 30 Menit
4 √ 1 ppm 30 Menit
5 √ 1 ppm 30 Menit
6 √ 3,5 ppm 30 Menit
7 √ 0,6 ppm 30 Menit
8 √ 2 ppm 30 Menit
B
9 √ 6 ppm 30 Menit
10 √ 4,5 ppm 30 Menit
11 √ 0,8 ppm 30 Menit
12 √ 3 ppm 30 Menit
13 √ 3 ppm 30 Menit
14 √ 5,5 ppm 30 Menit
15 √ 1 ppm 30 Menit
16 √ 4 ppm 30 Menit
17 √ 4 ppm 30 Menit
1
- - - - - 30 Menit
(Kontrol)
2 √ 2,5 ppm 30 Menit
3 √ 0,4 ppm 30 Menit
4 √ 1 ppm 30 Menit
5 √ 1 ppm 30 Menit
6 √ 3,5 ppm 30 Menit
7 √ 0,6 ppm 30 Menit
8 √ 2 ppm 30 Menit
C
9 √ 6 ppm 30 Menit
10 √ 4,5 ppm 30 Menit
11 √ 0,8 ppm 30 Menit
12 √ 3 ppm 30 Menit
13 √ 3 ppm 30 Menit
14 √ 5,5 ppm 30 Menit
15 √ 1 ppm 30 Menit
16 √ 4 ppm 30 Menit
17 √ 4 ppm 30 Menit
21

Tabel 3. Hasil Pengamatan Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol

Ektoparasit
Kulit/Lendir/Sisik Insang Sirip

Cammallanus sp.
Dactylogyrus sp.

Gyrodactylus sp.

Dactylogyrus sp.

Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp.
Trichodina sp.

Trichodina sp
Rhabditis sp.
Ikan

Epystilis sp

Acarus sp.
Kelas Kel.
Ke-

1 - 2 - - - 2 - - - - -
2 - - - - - 1 - - - - -
A 1 3 - - - - - 3 - - - - -
4 - - 1 1 - - 1 - - - -
5 - - - - - 2 - 1 - - -
1 - - - - - 13 11 - - - -
2 - - - - - - 6 - - 3 3
B 1 3 - - - - - 5 3 - - - -
4 - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - -
1 - 8 - - 2 - - - - - -
2 1 - - - 1 - - - - - -
C 1 3 - - - - - 6 - - 1 - -
4 - - - - - 1 - - - - -
5 - - - - - 2 - - - - -
Jumlah 1 10 1 1 3 35 21 1 1 3 3

Tabel 4. Hasil Pengamatan Ektoparasit pada Ikan Mas Setelah Pengobatan

Parasit
Kulit/Lendir/Sisik Insang Sirip
Trichodina domerguei

Acanthocephalus sp.
Gyrodactylus cyprini
Dactylogyrus cyprini

Transversotrema sp.
Trichodinella carpi

Trichodinella carpi
Trichodinella sp.

Trichodinella sp.
Clinostomum sp.

Clinostomum sp.
Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp.
Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp.

Trichodinella sp
Camallanus sp.

Camallanus sp.

Camallanus sp.
Trichinella sp.
Myxobolus sp.
Trichodina sp

Trichodina sp

Rhabditis sp.

Ikan
Argulus sp.

Kel.
Ke-

1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
22

Parasit
Kulit/Lendir/Sisik Insang Sirip

Trichodina domerguei

Acanthocephalus sp.
Gyrodactylus cyprini
Dactylogyrus cyprini

Transversotrema sp.
Trichodinella carpi

Trichodinella carpi
Trichodinella sp.

Trichodinella sp.
Clinostomum sp.

Clinostomum sp.
Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp.
Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp.

Trichodinella sp
Camallanus sp.

Camallanus sp.

Camallanus sp.
Trichinella sp.
Myxobolus sp.
Trichodina sp

Trichodina sp

Rhabditis sp.
Ikan

Argulus sp.
Kel.
Ke-

1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
3
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - 2 - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
4
3 - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - 4 - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
6
3 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 4 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 5 - - - - - - - - - - - - - - - - -
7
3 - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 2 - - - - - 2 - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 2 - - - - - 3 - - - - - - - - - - -
8
3 - - - - - - - 1 - - - - - 2 - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - - - - -
9
3 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
10
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
23

Parasit
Kulit/Lendir/Sisik Insang Sirip

Trichodina domerguei

Acanthocephalus sp.
Gyrodactylus cyprini
Dactylogyrus cyprini

Transversotrema sp.
Trichodinella carpi

Trichodinella carpi
Trichodinella sp.

Trichodinella sp.
Clinostomum sp.

Clinostomum sp.
Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp.
Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp.

Trichodinella sp
Camallanus sp.

Camallanus sp.

Camallanus sp.
Trichinella sp.
Myxobolus sp.
Trichodina sp

Trichodina sp

Rhabditis sp.
Ikan

Argulus sp.
Kel.
Ke-

1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
11
3 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 1 3 - - - - - - - - - - - - - - - -
12
3 - - - - - - - - 1 2 - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - -
13
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
14
3 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
15
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
16
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
17
3 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
A
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - 1 - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
24

Parasit
Kulit/Lendir/Sisik Insang Sirip

Trichodina domerguei

Acanthocephalus sp.
Gyrodactylus cyprini
Dactylogyrus cyprini

Transversotrema sp.
Trichodinella carpi

Trichodinella carpi
Trichodinella sp.

Trichodinella sp.
Clinostomum sp.

Clinostomum sp.
Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp.
Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp.

Trichodinella sp
Camallanus sp.

Camallanus sp.

Camallanus sp.
Trichinella sp.
Myxobolus sp.
Trichodina sp

Trichodina sp

Rhabditis sp.
Ikan

Argulus sp.
Kel.
Ke-

1 - - - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1 - - -
1 - - - - 1 - - 4 - 1 - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4 3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B 4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
6
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - 1
2 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - -
6
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
7
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
8
3 - - - - - - - 2 - 3 - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - 1 - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
9
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
10 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B 3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
25

Parasit
Kulit/Lendir/Sisik Insang Sirip

Trichodina domerguei

Acanthocephalus sp.
Gyrodactylus cyprini
Dactylogyrus cyprini

Transversotrema sp.
Trichodinella carpi

Trichodinella carpi
Trichodinella sp.

Trichodinella sp.
Clinostomum sp.

Clinostomum sp.
Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp.
Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp.

Trichodinella sp
Camallanus sp.

Camallanus sp.

Camallanus sp.
Trichinella sp.
Myxobolus sp.
Trichodina sp

Trichodina sp

Rhabditis sp.
Ikan

Argulus sp.
Kel.
Ke-

5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1
11 2 - - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - -
B 3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
12
3 - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
13
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1 - 1 1 -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
14
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
15
3 - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
B
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 5 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - 5 - - 9 - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
16 1
3 - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - - - - - - -
B 2
4 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - 3 - - - - - - - - - - -
2 - 3 - - - - - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - -
17
3 - 4 - - - - - 2 - - - - - 4 - - - - - - - - - - -
B
4 - 3 - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - 4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - - -
C 2 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - 1 - - - - -
26

Parasit
Kulit/Lendir/Sisik Insang Sirip

Trichodina domerguei

Acanthocephalus sp.
Gyrodactylus cyprini
Dactylogyrus cyprini

Transversotrema sp.
Trichodinella carpi

Trichodinella carpi
Trichodinella sp.

Trichodinella sp.
Clinostomum sp.

Clinostomum sp.
Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp.
Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp.

Trichodinella sp
Camallanus sp.

Camallanus sp.

Camallanus sp.
Trichinella sp.
Myxobolus sp.
Trichodina sp

Trichodina sp

Rhabditis sp.
Ikan

Argulus sp.
Kel.
Ke-

3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - -
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
4
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - 4 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - -
2 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
6
3 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - 1 - - 5 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
7
3 - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
8
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - - - -
2 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
9
3 - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
10 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
27

Parasit
Kulit/Lendir/Sisik Insang Sirip

Trichodina domerguei

Acanthocephalus sp.
Gyrodactylus cyprini
Dactylogyrus cyprini

Transversotrema sp.
Trichodinella carpi

Trichodinella carpi
Trichodinella sp.

Trichodinella sp.
Clinostomum sp.

Clinostomum sp.
Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp.
Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp.

Trichodinella sp
Camallanus sp.

Camallanus sp.

Camallanus sp.
Trichinella sp.
Myxobolus sp.
Trichodina sp

Trichodina sp

Rhabditis sp.
Ikan

Argulus sp.
Kel.
Ke-

3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
11
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
12
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
13
3 - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
14
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - -
15
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
16
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
17
3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
C
4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Jumlah 14 49 3 1 17 2 2 113 16 20 1 3 1 17 2 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1
28

Tabel 5. Hasil Pengamatan Parasit Endoparasit pada Ikan Kontrol

Endoparasit
Kelas Kelompok Ikan Ke- Usus
Cammallanus sp.
1 -
2 -
A 1 3 -
4 -
5 -
1 2
2 -
B 1 3 -
4 -
5 -
1 -
2 -
C 1 3 -
4 -
5 -
Jumlah 2

Tabel 6. Hasil Pengamatan Parasit pada Ikan Mas Setelah Pengobatan


Endoparasit
Ikan Otot Usus
Kel.
Ke- Rhabditis Trichodina Acanthocephalus Nyctotherus Trichodinella
Trichodina sp.
sp. sp. sp. cordiformis sp.
1 - - 2 - - -
2 - - - - - -
4A 3 - - 2 - - -
4 - - - - - -
5 - - - - - -
1 - - - 1 - -
2 - - - - - -
14A 3 - - - - - -
4 - - - - - -
5 - - - - - -
1 - - - - - -
2 - - - - - -
16B 3 5 - - - - -
4 - - - - - -
5 - - - - - -
1 - - - - - -
9C
2 - - - - 1 -
29

Endoparasit
Ikan Otot Usus
Kel.
Ke- Rhabditis Trichodina Acanthocephalus Nyctotherus Trichodinella
Trichodina sp.
sp. sp. sp. cordiformis sp.
3 - - - - - -
4 - - - - 1 -
5 - - - - - -
1 - - - - - -
2 - - - - - -
12C 3 - - - - - 1
4 - - - - - -
5 - - - - - -
1 - - - - - -
2 - - - - - -
13C 3 - - - - - -
4 - - - - - 1
5 - - - - - -
1 - - - - - 1
2 - - - - - -
16C 3 - - - - - 1
4 - - - - - -
5 - - - - - -
1 - - - - - -
2 - - - - - -
17C 3 - - - - - -
4 - 1 - - - -
5 - - - - - -
Jumlah 5 1 4 1 2 4

4.2 Analisa Data dan Perhitungan


Untuk memonitor populasi suatu parasit pada ikan dapat dilakukan dengan
identifikasi parasit yaitu dengan cara menghitung prevalensi dan derajat infeksinya
(Mulyana 1990).
Perhitungan intensitas parasit menurut Yudhistira (2004) sebagai berikut :
30

Tabel 7. Intensitas Ektoparasit pada Ikan Mas Kontrol

Jumlah Parasit Jumlah Ikan yang


No Jenis Parasit Intensitas
yang ditemukan terinfeksi
1 Dactylogyrus sp. 36 10 3.6
2 Camallanus sp. 10 2 5
3 Epystilis sp. 1 1 1
4 Trichodina sp. 4 2 2
5 Gyrodactylus sp. 27 7 3.857
6 Rhabditis sp. 1 1 1
7 Acarus sp. 1 1 1
Jumlah 80 24 17.457

Intensitas Ektoparasit pada Benih Ikan Mas


Kontrol
6.0
5
5.0
3.6 3.857
4.0
Intensitas

3.0
2
2.0
1 1 1
1.0 Intensitas
0.0

Ektoparasit

Gambar 2. Intensitas Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol

Tabel 8. Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Mas Kontrol

Jumlah Parasit Jumlah Ikan Jumlah Ikan Prevalensi


No Jenis Parasit
yang ditemukan yang terinfeksi yang diperiksa (%)
1 Dactylogyrus sp. 36 10 15 66.667
2 Camallanus sp. 10 2 15 13.333
3 Epystilis sp. 1 1 15 6.667
31

4 Trichodina sp. 4 2 15 13.333


5 Gyrodactylus sp. 27 7 15 46.667
6 Rhabditis sp. 1 1 15 6.667
7 Acarus sp. 1 1 15 6.667
Jumlah 80 24 15 160

Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas


Kontrol
66.667
70.000
60.000
Prevalensi (%)

46.667
50.000
40.000
30.000
20.000 13.333 13.333
6.667 6.667 6.667
10.000
Prevalensi (%)
0.000

Ektoparasit

Gambar 3. Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol

Tabel 9. Intensitas Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan

Jumlah Parasit Jumlah Ikan


No Jenis Parasit Intensitas
yang ditemukan yang terinfeksi
1 Dactylogyrus sp. 127 66 1.924
2 Trichodina sp. 66 17 3.882
3 Camallanus sp. 5 4 1.250
4 Clinostomum sp. 3 3 1.000
5 Trichodinella sp. 38 14 2.714
6 Trichodina domerguei 2 2 1.000
7 Myxobolus sp. 2 1 2.000
8 Gyrodactylus sp. 17 13 1.308
9 Trichodinella carpi 1 1 1.000
10 Gyrodactylus cyprini 3 1 3.000
11 Dactylogyrus cyprini 1 1 1.000
12 Acanthocephalus sp. 1 1 1.000
13 Trichinella sp. 1 1 1.000
32

14 Rhabditis sp. 1 1 1.000


15 Transversotrema sp. 3 3 1.000
16 Trichodinella carpi 1 1 1.000
17 Argulus sp. 1 1 1.000
Jumlah 273 131 26.079

Intensitas Ektoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah


Pengobatan
4.50 3.88
4.00
3.50 3
2.71
Intensitas

3.00
2.50 1.92 2
2.00
1.25 1.31
1.50 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1.00
0.50
0.00 Intensitas

Ektoparasit

Gambar 4. Intensitas Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan

Tabel 10. Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan

Jumlah Parasit Jumlah Ikan Jumlah Ikan


No Jenis Parasit Prevalensi (%)
yang ditemukan yang terinfeksi yang diperiksa
1 Dactylogyrus sp. 127 66 240 27.500
2 Trichodina sp. 66 17 240 7.083
3 Camallanus sp. 5 4 240 1.667
4 Clinostomum sp. 3 3 240 1.250
5 Trichodinella sp. 38 14 240 5.833
6 Trichodina domerguei 2 2 240 0.833
7 Myxobolus sp. 2 1 240 0.417
8 Gyrodactylus sp. 17 13 240 5.417
9 Trichodinella carpi 1 1 240 0.417
10 Gyrodactylus cyprini 3 1 240 0.417
11 Dactylogyrus cyprini 1 1 240 0.417
33

12 Acanthocephalus sp. 1 1 240 0.417


13 Trichinella sp. 1 1 240 0.417
14 Rhabditis sp. 1 1 240 0.417
15 Transversotrema sp. 3 3 240 1.250
16 Trichodinella carpi 1 1 240 0.417
17 Argulus sp. 1 1 240 0.417
Jumlah 273 131 240 54.583

Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah


Pengobatan
30.00 27.50
25.00
Prevalensi (%)

20.00
15.00
10.00 7.08
5.83 5.42
5.00 1.67 1.25 0.83 0.42 0.42 0.42 0.42 0.42 0.42 0.42 1.25 0.42 0.42 Prevalensi (%)
0.00

Ektoparasit

Gambar 5. Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan

Tabel 11. Intensitas Endoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol

Jumlah Parasit yang Jumlah Ikan yang


No Jenis Parasit Intensitas
ditemukan terinfeksi
1 Camallanus sp. 2 1 2
Jumlah 2 1 2
34

Intensitas Endoparasit Pada Benih Ikan


Mas Kontrol
2.5
2
2
Intensitas

1.5
1
Intensitas
0.5
0
Camallanus sp.
Endoparasit

Gambar 6. Intensitas Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Kontrol

Tabel 12. Prevalensi Endoparasit pada Benih Ikan Mas Kontrol

Jumlah Parasit Jumlah Ikan Jumlah Ikan


No Jenis Parasit Prevalensi (%)
yang ditemukan yang terinfeksi yang diperiksa
1 Camallanus sp. 2 1 15 6.667
Jumlah 2 1 15 6.667

Prevalensi Endoparasit Pada Benih Ikan


Mas Kontrol
7.000 6.667

6.000
Prevalensi (%)

5.000
4.000
3.000 Prevalensi (%)
2.000
1.000
0.000
Camallanus sp.

Endoparasit
Gambar 7. Prevalensi Endoparasit pada Benih Ikan Mas
35

Tabel 13. Intensitas Endoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan

Jumlah Ikan
Jumlah Parasit
No Jenis Parasit yang Intensitas
yang ditemukan
terinfeksi
1 Trichodina sp. 9 3 3
2 Rhabditis sp. 1 1 1
3 Acanthocephalus sp. 1 1 1
4 Nyctotherus cordiformis 2 2 1
5 Trichodinella sp. 4 4 1
Jumlah 17 11 7

Intensitas Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah


Pengobatan
3.5 3
3
Intensitas

2.5
2
1.5 1 1 1 1
1
0.5
0
Intensitas

Endoparasit

Gambar 8. Intensitas Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan

Tabel 14. Prevalensi Endoparasit pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan

Jumlah Parasit Jumlah Ikan Jumlah Ikan


No Jenis Parasit Prevalensi (%)
yang ditemukan yang terinfeksi yang diperiksa
1 Trichodina sp. 9 3 240 1.250
2 Rhabditis sp. 1 1 240 0.417
3 Acanthocephalus sp. 1 1 240 0.417
4 Nyctotherus cordiformis 2 2 240 0.833
5 Trichodinella sp. 4 4 240 1.667
Jumlah 17 11 240 4.583
36

Prevalensi Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah


Pengobatan
1.800 1.667
1.600
Prevalensi (%)

1.400 1.250
1.200
1.000 0.833
0.800
0.600 0.417 0.417
0.400
0.200
0.000 Prevalensi (%)

Endoparasit

Gambar 9. Prevalensi Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan

4.3 Pembahasan
Dari hasil pengamatan kelompok 17, ditemukan parasit Trichodina sp. dan
Dactylogyrus sp. Pada semua benih ikan mas yang diamati kelompok 17 ditemukan
parasit Trichodina sp., sedangkan parasit Dactylogyrus sp. ditemukan pada dua dari
lima benih ikan mas. Jumlah parasit yang paling banyak ditemukan pada benih ikan
mas kelompok 17 adalah parasit Trichodina sp. dengan jumlah 23 ekor dari lima
benih ikan mas.
Bentuk tubuh parasit Trichodina sp. yang kami amati seperti piring, memiliki
silia di sekeliling tubuhnya, dan bergerak menyamping dengan silianya sehingga
terlihat seperti berputar-putar. Serta parasit Trichodina sp. ditemukan pada lendir
kulit ikan, insang, dan sisik benih ikan mas yang kami amti. Hal ini tidak jauh
berbeda dari yang dilaporkan oleh Onhoiulun (2002) yang menemukan Trichodina
spp. yang berpredileksi di kulit, sirip, dan operkulum ikan yang memiliki ciri-ciri
seperti yang telah disebutkan.
37

Dactylogirus sp. merupakan parasit yang sering menyerang pada insang


terutama pada ikan bandeng. Parasit ini selama hidupnya berada pada tubuh ikan dan
hanya akan meninggalkan inangnya apabila inangnya mati, kemudian ratusan larva
Dactylogirus sp. menetas dan mencari inang baru. Dampak infeksi Dactylogirus sp.
yang cukup berbahaya adalah menyerang pada insang dengan menggunakan kaitnya
yang menyebabkan warna filamen insang sedikit pucat (Scholz 1999). Dari hasil
pengamatan kelompok 17, parasit Dactylogyrus sp. ditemukan pada bagian insang
ikan. Hal tersebut sesuai dengan literatur.
Pada insang benih ikan mas kelompok 17 ditemukan parasit Dactylogyrus sp.
menempel pada filamen insang dengan penghisap dan pengaitnya, tubuh yang
memanjang dan mempunyai empat tonjolan pada bagian anterior. Pada bagian
anterior terdapat empat bintik mata. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Bakri
et al (2014), hasil pengamatan mikroskopis Dactylogyrus sp. yang di temukan di
insang benih bandeng (C. chanos) pada semua lokasi penelitian adalah Dactylogyrus
sp. pada fase dewasa dengan ciri morfologi tubuh berbentuk seperti daun, mempunyai
sucker tunggal dengan beberapa kait sebagai organ untuk menempel pada inang. Kait
tersebut akan masuk ke dalam jaringan ikat pada lamela insang sehingga
mengakibatkan warna filamen insang menjadi sedikit pucat.
Dari data angkatan diperoleh nilai intensitas ektoparasit tertinggi benih ikan
mas kontrol dari spesies Camallanus sp. sebesar 5,00. Sedangkan nilai intensitas
terendah sebesar 1,00 diperoleh dari spesies Epystilis sp., Trichodina sp.,
Gyrodactylus sp., Rhabditis sp., dan Acarus sp. Dari data angkatan diperoleh nilai
intensitas endoparasit Camallanus sp. pada benih ikan mas kontrol sebesar 2,00. Nilai
intensitas ektoparasit tertinggi benih ikan mas setelah pengobatan dari spesies
Trichodina sp. sebesar 3,88. Sedangkan nilai intensitas terendah sebesar 1,00
diperoleh dari spesies Clinostomum sp., Trichodinella sp., Trichodina domerguei,
Myxobolus sp., Gyrodactylus sp., Trichodinella carpi, Gyrodactylus cyprinid,
Dactylogyrus cyprinid, Acanthocephalus sp., Trichinella sp., Rhabditis sp.,
Transversotrema sp., Trichodinella carpi, dan Argulus sp. Dari data angkatan
38

diperoleh nilai intensitas endoparasit tertinggi benih ikan mas setelah pengobatan dari
spesies Trichodina sp. sebesar 3,00. Sedangkan nilai intensitas terendah sebesar 1,00
diperoleh dari spesies Rhabditis sp., Acanthocephalus sp., Nyctotherus cordiformis,
Trichodinella sp. Bila dilihat pada nilai derajat infeksinya sebesar 1,00-3,88 parasit
per ekor tergolong rendah dan pada nilai derajat infeksinya sebesar 5,00 parasit per
ekor tergolong tidak tinggi, didasarkan pada penelitian (Desrina 2002 dalam
Muntalim) yang menyatakan bahwa derajat infeksi 4,5-8,8 parasit/ekor tergolong
tidak tinggi.
Dari data angkatan didapatkan nilai prevalensi ektoparasit terendah benih ikan
mas kontrol sebesar 6,67% diperoleh dari spesies Epystilis sp., Trichodina sp.,
Gyrodactylus sp., Rhabditis sp., dan Acarus sp. Sedangkan nilai prevalensi tertinggi
dari spesies Dactylogyrus sp. sebesar 66,67%. Dari data angkatan didapatkan nilai
prevalensi endoparasit Camallanus sp. pada benih ikan mas kontrol sebesar 6,67%.
Nilai prevalensi ektoparasit terendah benih ikan mas setelah pengobatan sebesar
0,42% diperoleh dari spesies Myxobolus sp., Gyrodactylus sp., Trichodinella carpi,
Gyrodactylus cyprinid, Dactylogyrus cyprinid, Acanthocephalus sp., Trichinella sp.,
Rhabditis sp., Transversotrema sp., Trichodinella carpi, dan Argulus sp. Sedangkan
nilai prevalensi tertinggi dari spesies Dactylogyrus sp. sebesar 27,50%. Dari data
angkatan didapatkan nilai prevalensi endoparasit terendah benih ikan mas setelah
pengobatan sebesar 0,42% diperoleh dari spesies Rhabditis sp. dan Acanthocephalus
sp. Sedangkan nilai prevalensi tertinggi dari spesies Trichodinella sp. sebesar 1,67%.
Angka prevalensi tersebut sangat rendah dibandingkan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mulia (2005) yang melaporkan tingkat prevalensi Trichodina
spp. mencapai 80%. Rendahnya angka prevalensi Trichodina sp. pada praktikum ini
kemungkinan dikarenakan beberapa faktor, antara lain karena ikan telah banyak
mengalami pergantian air. Noble dan Noble (1989) menyatakan bahwa ikan yang
menghabiskan seluruh siklus hidupnya hanya di satu tipe perairan akan memiliki
parasit lebih sedikit daripada ikan yang berpindah-pindah. Ikan-ikan yang dipelihara
terutama dalam akuarium, intensitas dan prevalensi parasitnya cenderung berfluktuasi
39

sesuai dengan pengelolaan kesehatan yang diterapkan dalam kegiatan budidaya.


Didasarkan atas penelitian (Senni 2002 dalam Muntalim) bahwa nilai prevalensi di
atas 70 % menunjukkan tingkat serangan parasit yang tinggi sedangkan nilai dibawah
70 % tergolong rendah. Dari literatur tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat
serangan parasit terhadap benih ikan mas tergolong rendah.
Ruthellen dan Floyd (2003) menyatakan bahwa golongan parasit yang
menyerang ikan air tawar adalah protozoa, monogenea, digenea, nematoda, cestoda,
dan arthropoda. Genus-genus dari beberapa golongan parasit tersebut meliputi
Ichthyopthirius multifilis, Chillodonella, Tetrahymena, Trichodina, Ambiphyra,
Aplosoma, Epistylis, Icthyobodo, Cryptobia, Dactylogyrus, Gyrodactylus,
Camallanus, Ergasilus, Lernaea, dan Argulus. Genus-genus tersebut umumnya
menyerang ikan air tawar seperti ikan nila, mas, gurami, tawes, lele, dan mujair. Hal
ini sesuai dengan jenis-jeni parasit yang ditemukan saat praktikum.
Parasit yang ditemukan pada benih ikan mas didominasi oleh ektoparasit,
yakni terdapat 18 spesies ektoparasit. Selain ektoparasit, ditemukan juga 6 spesies
endoparasit pada benih Ikan Mas. Kemungkinan penyebab adanya endoparasit
dikarenakan terdapatnya crustacea dan moluska sebagai inang perantara di perairan
dimana benih ikan mas berasal. Seperti yang dikemukakan oleh Ruckert et al. (2009),
bahwa keberadaan endoparasit dalam tubuh ikan juga dipengaruhi oleh adanya
organisme invertebrata, misalnya crustacea dan moluska di sekitar lokasi budidaya.
Banyaknya ikan yang terserang parasit kemungkinan disebabkan oleh kondisi
lingkungan buruk, padat tebar ikan tinggi, stress, nutrisi yang kurang, dan kondisi
ikan yang lemah. Hal ini didukung dengan berbagai literatur. Penyebab utama
timbulnya penyakit menurut Winaruddin dan (Eliawardani 2007 dalam Azmi 2013)
adalah kondisi lingkungan perairan yang buruk, kerapatan tebaran ikan dan stress.
Kabata (1985) menyatakan bahwa penyakit pada ikan disebabkan oleh faktor biotik
dan abiotik yaitu faktor fisika dan kimia air dan berbagai organisme patogen.
Serangan ektoparasit pada ikan tidak datang begitu saja, melainkan adanya kondisi
yang mendukung dan mempercepat proses serangan tersebut. Apabila lingkungan air
40

di dalam wadah tidak baik, maka akan memacu penyakit untuk menyerang biota
budidaya (Kordi dan Tancung 2005). Menurut Sinderman (1990), jika keadaan ikan
terganggu antara lain karena kepadatan yang tinggi, nutrisi yang kurang serta kualitas
air yang jelek akan menyebabkan kondisi ikan menjadi lemah sehingga mudah
terserang penyakit. Untergasser (1989) menambahkan bahwa semakin tinggi tingkat
kepadatan, maka semakin besar kemungkinan gesekan yang dapat terjadi antara ikan
yang dapat menularkan parasit secara langsung atau menimbulkan luka yang dapat
menjadi sasaran organisme patogen lain (infeksi sekunder).
Pengobatan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh para pembudidaya
ikan jika ikan yang dipelihara terserang penyakit. Dalam praktikum ini dilakukan dua
macam pengobatan terhadap benih ikan mas, yaitu pengobatan dengan bahan kimia
(Methylene blue) dan pengobatan dengan bahan alami (bawang putih, kunyit dan
garam). Dosis bahan kimia ataupun bahan alami yang digunakan berbeda-beda untuk
setiap kelompok, mulai dari 0,4 hingga 5,5 ppm. Cara penggunaan bahan tersebut
untuk pengobatan parasit pada benih ikan mas dilakukan dengan metode perendaman.
Bahan-bahan tersebut ditambahkan kedalam air dalam akuarium dan diaduk hingga
larut, setelah itu benih ikan mas yang terinfeksi parasit direndam selama 30 menit.
Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil yang cukup berbeda untuk setiap
perlakuan yang dilakukan. Hasil identifikasi parasit pada ikan setelah pengobatan
dengan menggunakan Methylene blue dengan penggunaan dosis 1 ppm, 3 ppm, 4
ppm dan 6 ppm, diperoleh ektoparasit yang teridentifikasi berjumlah 64 dan
endoparasit berjumlah 4. Pada penggunaan MB dengan dosis 3 ppm merupakan dosis
optimal karena pada penggunaan dosis ini parasit yang teridentifikasi paling sedikit
dibandingkan dengan pada penggunaan MB dengan dosis lainnya. Metil biru
diketahui efektif untuk pengobatan Ichthyopthirius (white spot) dan jamur. Selain itu,
juga sering digunakan untuk mencegah serangan jamur pada telur ikan. Metil biru
biasanya tersedia sebagai larutan jadi di toko-toko akuarium dengan konsentrasi 1-
2%. Selain itu tersedia pula dalam bentuk serbuk.
41

Hasil dentifikasi parasit pada ikan setelah pengobatan dengan menggunakan


kunyit dengan dosis penggunaan sebesar 2,5 ppm, 3,5 ppm, 4,5 ppm dan 5,5 pp,
diperoleh ektoparasit yang teridentifikasi sebanyak 48 dari berbagai spesies dan
endoparasit sebanyak 1 (Acanthocephalus sp). Pada penggunaan kunyit dengan dosis
4,5 ppm merupakan dosis yang paling optimal dibandingkan dengan dosis lainnya,
hal ini ditunjukkan dengan hasil identifikasi parasit yang diperoleh hanya 1
ektoparasit (Dactylogirus sp) dan tidak ditemukan endoparasit. Kunyit dapat
dijadikan sebagai obat dalam mengobati parasit pada ikan karena mengandung
senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan jamur, virus maupun bakteri.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati, E (2002) secara in vitro,
membuktikan bahwa senyawa aktif dalam rimpang kunyit mampu menghambat
pertumbuhan jamur, virus, dan bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif,
seperti E.coli dan Staphylococcus aureus, karena kunyit mengandung berbagai
senyawa diantaranya adalah kurkumin dan minyak atsiri (Said 2001). Senyawa
sesquiterpen dalam minyak atsiri kunyit merupakan turunan dari senyawa terpen
seperti alkohol yang bersifat bakterisida dengan merusak struktur tersier protein
bakteri atau denaturasi protein (Tarwiyah 2001).
Hasil identifikasi parasit pada ikan setelah pengobatan dengan menggunakan
garam dengan dosis penggunaan 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm dan 4 ppm, diperoleh
ektoparasit yang teridentifikasi sebanyak 119 dari berbagai spesies dan endoparasit
sebanyak 12 dari berbagai spesies. Pada penggunaan garam dengan dosis 3 ppm
merupakan dosis yang paling optimal dibandingkan dengan dosis lainnya.
Perlakuan terakhir dengan menggunakan ekstrak bawang putih dengan dosis
penggunaan 0,4 ppm, 0,6 ppm, 0,8 ppm dan 1 ppm. Pada hasil identifikasi parasit
pada ikan yang diobati dengan bawang putih, diperoleh ektoparasit sebanyak 52 ekor.
Pada dosis penggunaan 0,4 ppm merupakan dosis paling optimum dibandingkan
dengan dosis lainnya. Kefektifan bawang putih dalam mengobati parasit pada ikan
mas dikarenakan pada bawang putih mengandung bahan aktif yang berperan dalam
efek antibakteri. Zat aktif inilah yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri
42

dengan spektrum yang luas, hal ini telah dievaluasi di dalam banyak penelitian,
bahwa bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dalam melawan
berbagai macam bakteri, baik itu bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif
(Mikaili 2013).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan kegiatan praktikum yang dilakukan diperoleh kesimpilan sebagai
berikut:
1. Ektoparasit yang ditemukan pada ikan control adalah Dactylogyrus sp.,
Camallanus sp., Epystilis sp., Trichodina sp., Gyrodactylus sp., Rhabditis sp.,
dan Acarus sp. Ektoparasit yang terdapat pada benih ikan mas setelah
pengobatan saat pengamatan praktikum adalah Dactylogyrus sp., Trichodina sp.,
Camallanus sp., Clinostomum sp., Trichodinella sp., Trichodina domerguei,
Myxobolus sp., Gyrodactylus sp., Trichodinella carpi, Gyrodactylus cyprinid,
Dactylogyrus cyprinid, Acanthocephalus sp., Trichinella sp., Rhabditis sp.,
Transversotrema sp., Trichodinella carpi, dan Argulus sp. Endoparasit yang
terdapat pada benih ikan mas kontrol saat pengamatan praktikum adalah
Camallanus sp. Endoparasit yang terdapat pada benih ikan mas setelah
pengobatan saat pengamatan praktikum adalah Trichodina sp., Rhabditis sp.,
Acanthocephalus sp., Nyctotherus cordiformis, dan Trichodinella sp..
2. Dari data angkatan didapatkan nilai prevalensi ektoparasit terendah benih ikan
mas kontrol sebesar 6,67% diperoleh dari spesies Epystilis sp., Trichodina sp.,
Gyrodactylus sp., Rhabditis sp., dan Acarus sp. Sedangkan nilai prevalensi
tertinggi dari spesies Dactylogyrus sp. sebesar 66,67%. Dari data angkatan
didapatkan nilai prevalensi endoparasit Camallanus sp. pada benih ikan mas
kontrol sebesar 6,67%. Nilai prevalensi ektoparasit terendah benih ikan mas
setelah pengobatan sebesar 0,42% diperoleh dari spesies Myxobolus sp.,
Gyrodactylus sp., Trichodinella carpi, Gyrodactylus cyprinid, Dactylogyrus
cyprinid, Acanthocephalus sp., Trichinella sp., Rhabditis sp., Transversotrema
sp., Trichodinella carpi, dan Argulus sp. Sedangkan nilai prevalensi tertinggi dari
spesies Dactylogyrus sp. sebesar 27,50%. Nilai prevalensi endoparasit terendah
benih ikan mas setelah pengobatan sebesar 0,42% diperoleh dari spesies

43
44

Rhabditis sp. dan Acanthocephalus sp. Sedangkan nilai prevalensi tertinggi dari
spesies Trichodinella sp. sebesar 1,67%. Nilai intensitas endoparasit tertinggi
benih ikan mas setelah pengobatan dari spesies Trichodina sp. sebesar 3,00.
Sedangkan nilai intensitas terendah sebesar 1,00 diperoleh dari spesies Rhabditis
sp., Acanthocephalus sp., Nyctotherus cordiformis, Trichodinella sp.
3. Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil yang cukup berbeda untuk setiap
perlakuan yang dilakukan. Pada penggunaan MB diperoleh hasil identifikasi
ektoparasit berjumlah 64 dan endoparasit berjumlah 4 parasit, dengan dosis
penggunaan yang paling optimum adalah 3 ppm. Pada penggunaan kunyit
diperoleh hasil identifikasi ektoparasit berjumlah 48 dan endoparasit berjumlah 1
parasit, dengan dosis penggunaan yang paling optimum adalah 4,5 ppm. Pada
penggunaan garam diperoleh hasil identifikasi ektoparasit berjumlah 119 dan
endoparasit berjumlah 12 parasit, dengan dosis penggunaan yang paling optimum
adalah 3 ppm. Pada penggunaan bawang putih diperoleh hasil identifikasi
ektoparasit berjumlah 52 dan tidak ditemukan endoparasit, dengan dosis
penggunaan yang paling optimum adalah 0,4 ppm. Dari keempat bahan yang
digunakan, bawang putih dapat dikatakan merupakan bahan yang paling efektif
untuk mengobati parasit pada ikan, karena dengan dosis yang lebih rendah dari
lainnya (0,4 – 1 ppm) dapat mengobati ikan yang terserang parasit ditunjukkan
dengan sedikitnya parasit yang teridentifikasi.

5.2 Saran
Setelah dilaksanakannya praktikum ini diharapkan praktikan dapat
mengaplikasikan di masyarakat dan untuk praktikum selanjutnya diharapkan
praktikan bekerja lebih teliti agar data yang dihasilkan adalah data yang akurat yang
akan membantu dalam proses analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Azmi et al. 2013. Identifikasi Ektoparasit pada Ikan Koi (Cyprinus carpio L) di
Pasar Ikan Hias Jurnatan Semarang. Semarang : Unnes Journal of Life
Science

Bakri et al. 2014. Identifikasi Parasit Pada Ikan Gabus (Channa striata) di Desa
Meunasah Manyang Lamlhom Kecamatan Lhoknga Aceh Besar. Jurnal
Medika Veterinaria
Kabata,Z. 1985. Parasits and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Taylor And
Francis, London and Philadelphia
Kordi MGH & Tancung AB. 2005. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Jakarta : Rineka Cipta
Mulia, D.S. 2005. Tingkat infeksi ektoparasit protozoa pada benih ikan nila
(Oreochromis niloticus) di balai benih ikan (BBI) Pandak dan Sidabowa
kabupaten Banyumas. Sains Akuatik 10(1):1-11.
Mulyana, R. I. Riadi, S. L. Angka, dan A. Rukyani. 1990. Pemakaian Sistem
Saringan Utuk Mencegah Infeksi Parasit Pada Benih Ikan. Dalam
Prosiding Seminar II Pen – vak-it Ikan Dan Udang. Balai Penelitian Dan
Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian Bogor. 169-173 p.
Muntalim. Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus sp Pada Insang Benih
Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Tradisional Kecamatan Glagah
Kabupaten Lamongan. Lamongan : Universitas Islam Lamongan.
Noble, E.R. and G.A Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan.
(Diterjemahkan Ardianto). Edisi 5. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Onhoiulun, I. 2002. Inventarisasi Parasit Pada Ikan Cupang (Betta splendens
Regan), Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) dan Ikan Rainbow
(Melanotaenia macculochi Ogilby) di Daerah Jakarta Barat. Laporan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.
Ruckert, S., S. Klimpel, S. Al-Quraishy, H. Mehlhorn, and H.W. Palm. 2009.
Transmission of fish parasits into grouper mariculture (Serranidae:
Epinephelus coioides in Lampung Bay, Indonesia. J. Parasitol. Reseach.
104:523-532.

45
46

Ruthellen, H. and F. Floyd. 2003. Monogenean Parasits of Fish 1. Institute of Food


and Agricultural Sciences. University of Florida, Gainesville.
Scholz, T. 1999. Parasits in Cultured and Feral Fish. Veterinary Parasitology 84
317-335.
Sinderman, C. J. 1990. Principal Disiases of Marine Fish and Shell Fish. Vol.1.
Diseases of Marine Fish. Academis Press. London.
Untergasser, D. 1989. Hand Book of Fish. Disease. T. FH. Publications. Inc.
Yudhistira E. 2004. Ektoparasit crustacea pada ikan kerapu merah (Plectropomus
sp) dari kepulauan Pangkajene perairan Barat Sulawesi Selatan.
(Skripsi). Bogor : Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
48

Lampiran 1. Dokumentasi Alat yang Digunakan

Pisau, Gunting, Pinset, dan Jarum Mikroskop


Ose, Petri Disk, Penggaris, Gelas
Objek dan Pipet

Wadah Neraca Digital

Gelas Kimia Metilen Blue


49

Lampiran 2. Dokumentasi Ikan Uji yang Digunakan

Ikan Mas (Cyprinus carpio)


50

Lampiran 3. Prosedur Praktikum


a. Pengobatan Dengan Menggunakan Methylene blue

Akuarium dicuci bersih

Akuarium diisi air sebanyak 5 Liter

Dimasukkan 20 ml Methylene blue ke dalam akuarium yang


telah diisi air sebelumnya

Dilarutkan sampai homogen

Akuarium diberi aerasi

Dimasukkan benih ikan mas sebanyak 5 ekor ke dalam


akuarium

Didiamkan selama 30 menit

b. Pengamatan Parasit Pada Kulit

Diambil bagian sisik ikan

Diletakan pada object glass

Diberi setetes air

Diamati di bawah mikroskop

c. Pengamatan Parasit Pada Sirip

Diletakkan sirip caudal pada object glass

Diberi setetes air

Diamati di bawah mikroskop.


51

d. Pengamatan parasit pada insang

Digunting lembaran lembaran insang

Dikerok bagian insang diatas object glass dengan


menggunakan pisau

Ditambahkan setetes air

Diamati di bawah mikroskop

e. Pengamatan parasit pada usus

Dibedah ikan lalu ambil ususnya

Di bersihkan usus

Dikeluarkan isi usus lalu dilarutkan dalam air

Diambil sedikit dengan menggunakan pipet dan taruh diatas


object glass

Diamati di bawah mikroskop.

f. Pengamatan parasit pada diotot

Dibersihkan sisik ikan

Dikupas kulitnya

Diambil bagian otot setipis mungkin dan taruh di atas


object glass tambahkan setetes air

Diamati di bawah mikroskop


52

Lampiran 4. Hasil Identifikasi Parasit pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Trichodina sp. Dactylogyrus sp.

Trichodina sp. Trichodina sp.

Trichodina sp. Dactylogyrus sp.


53

Dactylogyrus sp. Trichodina sp.

Trichodina sp.
54

Lampiran 5. Perhitungan Prevalensi Parasit pada Ikan Mas

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖 (𝑒𝑘𝑜𝑟)


𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 (𝑒𝑘𝑜𝑟)

a. Prevalensi Ektoparasit Pada Benih Ikan Mas Kontrol


 Dactylogyrus sp.
10
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 66,67%
15
 Camallanus sp.
2
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 13,33%
15
 Epystilis sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 6,67%
15
 Trichodina sp.
2
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 13,33%
15
 Gyrodactylus sp.
7
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 46,67%
15
 Rhabditis sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 6,67%
15
 Acarus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 6,67%
15
55

b. Prevalensi Ektoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan


 Dactylogyrus sp.
66
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 27,50%
240
 Camallanus sp.
4
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1,67%
240
 Clinostomum sp.
3
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1,25%
240
 Trichodina sp.
17
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 7,08%
240
 Trichodinella sp
14
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 5,83%
240
 Trichodina domerguei
2
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,83%
240
 Myxobolus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Gyrodactylus sp.
13
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 5,42%
240
 Trichodinella carpi
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Gyrodactylus cyprini
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Dactylogyrus cyprini
56

1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Acanthocephalus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Trichinella sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Rhabditis sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Transversotrema sp.
3
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1,25%
240
 Trichodinella carpi
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Argulus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240

c. Prevalensi Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Kontrol


 Camallanus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 6,67%
15

d. Prevalensi Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan


 Trichodina sp.
3
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1.25%
240
57

 Rhabditis sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Acanthocephalus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,42%
240
 Nyctotherus cordiformis
2
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 0,83%
240
 Trichodinella sp.
4
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1,67%
240
58

Lampiran 6. Perhitungan Intensitas Parasit pada Ikan Mas

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑠𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛


𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖

a. Intensitas Ektoparasit Pada Benih Ikan Mas Kontrol


 Dactylogyrus sp.
36
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 3,6%
10
 Camallanus sp.
10
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 5%
2
 Epystilis sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Trichodina sp.
4
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 2%
2
 Gyrodactylus sp.
27
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 3,86%
7
 Rhabditis sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Acarus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
59

b. Intensitas Ektoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan


 Dactylogyrus sp.
127
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1,92%
66
 Camallanus sp.
5
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1,25%
4
 Clinostomum sp.
3
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
3
 Trichodina sp.
66
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 3,88%
17
 Trichodinella sp
38
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 2,71%
14
 Trichodina domerguei
2
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
2
 Myxobolus sp.
2
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 2%
1
 Gyrodactylus sp.
17
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1,31%
13
 Trichodinella carpi
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Gyrodactylus cyprini
3
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 3%
1
 Dactylogyrus cyprini
60

1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Acanthocephalus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Trichinella sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Rhabditis sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Transversotrema sp.
3
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Trichodinella carpi
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Argulus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1

c. Intensitas Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Kontrol


 Camallanus sp.
2
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 2%
1

d. Prevalensi Endoparasit Pada Benih Ikan Mas Setelah Pengobatan


 Trichodina sp.
9
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 3%
3
61

 Rhabditis sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Acanthocephalus sp.
1
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
1
 Nyctotherus cordiformis
2
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
2
 Trichodinella sp.
4
𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥 100% = 1%
4

Anda mungkin juga menyukai