Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PERSALINAN NORMAL

(PARTUS SPONTAN)

Disusun Oleh :

1. Pratiwi Yuniar Andriani (2017.24.1714)


2. Susi Amalia (2017.24.1726)
3. Sutrisno Agus Dwiharto (2017.24.1726)

AKADEMI KEPERAWATAN

KARYA BHAKTI NUSANTARA MAGELANG

2018/ 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

PP SPONTAN

A. Definisi
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke
dalam jalan lahir. (Prawirohardjo, 2011).
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui
jalan lahir. (Prawirohardjo, 2011).
Pesalinan dan kelahiran normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi
pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri, tanpa
alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam
melalui jalan lahir. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa
nifas ini yaitu 6 – 8 minggu.(Rustam Mochtar,2013).
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika
alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.(Barbara F. weller 2015).
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung
kurang dari 24 jam.(Abdul Bari Saifuddin, 2012)
Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2011).

B. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi rahim,pengaruh
tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)
1. Teori penurunan hormone 1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan
hormone progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –
otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga
timbul his bila progesterone turun.
2. Teori placenta menjadi tua Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone
menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
3. Teori distensi rahim Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan
iskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
4. Teori iritasi mekanik Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus
franterrhauss). Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin
akan timbul kontraksi uterus.
5. Induksi partus Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang
dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus
frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian
oksitosin menurut tetesan perinfus. (Hafifah, 2011)

C. Tanda dan Gejala/ Manifestasi Klinis


1. Involusi Uterus
Adalah proses kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi
dilahirkan sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Setelah plasenta
lahir, uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi ini menyebabkan rasa
nyeri/mules-mules yang disebut after pain post partum terjadi pada hari ke 2 - 3
hari.
2. Kontraksi Uterus
Intensistas kontraksi uterus meningkat setelah melahirkan berguna untuk
mengurangi volume cairan intra uteri. Setelah 1 – 2 jam post partum, kontraksi
menurun stabil berurutan, kontraksi uterus menjepit pembuluh darah pada uteri
sehingga perdarahan setelah plasenta lahir dapat berhenti.
3. After pain
Terjadi karena pengaruh kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3. After pain
meningkat karena adanya sisa plasenta pada cavum uteri, dan gumpalan darah
(stoll cell) dalam cavum uteri.
4. Endometrium
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada stratum
spunglosum, bagian atas setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan atas dari stratum
sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari lochia. Epitelisasi
endometrium siap dalam 10 hari, dan setelah 8 minggu endometrium tumbuh
kembali.
Epitelisasi tempat plasenta + 3 minggu tidak menimbulkan jaringan parut, tetapi
endometrium baru, tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka.
5. Ovarium
Selama hamil tidak terjadi pematangan sel telur. Masa nifas terjadi pematangan
sel telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu menyusui mentruasinya
terlambat karena pengaruh hormon prolaktin.
6. Lochea
Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas, sifat
lochia alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit berkembang biak. Jumlah
lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi, berbau anyir,
tetapi tidak busuk. Lochea dibagi dalam beberapa jenis :
a. Lochea rubra
Pada hari 1 – 2 berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-sisa chorion,
liguor amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel darah merah.
b. Lochea sanguinolenta
Dikeluarkan hari ke 3 – 7 warna merah kecoklatan bercampur lendir, banyak
serum selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit yang mati.
c. Lochea serosa
Dikeluarkan hari ke 7 – 10, setelah satu minggu berwarna agak kuning cair
dan tidak berdarah lagi.
d. Lochea alba
Setelah 2 minggu, berwarna putih jernih, berisi selaput lendir, mengandung
leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman penyakit yang telah mati.
7. Serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh 2 jari dan
pinggirnya tidak rata (retak-retak). Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui
oleh 1 jari saja. Vagina saat persalinan sangat diregang lambat laun mencapai
ukuran normal dan tonus otot kembali seperti biasa, pada minggu ke-3 post
partum, rugae mulai nampak kembali.
8. Perubahan pada dinding abdomen
Hari pertama post partum dinding perut melipat dan longgar karena diregang
begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu dinding perut akan kembali kuat, terdapat striae
melipat, dastosis recti abdominalis (pelebaran otot rectus/ perut) akibat janin yang
terlalu besar atau bayi kembar.
9. Perubahan Sistem kardiovaskuler
Volume darah tergantung pada jumlah kehilangan darah selama partus dan eksresi
cairan extra vasculer. Curah jantung/ cardiac output kembali normal setelah
partus.
10. Perubahan sistem urinaria
Fungsi ginjal normal, dinding kandung kemih memperlihatkan oedema dan
hiperemi karena desakan pada waktu janin dilahirkan. Kadang-kadang oedema
trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urin.
Pengaruh laserasi/episiotomi yang menyebabkan refleks miksi menurun.
11. Perubahan sistem Gastro Intestinal
Terjadi gangguan rangsangan BAB atau konstipasi 2 – 3 hari post partum.
Penyebabnya karena penurunan tonus pencernaan, enema, kekakuan perineum
karena episiotomi, laserasi, haemorroid dan takut jahitan lepas.
12. Perubahan pada mammae
Hari pertama bila mammae ditekan sudah mengeluarkan colustrum. Hari ketiga
produksi ASI sudah mulai dan jaringan mammae menjadi tegang, membengkak,
lebut, hangat dipermukaan kulit (vasokongesti vaskuler).
13. Laktasi
Pada waktu dua hari pertama nifas keadaan buah dada sama dengan kehamilan.
Buah dada belum mengandung susu melainkan colustrum yang dapat dikeluarkan
dengan memijat areola mammae.
Colustrum yaitu cairan kuning dengan berat jenis 1.030 – 1,035 reaksi alkalis dan
mengandung protein dan garam, juga euglobin yang mengandung antibodi. bayi
yang terbaik dan harus dianjurkan kalau tidak ada kontra indikasi.
14. Temperatur
Temperatur pada post partum dapat mencapai 38 0C dan normal kembali dalam
24 jam. Kenaikan suhu ini disebabkan karena hilangnya cairan melalui vagina
ataupun keringat, dan infeksi yang disebabkan terkontaminasinya vagina.
15. Nadi
Umumnya denyut nadi pada masa nifas turun di bawah normal. Penurunan ini
akibat dari bertambahnya jumlah darah kembali pada sirkulasi seiring lepasnya
placenta. Bertambahnya volume darah menaikkan tekanan darah sebagai
mekanisme kompensasi dari jantung dan akan normal pada akhir minggu
pertama.
16. Tekanan Darah
Keadaan tensi dengan sistole 140 dan diastole 90 mmHg baik saat kehamilan
ataupun post partum merupakan tanda-tanda suatu keadaan yang harus
diperhatikan secara serius.
17. Hormon
Hormon kehamilan mulai berkurang dalam urine hampir tidak ada dalam 24 hari,
setelah 1 minggu hormon kehamilan juga menurun sedangkan prolaktin
meningkat untuk proses laktasi. (Rustam Mochtar, 2010)

D. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan - perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”.
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni
memokonsentrasidan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh hormon
laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks
ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang
terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis
ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-
5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai
waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang
merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur
kembali seperti sedia kala. (Corwin, EJ. 2009 Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC)
E. Pathways

(Corwin, EJ. 2009 Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC)


F. Klasifikasi
Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2012), derajat rupture perineum
dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
1. Ruptur Perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a. Vagina
1) Komisura posterior
2) Kulit perineum
2. Ruptur Perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a. Mukosa vagina
1) Komisura posterior
2) Kulit perineum
3) Otot perineum
3. Ruptur Perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a. Sebagaimana ruptur derajat dua
b. Otot sfingter ani
4. Ruptur Perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah:
a. Sebagaimana ruptur derajat tiga
b. Dinding depan rectum
(Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2012))

G. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebab kematian terbanyak pada wanita selama periode post
partum. Perdarahan post partum adalah kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah
kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda berikut
ini :
a. Kehilangan darah lebih dari 500 cc
b. Sistolik atau diastolic tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram % (Novak, 2014)

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya perdarahan


dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam
setealah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus
lainnya, tiga penyebab utama perdarahan utama antara lain :

a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan
baik dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum. Uterus
yang sangat teregang ( hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan janin
besar ), partus lama dan pemberian nerkosis merupakan predisposisi untuk
terjadinya atonia uteri.
b. Laserasi jalan lahir : Perlukaan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hamper sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Retensio plasenta adalah
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit setelah bayi lahir.
d. Lain – lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka.
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut
pada uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri (Wikenjasastro, 2010)
2. Infeksi Puerperalis
Di definisikan sebagai infeksi saluran reproduksi selama masa post partum.
Insiden infeksi puerperalis ini 1% - 8% ditandai adanya kenaikan suhu >38 0c
dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum.
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebabkan oleh infeksi puerperalis.
Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membrane memiliki resiko tinggi
terjadinya endometritis. (Novak, 2014)
4. Mastitis
Infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya putting susu
akibat kesalahan teknik menyusui, diawali dengan pembengkakan, mastitis
umumnya diawali pada bulan pertama post partum. (Novak, 2014)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periode pasca partum.
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partu mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
2. Pemeriksaan Urine
Pengambilan sample urin dikirim ke laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin
atau kultur dan sensivitas terutama jika cateter indwedling dipakai selama pasca
inpartu.
(Retno,dkk 2011. Buku Panduan Praktek Lboratorium : Keperawatan Mternitas.
Program Studi Keperawatan Sekolah tinggi Jendral Achmad Yani. Yogyakarta)

I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-
bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka.
Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup
(Moctar, 2012).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah :
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir,segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/ proksimal ke
arah luar/ distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam
kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera
dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara
angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu
sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian
selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau
jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit
perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rekto vaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan
dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibupost partumspontan,
dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
1. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi
suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.
2. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah dan
menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti
merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
3. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan
cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu
kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik
dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara
regional/ umum (Hamilton, 2015).
J. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
a. Berhubungan dengan :
1) Peregangan perineum
2) Luka episiotomy
3) Involusi uteri
4) Hemoroid
5) Pembengkakan payudara
b. Tujuan : pasien mendemonstrasikan tidak adanya nyeri.
c. Krieria Hasil :
1) Vial sign dalam batas normal
2) Pasien menunjukkan peningkatan aktifitas
3) Keluhan nyeri terkontrol
4) Payudara lembek
5) Tidak ada bendungan ASI
d. Intervensi dan Rasional
1) Kaji tingkat nyeri
Rasional : Menentukan intervensi keperawatan sesuai skala nyeri.
2) Kaji kontraksi uterus, proses involusi uteri
Rasional : Mengidentifikasi penyimpangan dan kemajuan berdasarkan
involusi uteri.
3) Anjurkan pasien untuk membasuhi perineum dengan air hangat sebelum
berkemih
Rasional : Mengurangi ketegangan pada luka perineum
4) Anjurkan dan latih pasien cara merawat payudara secara teratur
Rasional : Melatih ibu mengurangi bendungan ASI dan memperlancar
pengeluaran ASI.
5) Jelaskan pada ibu tentang teknik merawat luka perineum
Rasional : Mencegah infeksi dan kontrol nyeri pada luka perineum.
6) Kolaborasi dokter tentang pemberian analgesik
Rasional : Mengurangi intensitas nyeri dengan menekan rangsang nyeri
pada nonsiseptor.
2. Risiko kekurangan volume cairan
a. Berhubungan dengan :
1) Pengeluaran yang berlebihan
2) Perdarahan
3) Diuresis
4) Keringat berlebihan
b. Tujuan : Pasien dapat mendemonstrasikan status cairan membaik.
c. Kriteria Hasil :
1) Tidak ada tanda dehidrasi
2) Resolusi oedema
3) Haluaran urine diatas 30 ml/ jam
4) Kulit kenyal/ turgor baik
d. Intervensi dan Rasional
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Memantau keadaan umum pasien
2) Catat cairan masuk dan keluar setiap 8 jam
Rasional : Mengidentifikasi keseimbangan cairan secara adekuat
3) Berikan cairan tambahan
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan
4) Konsultasikan kepada dokter bila tanda kelebihan cairan terjadi
Rasional : Mencegah pasien jatuh dalam kondisi kelebihan volume cairan
yang beresiko terjadinya oedem paru.

3. Gangguan pemenuhan ADL


a. Berhubungan dengan :
1) Immobilisasi
2) Kelemahan
b. Tujuan : ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpebuhi secara adekuat.
c. Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas
2) Kelemahan dan kelelahan berkurang
3) Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri
d. Intervensi dan Rasional
1) Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut :
nadi 20/ menit diatas frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan TD,
dyspnea, nyeri dada, kelelahan, kelemahan, pingsan.
Rasional : Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stress
aktifitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.
2) Batasi aktifitas pada dasar nyeri
Rasional : menurunkan kerja miokard/ konsumsi oksigen menurunkan
risiko komplikasi.
3) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifias
Rasional : Stabilitas fisiologi pada istirahat penting untuk menunjukkan
tingkat aktifitas individu.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifias
Rasional : Mencegah aktifitas berlebihan
5) Kolaborasi dengan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL
Rasional : Menghemat energi pasien

4. Resiko infeksi
a. Berhubungan dengan :
1) Trauma jalan lahir
b. Tujuan : Infeksi tidak ada
c. Kriteria Hasil :
1) Tanda infeksi tidak ada
2) Luka episiotomi kering dan bersih
d. Intervensi dan Rasional
1) Pantau tanda infeksi
Rasional : Mengidentifikasi penyimpangan dan kemajuan sesuai intervensi
yang dilakukan.
2) Kaji pengeluaran lochea, warna, bau dan jumlah
Rasional : Mengidentifikasi kelainan pengeluaran lochea secara dini.
3) Lakukan perawatan luka
Rasional : Menghindari luka dari kotor dan infeksi
4) Anjurkan pasien membasuh vulva sehabis berkemih dengan benar
Rasional : Mencegah infeksi secara dini
5) Pertahankan teknik septik aseptik dalam merawat pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang terhadap infeksi

5. Resiko gangguan proses parenting


a. Berhubungan dengan :
1) Kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi
b. Tujuan : Gangguan proses parenting tidak ada
c. Kriteria Hasil :
1) Ibu dapat merawat bayi secara mandiri
2) Dapat memandikan sendiri
3) Dapat menyusui
d. Intervensi dan Rasional
1) Beri kesempatan ibu untuk melakukan perawatan bayi secara mandiri
Rasional : Meningkatkan kemandirian ibu dalam melakukan perawatan
bayi.
2) Libatkan suami dalam perawatan bayi
Rasional : Membantu keterikatan ibu dengan bayi
3) Latih ibu untuk perawatan payudara secara mandiri dan teratur
Rasional : Mempertahankan produksi ASI secara terus menerus sehingga
kebutuhan bayi akan ASI tercukupi
4) Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan dan diet TKTP
Rasional : Meningkatkan produksi ASI
5) Lakukan rawat gabung segera mungkin bila bayi tidak terdapat komplikasi
pada bayi atau ibu
Rasional : Meningkatkan hubungan ibu dan bayi sedini mungkin
(Doengoes EM, 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta EGC)
DAFTAR PUSTAKA

1. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geisster (2010), Rencana


Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Rukiyah & Yuliati 2010 Asuhan Kebidanan 4, Transinfo media, Jakarta.
3. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
4. Doengoes EM, 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta EGC
5. Hamilton, 2015
6. Rustam Mochtar, 2010
7. Retno, dkk 2011. Buku Pnduan Praktek Lboratorium : Keperawatan Maternitas
Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Jendral Achmad Yani. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai