Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PERANG DUNIA II TERHADAP PROSES KEMERDEKAAN

INDONESIA (17 AGUSTUS 1945)

Oleh: Afifah Rahmatika Furzaen1, Ririn Trianingsih2, Risqi Aditya


Auliaurrohman3, Vajar Rizky Pratama4
Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang 65145
Telepon: (0341) 551-312 Fax: (0341) 551-912

Abstrak: Pengaruh Perang Dunia II terhadap proses kemerdekaan


Indonesia, membawa pengaruh yang sangat penting terhadap proses
kemerdekaan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk : (1) mengetahui
awal munculnya Perang Dunia II, (2) Keadaan Hubungan Internasional
Indonesia pada saat awal pengaruh Perang Dunia II, (3) Pengaruh Perang
Dunia II terhadap proses kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945).

Kata kunci: Perang Dunia II, Indonesia, Belanda, Jepang, kemerdekaan.

Hubungan internasional pada dasarnya sangat penting bagi semua hal salah
satunya bagi suatu negara. Pada dasarnya berbagai hal dalam hubungan dapat
berpengaruh pada berbagai aspek. Salah satu contohnya yaitu pengaruh Perang
Dunia II terhadap negara-negara di Dunia (Indonesia). Indonesia pada saat
terjadinya Perang Dunia II dihadapkan dalam kondisi yang mendesak. Hal ini
berdampak pada kebijakan yang diterapkan oleh Belanda dan Jepang di Indonesia.
Posisi Indonesia yang belum merdeka membuat rakyat dan golongan
intelektualnya tidak mampu menentukan arah tujuannya, sehingga berbagai upaya
dilakukan agar tujuan Indonesia untuk merdeka dapat terpenuhi.

Awal Munculnya Perang Dunia II

Perang Dunia I dimenangkan oleh Prancis dan Sekutu melalui Perjanjian


Versailles yang dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 1919. Isi perjanjian Versailles
yaitu Jerman dilarang memiliki tank dan tentara lebih dari 100.000 orang. Jerman
kalah secara gencatan senjata sehingga kekuatan militer Jerman tetap utuh
meskipun kalah perang. Kekuatan ini digunakan Hitler untuk melakukan serangan
ke negara-negara Eropa pada Perang Dunia II (Ojong, 2005: 2).

Perang Dunia II dimulai ketika Hitler menginvasi ke arah timur ke arah


Ceklosowakia pada 1939 (Sukarno, 2000:11). Perang menjalar ke beberapa
negara. Pada tahun 1940, Jerman menyerang Prancis dan berhasil menduduki
Paris. Dalam waktu yang sama, Italia juga terlibat dalam perang. Sebelumnya
Jerman mengadakan Perjanjian Non-Agresi dengan Uni Soviet pada 23 Agustus
1939 (Colley, 2013). Pada 1941, Jerman mengingkari Perjanjian Non-Agresi dan
menyerang Uni Soviet, namun Uni Soviet membentuk aliansi dengan Inggris dan
menekan fakta kerjasama dengan Amerika untuk melawan Jerman (Sukarno,
2000:11).

Perang Dunia II merupakan keberlanjutan dari Perang Dunia I. (PD I awal


atau Gagalnya LBB). Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang membuka
peperangan terhadap AS dan Inggris secara tiba-tiba melalui serangan udara ke
Pearl Harbour (Hawaii). AS dan Inggris pada dasarnya juga menyatakan perang
terhadap Jepang (Hardjosoediro, 1987:24).

Keadaan Hubungan Internasional Indonesia pada saat Awal Pengaruh


Perang Dunia II

Indonesia telah berada di bawah kekuasaan Belanda dan pada


perkembangannya kekuasaan Belanda semakin menurun dengan masuknya
Jepang di Indonesia dikarenakan rakyat tidak diberikan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan militer dan rakyat dipaksa untuk ikut mempertahankan
kekuasaan Belanda di Indonesia. Keadaan ini membuat Indonesia berada pada
posisi yang sulit. Hal ini dikarenakan awal ruang gerak kemerdekaan semakin
terbatas. Pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang membuka peperangan kepada
Amerika Serikat dan Inggris secara mendadak, serta mengadakan serangan udara
ke Pearl Harbour di Hawaii. Kemudian Amerika Serikat dan Inggris menyatakan
perang kepada Jepang. Hal itu diikuti dengan pernyataan perang Hindia-Belanda
kepada Jepang. (Hardjosoediro, 1987: 24)
Adannya pernyataan perang dari Gubernur Jendral Tjarda van
Starkenborgh Stachouwer (pihak Belanda) kepada Jepang, namun pernyataan
perang ini tidak di dukung oleh rakyat dikarenakan Belanda selalu menunjukkan
sikap yang menentang pergerakan rakyat. Belanda selalu mengancam dan
mengandalkan bantuan Sekutu dari front ABDA (Amerika Serikat, British, Dutch,
Australia). ABDA dianggap tidak dapat menjadi perlindungan bagi pihak Belanda
untuk mempertahankan Pulau Jawa. Pihak Belanda semakin terdesak akibat
kedatangan Jepang.

Panglima kedatangan Jepang Letjen Hotc Imamura bergerak dengan


armada ekspedisi selatan pimpinan Laksdya Ozawa menuju Jawa dari Selat
Bangka. Beberapa kapal tenggalam dalam ekspedisi ini, tetapi hal ini tidak
berpengaruh bagi Jepang karena, ada kapal yang selamat dari serangan Sekutu.
Kapal tersebut adalah kapal Imamura yang dengan mudah mendarat di Pantai
Jawa (Banten) lalu dapat menguasahi Jakarta. Pihak Belanda semakin terdesak
dengan kedatangan Jepang. Awalnya Belanda (Gubernur Jendral Tjarda van
Starkenborgh Stachouwer) diundang Jepang untuk melakukan sebuah
perundingan. Hasil perundingan ini adalah Jepang memberikan pilihan kepada
Belanda terkait memilih perang atau menyerah tanpa syarat. Akan tetapi Jendral
Tjarda tidak memiliki hak untuk mengambil keputusan perang karena hak
tertingginya telah dicabut Sri Ratu Wilhelmina. Jepang terus melakukan desakan
dengan memberikan waktu 10 menit kepada Ter Poorten (Panglima AD Belanda)
untuk menentukan hasil keputusan. Jika tidak dalam waktu yang ditentukan maka,
Imamura akan mengirimkan bom untuk menghancurkan Bandung (Hardjosoediro,
1987:28).

Imamura meminta Ter Poorten untuk menemuinya di Kalijati pada jam 10


pagi tetapi, Ter Poorten meminta untuk mengundur jam pada 15.30 sore
dikarenakan jarak Kalijati – Bandung membutuhkan waktu sekitar 4 jam.
Imamura terus mengancam pihak Belanda sehingga pada tanggal 9 Maret 1942
jam 07.45 dan informasi tersebut berlanjut sampai jam 12 siang, Ter Poorten
mengumumkan melalui radio bahwa Belanda menyerah tanpa syarat kepada
Jepang. Usaha Ter Poorten dibuktikan pada kedatangannya di Kalijati 1 jam
sebelum waktu yang ditentukan untuk menyerahkan surat resmi penyerahan diri
kepada Imamura. Hal ini berarti riwayat penjajahan Belanda di Indonesia telah
berakhir. Bangsa Indonesia berada di situasi perang di bawah kekuasaan Jepang.
Bangsa Indonesia diserahkan oleh Belanda kepada balatentara Jepang. Hal ini
dapat dikatakan hubungan antara Indonesia dengan Belanda telah berakhir
sehingga Soekarno dan Hatta yang sebelumnya diasingkan oleh Belanda telah
bebas dan kembali ke Jakarta (Hardjosoediro, 1987:29).

Pengaruh Perang Dunia II terhadap Proses Kemerdekaan Indonesia (17


Agustus 1945)

Pemerintahan Belanda di Indonesia telah berakhir dan diambil alih oleh


Jepang. Pemimpin Pergerakan Nasional yang berada di pengasingan wilayah
Palembang mengadakan perundingan yang dihadiri oleh Ir. Soekarno, Dr. A.K.
Gani, Nutji A.R, A. Sumandi dari Gerindo (Gerakan Indonesia) yang berdiri pada
tahun 1937, dan Dr. M. Isa dari Partai Indonesia Raya (Parindra) yang berdiri
pada Desember 1935. Pemimpin pergerakan nasional tersebut membahas
mengenai langkah-langkah untuk menghadapi Jepang. Perundingan tersebut
menghasilkan beberapa hal sebagai berikut. (1) Kerjasama Indonesia dengan
Jepang sebagai dua negara yang sama, (2) melakukan gerakan bawah tanah, (3)
menjaga persatuan segenap pemimpin nasional. Rakyat Indonesia percaya akan
janji Jepang atas Kemerdekaan Indonesia. Pada awal pendudukannya Jepang
menunjukkan tindakan yang sangat baik terhadap Indonesia. Tindakan baik
Jepang tersebut ditunjukkan melalui kebijakan yang berpihak kepada Indonesia
diantarannya memperbolehkan Bendera Merah Putih untuk dikibarkan, penyiaran
lagu Indonesia Raya, penggunaan Bahasa Indonesia di kalangan rakyat Indonesia,
dan rakyat Indonesia yang terpelajar diperbolehkan untuk menduduki posisi di
pemerintahan (Isnaeni, 2008:27-29).

Pada perkembangan selanjutnya kebijakan Jepang terhadap Indonesia


berubah. Jepang berupaya untuk memobilisasi SDA dan SDM untuk keperluan
Perang Asia Timur Raya. Secara tidak langsung Indonesia telah dimanfaatkan
agar terlibat dalam kepentingan terselubung Jepang. Kebijakan-kebijakan yang
diterapkan dapat dilihat dari beberapa aspek. Pada aspek politik, Jepang melarang
semua rapat dan kegiatan politik di Indonesia dengan mengeluarkan UU No. 2
yaitu Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional (Isnaeni, 2008: 30).

Berdasarkan undang-undang yang dikeluarkan Jepang, secara praktis


organisasi nasional yang sedang giat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
harus dilumpuhkan. Salah satunya yaitu Parindra dan GAPI (Gabungan Politik
Indonesia). Pada pemerintahan militer Jepang melancarkan strateginya dengan
membentuk Gerakan Tiga A yaitu Jepang pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia,
dan Jepang pelindung Asia. Gerakan ini merupakan upaya untuk mengerahkan
tenaga rakyat Indonesia agar terlibat dalam Perang Asia Timur Raya. Berbagai
meyakini bahwa Jepang adalah bangsa Asia yang memiliki kelebihan. Pada
perkembangannya gerakan ini tidak mampu bertahan lama dikarenakan rakyat
Indonesia tidak sanggup dengan kekejaman militer Jepang (Isaneni, 2008; 31).

Jika ditinjau dari aspek ekonomi kegiatan ekonomi diarahkan untuk


kepentingan perang, maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah
digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Berbagai lahan
pertanian terbengkalai akibat kebijakan industri perang Jepang. Jepang
menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat, dengan sanksi pelanggaran
yang sangat berat. Contohnya pengawasan terhadap perkebunan teh, kopi, tebu,
dan sebagainya, untuk kebutuhan perang. Pada perkembangannya pemenuhan
kebutuhan pangan semakin bertambah berat, rakyat sangat menderita dengan
pakaian yang terbuat dari karung goni, sehingga dapat dikatakan tidak layak.
Tidak hanya aspek ekonomi namun aspek sosial dapat dirasakan manfaatnya oleh
rakyat Indonesia yaitu Tonarigami (RT), satu RT terdiri atas 10 – 12 kepala
keluarga. Pembentukan RT bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan
pengaturan kewajiban rakyat (Isnaeni, 2008: 37-40).

Dalam bidang kemiliteran, dampak yang diberikan oleh Jepang adalah


terbentuknya badan militer. Hal itu disebabkan karena kondisi Jepang yang
semakin terdesak dalam Perang Pasifik. Jepang semakin intensif dalam mendidik
pemuda-pemuda Indonesia dalam bidang militer. Seperti Seinendan, Okutai,
Keibodan, Heiho, dan PETA. Dengan adanya bentuk-bentuk pelatihan militer
Indonesia dapat memahami sisi positif dan negatif, secara tidak langsung
semangatnya dibentuk seperti kesatria Jepang (Isnaeni, 2008: 43-47).

Kekuasaan Jepang terus berkembang namun rakyat Indonesia masih


memiliki harapan untuk terus memperjuangkan kemerdekaannya. Sejak
permulaan zaman ini, Indonesia bergerak mengisi kemerdekaan dengan cara
menyiapkan alat-alat kelengkapan serta mulai melaksanakan pembangunan dalam
beberapa bidang (Kansil & Julianto, 1990:45). Pada tanggal 14 Agustus 1945,
Bung Karno dan Bung Hatta disertai dengan Dr. Radjiman Wedijodiningrat, baru
saja pulang dari Dalat untuk memenuhi panggilan Jenderal Terauchi, Panglima
Tertinggi Jepang di Asia Tenggara. Pembicaraan di Vietnam, Marsekal Terauchi
tidak menyinggung soal kekalahan Jepang kecuali menawarkan kemerdekaan
kepada Indonesia yang waktu pengumumannya diserahkan pada PPKI. Menurut
Sjahrir, pernyataan kemerdekaan jangan dilakukan oleh PPKI, karena sekutu akan
menganggap Indonesia adalah negara buatan Jepang. Sjahrir mengusulkan agar
pernyataan kemerdekaan disampaikan sendiri oleh Soekarno (Suganda, 2009:8).

Pada tanggal 15 Agustus 1945, Subadio Sastrosatomo, dan Subianto


datang ke rumah Hatta untuk mempertegas kemauan Sjahrir yang ingin
mempercepat proses kemerdekaan. Pada pukul 21.30 WIB, Hatta dijemput oleh
Soebarjo untuk pergi ke rumah Soekarno karena sekerumunan pemuda menekan
Soekarno agar segera mengumumkan kemerdekaan pada malam itu juga. Wikana
memperingatkan agar Soekarno segera mengemukakan kemerdekaan karena jika
tidak akan terjadi pertumpahan darah (Suganda, 2009:11).

Menurut Malik dalam (Suganda, 2009:68-72) pada tanggal 16 Agustus


1945 (Kamis Shubuh) setelah melaksanakan sahur, Bung Karno dan Bung Hatta
disertai Ibu Fatmawati dan Guntur Soekarnoputra (yang masih Bayi) dilarikan ke
luar kota dengan menggunakan dua kendaraan sedan. Setelah memasuki daerah
Cipinang (Jatinegara) rombongan dipindahkan ke kendaraan lain milik PETA.
Perjalanan terus berlanjut akan tetapi Soekarno tidak mengetahui tempat yang
akan dituju. Setibanya di Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta disertai
Ibu Fatmawati dan Guntur Soekarnoputra ditempatkan di rumah penduduk yaitu
petani Tionghoa yang bernama Djiau Kie Siong. Alasan ditempatkan di rumah
tersebut karena bangunan rumah ini lebih layak dibanding rumah penduduk
lainnya. Kepergian Bung Karno, Bung Hatta, dan Ibu Fatmawati disertai Guntur
Soekarnoputra ke Rengasdengklok hanya diketahui beberapa tokoh pemuda dan
anggota PETA di Daidan I Jakarta. Keadaan PETA semakin terdesak oleh Jepang
dikarenakan Jepang akan melucuti seluruh persenjataan, bensin, dan pakaian yang
dimiliki oleh PETA.

Kembalinya Bung Karno dan Bung Hatta dari Rengasdengklok,


rencanannya akan menyelenggarakan rapat PPKI yang terbengkalai pada pagi
harinnya namun situasi berubah akibat berita kekalahan Jepang setelah bom atom
dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki (Suganda, 2009:84). Peristiwa jatuhnya bom
atom di Hiroshima adalah salah satu tragedi kemanusiaan dalam sejarah untuk
pertama kalinnya dalam Perang Dunia II, bom atom digunakan dan rakyat
Hiroshima digunakan sebagai sasaran percobaan sekutu. Peristiwa ini
menimbulkan dampak yang luar biasa yaitu ratusan ribu orang meninggal dunia,
sisanya terluka seumur hidup, dan hanya enam orang yang bertahan (selamat).
Dampak peristiwa ini sangat besar hingga Pemerintah Jepang menyatakan
menyerah (Hersey, 2008:7).

Frederick dalam (Suganda, 2009:84) memaparkan kenyataan tersebut


menjadi sebuah titik balik situasi di Indonesia. Jepang sebelumnya berkuasa harus
mengakui kekalahannya dan harus menyerahkan kekuasaannya. Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Atas perintah Sekutu,
balatentara Jepang ditugaskan menjaga status quo dan tidak boleh ada perubahan
lagi. Sikap tersebut membuat adannya sikap ketegangan antar Bung Karno dan
Bung Hatta. Perumusan naskah proklamasi kemerdekaan pada malam itu sangat
mendesak dan waktunya singkat.

Pada kamis malam sekitar pukul 22.00 Bung Karno, Bung Hatta ditemani
Laksamana Tadashi Maeda menuju rumah Gunseikan Letjen Yamamoto Moichiro
untuk melakukan konfirmasi berita kekalahan Jepang atas sekutu. Akan tetapi
rombongan tersebut tidak bertemu dengan Letjen Yamamoto, melainkan bertemu
dengan Mayjen Nishimura Otoshi selaku wakil dari Letjen Yamamoto. Dalam
pertemuan tersebut Mayjen Nishimura membenarkan berita kekalahan Jepang, Ia
menyatakan tidak bisa membantu karena harus menjaga status quo Indonesia.
Kemudian rombongan meninggalkan pertemuan tersebut, namun sebelum
meninggalkan pertemuan itu Mayjen Nishimura melarang adanya rapat, kecualli
jika rapat tersebut diadakan di kediaman Laksamana Tadashi Maeda (Suganda,
2009: 85).

Pada situasi yang kritis, kemudian Laksamana Maeda merelakan rumah


kediamannya untuk dijadikan tempat pertemuan. Maeda memberikan kesempatan
untuk menggunakan ruangan lantai bawah rumahnya sebagai tempat pertemuan
anggota PPKI. Pertemuan itu, juga bertujuan untuk merumuskan naskah
proklamasi tanpa mengalami gangguan dari bala tentara Jepang. Atas bantuan
Maeda, perumusan naskah proklamasi berhasil diselesaikan, disetujui, dan diketik
(Suganda, 2009: 86).

Proklamasi kemerdekaan awalnya akan diselenggarakan di Lapangan


IKADA yang sekarang dijadikan Monumen Nasional (Monas). Akan tetapi
rencana tersebut telah diketahui oleh Jepang, sehingga Proklamasi kemerdekaan
dipindahkan ke kediaman Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta.
Bangsa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.28 waktu
Jawa atau 09.58 WIB dengan membacakan pidato oleh Bung Karno dan
pembacaan teks Proklamasi. Upacara bersejarah itu dihadiri oleh Bung Hatta serta
tokoh bangsa Indonesia lainnya (Suganda, 2009: 86-87).

Dampak Perang Dunia II secara tidak langsung saling berkaitan dengan


Hubungan Internasional antara Indonesia dengan Jepang. Hal ini dibuktikan
dengan peranan Bung Karno dalam Pergerakan Kemerdekaan. Akan tetapi, Jepang
memanfaatkan propagandanya kepada rakyat Indonesia, sehingga menumbuhkan
sikap antipati kepada Belanda yang kemudian dimanfaatkan untuk mengajak
rakyat turut aktif dalam Perang Asia Timur Raya. Perang Dunia II bukan
peperangan antar penduduk dunia akan tetapi, pengaruhnya dapat dirasakan oleh
seluruh dunia. Pasca PD II dan setelah Indonesia Merdeka segala pertempuran dan
pergolakan terus terjadi dalam kurun waktu yang panjang sehingga diperlukan
suatu usaha mewujudkan perdamaian dunia dengan cara membentuk Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau PBB. PBB merupakan suatu badan dunia yang bertujuan
untuk mengusahakan suatu perdamaian dunia dan wujud refleksi dari pengalaman
pahit pasca PD II (Dekker, 1990:39).

Simpulan

Indonesia telah berada di bawah kekuasaan Belanda dan pada


perkembangannya kekuasaan Belanda semakin menurun dengan masuknya
Jepang di Indonesia. Keadaan ini membuat Indonesia berada pada posisi yang
sulit. Hal ini dikarenakan awal ruang gerak kemerdekaan semakin terbatas.

Pengaruh Perang Dunia II dapat dirasakan oleh seluruh penduduk dunia


dan salah satunnya adalah Indonesia. Pengaruh PD II ini secara tidak langsung
telah melibatkan Indonesia atas pengaruh dari negara Jepang. Jepang telah
berhasil melakukan propagandannya di Indonesia. Awalnya kedatangan Jepang
memang baik, akan tetapi kebijakan yang dibuat Jepang seperti dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, dan militer dapat dikatakan terdapat sisi positif dan
negatif. Kekuasaan Jepang terus berkembang namun rakyat Indonesia masih
memiliki harapan untuk terus memperjuangkan kemerdekaannya. Proses
kemerdekaan yang panjang seperti perdebatan golongan tua dan golongan muda
serta kekalahan Jepang atas Sekutu tersebut akhirnya membuat Indonesia
Merdeka atas usaha bangsa sendiri atau tanpa bantuan Jepang.
Daftar Rujukan

Colley, Rupert. 2013. World War Two: History in an Hour. New York:

HarperCollins Publishers.

Dekker, Nyoman. 1980. Sejarah Revolusi Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

Hardjosoediro, Soejitno. 1987. Dari Proklamasi ke Perang Kemerdekaan. Jakarta:

Balai Pustaka.

Hersey, John. 2008. Hiroshima Ketika Bom Dijatuhkan. Jakarta: Komunitas

Bambu.

Isnaeni, Hendri F., Apid. 2008. Romusha (Sejarah yang Terlupakan).

Yogyakarta: Ombak.

Kansil, C.S.T., Julianto. 1990. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan

Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Ojong, P.K. 2005. Perang Eropa Jilid I. Jakarta: Kompas.

Suganda, Her. 2009. Rengasdengklok Revolusi dan Peristiwa16 Agustus 1945.

Jakarta: Kompas.

Sukarno. 2000. Indonesia vs Fasisme. Yogyakarta: Media Presindo.

Anda mungkin juga menyukai