Anda di halaman 1dari 37

KONSEP DASAR DAN ASUHAN

KEPERAWATAN POST OP BPH (BENIGNA


PROSTAT HIPERPLASIA)

PROGRAM STUDI
SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud benigna prostat hiperplasia?


2. Apa penyebab dari benigna prostat hiperplasia?
3. Bagaimana patofisiologi benigna prostat hiperplasia?
4. Apa saja manifestasi klinis yang muncul pada pasien benigna prostat
hiperplasia?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan?
6. Bagaiman penatalaksanaan pada pasien dengan benigna prostat hiperplasia?
C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran secara umum tentang Konsep Dasar dan Asuhan
keperawatan pada Benigna Prostat Hiperplasia.
2. Tujuan khusus

a. Mengetahui definisi BPH


b. Mengetahui etiologi BPH
c. Mengetahui patofisiologi BPH
d. Mengetahui manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan BPH
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan
f. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan BPH
g. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan BPH
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar


prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.
Sutomo, 1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 :
671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat,
kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine dapat mengakibatkan hidronefrosis dan
hidroureter. ( Brunner & Suddarth, 2000 )

B. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum


diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses
penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon
estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi
stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori sel stem


Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (
Roger Kirby, 1994 : 38 ).

C. Patofisiologi

BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai
perubahan mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia
30-40 tahun. Penyakit ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH ada keterkaitan dengan
adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan tumor,
penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi.
Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak
adanya keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada
produksi testosteron menurun dan estrogen meningkat. Penurunan
hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang dikonsumsi oleh
seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi
proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat
maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung
kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan
oramegantisme yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot
destruktor. Kompensasi otot-otot mengakibatkan spasme otot spincter
kompensasi otot-otot destruktor juga dapat menyebabkan penebalan
pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan mudah
menimbulkan infeksi.
Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine
sehingga tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang
seharusnya mengalir ke vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di
ginjal yang refluks kembali menyebabkan dilatasi ureter dan batu
ginjal, hal ini dapat menyebabkan pyclonefritis. Apabila telah terjadi
retensi urine dan hidronefritis maka dibutuhkan tindakan pembedahan
insisi. Pada umumnya penderita BPH akan menderita defisit cairan
akibat irigasi yang digunakan alat invasif sehingga pemenuhan
kebutuhan ADC bagi penderita juga dirasakan adanya penegangan
yang menimbulkan nyeri luka post operasi pembedahan dapat terjadi
infeksi dan peradangan yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla
tidak dilakukan perawatan dengan menggunakan teknik septik dan
aseptik.

D. Pathway

Perubahan Usia

Perubahan kesimbangan estrogen dan Progesteron

Testosteron menurun

Estrogen meningkat

Perubahan patologik anatomik

BPH
Retensi pada leher buli-buli dan prostat meningkat

Obstruksi saluran kemih yang bermuara di VU

Kompensasi otot detruktor Dekompensasi otot detruktor

Spasme otot sfinkter Penebalan dinding VU Retensi Urin

Nyeri suprapublik Kontraksi otot (refluks VU) Aliranurine ke ginjal

Gg. rasa nyaman nyeri Resiko infeksi Kesulitan berkemih

Insisi prostat Tekanan ureter ke ginjal

Kerusakan fungsi ginjal

Perdarahan Perubahan Eliminasi Resiko infeksi Resiko


Berkemih disfungsional seksual

Keseimbangan Peregangan
Cairan terganggu Spasme otot VU

Resiko kekurangan Nyeri(akut)


Volume cairan
(Mansjoer Arief, 2000, Long BC, 1996. Doengoes, 2000)
E. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut


sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan
tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada saat berkemih.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum
klien.
b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai
kewaspadaan adanya keganasan.
2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian :
a. Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.
b. Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
c. Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.
3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase
pada tulang.
b. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk
residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra pubik.
c. IVP (Pyelografi Intravena)
d. Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.
e. d) Pemeriksaan Panendoskop
f. Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

G. Penatalaksanaan

Modalitas terapi BPH adalah :

1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
2. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan,
sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal
dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll),
gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut.
b. Klien dengan residual urin  100 ml.
c. Klien dengan penyulit.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat  90 - 95 % )
b. Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c. Perianal Prostatectomy
d. Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi
Ultrasonik).

H. Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian
1. Sirkulasi
Tanda : peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala : penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan, keraguan-raguan
pada berkemih awal.
a. Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan
b. Ketidak mampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap;
dorongan dan frekuensi berkemih
c. Nokturia, disuria, hematuria
d. ISK berulang, riwayat batu (status urinaria)
e. Konstipasi
Tanda : massa: Padat di bawah abdomen (distensi kandung kemih) nyeri
tekan kandung kemih, hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan
peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan
kandung kemih.
3. Makanan/ cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
4. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada prostatisis
akut)
5. Keamanan
Gejala: demam
6. Seksualitas,
Gejala : masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksualitas.
Takut incontinensia/ menetap selama hubungan ejakulasi.
Tanda : Pembesaran, nyeri tekan prostat
7. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
Penggunaan antihipertensi atau antidepresan, antibiotik urinari atau agen biotik,
obat yang dijual bebas untuk flu/ alergi obat mengandung simpatometrik.
Pertimbangan : DRG menunjukkan merata selama dirawat di RS 2
hari.
Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dengan management terapi.
Contoh: kateter.

Diagnosa keperawatan

Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa

keperawatan. Menurut Doenges, (1999) dan Tucker, (1998) sebagai berikut :

Diagnosa pre operasi

1. Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan Obstruksi mekanik; pembesaran

prostat.

2. Nyeri akut berhubungan dengan Iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal;

infeksi urinaria; terapi radiasi.

3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstuksi

diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan: kemungkinan

prosedur bedah/malignansi.

5. Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan penggunaan kateter dan/atau retensi

urine.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi.

Diagnosa post operasi

1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan retensi urine.

2. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan reseksi pembedahan dan irigasi

kandung kemih.

3. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan adanya kateter dikandung kemih

dan insisi bedah.

4. Potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah

berlebihan.

5. Disfungsional seksual yang berhubungan dengan perubahan pola seksual.

6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang rutinitas

pascaoperasi.

Perencanaan

Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk

masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan

kriteria evaluasi sebagai berikut :

Diagnosa Pre operasi

1. Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan Obstruksi mekanik; pembesaran

prostat.

Tujuan : Berkemih dengan jumlah adekuat tanpa distensi kandung kemih.

Kriteria evaluasi :
a. Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih.

b. Menunjukkan residu pasca-berkemih kurang dari 50 ml, dengan tak adanya

tetesan/kelebihan aliran.

Intervensi :

a. Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

b. Tanyakan klien tentang inkontinensia stres.

c. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.

d. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.

e. Perkusi/palpasi area suprapubik

f. Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila

diindikasikan.

g. Awasi tanda vital dengan ketat.

h. Kolaborasi dengan pemberian obat Antiposmadik (menghilangkan spasme

kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter) sesuai indikasi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan Iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal;

infeksi urinaria; terapi radiasi.

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria evaluas :

a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.

b. Postur dan wajah rileks.

c. Mendemonstrasikan keterampilan relaksasi, modifikasi perilaku untuk

menghilangkan nyeri.

d. Mengekspresikan perasaan nyaman.

Intervensi :

a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi,intensitas ( skala (0-10 ), lamanya.

b. Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.


c. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.

d. Bantu klien dalam melakukan posisi nyaman dan ajarkan teknik relaksasi napas

dalam.

e. Kolaborasi dengan pemberian obat penghilang rasa nyeri sesuai indikasi.

3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstuksi

diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.

Tujuan : Kebutuhan volume cairan klien terpenuhi.

Kriteria evaluasi :

a. Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil.

b. Nadi perifer teraba.

c. Pengisian kapiler baik.

d. Membran mukosa lembab.

Intervensi :

a. Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan.

b. Dorong peningkatan pemasukan oral.

c. Awasi TD, nadi dengan sering.

d. Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi.

e. Awasi elektrolit, khususnya natrium.

f. Kolaborasi dengan pemberian cairan IV sesuai kebutuhan.

4. ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan: kemungkinan prosedur

bedah/malignansi.

Tujuan : klien menunjukkan ekspresi rileks

Kriteria evaluasi :

a. Klien tampak rileks dan mengatakan ansitas berkurang pada tingkat yang dapat

diatasi.

b. Mendemontrasikan keterampilan pemecahan masalah.


Intervensi :

a. Kaji tingkat ansietas klien.

b. Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.

c. Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi.

d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh

dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.

5. Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan penggunaan kateter dan/atau retensi

urine.

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria evaluasi :

a. Suhu dalam rentang normal.

b. Urine jernih, warna kuning, tanpa bau.

c. Tidak terjadi distensi kandung kemih.

Intervensi :

a. Periksa suhu tiap 4 jam.

b. Tuliskan karakter urne; laporkan bila keruh atau bau busuk.

c. Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem drainase gravitasi tertutup.

d. Gunakan teknik steril untuk kateterisasi intermiten selama perawatan di rumah

sakit.

e. Pantau abdomen atau kandung kemih terhadap distensi.

f. Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih.

g. Gunakan teknik cuci tangan yang baik.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : mengatakan pengertiannya tentang kondisi dan tindakan medis yang

dilakukan.
Kriteria evaluasi :

a. Klien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan tindakan.

b. Melakukan kembali perubahan gaya hidup.

Intervensi :

a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta pembatasan kegiatan seperti

menghindari mengemudikan kendaraan dalam periode waktu yang cukup lama.

b. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat,

dan menggunakan sepatu penyokong.

c. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya, seperti halnya beberapa

obat yang menyebabkan kantuk yang sangat berat ( analgetik, relaksan otot ).

d. Anjurkan menggunakan papan/matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar

dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.

e. Diskusikan mengenai kebutuhan diit.

f. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama. 7). Anjurkan untuk

melakukan kontrol medis secara teratur.

Diagnosa Post operasi

1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan retensi urine.

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria evaluasi : Nyeri berkurang atau hilang dan ekspresi wajah tampak rileks

Intervensi :

a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi,intensitas ( skala 0-10 ), lamanya dan faktor

pencetus.

b. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.

c. Bantu klien dalam melakukan posisi nyaman dan ajarkan teknik relaksasi napas

dalam.

d. Kolaborasi dengan pemberian obat penghilang rasa nyeri sesuai indikasi.


2. Perubahan eliminasi perkemihan . berhubungan dengan reseksi pembedahan dan

irigasi kandung kemih.

Tujuan : Berkemih tanpa aliran berlebihan.

Kriteria evaluasi : keteter berada pada posisi yang tetap dan tidak ada sumbatan.

Intervensi :

a. Kaji posisi kateter.

b. Kaji warna, karakter dan aliran urine serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2

jam.

c. Catat jumlah irigan dan haluaran urine.

d. Kaji kandung kemih terhadap retensi.

e. Kaji dengan sering lubang aliran keluar urine.

f. Masukkan larutan irigasi melalui lubang terkecil dari kateter.

3. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan adanya kateter dikandung

kemih dan insisi bedah.

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria evaluasi :

a. Suhu dalam rentang normal.

b. Urine jernih, warna kuning, tanpa bau.

c. Tidak terjadi distensi kandung kemih.

Intervensi :

a. Periksa suhu tiap 4 jam.

b. Tuliskan karakter urine; laporkan bila keruh atau bau busuk.

c. Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem drainase gravitasi tertutup.

d. Gunakan teknik steril untuk kateterisasi intermiten selama perawatan di rumah

sakit.

e. Pantau abdomen atau kandung kemih terhadap distensi.


f. Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih. 7). Gunakan teknik

cuci tangan yang baik.

4. Potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah

berlebihan.

Tujuan : Tidak ada tanda-tanda kemerahan, bengkak dan panas.

Kriteria evaluasi : TTV dalam batas normal, urine berwarna jernih, tidak ada

kemerahan, bengkak dan peningkatan suhu.

Intervensi :

a. Pantau tanda dan gejala hemorragi.

b. Pantau uretra dan suprapubis terhadap pendarahan yang berlebihan.

c. Pertahankan traksi pada kateter bila diprogramkan.

d. Pantau Hb dan Ht.

5. Disfungsional seksual yang berhubungan dengan perubahan pola seksual.

Tujuan : Klien dapat mengungkapkan perasaannya tentang seksualitas.

Kriteria evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaannya tentang seksualitas

Intervensi :

a. Berikan kesempatan untuk diskusi tentang seksualitas antara pasien dan orang

terdekat.

b. Beri informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.

c. Berikan informasi tentang konseling seksual.

6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang rutinitas

pascaoperasi.

Tujuan : Klien mengerti tentang rutinitas pascaoperasi.

Kriteria evaluasi : Klien mengerti tentang rutinitas pascaoperasi, gejala yang harus

dilaporkan kedokter dan perawatan dirumah, serta instruksi evaluasi dan dapat

mendemostrasikan ulang latihan perineum dan perawatan luka insisi.


Intervensi :

a. Instruksikan pada klien untuk menghindari duduk terlalu lama

b. Lakukan latihan perineal 10 sampai 20 menit tiap jam setelah kateter dilepas.

c. Pertahankan diet dan hindari konsumsi kopi, teh dan cola serta alkohol.

d. Hindari latihan yang membutuhkan kekuatan otot

e. Hindari aktivitas seksual selama 1 bulan.

f. Instruksikan klien untuk menghindari konstipasi.

g. Ajarkan cara perawatan dan mengganti balutan.


BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.B DENGAN POST OP PROSTATECTOMY


DI RUANG BERLIAN RSUD PASIRIAN

I. PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Klien
a. Nama : Tn. B
b. Umur : 54 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Status perkawinan : Kawin
e. Agama : Islam
f. Alamat : Desa Pasirian RT 06 RW 01 Kec. Pasirian
g. No.RM : 01.30.99
h. Diagnosa medik : Post Op Prostatectomy
i. Tanggal masuk : 2 Mei 2019
j. Tanggal pengkajian : 3 Mei 2019
2. Penanggung jawab
a. Nama : Ny. N
b. Umur : 50 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Alamat : Desa Pasirian RT 06 RW 01 Kec. Pasirian
f. Hubungan keluarga : Istri
B. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka operasi
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang dari Klinik bedah RSUD Pasirian pada tanggal 2 Mei 2019 untuk
menjalani operasi pada tanggal 2 Mei 2019. Operasi dilaksanakn pada 2 Mei
jam 14.00 -16.00. Setelah menjalani operasi klien langsung masuk ruang HCU
untuk observasi. Klien kembali ke ruang inap Berlian pada 3 Mei 2019. Pada
saat dikaji klien mengeluh nyeri pada luka operasi, sedikit pusing, dan batuk
berdahak
D. Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan baru kali ini di rawat d rumah sakit, klien mempunyai
riwayat hipertensi
E. Riwayat Kesehatan Keluarga dan Genogram
Dalam keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama dengan klien.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat kesadaran
a. Kualitas : Compos mentis
b. Kuantitas :
- Respon motorik :6
- Respon verbal :5
- Respon membuka mata :4
Jumlah : 15
2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 160/90 mmHg
b. Suhu : 36,5 0C
c. Nadi : 90 x/menit
d. Respirasi : 24 x/menit
G. Pemeriksaan Sistematis
1. Kepala
a. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, bola mata simetris.
b. Hidung : Tidak ada pembengkakan, penciuman baik
c. Telinga : Tidak ada serumen, tidak ada lesi, tidak ada
pembengkakan
d. Mulut : Warna bibir tidak cyanosis, bibir simetris, mukosa
bibir lembab
e. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid maupun getah
bening
2. Thorak dan fungsi pernapasan
a. Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
b. Palpasi : Tidak ad nyeri tekan
c. Perkusi : Terdengar bunyi resonance
d. Auskultasi : Suara napas vesikuler
3. Jantung
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, tidak terlihat denyutan nadi
pada dada
b. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c. Perkusi : Terdengar dullnes
d. Auskultasi : Bunyi jantung reguler
4. Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk datar, ada bekas luka operasi pada abdomen
bawah
b. Auskultasi : Bising usus ada 6x/menit
c. Perkusi : Terdengar bunyi timpani
d. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5. Kulit dan ekstremsitas
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tekstur lembab,
turgor kulit baik, ada jahitan luka operasi pada abdomen bagian bawah
b. Ekstremitas atas : Akral hangat, terpasang infus RL 20 tpm
c. Ekstremitas bawah : Terpasang DC, terpasang irigasi NaCl 0,9%
H. Pola Kebiasaan Sehari-hari (di rumah dan di rumah sakit)
1. Pola makan
a. Di rumah : Klien makan 3x/hari
b. Di RS : Klien makan 3x/hari, porsi makan habis
2. Pola istirahat dan tidur
a. Di rumah : Klien tidur 6-8 jam/hari
b. Di RS : Klien tidur 6-8 jam/hari, tidak ada gangguan pola tidur
3. Pola BAB dan BAK
a. Di rumah : Klien BAB 1x/hari, BAK 4-6 x/hari
b. Di RS : Saat dikaji klien sudah BAB 2x/hari, BAK (terpasang
DC)
I. Data psikologis
Emosi klien stabil, klien tampak tenang
J. Data spiritual
Klien beragama islam
K. Data sosial
Klien dan keluarga kooperatif dan bisa bersosialisasi dengan sekitar
L. Data penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 14,6 12,0 – 16,0 g/dl
Hematokrit 43 36 – 46%
Leukosit 11300 4000 – 10000/ul
Trombosit 289000 150000 – 450000/ul
Kimia
Elektrolit
Natrium 131 135 – 145 mEq/L
Kalium 3,8 3,5 – 5,3 mEq/L
Chlorida 115 95 – 106 mg/dl
Glukosa sewaktu 95 80 – 120 mg/dl

M. Program terapi
Ceftriaxon 1 x 2gr
Asam traneksamat 3 x 500 mg
Ranitidine 2 x 1 amp
Tramadol 3 x 1 amp
Metamizole 2 amp (drip)

II. ANALISA DATA

No Data Senjang Kemungkinan Penyebab Masalah


1 DS : klien mengatakan BPH Nyeri
nyeri pada luka operasi
DO : klien tampak
meringis kesakitan saat Dilakukan pembedahan
lukanya disentuh, skala 3
(0-5)
Terputusnya kontinuitas
jaringan

nyeri
2 DS : - Post prostatectomy Gangguan pola
DO : klien terpasang DC eliminasi urine

Anestesi

Relaksasi spingter uretra

Gangguan pola eliminasi


urine
3 DS : klien mengatakan Post prostatectomy Resiko infeksi
nyeri pada luka operasi
DO : tampak luka operasi
pada bagian abdomen Terputusnya kontinuitas
bawah, luka tampak jaringan
merah, klien tampak
menahan nyeri
Adanya luka operasi

Resiko infeksi

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan
2. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan proses pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi
IV. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Gangguan rasa nyama Tupan: nyeri hilang Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Perubahan TTV merupakan
berhubungan dengan Tupen: nyeri tindakan selama 1x24 indikator nyeri
terputusnya kontinuitas berkurang/terkontr jam diharapkan: nyeri
jaringan ol, klien tampak teratasi/terkontrol, 2. Kaji slaka nyeri nyeri ( 0-5) 2. Menginformasikan untuk
DS: klien mengatakan tenang klien tampak tenang membantu dalam menentukan
nyeri pada luka operasi - keefektifan intervensi
DO: klien tampak 3. Ajarkan teknik relaksasi napas 3. Dapat mengurangi nyeri
meringis kesakitan saat dalam
lukanya disentuh, skala 4. Berikan posisi nyaman 4. Meningkatkan relaksasi dan
3 (0-5) mengurangi nyeri
5. Kolaborasi pemberian 5. Dapat membantu
analgetik menghilangkan nyeri
2 Gangguan pola Tupan: pola Setelah dilakukan 1. Pantau intake output, 1. Dapat mengantisipasi
eliminasi urine eliminasi urin tindakan selama 2x24 pemasukan sekurang- penurunan haluaran urin
berhubungan dengan normal jam diharapkan: kurangnya 2500-3000ml/hr
proses pembedahan Tupen: haluaran haluaran urine normal.
DS: - urine normal, klien Klien merasakan
DO: klien terpasang DC merasakan rangsangan BAK 2. Lakukan perawatan kateter 2. Mencegah terjadinya infeksi
rangsangan BAK

3 Resiko infeksi Tupan: tidak terjadi Setelah dilakukan 1. Kaji luka terhadap tanda-tanda 1. Antisipasi dini adanya infeksi
berhubungan dengan infeksi tindakan selama 2x24 infeksi
adanya luka insisi Tupen: tidak ada jam diharapkan: 2. Lakukan perawatan luka 2. Mencegah terjadinya infeksi
DS: klien mengatakan tanda-tanda infeksi Tidak ada tanda-tanda dengan teknik aseptik
nyeri pada luka operasi (rubor, dolor, kalor, infeksi, nyeri teratasi 3. Kolaborasi pemberian 3. Mengurangi jumlah organisme
DO: tampak luka tumor, functio antibiotik
operasi pada abdomen laesa)
bawah
V. IMPLEMENTASI

Tanggal Jam No. DX Implementasi Evaluasi Paraf


3 Mei 2019 08.00 1. 1. Mengobservasi TTV S : klien mengatakan masih sakit pada
2. Mengkaji skala nyeri luka operasi
3. Memberikan posisi nyaman O: keadaan umum baik
4. Mengajarkan teknik relaksasi napas TD: 140/80 mmHg
dalam Suhu: 360C
5. Berkolaborasi pemberian analgetik RR: 22x/menit
Nadi: 80x/menit
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
08.30 2. 1. Memantau intake dan output S:-
2. Melakukan perawatan kateter O: Urine : 300 cc Intake :300 cc
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Pantau intake output
- Melakukan perawatan kateter
09.00 3. 1. Mengkaji luka terhadap tanda-tanda S: klien mengatakan nyeri pada luka
infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, dan sesudah operasi
functio laesa) O: tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor,
2. Melakukan perawatan luka dengan dolor, rubor, tumor, fungsi laesa),
teknik aseptik tampak luka post op
3. Berkolaborasi pemberian antibiotik A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervesi
- Lakukan perawatan luka
- Kolaborasi pemberian antibiotik
VI. CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal No. Dx Perkembangan Paraf


3 Mei 2019 1 S : Klien mengatakan sakit pada luka operasi
O : Keadaan umum baik, klien tampak meringis skala 3(0-5)
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I : - Mengkaji ulang skala nyeri
- Obs TTV
- Mengajarkan teknik napas dalam
- Berkolaborasi dalam pemberian analgetik
E: klien mengatakan masih sakit pada luka operasi
TD : 140/ 90 N : 78 x / menit
S : 36 ° C R: 20 x/ menit
2 S: Klien mengatakan belum rasa ingin berkemih
O: Klien masih terpasang DC
Urine : 300 cc Intake: 300 cc
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
I: - Memantau intake output
- Melakukan perawatan kateter
E : Klien masih terpasang DC
Urine : 250 cc
Intake : 300 cc

3 S: Klien mengaakan sakit pada luka operasinya


O: tampak luka post operasi tak ada tanda-tanda infeksi (kalor,
dolor, rubor, tumor, fungsi laesa)
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
I : - Mengkaji ulang luka terhadap tanda-tanda infeksi (kalor, dolor,
rubor, tumor, fungsi laesa)
- Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
- Berjolaborasi pemberian antibiotik
E : Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, functio
laesa) pada luka operasi.
4 Mei 2019 1 S: klien mengatakan masih sakit pada luka operasinya, skala 2 (0-5)
O: Klien tampak tenang
TD: 140/80 mmHg
N : 80 x/ menit
S : 35.600 C
R : 20 x/ menit
A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
I : -Obs TTV
- Kaji ulang skala nyeri
- Mengajarkan teknik napas dalam
- Erkolabirasi pemberian analgetik
E : Klien mengatakan ntyeri berkurang, skala 2 (0-5)
TD : 130/80 mmHg
N : 78 x/ menit
S : 36 0 C
R : 18 x/ menit
2 S : Klien mengatakan tidak ada rangsang ingin berkemih
O: klien masih terpasang DC, Urin: 250 cc intake: 200 cc
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutian intervensi
I : -Memantau intake output
-Melakuka perawatan kateter
E : Klien masih terpasang DC
Urine: 200 cc Intake: 200 cc
3 S: Klien mengatakan masih sakit pada luka operasi, skala nyeri 2 (0-
5)
O : Luka post operasi tampak baik, tidak ada tanda-tanda infeksi
(kalor, dolor, rubor, tumor, fungsi laesa)
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
I : -Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
-berkolaborasi pemberian antibiotik
E : Tak ada tanda-tand ainfeksi pada luka (kalor,dolor, rubor, tumor,
fungsi laesa)
Klien diizinkan pulang
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 1: Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : TIM

Anda mungkin juga menyukai