PROGRAM STUDI
SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran secara umum tentang Konsep Dasar dan Asuhan
keperawatan pada Benigna Prostat Hiperplasia.
2. Tujuan khusus
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai
perubahan mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia
30-40 tahun. Penyakit ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH ada keterkaitan dengan
adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan tumor,
penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi.
Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak
adanya keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada
produksi testosteron menurun dan estrogen meningkat. Penurunan
hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang dikonsumsi oleh
seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi
proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat
maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung
kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan
oramegantisme yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot
destruktor. Kompensasi otot-otot mengakibatkan spasme otot spincter
kompensasi otot-otot destruktor juga dapat menyebabkan penebalan
pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan mudah
menimbulkan infeksi.
Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine
sehingga tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang
seharusnya mengalir ke vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di
ginjal yang refluks kembali menyebabkan dilatasi ureter dan batu
ginjal, hal ini dapat menyebabkan pyclonefritis. Apabila telah terjadi
retensi urine dan hidronefritis maka dibutuhkan tindakan pembedahan
insisi. Pada umumnya penderita BPH akan menderita defisit cairan
akibat irigasi yang digunakan alat invasif sehingga pemenuhan
kebutuhan ADC bagi penderita juga dirasakan adanya penegangan
yang menimbulkan nyeri luka post operasi pembedahan dapat terjadi
infeksi dan peradangan yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla
tidak dilakukan perawatan dengan menggunakan teknik septik dan
aseptik.
D. Pathway
Perubahan Usia
Testosteron menurun
Estrogen meningkat
BPH
Retensi pada leher buli-buli dan prostat meningkat
Keseimbangan Peregangan
Cairan terganggu Spasme otot VU
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum
klien.
b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai
kewaspadaan adanya keganasan.
2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian :
a. Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif.
b. Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
c. Flow rate maksimal 10 ml / dtk = obstruktif.
3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase
pada tulang.
b. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk
residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra pubik.
c. IVP (Pyelografi Intravena)
d. Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis.
e. d) Pemeriksaan Panendoskop
f. Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.
G. Penatalaksanaan
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
2. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan,
sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal
dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll),
gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut.
b. Klien dengan residual urin 100 ml.
c. Klien dengan penyulit.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )
b. Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c. Perianal Prostatectomy
d. Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi
Ultrasonik).
Pengkajian
1. Sirkulasi
Tanda : peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala : penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan, keraguan-raguan
pada berkemih awal.
a. Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan
b. Ketidak mampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap;
dorongan dan frekuensi berkemih
c. Nokturia, disuria, hematuria
d. ISK berulang, riwayat batu (status urinaria)
e. Konstipasi
Tanda : massa: Padat di bawah abdomen (distensi kandung kemih) nyeri
tekan kandung kemih, hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan
peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan
kandung kemih.
3. Makanan/ cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
4. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada prostatisis
akut)
5. Keamanan
Gejala: demam
6. Seksualitas,
Gejala : masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksualitas.
Takut incontinensia/ menetap selama hubungan ejakulasi.
Tanda : Pembesaran, nyeri tekan prostat
7. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
Penggunaan antihipertensi atau antidepresan, antibiotik urinari atau agen biotik,
obat yang dijual bebas untuk flu/ alergi obat mengandung simpatometrik.
Pertimbangan : DRG menunjukkan merata selama dirawat di RS 2
hari.
Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dengan management terapi.
Contoh: kateter.
Diagnosa keperawatan
Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa
prostat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan Iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal;
3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstuksi
diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan: kemungkinan
prosedur bedah/malignansi.
urine.
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan retensi urine.
kandung kemih.
3. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan adanya kateter dikandung kemih
berlebihan.
pascaoperasi.
Perencanaan
masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan
prostat.
Kriteria evaluasi :
a. Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih.
tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
a. Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
f. Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila
diindikasikan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan Iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal;
Kriteria evaluas :
menghilangkan nyeri.
Intervensi :
d. Bantu klien dalam melakukan posisi nyaman dan ajarkan teknik relaksasi napas
dalam.
3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstuksi
diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
bedah/malignansi.
Kriteria evaluasi :
a. Klien tampak rileks dan mengatakan ansitas berkurang pada tingkat yang dapat
diatasi.
d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh
urine.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
sakit.
dilakukan.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta pembatasan kegiatan seperti
obat yang menyebabkan kantuk yang sangat berat ( analgetik, relaksan otot ).
d. Anjurkan menggunakan papan/matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar
dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
f. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama. 7). Anjurkan untuk
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan retensi urine.
Kriteria evaluasi : Nyeri berkurang atau hilang dan ekspresi wajah tampak rileks
Intervensi :
pencetus.
c. Bantu klien dalam melakukan posisi nyaman dan ajarkan teknik relaksasi napas
dalam.
Kriteria evaluasi : keteter berada pada posisi yang tetap dan tidak ada sumbatan.
Intervensi :
b. Kaji warna, karakter dan aliran urine serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2
jam.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
sakit.
berlebihan.
Kriteria evaluasi : TTV dalam batas normal, urine berwarna jernih, tidak ada
Intervensi :
Intervensi :
a. Berikan kesempatan untuk diskusi tentang seksualitas antara pasien dan orang
terdekat.
pascaoperasi.
Kriteria evaluasi : Klien mengerti tentang rutinitas pascaoperasi, gejala yang harus
dilaporkan kedokter dan perawatan dirumah, serta instruksi evaluasi dan dapat
b. Lakukan latihan perineal 10 sampai 20 menit tiap jam setelah kateter dilepas.
c. Pertahankan diet dan hindari konsumsi kopi, teh dan cola serta alkohol.
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Klien
a. Nama : Tn. B
b. Umur : 54 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Status perkawinan : Kawin
e. Agama : Islam
f. Alamat : Desa Pasirian RT 06 RW 01 Kec. Pasirian
g. No.RM : 01.30.99
h. Diagnosa medik : Post Op Prostatectomy
i. Tanggal masuk : 2 Mei 2019
j. Tanggal pengkajian : 3 Mei 2019
2. Penanggung jawab
a. Nama : Ny. N
b. Umur : 50 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Alamat : Desa Pasirian RT 06 RW 01 Kec. Pasirian
f. Hubungan keluarga : Istri
B. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka operasi
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang dari Klinik bedah RSUD Pasirian pada tanggal 2 Mei 2019 untuk
menjalani operasi pada tanggal 2 Mei 2019. Operasi dilaksanakn pada 2 Mei
jam 14.00 -16.00. Setelah menjalani operasi klien langsung masuk ruang HCU
untuk observasi. Klien kembali ke ruang inap Berlian pada 3 Mei 2019. Pada
saat dikaji klien mengeluh nyeri pada luka operasi, sedikit pusing, dan batuk
berdahak
D. Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan baru kali ini di rawat d rumah sakit, klien mempunyai
riwayat hipertensi
E. Riwayat Kesehatan Keluarga dan Genogram
Dalam keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama dengan klien.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat kesadaran
a. Kualitas : Compos mentis
b. Kuantitas :
- Respon motorik :6
- Respon verbal :5
- Respon membuka mata :4
Jumlah : 15
2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 160/90 mmHg
b. Suhu : 36,5 0C
c. Nadi : 90 x/menit
d. Respirasi : 24 x/menit
G. Pemeriksaan Sistematis
1. Kepala
a. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, bola mata simetris.
b. Hidung : Tidak ada pembengkakan, penciuman baik
c. Telinga : Tidak ada serumen, tidak ada lesi, tidak ada
pembengkakan
d. Mulut : Warna bibir tidak cyanosis, bibir simetris, mukosa
bibir lembab
e. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid maupun getah
bening
2. Thorak dan fungsi pernapasan
a. Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
b. Palpasi : Tidak ad nyeri tekan
c. Perkusi : Terdengar bunyi resonance
d. Auskultasi : Suara napas vesikuler
3. Jantung
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, tidak terlihat denyutan nadi
pada dada
b. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c. Perkusi : Terdengar dullnes
d. Auskultasi : Bunyi jantung reguler
4. Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk datar, ada bekas luka operasi pada abdomen
bawah
b. Auskultasi : Bising usus ada 6x/menit
c. Perkusi : Terdengar bunyi timpani
d. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5. Kulit dan ekstremsitas
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tekstur lembab,
turgor kulit baik, ada jahitan luka operasi pada abdomen bagian bawah
b. Ekstremitas atas : Akral hangat, terpasang infus RL 20 tpm
c. Ekstremitas bawah : Terpasang DC, terpasang irigasi NaCl 0,9%
H. Pola Kebiasaan Sehari-hari (di rumah dan di rumah sakit)
1. Pola makan
a. Di rumah : Klien makan 3x/hari
b. Di RS : Klien makan 3x/hari, porsi makan habis
2. Pola istirahat dan tidur
a. Di rumah : Klien tidur 6-8 jam/hari
b. Di RS : Klien tidur 6-8 jam/hari, tidak ada gangguan pola tidur
3. Pola BAB dan BAK
a. Di rumah : Klien BAB 1x/hari, BAK 4-6 x/hari
b. Di RS : Saat dikaji klien sudah BAB 2x/hari, BAK (terpasang
DC)
I. Data psikologis
Emosi klien stabil, klien tampak tenang
J. Data spiritual
Klien beragama islam
K. Data sosial
Klien dan keluarga kooperatif dan bisa bersosialisasi dengan sekitar
L. Data penunjang
M. Program terapi
Ceftriaxon 1 x 2gr
Asam traneksamat 3 x 500 mg
Ranitidine 2 x 1 amp
Tramadol 3 x 1 amp
Metamizole 2 amp (drip)
nyeri
2 DS : - Post prostatectomy Gangguan pola
DO : klien terpasang DC eliminasi urine
Anestesi
Resiko infeksi
1 Gangguan rasa nyama Tupan: nyeri hilang Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Perubahan TTV merupakan
berhubungan dengan Tupen: nyeri tindakan selama 1x24 indikator nyeri
terputusnya kontinuitas berkurang/terkontr jam diharapkan: nyeri
jaringan ol, klien tampak teratasi/terkontrol, 2. Kaji slaka nyeri nyeri ( 0-5) 2. Menginformasikan untuk
DS: klien mengatakan tenang klien tampak tenang membantu dalam menentukan
nyeri pada luka operasi - keefektifan intervensi
DO: klien tampak 3. Ajarkan teknik relaksasi napas 3. Dapat mengurangi nyeri
meringis kesakitan saat dalam
lukanya disentuh, skala 4. Berikan posisi nyaman 4. Meningkatkan relaksasi dan
3 (0-5) mengurangi nyeri
5. Kolaborasi pemberian 5. Dapat membantu
analgetik menghilangkan nyeri
2 Gangguan pola Tupan: pola Setelah dilakukan 1. Pantau intake output, 1. Dapat mengantisipasi
eliminasi urine eliminasi urin tindakan selama 2x24 pemasukan sekurang- penurunan haluaran urin
berhubungan dengan normal jam diharapkan: kurangnya 2500-3000ml/hr
proses pembedahan Tupen: haluaran haluaran urine normal.
DS: - urine normal, klien Klien merasakan
DO: klien terpasang DC merasakan rangsangan BAK 2. Lakukan perawatan kateter 2. Mencegah terjadinya infeksi
rangsangan BAK
3 Resiko infeksi Tupan: tidak terjadi Setelah dilakukan 1. Kaji luka terhadap tanda-tanda 1. Antisipasi dini adanya infeksi
berhubungan dengan infeksi tindakan selama 2x24 infeksi
adanya luka insisi Tupen: tidak ada jam diharapkan: 2. Lakukan perawatan luka 2. Mencegah terjadinya infeksi
DS: klien mengatakan tanda-tanda infeksi Tidak ada tanda-tanda dengan teknik aseptik
nyeri pada luka operasi (rubor, dolor, kalor, infeksi, nyeri teratasi 3. Kolaborasi pemberian 3. Mengurangi jumlah organisme
DO: tampak luka tumor, functio antibiotik
operasi pada abdomen laesa)
bawah
V. IMPLEMENTASI
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 1: Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : TIM