Anda di halaman 1dari 8

Lex Crimen Vol. VII/No.

8/Okt/2018

KEBIJAKAN DAN STRATEGI FUNGSI RESERSE dikatakan oleh Lawrence M. Friedman, bahwa:
KRIMINAL POLRI DALAM MENINGKATKAN “Legal sistim, first of all, have structure. They
KEMAMPUAN, DALAM MELAKUKAN have form, patterns, and persistent style.
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN MENURUT Structure is the body, the frame work, the long-
1
UU NO. 2 TAHUN 2002 lasting shape of the sistm: the way courts or
2
Oleh: Marianus Glenn Mandagi police departments are organized, the lines of
3
jurisdicton, the table of organizaton”.
ABSTRAK Dengan demikian efektifitas operasional dari
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk struktur atau lembaga hukum sangat
mengetahui bagaimana kemandirian Polri ditentukan oleh kedudukannya dalam
4
selaku penyidik tindak pidana dalam sistim organisasi negara. Menurut Richard M. Steers,
peradilan pidana dan bagaimana kebijakan dan faktor penyumbang efektivitas organisasi salah
strategi fungsi reserse kriminal Polri dalam satunya adalah Karakteristik organisasi yang
mewujudkan penyidik yang professional. meliputi struktur dan teknologi. Struktur
Dengan mernggunakan metode penelitian dimaknai sebagai cara menyusun orang-orang
yuridis normatif disimpulkan: 1. Kepolisian untuk menciptakan sebuah organisasi, yang
negara Republik Indonesia adalah salah satu mencakup luasnya desentralisasi pengendalian,
alat negara dan pemerintahan sekalipun jumlah spesialisasi pekerjaan, formalisasi,
sebagai alat penegak hukum yang merupakan rentang kendali, besarnya organisasi dan
bagian dari sistim peradilan pidana di besarnya unit kerja, sedangkan teknologi
Indonesia, hal ini diatur dalam Pasal 30 ayat (4) meliputi operasi, bahan dan pengetahuan.
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 6 Ketetapan Kepolisian merupakan lembaga hukum dan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik hidup dalam komunitas manusia yang lebih
Indonesia No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI besar yang dapat membentuk segala sesuatu
5
dan Polri, antara lain: Polri merupakan alat yang dilakukan organisasi, maka peletakan
negara yang berperan memelihara keamanan lembaga kepolisian dalam suatu organisasi
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, negara menjadi lebih penting, karena akan
mengayomi masyarakat. Dalam menjalankan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan
perannya, Polri wajib memiliki keahlian dan tanggungjawab yang dibebankan serta kinerja
keterampilan secara profesional. 2. Penyidik (performance) lembaga kepolisian. Karena itu
profesional dan mandiri adalah polisi yang ketidaktepatan dalam memposisikan lembaga
mengemban pekerjaan yang khusus dicapai kepolisian dalam ketatanegaraan akan
melalui pendidikan dan latihan khusus, menciptakan problematika bagi lembaga
didasarkan pada pengetahuan teoretis dan kepolisian tersebut dalam menjalankan tugas
mampu menerapkan dan mendapat pengakuan dan wewenangnya sebagai kepolisian negara.
dari masyarakat. Di dalam hubungan ini Rusadi Kantaprawira
Kata kunci: Fungsi reserse kriminal, berpendapat, bahwa kesahan (legality) dan
penyelidikan dan penyidikan. keabsahan (legitimacy) organisasi polisi
ditentukan oleh di mana polisi didudukkan,
PENDAHULUAN sehingga diperoleh kondisi optimal yang
A. Latar Belakang mandiri, profesional, efisien, efektif dan cukup
Kepolisian merupakan salah satu lembaga modern di dalam kondisi masyarakat yang
pemerintah yang memiliki peranan penting
dalam negara hukum. Di dalam negara hukum
kehidupan hukum sangat ditentukan oleh
faktor struktur atau lembaga hukum, disamping
faktor-faktor lain, seperti faktor substansi 3
Lawrence M. Friedman, Law and Society An Introduction,
hukum dan faktor kultur hukum, sebagaimana Prentice-Hall, Inc., Englewood Clifs, New Jersey, 1977, p.
6.
4
Richard M. Steers, Efektvitas Organisasi, Erlangga,
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing: Rudy Regah, SH, MH; Jakarta, 1985, hlm. 9.
5
Elko L. Mamesah, SH, MH David H. Bayley, The Nation and The Police, disunting
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. oleh Mochtar Lubis “Bangsa dan Polisi” dalam Citra Polisi,
110711491 Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 49.

165
1651
6
mudah berubah. Lebih tegas lagi dikatakan menempatkan lembaga kepolisian pada posisi
oleh Koesparmono Irsan, bahwa di dalam yang mandiri dalam menjalankan fungsinya.
mewujudkan profesionalisme Kepolisian
Republik Indonesia masalah utama yang B. Rumusan Masalah
dihadapi adalah diperlukannya suatu inovasi 1. Bagaimana kemandirian Polri selaku
kelembagaan, sebab struktur suatu organisasi penyidik tindak pidana dalam sistim
akan menentukan bentuk manajemen dalam peradilan pidana?
mencapai tujuan organisasi yang 2. Bagaimana kebijakan dan strategi fungsi
7
bersangkutan. Pendapat-pendapat tersebut reserse kriminal Polri dalam mewujudkan
mengandung arti, bahwa kedudukan kepolisian penyidik yang profesional?
menjadi suatu isu yang harus mendapatkan
perhatian untuk mengembangkan lembaga C. Metode Penelitian
kepolisian selaras dengan fungsinya. Dalam penulisan skripsi ini penulis
Sebagai tindak lanjut rumusan Pasal 30 ayat menggunakan penelitian hukum normatif.
(4) UUD 1945 dimaksud, disahkan Undang- Penelitian hukum normatif ini merupakan suatu
undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, di penelitian yang menekankan pada sifat hukum
mana kedudukan Polri berada di bawah sebagai seperangkat norma yang dikenal juga
Presiden dan dipimpin oleh Kapolri yang dalam dengan nama penelitian kepustakaan (library
pelaksanaan tugasnya bertanggungjawab research).
kepada Presiden sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan (vide: Pasal 8 ayat (1) dan PEMBAHASAN
8
ayat (2) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri). A. Kemandirian Polri Selaku Penyidik Tindak
Susunan organisasi dan tata cara kerja Polri Pidana Dalam Sistim Peradilan Pidana
disesuaikan dengan kepentingan pelaksanaan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
tugas dan wewenangnya yang diatur lebih adalah salah satu alat negara dan
lanjut dengan Keputusan Presiden (vide: Pasal 7 pemerintahan serta sekaligus sebagai alat
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri). penegak hukum yang merupakan bagian dari
Di lihat dari sejarah hukum perkembangan sistem peradilan pidana di Indonesia. Eksistensi
kepolisian sejak masa revolusi hingga reformasi Polri ini, diatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD
tersebut kepolisian telah berkali-kali mengalami 1945, yang menyatakan bahwa Polri sebagai
perubahan kedudukan dan fungsi. Perubahan alat negara yang menjaga keamanan dan
yang terjadi didasarkan pada kepentingan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
penguasa dan belum mendasarkan pada mengayomi, melayani masyarakat, serta
konsep dimana seharusnya kedudukan lembaga menegakkan hukum. Selanjutnya, peran Polri
kepolisian ditempatkan agar mampu tersebut berdasarkan Pasal 6 Ketetapan Majelis
melaksanakan fungsinya secara proporsional Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
dan profesional. Keluarnya Ketetapan MPR RI (MPR RI) Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran
No. VI/MPR/2000, Ketetapan MPR RI No. Tentara Nasional Indonesia dan Peran Polri,
9
V13/MPR/2000, Keputusan Presiden No. 89 menyatakan:
Tahun 2000, Perubahan UUD 1945 dan (1) Polri merupakan alat negara yang berperan
disahkannya Undang-undang No. 2 Tahun 2002 dalam memelihara keamanan dan
tentang Polri serta keluarnya Keputusan ketertiban masyarakat, menegakkan
Presiden No. 70 Tahun 2002 sebagai suatu hukum, memberikan pengayoman dan
indikasi, bahwa telah ada upaya untuk pelayanan kepada masyarakat.
(2) Dalam menjalankan perannya, Polri wajib
6 memiliki keahlian dan keterampilan secara
Rusadi Kantaprawira, Makalah dalam Lokakarya
Profesionalisme dan Kemandirian Polri, Bandung, tanggal
profesional.
3-4 Agustus 1998 Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000,
7
Koesparmono Irsan, dalam Eko Prasetyo dkk, Polisi merupakan tonggak sejarah eksistensi Polri
Masyarakat dan Negara, Bigraf Publishing, Yogyakarta,
1995, hlm. 4. 9
8
Lihat Penjelasan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 8 Lihat Penjelasan Pasal 6 Ketetapan MPR No.
ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia
tentang Kepolisian Republik Indonesia. dan Peran Polri.
untuk menuju Polri profesional dan mandiri sebagai penyelidik dan penyidik tindak pidana
melaksanakan tugas selaku pemelihara menurut hukum acara pidana, dipastikan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak bahwa pelaksanaan tugas demikian tidaklah
hukum, pelindung, pengayom dan pelayan mudah untuk dilakukan. Banyak kendala dan
masyarakat. hambatan yang dihadapi Penyidik Polri ketika
Untuk lebih memantapkan peran Polri dan melaksanakan tugasnya di lapangan.
sebagai pelaksanaan amanat UUD 1945 serta
perubahan paradigma dalam sistem B. Kebijakan dan Strategi Fungsi Reserse
ketatanegaraan Republik Indonesia, maka Kriminal Polri Dalam Mewujudkan Penyidik
pemerintah mengeluarkan Undang-undang Yang Profesional
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Salah satu sorotan masyarakat pada tugas
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri adalah tentang pengungkapan kejahatan
(UU Polri). UU Polri tersebut, mempertegas yang dilakukan oleh penyidik-penyidik dari
pelaksanaan tugas Polri selaku alat negara yang reserse kriminal mulai dari tingkat Mabes Polri
berperan memelihara keamanan dan sampai dengan tingkat Polsek di kewilayahan.
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, Hal ini sesuai dengan tugas dan wewenang
serta memberikan perlindungan, pengayoman, penanganan pidana yang merupakan
dan pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan dari peran Kepolisian di bidang
rangka terpeliharanya keamanan dalam penyidikan yang diemban oleh satuan fungsi
10
negeri. reserse. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 UU No. 2
Polri sebagai alat penegak hukum, maka Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI,
sesuai dengan sistem peradilan pidana di bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik
12
Indonesia yang dikenal dengan sebutan Indonesia, adalah:
“criminal justice sistim”, Polri merupakan sub a. memelihara keamanan dan ketertiban
sistem peradilan pidana yaitu selaku penyelidik masyarakat;
dan penyidik tindak pidana. Polri selaku b. menegakkan hukum; dan
penyelidik dan penyidik tindak pidana, c. memberikan perlindungan, pengayoman,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. dan pelayanan kepada masyarakat.
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Sedangkan dalam Pasal 14 UU No. 2 Tahun
(KUHAP) dan UU Polri, memiliki wewenang 2002 tentang Kepolisian huruf g dikatakan
untuk melaksanakan proses penegakan hukum bahwa dalam melaksanakan tugas pokok,
sesuai dengan hukum acara pidana. Dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
mengemban tugas dan wewenang sebagai alat Kepolisian Negara RI bertugas untuk melakukan
penegak hukum, maka cakupan tugas penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
kepolisian menjadi cukup luas dan kompleks, tindak pidana sesuai dengan hukum acara
karena hampir dipastikan bahwa Polri pidana dan peraturan perundang-undangan
berwenang melakukan penyelidikan dan lainnya.
penyidikan terhadap semua tindak pidana Kapasitas hukum dalam hal penyidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengarah pada dua hal. Pertama, daya
11
yang berlaku. tampung hukum untuk mengatur berbagai
Pelaksanaan tugas pokok Polri untuk perilaku manusia, sekaligus mengatur
menegakkan hukum sesuai dengan UU Polri pemberian sanksi dan/atau ganjaran melalui
sebagaimana disebutkan di atas, menyatakan mekanisme yang diakui secara hukum dan
bahwa Polri bertugas melakukan penyelidikan dapat dijalankan oleh lembaga-lembaga
dan penyidikan terhadap semua tindak pidana hukum. Kedua, kemampuan aparat penegak
sesuai dengan hukum acara pidana dan hukum sendiri dalam memanfaatkan berbagai
peraturan perundang-undangan lainnya. aturan dan kewenangan yang ada guna
Dengan begitu luasnya cakupan tugas Polri mengatur berbagai perilaku manusia.
Pembahasan permasalahan akan difokuskan
10
Lihat Penjelasan Pasal 6 Ketetapan MPR No.
pada hal kedua, yaitu mengenai aparat penegak
VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia
12
dan Peran Polri Lihat Penjelasan Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun
11
Ibid. 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
hukum yang dalam hal ini dipersempit menjadi Penyidikan yang dilakukan oleh Polri sesuai
penyidik. dengan UU Polri dan KUHAP merupakan
Kaitannya dengan kapasitas hukum wewenang pejabat Polri yang diberi wewenang
tersebut, maka ditinjau dari hal non hukum itu oleh undang-undang untuk melakukan
sendiri, ada faktor yang dapat menjadi pemicu penyidikan. Sedangkan penyidikan sendiri
terjadinya pelanggaran dalam penyidikan, mempunyai defnisi sebagai sebuah
seperti minimnya gaji penyidik selaku serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
pemegang kuasa hukum yang mempunyai menurut cara yang diatur dalam undang-
kemampuan untuk berbuat menyimpang bila undang untuk mencari serta mengumpulkan
tidak mempunyai integritas yang tinggi bukti yang dengan bukti itu membuat terang
terhadap jati dirinya selaku penyidik Polri yang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
bermoral. Hal ini kemudian akan mengarah menemukan tersangkanya.
pada korupsi di tubuh Polri. Mungkin pada Lebih luas disampaikan bahwa penyidikan
awalnya hanya sebatas pemenuhan kebutuhan adalah pengejawantahan dari tindakan-
dasar Polri untuk melakukan penyidikan, tindakan kepolisian yang terdiri atas:
14

namun ketika penyalahgunaan wewenang ini a. Penyelidikan


dilakukan secara berkesinambungan, maka b. Penyidikan
tidak menutup kemungkinan, memperkaya din c. Pemanggilan terhadap tersangka dan saksi
sendiri ataupun kelompoknya menjadi tujuan d. Penahanan
dilakukannya penyalahgunaan wewenang. Di e. Penggeledahan.
sisi lain penyebab penyimpangan juga f. Penyitaan
disebabkan oleh beragam intervensi yang g. Hubungan antara penyidik dan jaksa
masih sering terjadi di lingkungan penyidik penuntut umum
13
dalam melakukan penyidikan. Pada dasarnya penyidikan yang dilakukan
Kaitannya dengan hal tersebut, Polri telah oleh penyidik Polri masih menyisakan beberapa
melakukan pengawasan penyidikan terhadap permasalahan. Hal ini terkait dengan
penyidik yang melakukan penyidikan. Namun ketidakprofesionalan Polri dalam melakukan
demikian, pengawasan masih terkesan sebagai penyidikan, bahkan mungkin karena terlalu
kondisi formalitas sebagai sebuah rutinitas “profesional”, maka kasus kejahatan yang
keharusan, agar tidak dipersalahkan bila ada ditangani menjadi tidak sesuai dengan yang
pengawasan pemeriksaan dari Itwasum Polri. Di diharapkan. Beberapa kasus yang ada
sisi lain pengawasan yang dilakukan, belum sepertinya tidak pernah terselesaikan dengan
memiliki aturan jelas yang sudah disahkan. baik. Katakanlah beberapa kasus yang
Naskah sementara pedoman pengawasan mempunyai potensi untuk “diuangkan” atau
penyidikan memang sudah dijadikan patokan terhenti karena adanya intervensi dari orang-
bagi pengawas penyidik dalam melakukan orang tertentu yang memiliki kepentingan
tugasnya, namun hal ini tentunya tidak dapat terhadap kasus kejahatan yang sedang
dijadikan acuan yang berdasar pada hukum ditangani oleh penyidik.
positif ketika Kapolri belum mensahkannya Salah satu contohnya, ada yang kasus
dalam aturan perundangan yang berlaku. dihentikan dengan tidak sempurna dengan
Beberapa penyidik yang “pintar” yang selalu alasan penangguhan. Ada kalanya kasus yang
melakukan pelanggaran tentu tidak terlalu mempunyai “kepentingan tertentu”, untuk
mengkhawatirkan mengenai pengawasan memuaskan pihak yang berkepentingan maka
penyidikan terhadap dirinya, karena belum kasus kejahatan tersebut ditangguhkan oleh
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. oknum penyidik dengan intrik-intrik imbalan
Bahkan bila ketentuan dalam naskah sementara tertentu. Walaupun dalam KUHAP disebutkan
dipaksakan diberlakukan, maka pihak yang bahwa penangguhan dapat dilaksanakan
melakukan hal ini dapat gugat melalui dengan atau tanpa jaminan, namun karena niat
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
14
Krisno Siregar, Optimalisasi Fungsi Reserse Untuk
13
Mewujudkan Penyidik Yang Profesional, Makalah
Momo Kelana, Hukum Kepolisian Suatu Studi Historis disampaikan pada Focus Group Discussion, Tgl. 21
Komperatif, PTIK, Jakarta, 1972, hlm. 11. Oktober 2014 di Quality Hotel, hlm. 4.
penangguhannya tidak murni karena (3) Setiap penangguhan penahanan wajib
penangguhan itu sendiri, maka dapat dikatakan dilaporkan kepada atasan pejabat yang
penyidik disini telah melakukan berwenang menangguhkan penahanan.
penyalahgunaan wewenang untuk (4) Pejabat yang berwenang menandatangani
menangguhkan tanpa alasan yang dapat Surat perintah penangguhan Penahanan
dipertanggungjawabkan. Di sisi lain, serendah-rendahnya:
penangguhan yang berpotensi korupsi pada a. Direktur reserse/Kadensus/Kadensus
tataran pejabat penyidik kepolisian ini, pada Bareskrim Polri dan melaporkan
terkadang tidak mampu untuk melanjutkan pada kabareskrim Polri.
kasusnya karena tersangka yang dtangguhkan b. Direktur reserse/Kadensus/Kadensus
telah memberikan “jaminan”, sehingga di tingkat polda dan melaporkan
seringkali kasus-kasus seperti ini “di-peti es- kepada Kapolda.
kan”. Terkait dengan pencabutan c. Kepala satuan/bagian reserse di
penangguhan, hal ini sangat jarang dilakukan, tingkat Polwil dan melaporkan kepada
karena seperti yang telah disampaikan, bahwa Kapolwil.
penangguhan yang dilakukan sangat sulit dinilai d. Kepala satuan reserse di tingkat polres
sebagai murni penangguhan. Penangguhan dan melaporkan kepada Kapolres.
sedianya memang diatur dalam, Undang- e. Kepala kewilayahan setingkat Polsek
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan melaporkan kepada Kapolres.
15
dalam Pasal 31 yang isinya:
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, Pasal 89
penyidik atau penuntut umum atau hakim, Pencabutan Penangguhan penahanan
sesuai dengan kewenangan masing-masing, (1) terhadap tersangka yang telah diberikan
dapat mengadakan penangguhan penangguhan penahanan, dapat dilakukan
penahanan dengan atau tanpa jaminan penahanan kembali melalui penerbitan
uang atau jaminan orang, berdasarkan surat pencabutan penangguhan
syarat yang ditentukan. penahanan.
(2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut (2) Pencabutan penangguhan penahanan
umum atau hakim sewaktu-waktu dapat wajib dilengkapi dengan surat perintah
mencabut penangguhan penahanan dalam pencabutan penahanan yang dikeluarkan
hal tersangka atau terdakwa melanggar oleh pejabat yang berwenang.
syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) surat perintah pencabutan penangguhan
(1). penahanan dikeluarkan berdasarkan
Dan Peraturan Kapolri No. 12 tahun 2009 adanya pertimbangan kekhawatiran
tentang Pengawasan dan pengendalian Perkara tersangka akan melarikan diri dan/atau
Pidana. Di lingkungan Kepolisian negara mengulangi perbuatannya dan/atau
16
republik Indonesia Pasal 88 yang isinya: merusak/menghilangkan barang bukti.
(1) Penangguhan penahanan wajib dilengkapi (4) Pejabat yang berwenang menandatangani
dengan surat perintah yang dikeluarkan surat perintah pencabutan penangguhan
17
oleh pejabat berwenang. penahanan serendah-rendahnya:
(2) Surat perintah penangguhan penahanan a. Direktur, reserse/Kadensus/Kadensus
dikeluarkan setelah melalui mekanisme pada Bareskrim Polri dan melaporkan
gelar perkara secara internal di kesatuan pada Kabareskrim Polri.
fungsi masing-masing untuk menentukan b. Direktur reserse/Kadensus/Kadensus di
perlu atau tidaknya dilakukan tingkat polda dan melaporkan kepada
penangguhan penahanan terhadap Kapolda.
tersangka. c. Kepala satuan/bagian reserse di tingkat
Polwil dan melaporkan kepada
15 Kapolwil.
Lihat Penjelasan Pasal 31, Undang-Undang No. 8 Tahun
1981 tentang KUHAP.
16
Lihat Penjelasan Pasal 88 Peraturan Kapolri No. 12
17
Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sinar
Perkara Pidana. Grafka, Jakarta, 2010, hlm. 44.
d. Kepala satuan reserse di tingkat polres pengawas penyidik selama ini umumnya, hanya
dan melaporkan kepada Kapolres. diberikan arahan, untuk segera diperbaiki agar
e. Kepala kewilayahan setingkat Polsek mendapatkan proses penyidikan yang baik dan
dan melaporkan kepada Kapolres. profesional. Dengan demikian apa yang
Dengan ketentuan-ketentuan tersebut, dilakukan oleh pengawas penyidik dapat
maka penyidik sebenarnya dilindungi dalam menekan keluhan dari masyarakat baik pelapor
rangka upaya-upaya penyidikan yang memang maupun terlapor. Sedangkan untuk sanksi
seharusnya dilakukan. Namun demikian tidak disiplin tidak dilaksanakan. Sanksi disiplin
jarang, ketentuan-ketentuan ini dijadikan dilaksanakan hanya jika dipandang perlu. Di sisi
sarana untuk melakukan penyalahgunaan lain penyidik yang dianggap tidak dapat
wewenang. menangani perkara yang dimaksud maka
Selain dari ketentuan pelanggaran pengawas penyidik dapat menyarankan atasan
wewenang melalui upaya penangguhan, salah penyidik untuk mengambil alih perkara yang
satu contoh yang akan diberikan lagi adalah diawasi dan mengganti penyidik yang
mengenai penetapan tersangka kasus pidana. melakukan penyalahgunaan wewenang
Beberapa oknum penyidik terkadang Selama ini pengawasan penyidikan yang ada
melakukan perubahan pasal baik untuk di Bareskrim sudah berjalan sesuai dengan
meringankan maupun untuk memperberat aturan mengacu pada Perkap No. 12 tahun
tersangka. Hal ini dilakukan sesuai dengan 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian
pesanan “klien”. Seperti ada kalanya, kasus Penanganan Perkara Pidana Dilingkungan
yang sebenarnya perdata, namun dirubah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada
menjadi kasus pidana agar tersangka dapat tindakan penyidik yang tidak sesuai prosedur,
ditekan sedemikian rupa untuk membayar ganti atau ditemukan penyalahgunaan wewenang,
rugi dengan tekanan-tekanan tertentu yang sedangkan temuan itu datang dari pengaduan
diberikan oleh penyidik. Di sisi lain ada juga masyarakat, maka keadaan yang ada dijadikan
penerapan pasal yang meringankan, seperti dasar untuk menindaklanjuti laporan tersebut
pada kasus kejahatan narkoba, yang semula dan dibentuk tim untuk audit investigasi yang
membawa barang bukti dengan kategori dalam proses sidiknya meliputi syarat formil
pengedar, lalu dirubah menjadi pemakai maupun syarat materil dari perkara yg
narkoba dengan cara mengurangi barang bukti ditangani. Namun demikian bila tidak ada
yang ada padanya. pelaporan dari masyarakat, maka pengawasan
Pengawas penyidik yang ditunjuk dalam penyidikan cenderung pasif, sehingga dapat
pengawasan penyidikan di masing-masing dikatakan pengawasan penyidikan masih belum
kesatuan terkadang tidak mampu berbuat berjalan dengan baik seperti yang diharapkan.
banyak. Pelanggaran yang ditemukan tidak
segera ditindaklanjuti dengan sanksi yang PENUTUP
diatur, melainkan dibicarakan dahulu dengan A. Kesimpulan
pihak penyidik yang melakukannya. Berbagai 1. Kepolisian negara Republik Indonesia
alasan pembenaran yang diberikan seolah adalah salah satu alat negara dan
membuat pengawas penyidik menjadi tidak pemerintahan sekalipun sebagai alat
obyektif dalam pengambilan keputusan. Bukan penegak hukum yang merupakan bagian
tidak mungkin lalu pengawas penyidik dari sistim peradilan pidana di Indonesia,
memberikan solusi untuk menghindari hal ini diatur dalam Pasal 30 ayat (4)
kesalahan dan bukan menyelesaikan Undang-Undang Dasar 1945 yang
permasalahan. Hal ini terkait dengan menyatakan bahwa Polri sebagai alat
penunjukkan pengawas penyidik yang terkesan negara yang menjaga keamanan dan
seadanya, tidak berkompeten dalam ketertiban dalam masyarakat melindungi,
pelaksanaannya, tidak mengerti apa tugasnya, mengayomi, melayani masyarakat serta
dan tidak tahu hubungan tata cara kerjanya penegakan hukum. Kemudian peran Polri
dengan siapa saja. juga berdasarkan Pasal 6 Ketetapan Majelis
Pada dasarnya kesalahan prosedur yang Permusyawaratan Rakyat Republik
dilakukan oleh penyidik yang ditemukan oleh

170
1701
Indonesia No. VII/MPR/2000 tentang Peran Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang
TNI dan Polri, antara lain: Perubahan atas Peraturan Pemerintah
a. Polri merupakan alat negara yang Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman
berperan memelihara keamanan dan Pelaksanaan KUHAP.
ketertiban masyarakat, penegakan Konsep profesionalisme dan kemandirian
hukum, mengayomi masyarakat. Penyidik Polri dalam rangka memantapkan
b. Dalam menjalankan perannya, Polri sistim peradilan pidana, dapat digunakan
wajib memiliki keahlian dan sebagai bahan masukan untuk
keterampilan secara profesional. mengoptimalkan fungsi reserse kriminal
2. Penyidik profesional dan mandiri adalah Polri sebagai salah satu pengemban fungsi
polisi yang mengemban pekerjaan yang bidang operasional kepolisian.
khusus dicapai melalui pendidikan dan
latihan khusus, didasarkan pada DAFTAR PUSTAKA
pengetahuan teoretis dan mampu Abdurrahman, Pembaharuan Hukum Acara
menerapkan dan mendapat pengakuan dari Pidana di Indonesia, Alumni, Bandung,
masyarakat. Seorang polisi profesional 1980.
mampu menunjukkan kemampuan sebagai Arief Barda Nawawi, Perbandingan Hukum
pelayan masyarakat, bukan sekedar Pidana, RajaGrafndo Persada, Jakarta,
kemampuan fsik tetapi kemampuan 2002.
intelek, dan ada kepatuhan pada etika Atmasasmita Romli, Sistim Peradilan Pidana di
profesi yang berlaku dalam organisasi Polri. Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1996.
Profesionalisme dan kemandirian Penyidik Basah Shachran, Tiga Tulisan Tentang Hukum,
Polri dalam rangka memantapkan sistim Armico, Bandung, 1986.
peradilan pidana di Indonesia, diarahkan Bayley David H., The Naton and The Police,
untuk menunjang optimalisasi fungsi disunting oleh Mochtar Lubis “Bangsa
reserse kriminal Polri dalam meningkatkan dan Polisi” dalam Citra Polisi, Yayasan
kemampuan penyelidikan dan penyidikan Obor Indonesia, Jakarta, 1988.
guna pencapaian profesionalitas penegakan Brotodiredjo Soebroto dalam D.P.M. Sitompul
hukum Polri. Arab kebijakan pencapaian dan Edward Syahperenong, Hukum
tujuan sebagai pedoman dalam strategi Kepolisian di Indonesia (Suatu Bunga
peningkatannya dilaksanakan dalam bidang Rampai), Tarsito, Bandung, 1985.
pembinaan dan bidang operasional melalui Friedman Lawrence M., Law and Society An
tahap jangka pendek, jangka sedang dan Introducton, Prentice-Hall, Inc.,
jangka panjang. Sasaran peningkatan Englewood Clifs, New Jersey, 1977.
kemampuan penyidik Polri meliputi seluruh Hadjon Philipus M., Lembaga Tertnggi dan
sumber daya yang ada pada Polri Lembaga-lembaga Tinggi Negara
khususnya sumber daya manusia Menurut Undang-Undang Dasar 1945.
pengemban fungsi reserse kriminal. Suatu Analisa Hukum dan Kenegaraan,
PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1992.
B. Saran Hamzah Andi, Hukum Acara Pidana di
1. Mendesak pemerintah untuk mempercepat Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,
disahkannya Rancangan Undang-Undang 1985.
Hukum Acara Pidana, sebagai konsep Harahap M. Yahya, Pembahasan Permasalahan
pengganti Undang-undang Nomor 8 tahun dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika,
1981, yang didalamnya memuat fungsi dan Jakarta, 2004.
wewenang operasional kepolisian Irsan Koesparmono, dalam Eko Prasetyo dkk,
khususnya sebagai penyidik. Polisi Masyarakat dan Negara, Bigraf
2. Penting untuk merumuskan standar atau Publishing, Yogyakarta, 1995.
konsep tentang syarat-syarat khusus Kantaprawira Rusadi, Makalah dalam Lokakarya
sebagai Penyidik dan Penyidik Pembantu Profesionalisme dan Kemandirian Polri,
Polri dalam Peraturan Kapolri sebagai Bandung, tanggal 3-4 Agustus 1998.
penjabaran teknis dari Peraturan
Karjadi M. dan R. Soesilo, Kitab Undang- Peraturan dan Perundang-undangan
Undang Hukum Acara Pidana, dan Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang
Penjelasannya Resmi dan Komentar, Pengawasan dan Pengendalian Perkara
Politeia, Bogor, 1990. Pidana.
Kelana Momo, Hukum Kepolisian Suatu Studi Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983,
Historis Komperatf, PTIK, Jakarta, 1972. tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Makaampoh Zefanya, Optmalisasi Reserse (PNS).
Untuk Mewujudkan Penyidik Yang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU
Profesional, Majalah Lex Crime Vol. No. 8 Tahun 1981)
IV/No. 2/April/2015. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Meliala Adrianus, Mungkinkah Mewujudkan Indonesia Tahun 1945
Polisi Yang Bersih, Kemitraan, Jakarta, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
2005. Kepolisian Republik Indonesia.
Mulyadi Lilik, Hukum Acara Pidana Indonesia,
Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Sumber Lain:
Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang
Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Peran Tentara Nasional Indonesia dan
Bandung, 2012. Peran Polri.
Sadjijono, Seri Hukum Kepolisian Polri dan Good Tap MPR No. VIII/MPR/2000 tentang Susunan
Governance, Laksbang, Mediatama, dan Kedudukan Polri.
Surabaya, 2008.
Siregar Krisno, Optimalisasi Fungsi Reserse
Untuk Mewujudkan Penyidik Yang
Profesional, Makalah disampaikan pada
Focus Group Discussion, Tgl. 21
Oktober 2014 di Quality Hotel.
Soebagio M. dan Slamet Supriatna, Dasar-dasar
Ilmu Hukum, Akademika Pressindo CV.,
Jakarta, 1987.
Soekanto Soerjono, Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum,
RajaGrafndo Persada, Jakarta, 2005.
dan Sri Mamudji, Penelitan Hukum
Normatf, Suatu Tinjauan Singkat, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Soesilo R., Pokok-pokok Hukum Acara Pidana,
Politeia, Bogor, 1979.
Sofyan Andi, Hukum Acara Pidana di Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
Steers Richard M., Efektivitas Organisasi,
Erlangga, Jakarta, 1985.
Suhardi Gunarto, Kedudukan dan Wewenang
Lembaga Pengurusan Piutang Negara
Dalam Perspektif Hukum Administrasi,
Ringkasan Disertasi yang dipertahankan
pada Tahun 2000.
Tresna R., Komentar Atas Reglement Hukum di
Dalam Pemeriksaan di Muka
Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1978.

Anda mungkin juga menyukai