Disusun oleh
Surono dan Jafar, Mohamad, 2013, Kajian atas Kebijakan Pengenaan Bea
Keluar Atas Bijih (Raw Material atau Ore)Mineral
ii
ABSTRACT
iii
,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
kajian akademis yang berjudul “ Kajian Atas Kebijakan Pengenaan Bea Keluar
Terhadap Bijih (Raw Material atau Ore) Mineral “.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ilmiah ini banyak pihak
yang telah memberikan dukungan dan saran serta masukan baik dari sisi
substansi maupun dari metodologi penulisan serta motivasi, sehingga dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada :
1. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK),
2. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Bea dan Cukai,
3. Direktur Teknis Kepabeanan DJBC,
4. Direktur Peraturan dan Penerimaan Pabean dan Cukai DJBC,
5. Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana BPPK,
6. Bapak Riyanto, selaku pembimbing metodologi penulisan,
7. Ibu Nanik Susilowati Rizain, selaku pembimbing substansi materi,
8. dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya kajian ilmiah ini.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bea keluar adalah pungutan pajak atas barang ekspor yang aspek
nomor 55 tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Ekspor.
Ada empat tujuan mendasar pengenaan bea keluar, yaitu: untuk menjamin
mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu
negeri.
Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Dalam PMK tersebut
ditetapkan lima kelompok barang yang dikenakan bea keluar, yaitu produk kulit;
kayu; biji kakao;kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya,
serta bijih mineral. Dari kelima jenis obyek bea keluar tersebut, pengenaan bea
keluar terhadap bijih mineral merupakan jenis barang yang paling terakhir.
1
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
tahun2011.
Tabel 1.1
Perkembangan Produksi Mineral
Tahun 2007 s.d. 2011
TAHUN
No. Jenis Barang Satuan
2007 2008 2009 2010 2011
1 Aspal Ton 98.260 74.147 39.807 72.398 341.876
2 Bauksit Ton 1.251.147 1.152.322 935.211 2.200.000 24.714.940
3 Nikel Ton 7.112.870 6.571.764 5.819.565 9.475.362 12.482.829
4 Emas Kg 117.854 64.390 140.488 119.726 68.220
5 Perak Kg 268.967 226.051 359.451 335.040 227.173
6 Tembaga Ton 796.899 655.046 973.347 993.152 1.472.238
7 Granit Ton 1.793.440 2.050.000 - 2.172.080 3.316.813
8 Mangan Ton 38.700 - - 228.490 162.882
9 Pasir Besi Ton 84.371 4.455.259 4.561.059 8.975.507 11.814.544
10 Timah Ton 64.127 79.210 56.602 97.796 89.600
Sumber: Statistik Pertambangan, Non Minyak dan Gas Bumi
Dari data tabel 1.1 tersebut, angka peningkatan produksi yang signifikan
2
BAB I PENDAHULUAN
adalah pemberlakuan larangan ekspor terhadap bijih (raw material atau ore)
dan ekspor tentu saja menjadi instansi pertama yang bersinggungan langsung
tersebut adalah tidak melayani pemberitahuan ekspor barang atas bijih mineral
dan juga wajib melakukan penindakan terhadap setiap bentuk pelanggaran atas
3
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
memperbolehkan kembali ekspor bijih mineral tetapi dengan syarat diatur tata
cukup menarik juga diperlihatan melalui data statistik penerimaan bea keluar
Tabel 1.2
Penerimaan Bea keluar
Dalam Milyar Rupiah
Bea Masuk 15.106.813 19.956.186 132% 21.500.792 25.238.844 117% 24.737.900 28.280.485 114%
Bea Keluar 5.454.560 8.897.780 163% 25.439.076 28.855.580 113% 23.206.200 21.237.008 92%
Cukai 59.265.922 66.165.295 112% 68.075.339 77.009.461 113% 83.266.625 95.019.271 114%
Sumber: DJBC
tahun 2008 tentang Pengenaaan Bea Keluar atas Barang Ekspor. Pada tahun
anggaran 2010, tingkat pencapaian bea keluar sebesar Rp. 8,89 trilyun atau
163% dari target. Pada tahun 2011, angka penerimaan bea keluar meningkat
224% menjadi Rp 28,85 trilyun. Fenomena yang menarik terjadi pada tahun
anggaran 2011 ini, yaitu tingkat pencapaian penerimaan bea keluar yang mampu
4
BAB I PENDAHULUAN
melebihi angka penerimaan bea masuk. Faktor dominan penyebabnya saat itu
adalah karena faktor tingginya harga Crude Palm Oil (CPO) di pasaran
mengalami penurunan kembali dan bahkan tidak mampu melewati angka target.
Pertimbangan lain yang membuat kami tertarik untuk mengkaji kebijakan bea
keluar atas bijih mineral adalah dari sisi teoritis dan aspek kepentingan.
penerimaan fiskal. Tujuan pengenaan bea keluar atas bijih mineral yang paling
kelestarian sumber daya alam. Bila melihat dari sudut Undang-undang Minerba,
alasan penetapan bijih mineral sebagai objek bea keluar lebih dimaksudkan
untuk kepentingan menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Hal inilah yang
pelarangan bijih mineral. Namun atas desakan pelaku usaha sektor industri hulu
mineral dan juga mengingat kepentingan lain yang lebih besar, tindakan
5
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
instrumen bea keluar. Artinya, ekspor bijih mineral masih mungkin dilakukan
terhadap bijih mineral dalam sebuah kajian akademis yang kami berikan judul
“Kajian atas Kebijakan Pengenaan Bea Keluar Terhadap Bijih (Raw Mineral
B. Rumusan Masalah
daya mineral adalah fenomena maraknya ekspor mineral dalam kondisi bijih
adanya penciptaan nilai tambah atas pemanfaatan sumber daya mineral untuk
dalam bentuk bijih dan sekaligus dikenakan beban pajak berupa pungutan bea
keluar.
menerapkan intrumen kebijakan fiskal berupa bea keluar sebagai solusi untuk
mengatasi permasalahan ekspor bijih mineral. Dalam penelitian ini kami lebih
“Apakah kebijakan pengenaan bea keluar terhadap bijih mineral dalam rangka
6
BAB I PENDAHULUAN
C. Ruang Lingkup
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Untuk data primer,
periode waktu pengamatan adalah selama enam bulan mulai dari Februari
2013 sampai dengan Juli 2013, sedangkan untuk data sekunder, periode
waktu pengamatan sejak dikelolanya bea keluar atas bijih mineral oleh DJBC
Sebagaimana tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, unsur-unsur yang
Aspek manfaat dan biaya yang timbul dalam penerapan kebijakan bea
Penelitian ini dilakukan di lingkungan DJBC dan BKF sebagai unit teknis
pelaksana kebijakan dan unit pengambil kebijakan bea keluar bijih mineral.
Unit analisis utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah DJBC
pengenaan bea keluar akan kami himpun dari unit terkait di DJBC, BKF,
7
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
D. Tujuan
2. Menganalisis manfaat dan biaya (cost and benefit) atas kebijakan bea
E. Manfaat Penelitian
2. Bagi BPPK, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pendukung
kegiatan belajar mengajar materi ekspor, serta sebagai bahan kajian barang
ekspor.
3. Bagi masyarakat, manfaat dari kajian ini adalah untuk memberikan informasi
dan pemahaman tentang apa dan mengapa bijih mineral dikenakan bea
keluar.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini terdiri dari dua sub-bab, yaitu tinjauan pustaka dan Kerangka
A. Tinjauan Pustaka
Dalam Bab Tinjauan Pustaka ini kami akanmenguraikan tiga hal yang terkait
dengan objek penelitian. Yang pertama adalah review penelitian terdahulu yang
terkait dengan kebijakan pengenaan bea keluar. Yang kedua berkaitan dengan
konsep dasar bea keluar berdasarkan teori Kepabeanan. Yang ketiga mengenai
1. Penelitian Terdahulu
negara lain. Kami memandang bahwa hasil penelitian tersebut masih relevan
dengan objek penelitian yang akan kami lakukan, khususnya dalam mengkaji
9
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
(2013) dengan judul trade effects of export taxes. Kesimpulan hasil penelitian
Solleder adalah:
pada kekuatan pasar dari negara eksportir dan negara importir. Beban pajak
ekspor dibagi oleh eksportir dan importir dan pajak ekspor berperan dalam
substitusi.
Penelitian kedua yang kami review adalah penelitian yang dilakukan oleh
ditunda karena kekayaanmineral akan habis pada suatu saat dan tidak dapat
diperbaharui
10
BAB II LANDASAN TEORI
dankesempatan kerja.
Penelitian ketiga yang kami review adalah penelitian yang dilakukan oleh
Effects of Export Taxes” . Beberapa hasil yang penting dikemukakan dari kajian
adalahsebagai berikut:
11
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
terhadap barang ekspor bersifat pilihan, dalam arti kata tidak semua barang
Bea keluar merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung yang dikelola
oleh DJBC. Berbeda dengan karakteristik pungutan bea masuk dan cukai,
karakteristik pungutan bea keluar lebih bersifat ekslusif oleh karena hanya
12
BAB II LANDASAN TEORI
Bea keluar yang saat ini diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia dipungut
instrumen fiskal sebagai bentuk tariff barrier terhadap komoditi ekspor tertentu.
Pada era inilah mulai diperkenalkan konsep pajak ekspor. Aspek legalitas
pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan mencakup: kulit, rotan dan kayu. Dasar
13
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
pemungutan pajak ekspor ini pada prinsipnya belum memenuhi kaidah yang
setiap pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
tahun 2005 tentang Pungutan Ekspor atas Barang Ekspor Tertentu. Filosofis
14
BAB II LANDASAN TEORI
usulan untuk lebih memperjelas status pungutan ekspor yang pada hakikatnya
adalah juga salah satu instrumen fiskal perpajakan semakin menguat. Pada
akhirnya pungutan ekspor kemudian beralih namanya menjadi bea keluar sesuai
dikenakan terhadap komoditi ekspor tertentu kembali lagi menjadi salah satu
instrumen fiskal perpajakan dengan nama baru yaitu bea keluar. Sejalan dengan
Keuangan dalam kapasitas ini bertindak sebagai Chief Financial Officer, yang
lembaga pemerintah terkait memandang bahwa suatu barang ekspor layak dan
memenuhi aspek tujuan pengenaan bea keluar sebagaimana diatur dalam pasal
keluar kepada Menteri Keuangan. Dalam hal ini, analisis kebijakan pengenaan
Bea keluar pada level Kementerian Keuangan akan ditangani oleh Badan
15
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (dalam hal ini diwakili oleh BKF dan
Kementerian Perdagangan.
dilakukan, maka sifat pengenaannya akan mengikuti ketentuan Tarif Bea Keluar
sebagaimana diatur dalam PP nomor 55 tahun 2008. Untuk penetapan Tarif Bea
tinggi :
a) Sebesar 60% (enam puluh persen) dari Harga Ekspor, dalam halTarif Bea
puluh persen) dalam hal Tarif Bea Keluar ditetapkan secara spesifik.
Keluar x Jumlah Satuan Barang x Harga Ekspor x Nilai Tukar Mata Uang.
Kemudian, dalam hal Tarif Bea Keluar ditetapkan secara spesifik, maka
16
BAB II LANDASAN TEORI
Keluar Per Satuan Barang Dalam Satuan MataUang Tertentu x Jumlah Satuan
perhitungan Bea Keluar diatur pula dalam PP Nomor 55 tahun 2008 tersebut.
(dalam Suparmoko, 2012) mendefinisikan exhaustible resources ini dari sisi sifat
dan volume fisik yang tersedia tetap dan tidak dapat diperbaharui atau diolah
kembali.Menurut Suparmoko ada dua syarat yang harus dipenuhi agar terdapat
Syarat pertama yang berlaku pada produksi setiap barang yang berada di
persaingan sempurna agar tercipta suatu tingkat efisiensi yang optimal adalah
bahwa harga barang yang dihasilkan harusa sama dengan biaya produksi
marginal. Khusus untuk sumber daya alam, karena memiliki biaya alternatif maka
syarat optimal tersebut menjadi: harga barang sumber daya alam sama dengan
biaya marginal.
17
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Syarat kedua dari pengambilan sumber daya alam yang optimal adalah
(2013:104) biaya alternatif atau royalty harus selalu meningkat sebesar tingkat
bunga yang berlaku dari waktu ke waktu. Dengan kata lain bila royalti dinyatakan
dalam harga sekarang (present value) maka nilai royalty itu tidak akan berubah
sepanjang waktu.
kepabeanan berarti ekspor atas suatu barang tidak bisa dilakukan secara bebas
sumber daya alam yang tak terbarukan yang digali dari perut bumi yang belum
diolah dan atau dimurnikan (raw material atau ore) dapat berupa mineral logam,
18
BAB II LANDASAN TEORI
c) Batuan, 30 komoditi.
pembatasan ekspor dengan yang dikenakan bea keluar adalah sama. Namun
batuan yang dikenakan pembatasan ekspor dengan yang dikenakan bea keluar.
Pada pembatasan ekspor terdapat 30 komoditi dan yang dikenakan bea keluar
bentuk balok dan lembaran tebal; marmer bentuk balok dan lembaran tebal. Jadi
atas ekspor kempat produk tersebut tidak dikenakan pembatasan ekspor namun
19
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
sebagainya).
Dalam SPE inilah ditentukan jumlah (kuota) yang dapat diekspor oleh suatu
20
BAB II LANDASAN TEORI
Teori Permintaan
dibutuhkan konsumen untuk dibeli pada waktu dan keadaan tertentu. N. Gregory
diminta) menunjukkan jumlah barang yang ingin dan mampu dibeli oleh pembeli.
a) Harga,
b) Pendapatan,
d) Selera,
e) Ekspektasi,
f) Jumlah pembeli.
21
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Pada pembahasan ini hanya faktor harga yang akan dijelaskan dalam
hubungannya dengan tingkat permintaan suatu barang. Gambar berikut ini untuk
Gambar 2.1
Hukum Permintaan Berkaitan dengan Harga
Pada gambar diatas harga terdapat 2 (dua) variabel yang saling berkaitan
yaitu variabel harga dan jumlah barang yang diminta. Bila harga (P) naik, maka
permintaan (Qd) akan turun, dan bila harga (P) turun, maka permintaan (Qd)
akan naik, dengan asumsi ceteris paribus (hal-hal lainnya tidak berubah).Faktor-
faktor yang menyebabkan naiknya harga sangat beragam dan salah satunya
adalah karena adanya pungutan negara, baik atas barang impor maupun atas
barang ekspor. Bila pungutan dikenakan pada barang impor maka permintaan
barang di dalam negeri akan menurun, dan bila terkait barang ekspor maka
22
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.2
Pengaruh Pajak Terhadap Permintaan
berpengaruh pada harga yaitu naik dari P1 ke P2 dan permintaan akan bergeser
menjadi lebih rendah dari Q1 ke Q2. Pergeseran permintaan ini dengan asumsi
hanya faktor harga yang mempengaruhi permintaan atas suatu barang (ceteris
paribus). Dari teori permintaan tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa bilamana
suatu barang yang akan diekspor dikenakan pungutan ekspor (bea keluar) maka
bea keluar adalah untuk membatasi ekspor suatu barang barang hal ini telah
national welfare yang bernilai positif. Ilustrasi pada gambar 2.3akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, mengapa bea keluar bisa berdampak positif terhadap
23
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Dalam grafik pada gambar 2.3diasumsikan bahwa hanya ada dua negara
Pada harga itu, jumlah kelebihan permintaan oleh negara pengimpor sama
Gambar 2.3
Kurva Penawaran dan Permintaan
Akibat Adanya Beban Bea keluar
Dalam gambar 2.3 jumlah volume impor dan ekspor ditampilkan sebagai
garis biru pada grafik masing-masing negara (jarak horizontal antara kurva
negara pengekspor besar menerapkan beban pajak atas barang ekspor, hal ini
pengimpor naik pada harga (PIM) maka harga di negara pengekspor jatuh ke
24
BAB II LANDASAN TEORI
(PEX). Jika pajak adalah tarif spesifik maka tarif pajak adalah T = PIM – PEX,
sama dengan panjang ruas garis hijau di diagram. Jika pajak adalah advalorem
PIM
maka tarif pajak adalah T = PEX
- 1.
juga ditampilkan. Efek positif kesejahteraan ditampilkan dalam warna hitam, efek
Tabel 2.1
Efek Kesejahteraan akibat Bea Keluar
effect terdiri dari tiga komponen yaitudampak positif pada perdagangan (c),
dampak negatif pada distorsi konsumsi (f), dan dampak negatif pada distorsi
produksi (h). Lihat Tabel dan Gambar untuk melihat bagaimana besarnya
nett effect kesejahteraan nasional dapat berupa positif atau negatif. Namun
demikian hasil yang menarik adalah bahwa dampaknya cenderung positif. Ini
25
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
berarti bahwa pajak ekspor (bea keluar) yang dilaksanakan oleh negara
bea keluar. Yang kedua adalah implikasi penetapan bea keluar atas bijih mineral
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA)
hayati maupun non hayati. Sumber daya alam hayati merupakan segala
kekayaan alam yang secara alamiah dimiliki suatu negara yang dapat digunakan
tersebut menjadi suatu produk yang dapat secara langsung dinikmati manfaatnya
oleh umat manusia. Disinilah letak keterbatasan yang banyak dihadapi oleh
diperbaharui dan yang tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui
penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan.
26
BAB II LANDASAN TEORI
SDA yang tergolong tidak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya
contoh: minyak bumi, bahan mineral seperti emas, besi, nikel, timah dan
menjaga agar SDA ini dapat benar-benar dimanfaatkan secara bijak untuk
Merujuk pada salah satu ayat dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
tersebut.
terdapat tiga isu penting yang harus menjadi perhatian pemerintah. Pertama, isu
kelestarian SDA. Pemerintah hendaknya menjaga agar SDA yang dimiliki bangsa
value) terhadap pemanfaatan SDA yang ada. Untuk tujuan kemakmuran yang
sebagai berikut :
27
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Gambar 2.4
Alur kerangka Berfikir Penelitian
28
BAB III
METODE PENELITIAN
penelitian, jenis penelitian, sumber dan teknik pengumpulan data, serta cara
metode penelitian maka gejala obyek yang diteliti dapat dirumuskan secara
A. Pendekatan Penelitian
karena ketersediaan informasi yang sedikit tentang topik yang diangkat dalam
langsung.
29
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
belakang kebijakan penetapan bea keluar atas bijih mineral dan analisis manfaat
dan biaya yang timbul atas kebijakan bea keluar terhadap bijih mineral.
Eksplorasi permasalahan yang peneliti dalami akan berfokus pada dua aspek
utama yaitu aspek latar belakang dan aspek manfaat dan biaya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dimana peneliti
atasa bijih mineral. Pilihan pendekatan kualitatif dimaksudkan agar penelitian ini
kebijakan penetapan bea keluar atas bijih mineral serta implikasinya terhadap
B. Jenis Penelitian
kronologis dan aspek kepentingan serta implikasi dari kebijakan pengenaan bea
keluar terhadap bijih mineral. Dukeshire & Thurlow (dalam Putra & Hendarman,
30
BAB III METODE PENELITIAN
kebijakan yang diteliti maka penelitian ini tergolong sebagai “penelitian tentang
kebijakan” dan bukan termasuk “penelitian untuk kebijakan”. Penelitian ini lebih
variabel.
kebijakan bea keluar pemerintah atas bijih mineral. Dengan demikian variabel
yang diamati dalam penelitian ini bersifat tunggal, yaitu kebijakan pengenaan
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif yang
diperoleh baik dari data sekunder maupun data primer yang langsung
31
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
dengan masalah kebijakan pungutan bea keluar atas bijih mineral. Untuk data
literatur yang menjadi fokus utama sumber data meliputi: buku-buku, jurnal, hasil
penelitian, hasil kajian, artikel, peraturan dan sebagainya yang kami anggap
yang akan diteliti. Di samping itu studi ini juga dilakukan guna memdapatkan data
32
BAB III METODE PENELITIAN
kebijakan bea keluar atas bijih mineral kami mewawancarai secara langsung
kebijakan atas bea keluar. Adapun informan utama yang menjadi referensi data
DJBC
33
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
fasilitator. Tujuan utama focus grup ini adalah untuk memperoleh informasi
yang dilibatkan dalam FGD ini berasal dari unit pengambil kebijakan (Pusat
Direktorat PPKC DJBC, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
assesment (RIA) adalah metode yang bertujuan untuk untuk menilai secara
sistematis pengaruh negatif dan positif suatu regulasi yang sedang diusulkan
34
BAB III METODE PENELITIAN
Gambar 3.1
Tahapan Metode Analisis RIA
kuantitatif peneliti juga menggunakan statistik deskriptif yang relevan untuk lebih
lebih menggambarkan data dan fakta mengenai kondisi sumber daya mineral,
35
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
36
BAB IV
Bea keluar atas bijih mineral merupakan jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah atas barang ekspor. Untuk melihat lebih detil data dan fakta
daya mineral, kebijakan mineral di Indonesia, aspek legal bea keluar atas bijih
Indonesia adalah negeri yang diberikan karunia kekayaan alam yang maha
besar oleh sang pencipta. Dari Sabang sampai Merauke tersebar kekayaan
sumber daya alam baik yang masih merupakan cadangan maupun yang telah
a. Nikel
37
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu:
endapan hasil konsentrasi residual silika dan pada proses pelapukan batuan
dan kalkopirit.
Merujuk pada data produsen nikel dunia versi United States Geological
Survey (USGS) pada tahun 2012 Indonesia menjadi penyuplai nomor 2 terbesar
tahun 2011 yang mana Indonesia sempat menjadi produsen nikel terbesar di
dunia. Data lain yang cukup menarik dari tampilan gambar grafik4.1 berikut
peningkatan.
Gambar 4.1
Produksi Nikel Dunia Tahun 2010-2012
38
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
dengan tahun 1978 semua bijihnikel yang dihasilkan oleh PT. AnekaTambang
Berdasarkan data statistik versi BPSpada tabel 4.1, dalam kurun waktu
Pada tahun 2007produksinya baru mencapai 7,11 juta. Angka ini kemudian
meningkat pada tahun 2010 menjadi 9,48 juta tondan pada tahun 2011
bahan baku lokal hanya terjadi pada tahun 2010 yaitu sebanyak 22,6% dari total
Tabel 4.1
Produksi Nikel Indonesia
Tahun 2007-2011
Uraian 2007 2008 2009 2010 2011*
39
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
nisbi tinggi, kadar Ferum (Fe) rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit
bauksit PT. Aneka Tambang di daerah Kijang dan sekitarnya (Pulau Bintan,
tambang terbuka.
Merujuk pada data statistik versi USGS tahun 2009 pada Gambar 4.2,
Angka produksi bauksit Indonesia mencapai 1,2 juta metrik ton. Adapun
40
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.2
Produksi Bauksit Dunia Tahun 2009
Merujuk pada data statistik nasional versi BPS, pada tahun 2007 produksi
bauksitIndonesia sebanyak 1,25 juta ton. Angka ini terusmenurun sampai dengan
tahun 2009.Pada tahun 2010 produksi bauksit nasional meningkat tajam menjadi
2,2 juta ton. Kemudian tahun 2011, angka produksi bauksit meningkat cukup
fantastis menjadi 24,71 jutaton atau sepuluh kali lipat lebih dari produksi tahun
sebelumnya.
2008sebanyak 893.1 ribu ton atau sekitar 75,5% diekspor. Pada tahun 2009
41
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Tabel 4.2
Produksi Bauksit Indonesia
Tahun 2007-2011
c. Tembaga
keabuan.Unsur tembaga terdapat pada hampir 250 mineral, tetapi hanya sedikit
saja yang bersifat komersial. Mineral tembaga utama dalam bentuk deposit
deposit porfiri, deposit stratabound dalam batuan sedimen, deposit masif pada
batuan volkanik, deposit tembaga nikel dalam intrusi/mafik, serta deposit nativ.
42
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.3
Produksi Tembaga Dunia Tahun 2008
Data statistik tembaga dunia menurut versi USGS tahun 2008 menunjukan
bahwa produsen tembaga terbesar dunia adalah Chile dengan total produksi 3,3
juta metrik ton. Indonesia berada di peringkat ke-7 dunia dengan total produksi
terletak pada sifatnya sebagai penghantar yang baik.Kawat tembaga dan paduan
instalasi listrik rumah dan industri, kendaraan bermotor, konduktor listrik, kabel
43
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
terdapat di Papua.
nasional pada tahun 2007sebesar 796.899 ton. Angka ini sempat mengalami
penurunan produksi pada tahun 2008 menjadi 655.046 ton. Produksi tembaga
nasional mulai meningkat kembali pada tahun 2009 dan terus meningkat hingga
tahun 2011. Pada tahun 2011produksi tembaga mencapai 1.472 ribu tonatau
Tabel 4.3
Produksi dan Penggunaan Tembaga Indonesia
Tahun 2007-2011
44
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bijih besi(iron ore) di alam tersedia dalam bentuk bijih (iron primary) dan
pasir besi (iron sand).Khusus untuk pasir besi, secara umum terdiri dari mineral
opak yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti,
bijih besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitik volkanik.
Gambar 4.4
Produksi Bijih Besi Dunia Tahun 2009
45
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Bila melihat data statistik dunia versi USGS tahun 2009, Indonesia
menempati urutan ke-36 dunia sebagai negara produsen bijih besi. Pada tahun
tersebut survey USGS mencatat produksi bijih besi Indonesia mencapai angka
63 ribu metrik ton. Peringkat pertama dunia sebagai penghasil bijih besi adalah
Kemudian, khsusu untuk pasir besi, data statistik nasional versi BPS,
peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2010 dan terus berlanjut hingga
tahun 2011. Pada tahun 2007, produksi pasir besi nasional baru mencapai 124,6
ribu ton. Namun jumlah tersebut meningkat di tahun 2009 menjadi 4,56 juta ton.
Kemudian angka terus meningkat hampir dua kali lipatnya di tahun 2010 menjadi
Tabel 4.4
Produksi dan Penggunaan Pasir Besi Indonesia
Tahun 2007-2011
46
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
e. Timah
rendah. Berat jenisnya 7,3 g/cm3 dan mempunyai sifat konduktivitas panas dan
listrik yang tinggi. Dalam keadaan normal tampilan logam ini bersifat mengkilap
granit dan pada daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya
berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta sebagai endapan
sekunder, yang di dalamnya terdiri dari endapan alluvium, elluvial, dan koluvium.
Mineral utama yang terkandung di dalam bijih timah pada umumnya adalah
kasiterit. Mineral ikutan yang terkandung di dalamnya antara lain pirit, kuarsa,
zircon, ilmenit, plumbum, bismut, arsenik, stibnite, kalkopirit, kuprit, xenotim, dan
47
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Gambar 4.5
Produksi Timah Dunia tahun 2009
Pada tahun 2007 produksi timah nasional mencapai 64.127 ton dan tahun 2011
mencapai 89,6 ton. Angka tersebut relatif stabil dengan peningkatan pertahun
sebesar 7,95% .
48
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.5
Produksi Timah Indonesia
Tahun 2007-2011
sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang
membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.Sumber daya mineral
adalah sumber daya yang termasuk dalam kelompok sumber daya yang tidak
mendefinisikan exhaustible resources ini sebagai sumber daya tak pulih. Artinya,
bahwa sumber daya alam ini dari sisi sifat dan volume fisik yang tersedia tetap
dan tidak dapat diperbaharui atau diolah kembali. Untuk terjadinya sumber daya
49
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
dalam bunyi pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar tahun 1945, yaitu: “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
Tonggak sejarah regulasi atas sumber daya mineral dan batubara tercipta
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam
dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi
gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan
50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
bahan mentah mineral dan batubara telah muncul dalam Undang-undang Nomor
4 tahun 2009. Dalam Pasal 102 disebutkan bahwa Pemegang izin Usaha
b) Pemegang IUP dan JUPK sebagaimana dirnaksud pasal ayat (1) dapat
IUPK lainnya.
Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
melalui kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Aturan yang paling krusial
51
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
dalam peraturan tersebut terdapat pada pasal 21 yang berdampak luas bagi
Dalam pasal 21 Peraturan Menteri ESDM nomor 7 tahun 2012 dinyatakan bahwa
pemegang IUP dan pemegang IPR dilarang mengekspor ore (raw material)
dalam waktu tiga bulan terhitung sejak berlakunya peraturan ini. Peraturan
ESDM nomor 7 tahun 2012 mulai berlaku sejak tanggal 06 februari 2012.
datang dari kalangan eksportir dan produsen mineral dan batubara. Bahkan
bijih mineral ini. Menteri Perekonomian Hatta Rajasa ketika diwawancarai para
Bagi kalangan eksportir dan produsen minerba, kebijakan ini tidaklah tepat
(smelter) atau fasilitas pengolahan di sisi yang lebih hilir. Cara terbaik untuk
52
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
mendapat dukungan ketersediaan bahan baku dalam jumlah yang memadai dan
harga yang murah. Selain itu, ekspor minerba dalam bentuk raw material tidak
nomor 4 tahun 2009. Batas waktu tahun 2014 sebagai pemberlakuan kewajiban
untuk membangun smelter oleh para produsen minerba rupanya belum disikapi
suatu keharusan. Hal ini sejalan dengan amanat pengelolaan sumber daya
Dengan adanya nilai tambah dalam pengolahan sumber daya mineral maka
53
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
(mengandung hanya 2 persen dari volume tanah tambang) sekitar 2 USD per
kilogram atau 2000 USD per ton. Setelah melalui proses peleburan menjadi
ferronickel (FeNi) nilainya bisa melonjak menjadi lebih dari 8 kali lipat menjadi
17.000 USD per ton di London Mineral Exchange (LME). Selanjutnya, untuk lebih
menggambarkan potensi nilai tambah sumber daya mineral, dalam tabel 4.6
berikut kami perlihatkan data potensi peningkatan sumber daya mineral dalam
Tabel 4.6
Potensi Peningkatan Nilai Tambah Bijih Mineral
tahun 2012 ini mendapat respon dari pemerintah. Pada tanggal 1 Mei 2012,
54
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
bakar minyak, mineral dan batubara. Dalam rapat koordnasi terbatas tersebut
diputuskan bahwa ekspor bijih mineral akan diatur tata niaganya dan dikaji
Menteri ESDM nomor 7 tahun 2012 belum juga muncul langkah implementatif
dari hasil rapat koordinasi terbatas bidang perekonomian. Untuk itu Direktur
Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan surat kepada seluruh Kepala Kantor Bea
niaga ekspor bijih mineral yang diputuskan dalam rapat koordinasi Menteri
ekspornya dan harus berasal dari pemegang IUP operasi produksi, IPR,
Menteri Perdagangan
55
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Peraturan Menteri ESDM nomor 11 tahun 2012 yang mengamandemen isi dari
Peraturan Menteri ESDM nomor 7 tahun 2012 dengan menambahkan pasal 21A.
Isi pasal 21A tersebut mengatur kembali bahwa pemegang IUP Operasi Produksi
dan IPR dapat menjual bijih mineral ke luar negeri apabila telah mendapatkan
dan Tarif Bea Keluar. PMK inilah yang menjadi landasan hukum pemberlakuan
bea keluar atas bijih mineral. Dalam PMK tersebut ditetapkan 65 jenis barang
a) mineral logam,
Terdiri dari 21 komoditi berupa pirit besi dan bijih : besi, tembaga, seng,
Terdiri dari 10 komoditi, yaitu : kuarsa, kuarsit, kaolin dan tanah liat kaolin
lainnya dikalkinasi maupun tidak, batu kapur, feldspar, zirkonium silikat dari
jenis yang digunakan sebagai opasitas, zeolit bubuk diaktivasi dengan nilai
KTK 100 miliequivalen, zeolit bentuk pelet atau semacamnya dengan nilai
KTK 100 miliequivalen, intan industri lainnya dan intan bukan industri
lainnya.
56
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
c) Batuan
Terdiri dari 34 komoditi, antara lain :garnet alami, batu sabak, onik, marmer
dan travertine yang tidak dikerjakan atau dikerjakan secara kasar, onik, giok,
Penetapan barang-barang yang dikenakan bea keluar dalam PMK ini sejalan
dengan daftar penetapan barang mineral yang dikenakan tata niaga ekspor
bijih mineral yang ditetapkan bea keluar dan besaran tarif bea keluarnya kami
Penetapan bea keluar dan pembatasan ekspor bijih mineral dinilai banyak
kalangan sebagai langkah yang tepat dalam menertibkan kegiatan ekspor produk
fisik namun juga pengawasan terhadap hak-hak keuangan negara. Dua hal inilah
yang terkena aturan tata niaga ekspor dan pengenaan bea keluar. Hal ini tidaklah
mudah, seperti diakui oleh Bambang Lusyanto dan Eri Prasetyanto, Kepala Seksi
ekspor bijih mineral yang terkena bea keluarantara lain menyangkut: kriteria fisik
bijih mineral, harga patokan ekspor, rekomendasi dan persetujuan ekspor, serta
57
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
mineral logam hanya dikenakan terhadap mineral logam berupa bijih, sedangkan
konsentrat bukanlah hal yang mudah. Padahal ini menentukan sekali apakah
ekspor mineral logam dikenakan bea keluar atau tidak. Untuk memastikan hal ini,
Direktur Jenderal Bea dan Cukai samapai harus meminta klarifikasi secara
Kementerian ESDM kepada Ditjen Bea dan Cukai melalui surat nomor :
konsentrat untuk :
58
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
b) timbal, apabila kadarnya lebih dari 50% Pb; ukuran 65-140 mesh; proses :
c) seng, apabila kadarnya lebih dari 50% Zn; ukuran sampai dengan 65 mesh;
Selain kriteria yang diberikan oleh Dirjend Minerba tersebut, tidak ada
apakah yang bersangkutan telah memiliki unit pengolahan bijih mineral atau
belum atau yang bersangkutan telah memiliki kerjasama pengolahan dengan unit
sebaliknya.
berikutnya adalah pengetahuan atas bijih itu sendiri. Bijih mineral suatu logam
dapat ditemui dalam beberapa wujud dan beberapa senyawa, misalnya, bijih besi
FeO(OH), limonit (FeO (OH) dan (H2O) atau siderite (FeCO3). Hal ini
Dalam struktur harga ekspor (HE) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
beberapa jenis mineral (bijih besi, mangan, nikel dan bauksit) memiliki layer
59
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Dalam pelaksanaan di lapangan, hal ini akan menyulitkan pejabat DJBC untuk
ini berpotensi menjadi celahbagi eksportir untuk pelarian bea keluar dengan
barang sudah dimuat ke sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah
Kendala pengawasan atas barang ekspor mineral yang terkena bea keluar
akan berlanjut apabila hasil CoA berbeda dengan RoA. Apabila hasil verifikasi
pihak Surveyor menyimpulkan bahwa kadar prosentase dalam CoA lebih kecil
dibanding RoA (CoA < RoA) maka bea keluar yang telah dibayarkan sebelumnya
60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
apabila kesimpulan verifikasi Surveyor menyatakan CoA > RoA, maka DJBC
administrasi dalam kasus ini sepertinya tidak adil bagi eksportir karena
kesengajaan.
Variabel lain penentu perhitungan bea keluar adalah unsur jumlah barang.
dengan wet metric ton (WMT) dan yang lain dengan dry metric ton (DMT).
Penggunaan satuan ini akan menjadi kendala tersendiri apabila tidak ada
jumlah besar sehingga mengakibatkan resiko kehilangan bea keluar yang besar
juga.
d. Keterbatasan Infrastruktur
dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai tipe B (tipe paling kecil). DJBC memiliki
keterbatasan sarana dan juga sumber daya manusia (SDM) di kantor-kantor tipe
kecil tersebut. Tabel pada lampiran 3 penelitian ini, mungkin bisa memberikan
61
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
pengawasan kantor-kantor Bea dan Cukai yang relatif kecil, seperti: KPPBC
barang yang terkena bea keluar maka diberlakukan ketentuan pemeriksaan fisik
barang. Begitu pula halnya dengan PEB atas produk mineral yang terkena bea
keluar ini. Namun mengingat karakteristik bijih mineral sangat sulit dilakukan
mengetahui kandungan bijih mineral memerlukan waktu yang cukup lama dan
belum seluruh wilayah Indonesia memiliki Balai Pengujian dan Identifikasi Barang
melalui kantor-kantor bea dan cukai daerah yang infrastrukturnya masih terbatas.
Jarak tempuh dan sarana tansportasi untuk mengirimkan sampel barang ekspor
aparatur fiskal, kondisi keterbatasan yang dialami DJBC seperti ini sangat tidak
ideal.
Kendala lainnya yang terkait dengan pengawasan atas ekspor bijih mineral
yang terkena bea keluar terletak pada SDM, terutama di kantor-kantor Bea dan
cukai tipe kecil. Pemeriksaan fisik terhadap produk mineral memiliki karakteristik
62
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
mineral yang disertai dengan kebijakan bea keluar terhadap bijih mineral dalam
biaya. Pilihan alternatif kebijakan mana yang paling tepat akan ditentukan
Kebijakan bea keluar atas bijih mineral merupakan pilihan solusi yang
yang disertai dengan pemungutan bea keluar atas bijih mineral adalah kondisi
63
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
dalam negeri.
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun sekali lagi kami perlu tekankan disini
bahwa kajian ini lebih menitikberatkan pada aspek penerapan bea keluar atas
bijih mineral.
Tabel 4.7
Regulasi dan Permasalahan
Untuk mengetahui latar belakang pengenaan bea keluar atas bijih mineral
sebagai bagian dari instrumen pembatasan ekspor, kami telah melakukan studi
berkompeten dengan kebijakan bea keluar atas bijih mineral. Berikut intisari yang
lahir sebagai solusi sementara untuk mengurangi laju pertumbuhan ekspor bijih
mineral dalam kondisi mentah (raw material atau ore). Pilihan kebijakan bea
penerapan kebijakan bea keluar pada komoditi CPO dan bijih coklat yang telah
64
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
kebijakan bea keluar atas bijih mineral, Kusmartata (FGD, 18 September 2013)
gambar 4.6berikut.
Gambar 4.6
Kerangka Pikir Kebijakan Bea keluar Bijih Mineral
Versi BKF
1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Salah satu pokok pikiran yang
65
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
sangat strategis dalam UU pertambangan yang baru ini adalah bahwa mineral
dan batubara sebagai sumber daya yang tidak terbarukan dikuasai oleh negara
kewenangannya masing-masing.
tersebut tidak diikuti dengan peningkatan nilai tambah yang signifikan bagi
Uraian data statistik yang telah kami sampaikan dalam bagian data dan
ekspor bijih aluminum Indonesia ke luar negeri baru mencapai 566 ribu ton.
Jumlah ini meningkat 222% pada tahun 2010 menjadi 1,8 juta ton.
66
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.7
Ekspor Bijih Mineral Pasca UU No.4 Tahun 2009
14000000
12000000
10000000
8000000
Tahun I
6000000 Tahun II
Peningkatan
4000000
2000000
0
Pasir besi (ton) Bauksit (ton) Bijih nikel (ton)
Mineral Utama
dengan kelestarian sumber daya dan juga pemerintah.Untuk itu pemerintah perlu
tersebut. Kronologis terbitnya kebijakan bea keluar telah kami sampaikan dalam
67
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
daerah untuk melakukan eksploitasi sumber daya mineral dan adanya batas
mengambil kesimpulan bahwa tujuan utama dari regulasi penerapan bea keluar
yang diiringi dengan pembatasan ekspor bijih mineral adalah untuk mengurangi
upaya penciptaan nilai tambah sumber daya mineral di dalam negeri. Regulasi
rangka peningkatan nilai tambah pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua
68
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
diimplementasikan.
fiskal berupa bea keluar dalam rangka membatasi ekspor bijih mineral.
Alternatif kebijakan yang kedua inilah yang saat ini diimplementasikan oleh
pemerintah.
permasalahan sumber daya mineral, yaitu aternatif kebijakan tata niaga ekspor
yang ketat berupa larangan ekspor bijih mineral.Alternatif kebijakan ini sejalan
peningkatan nilai tambah sumber daya mineral dan batu bara untuk kepentingan
tambang mineral. Namun demikian, justru kebijakan inilah yang menjadi pemicu
mineral secara kuantitatif telah dilakukan oleh Tim Peneliti Biro Perencanaan
bahan mentah mineral (khususnya nikel dan tembaga) dapat kami rangkumkan
sebagai berikut:
69
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Tabel 4.8
Hasil Simulasi Dampak Atas Berbagai Skenario
Restriksi Ekspor Biji Nikel
70
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.9
Hasil Simulasi Dampak Atas Berbagai Skenario
Restriksi Ekspor Bijih Tembaga
mineral akan diimplementasikan pada tahun 2014. Selama masa transisi ini
71
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
kami miliki analisis yang bersifat komparasi anatar alternatif kebijakan tidak kami
masing-masing manfaat dan biaya baik dalam kondisi sebelum regulasi maupun
72
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.10
Identifikasi Manfaat dan Biaya
Alternatif 1: Do Nothing
Tabel 4.11
Identifikasi Manfaat dan Biaya
Alternatif 2 :Kondisi adanya regulasi bea keluar
73
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
industri hulu di dalam negeri. Produksi bijih mineral yang dihasilkan oleh industri
hulu pertambangan hanya sedikit sekali yang mampu diserap oleh industri hilir
Tabel 4.12
Penggunaan Bijih Mineral
Oleh Industri Hilir Pertambangan Dalam negeri
Tahun 2007 s.d 2011 (Dalam Ton)
74
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
pendapatan devisa ekspor dari sektor industri hulu yang melakukan kegiatan
linear.Kemudian untuk indikator setelah regulasi kami peroleh dari data statistik
volume ekspor bijih mineral. Mengingat karakteristik sumber daya mineral yang
terhadap dua komoditi bijih mineral yang dipungut bea keluar dengan nilai paling
besar. Kedua produk tersebut adalah bijih nikel dan bijih aluminium (bauksit).
Penjabaran pertama yang kami analisis adalah garis trend volume ekspor
nikel dalam kondisi tanpa adanya implementasi regulasi. Kondisi ini merupakan
Asumsi data yang dipakai adalah data berkala bulanan volume ekspor bijih nikel
dengan menggunakan bulan dasar Januari 2010. Hipotesis yang kami bangun
untuk asumsi data ini adalah bahwa volume ekspor bijih nikel akan meningkat
signifikan pada tahun 2012 dan 2013. Kecenderungan ini terjadi karena adanya
75
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
batasan waktu Januari 2014 sebagai batas waktu terakhir implementasi Undang-
2013 (tahun dimulainya regulasi bea keluar) kami menggunakan analisis trend
linear dengan metode kuadrat terkecil (least square method). Adapun asumsi
yang kami pakai terhadap faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi fungsi
peramalan adalah bahwa harga dan tingkat permintaan bijih mineral di pasar
Hasil peramalan linear terhadap data berkala volume ekspor bijih nikel
sebagai berikut:
𝑌 ′ = 152.126𝑋 + 530.019
dimana,
Y’= data berkala (time series data)
X = periode waktu bulanan
𝑌 ′ = 83.671𝑋 + 1.789.700
dimana,
Y’= data berkala (time series data)
X = periode waktu bulanan
Grafik trend Ekspor nikel dan timah Indonesia diperlihatkan dalam gambar
berikut.
76
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.8
Trend linear Ekspor Nikel Indonesia
Data Estimasi Kondisi Do Nothing
Tahun 2010 s.d. 2011
5,000,000.00
4,500,000.00 y = 15212x + 53001
4,000,000.00 R² = 0.741
3,500,000.00
3,000,000.00
2,500,000.00
2,000,000.00 Series1
1,500,000.00 Linear (Series1)
1,000,000.00
500,000.00
-
Nop-2010
Nop-2011
Mar-10
Mar-11
Jan-10
Jan-11
Jul-10
Sep-10
Jul-11
Sep-11
Mei-2010
Mei-2011
Gambar 4.9
Trend linear Ekspor Bijih AluminiumIndonesia
Data Estimasi Kondisi Do Nothing
Tahun 2010 s.d. 2011
4,500,000.00
4,000,000.00 y = 83671x + 1789700
R² = 0,5665
3,500,000.00
3,000,000.00
2,500,000.00
2,000,000.00
Series1
1,500,000.00
Linear (Series1)
1,000,000.00
500,000.00
-
Jan-11
Jan-10
Mar-10
Nop-2010
Mar-11
Nop-2011
Jul-10
Sep-10
Jul-11
Sep-11
Mei-2010
Mei-2011
77
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Hasil proyeksi trend volume ekspor bijih mineral apabila pemerintah tidak
prediksi ekspor nikel Indonesia pada bulan Desember tahun 2012 akan
mencapai angka 6.006.555 ton. Angka ini meningkat sekitar 18 kali lipat
dibanding data yang sama untuk periode desember 2011. Kemudian untuk
prediksi volume ekspor bijih aluminium pada bulan Desember akan mencapai
4.801.856 ton.
volume ekspor bijih nikel dan bijih aluminium. Data volume ekspor yang kami
analisis adalah data perkembangan ekspor dari tahun 2010 sampai dengan
2013. Pilihan waktu pengamatan ini dengan asumsi bahwa pada tahun 2010
Gambar 4.10
Trend Ekspor Nikel Indonesia
Tahun 2010 s.d. 2013
8000000.0
7000000.0
6000000.0
5000000.0 2010
4000000.0 2011
3000000.0 2012
2013
2000000.0
1000000.0
-
78
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.11
Trend Ekspor Bijih Aluminium Indonesia
Tahun 2010 s.d. 2013
7000000.0
6000000.0
5000000.0
4000000.0
2010
3000000.0
2011
2000000.0 2012
1000000.0 2013
Trend ekspor nikel Indonesia pada periode awal tahun 2010 (garis biru)
volume ekspor nikel mulai terjadi pada bulan oktober 2010 yang mencapai 2,9
juta ton, meningkat tiga kali lipat dari volume ekspor pada bulan sebelumnya.
Untuk tahun 2011 (garis merah) volume ekspor mulai memperlihatkan trend
Data volume ekspor nikel tahun 2012 memperjelas dampak kebijakan bea
keluar mineral terhadap volume ekspor. Pada bulan april 2012 angka volume
ekspor nikel mencapai puncaknya sebesar 6,67 juta ton. Yang menarik adalah
angka volume ekspor ini menurun drastis pada bulan mei hingga agustus 2012
79
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
dan kemudian mulai meningkat kembali pada bulan september 2012. Reaksi
larangan bijih mineral berdasarkan Permen ESDM nomor 7 tahun 2012 yang
efektif berlaku pada tanggal 6 Mei 2012 dan juga kebijakan bea keluar yang
4 tahun 2009 menunjukkan fenomena yang secara umum relatif sama. Data
statistik yang sangat menarik adalah data volume ekspor bulan mei dan juni
tahun 2012. Angka volume ekspor bijih mineral pada bulan mei 2012 turun
sangat signifikan sekitar 595 dari volume ekspor bulan april 2012. Bahkan pada
dengan kebijakan bea keluar atas bijih mineral yang mulai diberlakukan pada
maka dapat dirangkumkan dalam tabel berikut. Asumsi periode waktu yang kami
gunakan disini adalah periode mulai dari diimplementasikannya bea keluar atas
80
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.13
Perbandingan Angka Volume Ekspor Bijih Nikel dan Aluminium
Sesuai Alternatif 1 dan Alternatif 2
Namun pemungutan bea keluar atas bijih mineral tidak serta merta bisa
Menteri Keuangan. Dalam PP nomor 55 tahun 2008 juga diatur bahwa HE untuk
81
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
tentang penetapan Harga Ekspor untuk Penghitungan Bea Keluar atas produk
pertambangan oleh Dirjen Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan. Sejak
Awal penerapan bea keluar di semester kedua tahun anggaran 2012 telah
sekitar 8,66% dari total penerimaan bea keluar secara keseluruhan untuk tahun
2012. Bila dikomparasikan dengan total penerimaan DJBC tahun 2012, maka
kontribusi bea keluar mineral mencapai 1,27 persen. Jumlah penerimaan bea
keluar bijih mineral ini hanya mencakup penerimaan selama tujuh bulan saja,
kondisi alternatif 2 (kondisi realistis) maka baseline data penerimaan fiskal bea
keluarnya adalah kondisi tanpa kebijakan bea keluar (do nothing). Dalam kondisi
ini belum dipungut bea keluar sebagai instrumen fiskal pengendali ekspor.
penerimaan bea keluar yang mulai muncul pada bulan Juli 2012 merupakan
manfaat yang menjadi salah satu faktor yang kami pertimbangkan sebagai alat
82
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Untuk kondisi realistis, pada tahun anggaran 2013 yang masih berjalan,
kontribusi bea keluar bijih mineral sampai dengan bulan Juni 2013 mencapai
2,34 trilyun rupiah. Angka ini meningkat sekitar 27,17% dari tahun sebelumnya
(Juni s.d Desember 2012). Bila melihat kontribusinya terhadap penerimaan bea
sekitar 42,67% . Angka kontribusi ini meningkat sangat signifikan bila dibanding
tahun sebelumnya.
diprediksikan akan mencapai 31,7 trilyun tupiah. Namun melihat trend penurunan
Dit. PPKC (wawancara, Agustus 2013) untuk prediksi penerimaan bea keluar
atas bijih mineral tahun 2013 akan mencapai 6,076 trilyun dengan asumsi
normal.
Tabel 4.14
Realisasi penerimaan DJBC
Tahun 2012 s.d 2103
83
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
yang efektif adalah yang dapat membatasi ekspor komoditi tertentu dan
bea keluar terhadap bahan baku akan mendorong pengolahan di dalam negeri
dan ekspor dalam bentuk yang lebih hilir. Dengan ini nilai tambah akan dinikmati
bumi. Kesimpulan ini bisa diperkuat dengan data yang ditampilkan oleh Laborde
84
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.15
Top 20 Negara Yang Mengenakan Bea Keluar
Atas barang Ekspor
salah satu negara yang mengenakan bea keluar atas barang ekspor. Beban bea
negara maju yang masih mengenakan pajak atas barang ekspornya antara lain:
Federasi Rusia (23,1%) dan Australia (0,6%). Dari tabel tersebut juga dapat
diketahui bahwa sebagian besar negara yang mengenakan beban pajak atas
85
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
maupun penawaran yang rendah dan apakah tersedia produk substitusi dari
produk mineral.Namun data statistik yang telah kami uraikan pada bagian data
dan fakta sebelumnya memperkuat hal ini. Sebagian besar permintaan pasar
internasional terhadap bijih mineral utama yang terkena bea keluar (bijih besi,
nikel dan aluminium) sama sekali tidak mengalami penurunan. Bahkan trend
ekspor ketiga jenis mineral tersebut pasca pemberlakuan kebijakan bea keluar
Gambar 4.12
5000000.0
4000000.0
3000000.0 Bijih Besi
2000000.0 Bijih Nikel
1000000.0
Bijih Aluminium
-
Juli
Januari
Februari
April
Juni
Agustus
Mei
Oktober
September
November
Maret
Desember
86
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
ekspor bijih nikel pada periode september sampai dengan november 2012. Pada
bulan Agustus, ekspor bijih nikel baru mencapai 1,68 juta ton. Untuk bulan
kembali sekitar 53,5% pada bulan oktober menjadi 4,6 juta ton. Angka puncak
volume ekspor bijih nikel terjadi pada bulan november dengan total volumenya
Dengan menganalisis trend volume ekspor bijih mineral yang terkena bea
peningkatan harga produk bijih mineral akibat penambahan beban bea keluar
dihubungkan dengan teori yang dikemukakan Kusmartata hal ini menjadi sangat
sehingga menjadi salah suplier produk mineral mentah dunia.Kondisi ini bahkan
beberapa jenis mineral yang telah kami sampaikan pada bagian sebelumnya
87
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Tabel 4.16
Kondisi Sumber daya Tambang di Indonesia
ekonomi secara langsung. Dalam hal ini, ada tiga poin yang menjadi sorotan
kami. Yaitu, isu lingkungan, pengawasan ekspor bijih mineral dan menguatnya
minat investasi sektor industri hulu. Ketiga poin ini menjadi ukuran manfaat dan
Namun dampak yang kami analisis ini lebih bersifat kualitatif dengan melakukan
yang berkompeten.
88
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Isu Lingkungan
dengan latar belakang pengambilan kebijakan bea keluar atas bijih mineral,
yang tidak terkendali dari sumber daya mineral akan menyebabkan penipisan
sumber daya tak terbarukan. Data statistik yang telah diuraikan terdahulu
kemungkinan dunia akan ambruk karena sumber daya yang penting, seperti
sumber daya alam. Misalnya cadangan minya dunia. Akan tetapi lokasi
persediaan sumber daya alam tersebut semakain jauh dari para konsumen.
c) Manusia semakin tergantung pada sumber daya alam yang semakin rendah
89
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Dampak ketiga yang kami analisis berkaitan dengan kebijakan bea keluar
bentuk Permen ESDM nomor 7 tahun 2012 berupaya agar sumber daya mineral
yang dieksploitasi harus memberikan nilai tambah dan manfaat ekonomi dan
Sejak terbitnya Permen ESDM nomor 7 tahun 2012 maka sebagai salah
satu syarat utama bagi pengusaha yang berminat untuk menjadi eksportir
terdaftar (ET) produk pertambangan dan juga dalam rangka memperoleh Surat
laporan utama Warta Bea cukai (september 2012) setelah munculnya kebijakan
Permen ESDM nomor 7 tahun 2012 yang diikuti dengan Kebijakan bea keluar
90
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
asing maupun dalam negeri untuk berinvestasi. Hal ini telah terbukti dengan
Kementerian ESDM.
ekspor dan pengenaan bea keluar adalah dari sisi penertiban kegiatan ekspor
ekspor pada prinsipnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik. Namun hanya dalam
fisik:
b) barang ekspor yang pada saat impornya ditujukan untuk diekspor kembali;
atau
ketentuanperundang-undangan.
Dengan penetapan bijih mineral sebagai salah satu objek bea keluar maka
hal ini memberikan kewajiban pengawasan yang lebih intensif dari aparatur
91
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
dilakukan oleh eksportir pertambangan. Salah satu kasus yang pernah diungkap
pemuatan.Dalam izin ET dan SPE nya dinyatakan sebagai bijih nikel, padahal
dan alternatif 2. Dalam hal ini, asumsi kondisi baseline adalah pada kondisi
Tabel 4.17
Komparasi Manfaat dan Biaya
Volume Ekspor (C) Nikel: 71.165.904 Ton Nikel: 49.352.036 Ton Nikel: -21.813.868
Bauksit: 57.371.259 Ton Bauksit: 27.495.010 Ton Bauksit: -29.876.249
92
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan komparasi manfaat dan biaya dalam tabel 4.17 terlihat bahwa
kebijakan bea keluar atas bijih mineral memiliki manfaat yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan tingkat biaya yang harus ditanggung pemerintah. Dari sisi
biaya, kebijakan bea keluar menurunkan angka volume ekspor bijih mineral
(yang diwakili komoditi nikel dan bijih aluminium). Hal ini tentu saja akan
akan membawa dampak ekonomi yang cukup besar bagi Industri Hilir mineral.
Dari sisi fiskal, kebijakan bea keluar telah memberikan kontribusi yang
cukup signifikan bagi kas negara. Angka penerimaan bea keluar bijih mineral
selama periode awal pemberlakuan kebijakan (Juni 2012 s.d. Mei 2013) telah
Kemudian dari sisi pengawasan ekspor, kebijakan bea keluar bijih mineral
93
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
94
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Latar belakang terbitnya kebijakan bea keluar atas bijih mineral secara
Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Adapun kondisi yang
adalah:
Kebijakan larangan mengekspor bijih (raw material) bagi pemegang IUP dan
IPR dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal 6 Febuari 2012
95
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Mei 2012 memutuskan untuk mengkaji kebijakan penerapan bea keluar dan
dengan Permen ESDM nomor 11 tahun 2012. Aturan strategis yang diubah
adalah bahwa pemegang IUP dan IPR dapat mengekspor bijih (raw material)
Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
96
BAB V PENUTUP
bahwa pilihan menerapkan kebijakan bea keluar terhadap bijih mineral sudah
tepat. Kebijakan pembatasan ekspor yang disertai dengan penerapan bea keluar
atas bijih mineral memiliki manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
Dari sisi biaya, kebijakan bea keluar mampu menurunkan angka volume
ekspor bijih mineral (yang diwakili komoditi nikel dan bijih aluminium). Penurunan
angka volume ekspor bijih mineral khususnya nikel berdasarkan simulasi dua
kondisi alternatif kebijakan, diperkirakan mencapai angka 21,8 juta ton untuk
komoditi nikel dan 29,8 juta ton untuk komoditi bijih aluminium. Hal ini tentu saja
namun iklim investasi sektor industri hilir pertambangan mineral mulai bergairah.
Kebijakan bea keluar yang dibarengi dengan kebijakan pengendalian ekspor bijih
hilir. Hingga bulan oktober 2013, tercatat sudah 110 proposal pembangunan
kementerian ESDM.
Dari sisi fiskal, kebijakan bea keluar telah memberikan kontribusi yang
cukup signifikan bagi kas negara. Angka penerimaan bea keluar bijih mineral
selama periode awal pemberlakuan kebijakan (Juni 2012 s.d. Mei 2013) telah
Meskipun tujuan mendasar bea keluar bijih mineral tidak sama sekali untuk
97
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
total penerimaan DJBC di tahun 2012. Padahal bea keluar atas mineral baru
diminimalisasi. Hal ini meberikan damapak yang sangat positif terhadap upaya-
B. Keterbatasan Penelitian
1. Mengingat implementasi kebijakan bea keluar baru dimulai sejak bulan Mei
2012 dan baru efektif dilaksanakan pada bulan Juni 2012 praktis periode
pengamatan yang kami lakukan hanya sekitar 12 bulan. Waktu yang pendek
ini menurut hemat kami belum ideal untuk sebuah penelitain yang
komprehensif.
2. Penelitian ini hanya mengkaji kebijakan dari sisi aparatur pembuat kebijakan
dan belum menyeluruh hingga mencakup dampak yang dialami oleh pelaku
usaha.
98
BAB V PENUTUP
Dari sisi waktu, perumusan kebijakan bea keluar atas bijih mineral
bea keluar meskipun mampu mengurangi laju volume ekspor bijih mineral
ekspor bijih mineral kembali meningkat. Harus diingat bahwa tujuan akhir
99
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
100
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan :
Abimanyu, Anggito dan Megantara, Andi (ed.), Era Baru Kebijakan Fiskal,
Kompas, Jakarta, 2009
101
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
102
LAMPIRAN
Lampiran 1
Transkrip Wawancara
Penerapan bea keluar yang efektif adalah yang dapat membatasi ekspor
komoditi tertentu yang berpotensi mempengaruhi devisa ekspor. Namun
demikian penerapan bea keluar dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional
yang lebih luas. Pengenaan bea keluar terhadap bahan baku akan
mendorong pengolahan di dalam negeri dan ekspor dalam bentuk yang lebih
hilir. Dengan ini nilai tambah akan dinikmati di dalam negeri sehingga secara
nasional diharapkan peningkatan ekonomi akan lebih besar dari potensi
penurunan devisa.
Secara teoritis dapat pula disampaikan bahwa pajak ekspor (bea keluar)
yang diterapkan pada “large country” akan berdampak positif terhadap
negara pengekspor dengan “national welfare” yang bernilai positif.
Sebagaimana digambarkan pada grafik di bawah diasumsikan hanya ada
dua negara yang melakukan perdagangan, satu negara pengimpor dan satu
negara pengekspor. Kurva penawaran dan permintaan bagi kedua negara
akan ditampilkan dalam grafik PFT adalah harga keseimbangan
perdagangan bebas. Pada harga itu, jumlah kelebihan permintaan oleh
negara pengimpor sama dengan kelebihan pasokan oleh eksportir.
Jumlah impor dan ekspor ditampilkan sebagai garis biru pada grafik masing-
masing negara (jarak horizontal antara kurva penawaran dan permintaan
pada harga perdagangan bebas (PFT)). Ketika negara pengekspor besar
menerapkan pajak ekspor, hal ini akan menyebabkan penurunan harga
103
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
2. Apa saja dasar alasan pengenaan bea keluar? apakah hanya semata-
mata berdasarkan Undang-undang Kepabeanan atau apakah ada faktor
lain ?
104
LAMPIRAN
Namun demikian ada tiga alasan pokok mengapa suatu komoditi dibatasi
perdagangannya ke luar negeri. Alasan pertama karena komoditi tersebut
sangat dibutuhkan di dalam negeri. Sebagai contoh adalah komoditi Crude
Palm Oil (CPO) yang digunakan sebagai bahan baku minyak goreng. Saat
harga CPO di pasaran internasional meningkat tajam maka akan ada
kecenderungan untuk mengekspor CPO sehingga akan membahayakan
industri minyak goreng nnasional karena kekurangan pasokan bahan baku
yang pada akhirnya akan merugikan konsumen dalam negeri karena stok
minyak goreng akan berkurang drastis sehingga harga minyak goreng akan
membumbung tinggi. Kondisi semacam inilah yang perlu diantisipasi oleh
pemerintah agar ketersediaan bahan baku CPO di dalam negeri tetap
terjamin.
105
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
106
LAMPIRAN
Kebijakan pengenaan bea keluar atas ekspor bijih (raw material/ore) mineral
yang mulai berlaku pada tanggal 16 Mei 2012 merupakan salah satu dari
paket kebijakan pengendalian ekspor bijih mineral yakni Kebijakan
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian dengan Peraturan Menteri ESDM No.7 tahun 2012 jo. No.11
tahun 2012, Kebijakan Tata Niaga Ekspor Produk Pertambangan dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2012 jo. Nomor 52 Tahun
2012. Dengan demikian kebijakan bea keluar atas bijih mineral adalah
sebagai disinsentif atas ekspor barang tambang dan bukan untuk
penerimaan pajak tambahan.
107
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Lampiran 2
Nilai Bea
No. Nama Kantor Jenis Mineral PEB Keluar
Rp (Juta)
108
RIWAYAT HIDUP PENELITI
Nama : Surono
NIP : 1972080772 1992 12 1001
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 8 Juli 1972
Jabatan : Widyaiswara Muda
Data Pendidikan
1. Prodip III Keuangan Spesialisasi Bea dan Cukai, lulus tahun 1994
2. Sarjana Manajemen Perekonomian Negara (S.Sos)STIA-Lembaga
Administrasi Negara, Jakarta, lulus tahun 2000
3. Magister Ilmu Manajemen (M.Si) Universitas Sumatera Utara, Medan, lulus
tahun 2007
Riwayat Pekerjaan
1. Pemeriksa pada KPU Bea dan Cukai Batam, tahun 2007-2009
2. Kepala Seksi Keberatan dan Banding, Kanwil BC TBK, tahun 2009
3. Widyaiswara Muda pada Pusdiklat Bea dan Cukai, 2009
Riwayat Mengajar
1. Pengajar pada Pusdiklat Bea dan Cukai
2. Pengajar pada STAN Spesialisasi Bea dan Cukai
3. Pengajar pada Pusat Pelatihan Ekspor Impor (PPEI) Kemdag Jakarta
109
KAJIAN ATAS KEBIJAKAN PENGENAAN BEA KELUAR
TERHADAP BIJIH (RAW MATERIAL ATAU ORE) MINERAL
Data Pendidikan
1. Prodip III Keuangan Spesialisasi Bea dan Cukai, lulus tahun 1994
2. Sarjana Ekonomi (SE) Universitas Dr Soetomo Surabaya, lulus tahun 2001
3. Magister Managemen (MM) Universitas Bhayangkara, lulus tahun 2009
Riwayat Pekerjaan
1. Pemeriksa pada KPU Tanjung Priok 2007-2009
2. Widyaiswara pada Pusdiklat Bea dan Cukai, 2009
Riwayat Mengajar
1. Pengajar pada Pusdiklat Bea dan Cukai
2. Pengajar pada STAN Spesialisasi Bea dan Cukai
3. Pengajar pada Pusat Pelatihan Ekspor Impor (PPEI) Kemdag
110