Anda di halaman 1dari 21

REFERAT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

SOLUSIO PLASENTA

Disusun oleh:
Aidil Fitra
102118089

Pembimbing
Dr. Herizal, Sp. OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
BATAM
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhana wata’ala yang telah memberikan berkah dan

pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat dengan judul “SOLUSIO

PLASENTA” yang dianjurkan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS ILMU OBSTETRI

DAN GINEKOLOGI. Sholawat teriring salam di curahkan kepada baginda Nabi Shalallahu

‘alaihi wassalam yang telah membawa kita dari alam yang penuh dengan kebodohan menuju

alam yang penuh dengan kerahmatan NYA.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Herizal, Sp. OG

yang telah bersedia membimbing kami, sehingga referat ini dapat selesai pada waktunya.

Mohon maaf jika dalam penulisan referat ini terdapat kesalahan, dan mohon kritik dan saran

pembaca demi kesempurnaan referat ini. Atas perhatian dan saran penulis ucapkan terima kasih.

Binjai, 14 Desember 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

ii
Daftar Isi

1. Definsi ..........................................................................................................................1

2. Klasifikasi ....................................................................................................................1

3. Epidemiologi ................................................................................................................2

4. Etiologi

a. Faktor Kardio Reno-Vaskuler .......................................................................................4

b. Faktor Trauma ...............................................................................................................4

c. Faktor Paritas Ibu ..........................................................................................................4

d. Faktor Usia Ibu .............................................................................................................5

e. Faktor Leiohioma Uteri ................................................................................................5

f. Faktor Penggunaan Kokain ...........................................................................................5

g. Faktor Kebiasaan Rokok ..............................................................................................5

h. Riwayat Solusio Plasenta Sebelumnya .........................................................................5

i. Pengaruh Lain ................................................................................................................6

5. Patofisiologi .................................................................................................................6

6. Gambaran Klinis

a. Solusio Plasenta Ringan ................................................................................................7

b. Solusio Plasenta Sedang ...............................................................................................7

c. Solusio Plasenta Berat ..................................................................................................8


iii
7. Komplikasi ..................................................................................................................8

8. Diagnosis ....................................................................................................................10

9. Terapi

a. Solusio Plasenta Ringan ..............................................................................................13

b. Solusio Plasenta Sedang dan Berat .............................................................................14

10. Prognosis ..................................................................................................................15

Daftar Pustaka

SOLUSIO PLASENTA

1. Definisi

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi

normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir .
iv
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur
(2)
plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir . Jika separasi ini

terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus
(5)
imminens . Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio

plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir,

dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat

janin di atas 500 gram .

Gambar 1.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

2. Klasifikasi

a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta


(5)
:

1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.

2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.

3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3):

1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar

v
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma

retroplacenter

3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio

(2)
plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu :

1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda

renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar

fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat

janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar

fibrinogen plasma 120-150 mg%.

3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,

pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan

3. Epidemiologi

Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain

menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1

dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta

di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti

untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya
(8)
.

Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500

persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula
(2)
penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan . Menurut hasil

vi
penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di

Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh

Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio

plasenta .

Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu

hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan (2) .


No. Penyebab Perdarahan Sampel (%)
1. Solusio Plasenta 141 19
2. Laserasi/ Ruptura uteri 125 16
3. Atonia Uteri 115 15
4. Koagulopathi 108 14
5. Plasenta Previa 50 7
6. Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata 44 6
7. Perdarahan Uterus 44 6
8. Retained Placentae 32 4

Pada tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai
(2)
penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan .

Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto

Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan.

Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan,

yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio

plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah

sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian

penderita maupun dokternya (5).

Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam

periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan

(0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan .

4. Etiologi
vii
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor

yang menjadi predisposisi :

1. Faktor kardio-reno-vaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia .

Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus

solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai

penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat

terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu (2,3).

2. Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain :

- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi

luar atau tindakan pertolongan persalinan.

- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang

terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4%
(9)
dari seluruh kasus solusio plasenta . Di RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio

plasenta disertai trauma (5).

3. Faktor paritas ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa

dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara

dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian

viii
solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin

tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (2,3,5).

4. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya

peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat

diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5).

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta

apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (3).

6. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan

pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme

pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini

belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan

kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .

7. Faktor kebiasaan merokok

Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai

dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan

pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa

abnormalitas pada mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa

resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai

terjadinya kehamilan (12)

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

ix
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta

adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta

sebelumnya (3).

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava

inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain (16).

5. Patogenesis.

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium
atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan
perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,3).

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom


subkhorionik.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan
plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun
belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta
didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena
otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu
dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan
menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian
darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga
dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara
otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi
x
uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini
dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna
biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat
tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus
yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan post partum yang hebat (3,5).
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin
yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler
dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu
jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi
gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya (5).

6. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas


pengelompokannya menurut gejala klinis (2,5):

1. Solusio plasenta ringan

Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat

pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan

pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau

terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin

masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja

menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang

menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam

yang berwarna kehitam-hitaman (2,5).

2. Solusio plasenta sedang

Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua

per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio

plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus,

yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan
xi
pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml.

Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup

mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan

nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup,

bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah
(2,5)
terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat .

3. Solusio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat
tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.
Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan
darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).

7. Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang

terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:

1. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya
kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak
sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat (2,3,12).
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan
segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi
akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok
perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan
petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan
xii
tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan
mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan
yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga
dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .

2. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta,
pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.
Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong
dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan
intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks
ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat.
Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan
mengatasi kelainan pembekuan darah (2).

3. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh


hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM
dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta
yang ditelitinya (5).
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg%
maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5).
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :
a. Fase I

Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah,

disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler

(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan

karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive.

Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan

pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan

syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan

ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria .

b. Fase II

xiii
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali

peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.

Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen

sehingga terjadi perdarahan patologis . Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan

darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan

pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan

laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak

mencerminkan keadaan penderita saat itu (2).

4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah
perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa
disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung
pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan .
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :

1. Fetal distress

2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan

3. Hipoksia dan anemia

4. Kematian

8. Diagnosis

Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh,
perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas
sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan
eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai
akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi
mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat
kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat (2,3).
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus
solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) :

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

xiv
No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)
1. Perdarahan pervaginam 78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66
3. Gawat janin 60
4. Persalinan prematur idiopatik 22
5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17
6. Uterus hipertonik 17
7. Kematian janin 15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda
dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.

Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya

tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta

sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut

yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita

menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi

perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.

Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :

1. Anamnesis (5)

- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat

yang dirasa paling sakit.

- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-

recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .

- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis

yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.

- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi (5)

xv
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi (5)

- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik

waktu his maupun di luar his.

- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi (5)

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140,

kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu

per tiga bagian.

5. Pemeriksaan dalam

- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his

maupun di luar his.

xvi
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke

bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan

dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum (5)

- Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit

vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil

dan filiformis.

7. Pemeriksaan laboratorium

- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.

- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada

solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka

diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen

(fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

8. Pemeriksaan plasenta .

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian

plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya

menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

- Terlihat daerah terlepasnya plasenta

- Janin dan kandung kemih ibu

xvii
- Darah

- Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.

9. Terapi

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala

klinis, yaitu:

a. Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan

(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah
(2)
baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan .

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin

jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka

kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin
(4)
mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan .

b. Solusio plasenta sedang dan berat

xviii
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah

sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria (5).

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi

sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi

akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan

amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi

masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-

faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler

dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang

bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami

gangguan (3,4).

Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi

adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan

penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya

buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh

karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti

yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat,

apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal

meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi,

mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi

kelainan pembekuan darah.

Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan

pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh

karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan,

xix
dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi

darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah (19).

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta.

Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus

oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (5,17).

Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi.

Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria

maka tindakan histerektomi perlu dilakukan (5).

10. Prognosis

Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya

perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya

perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka

kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar

kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5).

Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada

literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada

kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta

yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan.

Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus

tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5).

DAFTAR PUSTAKA

xx
1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam: Ilmu

Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21.

2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical

Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall International Inc Appleton.

Lange USA. 2001; 819-41.

3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno

Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University

Press, 2001; 456-70.

4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.

5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.

6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian

Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

xxi

Anda mungkin juga menyukai