Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KEPERAWATAN KOMUNITAS

STRATEGI INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA REMAJA

Dosen Pembimbing :

Ns.Desi Deswita, M. Kep, SP. Kep. Kom.

Kelompok REMAJA , Lokal 3A :


LIDIANA AFRIANZAH PUTRI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI PADANG


PRODI D.III KEPERAWATAN SOLOK
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal ini.
Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa yang berjudul
tentang “RENCANA STRATEGI INTERVENSI KEPERAWATN KOMUNITAS
TERKAIT REMAJA (BULLYING)”. Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga
untuk menambah wawasan tentang Rencana Strategi yang akan dilaksanakan untuk
meningkatkan kemampuan diri.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns.Desi Deswita, M.
Kep, Sp Kep. Kom. selaku dosen pembimbing mata kuliah Materi Keperawatan Komunitas.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun penyusunan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang membangun demi kesempurnaan makalah ini dan memperbaiki kesalahan
dimasa yang akan datang.

Solok, 22 Agustus 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa
dewasa, di mana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka
bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tetapi
bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa ini kira-kira pada umur 13 tahun
dan berakhir kira-kira umur 21 (Daradjat, 1983)
Menurut WHO (Who Health Organization) bahwa definisi remaja
dikemukakan melalui tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.
Sehingga dapat dijabarkan bahwa remaja adalah suatu masa dimana individu
berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya
sampai saat ia mencapai kematangan sosial. Individu yang mengalami perkembangan
psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Serta individu yang
mengalami peralihan dari ketergantungan menjadi keadaan yang relatif lebih mandiri
(Sarwono, 2013).

B. Rumusan Masalah
a. Menjelaskan program pemerintah dan program puskesmas terkain
permasalahan remaja (bullyin)?
b. Menjelaskan konsep terkait dengan remaja (bullying)?
c. Menjelaskan strategi intervensi terkait remaja?

C. Tujuan
a. Untuk menjelaskan bagaimana program pemerintah dan program puskesmas
terkait remaja (bullying)
b. Untuk menjelaskan konsep terkait remaja ( bullying)
c. Untuk menjekaskan strategi intervensi terkait remaja (bullying)
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pogram Pemerintah dan Program Kerja Puskesmas Terkait Remaja (Bullying).


1. Program Pemerintah
a. STRATEGI PENCEGAHAN BULLYING MELALUI PROGRAM “SEKOLAH
CARE ” BAGI FASILITATOR SEBAYA.
(“STRATEGI PENCEGAHAN BULLYING MELALUI PROGRAM ‘
SEKOLAH CARE ’ BAGI FASILITATOR SEBAYA Muthia Aryuni,” 2017)
Sekolah CARE merupakan sebuah program pelatihan yang akan diberikan
kepada siswa. “CARE” merupakan akronim dari kata CAring, Respect and
Educate, dengan harapan bahawa pelatihan Sekolah CARE dapat mengedukasi
siswa untuk peduli dan respek terhadap teman sebaya dan menciptakan
lingkungan sekolah yang nyaman.
Program pelatihan “Sekolah CARE” bertujuan untuk mengajarkan
keterampilan memandu diskusi kasus kepada siswa yang nantinya akan
menjadi fasilitator teman sebaya dalam menyampaikan informasi antibullying
di sekolahnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chandra & Mulya (2009) untuk
mendeskripsikan perilaku bullying siswa SMA di Surabaya dengan
mengambil sampel sebanyak 765 siswa. Hasil menyebutkan sebanyak 48.2%
siswa mengaku pernah menjadi korban bullying dan 45.1% siswa pernah
menjadi pelaku. Korban melaporkan Pembulian di Sekolah (PDS) banyak
terjadi di dalam kelas saat tidak ada guru (35.9%) bahkan pada saat pelajaran
sedang berlangsung (30.2%).
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan bahawa
program pelatihan “Sekolah CARE” dapat meningkatkan keterampilan siswa
untuk menjadi fasilitator teman sebaya melalui metode diskusi kasus yang
bertemakan tentang bullying. Hasil analisis data menunjukkan bahawa
terdapat perbedaan tingkat keterampilan menjadi fasilitator diskusi kasus pada
kelompok eksperimen setelah mengikuti pelatihan dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang tidak diberikan pelatihan. Hal ini dapat diketahui dari
perbedaan skor keterampilan yang signifikan antara subjek yang berada pada
kelompok eksperimen dibandingkan dengan subjek yang berada pada
kelompok kontrol.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Krueger dkk (2004) yang mengatakan bahwa diskusi lebih efektif dalam
meningkatkan retensi, kemampuan pemecahan masalah siswa, kemampuan
berpikir dan motivasi belajar jika dibandingkan dengan metode ceramah.
Berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget (dalam Santrock, 2007),
remaja berada dalam tahap operasional formal yaitu mereka sudah dapat
berpikir secara lebih abstrak, idealistis dan logis. Pemilihan metode diskusi
kasus untuk penyampaian informasi antibullying oleh fasilitator teman sebaya
dirasa lebih cocok dan tepat dibandingkan dengan menggunakan metode lain.
Freiberg & Driscoll (1996) mengatakan bahawa diskusi bersifat menuntut
kreatifitas siswa untuk saling percaya dan saling membina kerja sama antar
siswa. Selanjutnya Buhrmester & Furman (dalam Santrock, 2007) berpendapat
bahawa remaja lebih banyak mengungkapkan informasi kepada teman
sebayanya dan lebih tergantung kepada kawan daripada orangtuanya untuk
memuaskan kebutuhan akan rasa kebersamaan, kepastian dan kedekatan. Oleh
karena itu penggunaan teman sebaya dirasa cocok untuk menyampaikan
informasi antibullying dikalangan remaja.

b. UPAYA PENANGANAN BULLYING MELALUI PROGRAM


“PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER”
(“No Title,” 2017)Upaya dalam melaksanakan pendidikan di sekolah
dibutuhkan berbagai faktor pendukung diantaranya yaitu kondisi kelas yang
kondusif, baik kondusif fisik maupun non fisik. Kondusif fisik diantaranya
meliputi kondisi bangunan, fasilitas dan lingkungan yang mendukung
pendidikan tersebut. Sedangkan kondusif non fisik yaitu suasana dalam kelas,
suatu sekolah dikatakan kondusif non fisik apabila sekolah tersebut mampu
menciptakan suasana yang damai atau peaceful (Darmalina. 2014: 22). Namun
pada kenyataanya, masih banyak sekolah yang belum memiliki suasana yang
damai. Pemerintah sudah mencanangkan adanya pendidikan ramah anak yang
tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2002 pasal 54 tentang perlindungan anak.
Mengupas hak-hak anak dan menganjurkan untuk tidak melakukan kekerasan
pada anak atau yang sering disebut bullying.menurut Kesuma (2014: 15)
Bullying merupakan “suatu perilaku agresif yang bersifat negatif pada
seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang
dengan sengaja untuk menyakiti orang lain baik secara fisik ataupun mental
karena adanya penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan”. Senada dengan
pernyataan diatas, Glenn dan Shauna menjelaskan bahwa “bullying is
aggressive behavior that involves unwanted, negative actions, involves a
pattern of behavior repeated over time and involves an imbalance of power
and strength”. Berdasarkan pendapat diatas Bullying merupakan perilaku
agresif tidak diinginkan yang menyangkut tindakan negatif yang berulang-
ulang dari waktu ke waktu dan melibatkan ketidakseimbangan antara
kekuasaan dan kekuatan. Apabila bullying terjadi terus menerus dan tidak
segera diselesaikan akan menimbulkan dampak negatif bagi dunia pendidikan
di Indonesia. Penyebab kekerasan anak di sekolah kebanyakan datang dari
teman sebaya atau kakak tingkat yang melalui intimidasi terhadap pihak yang
lemah. Menurut Priyatna (2010: 6-8) mengemukakan bahwa faktor-faktor
penyebab bullying antara lain: Faktor keluargadan lingkungan pergaulan.
Apabila fenomena bullying terjadi terus menerus dan tidak segera ditangani
maka akan menimbulkan dampak negatif bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan Putro (2016) yang berjudul “Bullying dan
Penanganannya pada Kelas Bawah di SD Muhammadiyah 5 Surakarta” dapat
diambil kesimpulan bahwa penanganan yang dilakukan guru dalam menangani
bullying di kelas bawah yaitu: 1) Memanggil siswa yang terlibat bullying, 2)
Menelusuri permasalahan yang sebenarnya terjadi, 3) Memberikan nasihat
kepada siswa yang dihubungkan dengan muatan-muatan pembelajaran, 4)
Menumbuhkan jiwa empati, 5) Adanya penanaman nilai-nilai agama, 6)
Memiliki buku catatan kasus siswa, 7) Dihadapkan kepada kepala sekolah dan
bila perlu memanggil orang tua siswa jika kasus bullying sulit ditangani.
Mengingat bahaya dan pentingnya penanganan bullying yang dilakukan di
sekolah dasar, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Penanganan Bullying di Kelas IV SD Muhammadiyah 4 Kandang sapi
Surakarta Melalui Penanaman Pendidikan Karakter”.
2. Progam Puskesmas
a. PENCAPAIAN STANDAR NASIONAL PROGRAM PELAYANAN
KESEHATAN PEDULI REMAJA PADA POSYANDU REMAJA
(PKPR)
(Afrianti et al., 2017) Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
merupakan salah satu program pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
remaja di puskesmas, untuk mewujudkan "remaja sehat". Tujuan Penelitian ini
adalah untuk menganalisis implementasi Program Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) di Puskesmas. Jenis penelitian mixed Method (kuantitatif dan
kualitatif) dengan subjek penelitian petugas PKPR di Puskesmas Kota Banda
Aceh. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan wawancara mendalam.
Pengolahan dan analisis data menggunakan matriks rekapitulasi dan analisis
isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan Puskesmas dalam
pelaksanaan PKPR di Puskesmas kota Banda Aceh berada pada kategori
minimal, dari lima standar nasional PKPR, standar jejaring dan manajemen
kesehatan merupakan standar yang memiliki pencapaian terendah (minimal).
Keberhasilan implementasi PKPR pada Puskesmas dengan kategori Paripurna
dilatar belakangi oleh adanya kemauan dan kemampuan petugas PKPR dalam
menjalankan program dengan niat membantu mengatasi permasalahan pada
remaja. Diharapkan kepada pihak terkait agar lebih serius dan aktif dalam
melaksanakan program PKPR dengan melakukan supervisi serta monitoring
dan evaluasi terhadap program PKPR secara rutin dan berkesinambungan serta
dapat mengalokasikan dana khusus untuk mendukung segala kegiatan yang
ada dalam program PKPR.
Hasil studi ini menyimpulkan bahwa Kemampuan Puskesmas dalam
Pelaksanaan PKPR di Puskesmas Kota Banda Aceh Masih berada pada
kategori Minimal dimana 45,45% standar SDM dan fasilitas kesehatan berada
pada kategori minimal, 72,7% standar remaja berada pada kategori minimal,
100% standar jejaring remaja pada kategori minimal, dan 90.9% standar
manajemen kesehatan berada pada kategori minimal. Pelaksanaan PKPR pada
Puskesmas PKPR dengan kategori paripurna sudah berusaha dilaksanakan
sesuai dengan pedoman yang berlaku, meskipun terdapat berbagai kendala dan
hambatan seperti kurangnya petugas terlatih, kurangnya dukungan dari dinas
kesehatan dalam bentuk monitoring, reward, dan dana, namun petugas PKPR
memiliki kemahuan dan motivasi yang baik dalam melaksanakan program
sebaik mungkin guna membantu permasalahan remaja. Hambatan ataupun
permasalahan PKPR terutama berada pada fasilitas ataupun sarana dan
prasarana, kurangnya dukungan dana untuk pelaksanakan kegiatan program
PKPR.

b. PENCAPAIAN STANDAR NASIONAL PROGRAM PELAYANAN


KESEHATAN PEDULI REMAJA PADA POSYANDU REMAJA
(PKPR) DI SURABAYA
(Putri, Ningsih, Masyarakat, & Airlangga, 2018) Posyandu remaja di
Kota Surabaya bertempat di 15 Puskesmas yang telah dinobatkan sebagai
Puskesmas pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR). Posyandu remaja
tersebut memiliki tantangan dan karakter yang berbeda satu sama lain.
Posyandu remaja yang tersebar di 15 Puskesmas, belum semuanya mencapai
penilaian paripurna, diantaranya masih optimal bahkan ada yang minimal.
Penilaian tersebut berdasarkan pada standar nasional pelayanan kesehatan
peduli remaja.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat Pemenuhan standar nasional
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Kota Surabaya rata-rata sudah
mencapai standar PKPR tersebut. Sesuai indikator dari standar PKPR tersebut,
hal ini terbagi menjadi tiga kategori posyandu remaja, yaitu posyandu dengan
kategori paripurna, posyandu dengan kategori optimal dan posyandu dengan
kategori minimal. Posyandu remaja yang mendapatkan kategori paripurna
adalah 26%. Posyandu remaja yang mendapatkan kategori optimal adalah
33%. Posyandu remaja yang memiliki kategori minimal adalah 41%.
Rekomendasi yang bisa diberikan dari penelitian ini adalah posyandu dengan
pencapaian minimal bisa mengambil pelajaran dari posyandu dengan
pencapaian tertinggi. Mengadopsi tips dan trik yang dilakukan posyandu
remaja paripurna maupun optimal dalam melaksanakan kegiatan posyandu
remaja. Selain itu juga mengadopsi tips dan trik dari posyandu remaja dengan
kategori paripurna dalam memenuhi standar PKPR.
Posyandu remaja dalam melakukan penilaian dan evaluasi hendaknya
menggunakan pedoman yang khusus ditujukan untuk posyandu remaja
sehingga penilaian terfokus di pelayanan posyandu remaja. Sekarang belum
terdapat pedoman khusus yang ditujukan untuk pelaksanaan posyandu remaja.
Sekarang penilaian untuk posyandu masih berdasarkan kepada pedoman
PKPR dimana penilaian didalamnya tidak fokus untuk posyandu remaja
melainkan program PKPR. Posyandu remaja sejatinya adalah bagian dari
kegiatan program PKPR yang luar gedung, sedangkan penilaian yang terdapat
dipedoman yang ada mencakup keseluruhan program PKPR. Hal tersebut
tentu tidak efi sien dan tidak objektif untuk penilaian posyandu remaja, jika
posyandu remaja dinilai berdasarkan standar pelayanan PKPR

B. Konsep Remaja
1. Pengertian Remaja
Kata Remaja berasal dari bahasa Latin adolescentia yang berarti remaja yang
mengalamai kematangan fisik, emosi, mental dan sosial. Piaget (dalam Hurlock,
1980) mengatakan bahwa, masa remaja ialah masa berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia di mana individu tidak lagi merasa di bawah tingkatan
orang dewasa, akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama. Seseorang dikatakan
sudah memasuki masa remaja yaity remaja yang berusia anatara 16 dan 17 tahun.
Periode perkembangan ini akan berakhir pada usia 21 tahun(Pieter, 2011)
Masa remaja adalah masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa
dewasa, di mana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang.
Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan
bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa ini kira-kira
pada umur 13 tahun dan berakhir kira-kira umur 21 (Daradjat, 1983)
Masa remaja ialah masa penghubung atau masa peralihan antara nasa kanak-
kanak dengan masa dewasa. Pada periode tersebut terjadi perubahan-perubahan
besar dan esensiil mengenai kematangan fungsi-fungsi rokhaniah dan jasmaniah,
terutama fungsi seksual. Yang sangat menonjol pada masa ini : kesadaran yang
mendalam mengenai DIRI SENDIRI, dengan nama orang muda mulai meyakini
kemauan potensi dan cita-cita sendiri. Dengan kesadaran tersebut ia berusahan
menemukan jalan hidupnya, dan mulai mencari nilai-nilai tertentu seperti
kebaikan, keluhuran, kebijaksanaan, keindahan dan sebagainya(Kartono, 1986)
(Ii & Pustaka, 2013)masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu
tumbuh dari masa kanak-kanak menjadi individu yang memiliki kematangan.
Pada masa tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan
pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah, pertama hal yang bersifat eksternal,
yaitu adanya perubahan lingkungan, dan kedua hal yang bersifat internal, yaitu
karakteristik di ddalam diri remaja yang membuat relatif lebih bergejolak
dibandingkan dengan perkembangan lainnya (storm and stress periode).
Menurut WHO (Who Health Organization) da;am (Ii & Pustaka, 2013)bahwa
definisi remaja dikemukakan melalui tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan
sosial ekonomi. Sehingga dapat dijabarkan bahwa remaja adalah suatu masa
dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial. Individu yang
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi
dewasa. Serta individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan menjadi
keadaan yang relatif lebih mandiri

Menurut(Anna, Budi Keliat, 2002) Ciri perkembangan remaja yang normal


a. Menilai diri secara objektif
b. Merencanakan masa depannya
c. Dapat mengambil keputusan
d. Menyukai dirinya
e. Berinteraksi dengan lingkungannya
f. Bertanggung jawab
g. Mulai memperlihatkan kemandirian di keluarga
h. Meyelesaikan masalah dengan meminta bantuan orang yang menurutnya
mampu.

Menurut (Anna, Budi Keliat, 2002)Ciri perkembangan remaja yang abnormal


a. Tidak menemukan ciri khas (kekuatan dan kelemahan dirinya)
b. Merasa bingung, bimbang
c. Tidak mempunyai rencana untuk masa depan
d. Tidak mampu berinteraksi dengan lingkungannya
e. Memiliki perilaku antisosial
f. Tidak menyukai dirinya
g. Sulit mengambil keputusan
h. Tidak mempunyai minat
i. Tidak mandiri
2. Stimulasi pada masa remaja
Menurut (Anna, Budi Keliat, 2002)Stimulai pada remaja , yaitu :
1) Stimulasi normal pada Remaja
a. Diskusikan dengan remaja ciri perkembangan psikososial remaja normal dan
menyimpang
b. Diskusikan cara – cara untuk mencapai perkembangan psikososial yang
normal:
i. Anjurkan remaja berinteraksi dengan orang lain yang membuat remaja
nyaman untuk mencurahkan perasaan, perhatian dan kekhawatiran
ii. Anjurkan remaja mengikuti organisasi yang mempunyai kegiatan positif
(OR, seni, beladiri, pramuka, pengajian)
iii. Anjurkan remaja melakukan kegiatan dirumah, sesuai dengan perannya
c. Bimbing dan motivasi remaja membuat rencana kegiatan dan melaksanakan
rencana yang telah dibuatnya

2) Stimulasi abnormal pada Remaja


a. Diskusikan aspek positif/kelebihan yang dimiliki remaja
b. Bantu mengidentifikasi berbagai peran yang dapat ditampilkan remaja dalam
kehidupannya
c. Diskusikan penampilan peran yang terbaik untuk remaja
d. Bantu remaja mengidentifikasi perannya di keluarga.

3. Penatalaksanaan Terhadap Perilaku Remaja


Menurut (Remaja & Penanganannya, 2017), yaitu :
1. Tindakan Preventif
Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum dapat
dilakukan melalui cara berikut:
a. Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja
b. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para
remaja. Kesulitan-kesulitan mana saja yang biasanya menjadi sebab
timbulnya pelampiasan dalam bentuk kenakalan.
Usaha pembinaan remaja dapat dilakukan melalui
a. Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan
yang dihadapinya
b. Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan
keterampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran
agama, budi pekerti dan etiket.
c. Menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang optimal demi
perkembangan pribadi yang wajar.
d. Memberikan wejangan secara umum dengan harapan dapat bermanfaat.
e. Memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkah laku baik dan
merangsang hubungan sosial yang baik
f. Mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan kesempatan
mengemukakan pandangan dan pendapat para remaja dan memberikan
pengarahan yang positif.
g. Memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun
masyarakat di mana banyak terjadi kenakalan remaja.

Sebagaimana disebut di atas, bahwa keluarga juga mempunyai andil dalam


membentuk pribadi seorang remaja. Jadi untuk memulai perbaikan, maka harus
mulai dari diri sendiri dan keluarga. Mulailah perbaikan dari sikap yang paling
sederhana, seperti selalu berkata jujur meski dalam gurauan, membaca doa setiap
melakukan hal-hal kecil, memberikan bimbingan agama yang baik kepada anak
dan masih banyak hal lagi yang bisa dilakukan oleh keluarga. Memang tidak
mudah melakukan dan membentuk keluarga yang baik, tetapi semua itu bisa
dilakukan dengan pembinaan yang perlahan dan sabar.
Dengan usaha pembinaan yang terarah, para remaja akan mengembangkan
diri dengan baik sehingga keseimbangan diri yang serasi antara aspek rasio dan
aspek emosi akan dicapai. Pikiran yang sehat akan mengarahkan para remaja
kepada perbuatan yang pantas, sopan dan bertanggung jawab yang diperlukan
dalam menyelesaikan kesulitan atau persoalan masing-masing.
Usaha pencegahan kenakalan remaja secara khusus dilakukan oleh para
pendidik terhaap kelainan tingkah laku para remaja. Pendidikan mental di sekolah
dilakukan oleh guru, guru pembimbing dan psikolog sekolah bersama dengan
para pendidik lainnya. Ada banyak hal yang bisa dilakukan pihak sekolah untuk
memulai perbaikan remaja, di antaranya melakukan program “monitoring”
pembinaan remaja melalui kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan
ekstrakurikuler yang ada di sekolah dan penyelenggaraan berbagai kegiatan
positif bagi remaja.

1. Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat
dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran.
Dengan adanya sanksi tegas pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar
nantinya si pelaku tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang menyimpang lagi.
Oleh karena itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui pidana atau hukuman
secara langsung bagi yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu.Sebagai
contoh,remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam
keluarga.
Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua
terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib
harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus
dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.Di lingkungan
sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan hukuman terhadap
pelanggaran tata tertib sekolah.
Dalam beberapa hal, guru juga berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang
berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang
kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data
mengenai pelanggaran dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun
akibatnya.
Pada umumnya tindakan represif diberikan dalam bentuk memberikan
peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan
pengawasan khusus oleh kepala sekolahdan tim guru atau pembimbing dan
melarang bersekolah untuk sementara waktu (skors) atau seterusnya tergantung
dari jenis pelanggaran tata tertib sekolah.
2. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan
dianggap perlu mengubah tingkah laku pelanggar remaja itu dengan memberikan
pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus yang sering
ditangani oleh suatu lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang
ini.Solusi internal bagi seorang remaja dalam mengendalikan kenakalan remaja antara
lain:
a. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah
atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan
sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa
remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah
sebelumnya gagal pada tahap ini.
b. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point
pertama.
c. Remaja menyalurkan energinya dalam berbagai kegiatan positif, seperti
berolahraga, melukis, mengikuti event perlombaan, dan penyaluran hobi.
d. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua
memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
e. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata
teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.Jika
berbagai solusi dan pembinaan di atas dilakukan, diharapkan kemungkinan
terjadinya kenakalan remaja ini akan semakinberkurang dan teratasi.

Dari pembahasan mengenai penanggulangan masalah kenakalan


remaja ini perlu ditekankan bahwa segala usaha pengendalian kenakalan
remaja harus ditujukan ke arah tercapainya kepribadian remaja yang mantap,
serasi dan dewasa. Remaja diharapkan akan menjadi orang dewasa yang
berpribadi kuat, sehat jasmani dan rohani, teguh dalam kepercayaan (iman)
sebagai anggota masyarakat, bangsa dan negara.
C. Rencana Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
1. Proses Kelompok
Melalui pendekatan dengan intervensi yang memberikan gambaran yang jelas
kepada pembully bahwa tingkah laku bully adalah tingkah laku yang tidak bisa
dibiarkan berlaku di sekolah.
Pendekatan berupa penyuluhan dilakukan dengan mengintegrasikan kembali
murid yang menjadi korban bullying dan murid yang telah melakukan tindakan
agresif (bullying) bersama dengan komunitas murid lainnya ke dalam komunitas
sekolah supaya menjadi murid yang mempunyai daya tahan dan menjadi anggota
komunitas sekolah yang patuh dan berpegang teguh pada peraturan dan nilai-nilai
yang berlaku.
Program pendekatan pemulihan sosial ini mempunyai nilai utama yaitu
penghormatan, pertimbangan dan partisipasi. Prinsip yang digunakan adalah :
1) Mengharapkan yang terbaik dari orang lain
2) Bertanggungjawab terhadap tingkah laku dan menghargai perasaan
orang lain
3) Bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan
4) Peduli kepada orang lain

2. Promosi kesehatan
Melakukan promosi kesehatan berupa penyuluhan yang dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga, sekolah dan masyarakat.
a. Penyuluhan melalui anak dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar
1) Anak mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying
2) Anak mampu melawan ketika terjadi bullying pada dirinya
3) Anak mampu memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi
(melerai/mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan
kepercayaan, melaporkan kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh
masyarakat)
b. Penyuluhan melalui keluarga, dengan meningkatkan ketahanan keluarga dan
memperkuat pola pengasuhan. Antara lain :
1) Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar
sesama
2) Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini dengan
memperlihatkan cara beinterakasi antar anggota keluarga.
3) Membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan ketegasan
anak serta mengembangkan kemampuan anak untuk bersosialiasi
4) Mengajarkan etika terhadap sesama (menumbuhkan kepedulian dan sikap
menghargai), berikan teguran mendidik jika anak melakukan kesalahan
5) Mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari media
televisi, internet dan media elektronik lainnya.

c. Penyuluhan melalui sekolah


1) Merancang dan membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan
kepada murid bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat
kebijakan “anti bullying”.
2) Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid
3) Diskusi dan ceramah mengenai perilaku bully di sekolah
4) Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan
kondusif.
5) Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully.
6) Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua atau komite sekolah

3. Pemberdayaan
Pemberdayaan dilaksanakan di sekolah denan program, yaitu :
1) Membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan kepada murid
bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat kebijakan
“anti bullying” atau membuat “duta bullying”.
2) Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid dengan metode
ceramah mengenai perilaku bullying dengan menampilkan gambar yang
terkait dengan bulllyng agar siswa termotivasi dan menyadari perilaku salah
tersebut.
3) Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully dengan
melaporkan ke “Duta Bullying”.
4. Kemitraan
Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua, komite sekolah dan guru BK.
Terkait dengan bullying dengan membuat program “Anti Bullying” Kepada
siswa yang menjadi korban Bullying agar mereka mempunyai Rasa aman dan
dihargai sehingga pelajar akan bertindak mengontrol lingkungan dengan
melakukan tingkah laku social seperti melakukan “Anti Bullying”. Manajemen
dan pengawasan disiplin sekolah yang harus kuat sehingga perilaku bullying tidak
terjadi lagi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa remaja adalah masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa
dewasa, di mana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka
bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tetapi
bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa ini kira-kira pada umur 13 tahun
dan berakhir kira-kira umur 21 (Daradjat, 1983)
Masa remaja ialah masa penghubung atau masa peralihan antara nasa kanak-
kanak dengan masa dewasa. Pada periode tersebut terjadi perubahan-perubahan besar
dan esensiil mengenai kematangan fungsi-fungsi rokhaniah dan jasmaniah, terutama
fungsi seksual. Yang sangat menonjol pada masa ini : kesadaran yang mendalam
mengenai DIRI SENDIRI, dengan nama orang muda mulai meyakini kemauan
potensi dan cita-cita sendiri. Dengan kesadaran tersebut ia berusahan menemukan
jalan hidupnya, dan mulai mencari nilai-nilai tertentu seperti kebaikan, keluhuran,
kebijaksanaan, keindahan dan sebagainya (Kartono, 1986).

B. Saran

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas terselesaikannya


proposal ini. Kami selaku penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penulisan, bahasa, atau data yang kurang
lengkap. Oleh karena itu saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun
sangat kami harapkan untuk kami jadikan koreksi dan perbaikan dalam pembuatan
proposal yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, N., Tahlil, T., Studi, P., Keperawatan, M., Keperawatan, F., Kuala, U. S., … Aceh,
B. (2017). A
Anna, Budi Keliat, D. (2002). Manajeman Keperawatan Psikososial dan Kader kesehatan
jiwa CMHN Intermediate Course. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Daradjat, Z. (1983). Kesehatan Mental. Jakarta: PT GUNUNG AGUNG.
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2013). No Title, 11–28.
Kartono, K. (1986). Psikologi Anak. Bandung: ALUMNI.
No Title. (2017).
Pieter, H. Z. (2011). Pengantar Psikologi untuk Kebidanan. Jakarta: KENCANA PRANADA
MEDIA GROUP.
Putri, F., Ningsih, E., Masyarakat, F. K., & Airlangga, U. (2018). PENCAPAIAN
STANDAR NASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA PADA, 6,
40–45.
Remaja, K., & Penanganannya, D. A. N. (2017). Kenakalan remaja dan penanganannya, 4.
STRATEGI PENCEGAHAN BULLYING MELALUI PROGRAM “ SEKOLAH CARE ”
BAGI FASILITATOR SEBAYA Muthia Aryuni. (2017), 1(August 2013), 211–222.

Anda mungkin juga menyukai