Anda di halaman 1dari 7

Pencegahan dan Penurunan Kejadian yang Tidak Diharapkan dari Kesalahan Medis

(Medical Error) di Rumah Sakit


Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk
menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving” Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi,
langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana
adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan
ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat
ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap
nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau
penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
2. Pastikan identifikasi pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar
sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan, pelaksanaan
prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dan sebagainya.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk
keterlibatan pasien dalam proses ini, standardisasi dalam metode identifikasi di semua
rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan, dan partisipasi pasien dalam konfirmasi
ini, serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang
sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima pengoperan pasien antara unit-unit
pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis,
memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan pada saat serah terima, dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses
serah terima.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan
pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar
adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah
tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah
untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi
prapembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur, dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur ’Time out” sesaat
sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi
yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko,
cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah, dan
pencegahan atas campur aduk atau bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi atau pengalihan. Rekonsiliasi
(penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah
obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan
suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima
pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat
admisi, penyerahan dana tau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi,
dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail atau rinci bila sedang
mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan
ketika menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang
yang benar).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang
diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya
melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui
darah, dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita
infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran
preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah
mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-
titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik
kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja, dan
pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan atau observasi dan
tehnik-tehnik yang lain.

Elemen-Elemen Untuk Mencegah Medical Errors


1. Mengubah budaya organisasi ke arah budaya yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
Perubahan ini terutama ditujukan kepada seluruh sistem sumber daya manusia dari sejak
perekrutan (kredensial), supervisi dan disiplin. Rasa malu dalam melaporkan suatu
kesalahan dan kebiasaan menghukum “pelakunya” harus dikikis habis agar staf rumah sakit
dengan sukarela melaporkan kesalahan kepada manajemen dan atau komite medis, sehingga
pada akhirnya dapat diambil langkah-langkah pencegahan kejadian serupa di kemudian hari.
2. Melibatkan pimpinan kunci di dalam program keselamatan pasien, dalam hal ini manajemen
dan komite medik. Komitmen pimpinan dibutuhkan dalam menjalankan program-program
manajemen risiko, termasuk ronde rutin bersama ke unit-unit klinik.
3. Mendidik para profesional di rumah sakit di bidang pemahamannya tentang keselamatan
pasien dan bagaimana mengidentifikasi errors, serta upaya-upaya meningkatkan
keselamatan pasien.
4. Mendirikan Komisi Keselamatan Pasien di rumah sakit yang beranggotakan staf interdisiplin
dan bertugas mengevaluasi laporan-laporan yang masuk, mengidentifikasi petunjuk adanya
kesalahan, mengidentifikasi dan mengembangkan langkah koreksinya.
5. Mengembangkan dan mengadopsi Protokol dan Prosedur yang aman.
6. Memantau dengan hati-hati penggunaan alat-alat medis agar tidak menimbulkan kesalahan
baru.

Pendekatan Penanganan KTD atau Error menurut James Reason dalam Human error
management:
1. Pendekatan personal
Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan pelanggaran
prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter,
perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal
dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang
buruk, tidak hati-hati, dan sembrono. Sehingga bila terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang
berbuat salah.
2. Pendekatan system
Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia dapat berbuat salah dan karenanya
dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada
sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat
mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu
bekerja. Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang
digambarkan sebagai model keju Swiss. Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan,
prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau
meminimalkan terjadinya KTD.

Penyebab Utama Terjadinya Errors


1. Communication problems
2. Inadequate information flow
3. Human problems
4. Patient-related issues
5. Organizational transfer of knowledge
6. Staffing patterns/work flow
7. Technical failures
8. Inadequate policies and procedures
(AHRQ Publication No. 04-RG005, December 2003) Agency for Healthcare Research and
Quality

Peningkatan Keselamatan Pasien dan Menciptakan Budaya Keselamatan Pasien di Rumah


Sakit
Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan
budaya Patient safety ini:
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk
pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa
mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit
atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient
initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak
bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan
mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-
langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat
langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih
nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang
berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang
mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama
pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi
terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan
perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana
manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya
bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong
untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi
jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku
di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem
berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini
memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan,
sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan
pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang.
Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah
salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa
diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa
kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data
berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan
komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety.
Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama
tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim
lainnya melalui kolaborasi yang erat.

Pelaksanaan Program-Program Pencegahan


Melaksanakan program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD
(Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, DepKes RI, 2006) Pengorganisasian
Sistem Keselamatan Pasien RS Terkait dengan manajemen mutu dan manajemen risiko RS,
Asuhan pasien atau patient care, patient safety ada ditangan “Padat Profesi” di berbagai unit
“point of care” dengan ujung tombak: Dokter dan Perawat.
Pelayanan keselamatan pasien dapat menjadi “unggulan”. (Buku Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, DepKes RI, 2006) Jadi, berdasarkan pembahasan diatas maka
untuk peningkatan mutu pelayanan terhadap patient safety perlu dibuat suatu standar patient
safety, menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan dalam memberikan tindakan medis,
penanganan pasien cidera, dan kesalahan dalam pemberian obat. Serta dapat mendeteksi segera
akan terjadinya kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan terjadinya mal praktek.
Misalnya di rumah Sakit “X” merencanakan penanganan patient safety mulai tahun 2019 s/d
2020 dan jika target keselamatan pasien berhasil maka kegiatan ini akan berjalan secara
berkesinambungan. Adapun rencana kegiatan pengembangan layanan patient safety: melakukan
kajian yang diperlukan meliputi kualifikasi tenaga yang diperlukan (jenjang pendidikan),
membentuk tim dalam pembuatan proposal ini, mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk
peningkatan Sumber Daya Manusia melalui program pendidikan berkelanjutan (tugas belajar),
pengembangan SDM melalui pelatihan patient safety untuk mendapatkan sertifikasi,
merumuskan Standar Asuhan patient safety diantaranya penyusunan penyusunan Standard
Operating Prosedure (SOP), sosialisasi serta revisi dan penggunaan SOP.

Anda mungkin juga menyukai