FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
ridha- Februari 2019
dapat diterbitkan. Buku ini merupakan asesmen terhadap perkembangan ekonomi Jawa Barat
terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran,
keuangan daerah, ulasan perkembangan kesejahteraan masyarakat serta mencakup pula prospek
perekonomian ke depan.
Dalam penyusunan buku ini, data dan informasi selain dari internal Bank Indonesia, juga
bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan dinas-dinas
terkait, BPS Jawa Barat, BULOG Divre III, Kementerian Keuangan c.q. DJP Jawa Barat I, Kanwil
Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat, PLN, berbagai perusahaan, asosiasi dan akademisi.
Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan menerangi setiap langkah kita.
Ttd
Doni P. Joewono
Direktur
FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR ... i
ii
vii
... xii
2.2. ......................
34
2.3. .........................
42
BOKS 3. Utilisasi Sistem Resi Gudang di Jawa Barat Sebagai Upaya Pengendalian Inflasi di Daerah..................... 62
4.1.5. ........................
72
4.1.6.1. ..................... 73
4.1.6 .....................
74
4.1.6.3 Program Pengembangan UMKM Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat....................................
75
4.2. ........................
79
.....................
80
...................
81
5.3. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) Berizin dan Penyelenggara Transfer Dana Bukan
91
Bank (PTD BB) di Jawa Barat........
5.3.1. Perkembangan Kegiatan Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB).......... 92
5.3.2. Perkembangan Kegiatan Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank (PTD BB)....... 92
5.3.3. Upaya Pengawasan Penyelenggaraan KUPVA BB dan PTD BB............................... 93
6.2 ...................
104
6.3 .....................
105
7.1.1. ........................
110
7.1.2. ...................
112
123
iv
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pengeluaran (%, yoy) .. 4
Tabel 1.2 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran (%, yoy)...................... 4
Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy )................... 5
Tabel 1.4 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (%) ................ ... 5
Tabel 2.1 Ringkasan APDB Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2018 ............. 35
Tabel 2.2 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 2017 dan 2018. ............. 36
Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2018 .. 37
Tabel 2.4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 dan 2018 .... ............ 39
Tabel 2.5 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan III 2018... 40
Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2018.................. .. 43
Tabel 2.8 Realisasi Komponen Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Jawa Barat.................. 49
Tabel 3.1 Jumlah sekolah di provinsi Jawa Barat dan provinsi besar lainnya di Pulau Jawa 2 ... .. 49
Tabel 3.2 Penyesuaian Harga BBM Non Subsidi sepanjang tahun 2018 di Jawa Barat ...... 50
Tabel 3.3 Program Rutin dan Program Strategis Kegiatan Pengendalian Inflasi di Jawa Barat 51
Tabel 3.4 Data Hasil Produksi/Panen Sebelas Sentra Bawang Merah di Indonesia pada Tahun 2016 (ton) 54
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat 70
Pengeluaran per Bulan ............... ............. ............. ...
Tabel 5.2 Jumlah KUPVA BB Berizin dan Penertiban KUPVA BB Tidak Berizin di Wilayah Kerja Kantor 93
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat... ...
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama ...................... 100
Tabel 6.2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (%) . ....... 102
Tabel 6.3 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Pekerja Penuh/Tidak Penuh) .... 103
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Pengeluaran 112
Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Lapangan Usaha 115
Tabel 7.4 Risiko Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 2018 . 117
Tabel 7.5 Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Tahun 2019 119
Grafik 1.1 .......... ..... 3
Grafik 1.14 Perkembangan Neraca Perdagangan Luar Negeri Jawa Barat ........... 9
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat.................................................. ... 10
Grafik 1.18 Pertumbuhan Ekspor Industri Pengolahan Jawa Barat.... ............... ...... 10
Grafik 1.19 Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan Utama....... . ................. .... 12
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai dan Volume Impor Jawa Barat... .................. 12
Grafik 1.25 Kredit Untuk Industri Pengolahan Lokasi Proyek di Jawa Barat....................................... 14
vii
Grafik 1.26 Rasio NPL Kredit Industri Pengolahan.................. ................................. 14
Grafik 2.2 Perkembangan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat ............................... 35
Grafik 2.3 Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat ........................................... 36
Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja 26 Kab/Kota di Jawa Barat Triwulan III 2018.......................... 44
Grafik 3.1 Laju Inflasi Jawa Barat dan Nasional.............. .... .... .... 46
Grafik 3.3 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Bulanan Jawa Barat.... .. ..... 47
Grafik 3.7 Laju Inflasi Tahunan Kota Perhitungan (yoy)............. .. ..... .. ..... .. ... 49
viii
Grafik 4.1 Pertumbuhan DPK Perbankan........... .. ....... 69
Grafik 4.7 Perkembangan Suku Bunga Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Jawa Barat........................... 71
Grafik 4.12 Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan....................... 73
Grafik 4.13 Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha Utama............... 73
Grafik 5.8 Penyerapan Dana BOS Secara Non Tunai... ........ .................. 92
Grafik 5.12 Jenis Mata Uang Penjualan Valas . ... ... ... .. 93
Grafik 5.13 Jenis Mata Uang Pembelian Valas . ... ... ..... ... 93
Grafik 5.14 Transaksi Penjualan Valas di KUPVA BB . ... ... .... .... 93
Grafik 5.15 Transaksi Pembelian Valas di KUPVA BB . ... ... .... .... 93
Grafik 5.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Transfer Dana di Jawa Barat. ... ... 93
Grafik 5.17 Perkembangan Pertumbuhan Volume Transfer Dana di Jawa Barat. ... 93
Grafik 6.1 Perkembangan Angkatan Kerja dan TPAK Jawa Barat 100
Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT Jawa Barat 100
Grafik 6.7 Indeks Ketersediaan dan Ekspektasi Lapangan Kerja ..... 101
Grafik 6.9 Pangsa Pekerja Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 102
Grafik 6.15 Pertumbuhan Indeks yang Dibayar Petani (IB) Berdasarkan Subsektor 104
Grafik 6.16 Pertumbuhan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) Berdasarkan Subsektor 105
Grafik 6.17 Pertumbuhan Komponen Indeks yang Dibayar Petani (IB) 105
x
Grafik 6.18 Pertumbuhan Komponen Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani 105
Grafik 6.19 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Jawa Barat 105
Grafik 6.20 Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan (Gini Ratio) Jawa Barat 106
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kinerja ekonomi Jawa Barat masih tinggi meskipun melambat pada level 5,50% (yoy) di triwulan IV 2018.
Perlambatan terjadi pada seluruh komponen pengeluaran serta lapangan usaha (LU) utama seperti industri
pengolahan dan perdagangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain menurunnya produksi
beberapa jenis industri seperti makanan dan minuman, tekstil dan alat angkut. Selain itu, terdapat
kecenderungan wait and see dari pelaku usaha khususnya dalam hal investasi menjelang PEMILU serta
berakhirnya beberapa event besar seperti Pilkada serentak, Pilgub Jawa Barat dan Asian Games 2018.
Melambatnya kinerja ekonomi Jawa Barat tercermin dari melambatnya transaksi melalui infrastruktur sistem
pembayaran ritel maupun nilai besar. Transaksi melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia di Jawa Barat
pada triwulan IV 2018 tumbuh negatif, begitu pula dengan transaksi nilai besar menggunakan RTGS.
Melambatnya transaksi kliring dan RTGS tersebut diperkirakan sejalan dengan tertahannya aktivitas ekonomi
di akhir tahun, baik kegiatan konsumsi swasta maupun pemerintah serta investasi.
Namun, secara keseluruhan tahun 2018, kinerja ekonomi Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang
cukup baik, dengan pertumbuhan 5,64% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 sebesar 5,35%. Motor
pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani
Rumah Tangga (LNPRT) dan meningkatnya kinerja lapangan usaha (LU) utama seperti industri pengolahan
dan konstruksi. Kenaikan pendapatan masyarakat yang dipengaruhi juga oleh meningkatnya ekspektasi
konsumen terhadap kondisi ekonomi, ketenagakerjaan dan penghasilan mendorong peningkatan konsumsi
rumah tangga. Selain itu, pelaksanaan Pilkada serentak dan Pilgub Jawa Barat telah mendorong peningkatan
konsumsi LNPRT. Dari sisi penawaran, kondisi tersebut menyokong peningkatan kinerja industri. Sementara
itu, penyelesaian pembangunan proyek strategis nasional (PSN) menjadi faktor utama pendorong kinerja
konstruksi.
Tekanan eksternal yang masih besar diperkirakan masih menahan laju perekonomian Jawa Barat pada
triwulan I 2019. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran 5,2% -
5,6% (yoy). Masih kuatnya permintaan domestik menjadi komponen yang menjaga pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat dari potensi perlambatan yang lebih dalam. Konsumsi rumah tangga meningkat seiring kenaikan
pendapatan sebagai dampak kenaikan upah minimum dan gaji korporasi. Sementara itu persiapan
penyelenggaraan Pilpres dan Pileg serentak mendorong peningkatan konsumsi LNPRT dan konsumsi
pemerintah. Meningkatnya permintaan domestik tersebut kemudian menjadi stimulus peningkatan LU
xii
perdagangan di tengah kemungkinan melambatnya industri terutama yang berorientasi ekspor.
Dari aspek inflasi, meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tinggi, namun inflasi Jawa Barat pada tahun
2018 tetap terjaga sebesar 3,54% (yoy) dan berada pada sasaran inflasi nasional. Walaupun masih lebih
tinggi daripada nasional, level tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar 3,63% (yoy).
Terkendalinya inflasi tahun 2018 didukung oleh stabilnya inflasi berbagai kelompok barang dan jasa
terutama pada kelompok perumahan, listrik, gas dan bahan bakar seiring dengan tidak adanya kenaikan tarif
listrik. Di sisi lain, komoditas bensin memberikan andil terbesar terhadap inflasi Jawa Barat tahun 2018.
Namun demikian, secara spasial, terdapat beberapa kota yang perlu perhatian lebih lanjut karena inflasinya di
atas Jawa Barat yang berarti di atas level inflasi nasional yaitu Kota Bekasi, Kota Bandung dan Kota Bogor.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada triwulan I 2019, inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada triwulan I 2019 diperkirakan berada pada rentang
sasaran inflasi nasional namun lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018. Meredanya tekanan inflasi ini
diperkirakan didorong oleh potensi deflasi dari kelompok Bahan Makanan serta kelompok Transpor,
Komunikasi dan Jasa Keuangan. Meningkatnya pasokan komoditas hortikultura serta turunnya harga bahan
bakar non subsidi menjadi faktor penekan inflasi pada triwulan tersebut, selain juga adanya potensi
perlambatan kinerja ekonomi di triwulan I 2019. Namun, beberapa risiko inflasi seperti potensi kenaikan
harga beras serta meningkatnya beberapa komoditas kelompok sandang seiring persiapan PEMILU,
ketergantungan Jawa Barat terhadap beberapa komoditas bahan makanan dari daerah lain tetap perlu
diwaspadai dan diantisipasi. Untuk itu, pada triwulan I 2019 TPID Provinsi dan kota/kabupaten se-Jawa Barat
akan melakukan serangkaian kegiatan terkait penyelarasan program kerja pengendalian inflasi, akselerasi
percepatan kerjasama pangan antar daerah, penguatan SRG hingga penjajakan implementasi e-Pasar.
Stabilitas keuangan di Jawa Barat pada triwulan IV 2018 terjaga pada tingkat yang aman dan menjadi
pendukung masih baiknya kinerja ekonomi. Hal ini dicerminkan dari rasio intermediasi perbankan yang
meningkat pada akhir triwulan IV 2018 dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 92,71%. Peningkatan
LDR tersebut didorong dari peningkatan kredit di tengah penurunan DPK. Melambatnya DPK yang cukup
dalam terjadi terutama pada giro korporasi dan tabungan dipengaruhi oleh mengetatnya likuiditas nasional
serta shifting penempatan dana ke dalam bentuk surat berharga. Terjaganya kondisi stabilitas keuangan
daerah ditunjang pula oleh kualitas kredit yang terjaga dengan rasio Non Performing Loan (NPL) menurun.
Penurunan NPL tersebut terjadi pada seluruh lapangan usaha utama terutama pada jenis jasa dunia usaha.
Peningkatan kinerja ekonomi selayaknya menjadi pendorong terhadap peningkatan kesempatan kerja dan
kesejahteraan masyarakat. Kuatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang
mendukung kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Jawa Barat menurun dari 8,22% pada Agustus 2017 menjadi 8,17% pada Agustus 2018 dan tercatat
sebagai TPT terendah sejak tahun 2011. Membaiknya kualitas ketenagakerjaan di Jawa Barat juga ditandai
dengan meningkatnya persentase tenaga kerja formal dibanding informal. Tingkat kemiskinan pada
September 2018 pun menurun menjadi 7,25% dan merupakan yang terendah dalam tujuh tahun terakhir.
Setelah menunjukkan peningkatan cukup tinggi di tahun 2018, masih tingginya tekanan eksternal berpotensi
menyebabkan kinerja ekonomi tahun ini tidak setinggi tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
tahun 2019 diperkirakan berada pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi pada
triwulan I 2019 namun mulai meningkat pada triwulan II 2019. Adanya momen Ramadhan dan Idul Fitri serta
penyelenggaraan PEMILU serentak pada awal triwulan II 2019 mendorong konsumsi rumah tangga dan
xiii
konsumsi LNPRT. Kedua komponen tersebut diperkirakan menjadi faktor yang mendorong peningkatan
kinerja Jawa Barat di tengah potensi melambatnya ekspor dan investasi. Namun, meredanya ketegangan
perdagangan antara AS Tiongkok serta normalisasi kebijakan moneter negara maju yang lebih berhati-hati
diharapkan dapat memberikan angin segar terhadap pertumbuhan tahun ini.
Sementara itu, prospek inflasi pada triwulan II 2019 sedikit meningkat namun masih dalam kisaran sasaran
inflasi nasional. Peningkatan permintaan yang dipengaruhi momen Ramadhan dan Idul Fitri menjadi faktor
pendorong utama. Namun, melandainya tekanan inflasi pada triwulan I 2019 mendorong perkiraan inflasi
tahun 2019 berpotensi lebih rendah daripada tahun 2018. Proyeksi penurunan harga komoditas dunia
termasuk minyak menjadi faktor dapat menahan peningkatan biaya energi. Kebijakan pemerintah untuk
menjaga berbagai tarif bahan bakar minyak dan listrik pada semester I 2019 juga turut menahan tekanan
yang bersumber dari harga-harga yang ditetapkan pemerintah.
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
2017 2018
INDIKATOR 2016r) 2017 2018
I II III IV I II III IV
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy) 5,66 5,38 5,41 5,16 5,45 5,35 5,90 5,61 5,57 5,50 5,64
Berdasarkan Permintaan/Penggunaan
Konsumsi Rumah Tangga 5,31 4,83 4,85 4,12 4,65 4,61 4,85 5,43 5,09 4,75 5,03
Konsumsi LNPRT 5,48 2,07 3,26 3,35 10,31 4,77 15,56 19,99 18,92 11,43 16,38
Konsumsi Pemerintah 0,21 -22,88 16,36 11,80 11,33 5,95 2,63 -1,34 7,96 5,06 3,80
PMTB 4,59 3,97 3,30 7,97 9,49 6,28 8,32 6,48 6,15 3,08 5,88
Perubahan Inventori 3,99 1,79 -6,73 -11,74 -3,01 -5,14 2,25 2,28 2,69 -1,84 1,33
Ekspor LN -3,91 5,42 -7,88 22,42 9,28 6,89 5,44 8,38 6,71 6,44 6,71
Impor LN 5,21 0,53 -16,63 2,54 -12,66 -6,92 -8,92 10,78 5,04 3,22 2,22
Net Ekspor Antar Daerah -32,25 -28,24 -14,42 111,16 52,52 29,78 53,79 -1,64 9,80 -2,37 7,14
Berdasarkan Penawaran/Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,70 6,84 4,73 1,24 -8,80 1,60 -0,54 -0,16 -0,34 13,49 2,11
Pertambangan dan Penggalian -0,97 0,95 0,58 -7,66 -1,51 -2,02 -6,01 -4,01 -4,56 -1,97 -4,11
Industri Pengolahan 4,77 4,65 4,89 5,52 6,29 5,35 7,24 6,55 6,84 5,40 6,49
Pengadaan Listrik, Gas 3,37 6,40 -18,53 -10,66 -21,81 -11,42 -13,44 16,38 0,65 0,85 0,02
Pengadaan Air 6,33 7,84 8,48 6,15 6,17 7,13 6,96 5,06 3,39 4,58 4,96
Konstruksi 5,02 4,08 5,35 8,58 10,49 7,24 9,28 6,81 6,91 7,13 7,48
Perdagangan Besar dan Eceran, dan
4,42 5,42 4,77 4,20 3,90 4,55 5,06 4,92 3,85 3,03 4,19
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 8,84 4,78 6,05 1,57 7,21 4,83 3,14 5,37 5,43 7,37 5,36
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,35 9,55 8,45 8,62 6,99 8,37 7,88 7,00 8,76 8,88 8,15
Informasi dan Komunikasi 14,27 10,37 11,84 10,16 14,88 11,85 9,59 10,49 10,85 5,92 9,14
Jasa Keuangan 11,89 2,50 4,52 2,63 4,23 3,48 8,31 6,30 5,26 -1,38 4,53
Real Estate 6,51 4,50 8,46 9,85 14,43 9,31 10,18 9,50 9,11 9,80 9,64
Jasa Perusahaan 8,16 7,80 7,70 7,10 11,00 8,42 11,29 10,37 6,47 6,74 8,64
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
3,01 6,84 4,83 8,53 -0,54 4,64 2,24 -2,80 0,05 6,47 1,59
dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 7,61 8,03 9,97 9,83 6,91 8,67 5,14 7,02 7,37 3,35 5,71
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,48 7,73 9,06 8,02 8,72 8,38 7,59 9,86 8,48 5,84 7,90
Jasa lainnya 8,73 8,96 9,92 10,43 9,77 9,78 6,53 7,64 6,86 5,80 6,69
Ekspor
Nilai Ekspor Non Migas (USD juta) 24.927 6.866 6.538 7.748 7.560 28.713 7.401 6.995 8.047 7.508 29.950
Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 6.887 1.660 1.628 1.905 1.880 7.074 1.831 1.848 2.074 1.837 7.590
Impor
Nilai Impor Non Migas (USD juta) 11.068 2.646 2.455 2.836 2.593 10.531 2.614 2.708 2.984 2.839 11.145
Volume Impor Non Migas (ribu ton) 2.136 568 534 588 553 2.243 551 586 643 586 2.366
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Jawa Barat 124,36 125,87 127,77 127,90 128,88 128,88 130,79 131,72 131,96 133,44 133,44
Kota Bandung 125,28 126,35 128,34 128,21 129,61 129,61 131,24 132,51 132,39 134,48 134,48
Kota Bekasi 123,07 124,55 126,11 126,13 126,77 126,77 129,57 130,03 130,86 132,13 132,13
Kota Depok 124,35 126,19 128,34 128,56 129,24 129,24 130,68 131,55 131,95 132,93 132,93
Kota Bogor 126,07 128,32 129,95 130,43 131,86 131,86 133,48 134,66 134,82 136,73 136,73 xv
Kota Sukabumi 125,09 126,87 129,26 129,13 130,22 130,22 131,70 132,58 132,77 134,06 134,06
Kota Cirebon 121,16 122,55 124,79 125,44 126,44 126,44 128,11 129,09 128,59 129,98 129,98
Kota Tasikmalaya 124,43 125,73 127,89 128,54 129,26 129,26 130,96 132,15 131,49 132,23 132,23
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Jawa Barat 2,73 3,37 4,31 3,87 3,63 3,63 3,91 3,09 3,17 3,54 3,54
Kota Bandung 3,93 3,21 4,15 3,67 3,46 3,46 3,87 3,25 3,26 3,76 3,76
Kota Bekasi 2,22 3,21 4,11 3,50 3,01 3,01 4,03 3,11 3,75 4,23 4,23
Kota Depok 1,87 3,49 4,43 3,98 3,93 3,93 3,56 2,50 2,64 2,86 2,86
Kota Bogor 2,70 4,34 5,15 4,87 4,59 4,59 4,02 3,62 3,37 3,69 3,69
Kota Sukabumi 2,20 3,47 5,06 4,15 4,10 4,10 3,81 2,57 2,82 2,95 2,95
Kota Cirebon 1,56 2,74 3,91 4,00 4,36 4,36 4,54 3,45 2,51 2,80 2,80
Kota Tasikmalaya 3,53 3,05 3,92 4,13 3,88 3,88 4,16 3,33 2,30 2,30 2,30
Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat tahun 2018 sebesar 5,64% (yoy),
meningkat dibanding 5,35% (yoy) pada tahun 2017.
Dari sisi pengeluaran, peningkatan LPE Jawa Barat terutama disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi swasta, sedangkan dari sisi lapangan usaha (LU), industri
pengolahan, pertanian dan konstruksi masih menjadi LU utama pendorong
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat 2018.
Sementara itu, LPE Jawa Barat triwulan IV 2018 sebesar 5,50% (yoy) melambat
dibanding 5,57% (yoy) pada triwulan III 2018.
Tahun 2017 : Tahun 2017 : Tahun 2017 : Tahun 2017 : Tahun 2017 :
4,61% 5,95% 6,28% 6,89%
5,35%
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Secara spasial, Jawa Barat masih menjadi penopang utama perekonomian Nasional pada tahun 2018 ini
dengan pangsa 13,09%, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta (17,34%) dan Jawa Timur (14,61%).
Adapun sumbangan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ini meningkat dibanding tahun 2017 (13,01%),
begitupun sumbangan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta juga meningkat, sedangkan sumbangan Jawa Timur
menurun dibandingkan tahun 2017 (Grafik 1.2). Secara umum, hal ini menunjukkan kontribusi pulau Jawa
2 terhadap perekonomian nasional masih tetap tinggi. Tingginya kontribusi perekonomian Jawa Barat terhadap
nasional disebabkan karena membaiknya kinerja lapangan usaha utama (industri pengolahan, konstruksi,
transportasi dan pergudangan serta pertanian). Khusus pada lapangan usaha industri pengolahan, pangsa
Jawa Barat terhadap nasional menduduki peringkat pertama mencapai 23,89%.
Dari sisi pengeluaran, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2018 didorong
oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi swasta yaitu konsumsi Rumah Tangga (RT) dan konsumsi
Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT). Konsumsi RT meningkat pada tahun 2018
disebabkan oleh meningkatnya pendapatan masyarakat seiring dengan kenaikan UMK serta kenaikan jumlah
THR bagi ASN. Penyelenggaraan Pilkada serentak dan Pilgub serta Asian Games 2018 juga turut mendorong
konsumsi RT dan konsumsi LNPRT.
FEBRUARI 2019
Dari sisi lapangan usaha (LU), meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2018
didorong oleh meningkatnya beberapa kinerja beberapa LU utama, yakni industri pengolahan, pertanian,
dan kosntruksi. Kinerja LU industri pengolahan tahun 2018 meningkat dibandingkan tahun 2017, hal ini
didorong oleh konsumsi swasta yang meningkat akibat adanya peningkatan pendapatan di tahun 2018. Selain
itu, pelaksanaan Pilkada serentak dan Pilgub Jawa Barat serta Asian Games 2018 juga turut mendorong kinerja
industri pengolahan. Kinerja LU pertanian tercatat meningkat dibanding tahun 2017, meskipun cuaca ekstrim
selama tahun 2018 menggeser masa tanam dan masa panen, namun produksi pertanian terpantau meningkat
dibanding tahun 2017 yang mengalami anomali iklim yaitu La Nina yang menyebabkan gagal panen di
beberapa daerah di Jawa Barat. Begitupun LU konstruksi yang terpantau meningkat didorong oleh
penyelesaian pembangunan proyek strategis nasional (PSN) antara lain Tol Bocimi; Jalur ganda kereta api Bogor
Sukabumi segmen 1; Jalan Tol Jakarta Cikampek (Japek) II Elevated; jalan layang persimpangan Rawapanjang
dan Jalan Cipendawa di Kota Bekasi; Tol Cinere Jagorawi Seksi 2; Tol Depok Antasari seksi I; Tol Becakayu
seksi 2A; Pelabuhan Patimban dan Akses Tol Cikarang Dry Port.
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 2018 mengalami perlambatan, sedangkan
provinsi lain di Jawa mengalami peningkatan. Dari besarannya, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat berada pada
urutan kelima setelah DI Yogyakarta (7,39%, yoy), DKI Jakarta (6,41%, yoy), Banten (5,98%, yoy) dan Jawa
Timur (5,65%, yoy). (Gambar 1.1).
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 2018 kembali tercatat di atas Nasional
yang tumbuh 5,18% (yoy). LPE Nasional pada triwulan IV 2018 tercatat meningkat dibandingkan triwulan III
2018 (5,17%, yoy) (Grafik 1.3). Pada triwulan IV 2018, Jawa Barat masih menjadi salah satu penopang utama
perekonomian nasional dengan pangsa sebesar 13,04%, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta (17,58%) dan
Jawa Timur (14,46%). Sumbangan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat terhadap nasional menurun
dibandingkan triwulan III 2018 (13,05%), sama halnya dengan Jawa Timur yang juga menurun (14,75%). Di
sisi lain, sumbangan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta terhadap nasional meningkat dibanding triwulan III
2018 (17,25%). Meskipun demikian, pangsa PDRB Jawa Barat masih tercatat tinggi pada triwulan IV 2018.
Tingginya kontribusi Jawa Barat terhadap nasional disebabkan karena Jawa Barat merupakan kontributor
sektor industri pengolahan terbesar terhadap nasional dengan pangsa mencapai 24%.
Dari sisi pengeluaran, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 2018
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan seluruh komponen pengeluaran, namun perlambatan lebih
dalam tertahan oleh melambatnya pertumbuhan impor . Melambatnya seluruh komponen pengeluaran
4 pada triwulan IV 2018 dibanding triwulan III 2018 disebabkan telah berakhirnya beberapa event besar yang
terjadi pada triwulan sebelumnya. Permintaan masyarakat pada triwulan IV kembali normal, setelah
sebelumnya terdapat peningkatan permintaan akibat penyelenggaraan Asian Games 2018. Konsumsi LNPRT
dan konsumsi pemerintah melambat karena terdapat penyelenggaraan Pilkada serentak dan Pilgub Jawa Barat
pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, faktor eksternal yaitu perlambatan pertumbuhan ekonomi global
dan perdagangan dunia pada tahun 2018 menahan pertumbuhan investasi dan ekspor Luar Negeri (LN) lebih
tinggi pada triwulan IV 2018.
Dari sisi lapangan usaha (LU), melambatnya laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV
2018 tertahan oleh menurunnya kinerja beberapa LU utama, yakni LU industri pengolahan serta LU
perdagangan besar dan eceran. Kinerja LU industri pengolahan melambat seiring dengan melambatnya
FEBRUARI 2019
ekspor LN pada triwulan IV 2018. Selain itu, telah dilakukannya front loading pada triwulan sebelumnya untuk
memenuhi permintaan dalam rangka penyelenggaraaan Pilkada serentak, Pilgub Jawa Barat dan Asian Games
2018, membuat kinerja LU industri pengolahan triwulan IV 2018 tertahan. Kinerja LU perdagangan mengalami
perlambatan pada triwulan III 2018 seiring dengan melambatnya konsumsi RT. Hal ini akibat kembali normalnya
permintaan masyarakat setelah berlalunya event Pilkada serentak, Pilgub Jawa Barat dan Asian Games 2018
pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, LPE Jawa Barat pada triwulan IV 2018 terpantau melambat dari 5,57% (yoy) pada triwulan
III 2018 mejadi 5,50% (yoy) pada triwulan IV 2018. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV
2018 tertahan karena menurunnya produksi beberapa jenis produk industri seperti industri makan minum,
tekstil dan alat angkut; investor yang cenderung wait and see dengan mulai masuknya tahun politik; serta
berakhirnya beberapa event besar seperti Pilkada serentak, Pilgub Jawa Barat dan Asian Games 2018. Dari sisi
pengeluaran, seluruh komponen terpantau melambat, namun perlambatan lebih dalam tertahan oleh
menurunnya impor LN.
Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pengeluaran (% yoy)
*) **)
2017 2018
Komponen Penggunaan 2017 2018
I II III IV Ir) r)
II IIIr) IV 5
Konsumsi Rumah Tangga 4,83 4,85 4,12 4,65 4,61 4,85 5,43 5,09 4,75 5,03
Konsumsi LNPRT 2,07 3,26 3,35 10,31 4,77 15,56 19,99 18,92 11,43 16,38
Konsumsi Pemerintah -22,88 16,36 11,80 11,33 5,95 2,63 -1,34 7,96 5,06 3,80
PMTB 3,97 3,30 7,97 9,49 6,28 8,32 6,48 6,15 3,08 5,88
Perubahan Inventori 1,79 -6,73 -11,74 -3,01 -5,14 2,25 2,28 2,69 -1,84 1,33
Ekspor LN 5,42 -7,88 22,42 9,28 6,89 5,44 8,38 6,71 6,44 6,71
Impor LN 0,53 -16,63 2,54 -12,66 -6,92 -8,92 10,78 5,04 3,22 2,22
Net Ekspor DN -28,24 -14,42 111,16 52,52 29,78 53,79 -1,64 9,80 -2,37 7,14
PDRB 5,38 5,41 5,16 5,45 5,35 5,90 5,61 5,57 5,50 5,64
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: r) Angka Revisi
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Tabel 1.2. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran (% yoy)
2017*) 2018**)
Komponen Penggunaan 2017 r) r) 2018
I II III IV I II IIIr) IV
Konsumsi Rumah Tangga 3,07 3,01 2,56 2,94 2,89 3,06 3,35 3,13 2,97 3,13
Konsumsi LNPRT 0,01 0,02 0,02 0,06 0,03 0,09 0,11 0,11 0,07 0,10
Konsumsi Pemerintah -0,96 0,79 0,56 0,78 0,31 0,08 -0,07 0,40 0,37 0,20
PMTB 0,94 0,81 1,92 2,45 1,54 1,95 1,55 1,52 0,83 1,46
Perubahan Inventori 0,06 -0,24 -0,43 -0,10 -0,18 0,07 0,07 0,08 -0,06 0,04
Ekspor LN 1,14 -1,70 4,20 1,93 1,41 1,14 1,58 1,47 1,39 1,40
Impor LN 0,07 -2,05 0,28 -1,60 -0,83 -1,04 1,05 0,54 0,34 0,24
Net Ekspor DN 1,18 0,67 -3,41 -4,20 -1,48 -1,53 0,06 -0,60 0,27 -0,44
PDRB 5,38 5,41 5,16 5,45 5,35 5,90 5,61 5,57 5,50 5,64
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: r) Angka Revisi
Sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2018 terbesar diberikan oleh konsumsi rumah tangga,
kemudian investasi dan ekspor LN. Konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 3,13%
meningkat dibanding tahun 2017 sebesar 2,89%. Peningkatan ini seiring dengan kenaikan pendapatan
masyarakat yang berasal dari UMK 2018 yang lebih tinggi dibanding 2017, kenaikan jumlah THR serta
pencairan gaji ke -13 untuk ASN. Dari sisi investasi (PMTB) yang merupakan sumber pertumbuhan terbesar
kedua pada tahun 2018 memberikan kontribusi sebesar 1,46% menurun dibanding tahun 2017 (1,54%). Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa proyek strategis pemerintah yang memasuki tahap finishing, seperti Tol Bocimi
seksi 1 yang telah beroperasi pada bulan Desember 2018, beroperasinya bandara Kertajati serta kereta Jakarta
Pangandaran yang sudah selesai hingga Banjar. Selanjutnya adalah ekspor LN yang menurun dibanding tahun
2017. Ekspor LN pada tahun 2018 berkontribusi sebesar 1,40% atau sedikit menurun dari 1,41% pada tahun
2017. Penurunan perdagangan dunia dari 5,3% pada tahun 2017 menjadi 4,0% pada tahun 2018 menjadi
faktor utama stagnannya kontribusi ekspor LN Jawa Barat. Selain itu perlambatan pertumbuhan ekonomi
global dari 3,8% pada tahun 2017 menjadi 3,7% pada tahun 2018 juga turut menahan naiknya kontribusi
ekspor LN pada perekonomian Jawa Barat.
Sementara itu, meskipun pada triwulan IV 2018 ekonomi Jawa Barat tercatat melambat, namun pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat masih tetap tinggi. Sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 2018,
dengan kontribusi terbesar adalah konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 2,97% menurun
dibanding triwulan III 2018 (3,13%). Menurunnya kontribusi konsumsi RT dipengaruhi oleh kembali normalnya
permintaan masyarakat setelah berakhirnya event Pilkada serentak dan Pilgub Jawa Barat serta Asian Games
6 pada triwulan III 2018. Selanjutnya, kontribusi terbesar kedua ekspor LN dengan kontribusi yang tercatat
menurun dibanding tahun 2017. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang
melambat. Kontribusi terbesar ketiga adalah investasi yang juga menurun dari 1,52% pada triwulan III 2018
menjadi 0,83% pada triwulan IV 2018 (Tabel 1.2).
1.1.1. Konsumsi
Konsumsi Rumah Tangga
Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun 2018 adalah sesesar 5,03% (yoy) atau meningkat
dibanding tahun 2017 yang sebesar 4,61% (yoy). Seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat
serta penyelenggaraan event besar di Jawa Barat, konsumsi rumah tangga pada tahun 2018 terpantau
FEBRUARI 2019
meningkat. Hal ini tercermin dari konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh meningkat dari 5,11% (yoy)
pada tahun 2017 menjadi 5,15% (yoy) pada tahun 2018 (Grafik 1.5). Selain itu, penjualan mobil nasional juga
menunjukkan adanya peningkatan, dari 1,58% (yoy) pad atahun 2017 menjadi 6,66% (yoy) pada tahun 2018
(Grafik 1.6). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan daya beli masyarakat di Jawa Barat pada tahun 2018.
Selain itu, peningkatan konsumsi RT juga tercermin melalui jumlah wisatawan yang masuk melalui pintu
Bandara Husein Sastranegara. Tahun 2018, total wisatawan yang masuk tumbuh sebesar 12,23% (yoy)
meningkat tajam dari tahun 2017 (-5,78%, yoy) (Grafik 1.7). Hal ini khususnya didorong oleh pertumbuhan
wisatawan domestik yang masuk melalui Bandara Husein Sastranegara yang ingin menyaksikan pertandingan
5 cabang olahraga Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Jawa Barat.
Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik RT Grafik 1.6. Penjualan Mobil Nasional
Pada triwulan IV 2018, pertumbuhan konsumsi RT tumbuh sebesar 4,75% (yoy) atau melambat
dibanding triwulan III 2018 (5,09%, yoy). Kembali normalnya tingkat konsumsi masyarakat pada triwulan IV
2018 menjadi penahan tumbuhnya konsumsi rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan
konsumsi rumah tangga yang terjadi pada triwulan sebelumnya karena adanya penyelenggaraan Pilkada
serentak dan Pilgub Jawa Barat serta Asian Games 2018.
Perlambatan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercermin dari Survei Konsumen Bank Indonesia
melalui Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan adanya penurunan dari 123,97 menjadi 122,45
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
(Grafik 1.8). Masih berdasarkan hasil Survei Konsumen, Indeks Konsumsi Kebutuhan Barang Tahan Lama juga
menunjukkan adanya penurunan dari 111,63 menjadi 15,28 (Grafik 1.9). Hal ini menunjukkan bahwa pada
triwulan IV 2018 keinginan masyarakat untuk berkonsumsi menurun dibandingkan triwulan III 2018.
Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.9 Indeks Konsumsi Kebutuhan Barang Tahan
Lama
Sementara itu, dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia, untuk wilayah Jawa Barat
pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) menunjukkan adanya perlambatan. Pada triwulan IV
2018 pertumbuhan IHPR sebesar 4,13% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III 2018 (4,97%, yoy) (Grafik
1.10). Perlambatan IHPR menjadi salah satu indikator penurunan permintaan masyarakat terhadap properti.
Hal ini sejalan dengan pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah yang juga melambat yaitu dari 16,13% (yoy) pada
triwulan III 2018 menjadi 15,68% (yoy) pada triwulan IV 2018. Berdasarkan tipe KPR, perlambatan terjadi pada
tipe menengah yaitu tipe 22 70 m2 yang melambat dari 19,68% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 18,35%
(yoy) pada triwulan IV 2018 (Grafik 1.11).
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.10. Perkembangan Harga Properti Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Perumahan
Residensial
Konsumsi Pemerintah
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada tahun 2018 melambat dibanding tahun 2017, sama halnya
dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2018 yang juga melambat dibanding
triwulan sebelumnya. Tahun 2018, konsumsi pemerintah tercatat sebesar 3,80% (yoy) atau melambat dari
5,95% (yoy) pada tahun 2017. Begitupun konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2018 tercatat tumbuh sebesar
FEBRUARI 2019
5,06% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,96% (yoy). Hal ini seiring
dengan realisasi belanja modal APBD provinsi yang tercatat lebih rendah dibandingkan tahun 2017.
Hingga triwulan IV 2018 realisasi belanja operasional Pemerintah Pusat di Jawa Barat yang terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial melalui APBN sebesar RP 36,92 Triliun, lebih tinggi
dibanding realisasi pada triwulan IV 2017 sebesar Rp31,98 Triliun. Jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, realisasi belanja operasional Pemerintah Pusat di Jawa Barat pada triwulan IV 2018 tumbuh
15,45% (yoy), meningkat dibanding triwulan III 2018 yang tumbuh sebesar 10,94% (yoy) (Grafik 1.8).
Peningkatan ini terutama terjadi pada pertumbuhan belanja barang (dari 20,30% menjadi 33,07%) yang
diperkirakan meningkat dalam rangka persiapan sarana prasana Pemilu 2019 mendatang. Di sisi lain, belanja
pegawai dan belanja bantuan sosial mengalami penurunan pada triwulan IV 2018, hal ini disebabkan oleh
pencairan THR dan gaji ke-13 serentak dilakukan di triwulan III 2018, sehingga pada triwulan IV 2018 tercatat
menurun.
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Jawa Barat Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jawa Barat
Grafik 1.12. Realisasi Belanja Operasional APBN di Grafik 1.13. Realisasi Belanja Operasional APBD di
Jawa Barat Jawa Barat
Sementara itu, realisasi belanja operasi pemerintah daerah melalui APBD Provinsi Jawa Barat hingga triwulan
IV 2018 tercatat sebesar Rp23,07 Triliun, menurun dibanding triwulan IV 2017 sebesar Rp23,49 Triliun.
Pertumbuhan belanja operasi APBD Provinsi hingga triwulan IV 2018 juga tercatat melambat dari 7,77% (yoy)
pada triwulan III 2018 menjadi sebesar 2,28% (yoy) (Grafik 1.13). Perlambatan ini terutama terjadi pada
pertumbuhan belanja barang (dari 7,23% menjadi 2,80%), belanja pegawai (dari 10,06% menjadi 6,68%)
dan belanja hibah (dari 3,42% menjadi -7,73%). Hal ini didorong oleh adanya pencairan bantuan sosial PKH 9
dan BPNT serta pencairan gaji ke-13 dan THR yang telah dilakukan pada triwulan III 2018. Secara umum,
persentase realisasi belanja operasi pada APBD Pemerintah Provinsi terhadap pagunya hingga triwulan IV 2018
sebesar 94,26%, juga menurun dibanding triwulan IV 2017 sebesar 95,74%. Kontribusi APBD Provinsi Jawa
Barat pada keseluruhan anggaran di Jawa Barat adalah sebesar 41%, sehingga penurunan pada APBD
mempengaruhi konsumsi pemerintah di Jawa Barat.
1.1.2. Investasi
Pertumbuhan komponen Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) pada tahun 2018 mengalami
perlambatan dibandingkan tahun 2017, yakni dari 6,28% (yoy) pada tahun 2017 menjadi 5,88% (yoy)
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
pada tahun 2018. Begitupun pada triwulan IV 2018, invetasi juga mengalami perlambatan, dari 6,15%
(yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 3,08% (yoy) pada triwulan III 2018. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi perlambatan investasi di Jawa Barat pada tahun 2018, antara lain: (1) beberapa proyek
infrastruktur di Jawa Barat sudah memasuki tahap finishing, seperti Tol Bocimi Seksi 1, Kereta Jakarta -
Pangandaran yang sudah beroperasi sampai dengan Banjar serta Bandara Kertajati; (2) ketidakpastian akibat
kondisi perekonomian global yang cenderung melambat pada 2018; (3) mulai masuknya tahun politik karena
penyelenggaraan Pemilu 2019. Hal tersebut membuat investor cenderung bersikap wait and see untuk
berinvestasi.
Grafik 1.14. Perkembangan PMA dan PMDN Jawa Grafik 1.15. Perkembangan PMA dan PMDN Jawa
Barat Tahunan Barat Triwulanan
Perlambatan tercermin dari perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) yang terpantau melambat. Pada tahun 2018, PMA terpantau melambat dari -13,88% (yoy)
menjadi -22,38% (yoy). Begitupun pada triwulan IV, PMA melambat dari -39,57% (yoy) pada triwulan III 2018
menjadi -45,14% (yoy) pada triwulan IV 2018. Perlambatan khususnya terjadi pada sektor industri alat
angkuran dan industri makanan. Hal ini karena ekspor mobil dari Indonesia ke Vietnam pernah terhenti karena
Peraturan Pemerintah Vietnam yang mengharuskan adanya uji emisi per pengiriman, pada umumnya
persyaratan tersebut hanya sekali untuk satu tipe, sehingga menyebabkan berkurangnya minat investor untuk
berinvestasi ke Indonesia. Perlambatan investasi juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan PMDN di Jawa
Barat, dari 26,49% (yoy) pada tahun 2017 menjadi -52,11% (yoy) pada tahun 2018. Begitupun triwulan IV
10 2018, PMDN tumbuh sebesar -68,37% (yoy) atau melambat dibanding triwulan III 2018 (-26,08%, yoy). Hal
ini didorong oleh PMDN pada sektor konstruksi, industri makanan dan industri elektronik yang melambat cukup
dalam.
FEBRUARI 2019
Perlambatan terbatas pada investasi Jawa
Barat pada triwulan IV 2018 tercermin melalui
impor barang modal yang mengalami
perlambatan. Impor barang modal pada
triwulan IV 2018 sebesar USD 0,26 Miliar, lebih
rendah dibanding triwulan III 2018 sebesar
USD 0,41 Miliar. Pertumbuhan impor barang
modal pada triwulan IV 2018 sebesar 4,30%
(yoy), juga melambat dibanding triwulan III
Sumber: Bea Cukai
2018 yang mencapai 14,16% (yoy).
Perlambatan impor barang modal ini Grafik 1.16. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor
Jawa Barat
menunjukkan investasi yang terbatas pada
triwulan IV 2018. Perkembangan ekonomi
global yang cenderung melambat serta perdagangan dunia yang cenderung melambat turut mempengaruhi
perilaku investasi. Sedangkan dari sisi domestik, persiapan Pemilu 2019 turut mempengaruhi keputusan
investor untuk memberikan investasi.
Pertumbuhan net ekspor luar negeri Jawa Barat tercatat melambat dari 26,51% (yoy) pada tahun 2017 menjadi
11,40% (yoy) pada tahun 2018. Melambatnya pertumbuhan net ekspor luar negeri disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan ekspor luar negeri (dari 6,89%(yoy) menjadi 6,71% (yoy)), seiring dengan
peningkatan pertumbuhan impor luar negeri yang cukup tinggi (dari -6,92% (yoy) menjadi 2,22% (yoy)).
Perkembangan pertumbuhan net ekspor antar daerah juga tercatat melambat dari 29,78% (yoy) pada tahun
11
2017 menjadi 7,14% (yoy) pada tahun 2018.
Melambatnya kinerja perdagangan luar negeri tahun 2018 turut didorong oleh kinerja perekonomian beberapa
negara/kawasan mitra dagang yang juga melambat, seperti Eropa, Amerika Serikat dan China. Berdasarkan
data Bea Cukai, perlambatan terjadi khususnya pada sektor industri otomotif, industri elektronik, dan industri
logam.
Sementara itu, neraca perdagangan Jawa Barat pada triwulan IV 2018 secara total juga mencatatkan
defisit, yakni defisit sebesar Rp0,29 Triliun, lebih rendah dibanding triwulan II 2018 yang surplus sebesar
Rp25,32 Triliun. Kondisi ini disebabkan karena semakin melebarnya defisit neraca perdagangan antar daerah
dari defisit Rp62,44 Triliun pada triwulan III 2018 menjadi defisit Rp84,42 Triliun pada triwulan IV 2018.
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Sementara itu, neraca perdagangan luar negeri Jawa Barat mencatatkan surplus pada triwulan IV 2018. Surplus
neraca perdagangan luar negeri pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar Rp59,10 Triliun, menurun
dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar Rp62,49 Triliun.
Kinerja pertumbuhan net ekspor luar negeri tercatat meningkat pada triwulan IV 2018, berbeda dengan net
ekspor antar daerah pada triwulan IV 2018 yang tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Net
ekspor luar negeri Jawa Barat pada triwulan IV 2018 tumbuh sebesar 9,47% (yoy), meningkat dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,33% (yoy) (Grafik 1.17). Di sisi lain, net ekspor antar daerah pada
triwulan IV 2018 tumbuh sebesar -2,37% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 9,80% (yoy) (Grafik 1.18).
Grafik 1.17. Perkembangan Neraca Perdagangan Grafik 1.18. Perkembangan Neraca Perdagangan
Luar Negeri Jawa Barat Antar DAerah Jawa Barat
FEBRUARI 2019
Pertumbuhan ekspor luar negeri Jawa Barat
pada triwulan IV 2018 melambat yakni dari
3,88% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi -
2,41% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Begitupun pertumbuhan volume ekspor barang
FOB tercatat melambat dari 8,89% pada
triwulan III 2018 menjadi -3,28% pada triwulan
IV 2018 (Grafik 1.20). Melambatnya Sumber: Bea Cukai
pertumbuhan ekspor luar negeri ini akibat
Grafik 1.20. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor
melambatnya perekonomian beberapa mitra Jawa Barat
Berdasarkan pangsanya, komoditas ekspor terbesar dari Jawa Barat pada triwulan IV 2018 adalah dari
subkelompok Tekstil dan Produk Tekstil (18,32%), diikuti oleh Kendaraan (18,04%), Elektronik (17,24%), dan
Kimia (7,36%) (Grafik 1.21). Industri TPT masih menjadi produk ekspor utama, setelah Perjanjian Indonesia -
EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE - CEPA) ditandantangani pada tanggal 16 Desember
2018, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) akan meningkatkan produksi untuk ekspor ke negara anggota
European Free Trade Assoction (EFTA). Pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian ekonomi
komprehensif dengan empat negara Eropa yaitu Swiss, Islandia, Norwegia dan Leichtenstein. Saat ini nilai 13
ekspor tekstil Indonesia ke Eropa baru mencapai USD 28,3 juta. Di sisi lain, industri kendaraan kembali berada
di peringkat kedua pangsa terbesar. Sementara itu, pangsa industri elektronika berada di urutan ketiga pangsa
terbesar ekspor.
Ekspor industri pengolahan pada triwulan IV 2018 tumbuh sebesar -0,78% (yoy) melambat dibanding
pertumbuhan triwulan III 2018 yang sebesar 3,83% (yoy). Melambatnya pertumbuhan ekspor industri
pengolahan pada triwulan IV disebabkan oleh beberapa industri yang kinerjanya juga melambat, seperti
industri kertas (dari 26,22% menjadi -8,45%), industri logam (dari 3,66% menjadi 25,62%), industri makan
minum (dari 8,61% menjadi -5,97%) dan industri TPT (dari 7,28% menjadi -2,23%). Namun demikian
perlambatan ekspor industri pengolahan yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan pertumbuhan sejumlah
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
subsektor industri pengolahan. Industri yang mengalami peningkatan pertumbuhan adalah industri mesin (dari
-4,45% menjadi 2,28%), industri furniture (dari -4,58% menjadi -1,29%) dan industri kendaraan (dari 2,18%
menjadi 4,44%).
Terdapat pembatasan impor besi dan baja akibat produk besi dan baja dari China yang dicampur dengan boron
banjir di pasaran. Pencampuran boron pada besi dan baja bertujuan untuk menghindari bea masuk impor besi
dan baja murni di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan aturan impor besi dan baja yang
tercantum pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018. Peraturan tersebut merubah
peraturan pemeriksaan impor besi dan baja dari dari post-border ke Pusat Logistik Berikat (PLB). Hal ini sedikit
banyak mempengaruhi industri elektronik dan industri mesin di Jawa Barat. Hal ini menyebabkan biaya impor
besi dan baja semakin tinggi, karena para importir perlu menyewa tempat di Kawasan Pusat Logistik. Namun,
peraturan pergeseran pemeriksanaan ke PLB diharapkan bisa mempermudah dan meningkatkan pengawasan
pemerintah terhadap barang impor yang masuk.
Grafik 1.23. Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Grafik 1.24. Perkembangan PMI Negara Mitra
Tujuan Utama Dagang Utama
Sementara itu dari sisi negara tujuan, perlambatan pertumbuhan ekspor utamanya disumbang oleh
melambatnya ekspor ke Eropa dan ASEAN. Nilai ekspor barang FOB dari Jawa Barat ke ASEAN, Eropa dan
Amerika Serikat tercatat masing-masing sebesar USD2.051 juta, USD950 juta dan USD1.256 juta. Pertumbuhan
ekspor ke ASEAN tercatat melambat dari 7,39% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 6,93% pada triwulan IV
14 2018. Begitupun pertumbuhan ekspor ke Eropa tercatat melambat dari -3,44% (yoy) pada triwulan III 2018
menjadi -3,68% (yoy) pada triwulan IV 2018. Sementara itu, pertumbuhan ekspor ke Amerika Serikat
menunjukkan peningkatan yaitu dari 2,59% pada triwulan III 2018 menjadi 5,63% (yoy) pada triwulan IV 2018
(Grafik 1.23). Kondisi pertumbuhan ekspor mitra dagang utama ini sejalan dengan perkembangan Purchasing
Manager Index (PMI) yang cenderung melambat dibanding triwulan sebelumnya. Adapun PMI Eropa menurun
dari 54,30 pada triwulan III 2018 menjadi 51,73 pada triwulan IV 2018, begitupun PMI Amerika Serikat (dari
55,20 menjadi 54,93), PMI China (dari 51,10 menjadi 49,87) sedangkan PMI Jepang terpantau
sedikitmeningkat (dari 52,43 menjadi 52,57) (Grafik 1.24). Namun demikian PMI dari mayoritas negara mitra
dagang utama Jawa Barat saat ini masih berada di atas level 50 yang menandakan adanya ekspansi di sektor
manufaktur.
FEBRUARI 2019
Impor Luar Negeri
Defisit neraca perdagangan pada tahun 2018, tak hanya didorong oleh melambatnya ekspor luar negeri
Jawa Barat, namun juga disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan impor luar negeri dari -6,92%
(yoy) pada tahun 2017 menjadi 2,22% (yoy) pada tahun 2018. Peningkatan paling besar terjadi pada impor
barang modal yang meningkat dari -18,05% (yoy) pada tahun 2017 menjadi 10,37% (yoy) pada tahun 2018.
Hal ini seiring dengan meningkatnya lapangan usaha industri pengolahan di tahun 2018. Peningkatan juga
terjadi pada impor barang konsumsi (dari -2,47% menjadi 17,15%) dan impor bahan baku (dari -2,64%
menjadi 4,20%).
Sementara itu, pada triwulan IV 2018 pertumbuhan impor luar negeri Jawa Barat mengalami
perlambatan, yakni dari 5,04% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 3,22% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Impor barang terdiri dari impor bahan baku, impor barang konsumsi dan impor barang modal. Masing masing
memiliki pangsa terhadap total ekspor Jawa Barat yaitu sebesar 78,91%, 8,37% dan 12,72%. Dari sisi
pertumbuhan, impor bahan baku dan impor barang konsumsi menunjukkan peningkatan pada triwulan IV
2018, sedangkan impor barang modal menunjukkan perlambatan. Hal ini terjadi seiring dengan apresiasi nilai
tukar Rupiah pada triwulan IV 2018 yang dipengaruhi kebijakan preemptif Bank Indonesia dalam menetapkan
suku bunga acuan (Grafik 1.26).
Grafik 1.25. Perkembangan Nilai dan Volume Impor Grafik 1.26. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Jawa Barat (USD/IDR)
15
1.2. Sisi Lapangan Usaha
Perekonomian Jawa Barat dari sisi lapangan usaha masih ditopang terutama oleh industri pengolahan,
perdagangan besar dan eceran, pertanian dan konstruksi . Tahun 2018 pangsa industri pengolahan
mencapai 42,16%, menurun dibandingkan tahun 2017 (42,24%). Selain industri pengolahan, lapangan usaha
utama Jawa Barat lainnya adalah perdagangan besar dan eceran; pertanian; serta konstruksi dengan pangsa
masing-masing sebesar 14,87%, 8,67% dan 8,44%.
Sementara itu, triwulan IV 2018, pangsa industri pengolahan mencapai 42,64%, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya (41,64%). Begitupun LUI perdagangan besar dan eceran, serta konstruksi memiliki pangsa
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
yang meningkat di triwulan IV 2018. Namun pertanian mengalami penurunan pangsa. Hal ini disebabkan masa
tanam yang bergeser hingga akhir triwulan IV 2018.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2018 ditopang oleh kinerja lapangan usaha
utama, yakni industri pengolahan, pertanian, dan konstruksi (Tabel 1.3). Meningkatnya kinerja LU industri
pengolahan seiring dengan meningkatnya konsumsi RT akibat adanya peningkatan pendapatan di tahun 2018.
Selain itu, pelaksanaan event besar seperti Pilkada serentak, Pilgub Jawa Barat dan penyelenggaraan 5 cabang
olahraga Asian Games 2018 turut mendorong kinerja LU industri pengolahan dan konstruksi. Selain itu, kinerja
LU pertanian cenderung membaik didorong oleh rendahnya anomali cuaca, meskipun di akhir tahun 2018
terdapat El Nino yang menyebabkan mundurnya musim tanam, namun produksi pertanian Jawa Barat masih
mencukupi kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 2018 disebabkan oleh
melambatnya kinerja lapangan usaha utama, yakni industri pengolahan dan perdagangan besar dan
eceran (Tabel 1.3). Melambatnya kinerja LU industri pengolahan dan perdagangan seiring dengan kembali
normalnya konsumsi RT setelah triwulan sebelumnya terdapat penyelenggaraan event besar. Selain itu, strategi
front loading telah dilakukan para pelaku industri pengolahan dalam rangka mengantisipasi ketidakpastian
global yang berdampak kepada stabilitas nilai tukar.
Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)
r) **)
2017 2018
Komponen Penggunaan r) r) r) r) 2017r) r) r) r) 2018**)
I II III IV I II III IV**)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,84 4,73 1,24 -8,80 1,60 -0,54 -0,16 -0,34 13,49 2,11
Pertambangan dan Penggalian 0,95 0,58 -7,66 -1,51 -2,02 -6,01 -4,01 -4,56 -1,97 -4,11
Industri Pengolahan 4,65 4,89 5,52 6,29 5,35 7,24 6,55 6,84 5,40 6,49
Pengadaan Listrik, Gas 6,40 -18,53 -10,66 -21,81 -11,42 -13,44 16,38 0,65 0,85 0,02
Pengadaan Air 7,84 8,48 6,15 6,17 7,13 6,96 5,06 3,39 4,58 4,96
Konstruksi 4,08 5,35 8,58 10,49 7,24 9,28 6,81 6,91 7,13 7,48
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
5,42 4,77 4,20 3,90 4,55 5,06 4,92 3,85 3,03 4,19
Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 4,78 6,05 1,57 7,21 4,83 3,14 5,37 5,43 7,37 5,36
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,55 8,45 8,62 6,99 8,37 7,88 7,00 8,76 8,88 8,15
Informasi dan Komunikasi 10,37 11,84 10,16 14,88 11,85 9,59 10,49 10,85 5,92 9,14
Jasa Keuangan 2,50 4,52 2,63 4,23 3,48 8,31 6,30 5,26 -1,38 4,53
16 Real Estate 4,50 8,46 9,85 14,43 9,31 10,18 9,50 9,11 9,80 9,64
Jasa Perusahaan 7,80 7,70 7,10 11,00 8,42 11,29 10,37 6,47 6,74 8,64
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
6,84 4,83 8,53 -0,54 4,64 2,24 -2,80 0,05 6,47 1,59
Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 8,03 9,97 9,83 6,91 8,67 5,14 7,02 7,37 3,35 5,71
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,73 9,06 8,02 8,72 8,38 7,59 9,86 8,48 5,84 7,90
Jasa lainnya 8,96 9,92 10,43 9,77 9,78 6,53 7,64 6,86 5,80 6,69
PDRB 5,38 5,41 5,16 5,45 5,35 5,90 5,61 5,57 5,50 5,64
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Dilihat dari sumber pertumbuhannya, LU industri pengolahan, perdagangan dan konstruksi yang masih
menjadi tiga terbesar penyumbang pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2018 (Tabel 1.4).
Kontribusi terbesar diberikan oleh LU Industri pengolahan yaitu sebesar 2,80%, meningkat dibanding tahun
FEBRUARI 2019
2017 sebesar 2,30%. Berikutnya adalah LU perdagangan besar & eceran serta konstruksi masing-masing
sebesar 0,65% dan 0,62%. Kontribusi LU perdagangan besar & eceran terpantau menurun dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 0,71%. Namun, kontribusi LU konstruksi meningkat dari 0,59% pada tahun 2017.
Tabel 1.4. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (%)
2017r) 2018**)
Komponen Penggunaan 2017r) 2018**)
Ir) IIr) IIIr) IVr) Ir) IIr) IIIr) IV**)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,54 0,41 0,10 -0,53 0,12 -0,04 -0,01 -0,03 0,70 0,16
Pertambangan dan Penggalian 0,02 0,01 -0,17 -0,03 -0,04 -0,12 -0,08 -0,09 -0,04 -0,08
Industri Pengolahan 2,02 2,11 2,34 2,72 2,30 3,13 2,81 2,91 2,36 2,80
Pengadaan Listrik, Gas 0,03 -0,08 -0,05 -0,11 -0,05 -0,07 0,06 0,00 0,00 0,00
Pengadaan Air 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00
Konstruksi 0,32 0,43 0,69 0,90 0,59 0,72 0,55 0,57 0,64 0,62
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
0,82 0,73 0,66 0,63 0,71 0,77 0,75 0,60 0,48 0,65
Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 0,23 0,28 0,08 0,34 0,23 0,15 0,25 0,26 0,35 0,26
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,24 0,21 0,22 0,18 0,21 0,21 0,18 0,23 0,24 0,21
Informasi dan Komunikasi 0,39 0,44 0,37 0,57 0,44 0,38 0,41 0,42 0,25 0,36
Jasa Keuangan 0,07 0,12 0,07 0,11 0,09 0,21 0,16 0,13 -0,04 0,12
Real Estate 0,05 0,10 0,11 0,16 0,11 0,12 0,11 0,11 0,12 0,12
Jasa Perusahaan 0,03 0,03 0,03 0,05 0,04 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
0,13 0,10 0,16 -0,01 0,09 0,04 -0,06 0,00 0,14 0,03
Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 0,22 0,27 0,26 0,19 0,24 0,14 0,20 0,21 0,10 0,16
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,06 0,07 0,06 0,07 0,06 0,06 0,07 0,07 0,05 0,06
Jasa lainnya 0,19 0,20 0,21 0,21 0,20 0,14 0,16 0,15 0,13 0,14
PDRB 5,38 5,41 5,16 5,45 5,35 5,90 5,61 5,57 5,50 5,64
khususnya di wilayah kawasan industri di Jawa Barat. Namun demikian, pertumbuhan ekspor mobil pada tahun
2018 terpantau melambat. Hal ini disebabkan oleh sempat terhentinya ekspor mobil Indonesia ke Vietnam
pada awal tahun 2018. Selain itu, peningkatan industri pengolahan pada tahun 2018 juga dapat terlihat dari
pertumbuhan konsumsi listrik yang digunakan oleh industri pada tahun 2018 tercatat sebesar 4,13% (yoy)
atau meningkat dibanding tahun 2017 (3,46%, yoy) (Grafik 1.28).
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Grafik 1.27 Perkembangan Produksi Kendaraan Grafik 1.28 Konsumsi Listrik Industri
Nasional
Sementara itu, pertumbuhan industri pengolahan pada triwulan IV 2018 tercatat mengalami
perlambatan, yakni dari 6,84% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 5,40% (yoy). Melambatnya industri
pengolahan pada triwulan IV tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, dimana
kegiatan dunia usaha industri pengolahan pada triwulan IV 2018 menurun dari 1,49 SBT pada triwulan III 2018
menjadi 0,53 SBT. Penurunan ini khususnya terjadi pada jumlah tenaga kerja di industri pengolahan pada
triwulan IV menurun dari -3,01 SBT pada triwulan III 2018 menjadi -5,84 SBT. Melambatnya kinerja LU industri
pengolahan pada triwulan IV 2018 dipengaruhi oleh mulai kembali normalnya permintaan masyarakat setelah
triwulan sebelumnya banyak event besar seperti Pilkada serentak, Pilgub Jawa Barat dan Asian Games 2018.
Berdasarkan hasil Liaison Bank Indonesia menunjukkan bahwa kinerja LU perdagangan pada triwulan IV
menurun, tercermin dari penurunan harga jual (dari 0,75 Likert Scale (LS) pada triwulan III 2018 menjadi 0,33
LS pada triwulan IV 2018), jumlah tenaga kerja juga terpanatu menurun (dari 0,00 LS pada triwulan III 2018
menjadi -0,50 LS pada triwulan IV 2018), serta penurunan pada tingkat upah (dari 1,00 LS pada triwulan III
FEBRUARI 2019
2018 menjadi 0,83 LS pada triwulan IV 2018) (Grafik 1.30). Dari sisi perbankan, pertumbuhan kredit LU
perdagangan terpantau menurun, dari 13,37% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 11,01% (yoy) pada
triwulan IV 2018. Banyaknya event yang terselenggara di triwulan sebelumnya, membuat kinerja LU
perdagangan pada triwulan IV 2018 mengalami penurunan. Hal ini juga diiringi dengan kembali normalnya
permintaan masyarakat.
Grafik 1.30 Liaison Perdagangan Likert Scale Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Perdagangan
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia
Grafik 1.32 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.33 Liaison Pertanian Likert Scale
1.2.4. Konstruksi
Kinerja LU konstruksi pada tahun 2018 mencatatkan peningkatan. Pertumbuhan LU konstruksi 2018
adalah sebesar 7,48% (yoy), meningkat dari tahun 2017 (7,24%,yoy). Beberapa proyek strategis yang
telah selesai di tahun 2018 , mendorong pertumbuhun LU ini, antara lain selesainya Tol Bocimi Seksi 1,
beroperasinya Kereta Jakarta Pangandaran yang sampai saat ini sudah sampai Banjar, serta telah
beroperasinya Bandara Kertajati.
Laju pertumbuhan lapangan usaha kontruksi pada triwulan IV 2018 juga tercatat meningkat dari 6,91%
(yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 7,13% (yoy) pada triwulan IV 2018. Relaksasi LTV oleh Bank Indonesia
pada bulan Agustus 2018, juga menjadi salah satu faktor pendorong membaiknya kinerja LU konstruksi. Di sisi
lain, proyek strategis nasional di Jawa Barat masih terus berjalan, antara lain Jalan Tol Bocimi; Jalur ganda
kereta api Bogor Sukabumi segmen 1; Jalan Tol Jakarta Cikampek (Japek) II Elevated; jalan layang
persimpangan Rawapanjang dan Jalan Cipendawa di Kota Bekasi; Tol Cinere Jagorawi Seksi 2; Tol Depok
Antasari seksi I; Tol Becakayu seksi 2A; Pelabuhan Patimban dan Akses Tol Cikarang Dry Port.
Indikator membaiknya kinerja sektor properti juga tercermin dari penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Pertumbuhan KPR di Jawa Barat terpantau stabil pada triwulan IV 2018, KPR tipe besar dan kecil yang
mendominasi masih terus membaiknya sektor properti di Jawa Barat (Grafik 1.34). Sejalan dengan
pertumbuhan KPR yang masih relatif tinggi, kinerja LU konstruksi diperkirakan akan terus membaik karena ada
20 proses pembangunan yang dilakukan. Dari sisi perbankan, kinerja LU konstruksi yang membaik tercermin dari
nilai penyaluran kredit konstruksi yang meningkat dari Rp33,85 Triliun menjadi Rp36,25 Triliun pada triwulan
IV 2018. Pertumbuhan kredit konstruksi juga terpantau meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Seiring
dengan nilai penyaluran kredit yang meningkat, NPL konstruksi terpantau menurun dari 2,87% pada triwulan
III 2018 menjadi 2,40% pada triwulan IV 2018 (Grafik 1.35). Hal ini dapat menjadi salah satu indikator yang
menunjukkan bahwa LU konstruksi di Jawa Barat pada triwulan IV 2018 berada dalam kondisi baik.
FEBRUARI 2019
Sumber : LBU, Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia
Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.35 Perkembangan Kredit Konstruksi
Lebih lanjut, faktor-faktor yang diperkirakan menahan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I
2019 adalah: 21
1. Penerimaan rumah tangga dari berbagai sumber pada semester I 2019 diperkirakan tumbuh moderat
seiring dengan kenaikan upah minimum yang lebih rendah serta pertumbuhan pendapatan menengah ke
atas yang tidak setinggi tahun 2018.
2. Menjelang pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada triwulan II 2019, pelaku usaha maupun
investor diperkirakan cenderung wait and see untuk melakukan investasi dan ekspansi usama, terlebih
negara emerging market diperkirakan pertumbuhannnya cenderung stabil.
3. Kenaikan tarif pesawat serta pengenaan tarif bagasi pada sejumlah maskapai penerbangan menjadi faktor
utama yang diperkirakan dapat menahan kenaikan permintaan terhadap jasa angkutan udara.
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
4. Masih tingginya ketidakpastian global antara lain arah kebijakan The Fed terkait kenaikan suku bunga
kebijakannya selama 2019 turut mempengaruhi volatilitas nilai tukar.
5. Pertumbuhan ekonomi global pada 2019 yang diperkirakan melambat dibanding 2018, khususnya pada
pertumbuhan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang, di mana negara-negara ini
merupakan tujuan ekspor utama Jawa Barat.
6. Curah hujan yang cukup tinggi di awal tahun menyebabkan lahan sawah di beberapa daerah terendam
sehingga berpotensi menurunkan produksi.
7. Musim kemarau panjang yang menggeser masa tanam di akhir tahun 2018 juga berpotensi menyebabkan
pergeseran puncak panen raya komoditas padi ke triwulan II 2019.
8. Telah diselesaikan serta beroperasinya sejumlah proyek infrastruktur strategis di Jawa Barat pada akhir 2018
diperkirakan menahan laju investasi bangunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sisi lain, masih terdapat faktor-faktor yang berpotensi menjadi pendorong laju pertumbuhan ekonomi
triwulan I 2019, antara lain:
1. Persiapan Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden diperkirakan akan mendorong pendapatan masyarakat
sehingga konsumsi rumah tangga akan tetap kuat pada triwulan I 2019. Selain itu, persiapan Pemilu ini
juga diperkirakan mendorong konsumsi pemerintah dan LNPRT meningkat.
2. Alokasi dana Bantuan Sosial PKH 2019 meningkat hingga 77% dibandingkan tahun 2018. Pencairan
pertama di tahun 2019 akan dilaksanakan pada bulan Januari 2019.
3. Ditandatanganinya perjanjian IE-CEPA (Indonesian European Free Trade Association Comprehensive
Economic Partnership) pada akhir 2018 diharapkan dapat mendorong ekspor Jawa Barat ke Eropa.
Pada sisi pengeluaran, komponen yang diperkirakan akan tumbuh melambat adalah ekspor luar negeri.
Ekspor luar negeri Jawa Barat pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy) atau
melambat dibanding triwulan IV 2018 yang tumbuh 6,44% (yoy). IMF melalui rilis World Economic Outlook
(WEO) periode Januari 2019 kembali merevisi proyeksi pertumbuhan global 2019 dari sebelumnya sebesar
3,7% pada WEO Oktober 2018 menjadi 3,5%. Dengan demikian, perekonomian global diperkirakan tumbuh
melambat dibandingkan 2018 yang diestimasi tumbuh 3,7%. Berlangsungnya perlambatan ini antara lain
tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi China yang pada 2018 hanya sebesar 6,6% atau terendah 28 tahun
22
terakhir. IMF memperkirakan perlambatan ekonomi pada 2019 terutama terjadi pada golongan negara maju,
antara lain seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Menurunnya kegiatan ekonomi di negara mitra dagang
juga diindikasikan oleh penurunan Index (PMI) Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan
China pada triwulan I 2019 (Grafik 1.35). Adapun negara-negara ini merupakan mitra dagang utama Jawa
Barat. Melambatnya permintaan serta volume perdagangan global juga tercermin dari harga komoditas global
yang menurun pada triwulan I 2019 (Grafik 1.36). Dengan kondisi global demikian, permintaan ekspor ke Jawa
Barat pada triwulan I 2019 diperkirakan juga akan melambat. Berdasarkan hasil wawancara liaison kepada
pelaku usaha yang dilakukan oleh KPw BI Jawa Barat, ekspor luar negeri juga cenderung menurun yang
tercermin dari penurunan likert scale (LS) ekspor luar negeri dari 0,64 pada triwulan IV 2018 menjadi 0,21 pada
triwulan I 2019.
FEBRUARI 2019
Di tengah prospek melambatnya ekspor luar negeri, impor luar negeri Jawa Barat pada triwulan I 2019
diperkirakan tumbuh meningkat yakni pada rentang 3,7% - 4,1% (yoy) dibandingkan triwulan IV 2018
yang tumbuh 3,22% (yoy). Dalam rangka mengantisipasi peningkatan permintaan menjelang bulan
Ramadhan dan Idul Fitri, diperkirakan industri akan melakukan front loading. Selain itu, keperluan menjelang
Pemilu dan Hari Raya juga diperkirakan turut mendorong impor barang konsumsi.
Perlambatan yang lebih dalam diperkirakan akan ditahan oleh akselerasi pada komponen permintaan
domestik seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi Pemerintah, dan investasi. Konsumsi rumah tangga
pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada rentang 4,9% - 5,3% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh 4,75% (yoy). Optimisme rumah tangga terhadap kondisi
triwulan I 2019 sejatinya masih cukup baik. Hal Ini ditunjukkan dari Survei Konsumen yakni meningkatnya
indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) dari 103,06 pada triwulan IV 2018 menjadi 106,62 pada triwulan I 2019
(Grafik 1.37). Secara spesifik, peningkatan terjadi pada komponen indeks ketersediaan lapangan kerja (dari
89,54 menjadi 95,02) dan indeks konsumsi barang kebutuhan tahan lama (dari 105,28 menjadi 111,05) (Grafik
1.38). Daya beli masyarakat diperkirakan masih terjaga dengan adanya kenaikan UMK di Jawa Barat dengan
rata-rata kenaikan sebesar 8,08%. Selain itu, periode kampanye serta persiapan Pemilihan Umum Legislatif
dan Presiden diperkirakan akan mendorong pendapatan masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga akan
tetap kuat pada triwulan I 2019. Alokasi dana Bantuan Sosial PKH 2019 juga diketahui meningkat hingga 77%
dibandingkan tahun 2018, di mana pencairan pertama di tahun 2019 akan dilaksanakan pada bulan Februari
2019. Selain itu, terdapat 2 kali penurunan harga BBM pada triwulan I 2019 khususnya untuk jenis pertalite, 23
pertamax dan dexlite yang pada akhirnya turut menopang daya beli masyarakat.
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Sumber : BPS Jawa Barat, diolah Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 1. 38 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1. 39 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini dan
Komponennya
Sementara itu, pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I 2019 yang diperkirakan pada rentang
16,2% - 16,6% (yoy) juga lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2018 sebesar 5,06% (yoy). Tahun 2019,
total anggaran belanja provinsi Jawa Barat meningkat dari Rp35,67 triliun menjadi Rp 37,06 triliun, atau
meningkat sebesar 3,90%. Kenaikan khususnya terjadi pada Belanja Pegawai yang meningkat sebesar 26,6%
dan Belanja Barang/Jasa sebesar 16,75%. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan gaji PNS pada tahun
2019 sebesar 5%. Selain itu, persiapan Pemilu 2019 juga diperkirakan turut mendorong peningkatan belanja
pemerintah. Pemerintah juga akan segera meluncurkan program pengembangan kelompok usaha bersama
(Kube) bagi para penerima PKH. Untuk pendanaan program pengembangan usaha tersebut, sudah disiapkan
dan rencananya akan mulai diluncurkan pada awal 2019.
Investasi pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,1% - 5,5% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh 3,08% (yoy). Meningkatnya investasi diperkirakan masih
ditopang oleh investasi bangunan, sementara investasi non bangunan diperkirakan masih akan tertahan oleh
kecenderungan wait and see pelaku usaha menjelang Pemilu. Adapun investasi bangunan terutama masih
ditopang oleh berlanjutnya proyek infrastruktur antara lain meliputi : Jalan Tol Bocimi, Jalur ganda kereta api
Bogor Sukabumi segmen 1, Jalan Tol Jakarta Cikampek (Japek) II Elevated, jalan layang persimpangan
Rawapanjang dan Jalan Cipendawa di Kota Bekasi, Tol Cinere Jagorawi Seksi 2, Tol Depok Antasari seksi I,
Tol Becakayu seksi 2A, Pelabuhan Patimban dan Akses Tol Cikarang Dry Port. Selain itu, sesuai dengan program
yang diluncurkan oleh Pemerintah yakni program investasi padat karya menciptakan lapangan kerja, terdapat
24
beberapa pabrik baru yang diketahui akan dibangun di Jawa Barat pada 2019. Hasil liaison kepada sejumlah
pelaku usaha juga juga menunjukan perkiraan investasi meningkat dari 0,81 LS pada triwulan IV 2018 menjadi
1,15 LS pada triwulan I 2019.
Dari sisi lapangan usaha (LU), melambatnya laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2019
diperkirakan disebabkan oleh sejumlah LU utama seperti pertanian, industri pengolahan, dan pertanian.
LU industri pengolahan pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada rentang 4,9% - 5,3% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh 5,40% (yoy). Prospek melambatnya permintaan
ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah diperkirakan menjadi faktor utama yang menahan akselerasi kinerja
FEBRUARI 2019
industri pengolahan pada triwulan I 2019. Selain itu, potensi penundaan beberapa proyek infrastruktur
strategis juga berdampak kepada kinerja industri pengolahan khususnya yang memproduksi bahan dan
material yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur. Kenaikan UMK di Jawa Barat yang tergolong
cukup tinggi setiap tahunnya menjadi salah satu concern utama perusahaan khususnya yang bergerak di
industri padat karya. Hal ini juga berpotensi membatasi ruang gerak industri untuk melakukan ekspansi usaha.
LU pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada rentang 2,8%
- 3,2% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV 2019 yang tumbuh 13,49% (yoy). Perlambatan ini
antara lain dipengaruhi oleh mundurnya musim tanam pada akhir tahun 2018 akibat musim kemarau panjang
sehingga puncak panen raya juga diperkirakan bergeser dari akhir triwulan I 2019 menjadi awal triwulan II
2019. Selain itu, curah hujan yang cukup tinggi juga menyebabkan lahan sawah di sejumlah daerah terendam.
LU konstruksi pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada rentang 2,8% - 3,2% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan IV 2019 yang tumbuh 13,49% (yoy). Perlambatan ini antara lain dipengaruhi oleh
telah diselesaikannya sejumlah proyek infrastruktur strategis hingga akhir 2018, antara lain meliputi Bandara
Internasional Kertajati, Tol Bocimi Seksi 1, dan Tol Depok Antasari Seksi 1. Selain itu, pihak swasta juga
diperkirakan menahan ekspansi fisik seiring dengan wait and see menjelang pelaksanaan Pemilu 2019.
Di sisi lain, seiring dengan perkiraan peningkatan konsumsi rumah tangga, LU perdagangan juga
diperkirakan akan meningkat pada triwulan I 2019 dan tumbuh pada rentang 4,8% - 5,2% (yoy). Proyeksi
tingginya permintaan lembaga non profit menjelang penyelenggaraan Pemilu diperkirakan akan mendorong
kinerja usaha perdagangan meningkat dibandingkan akhir tahun 2018. Kenaikan UMK 2019 diperkirakan
mendorong belanja masyarakat, meskipun tidak setinggi tahun 2018. Adanya kerja sama Pemda Provinsi Jabar
dengan Bukalapak yang tertuang dalam naskah kesepakatan bersama tentang Peningkatan Pelayanan Publik
melalui pemanfaatan pasar Daring (Market Place Online) sehingga UMKM di Jawa Barat dapat lebih terbantu
melalui teknologi juga diperkirakan dapat semakin mendorong kinerja LU perdagangan. Hasil survei SKDU pada
awal triwulan I 2019 memperkirakan adanya kenaikan kegiatan dunia usaha pada sektor perdagangan dari
5,48% menjadi 5,97%.
25
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
BOKS 1
PERKEMBANGAN PARIWISATA KAB. PANGANDARAN
Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat pariwisata di Pulau Jawa,
terutama karena terdapat Pantai Pangandaran, Green Canyon, Pantai Batukaras, dan beberapa wisata
alam lainnya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata pada tahun 2017 mencapai Rp14,04
miliar, yakni menyumbang sekitar 10% dari total PAD Rp144 miliar. Pada tahun 2018, PAD dari sektor
pariwisata meningkat 38,89% (yoy), yaitu mencapai Rp20,01 miliar. Potensi pariwisata yang besar
menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu fokus utama pembangunan pemerintah, sesuai dengan
Objek wisata di Kabupaten Pangandaran didominasi oleh wisata alam, terutama pantai, sungai, dan gua.
Objek wisata unggulan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah adalah Pantai Pangandaran (Barat dan
Timur), Green Canyon, Pantai Batukaras, Pantai Batuhiu, dan Pantai Karapyak. Selain itu destinasi wisata
lain yang cukup dikenal adalah Pantai Karang Nini, Pantai Karang Tirta, Pantai Madasari, Cagar Alam
Pangandaran, Vanue Pacuan Kuda Legok Jawa, Santirah River Tubing, Goa Lanang, Goa Sinjang Lawang,
Batu Lumpang, Pepedan hills, sungai Citumang, sungai Ciwayang, dan Hutan Mangrove Bulaksetra. Luas
wilayah Kabupaten Pangandaran adalah 168.509 Ha dengan luas laut 67.340 Ha dan memiliki panjang
pantai 91 Km.
Jumlah wisatawan di Kab. Pangandaran (data dari 5 obyek wisata terbesar yang dikelola Pemerintah
Daerah) memiliki pertumbuhan positif pada tahun 2014-2018, kecuali pada tahun 2016 yang sempat
turun akibat banyaknya bencana alam banjir, tanah longsor, dan gempa bumi di Indonesia sehingga
tercatat sebagai tahun dengan bencana alam terbanyak dalam 14 tahun terakhir. Jumlah wisatawan
tahun 2018 adalah 4,08 juta orang, meningkat 39,76% (yoy) dibandingkan tahun 2017 dengan
wisatawan 2,91 juta orang. Berdasarkan asalnya, sekitar 99,82% wisatawan merupakan wisatawan
domestik, sementara wisatawan mancanegara hanya 0,18% atau sebanyak 7.521 orang. Adapun
berdasarkan destinasi wisatanya, kunjungan terbanyak adalah ke objek wisata Pantai Pangandaran.
26
FEBRUARI 2019
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pantai Pangandaran 1.213.259 952.095 1.838.646 1.402.960 2.024.026 2.827.426
Pantai Batu Hiu 60.548 68.028 103.645 89.349 155.653 218.525
Green Canyon 4.139 159.605 196.935 148.894 154.734 164.396
Pantai Batukaras 143.174 192.729 278.919 298.242 455.552 595.245
Pantai Karapyak 31.904 34.342 40.783 48.945 126.176 277.630
Total 1.453.024 1.406.799 2.458.928 1.988.390 2.916.141 4.083.222
Wisman 10.050 13.086 16.515 10.776 10.332 7.521
Wisnus 1.442.974 1.393.713 2.442.413 1.977.614 2.905.809 4.075.701
Growth Wisman (yoy) -79,96% -84,60% -87,79% -81,28% -80,47%
Growth Wisnus (yoy) -99,09% -98,82% -99,56% -99,48% -99,74%
Growth Total (yoy) -4,08% 73,61% -19,57% 46,14% 39,76%
27
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
dibangun Sentra UMKM Terpadu Pangandaran sebagai toko one stop shoping produk-produk khas
Kab. Pangandaran.
Ikan/ Central Seafood. Pada area tersebut, pengembangan rumah makan, bar, dan tempat hiburan
dilakukan oleh pihak swasta.
FEBRUARI 2019
akan dibangun: (1) akomodasi resort, hotel, glamping, dan dorm; (2) area komersial berupa mall,
tempat makan, dan pertokoan; (3) Pusat Hiburan seperti theme park, water park, dan oceanarium;
(4) Pusat Penelitian dan Bisnis berupa Marine Technopark dan Convention center; serta (5) fasilitas
pendukung seperti sekolah, fasilitas publik dan taman, serta area parkir. Strategi bisnis kawasan yang
diterapkan adalah melalui penciptaan generator ekonomi dan pembangunan di Pangandaran,
dengan membentuk Pusat Pariwisata Pantai dan Maritim, serta Pusat Kegiatan Ekonomi Kelautan
melalui 6 fitur bisnis utama yaitu Tourism Property Management, Efisiensi Investasi, Hub Wisata,
Sasaran Kosumen Segmen Baru yaitu Middle dan Middle High, Revitalisasi dan Promosi Budaya, serta
Pariwisata Maritim dan Bahari.
Pengembangan area Grand Pangandaran ini dilakukan oleh pihak swasta, yaitu PT. Pancajaya Makmur
Bersama. Proses pengambangan saat ini sedang dalam tahap pengolahan lahan dan pembangunan
RUKO, serta pengajuan status KEK kepada presiden dengan target keputusan pada Maret 2019.
2. AKSES
Pengembangan pariwisata Kab. Pangandaran masih perlu didorong oleh peningkatan akses menuju, dari,
maupun antar lokasi di wilayah Pangandaran.
a) Jalur Darat
Saat ini akses utama menuju dan dari Pangandaran adalah melalui jalur darat dengan waktu tempuh
sekitar 9,5 jam dari Jakarta, 6,5 jam dari Bandung, 8 jam dari Yogyakarta, dan 7 jam dari Semarang.
Pilihan kendaraan darat adalah bus umum, travel, dan kendaraan pribadi. Namun waktu temput jalur
darat masih cenderung lama karena belum tersedianya jalan tol.
Selain itu, PT KAI juga tengah mengembangkan Kereta Api Pangandaran pada awal Januari 2019 29
yang menghubungkan Stasiun Gambir Stasiun Banjar via Stasiun Bandung. Saat ini, penjualan tiket
kereta masih dalam masa promosi dengan harga Rp1,00 yang rencananya akan dipromosikan sampai
31 Maret 2019. Sementara itu, akses jalan raya antar lokasi di Kab. Pangandaran sudah cukup baik,
namun belum terdapat transportasi umum yang dapat mengantarkan wisatawan antar lokasi.
b) Jalur Udara
Saat ini terdapat 1 maskapai, yaitu Susi Air, yang menyediakan penerbangan pesawat perintis rute
Halim Perdana Kusuma Pangandaran dengan waktu tempuh 1 jam. Kapasitas pesawat adalah 11
orang/penerbangan, dengan intensitas satu kali per hari. Rata-rata tingkat okupansi adalah 80-90%
yang didominasi oleh wisataman mancanegara dan pelaku usaha sehubungan dengan harga tiket
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
yang tinggi. Dinas Perhubungan Prov. Jawa Barat telah melakukan penjajagan kepada maskapai
Wings/Lion Air dan Citilink untuk membuka penerbangan ke Pangandaran, namun belum terdapat
rencana pembukaan pada tahun 2019.
Di Kabupaten Pangandaran terdapat Bandara Nusawiru yang berlokasi di Kec. Cijulang. Saat ini
bandara tersebut digunakan untuk penerbangan maskapai Susi Air dan latihan penerbangan TNI.
Panjang landasan adalah 1.400 m dan lebar 30 m, dimana dengan kondisi tersebut sudah memenuhi
kebutuhan untuk penerbangan pesawat jenis ATR. Pada jangka menengah (tahun 2019-2020),
terdapat rencana perpanjangan landasan menjadi 1.800-2.000 m yang saat ini telah dilakukan
pembebasan lahan. Sumber anggaran untuk perpanjangan landasan tersebut akan menggunakan
APBD Prov. Jabar. Dari segi kelengkapan fasilitas, Bandara Nusawiru telah memiliki ruang tunggu dan
ruang keberangkatan yang cukup layak, fasilitas keamanan berupa x-ray bagasi, perlengkapan
pemadam kebakaran, dan P3K yang lengkap, serta area parkir yang luas.
3. AMENITAS
Amenitas di Kab. Pangandaran masih dalam tahap pengembangan, terutama terkait standar kualitasnya.
Berdasarkan data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kab. Pangandaran, saat ini
tetdapat 316 hotel, 39 homestay, dan 191 rumah makan. Namun, dari ratusan hotel yang tersedia, baru
sekitar 3 hotel yang secara lengkap memenuhi persyaratan sebagai hotel bintang 3. Tingkat okupansi
hotel saat hari libur bisa mencapai 100%, namun pada hari biasa rata-rata tingkat okupansi hanya 30%
dengan lama kunjungan 2-3 hari.
Selain akomodasi, Kab. Pangandaran juga telah membangun fasilitas umum yaitu Rumah Sakit Umum
Daerah dengan anggaran pembangunan Rp240 miliar yang ditargetkan selesai awal tahun 2019 dan
Puskesmas berkelas bintang tiga di 10 kecamatan di Kab. Pangandaran.
4. PERATURAN
Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Jawa Barat yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di
Provinsi Jawa Barat. Sebelumnya, Kabupaten Pangandaran merupakan bagian dari Kabupaten Ciamis.
30
Saat ini, Kabupaten Pangandaran terdiri dari 10 Kecamatan dan 93 Desa dengan Ibu Kota Kabupaten
berkedudukan di Kecamatan Parigi.
Pengembangan sektor pariwisata sebagai potensi terbesar di Kabupaten Pangandaran sudah tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2016-2021, yaitu pada Misi 3:
Menyediakan infrastruktur dan fasiltias yang berkualitas, yang mencakup peningkatan infrastruktur dan
fasilitas yang mendukung kepariwisataan dan perekonomian dengan tujuan antara lain tersedianya jalan
yang menghubungkan antar obyek wisata;dan terwujudnya destinasi pariwisata siap kunjung (desa wisata
dan objek wisata) yang memiliki ketahanan dan daya saing.
FEBRUARI 2019
5. PROMOSI
Saat ini belum terdapat anggaran dan upaya khusus dari Dinas Pariwisata maupun Bappeda untuk
promosi pariwisata. Promosi dilakukan melalui penyelenggaraan event pariwisata, seperti Acara Prosesi
Adat Waluya, Pangandaran dan Batukaras Surfing Kontes, Gebyar Seni dan Budaya Tahun Baru,
Pangandaran Internasional Kite Festival, dan Pentas Seni dan Budaya Milangkala Kabupaten Pangandaran.
Selain itu, Kab. Pangandaran juga sering menjadi tempat penyelenggaraan event oleh pihak swasta seperti
touring kendaraan bermotor jenis tertentu dan olahraga pantai.
Dalam upaya mitigasi bencana, pemerintah melalui BPBD telah melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a) Mitigasi Struktural
1) Pada tahun 2016 telah dilakukan pembangunan 1 unit Tempat Evakuasi Sementara (TES) yang
berlokasi di dekat Pasar Wisata, ± 700 meter dari Pantai Barat. Bangunan TES terdiri dari 5 lantai
dengan kapasitas untuk ± 6.000 orang. Tiang pancang hingga 20 meter ke bawah tanah
sehingga tahan gempa hingga 10 SR. Sumber pendaan pembangunan TES ini berasal dari PUPR.
Namun untuk mencukupi kebutuhan mitigasi bencana dengan menghitung rata-rata jumlah
wisatawan, sebenarnya masih dibutuhkan 3 unit TES tambahan. 31
2) Telah dilakukan pemasangan 2 unit alat Early Warning System (EWS) dengan pusat kontrol di
Kantor BPBD dan BMKG. Namun, kebutuhan ini masih belum mencukupi karena dengan panjang
pantai 91 km dibutuhkan sebanyak 46 unit EWS.
3) Pemasangan rambu-rambu evakuasi di lokasi-lokasi pusat wisata dan pemukiman warga. Saat ini
terdapat 259 buah rambu-rambu.
4) Tersedianya 21 lokasi Tempat Evakuasi Sementara.
5) Tersedia 57 jalur evakuasi.
6) Terdapat Pusdalops sebagai Pusat Pengolah Data Bencana dan 46 unit radio komunikasi.
7) Fasilitas tanggap bencana seperti perahu karet, tenda, genset, mobil pick-up, dll.
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
b) Mitigasi Non-Struktural.
Selain mitigasi dari pengadaan sarana prasarana, pemerintah juga melakukan mitigasi risiko bencana
melalui penyelenggaraan berbagai pelatihan seperti:
1) Wisata Edukasi Bencana Goes to School kepada pelajar SD.
2) Edukasi Anak TK Mitigasi.
3) Edukasi Bunda Belajar Mitigasi, yang berfokus pada mitigasi bencana kebakaran.
4) Silaturahmi Empati berbagi Edukasi Bencana.
5) Pemeriksaan rutin terhadap alat proteksi kebakaran dan keselamatan gedung.
6) Pembentukan relawan kebencanaan, antara lain 15 forum relawan, Forum Kesiapsiagaan Dini
Masyarakat, 17 Desa Tanggap Bencana, dan 8 Kampung Siaga Bencana.
7) Latihan rutin evakuasi gempa bumi dan tsunami.
FEBRUARI 2019
3) Tingkat sadar wisata masyarakat masih rendah, sehingga belum memberikan dukungan optimal,
misalnya menjaga kebersihan lingkungan, mempromosikan wisata, dan memberikan pelayanan
yang baik kepada wisatawan.
4) Belum optimalnya ketersediaan dan kompetensi sumberdaya manusia di bidang pariwisata dan
kebudayaan.
d) Tantangan terkait Promosi:
1) Belum optimalnya promosi potensi pariwisata daerah.
2) Belum memiliki bank data kepariwisataan dan kebudayaan yang lengkap;
Walaupun demikian, pengembangan pariwisata Pangandaran didukung oleh beberapa peluang sebagai
berikut:
1) Potensi keanekaragaman dan kekayaan wisata alam, ekonomi kreatif, dan kebudayaan yang
secara alami dimiliki Kab. Pangandaran.
2) Posisi strategis kewilayahan;
3) Perkembangan Tren Pasar Wisata di Indonesia maupun mancanegara.
4) Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata berpotensi meningkatkan investasi
domestik maupun asing.
33
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
BOKS 2
Growth Strategy Regional Jawa Barat
Negara-negara dengan level pendapatan tinggi (high income) dapat melakukan transformasi struktur
perekonomian melalui produksi barang dan jasa bernilai tambah tinggi serta terdiversifikasi dengan
orientasi pasar ekspor. Sebaliknya, negara-negara berdapatan menengah (middle income) seperti
Indonesia akan sulit maju ke level pendapatan yang lebih tinggi, terutama dalam meraih pasar ekspor.
Indonesia mulai mencatat defisit transaksi berjalan di triwulan IV 2011, dan tetap negatif sejak saat
itu. Penurunan permintaan dan harga komoditi global menyebabkan syok perdagangan yang besar.
Berdasarkan ekspornya, 90% ekspor Indonesia ditopang oleh ekspor non migas. Sehingga untuk
dapat menekan defisit transaksi berjalan Indonesia, perlu adanya upaya untuk meningkatkan
kemampuan industri pengolahan dalam memasok kebutuhan input antara bagi industri lainnya di
dalam negeri. Begitupun aspek ekonomi spasial perlu diperhatikan, karena perekonomian antar
daerah yang lebih terintegrasi dapat mengoptimalkan upaya perbaikan kinerja neraca perdagangan.
Industri pengolahan nasional ditopang oleh Jawa Barat dengan pangsa sebesar 23,51% pada tahun
2017. Di Jawa Barat sendiri, industri pengolahan juga memiliki peranan paling penting dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, dimana pangsa industri pengolahan di Jawa Barat
mencapai 42,29% pada tahun 2017.
Dari sisi neraca perdagangan, hingga tahun 2017 Jawa Barat tercatat selalu surplus. Namun, Jawa
Barat berpotensi mengalami defisit neraca perdagangan yang tercermin dari rata-rata pertumbuhan
ekspor Jawa Barat lebih kecil dibanding rata-rata pertumbuhan impor, dimana rata-rata
pertumbuhan ekspor (2007 s.d 2017) sebesar 5,14% (yoy), sedangkan rata-rata pertumbuhan impor
tercatat sebesar 5,99% (yoy). Meskipun pangsa industri pengolahan tercatat paling tinggi di Jawa
Barat, namun demikian pangsa ini terus menurun sejak tahun 2010 , dimana pangsa industri
pengolahan mencapai 44,51% sedangkan tahun 2017 hanya mencapai 42,29%. Di sisi lain, pangsa
34
ekspor industri pengolahan Jawa Barat memiliki pangsa sebesar 99,46% pada tahun 2017 yang
tercatat stagnan. Apabila hal ini dibiarkan maka akan semakin meningkatkan potensi menurunnya
peran Jawa Barat sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional dan mengancam defisit neraca
perdagangan. Oleh karena itu, untuk dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional serta
menekan defisit transaki berjalan Indonesia, dilakukan analisis industri unggulan di Jawa Barat yang
berorientasi ekspor untuk dapat ditingkatkan kapasitas ekspornya baik melalui peningkatan kapasitas
produksi maupun melalui substitusi impor.
Menurut Anugrah et al (2015) bahwa perekonomian di Jawa Barat yang didominasi oleh sektor
industri pengolahan memiliki beberapa hambatan utama yaitu permasalahan infrastruktur dan
FEBRUARI 2019
sumber daya manusia. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk melakukan reformasi struktural di
Jawa Barat dengan memprioritaskan pada strategi pembangunan infrastruktur dan pembangunan
sumber daya manusia. Industri pengolahan masih menjadi salah satu pendorong pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat, hal ini tercermin dari pemilihan industri yang terpilih sebagai sumber
pertumbuhan baru di Jawa Barat yaitu industri karoseri, industri batu baterai dan industri kreatif
fashion. Namun demikian, upaya mengatasi permasalahan struktural dan mendorong sumber
pertumbuhan ekonomi baru tentunya memerlukan waktu dan tidak dapat dirasakan dampaknya
dalam waktu dekat. (Pamungkas et al, 2015).
Pada riset ini akan dilakukan suatu kajian yang fokus pada upaya mendorong kinerja sektor/industri
utama eksisting yang dikaitkan dengan ekspor dan penyerapan tenaga kerja, sehingga secara implisit
dapat dilihat dampak pada penurunan defisit transaksi berjalan, serta pengurangan pengangguran
dan kemiskinan. Riset ini secara spesifik akan menggunanakan product space dan comparative
advantage serta trade balance index untuk mapping subsektor/industri unggulan Jawa Barat. Selain
itu, dilakukan juga analisis Trade Competitiveness Diagnostic (TCD) ntuk menganalisis daya saing dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perdagangan. Lebih lanjut, dilakukan simulasi
menggunakan model CGE1 untuk melihat pengaruh faktor-faktor TCD terhadap pertumbuhan
ekonomi, ekspor dan penyerapan tenaga kerja.
Perbaikan neraca perdagangan dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor dan atau melakukan
subtitusi impor, karena di Jawa Barat ketergantungan terhadap bahan baku impor sangat tinggi.
Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan surplus neraca perdagangan adalah: 1) peningkatan
kapasitas produksi yang terutama dilakukan dengan mendorong investasi; 2) penambahan jumlah
tenaga kerja ahli; serta 3) penggunaan teknologi dan pengembangan inovasi yang sejalan dengan
Make Indonesia dalam rangka peningkatan efisiensi produksi.
35
1
Model INDOTERM Multiregional Computable General Equilibrium yang dibangun oleh Bappenas, CoPS Australia, CEDS UNPAD, ADB dan
USAID
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Berdasarkan kontribusi terhadap output sektor industri pengolahan, terdapat 3 (tiga) subsektor
utama di Jawa Barat yang memberikan kontribusi terbesar pada pertumbuhan Jawa Barat yakni
elektronik, otomotif, serta tekstil dan produk tekstil (TPT). Struktur ini tidak berubah sejak tahun 2010
hingga tahun 2017. Dari ketiga subsektor tersebut, tahun 2017 subsektor TPT memiliki pangsa
ekspor terbesar di Jawa Barat yaitu mencapai 19,57%. Selanjutnya yaitu subsektor elektronik
memiliki pangsa ekspor mencapai 17,49% serta subsektor otomotif memiliki pangsa ketiga terbesar
yaitu sebesar 17,35%.
Berdasarkan hasil analisis, industri otomotif, industri elektronik serta industri TPT menjadi industri
unggulan Jawa Barat yang berpotensi menjadi industri yang dapat memperkecil defisit neraca
perdagangan. Selain itu Kementerian Perindustrian telah menetapkan arah pengembangan industri
nasional dalam RIPIN 2015-2035, dimana beberapa industri dalam RIPIN tersebut merupakan industri
unggulan Jawa Barat.
Untuk melihat seberapa besar pengaruh ketiga industri tersebut, dilakukan simulasi dengan
menggunakan model CGE. Asumsi yang digunakan dalam simulasi ini berdasarkan hasil TCD, dimana
tantangan utama ketiga industri unggulan Jawa barat terletak pada faktor input di sisi penawaran
yaitu dari kebutuhan investasi yang besar untuk pengembangan produksi, efisiensi produksi melalui
penignkatan teknologi, serta ketersediaan skilled labor yang belum memenuhi kebutuhan industri.
1. Industri Otomotif
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan model CGE, peningkatan produktivitas, kapital dan
produktivitas tenaga kerja pada industri otomotif akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat dengan rata-rata selama 5 tahun (2018 2022) sebesar 0,62% di atas baseline. Sementara itu,
volume ekspor berpotensi dapat meningkat dengan rata-rata (2018 2022) sebesar 3,03% di atas
baseline. Di sisi lain, hasil simulasi menunjukkan penyerapan tenaga kerja diperkirakan akan
meningkat dengan rata-rata (2018 2022) sebesar 0,21% di atas baseline atau dapat menyerap
42.595 orang tenaga kerja. Dari hasil simulasi tersebut, dampak terbesar terjadi pada volume ekspor,
36 dimana industri otomotif di Jawa Barat masih memiki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan
ekspornya.
Tabel 1. Hasil Simulasi Industri Otomotif Tabel 2. Hasil Simulasi Simultan Industri Otomotif
FEBRUARI 2019
2. Industri Elektronik
Untuk industri elektronik, berdasarkan hasil simulasi dengan model CGE menggunakan
variabel peningkatan produktivitas, kapital dan produktivitas tenaga kerja pada industri elektronik
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan rata-rata selama 5 tahun (2018
2022) sebesar 1,47% di atas baseline. Sementara itu, volume ekspor berpotensi dapat meningkat
dengan rata-rata (2018 2022) sebesar 1,11% di atas baseline. Di sisi lain, hasil simulasi
menunjukkan penyerapan tenaga kerja diperkirakan akan meningkat dengan rata-rata (2018 2022)
sebesar 0,75% di atas baseline atau dapat menyerap 154.999 orang tenaga kerja. Industri elektronik
diperkirakan masih memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat lebih
tinggi. Namun dukungan dari seluruh pihak sanat dibutuhkan karena konten impor yang sangat
tinggi menjadi kendala kritikal bagi industri elektronik di Jawa Barat.
Tabel 3. Hasil Simulasi Industri Elektronik Tabel 4. Hasil Simulasi Simultan Industri Elektronik
Simulasi juga dilakukan pada industri TPT dengan menggunakan model CGE melalui
peningkatan produktivitas, kapital dan produktivitas tenaga kerja. Berdasarkan hasil simulasi
tersebut, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan meningkat dengan rata-rata selama 5 tahun (2018
2022) sebesar 0,37% di atas baseline. Sementara itu, volume ekspor berpotensi dapat meningkat
dengan rata-rata (2018 2022) sebesar 2,42% di atas baseline. Di sisi lain, hasil simulasi
menunjukkan penyerapan tenaga kerja diperkirakan akan meningkat dengan rata-rata (2018 2022)
sebesar 0,22% di atas baseline atau dapat menyerap 44.386 orang tenaga kerja (Tabel 4.6).
Berdasarkan hasil kajian Winardi, et al (2017) menjelaskan bahwa industri TPT Jawa Barat merupakan
industri padat karya yang menyerap 40% dari seluruh tenaga kerja industri pengolahan Jawa Barat.
37
Di sisi lain, industri TPT juga memiliki kontribusi paling besar pada total ekspor industri pengolahan
di Jawa Barat.
Tabel 5. Hasil Simulasi Industri TPT Tabel 6. Hasil Simulasi Industri TPT Per Komponen
FEBRUARI 2019
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Sehingga dapat diketahui pemetaan daya saing industri di Jawa Barat menunjukkan bahwa industri
otomotif, industri elektronik serta industri TPT merupakan industri yang memiliki daya saing serta
memiliki potensi permintaan dunia yang tinggi. Berdasarkan hasil TCD, untuk dapat meningkatkan
peran ketiga industri tersebut dalam peningkatan kapasitas ekspor perlu diperhatikan khususnya dari
sisi faktor input. Ekspor industri di Jawa Barat menghadapi sejumlah tantangan antara lain kebutuhan
Making
Indonesia 4.0, serta kebutuhan skilled labor untuk menghadapi industri 4.0.
Berdasarkan hasil simulasi model CGE dapat diambil kesimpulan bahwa ketiga industri unggulan
Jawa Barat dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama 5
tahun ke depan mencapai 2,46% di atas baseline. Untuk industri yang berkontribusi paling besar
adalah industri elektronik, jika dilakukan peningkatan dari sisi faktor input. Begitupun dari sisi tenaga
kerja, dengan adanya peningkatan produktivitas tenaga kerja, serapan tenaga kerja selama 5 tahun
ke depan paling besar adalah industri elektronik. Dari sisi ekspor, industri otomotif memberikan
kontribusi sebesar 3,03% paling tinggi dibanding dua industri lainnya. Hal ini harus diimbangi
dengan upaya mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan penyesuaian produk sesuai
kebutuhan global.
38
FEBRUARI 2019
KEUANGAN BAB II
PEMERINTAH
Anggaran belanja fiskal di Jawa Barat (Pem. Pusat, Pem. Provinsi, dan Pem.
Kab/Kota pada 2018 meningkat dibanding 2017, khususnya pada pos Belanja
Modal
Kinerja serapan anggaran belanja fiskal di Jawa Barat hingga triwulan IV 2018
lebih baik dibandingkan triwulan IV 2017, khususnya belanja APBN dan Kab/Kota
Pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan IV 2018 tercatat
melampaui target khususnya ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Anggaran Belanja Realisasi Belanja Realisasi Belanja Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja
Fiskal Gabungan APBN Pem. Provinsi Pem. Provinsi Pem. Kab/Kota
Hingga triwulan IV 2018, realisasi belanja fiskal di Jawa Barat adalah Rp155,05 Triliun atau 84,00%
terhadap total anggaran belanja tahun 2018. Persentase realisasi belanja terhadap pagu anggaran
tertinggi pada triwulan IV 2018 adalah belanja APBD Provinsi, yakni mencapai 94,47%. Jika dibandingkan
dengan triwulan IV 2017, terdapat perbaikan kinerja serapan anggaran untuk gabungan belanja fiskal di
Jawa Barat. Hal ini tercermin dari persentase serapan terhadap pagu belanja fiskal gabungan pada
triwulan IV 2018 yang lebih tinggi dibanding triwulan IV 2017 (74,93%). Secara spesifik, perbaikan pola
serapan anggaran terjadi pada belanja APBD Kabupaten/Kota (dari 75,03% pada triwulan IV 2017
menjadi 80,69% pada triwulan IV 2018) dan APBN (dari 92,55% pada triwulan IV 2017 menjadi 94,25%
pada triwulan IV 2018).
Dari sisi pertumbuhan, belanja fiskal di Jawa Barat hingga triwulan IV 2018 tumbuh 15,97% (yoy),
lebih tinggi dibanding triwulan IV 2017 yang tumbuh 0,13% (yoy). Peningkatan khususnya terjadi
pada belanja Pemerintah Kab/Kota dan APBN, sementara pertumbuhan belanja Pemerintah Provinsi
melambat. Hal ini dikarenakan oleh base effect yakni pengalihan kewenangan penggajian 28.000 orang
aparatur sipil negara (ANS) dari Pemerintah Kab/Kota ke Pemerintah Provinsi yang terjadi pada 2017.
Akibatnya, belanja Pemerintah Kab/Kota pada tahun 2017 mengalami perlambatan sementara belanja
Pemerintah Provinsi mengalami peningkatan.
Secara spasial, persentase realisasi belanja terhadap pagu tertinggi hingga triwulan IV 2018 terjadi
di Kab. Ciamis (98,69% dari pagu) dan terendah di Kota Cimahi (35,51% dari pagu). Sementara itu, 37
pertumbuhan belanja tertinggi hingga triwulan IV 2018 dialami oleh Kab. Majalengka (324,98%, yoy)
dan terendah di Kota Cimahi (-56,18%, yoy).
1Multiplier effect atau efek pengganda adalah proses keterkaitan perubahan di satu bidang yang menjadi penyebab
perubahan di bidang yang lain.
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
mendukung penciptaan investasi dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Baik target pendapatan
maupun belanja Pemerintah Provinsi pada 2018 lebih tinggi dibanding 2017.
Tabel 2. 1 Ringkasan APDB Provinsi Jawa Barat Triwulan IV 2018
Triwulan IV 2017 Triwulan IV 2018
APBD 2017-P APBD 2018-P
No. Uraian Realisasi % Realisasi Realisasi % Realisasi
(Rp Miliar) (Rp Miliar)
(Rp Miliar) thd APBD (Rp Miliar) thd APBD
I Pendapatan 31.372 32.394 103,26 33.265 34.358 103,29
1 Pendapatan Asli Daerah 17.121 18.311 106,95 18.817 20.082 106,72
2 Dana Perimbangan 14.110 13.981 99,09 14.379 14.208 98,81
3 Lain-lain Pendapatan 141 101 71,96 68 1.527 146,78
II Belanja 34.404 32.947 95,77 35.670 33.698 94,47
1 Belanja Operasi 24.536 23.491 95,74 24.474 23.068 94,26
2 Belanja Modal 2.746 2.553 93,00 3.611 3.179 88,05
3 Belanja Tidak terduga 154 0 0,03 43 0,18 0,43
4 Belanja Transfer 6.968 6.902 99,05 7.543 7.451 98,78
Surplus/ (Defisit) (3.032) (553) (2.405) 660
Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Barat (diolah)
Hingga triwulan IV 2018, realisasi belanja Pemerintah Provinsi terhadap pagu anggarannya adalah
94,47%. Dengan demikian, realisasi belanja Pemerintah Provinsi sudah hampir memenuhi target
belanja pada APBD-P 2018, walau masih lebih rendah dibanding triwulan IV 2017 yang mencapai
95,77%. Dengan demikian, selama triwulan IV, anggaran belanja Pemerintah Provinsi terealisasi sebesar
33,56% (non-kumulatif) dari total pagunya. Hal ini masih mencerminkan adanya kecenderungan pola
realisasi belanja yang tidak proporsional setiap triwulan di mana porsi realisasi terbesar masih terjadi di
akhir tahun atau backloading2. Belanja Pemerintah Provinsi yang pada periode ini tumbuh 2,28% (yoy),
tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2017 yang tumbuh 18,96% (yoy) (Grafik 2.2). Secara
spesifik, pertumbuhan yang lebih rendah terjadi pada belanja operasi. Di sisi lain, realisasi pendapatan
Pemerintah Provinsi hingga triwulan IV 2018 tumbuh 6,06% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan IV
2017 yang tumbuh 16,76% (yoy). Level pertumbuhan yang lebih rendah terjadi pada realisasi penerimaan
Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan. Hal ini diperkirakan masih dipengaruhi oleh base effect di
mana penerimaan dana perimbangan pada tahun 2017 meningkat akibat pengalihan kewenangan
pengelolaan (termasuk penggajian) Aparatur Sipil Negara ke Pemerintah Provinsi.
38
Sumber: BPKAD Pemprov Jabar (diolah staf BI) Sumber: BPKAD Pemprov Jabar (diolah staf BI)
Grafik 2. 1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Barat Grafik 2. 2 Perkembangan Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Barat
2 Realisasi belanja Pemerintah tidak proporsional setiap triwulan dan meningkat menjelang akhir tahun
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
Tabel 2. 2 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 2017 dan 2018
APBD 2017-P APBD 2018-P % Perubahan
No. Uraian
(Rp Miliar) (Rp Miliar) (yoy)
I PAD 17.121 18.817 9,91
a. Pajak Daerah 15.627 17.382 11,23
b. Retribusi Daerah 60 45 -24,58
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 360 350 -2,80
d. Lain-lain PAD 1.075 1.040 -3,18
II Dana Perimbangan 14.110 14.379 1,91
a. Bagi Hasil Pajak 1.812 1.610 -11,14
b. Dana Alokasi Umum 3.011 3.024 0,42
c. Dana Alokasi Khusus 9.287 9.746 4,94
III Lain-lain Pendapatan 141 68 -51,66
a. Bantuan Keuangan (Hibah) 24 22 -6,39
b. Lain-lain Penerimaan 8 34 0
c. Dana Penyesuaian dan Otsus 110 12 -88,79
Total Pendapatan 31.372 33.265 6,03
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat (diolah)
Rasio derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Jawa Barat masih dalam kategori baik. Hal itu tercermin
dari 56,57% anggaran pendapatan pada 2018 bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Rasio
DOF ini mengalami peningkatan dibanding 2017 sebesar 54,57%. Hal ini sejalan dengan prospek
meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 yang turut mendorong potensi penerimaan
nasional dan daerah. Pajak daerah masih menjadi komponen terbesar PAD dengan pangsa mencapai
92,4%, lebih tinggi dibanding pangsanya pada 2017, yakni 91,3% (Grafik 2.3).
39
Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Barat (diolah)
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
Nama Kendaraan Bermotor (30,5%). Hal ini sejalan dengan karakteristik Jawa Barat yang padat
penduduk sehingga kebutuhan terhadap kendaraan bermotor sangat tinggi.
Dari sisi pertumbuhan, PAD Jawa Barat hingga triwulan IV 2018 tumbuh 9,67% (yoy), lebih tinggi
dibanding triwulan IV 2017 yang tumbuh sebesar 7,13% (yoy). Hal ini terutama ditopang oleh pajak
daerah yang tumbuh 10,14% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017 sebesar 4,80% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan PAD kumulatif hingga triwulan IV 2018 dibandingkan triwulan IV 2017 ini
sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat yang pada 2018 tumbuh 5,64% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan 2017 yang tumbuh 5,35% (yoy). Akselerasi pertumbuhan ekonomi tentu ikut
mendorong meningkatnya pendapatan masyarakat serta pendapatan asli daerah.
Komponen pajak daerah yang tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV 2018 adalah
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang mencapai 15,41% (yoy). Hal ini sejalan dengan perkembangan
penyaluran kredit kendaraan bermotor (KKB) di Jawa Barat yang pada triwulan IV 2018 tumbuh 10,35%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017 yang tumbuh 3,94% (yoy). Selain itu, penjualan mobil
nasional berdasarkan data Gaikindo selama periode Januari hingga Desember 2018 juga tumbuh 6,65%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2017 yang tumbuh 1,58% (yoy).
Dana Perimbangan
Hingga triwulan IV 2018, realisasi transfer dana perimbangan mencapai Rp14,21 Triliun, lebih
tinggi dibanding triwulan IV 2017 sebesar Rp13,98 Triliun. Namun demikian, persentase realisasi dana
perimbangan terhadap pagu pada triwulan IV 2018 sebesar 98,81% tercatat lebih rendah dibanding
triwulan IV 2017 yang mencapai 99,09%. Penurunan persentase realisasi terhadap pagu ini khususnya
terjadi pada komponen Dana Alokasi Khusus. Selain itu, pertumbuhan realisasi dana perimbangan hingga
triwulan IV 2018 sebesar 1,62% (yoy) juga tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada
triwulan IV 2017 yang mencapai 31,62% (yoy). Dilihat dari pangsanya, komponen Dana Alokasi Khusus
(DAK) memberikan kontribusi terbesar pada penerimaan dana perimbangan hingga triwulan IV 2018,
yakni mencapai 66,02%, disusul oleh Dana Alokasi Umum (21,28%) dan Dana Bagi Hasil Pajak (12,70%).
Menurunnya persentase realisasi DAK terhadap pagunya pada triwulan IV 2018 dibandingkan triwulan IV
2017 disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, dinamika pergantian pimpinan seiring berlangsungnya
41
Pilkada serentak di 16 Kabupaten/Kota di Jawa Barat diperkirakan berdampak karena dibutuhkan
penyempurnaan ketentuan penyaluran dalam rangka mengarahkan pelaksanaan yang sesuai dengan
target dan sasaran awal. Kedua, implementasi Peraturan Kementerian Keuangan No. 112/PMK.07/2017,
di mana terdapat perubahan pada pasal mengenai penyaluran DAK Fisik. Dalam aturan tersebut,
disebutkan bahwa Pemerintah Daerah perlu menyampaikan Perda APBD, laporan pelaksanaan tahun
sebelumnya, serta daftar Rencana Kegiatan dan daftar Kontrak DAK Fisik sebagai persyaratan penyaluran.
Adapun penyampaian Rencana Kegiatan berikut daftar Kontrak bertujuan untuk memastikan daerah
sudah memproses kontrak pekerjaan sebelum mengajukan penyaluran DAK Fisik, memastikan
pelaksanaan DAK Fisik sesuai dengan rencana, memastikan output bisa tercapai, dan mempermudah
monitoring.
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
Dana Alokasi Umum (DAU) sangat penting bagi daerah karena dana yang bersumber dari APBN ini
merupakan bagian dari perwujudan desentralisasi daerah. Selain itu, DAU dialokasikan untuk pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah (horizontal) dalam rangka mendanai kebutuhan daerah.
Pengalokasian DAU tersebut didasarkan atas fiscal gap3 dan alokasi dasar4. Dana Bagi Hasil (DBH)
ditujukan untuk mengatasi ketimpangan fiskal vertical (antara pemerintah pusat dan daerah), dengan
fokus alokasi kepada daerah penghasil. Dana Alokasi Khusus (DAK) ditujukan untuk mengatasi
ketimpangan penyediaan infrastruktur layanan publik (DAK fisik) serta mendukung operasional
penyelenggaraan layanan publik (DAK non fisik).
Lain-lain Pendapatan
Pada komponen lain-lain pendapatan, realisasi hingga triwulan IV 2018 adalah sebesar Rp68 Miliar, lebih
rendah dibanding triwulan IV 2017 sebesar Rp101,39 Miliar. Hal ini terutama disebabkan oleh
menurunnya realisasi Dana Penyesuian dan Otsus dari Rp70 Miliar pada triwulan IV 2017 menjadi Rp12
Miliar pada triwulan IV 2018. Namun demikian, persentase realisasi lain-lain pendapatan terhadap pagu
pada triwulan IV 2018 mencapai 100% atau lebih tinggi dibanding triwulan IV 2017 sebesar 71,96%.
42
3Fiscal gap adalah kebutuhan fiskal (meliputi jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB
per kapita, dan indeks pembangunan manusia (IPM)) dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah (PAD & DBH)
4 Alokasi dasar dihitung berdasarkan atas jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
Tabel 2. 4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 dan 2018
Berdasarkan pangsanya, komponen Belanja Operasi masih memiliki pangsa terbesar pada APBD Jawa
Barat 2018 yakni 87,0%. Namun pangsa Belanja Operasi ini menurun dibanding 2017 (89,4%) seiring
dengan meningkatnya pangsa Belanja Modal pada 2018 menjadi 12,8%.
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
bersifat produktif sudah semakin tercermin pada realisasinya, walaupun belum mencapai target realisasi
yang ditentukan.
Tabel 2. 5 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan IV 2018
Tw IV 2017 Tw IV 2018
APBD 2017-P APBD 2018-P
No. Uraian Realisasi % Realisasi Realisasi % Realisasi
(Rp Miliar) (Rp Miliar)
(Rp Miliar) thd APBD (Rp Miliar) thd APBD
1 Belanja Operasi 24.536 23.491 95,74 24.474 23.068 94,26
a. Belanja Pegawai 5.502 5.430 98,69 5.932 5.793 97,65
b. Belanja Barang 4.600 4.311 93,72 4.644 4.432 95,43
c. Belanja bunga 0 0 0,00 0 0 0,00
d. Belanja Subsidi 15 15 98,39 20 19 97
e. Belanja Hibah 9.863 9.526 96,58 9.408 8.790 93,43
f. Belanja Bantuan Sosial 47 38 79,40 303 278 91,90
g. Belanja Bantuan Keuangan 4.508 4.172 92,55 4.167 3.756 90,14
2 Belanja Modal 2.746 2.553 93,00 3.611 3.179 88,05
3 Belanja Tidak Terduga 154 0 0,03 43 0 0,43
4 Transfer 6.968 6.902 99,05 7.543 7.451 98,78
a. Bagi hasil pajak 6.968 6.902 99,05 7.543 7.451 98,78
b. Bagi hasil retribusi 0 0 0,00 0 0 0,00
Total Belanja 34.404 32.947 95,77 35.670 33.698 94,47
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat (diolah)
terbesar dibanding triwulan lainnya. Namun demikian, pangsa realisasi pada triwulan IV 2018 ini
merupakan yang terendah dalam 4 (empat) tahun terkahir. Hal ini menunjukkan upaya Pemerintah untuk
44
secara bertahap mengurangi pola backloading realisasi belanja di akhir tahun.
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
triwulan IV 2018 tumbuh -1,80% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan IV 2017 yang tumbuh sebesar
27,50% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Belanja Modal hingga triwulan IV 2018 masih lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2017.
Belanja Operasi
Berdasarkan komponen penyusunan, realisasi belanja operasi hingga triwulan IV 2018 terutama ditopang
oleh belanja hibah (pangsa 38,10%), belanja pegawai (25,11%), dan belanja barang (19,21%) (Grafik
2.8). Secara spesifik, menurunnya laju pertumbuhan belanja operasi hingga triwulan IV 2018
dibandingkan triwulan IV 2017 disebabkan oleh seluruh komponen belanja (pegawai, barang,
hibah, dan bantuan keuangan). Adapun belanja pegawai hingga triwulan IV 2018 tumbuh 6,68% (yoy),
lebih rendah dibanding triwulan IV 2017 yang tumbuh 162,54%. Hal ini dikarenakan oleh efek
perubahan nomenklatur Pemerintah Daerah di mana sejak triwulan I 2017 terjadi pengalihan urusan
28.000 ASN dari wewenang Pemerintah Kab/Kota ke Pemerintah Provinsi, sehingga alokasi belanja
pegawai pada tahun 2017 meningkat cukup signifikan. Hal ini juga turut mendorong kenaikan yang
cukup signifikan pada belanja barang yang terkait (seperti pemenuhan alat keperluan kantor, pengadaan
bahan makanan, sewa gedung operasional, dan lain-lain). Hal ini tercermin dari pertumbuhan belanja
barang hingga triwulan IV 2018 sebesar 2,80% (yoy) yang lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2017
yang mencapai 52,01% (yoy).
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat
Grafik 2. 8 Pangsa Realisasi Belanja Operasi (%) Grafik 2. 9 Pertumbuhan Komponen Belanja Operasi
Belanja Modal 45
Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan IV 2018 adalah Rp3,18
Triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017 sebesar Rp2,55 Triliun. Namun demikian, jika
dibandingkan dengan pagunya, persentase realisasi belanja modal hingga triwulan IV 2018 sebesar
88,05% tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2017 sebesar 93%. Pertumbuhan belanja modal
yang hingga triwulan IV 2018 mencapai 24,52% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017
sebesar -11,32% (yoy). Hal ini diperkirakan seiring dengan mulai beroperasinya beberapa proyek
infrastruktur pada tahun 2018 (seperti Tol Soroja dan Bandara Kertajati) yang meningkatkan porsi biaya
pemeliharaan infrastruktur pada pos belanja modal. Pola backloading masih terlihat pada pos belanja
modal, di mana serapan anggaran mencapai puncaknya di akhir tahun.
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
Berdasarkan strukturnya, anggaran belanja kab/kota masih didominasi oleh belanja pegawai (pangsa
44,2%), kemudian diikuti oleh belanja barang/jasa (25,2%), belanja modal (16,9%), dan belanja hibah &
bantuan (13,7%) (Grafik 2.11).
46
5
Data bersumber dari situs TEPRA (http://monev.lkpp.go.id/tepra/)
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
Hingga triwulan IV 2018, realisasi belanja APBD gabungan dari 27 kab/kota yang ada di Jawa Barat
mencapai Rp77,35 Triliun atau 80,69% terhadap pagu anggaran. Persentase realisasi terendah terjadi
di Kota Cimahi (35,51%) sementara realisasi tertinggi terjadi di Kab. Ciamis (98,69%) (Grafik 2.12).
Secara umum, pola realisasi anggaran yang backloading masih terlihat di Pemerintah Kab/Kota.
Pertumbuhan belanja gabungan 27 kab/kota hingga triwulan IV 2018 adalah 22,86% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2017 sebesar -10,37% (yoy). Adapun kontraksi pertumbuhan belanja
Pemerintah Kab/Kota pada 2017 disebabkan oleh peralihan kewenangan sejumlah urusan termasuk gaji
ASN-nya ke Pemerintah Provinsi.
TA 2017 TA 2018
% Perubahan
No. Jenis Belanja Pagu Pangsa Pagu Pangsa (yoy)
(Rp Miliar) (%) (Rp Miliar) (%)
1 Belanja Pegawai 18.588 45,52 19.070 40,85 2,59
2 Belanja Barang 15.327 37,53 19.803 42,42 29,20
3 Belanja Modal 6.703 16,41 7.786 16,68 16,16
4 Belanja Bantuan Sosial 219 0,54 27 0,06 -87,66
Total Belanja 40.837 100,00 46.686 100,00 14,32
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat (diolah)
Hingga triwulan IV 2018, realisasi belanja APBN di Jawa Barat adalah Rp44 Triliun atau 94,25%
terhadap pagu anggaran. Berdasarkan nominalnya, realisasi ini meningkat dibanding triwulan IV 2017
sebesar Rp37,79 Triliun (Tabel 2.7). Selain itu, persentase serapannya juga lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV 2017 (92,55%). Meningkatnya persentase serapan belanja APBN di Jawa Barat khususnya
47
terjadi pada belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal.
Tabel 2. 7 Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Triwulan IV 2018
Tw IV 2017 Tw IV 2018 %
No. Jenis Belanja Realisasi % Realisasi % Pertumbuhan
(Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) Realisasi (yoy)
1 Belanja Pegawai 18.100 97,37 18.700 98,06 3,31
2 Belanja Barang 13.673 89,21 18.195 91,88 33,07
3 Belanja Modal 5.814 86,74 7.080 90,93 21,77
4 Belanja Bantuan Sosial 208 94,93 27 99,92 -87,01
Total Belanja 37.795 92,55 44.001 94,25 16,42
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat (diolah)
FEBRUARI 2019
KEUANGAN PEMERINTAH
Adapun komponen belanja APBN dengan pangsa realisasi terbesar hingga triwulan IV 2018 adalah
belanja pegawai (42,5%), diikuti belanja barang (41,4%) dan belanja modal (16,1%) (Grafik 2.13).
Pertumbuhan belanja APBN hingga triwulan IV 2018 tercatat sebesar 16,42% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2017 sebesar 6,20%. Pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan IV
2017 khususnya terjadi pada belanja barang dan belanja modal, sementara belanja pegawai dan belanja
bantuan sosial tercatat lebih rendah (Grafik 2.14). Pola backloading dalam realisasi serapan anggaran juga
terjadi pada realisasi APBN di Jawa Barat.
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah) Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Grafik 2. 13 Pangsa Realisasi Belanja APBN di Jawa Grafik 2. 14 Perkembangan Belanja APBN di Jawa Barat
Barat
Dari data realisasi komponen belanja APBN berdasarkan fungsi di Jawa Barat, persentase realisasi
terhadap pagu tertinggi hingga triwulan IV 2018 adalah belanja perlindungan sosial (99,29%), diikuti
belanja perumahan dan fasilitas umum (98,28%) dan belanja ketertiban & keamanan (97,52%) (Tabel
2.8). Sementara pangsa realisasi belanja modal terbesar adalah pada belanja fungsi ekonomi (77,49%).
Tabel 2. 8 Realisasi Komponen Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Jawa Barat
s.d. Tw IV 2018
Pagu 2018 %
No Fungsi Realisasi
(Rp Miliar) Realisasi
(Rp Miliar)
thdp pagu
1 Pelayanan Umum 232 211 90,72
2 Pertahanan 133 95 71,29
FEBRUARI 2019
INFLASI BAB III
Realisasi inflasi Jawa Barat pada triwulan IV 2018 sebesar 3,54% (yoy). Capain ini lebih
rendah dibandingkan 3,63% (yoy) pada triwulan IV 2017, namun lebih tinggi
dibandingkan 3,18% (yoy) pada triwulan III 2018.
Realisasi inflasi Jawa Barat berada di atas inflasi Pulau Jawa dan Nasional.
Kota Bekasi memiliki laju inflasi tertinggi yang mencapai 4,23% (yoy), sementara
Tasikmalaya menjadi kota dengan laju inflasi terendah, sebesar 2,30% (yoy).
Grafik 3.1 Laju Inflasi Jawa Barat dan Nasional Grafik 3.2 Laju Inflasi Kumulatif Jawa Barat
Berdasarkan komoditas, penyumbang utama inflasi pada tahun 2018 adalah bensin dengan total
sumbangan sebesar 0,30% (yoy). Hal ini terkait dengan kebijakan kenaikan BBK yang dilakukan secara
bertahap sepanjang tahun 2018. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2017 dimana komoditas utama
penyumbang inflasi adalah tarif listrik dengan sumbangan mencapai 0,85% (yoy) sehubungan dengan
adanya penyesuaian subsidi listrik 900VA pada Januari-Maret-Mei 2017 (Tabel 3.1).
Tabel 3.1 Komoditas Penyumbang Inflasi di Jawa Barat
2017 2018
KOMODITAS ANDIL (% YOY) KOMODITAS ANDIL (% YOY)
Tarif Listrik 0,85 Bensin 0,30
Beras 0,20 Rokok Kretek Filter 0,17
Bensin 0,17 Beras 0,16 67
Angkutan Antar Kota 0,17 Nasi dengan Lauk 0,16
Biaya Perpanjangan STNK 0,16 Tukang Bukan Mandor 0,12
Telur Ayam Ras 0,16 Daging Ayam Ras 0,09
Tarif Pulsa Ponsel 0,15 Rokok Kretek 0,08
Rokok Kretek Filter 0,13 Upah Pembantu RT 0,08
Kopi Manis 0,09 Ayam Goreng 0,08
Pepaya 0,09 Cat Tembok 0,07
Sumber: BPS, (diolah)
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, terkendalinya inflasi tahun 2018 didukung oleh kinerja inflasi
sebagian besar kelompok pengeluaran barang dan jasa. Inflasi kelompok bahan makanan relatif
terkendali walaupun dalam level yang tinggi yaitu 3,93% (yoy). Beras yang merupakan komoditas pangan
dengan bobot inflasi terbesar mengalami inflasi sebesar 4,00% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan
nasional yang mencapai 3,34% (yoy). Hal ini didorong oleh tingginya andil inflasi beras pada Januari 2018
yang mencapai 0,41% (mtm). Saat itu impor beras terlambat dilakukan, seharusnya sebelum masuk tahun
2018 karena musim panen baru terjadi pada bulan Februari 2018. Kondisi tersebut menyebabkan pasokan
beras pada Januari 2018 sangat kurang dan mendorong tekanan inflasi yang sangat tinggi (BPS). Meski
demikian, inflasi pada beras berangsur membaik seiring dengan adanya musim panen raya pada Maret
2018.
Selain beras, komoditas bawang merah dan daging ayam ras juga mengalami tekanan inflasi yang tinggi
pada 2018. Tingginya tekanan inflasi pada komoditas daging ayam ras ditengarai akibat kebijakan
pelarangan antimicrobial growth promoter (AGP) yang berlaku pada Januari 2018. Sementara itu, tekanan
inflasi bahan makanan lebih dalam tertahan oleh komoditas yang mengalami deflasi antara lain tomat sayur
(-20,32% yoy), kembang kol (-17,40% yoy) dan tomat buah (-9,52% yoy). Dengan perkembangan
tersebut, inflasi kelompok bahan makanan pada tahun 2018 dapat terjaga dan tercatat lebih rendah dari
rata-rata tiga tahun sebelumnya yang sebesar 4,06% (yoy).
68
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada
tahun 2018 relatif terkendali. Inflasi pada kelompok ini tercatat sebesar 4,94% (yoy) atau sedikit lebih
rendah dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 4,99% (yoy). Tekanan inflasi didorong
terutama oleh subkelompok makanan jadi, sebagai dampak dari tingginya tekanan inflasi dari kelompok
bahan makanan. Beberapa komoditas yang mengalami inflasi antara lain ayam goreng (10,96% yoy), air
kemasan (7,18% yoy) serta nasi dengan lauk (6,07% yoy). Selain itu, adanya kenaikan rata-rata bea cukai
rokok pada tahun 2018 juga memberikan sumbangan inflasi dari komoditas aneka rokok.
Tidak adanya kenaikan tarif listrik pada tahun 2018 menjadikan inflasi kelompok perumahan, listrik,
gas dan bahan bakar relatif terkendali. Pada akhir tahun, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,19%
(yoy) atau lebih rendah dari rata-rata tiga tahun sebelumnya yang sebesar 2,72% (yoy). Faktor pendorong
inflasi dari kelompok ini antara lain berasal dari kenaikan upah tukang bukan mandor dengan inflasi pada
akhir tahun sebesar 5,15% (yoy). Adanya percepatan pembangunan infrastruktur di Jawa Barat pada 2018
menyebabkan tingginya permintaan terhadap tukang bukan mandor. Selain itu, tekanan inflasi pada upah
tukang bukan mandor juga didorong oleh kenaikan harga pada komoditas nasi dengan lauk. Tingginya
pembangunan infrastruktur juga mendorong meningkatnya permintaan terhadap sejumlah bahan
konstruksi seperti besi beton (13,73% yoy), cat tembok (7,98% yoy) dan pasir (7,08% yoy). Tekanan inflasi
dapat ditahan dengan adanya sejumlah komoditas yang mengalami deflasi antara lain semen (-4,28% yoy)
serta komoditas bahan bakar rumah tangga atau LPG (-1,44% yoy). Deflasi pada komoditas semen
didorong oleh kondisi produksi yang oversupply pada tahun 2018. Kondisi yang serupa juga terjadi pada
kelompok pengeluaran kesehatan dimana pada tahun 2018, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 3,04%
(yoy) atau lebih rendah dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 3,97% (yoy). Hal ini didorong
oleh semakin banyak dan mudahnya akses kesehatan bagi masyarakat, terutama melalui Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Adapun kelompok pengeluaran yang terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan rata-ratanya antara lain
kelompok sandang, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga; serta kelompok transport, komunikasi
dan jasa keuangan. Pada kelompok sandang, inflasi tercatat sebesar 5,09% (yoy) atau lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 2,91% (yoy). Hal ini didorong oleh kenaikan 69
harga emas perhiasan selama tahun 2018 yang mengikuti pergerakan harga emas internasional. Rata-rata
harga emas internasional pada tahun 2018 sebesar USD 1269,12/OZ atau lebih tinggi dibandingkan rata-
rata tahun 2017 sebesar USD 1258,42/OZ (Bloomberg). Inflasi komoditas emas perhiasan pada akhir tahun
2018 tercatat sebesar 6,76% (yoy).
Sementara itu, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami inflasi sebesar 4,28% (yoy)
atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 2,80% (yoy). Tingginya inflasi
pada kelompok ini didorong oleh tingginya kenaikan pada subkelompok Pendidikan terutama biaya
Sekolah Dasar (6,21% yoy), Sekolah Menengah Pertama (6,47% yoy) dan Bimbingan Belajar (6,97% yoy).
Meskipun inflasi dari bimbingan belajar dalam tren yang menurun namun masih pada level yang tinggi. Hal
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
ini didorong oleh tingginya permintaan penyelenggaraan bimbingan belajar. Selain itu, mayoritas
penyelenggara bimbingan belajar adalah pihak swasta sehingga tarif bimbingan belajar dikontrol secara
penuh oleh penyelenggara dan tidak dapat diintervensi oleh Pemerintah.
Inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan tercatat sebesar 3,02% (yoy), lebih tinggi
dari rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 0,72% (yoy). Tingginya inflasi pada kelompok ini didorong
oleh kenaikan harga Bahan Bakar Kendaraan (BBK) yang terjadi di sepanjang tahun 2018 yang didorong
oleh pergerakan harga minyak dunia. Kenaikan terjadi pada seluruh jenis BBK non subsidi dengan kenaikan
tertinggi terjadi pada jenis Dexlite yang mencapai 43,84% dan Pertamina Dex sebesar 34,66%. Kenaikan
harga BBK ini memicu tingginya tekanan inflasi pada komoditas bensin yaitu sebesar 9,29% (yoy).
Laju inflasi tahunan Pulau Jawa pada 2018 tercatat sebesar 3,24% (yoy) atau lebih tinggi
dibandingkan dengan laju inflasi pada 2017 sebesar 3,78% (yoy). Capaian inflasi pada triwulan ini
70
berada di atas nasional yang sebesar 3,13% (yoy) (Grafik 3.6). Meredanya tekanan inflasi Jawa pada tahun
2018 didorong oleh terbatasnya dampak kenaikan harga minyak dunia, berlalunya dampak kenaikan inflasi
listrik pada 2017 dan melambatnya inflasi rokok.
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
Sementara itu, secara spasial, laju inflasi dari beberapa provinsi di Pulau Jawa perlu mendapatkan
perhatian karena nilai inflasinya yang sudah berada di atas angka inflasi Jawa maupun Nasional,
antara lain provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat (Gambar 3.1). Secara tahunan, peningkatan
harga beras di awal tahun dan peningkatan harga rokok masih menjadi penyumbang utama inflasi hingga
akhir tahun 2018. Peningkatan harga BBM Non Subsidi yang kembali meningkat di awal Oktober 2018
turut menjadikan komoditas Bensin sebagai penyumbang utama inflasi pada tahun 2018.
71
Gambar 3.1 Sebaran Inflasi Kumulatif dan Inflasi Tahunan di Pulau Jawa Desember 2018
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
Secara spasial, terdapat 3 (tiga) kota dengan capaian inflasi di atas Jawa Barat, yaitu kota Bekasi sebesar
4,23% (yoy); Bandung sebesar 3,76% (yoy) dan Bogor sebesar 3,69% (yoy). Sementara itu kota
Tasikmalaya menjadi kota dengan capaian inflasi terendah yaitu sebesar 2,30% (yoy). Kota Bandung dan
Bekasi mencatatkan inflasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2017 (Grafik 3.7).
Adapun komoditas penyumbang inflasi pada ketiga kota dengan capaian inflasi tertinggi bervariasi, antara
lain adalah nasi dengan lauk, beras, bensin dan tarif sewa motor. Tingginya tekanan inflasi dari komoditas
tarif sewa motor di kota Bogor disinyalir berasal dari tingginya permintaan terhadap layanan ojek baik untuk
keperluan wisata maupun kebutuhan sehari-hari.
72
Gambar 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi di Kota Bekasi, Bandung dan Bogor
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
Potensi deflasi juga datang dari kelompok Transport, Komunikasi dan Jasa Keuangan terutama pada
subkelompok Transport yang didorong oleh turunnya harga BBK non subsidi pada Januari 2019. Seperti
diketahui bersama, sepanjang tahun 2018 Pemerintah telah menaikan harga BBK non subsidi dengan
kenaikan terakhir dilakukan pada awal Oktober 2018. Setelah mengalami kenaikan harga sepanjang tahun
2018, harga BBK non subsidi akhirnya turun seiring dengan turunnya harga minyak global. Berdasarkan
Tabel 3.2, penurunan harga BBK non subsidi terjadi untuk semua jenis. Adapun penurunan harga berkisar
antara 0,84% (Pertamina Dex) hingga 17% yang terjadi pada jenis minyak tanah non subsidi.
Sumber: Pertamina.com
Potensi tertahannya laju inflasi juga datang dari tarif angkutan udara seiring dengan masih berlangsungnya
normalisasi tarif pesawat setelah mengalami kenaikan hampir lebih dari 70% pada Desember 2018. Tarif
angkutan kota juga berpotensi mengalami deflasi sebagai dampak dari penurunan harga BBM non subsidi.
Sebagaimana diketahui bersama, pemberlakuan kenaikan tarif angkutan terjadi ketika harga BBM, harga
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
upah, serta harga spareparts naik. Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat memperkirakan tarif angkutan
tidak akan naik minimal hingga bulan April 2019.
Meski demikian, beberapa faktor yang berpotensi menjadi pendorong inflasi pada triwulan I 2019 secara
ringkas antara lain sebagai berikut:
Potensi kenaikan harga beras seiring dengan masih berlangsungnya masa tanam.
Adanya kecenderungan produksi lokal Jawa Barat dikirim ke luar daerah terutama DKI Jakarta
karena sudah memiliki kerjasama daerah untuk beberapa komoditas, antara lain beras, daging sapi
dan telur ayam ras.
Ketergantungan Jawa Barat terhadap impor pangan dari provinsi lain khususnya untuk komoditas
daging sapi dan sayur-sayuran.
Meningkatnya permintaan beberapa komoditas kelompok core sebagai dampak dari
penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Eksekutif pada April 2019.
Potensi kenaikan harga emas global, akibat tensi geopolitik yang meningkat serta kekhawatiran
akan resesi ekonomi global yang menguat.
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
mempertimbangkan luasnya wilayah Jawa Barat dan masih rendahnya kualitas infrastruktur penghubung
antar daerah.
Selama triwulan IV 2018, TPID Provinsi Jawa Barat telah menyelenggarakan berbagai kegiatan
pengendalian inflasi, baik berupa Program Rutin maupun Program Strategis. Program rutin
pengendalian inflasi Jawa Barat mencakup penyelenggaraan High Level Meeting, Rapat Koordinasi dengan
7 Kota IHK se-Jawa Barat, dan Rapat Koordinasi Penyusunan Roadmap Pengendalian Inflasi TPID Provinsi
Jawa Barat 2019. Program strategis pengendalian inflasi Jawa Barat meliputi Capacity Building dengan 27
kota/kabupaten se-Jawa Barat, Pengembangan Program Kampung Peduli Inflasi, Penguatan Kerja sama
Antar Daerah, Aktivasi Sistem Resi Gudang, serta Penyelengaraan Operasi Pasar. Adapun penjelasan
mengenai Program Rutin dan Program Strategis yang dilaksanakan oleh TPID Provinsi Jawa Barat adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.3 Program Rutin dan Program Strategis Kegiatan Pengendalian Inflasi di Jawa Barat
PROGRAM RUTIN TPID 75
Kegiatan Keterangan
HLM se-Jawa Barat diselenggarakan back-to-back dengan Pertemuan
Tahunan Bank Indonesia 2019, yaitu pada tanggal 19 Desember 2018.
Dalam HLM Ini, KPw BI Provinsi Jawa Barat bersama dengan Pemprov
Jawa Barat berdialog dengan TPID 27 kota/kabupaten mengenai:
(i) kinerja inflasi Jawa Barat 2018; (ii) proyeksi inflasi Jawa Barat 2019
KOORDINASI
High Level Meeting beserta upside potential dan downside risk-nya; dan (iii) hambatan yang
dihadapi oleh masing-masing kota/kabupaten dalam mengendalikan
inflasi di wilayah masing-masing.
Tindak lanjut dari HLM ini adalah penyelenggaraan roadshow ke 7 Kota
IHK se-Jawa Barat pada triwulan I-2019 dalam rangka melakukan in-
depth discussion dengan Kepala Daerah 7 kota.
Rapat Koordinasi dengan Rapat koordinasi ini diselenggarakan pada tanggal 11 Oktober 2018
7 Kota IHK se-Jawa Barat dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
27 Kota/Kabupaten TPID se-Jawa Barat, khususnya dalam hal update data harga di situs
se-Jawa Barat PRIANGAN, kemungkinan implementasi e-Pasar di Jawa Barat, serta
menyelaraskan roadmap pengendalian inflasi Jawa Barat 2019 dengan
roadmap pengendalian inflasi TPID 2019 2021.
Per November 2018, TPID Provinsi Jawa Barat melakukan
perluasan/pengembangan program Kampung Peduli Inflasi ke 3 (tiga)
Kampung Peduli Inflasi
lokasi, yaitu: (i) Kel. Padjadjaran, Kota Bandung; (ii) Kel. Kacapiring, Kota
Perluasan dan Bandung; dan (iii) Ponpes Al-Falah Kec. Cicalengka Kab. Bandung.
Pengembangan Program Kampung Peduli Inflasi pada 3 lokasi tersebut dilakukan dengan
Program Kampung memanfaatkan teknologi Screen House dan Hidroponik dalam rangka
Peduli Inflasi optimalisasi lahan pekarangan untuk ditanami dengan tanaman
hortikultura, seperti cabai merah, cabai rawit, tomat, sawi hijau, dan
sebagainya. Kegiatan ini ditujukan untuk mengurangi jumlah permintaan
masyarakat ke pasar.
Dalam rangka optimalisasi kerja sama pangan internal di Jawa Barat, KPw
BI Provinsi Jawa Barat mempertemukan TPID Kota Bandung (wilayah
Kerja Sama Antar
konsumen terbesar se-Jawa Barat) dengan TPID Kab. Cianjur dan Kab.
76 Penguatan Kerja Sukabumi (wilayah produsen komoditas telur ayam ras dan daging ayam
Daerah
Sama Internal Jawa ras terbesar se-Jawa Barat) pada tanggal 23 Oktober 2018. Pertemuan ini
Barat merupakan titik awal kerja sama antar daerah internal Jawa Barat terkait
pemenuhan kebutuhan daging ayam ras dan telur ayam ras di Kota
Bandung serta ditujukan untuk mengantisipasi kenaikan harga 2
komoditas tersebut menjelang akhir tahun 2018.
Untuk mereaktivasi SRG di Jawa Barat, KPwBI Provinsi Jawa Barat
melakukan pemetaan kendala yang dihadapi perbankan dalam
Evaluasi
Sistem Resi
Pembiayaan SRG di
Dari hasil pembahasan, bahwa permasalahan pembiayaan bersumber dari
Jawa Barat
human-fraud yang mengakibatkan kredit macet. Di samping itu,
permasalahan teknis seperti perangkat pendukung ( dongle) yang
mengakibatkan keterlambatan proses resi gudang.
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
serta distribution center (BULOG, PT. PPI, TTI, Locarvest, dan supplier telur)
menyelenggarakan Bazar Murah Pengendalian Inflasi. Bazar Murah ini
Penyelenggaraan
serentak dilaksanakan di 4 kota, yaitu Bandung, Bogor, Depok, dan Bekasi.
Bazar Murah
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengendalikan tingkat harga komoditas
Pengendalian Inflasi
pangan strategis yang memiliki andil cukup besar dalam inflasi tahunan
di 4 Kota IHK se-
Jawa Barat, yaitu telur ayam ras, daging sapi, beras, gula pasir, dan minyak
Jawa Barat
goreng, serta komoditas hortikultura seperti jeruk, wortel, dan bayam.
Bazar Murah tersebut berhasil menahan laju harga komoditas pangan
strategis pada triwulan IV-2018, khususnya harga beras, gula pasir, dan
minyak goreng.
Secara umum, tantangan atau kendala dalam rangka pengendalian inflasi di Jawa Barat bersumber
dari faktor cuaca, momen tahunan seperti hari besar keagamaan dan faktor kebijakan Pemerintah Pusat
terkait harga komponen administered prices. Selain tantangan tersebut, Provinsi Jawa Barat juga
menghadapi kendala terkait ketidakefisienan distribusi. Tidak efisiennya distribusi tersebut dapat dilihat
dari sebagian besar komoditas penyumbang inflasi terbesar di Jawa Barat yang merupakan komoditas
pangan yang diproduksi oleh sebagian wilayah di Jawa Barat. Namun karena distribusi belum efisien dan
data surplus/defisit komoditas pangan belum lengkap, maka komoditas pangan dari wilayah produsen di
Jawa Barat tidak terdistribusikan ke wilayah konsumen di Jawa Barat, melainkan ke wilayah konsumen di
provinsi lain, seperti DKI Jakarta dan Banten. Hal tersebut menyebabkan wilayah konsumen di Jawa Barat
harus memenuhi kebutuhan pangannya dari provinsi lain dengan harga yang lebih tinggi
(mempertimbangkan jarak angkut yang cukup jauh dan biaya angkut yang cukup tinggi).
Sementara itu, dari sisi Komunikasi Efektif, terdapat beberapa kendala terkait efektivitas
pengendalian inflasi di Jawa Barat antara lain:
a. Belum optimalnya komitmen Pemerintah Daerah dalam melaksanakan dan memonitor pelaksanaan
program pengendalian inflasi, khususnya terkait dampak dari program pengendalian inflasi yang telah
dilaksanakan serta penentuan tindak lanjut berdasarkan dampak dimaksud.
77
b. Isu pengendalian inflasi belum mendapat perhatian penuh dari Kepala Daerah.
c. Program pengendalian inflasi yang belum terintegrasi antara TPID tingkat provinsi dengan TPID
tingkat kota/kabupaten.
d. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap program pengendalian inflasi yang
diinisiasi/dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
a. High Level Meeting TPID se-Jawa Barat dalam rangka penyelarasan program kerja pengendalian inflasi
tingkat provinsi dengan tingkat kota/kabupaten periode 2019;
b. High Level Meeting TPID 7 Kota IHK se-Jawa Barat dalam rangka penyampaian arahan dari Walikota
kepada anggota TPID di masing-masing kota mengenai program pengendalian inflasi 2019;
c. Studi banding atau kunjungan lapangan ke Kab. Blitar dalam rangka pembentukan sentra telur ayam
ras dan daging ayam ras di Jawa Barat;
d. Penyusunan kajian terkait sister city inflasi kota/kabupaten non-IHK di Jawa Barat (bekerja sama dengan
BPS Provinsi Jawa Barat);
e. Pengendalian ekspektasi masyarakat melalui media (cetak maupun elektronik);
f. Akselerasi percepatan kerja sama pangan antar daerah;
g. Konsinyering Pelaporan TPID Jawa Barat dan 7 Kota IHK;
h. Rapat Koordinasi Penjajakan Implementasi e-Pasar;
i. MoU Penguatan SRG di Jawa Barat; dan
j. Rapat Koordinasi Finalisasi Roadmap Pengendalian Inflasi Jawa Barat.
78
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
BOKS 1
KLASTER BAHAN MAKANAN BANK INDONESIA: UPAYA JAGA STABILITAS HARGA
mengembangkan klaster komoditas bahan makanan di tahun 2019. Agar proses pengembangan klaster lebih
tepat sasaran, maka KPwBI Jabar bekerjasama dengan lembaga penelitian dalam melaksanakan kajian, yaitu:
1. Kajian Mapping Kebutuhan Pasar, Basis Produksi, dan Baseline Survey Dalam Rangka Pengembangan Klaster
Agribisnis di Kabupaten Bandung dan Klaster Jagung di Kabupaten Garut, bekerjasama dengan tim peneliti
Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (UNPAD).
2. Kajian Mapping Kebutuhan Pasar, Basis Produksi, dan Baseline Survey Pengembangan Klaster Ayam Ras
Petelur, Ayam Ras Pedaging, Sapi Potong, dan Cabai, bekerjasama dengan Pusat Inkubator Bisnis dan
Pengembangan Kewirausahaan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada Masyarakat Institut Pertanian
Bogor (IPB).
Kedua kajian tersebut telah dilaksanakan pada akhir tahun 2018 dan mendapatkan hasil sbb.:
Kelompok yang disurvei yaitu Kelompok Sari Hejo dan Kelompok Hidayah Alam berlokasi di Kecamatan
Ciwidey, Kab. Bandung. Dari hasil kajian didapatkan data sbb.:
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
Berdasarkan hasil kajian, walaupun kedua kelompok tersebut masih tergolong skala kecil namun kedepannya
memiliki potensi yang cukup besar. Hal ini terlihat dari penjualan yang mampu menembus pasar ekspor. Dalam
program pengembangan klaster agribisnis sayuran ini, KPwBI Prov. Jabar akan memfokuskan pada pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) dan peningkatan infrastruktur untuk menunjang standar ekspor.
2. Klaster Jagung
Survei terhadap pengembangan klaster jagung dilaksanakan di 4 kelompok tani yang berlokasi di Kab. Garut,
yaitu Kelompok Sawargi, Kelompok Mekar Saluyu, Kelompok Malarwangi, dan Kelompok Mukti Tani. Berdasarkan
kajian diketahui karakteristik masing-masing kelompok sbb.:
Berdasarkan hasil kajian dan monitoring bersama antara Tim FPPU KPwBI Jabar dengan Tim Peneliti UNPAD,
di antara keempat kelompok tersebut hanya kelompok tani (poktan) Malarwangi yang potensial dikembangkan
80
menjadi klaster binaan KPwBI Jabar.
Berdasarkan hasil diskusi dengan Dinas Pertanian Kab. Garut, didapatkan referensi poktan jagung yang juga
potensial untuk dikembangkan menjadi klaster binaan KPwBI Jabar yaitu Gapoktan Bersama Bagendit di
Kecamatan Banyuresmi, Kab. Garut. Selanjutnya, hasil monitoring ini akan ditindaklanjuti dengan FGD bersama
para stakeholders. Program pengembangan klaster jagung tahun 2019 akan difokuskan pada pengembangan
kapasitas SDM, peningkatan produktivitas klaster, dan upaya integrasi dengan peternakan ayam petelur di Kab.
Sukabumi.
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
Kajian Klaster Ayam Petelur difokuskan di Kab. Bogor kepada kelompok peternak yang berlokasi di Cihideung
Udik, Kecamatan Ciampea, Kab. Bogor. Luas lahan di lokasi peternakan adalah 3 ha dan terpakai untuk
pembangunan kandang seluas 1800 m2. Kandang tersebut mampu menampung 8.000 ekor ayam petelur dengan
total produksi telur yang dihasilkan adalah 6.500 butir/2 hari.
Sedangkan kajian identifikasi pengembangan klaster ayam pedaging dilakukan kepada 10 peternak ayam
pedaging dengan konsep kemitraan di Kecamatan Pamijahan, Kab. Bogor. Tiga peternak berasal dari Desa
Gunungsari dan 7 peternak berasal dari Desa Cibitung Kulon. Rata-rata peternak memiliki luas lahan 2.470 m2
dengan kepemilikan lahan paling luas adalah 5.000 m2 dan paling sedikit adalah 500 m2. Ayam yang diproduksi
oleh peternak dapat mencapai 81.000 kg dengan rata-rata produksi 22.150 kg.
Peternak ayam ras pedaging terbagi menjadi peternak mandiri dan peternak mitra. Peternak mandiri yaitu
peternak yang melakukan usaha tani ayam ras pedaging tanpa terikat kontrak dengan perusahaan tertentu.
Peternak mitra yaitu peternak yang melakukan usaha tani ayam ras pedaging dengan melakukan kontrak dengan
perusahaan dengan sistem inti plasma. Dalam pemasarannya, peternak mitra menjual seluruh hasil panennya
kepada perusahaan mitra. Petani mitra tidak memiliki alternatif pilihan pemasaran lain karena telah terikat kontrak
dengan perusahaan. Adapun peternak mandiri memiliki alternatif pemasaran yang lebih bervariasi daripada
peternak mitra.
Dari hasil kajian didapatkan bahwa tantangan terbesar pengembangan klaster ayam adalah produksi dan
distribusi bibit (Day Old Chick/DOC) serta penyediaan pakan yang sudah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan
besar yang ada di Indonesia. Selain pakan, jaringan pemasaran juga telah dikuasai oleh perusahaan besar sehingga
para peternak tidak mempunyai pilihan. Belum ada skema yang tepat untuk pengembangan usaha peternakan
ayam di kedua kelompok tersebut, sehingga kedua kelompok tersebut tidak diusulkan untuk menjadi klaster
binaan KPwBI Jabar. Perlu dilakukan identifikasi ulang untuk pengembangan klaster peternakan ayam KPwBI Jabar
tahun 2019.
Kajian dilakukan melalui survei ke 2 (dua) kelompok ternak yaitu Kelompok Ternak Bina Insani dan Kelompok
Ternak Sari Mulya Mandiri Kab. Subang. Kedua kelompok ternak ternak tersebut bersama dengan kelompok-
kelompok ternak yang lain di wilayah Kecamatan Cinagara dan Kecamatan Cibogo tergabung dalam Sentra 81
Peternakan Rakyat (SPR) Cinagarabogo Kab. Subang. SPR yang merupakan gabungan dari beberapa kelompok
peternak memainkan peran strategis dalam mendiseminasikan informasi pasar dan tehnik pembudidayaan, serta
menjalankan fungsi trading. Penjualan sapi pedet dari anggota SPR diprioritaskan di dalam lingkungan anggota
terlebih dahulu. SPR juga menghubungkan antara pemilik ternak dengan calon pembeli secara langsung hingga
transaksi dapat berlangsung. Pertimbangan peternak dalam menjual ternak baik pedet/bakalan maupun sapi
dewasa melalui SPR karena kemudahan dalam bertransaksi serta harga yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan
langsung bertransaksi dengan pedagang/tengkulak. Diagram distribusi sapi di Kab. Subang digambarkan dalam
diagram berikut:
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
Usaha peternakan sapi potong secara umum terbagi menjadi 3 bisnis yaitu; pembibitan, pembesaran, dan
penggemukan. Berikut adalah rantai nilai tahapan budidaya sapi potong di lokasi kajian.
Kendala umum yang biasa dihadapi oleh peternak sapi dalam pemasaran adalah fluktuasi harga yang terjadi
setiap saat. Situasi suply-demand selalu berubah karena dipengaruhi oleh kondisi internasional sebagai dampak
dari penerapan pasar bebas. Pada era perdagangan bebas saat ini, peternak pembibit sapi sering mengalami
dilema yang tak mudah diatasi, dimana pada saat produksi meningkat karena masuknya produk impor sementara
permintaan tidak mengalami perkembangan yang berarti maka akibatnya harga jual ternak dari peternak
mengalami penurunan. Dengan kata lain ketidakpastian pasar merupakan problem utama dalam usaha
82
pembibitan sapi pedaging. Di sisi lain, sebagian besar peternak mengalami kesulitan mendapatkan modal untuk
pengembangan pasar sehingga tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga jual di pasaran. Penentu harga
yang dominan adalah pedagang, sedangkan kedudukan peternak lemah sehingga tidak memiliki kemampuan
sebagai penentu harga pasar. Harga yang diterima peternak secara umum masih sangat rendah dibandingkan
dengan yang diterima pedagang.
Dengan segala tantangan yang dihadapi, SPR Cinagarabogo tergolong memiliki modal sosial yang cukup
kuat. Hal ini terbukti dari SPR Cinagarabogo yang tetap aktif beroperasi meskipun program SPR yang diinisiasi oleh
Kementerian Pertanian ini, telah berhenti sejak tahun 2016. Selain itu jumlah sapi di SPR juga cukup banyak.
Berdasarkan hal tersebut, SPR Cinagarabogo berpotensi untuk dikembangkan menjadi klaster binaan KPwBI Jabar
tahun 2019 dengan fokus program dititik beratkan pada pengembangan kapasitas SDM. dan peningkatan kualitas
peternakan.
FEBRUARI 2019
PERKEMBANGAN INFLASI
5. Klaster Cabai
Kajian identifikasi klaster cabai dipusatkan di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kab. Cianjur dengan
Gapoktan Multitani Jaya Giri (Mujagi) sebagai organisasi penggerak petani cabai di daerah tersebut. Luas area
pertanian Poktan Mujagi mencapai 100 ha dengan jumlah anggota: 6 kelompok tani atau total 65 petani. Selain
itu Mujagi juga bermitra dengan 5 kelompok tani lain diwilayah Cianjur dengan total anggota sebanyak 170 orang
petani. Saat ini Mujagi telah memasok untuk pasar Jakarta meliputi Alfa Midi, Sari Ratu (restaurant), Dirjen Horti,
dan Pasar Induk dengan total pasokan rata-rata 15 ton/bulan.
Gapoktan Mujagi mempunyi beberapa keunggulan antara lain: lahan yang luas, kondisi iklim yang sesuai
untuk budidaya cabai, lokasi geografis yang berdekatan dengan ibukota, dan telah memiliki organisasi gapoktan
yang kuat. Sedangkan tantangan yang dihadapai oleh Gapoktan Mujadi antara lain: rendahnya akses permodalan
ke lembaga keuangan formal, kesadaran anggota dalam berorganisasi masih lemah, penjualan barang yang belum
menggunakan mekanisme grading, dan rendahnya penanganan pasca panen.
Berdasarkan hasil kajian dan monitoring antara tim peneliti UNPAD dan tim FPPU KPwBI Jabar, Gapoktan
Mujagi berpotensi untuk dikembangkan menjadi klaster binaan KPwBI Jabar. Pengembangan klaster cabai pada
tahun 2019 ini akan difokuskan pada pengembangan kapasitas SDM anggota klaster, peningkatan produktivitas,
dan penanganan pasca panen.
Semoga berbagai upaya pengembangan klaster bahan makanan yang dilakukan oleh KPwBI Jabar ini dapat
berdampak strategis dalam peningkatan kesejahteraan petani/peternak di Jawa Barat serta efektif dalam upaya
stabilisasi harga pangan.
83
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN
DAERAH, PENGEMBANGAN
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
BABIV
IV
Kinerja intermediasi perbankan pada akhir triwulan IV 2018 menunjukkan kondisi yang membaik.
Peningkatan intermediasi perbankan didorong oleh peningkatan kredit di tengah melambatnya
pertumbuhan DPK.
Risiko kredit menurun tercermin dari NPL lokasi proyek yang menurun dari 3,40% menjadi 2,68%.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat melakukan pengembangan pariwisata di
CIletuh-Palabuhanratu Geopark Kab. Sukabumi melalui pendampingan dan pelatihan manajemen
homestay.
Stabilitas keuangan Jawa Barat triwulan IV 2018 terus menunjukkan perbaikan yang tercermin dari
membaiknya kinerja intermediasi perbankan pada akhir triwulan IV 2018. Risiko kredit yang tercermin
dari rasio Non Performing Loan (NPL) juga terpantau menurun (Gambar 4.1). Rasio NPL lokasi proyek
terpantau menurun menjadi 2,68% pada triwulan IV 2018 dari 3,40% pada triwulan III 2018. Di sisi lain,
rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)1 tercatat sebesar 92,71% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya dengan rasio sebesar 92,29%.
Peningkatan intermediasi perbankan didorong oleh peningkatan kredit di tengah melambatnya Dana
Pihak Ketiga (DPK). Pada triwulan IV 2018, kredit untuk lokasi proyek di Jawa Barat tercatat tumbuh sebesar
11,76% (Rp 679,10 triliun). Angka pertumbuhan tersebut merupakan angka pertumbuhan tertinggi sejak
tahun 2016 setelah sebelumnya sempat tumbuh sebesar 10,22% (yoy) pada triwulan III 2018. Sementara itu,
pertumbuhan DPK terus menunjukkan perlambatan dari 6,74% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi
3,38%% (yoy) pada triwulan IV 2018. Angka tersebut merupakan angka pertumbuhan DPK terendah sejak
tahun 2010. Mengetatnya likuiditas secara nasional serta shifting penempatan dana ke dalam bentuk surat
berharga diperkirakan menjadi faktor pendorong perlambatan DPK.
Peningkatan kredit terjadi pada segmen korporasi sementara segmen rumah tangga mengalami
58
perlambatan. Dari sisi kualitas kredit, perbaikan kualitas terjadi pada kedua segmen. Penyaluran kredit
korporasi di Jawa Barat tercatat tumbuh meningkat sebesar 12,25% (yoy) yang disertai oleh membaiknya
kualitas kredit. NPL kredit korporasi tercatat menurun dari 4,72% pada triwulan III 2018 menjadi 3,39%
pada triwulan IV 2018. Sementara itu, pertumbuhan kredit segmen rumah tangga turun menjadi 14,26%
(yoy) pada triwulan IV 2018 dari 15,12% (yoy) pada triwulan lalu. Peningkatan pertumbuhan kredit rumah
tangga juga disertai dengan membaiknya kualitas kredit dengan rasio NPL yang turun dari 2,09% pada
triwulan III 2018 menjadi 1,85% pada triwulan IV 2018.
1
Loan to Deposit Ratio adalah rasio yang menunjukkan perbandingan total kredit (outstanding) terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK)
pada suatu periode
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Jika melihat proporsi DPK pada skala nasional, proporsi deposito sebagai komponen DPK merupakan yang
terbesar (44,58%) yang kemudian diikuti komponen tabungan dan giro. Hal ini berbeda dengan proporsi
DPK Jawa Barat dimana proporsi tabungan merupakan komponen DPK yang terbesar yaitu mencapai
45,30%. Proporsi DPK Jawa Barat pada triwulan IV 2018 mencapai 8,25% atau tertinggi ketiga
dibandingkan provinsi lainnya di Jawa setelah DKI Jakarta (50,67%) dan Jawa Timur (9,63%).
Grafik 4.1 Pertumbuhan DPK Perbankan Jawa Barat Grafik 4.2 Proporsi DPK Jawa Barat
59
Grafik 4.3 Proporsi DPK Nasional Grafik 4.4 Perbandingan Pangsa DPK terhadap Nasional
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Dari sisi penggunaan kredit, pertumbuhan tertinggi terjadi pada jenis kredit modal kerja dan investasi
sementara kredit konsumsi melambat. Kredit modal kerja tercatat tumbuh dari 12,23% (yoy) pada triwulan
III 2018 menjadi 15,90% (yoy) pada triwulan IV 2018 atau sebesar Rp 275,55 triliun dan mencatatkan
pertumbuhan tertinggi dibanding dengan dua jenis kredit lainnya. Secara sektoral, peningkatan terjadi pada
lapangan usaha (LU) industri pengolahan, konstruksi, jasa dunia usaha, serta angkutan & komunikasi.
Sementara kredit ke LU perdagangan besar & eceran melambat. Perlambatan kredit ke LU perdagangan
besar & eceran ini sejalan dengan perkembangan melambatnya kredit konsumsi.
Peningkatan pertumbuhan juga terjadi pada kredit investasi, dimana kredit ini tumbuh dari 2,63% (yoy)
menjadi 4,57% (yoy) pada triwulan IV 2018 atau sebesar Rp 112,39 triliun . Perbaikan pertumbuhan ini
sudah mulai terjadi pada triwulan II 2018 setelah sebelumnya mengalami pertumbuhan negatif sejak triwulan
I 2017. Level pertumbuhan kredit investasi pada triwulan IV 2018 juga melebihi level pertumbuhan triwulan
IV 2017 yang berada pada level -2,89% (yoy).
Di sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi masih dalam tren menurun dan kembali menunjukkan
perlambatan pada triwulan IV 2018. Kredit konsumsi tercatat tumbuh melambat dari 11,63% (yoy)
menjadi 10,95% (yoy) pada triwulan IV 2018 atau sebesar Rp 291,17 triliun . Berdasarkan pangsa, kredit
investasi (KI) masih merupakan kredit dengan pangsa terkecil yaitu sebesar 16,55%, dibawah pangsa kredit
konsumsi (KK) yang sebesar 42,88% dan pangsa kredit modal kerja (KMK) sebesar 40,58%.
60
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.5 Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik 4.6 Proporsi Kredit menurut Jenis Penggunaan
Berlanjutnya tren penurunan suku bunga kredit di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi
diperkirakan menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan kredit. Tren penurunan suku bunga kredit
yang berlangsung sejak beberapa tahun terakhir masih terjadi hingga triwulan IV 2018. Dari sisi penggunaan,
penurunan suku bunga kredit terjadi pada jenis kredit modal kerja dan konsumsi. Sementara itu, suku bunga
kredit investasi justru meningkat. Peningkatan NPL kredit investasi yang terjadi sejak akhir tahun 2017 hingga
pertengahan 2018 diperkirakan membawa dampak terhadap kenaikan suku bunga kredit jenis ini.
Sebagian besar lapangan usaha utama di Jawa Barat mengalami peningkatan tingkat pertumbuhan 61
penyaluran kredit korporasi pada triwulan IV 2018. Dari empat lapangan usaha utama, tiga di antaranya
mengalami peningkatan pertumbuhan kredit dari triwulan III 2018. Peningkatan tertinggi dialami oleh
lapangan usaha jasa dunia usaha dan industri pengolahan. Jasa dunia usaha mencatatkan pertumbuhan
kredit sebesar 21,09% (yoy) pada triwulan IV 2018, tertinggi sejak tahun 2014. Sementara lapangan usaha
industri pengolahan mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,19% (yoy), meningkat dari 8,21% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, lapangan usaha kontruksi menunjukkan peningkatan pertumbuhan kredit
dari 17,57% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 23,95% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Di sisi lain, terjadi perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit korporasi pada lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran. Pertumbuhan kredit lapangan usaha perdagangan besar & eceran pada
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
triwulan IV 2018 sebesar 11,01% (yoy), melambat dari 13,37% (yoy) pada triwulan III 2018. Perlambatan
kredit ke lapangan usaha perdagangan besar & eceran ini sejalan dengan perkembangan melambatnya kredit
konsumsi.
Kinerja intermediasi perbankan menunjukkan kenaikan pada triwulan IV 2018 dibandingkan triwulan
sebelumnya dan meningkat jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2017. Rasio LDR
bank umum yang berlokasi di Jawa Barat berada pada level 92,71% pada triwulan IV 2018 dari 92,29%
pada triwulan III 2018. Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan kredit di tengah perlambatan DPK.
62
Grafik 4.9 Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
perubahan struktur kepemilikan aset yang signifikan, tercermin dari pangsa kepemilikan aset terbesar yang
masih dimiliki oleh bank pemerintah dan diikuti oleh bank swasta, BPD dan bank asing & campuran.
Grafik 4.10 Perkembangan Aset Perbankan Grafik 4.11 Proporsi Aset Menurut Kelompok Bank
Sementara itu berdasarkan lapangan usaha, penurunan NPL terjadi pada seluruh lapangan usaha utama
dengan penurunan tertinggi terjadi pada jasa dunia usaha yaitu dari 5,79% (yoy) menjadi 2,53% (yoy) pada
triwulan IV 2018. Perbaikan risiko kredit pada jasa dunia usaha merupakan yang pertama kali sejak tahun
2016 dimana NPL jasa dunia usaha stagnan pada level diatas 5%.
63
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.12 Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Grafik 4.13 Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit
Berdasarkan Jenis Penggunaan Berdasarkan Lapangan Usaha Utama
64
Grafik 4.14 Perkembangan Kredit Kota/Kabupaten Grafik 4.15 Rasio NPL Kredit Kota/Kabupaten Triwulan IV
Triwulan IV 2018 2018
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Berbeda dengan kondisi pertumbuhan kredit secara umum, penyaluran kredit UMKM terpantau
melambat pada triwulan IV 2018. Pertumbuhan kredit UMKM melambat sebesar 10,54% (yoy) pada
triwulan IV 2018 dari 12,12% (yoy) pada triwulan III 2018.
Di sisi lain, proporsi kredit UMKM terhadap total kredit di Jawa Barat mengalami peningkatan pada
triwulan IV 2018. Nominal kredit UMKM di Jawa Barat tercatat sebesar Rp 139,13 triliun pada triwulan IV
2018. Dengan nominal tersebut, rasio kredit UMKM tercatat sebesar 20,49% atau meningkat tipis
dibandingkan rasio triwulan sebelumnya sebesar 20,38%. Rasio pada triwulan ini juga meningkat jika
dibandingkan rasio triwulan IV 2017 yaitu sebesar 20,71%. Secara sektoral, perlambatan terjadi pada hampir
seluruh LU terutama pada perdagangan, hotel dan restoran (PHR), industri pengolahan, serta jasa dunia
usaha.
Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM juga disertai dengan penurunan risiko kredit UMKM melalui
penurunan NPL. Rasio NPL kredit UMKM pada triwulan IV 2018 mengalami penurunan sebesar 3,64% (yoy)
dari 4,28% (yoy). Secara spasial, NPL UMKM tertinggi masih terjadi di Kab. Sukabumi (6,74%), dan Kota
Bandung (5,09%) Tingginya NPL UMKM di Kab. Sukabumi terutama pada lapangan usaha konstruksi
meskipun membaik dibandingkan triwulan III 2018 sebesar 8,93%.
Grafik 4.16 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.17 NPL Kredit UMKM
65
Proporsi kredit UMKM berdasarkan lapangan usaha di Jawa Barat tidak mengalami perubahan yang
signifikan pada triwulan IV 2018. Sekitar 79,40% kredit UMKM tersalurkan ke tiga lapangan usaha utama
di Jawa Barat: lapangan usaha perdagangan hotel dan restoran (55,46%), industri pengolahan (15,26%),
dan konstruksi (8,68%). Bank Indonesia terus mendorong penyaluran kredit UMKM dengan menetapkan
target proporsi kredit UMKM pada perbankan berdasarkan tahapan/ milestone tertentu. Pada tahun 2015,
target yang ditetapkan Bank Indonesia adalah 5%, tahun 2016 sebesar 10%, tahun 2017 sebesar 15% dan
minimal 20% di tahun 2018 (Peraturan Bank lndonesia No.14/12/PBl/2012). Selain itu, Bank Indonesia
berupaya mendorong peningkatan kinerja kredit UMKM melalui penerbitan kebijakan insentif
memperlonggar batas LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% per 1 Agustus 2015 bagi bank yang sudah
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas kredit yang baik sesuai Peraturan Bank
Indonesia No.17/11/PBl/2015.
Secara spasial penyaluran kredit UMKM di Jawa Barat masih terkonsentrasi di 6 daerah yaitu Kota
Bandung (16,74%), Kabupaten Bekasi (10,71%), Kabupaten Bogor (8,68%), Kabupaten Bandung
(7,05%), Kota Bekasi (6,79%) dan Kabupaten Karawang (5,32%). Dari sisi kualitas kredit, mayoritas
daerah utama tersebut memiliki kualitas kredit yang baik kecuali beberapa kabupaten/kota seperti Kab.
Sukabumi, Kota Bandung yang berada di atas ambang 5% (Grafik 4.20).
66 Grafik 4.19 Kredit UMKM Kota/Kabupaten Grafik 4.20 NPL Kredit UMKM Kota/Kabupaten
Triwulan IV 2018 Triwulan IV 2018
4.1.6.3. Program Pengembangan UMKM Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI)
Provinsi Jawa Barat
Setelah peresmian Ciletuh Geopark sebagai National Geopark pada Desember 2015 dan sidang
peresmian UNESCO Global Geopark (UGG) pada bulan April 2018, masyarakat Kab. Sukabumi mulai beralih
mata pencaharian dari bidang pertanian dan perikanan menjadi pariwisata. Oleh karena itu, program kerja
Pemkab. Sukabumi saat ini difokuskan pada pelatihan dan pendampingan masyarakat untuk meningkatkan
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Ciletuh-Palabuhanratu Geopark memiliki potensi pengembangan yang sangat besar. Hal ini ditunjang 67
oleh keragaman objek wisata dan atraksi yang menjadi daya tarik. Ciletuh-Palabuhanratu Geopark (CPG)
mendapatkan popularitas dan rating yang baik dari wisman. Berdasarkan data dari Tripadvisor, mayoritas
pengunjung CPG memberikan penilaian positif dengan nilai 4,5 dari skala 5,0 dengan perolehan Excellent
Rate sebesar 38%.
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Dalam pengembangannya, Ciletuh-Palabuhanratu masih menemui berbagai tantangan; antara lain sebagai
berikut:
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Amenitas
Ketersediaan akomodasi di Kawasan CPG cukup beragam, dan didominasi oleh homestay.
Keunggulan dari akomodasi homestay adalah lokasi yang dekat, harga yang murah, dan berinteraksi
dengan warga. Namun, peningkatan kualitas layanan homestay perlu dilakukan karena tingkat
kepuasan wisatawan yang menginap di tipe akomodasi tersebut lebih rendah dibandingkan hotel.
69
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, 79% penginapan di
CPG berbentuk homestay (51 unit), vila dan resor (7 unit), hotel (4 unit), dan guest house (3 unit).
Rata-rata tarif homestay di CPG adalah sebesar Rp 324.000,00; vila dan resor Rp 810.000,00; hotel
Rp 492.000,00; serta guest house Rp 407.000,00. Namun, selain fasilitas homestay yang belum
terstandarisasi, belum tersedianya sentra oleh-oleh khas CPG serta minimnya fasilitas toilet umum
yang bersih, juga menjadi salah satu tantangan dalam pengembangan pariwisata CPG.
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
3. Kelembagaan
Pengelolaan CPG berdasarkan Konsep Pentahelix yaitu sinergi 5 komponen pembangunan, yaitu
Pemerintah (Pemerintah Pusat, Pemda, Badan Pengelola, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam-
BKSAD Jabar dan Banten, serta KOSTRAD), komunitas, badan usaha, media masa dan akademisi
(Gambar 4.6). Penguatan koordinasi antar lembaga dan penyelerasan program kerja perlu diperkuat
untuk mendukung pengembangan CPG sesuai rekomendasi UNESCO hingga tahun 2020.
Dalam mendukung pengembangan pariwisata di kawasan Ciletuh, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
70 Jawa Barat telah melaksanakan berbagai program, antara lain sebagai berikut:
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
71
Gambar 4.7. Kegiatan Pelatihan Manajemen Homestay kepada para Pengelola Homestay
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Gambar 4.8. Pemberian Bantuan Sarana Prasarana untuk Peningkatan Kualitas Homestay
Berbagai upaya peningkatan pariwisata (baik dari segi kualitas maupun kuantitas) di Kawasan CPG
yang dilakukan oleh KPwBI Jabar, diharapkan dapat mendorong wisatawan mancanegara untuk berkunjung
ke kawasan CPG dan mengurangi Current Account Deficit (CAD).
72 kerentanan yang berasal dari dalam negeri, yang tercermin dari kondisi ekonomi nasional dan daerah yang
terjadi. Faktor kedua adalah sumber kerentanan yang berasal dari sisi eksternal, yang berasal dari
perkembangan ekonomi global, perkembangan ekspor komoditas utama, perkembangan harga dan volume
perdagangan dunia. Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi serta pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat yang bahkan lebih tinggi dari nasional juga diperkirakan berdampak positif terhadap
kinerja korporasi Jawa Barat (Grafik 4.21). Pada triwulan IV 2018, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai
5,18% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,17% (yoy). Di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yaitu sebesar 5,50% (yoy) dari level 5,58% (yoy). Meski mengalami perlambatan, pertumbuhan ekonomi
nasional dan Jawa Barat masih pada level yang tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan konsumsi
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
rumah tangga di tingkat nasional terpantau meningkat sementara konsumsi rumah tangga di Jawa Barat
melambat. Dalamnya penurunan konsumsi rumah tangga di Jawa Barat diperkirakan mendorong
perlambatan permintaan terhadap produk korporasi termasuk dari korporasi di Jawa Barat. Hal ini
terkonfirmasi dari melambatnya pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan di Jawa Barat dari 6,84%
(yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 5,40% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Di sisi lain, perkembangan pergerakan nilai tukar juga merupakan faktor sumber kerentanan korporasi.
Pada triwulan IV 2018, nilai tukar Rupiah berangsur menunjukkan tren penguatan setelah mengalami
tekanan pada triwulan III 2018 yang dipengaruhi oleh penguatan USD yang terjadi dalam skala global.
Menguatnya nilai tukar rupiah didorong oleh keberhasilan Pemerintah yang telah menerbitkan global bond
sebesar US$ 3 miliar untuk mendanai APBN pada tahun 2019. Selain itu, Bank Indonesia juga telah
melakukan operasi moneter dan menyerap hampir sebanyak US$ 1,63 miliar salah satunya melalui
pengaktifasian kembali SBBI. Hal ini tercermin dari meningkatnya cadangan devisa pada akhir tahun dari
yang hanya US$ 115,2 miliar pada pada bulan Oktober 2018 menjadi US$ 117,2 miliar pada November
2018. Secara konsisten, Bank Indonesia terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial,
73
dan sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
dengan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
Pada sisi eksternal, perkembangan kinerja ekspor komoditas utama Jawa Barat juga mempengaruhi
kinerja korporasi. Sejalan dengan melambatnya lapangan usaha industri pengolahan, kinerja ekspor luar
negeri Jawa Barat juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan nominal ekspor luar negeri Jawa Barat ke
negara-negara tujuan utama juga dalam tren melambat sebesar -2,41% (yoy) (Grafik 4.22). Jika dilihat dari
pertumbuhan nilai tambah ekspor yang tercermin dari pertumbuhan PDRB ekspor luar negeri Jawa Barat
terlihat kondisi yang juga melambat. Pertumbuhan PDRB ekspor Jawa Barat pada triwulan IV 2018 melambat
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
sebesar 6,44% (yoy) dari 6,71% (yoy) pada triwulan III 2018. Melambatnya PMI2 negara mitra dagang utama
seperti Eropa dan China mencerminkan penurunan volume dagang ke negara tersebut (Grafik 4.23).
Di sisi lain, pertumbuhan kredit korporasi di Jawa Barat terpantau meningkat. Penyaluran kredit
korporasi tumbuh dari 12,01% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 12,25% (yoy) pada triwulan IV 2018,
tertinggi sejak triwulan III 2015. Dari delapan lapangan usaha utama, enam di antaranya mengalami
peningkatan pada triwulan IV 2018. Lapangan usaha industri pengolahan, lapangan usaha dengan pangsa
74
terbesar di Jawa Barat, mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 12,02% (yoy) pada triwulan IV 2018,
tertinggi sejak triwulan II 2016. Adapun lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan kredit tertinggi
adalah lapangan usaha pertambangan dan penggalian mencapai 49,52% (yoy) serta lapangan usaha
konstruksi sebesar 30,92% (yoy) pada triwulan II 2018.
2Purchasing Manager Index (PMI) adalah indikator yang mengukur perkembangan kinerja sektor industri dari sisi manajer
pembelian (purchasing manager).
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.24 Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 4.25 Kredit Koporasi Lapangan Usaha Utama
Kinerja kredit korporasi terpantau relatif baik seiring dengan adanya perbaikan kualitas kredit. Kualitas
kredit korporasi membaik pada triwulan ini yang tercermin dari menurunnya rasio NPL dari 4,72% menjadi
3,39% pada triwulan IV 2018 (Grafik 4.26). Berdasarkan jenis penggunaan, penurunan NPL terjadi pada
kredit modal kerja (dari 4,78% menjadi pada triwulan IV 2018) dan kredit investasi (dari
menjadi 3,77% pada triwulan IV 2018). Hal ini diperkirakan karena korporasi menjaga kinerjanya
menjelang akhir tahun sebelum rilis laporan kinerja tahunan. Sementara secara sektoral, penurunan NPL
korporasi terjadi pada mayoritas LU utama, khususnya jasa dunia usaha, industri pengolahan, dan konstruksi
Grafik 4.27).
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Dari hasil survei konsumen Bank Indonesia, indeks ketersediaan lapangan kerja serta indeks penghasilan saat
ini menunjukkan penurunan (Grafik 4.28). Penurunan pada indeks ketersediaan lapangan kerja serta indeks
penghasilan saat ini mengindikasikan terdapat risiko terhadap kinerja sektor rumah tangga triwulan IV 2018.
Jika dilihat dari perilaku berutang, terdapat penurunan risiko dari sisi kredit karena secara agregat
terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 30%
pendapatannya (DSR>30%). Pada triwulan IV 2018, jumlah rumah tangga dengan DSR>30% berkurang
sebesar -1,01% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan terjadi pada hampir seluruh
kelompok pengeluaran, terutama yang terbesar pada segmen penghasilan Rp1-2juta; Rp 4,1-5juta dan diatas
Rp5juta. Di sisi lain, peningkatan hanya terjadi pada segmen penghasilan Rp 2,1-3juta. Institusi keuangan
menilai bahwa rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan berpotensi menjadi
penyebab NPL (non performing loan) sehingga pemantauan terhadap perilaku rumah tangga dalam
membayar cicilan ini harus selalu diperhatikan (Tabel 4.1).
76
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat
Pengeluaran per Bulan
>10%-20%
>20%-30%
>0-10%
>30%
TMP
Pengeluaran/
Perubahan DSR* (qtq)
>10%-20%
>20%-30%
bulan
>0-10%
>30%
TMP
kredit rumah tangga secara keseluruhan. Tingkat pertumbuhan KPR melambat dari 16,13% (yoy) pada
triwulan II 2018 menjadi 15,68% pada triwulan IV 2018, sementara pertumbuhan KKB melambat dari
11,33% (yoy) menjadi 10,35% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Perlambatan KPR terjadi pada rumah tipe menengah. Sementara perlambatan KKB terutama terjadi
baik pada segmen mobil. Perlambatan ini mencerminkan menurunnya preferensi masyarakat untuk
konsumsi non produktif baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini diperkirakan
seiring meningkatnya uncertainty jelang Pilpres 2019.
FEBRUARI 2019
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
Di tengah melambatnya laju pertumbuhan kredit rumah tangga, kualitas kredit RT tercatat membaik.
Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit rumah tangga yang menurun dari 2,09% pada triwulan III 2018
menjadi 1,85% pada triwulan IV 2018. Secara umum rasio NPL kredit rumah tangga masih lebih rendah dari
ambang batas aman 5% sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja kredit rumah tangga masih cukup baik
dengan repayment capacity yang terjaga.
Grafik 4. 31 Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah Grafik 4. 32 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
78
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN
DAN PENGELOLAAN BAB V
UANG RUPIAH
Nilai transaksi non tunai baik menggunakan kliring maupun RTGS tercatat melambat pada
triwulan IV 2018, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang juga melambat
dibandingkan triwulan III 2018
Aliran uang kartal di Provinsi Jawa Barat pada triwulan IV 2018 kembali menunjukkan posisi
net inflow walau menurun dibanding triwulan sebelumnya
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat aktif mendorong elektronifikasi di sektor
transportasi, transaksi pemerintah dan bantuan sosial non tunai
Tw III’18 : 3,21% Tw III’18 : 2,39% Tw III’18 : 14,13 T Tw III’18 : 8,2 T 2017 : 22.000 lbr
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Transaksi melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) 1 di Jawa Barat pada triwulan IV 2018
tercatat sebesar Rp 61,25 triliun dengan pertumbuhan -6,00% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
III 2018 yang tumbuh 3,21% (yoy) (Grafik 5.1). Melambatnya pertumbuhan nilai kliring di Jawa Barat sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2018 (5,50%, yoy) dibandingkan triwulan III 2018
(5,57%). Perlambatan terjadi pada seluruh komponen PDRB sisi pengeluaran, khususnya konsumsi LNPRT,
investasi, dan konsumsi rumah tangga. Perlambatan diperkirakan terjadi karena masyarakat cenderung wait
and see akibat uncertainty menjelang Pilpres 2019 sehingga cenderung menahan baik kegiatan konsumsi
maupun ekspansi usaha. Hal ini kemudian turut berdampak kepada aktivitas kliring yang melambat di akhir
tahun. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan volume kliring pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar
-10,57% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan III 2018 sebesar 0,41% (yoy) (Grafik 5.2).
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Kliring Jawa Barat Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring Jawa Barat
- Nominal - Volume
Sejalan dengan perkembangan transaksi kliring, nominal transaksi menggunakan RTGS 2 juga tercatat
tumbuh melambat pada triwulan IV 2018. Pertumbuhan transaksi menggunakan RTGS pada triwulan IV
2018 sebesar -4,03% (yoy) atau melambat dibanding transaksi pada triwulan III 2018 dengan pertumbuhan
2,39% (yoy) (Grafik 5.3). Melambatnya transaksi RTGS tersebut diperkirakan sejalan dengan tertahannya
aktivitas ekonomi di akhir tahun, baik kegiatan konsumsi swasta maupun Pemerintah serta investasi.
80
1
sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara
nasional dengan transaksi di bawah Rp 100 juta
2
sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika dengan nilai transaksi bernilai
lebih dari Rp 100 juta dan bersifat segera ( urgent)
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
baru.
Dalam rangka mendukung kesuksesan perluasanimplementasi penyaluran bansos non tunai, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia ProvinsiJawa Barat juga senantiasa melakukan monitoring perluasan penyaluran
bantuan sosial non tunai di Jawa Barat. Berdasarkan hasil monitoring dimaksud, diketahui bahwa
masyarakat secara umum telah memahami bahwa penyaluran bantuan pangan yang sebelumnya dilakukan
dengan cara penebusan beras sejahtera saat ini beralih menjadi penyaluran bantuan pangan non tunai.
Dengan adanya perubahan cara menjadi secara non tunai, masyarakat merasa terbantu dari sisi biaya,
karena penerima bantuan tidak lagi harus membayar biaya tambahan berupa biaya tebusan untuk
mendapatkan beras sejahtera, melainkan mereka bisa mendapatkan bantuan pangan secara cuma-cuma
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
dengan mentransaksikan saldo yang dimiliki di Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Melalui program ini, selain
mendapatkan bantuan pangan, masyarakat juga memperoleh pengetahuan baru mengenai uang non
tunai, memiliki akses kepada perbankan, dan mendapatkan kemudahan dalam bertransaksi menggunakan
EDC di e-warong atau agen bank.
Grafik 5.4 enyerapan Jumlah KPM BPNT Grafik 5.5 Penyerapan Bantuan BPNT (Nominal)
Grafik 5.6 Penyerapan Jumlah KPM PKH Grafik 5.7 Penyerapan Bantuan PKH (Nominal)
Di sisi lain, terkait pengembangan dan perluasan elektronifikasi di KPwDN khususnya di KPwBI Jawa
Barat pada tahun 2018 telah dilakukan upaya untuk mendorong perluasan elektronifikasi transaksi pemerintah.
Tujuan elektronifikasi di Pemdaadalah untuk membantu tata kelola keuangan yang lebih baik
danmeningkatkan potensi penerimaan pemerintah. Dalam pelaksanaanya KPw BI Jabar telah menggandeng
Bank Jabar Banten untuk memfasilitasi transaksi non tunai di lingkungan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan
82 Kotamadya di Jawa Barat. BJB telah mengembangkan BJB Tax untuk layanan PBB, BPHTB, PJK lainnya,
RetribusiPerizinandan non perizinan serta SP2D. Selain itu khusus untuk PBB telah dikembangkan pula
kerjasama dengan pihak ketiga seperti Indomaret, Alfamart dan PT Posindo. Saat ini seluruh Pemerintah
Kota/Kabupaten telah melakukan implementasi untuk PBB, BPHTB dan PJK lainnya. Ke depan secara bertahap
seluruh transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran di lingkungan pemerintah Provinsi Jawa Barat akan
dilakukan secara non tunai.
Dalam rangka mendorong elektronifikasi transaksi pemerintah daerah KPw BI Jabar
menyelenggarakan kegiatan Sukabumi Mapag Rupiah Mantab pada tanggal 16Desember 2018 di Kota
Sukabumi. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan edukasi dan sosialisasi mengenai sistem
pembayaran kepada masyarakat yang terdiri atas edukasi dan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah
kepada pelaku ekonomi, bantuan sosial non tunai dan program keluarga harapan serta gerakan nasional non
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
tunai kepada keluarga penerima bantuan sosial dari pemerintah. Edukasi dan sosialisasi dilakukan dengan
kearifan lokal dalam bentuk wayang sicepot sehingga memudahkan pemahaman bagi masyarakat. Adapun
kegiatan puncak adalah peluncuran implementasi tapping box dalam rangka mendukung penerimaan pajak
daerah di Kota Sukabumi. Melalui kegiatan tersebut diharapkan masyarakat di Sukabumi akan lebih memahami
sistem pembayaran dan dapat mendukung peningkatan pendapatan asli daerah.
Dalam menjalani tugasnya sebagai otoritas peredaran dan pengelolaan uang kartal, Bank Indonesia juga
senantiasa memelihara kualitas uang kartal yang beredar di masyarakat melalui kebijakan Clean Money Policy.
Kebijakan ini dilakukan salah satunya melalui pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) secara rutin. Pada 83
triwulan IV 2018, terdapat Rp5,06 Triliun UTLE yang telah dimusnahkan, menurun dibandingkan triwulan III
2018 sebesar Rp8,18 Triliun (Grafik 5.10). Langkah tersebut juga adalah sesuai dengan kebutuhan dan
ketersediaan uang kartal layak edar. Pada triwulan IV 2018, pemusnahan uang mengalami penurunan karena
meningkatnya kebutuhan uang di masyarakat selama berlangsungnya musim liburan.
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sementara itu, temuan uang palsu di Jawa Barat sepanjang 2018 tercatat sebanyak 16.853 lembar
(Grafik 5.11), menurun dibandingkan temuan sepanjang 2017 sebanyak 22.000 lembar. Rasio temuan
uang palsu di Jawa Barat hingga triwulan III 2018 adalah sebesar 76,60% terhadap total tahun 2017. Dari total
temuan tersebut, sebanyak 49,50% merupakan pecahan Rp50.000,- dan 46,56% merupakan pecahan
Rp100.000,-. Sementara itu, khusus dari temuan berdasarkan laporan kepolisian hingga triwulan III 2018
mencapai 1.608 temuan. Adapun wilayah dengan temuan uang palsu terbanyak adalah Kab.Tasikmalaya (664
temuan), Kab. Cirebon (230 temuan), Kab.Subang (207 temuan), Kab. Bandung (185 temuan), dan Kab.
Sukabumi (180 temuan). Sementara jumlah temuan di Kab. Garut, Kab.Sumedang dan Kota Bandung secara
berturut-turut adalah sebanyak 114, 21 dan 7 temuan.
Bank Indonesia senantiasa berupaya memastikan kebutuhan uang tunai masyarakat dapat tersedia dalam
jumlah yang cukup, termasuk jenis dan pecahannya. Salah satunya adalah melalui peningkatan frekuensi
dan jangkauan kas keliling. Sejak dilakukan perpanjangan kerjasama layanan penukaran uang dengan
perbankan pada Maret tahun 2017, maka terjadi perubahan fokus layanan kas keliling yang antara lain dengan
meningkatkan frekuensi dan jangkauan sampai ke daerah remote area. Dengan layanan ini diharapkan dapat
membantu kualitas uang layak edar di daerah-daerah tersebut. Fokus tersebut meliputi pula pemenuhan modal
kerja penukaran yang saat ini dilakukan oleh perbankan (bank umum dan BPR) terutama yang berlokasi di luar
kota. Adapun frekuensi kegiatan kas keliling yang telah dilakukan sampai dengan bulan Juni 2018 sebanyak
110 (seratus sepuluh) kali baik retail (dalam kota) maupun wholesale (luar kota dan remote area).
84
5.3. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB)
Berizin dan Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank (PTD BB) di Jawa
Barat
5.3.1 Perkembangan Kegiatan Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB)
1. Perkembangan Transaksi Kegiatan Penukaran Valuta Asing (KUPVA) secara pembelian dan
penjualan
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Jumlah valuta asing yang ditransaksikan penyelenggara KUPVA BB di wilayah pengawasan KPwBI Provi nsi
Jawa Barat pada triwulan IV tahun 2018 sebanyak 32 jenis mata uang. Berdasarkan transaksi KUPVA BB,
jenis valuta asing yang paling banyak dijual masyarakat pada penyelenggara di Jawa Barat di dominasi oleh
mata uang US Dollar (USD) sebesar 45%, Dollar Singapur (SGD) sebesar 16%, serta Yen Jepang (JPY) sebesar
6%. Dari sisi pembelian, jenis mata uang didominasi oleh US Dollar (USD) sebesar 45%, Dollar Singapur (SGD)
sebesar 16%, serta Riyal Saudi Arabia (SAR) sebesar 6%.
Grafik 5.12 Jenis Mata Uang Penjualan Valas Grafik 5.13 Jenis Mata Uang Pembelian Valas
Pada triwulan IV 2018, aktivitas transaksi KUPVA BB tercatat meningkat baik dari sisi pembelian maupun
penjualan. Total transaksi penjualan dan pembelian uang kertas asing (UKA) yang dilakukan penyelenggara
KUPVA BB di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia se-Jawa Barat pada triwulan IV 2018 tercatat
sebesar Rp2,17 Triliun dengan rata-rata per bulan mencapai sekitar Rp723,77 Miliar. Adapun pada triwulan IV
2018, total transaksi penjualan sebesar Rp1,10 Triliun (Grafik 5.14) dan transaksi pembelian sebesar Rp1,08
Triliun (Grafik 5.15). Transaksi pembelian dan penjualan tertinggi di triwulan IV 2018 terjadi di bulan November
2018 (pembelian Rp424,31 miliar dan penjualan Rp446,67 miliar).
Pada triwulan IV 2018, transaksi KUPVA BB tumbuh meningkat dibanding triwulan III 2018. Dari sisi penjualan,
pertumbuhan transaksi penjualan meningkat dari -6,52% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 7,22% pada
triwulan IV 2018. Begitupun transaksi pembelian yang meningkat dari -2,47% (yoy) pada triwulan III 2018
menjadi 9,22% paad triwulan IV 2018. Peningkatan ini terjadi akibat kebutuhan uang asing yang meningkat,
seiring dengan mulai menguatnya nilai tukar Rupiah serta berlangsungnya Hari Raya Natal dan libur akhir tahun
yang biasa mendorong impor barang konsumsi. 85
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Grafik 5.14 Transaksi Penjualan Valas di KUPVA BB Grafik 5.15 Transaksi Pembelian Valas di KUPVA BB
5.3.2 Perkembangan Kegiatan Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank (PTD BB)
Seperti halnya pada penyelenggara KUPVA, Bank Indonesia juga aktif mendorong kelancaran dan
keamanan penyelenggaraan sistem pembayaran pada PTD BB. Jumlah dan posisi PTD BB di wilayah KPw BI
Provinsi Jawa Barat pada triwulan III tahun 2018 tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Posisi PTD BB di wilayah KPw BI Jawa Barat sebesar 4,5% dari total PTD BB nasional yang
berjumlah 133 (seratus tiga puluh tiga) penyelenggara . Jumlah penyelenggara TD Bukan Bank (PTD BB)
berizin yang berkantor pusat di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa Barat adalah sebanyak 6 (enam)
penyelenggara. Dengan penyelenggara transaksi dan volume terbesar yaitu PT Pos Indonesia. (Tabel 5.1).
Tabel 5.1 Jumlah Kantor Cabang PTD BB di Wilayah Kerja KPwBI Provinsi Jawa Barat
No. Nama PTD Jumlah KC
1 PT. Bina Putra Sadaya -
2 PT. Golden Money Remittance 1 cabang
3 PT. Telekomunikasi Indonesia 350 plasa layanan
4 PT. Pos Indonesia 3.557 titik layanan
5 PT. Reyhan Putra Mandiri -
6 PT. Surya Indojaya Gemilang -
86
Grafik 5.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Transfer Grafik 5.17 Perkembangan Pertumbuhan Volume
Dana di Jawa Barat Transfer Dana di Jawa Barat
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Nilai transaksi melalui PTD BB tumbuh melambat pada triwulan IV 2018 yang didorong oleh perlambatan
transaksi outgoing dan transaksi domestik (Grafik 5.16). Total nilai transaksi transfer dana melalui PTD BB
di Jawa Barat pada triwulan IV 2018 ini tercatat sebesar Rp8,10 Triliun atau tumbuh 7,45% (yoy). Pertumbuhan
transaksi transfer dana pada triwulan IV 2018 ini melambat dibandingkan triwulan III 2018 yang tumbuh
36,70% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh transaksi outgoing yang melambat dari 14,83% (yoy)
pada triwulan III 2018 menjadi -1,40% (yoy) pada triwulan IV 2018. Selain itu, transaksi domestik juga tercatat
tumbuh melambat (dari 75,07% menjadi -1,66%). Di sisi lain, transaksi incoming dari luar negeri ke Indonesia
tumbuh meningkat yakni dari 15,63%% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 16,29% (yoy) pada triwulan IV
2018. Melambatnya transaksi domestik ini sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang pada
triwulan IV 2018 juga melambat dibandingkan triwulan III 2018.
Di sisi lain, volume transaksi mengalami peningkatan pada triwulan IV 2018 (Grafik 5.17). Total volume
transaksi selama triwulan IV 2018 mencapai 2,41 juta transaksi atau meningkat dibanding volume transaksi
pada triwulan III 2018 yang sebesar 2,30 juta transaksi. Adapun pertumbuhan volume transaksi melalui PTD
BB di Jawa Barat meningkat yaitu dari -5,58% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi sebesar -0,11% (yoy) pada
triwulan IV 2018. Meningkatnya pertumbuhan volume transaksi khususnya terjadi pada transaksi outgoing
yakni dari 0,34% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 8,55% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Dalam perannya di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia senantiasa berupaya mendorong
kelancaran dan keamanan sistem pembayaran. Di Kantor Perwakilan Bank Indonesia, salah satu upayanya
adalah dengan melakukan fungsi perizinan dan pengawasan. Terkait dengan itu, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Barat secara aktif selalu mendorong peningkatan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing (KUPVA) dan Penyelenggara Transfer Dana (PTD) di Jawa Barat menjadi KUPVA BB dan PTD BB yang
berizin. Salah satunya adalah pada KUPVA BB, upaya yang dilakukan untuk mendorong peningkatan KUPVA
BB:
FEBRUARI 2019
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Tabel 5.2 Jumlah KUPVA BB Berizin dan Penertiban KUPVA BB Tidak Berizin di Wilayah Kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat
88
FEBRUARI 2019
KETENAGAKERJAAN BAB VI
DAN KESEJAHTERAAN
.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat menurun pada Agustus 2018,
sejalan dengan masih kuatnya laju pertumbuhan ekonomi hingga triwulan III
Pangsa tenaga kerja formal meningkat diikuti peningkatan pangsa tenaga kerja
berpendidikan tinggi
Tingkat kemiskinan pada September 2018 menurun dibandingkan September
2017, sementara ketimpangan mengalami peningkatan
Kesejahteraan petani terpantau membaik, tercermin dari pertumbuhan nilai tukar petani (NTP) pada
triwulan III 2018 (2,72%, yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 (1,76%). Hal ini terutama
ditopang oleh tingginya pertumbuhan NTP pada kelompok petani hortikultura.
Sementara itu,kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan masih cukup baik yang
ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang masih tetap tinggi meskipun melambat. Data rilis BPS
Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan Jawa Barat pada September 2018 sebesar
7,25%. Angka tersebut menurun dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang
masih tinggi meskipun sedikit melambat diharapkan dapat menjaga persentase penduduk miskin di Jawa
Barat tidak meningkat. Namun perlu diperhatikan bahwa tingkat ketimpangan mengalami kenaikan sebesar
0,012 dari periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 0,405. Tingkat ketimpangan di wilayah pedesaan
mengalami penurunan, sedangkan wilayah perkotaan mengalami peningkatan.
Perbaikan kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan pada 2018 juga tidak terlepas dari Program
Padat Karya Tunai yang diinisasi Pemerintah. Melalui program ini, Pemerintah mewajibkan penggunaan
dana desa 2018 secara swakelola di mana 30% dari nilai proyek dialokasikan sebagai upah kepada pekerja
yang berasal dari masyarakat desa. Hal ini tentu berkontribusi kepada penurunan tingkat kemiskinan di
97
pedesaan.
6.1. KETENAGAKERJAAN
Pada Agustus 2018, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja di Jawa Barat dibandingkan Agustus
2017, dari 22,39 juta jiwa menjadi 22,63 juta jiwa. Namun di sisi lain, hal itu diikuti dengan penurunan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), dari 64,34% menjadi 62,92% (Grafik 6.1). Menurunnya TPAK ini
terjadi akibat meningkatnya jumlah penduduk usia kerja yang mengurus rumah tangga dan bersekolah.
Jumlah penduduk bekerja meningkat dari 20,55 juta menjadi 20,78 juta jiwa, diikuti penurunan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) dari 8,22% pada Agustus 2017 menjadi 8,17 % pada Agustus 2018 (Grafik
FEBRUARI 2019
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
6.2). TPT Jawa Barat pada periode ini tercatat sebagai yang terendah sejak tahun 2011 dan secara konsisten
bergerak dalam tren menurun selama 7 (tujuh) tahun terakhir.
Berdasarkan jenis kelaminnya, menurunnya TPAK terutama disebabkan oleh angkatan kerja perempuan
yang TPAK-nya menurun dari 43,89% menjadi 42,37% pada Agustus 2018 (Tabel 6.1). Hal ini juga
tercermin dari peningkatan jumlah penduduk bukan angkatan kerja yang mengurus rumah tangga
(umumnya didominasi perempuan). Di sisi lain, TPAK laki-laki masih tercatat meningkat yakni dari 82,40%
menjadi 83,09% pada Agustus 2018.
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Grafik 6. 1 Perkembangan Angkatan Kerja dan Grafik 6. 2 Perkembangan Jumlah Penduduk
TPAK Jawa Barat Bekerja dan TPT Jawa Barat
No. Jenis Kegiatan Satuan Agustus 2016 Agustus 2017 Agustus 2018
I Angkatan Kerja Juta orang 21,08 22,39 22,63
1 Bekerja Juta orang 19,20 20,55 20,78
2 Pengangguran Juta orang 1,87 1,84 1,85
II Bukan Angkatan Kerja Juta orang 13,67 12,96 13,34
1 Sekolah Juta orang 3,14 3,02 3,04
2 Mengurus Rumah Tangga Juta orang 8,73 8,53 8,99
3 Lainnya Juta orang 1,81 1,41 1,31
III Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % 60,65 63,34 62,92
1 Laki-laki % 80,62 82,40 83,09
2 Perempuan % 49,30 43,89 42,37
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Juta Orang 34,75 35,35 35,97
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan
98
ekonomi (LPE) Jawa Barat pada triwulan II dan triwulan III 2018 dibandingkan periode yang sama
tahun 2017 (Grafik 6.3). Peningkatan LPE Jawa Barat diperkirakan memberi dampak kepada jenis pekerjaan
masyarakat, di mana pangsa tenaga kerja di sektor formal meningkat (dari 50,2% menjadi 51,8%) (Grafik
6.4). Tingginya LPE pada lapangan usaha (LU) industri pengolahan yang tercatat di atas level pertumbuhan
PDRB Jawa Barat menyebabkan tingginya serapan tenaga kerja formal seperti buruh pabrik.
FEBRUARI 2019
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Grafik 6.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Grafik 6.4 Perkembangan Pangsa Pekerja Formal
dan Informal
Berdasarkan lapangan Usaha (LU), pangsa tenaga kerja terbesar Jawa Barat masih tersebar di LU
perdagangan (29,9%); industri pengolahan (20,9%); dan jasa kemasyarakatan (15,7%). Secara umum,
tidak terdapat perubahan yang signifikan pada struktur tenaga kerja di Jawa Barat. Namun, pangsa tenaga
kerja di LU pertanian terus mengalami penurunan dalam 6 (enam) tahun terakhir seiring dengan terus
meningkatnya pangsa tenaga kerja di LU berbasis sekunder dan tersier seperti konstruksi dan perdagangan.
Pada Agustus 2018, terjadi peningkatan serapan tenaga kerja di LU industri pengolahan dan jasa
kemasyarakatan (Grafik 6.5). Hal ini sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan LU jasa sosial dan
tingginya laju pertumbuhan LU industri pengolahan hingga triwulan III 2018 (Grafik 6.6).
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat sejalan dengan hasil Survei Konsumen di Jawa
Barat yang menunjukkan adanya optimisme pada ketersediaan lapangan kerja. Hal ini tercermin dari 99
indeks ketersediaan lapangan kerja triwulan III 2018 sebesar 97,62, lebih tinggi dibanding triwulan II 2018
sebesar 93,22 (Grafik 6.7). Pada triwulan berikutnya, serapan tenaga kerja diperkirakan sedikit menurun. Di
sisi lain, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menunjukkan penurunan indeks realisasi
penggunaan tenaga kerja pada triwulan III 2018 setelah sempat meningkat pada triwulan II 2018 (Grafik
6.8). Adapun indeks perkiraan penggunaan tenaga kerja mengindikasikan peningkatan pada triwulan IV
2018.
FEBRUARI 2019
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
Grafik 6.7 Indeks Ketersediaan dan Ekspektasi Grafik 6.8 Indeks Realisasi dan Perkiraan
Lapangan Kerja Penggunaan Tenaga Kerja
Namun demikian, pada Agustus 2018 kualitas tenaga kerja mengalami perbaikan tercermin dari
meningkatnya pangsa tenaga kerja berpendidikan tinggi (dari 12,11% menjadi 12,15%) (Tabel 6.2).
Hal ini diikuti oleh menurunnya pangsa tenaga kerja berpendidikan menengah (dari 28,78% menjadi
28,72%). Adapun pangsa tinggi rendah di tengah meningkatnya pertumbuhan LU industri pengolahan
diperkirakan sebagai indikasi bahwa tenaga kerja yang diserap oleh manufaktur pada periode ini adalah
untuk jenis pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus.
100
Tabel 6. 2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (%)
FEBRUARI 2019
Di sisi lain, pengangguran di Jawa Barat pada Agustus 2018 masih didominasi oleh lulusan SMK
(28,4%), diikuti lulusan SD ke bawah (21,6%) dan lulusan SMA (19,9%) (Grafik 6.10). Peningkatan
pangsa dari Agustus 2017 ke Agustus 2018 khususnya terjadi pada penganggur lulusan SMK (dari 27,9% ke
28,4%), SD ke bawah (dari 20,6% ke 21,6%), dan Universitas (dari 5,9% ke 7,0%). Adapun tingkat
pengangguran terbuka (TPT) tertinggi berdasarkan pendidikannya masih terjadi pada tingkat pendidikan SMK
yakni mencapai 16,97%, diikuti SMA (9,78%) dan SMP (8,02%) (Grafik 6.11). Kondisi ini mengindikasikan
tingkat pengangguran pada lulusan pendidikan menengah di Jawa Barat masih sangat tinggi. Hal ini juga
perlu menjadi bahan evaluasi pemangku kebijakan terkait apakah jurusan yang ditentukan selama ini pada
SMK di Jawa Barat sudah sesuai dengan kebutuhan industri.
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Indikator lainnya untuk menggambarkan kondisi ketenagakerjaan adalah jumlah pekerja tidak penuh yakni
mereka yang berstatus bekerja tetapi memiliki jam kerja di bawah jam kerja normal (35 jam seminggu).
Klasifikasi ini mampu memberi gambaran mengenai produktivitas penduduk yang bekerja di mana jenis
pekerja tidak penuh dengan jam kerja rendah umumnya memiliki produktivitas yang juga lebih rendah
dibanding pekerja penuh. Pada Agustus 2018, persentase pekerja tidak penuh menurun menjadi 20,76%
dari sebelumnya 21,61% pada Agustus 2017 (Tabel 6.3). Hal ini sejalan dengan menurunnya pangsa tenaga
kerja berpendidikan menengah yang sebagian di antaranya cenderung tergolong ke dalam pekerja tidak
penuh. Secara spesifik, menurunnya pangsa pekerja tidak penuh didorong oleh penurunan baik pada pangsa
setengah penganggur dan pekerja paruh waktu. Di sisi lain, pangsa penduduk yang tergolong ke dalam
pekerja penuh meningkat dari 78,39% pada Agustus 2017 menjadi 79,61% pada Agustus 2018.
101
Tabel 6. 3 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Pekerja Penuh/Tidak Penuh)
Agustus 2016 Agustus 2017 Agustus 2018
No. Penduduk yang Bekerja Jumlah Jumlah Jumlah
% % %
(Juta Org) (Juta Org) (Juta Org)
I Pekerja Tidak Penuh 3,76 19,60 4,44 21,61 4,31 20,76
Setengah penganggur 1,19 6,18 1,29 6,28 1,14 5,47
Pekerja paruh waktu 2,58 13,41 3,15 15,33 3,18 15,29
II Pekerja Penuh 15,44 80,40 16,11 78,39 16,54 79,61
Total Penduduk Bekerja 19,20 20,55 20,78
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
FEBRUARI 2019
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
Menurunnya pertumbuhan NTP Jawa Barat pada triwulan IV 2018 dibandingkan triwulan IV 2017
secara khusus didorong oleh penurunan pertumbuhan NTP sub lapangan usaha tanaman perkebunan
rakyat (dari 5,71% menjadi -1,83%) dan tanaman pangan (dari 7,26% menjadi 2,73%) (Grafik 6.13).
Menurunnya NTP kelompok tanaman pangan sejalan dengan penurunan harganya yang tercermin dari inflasi
kelompok padi-padian, umbu-umbian, dan hasil-hasilnya pada triwulan IV 2018 sebesar 3,80% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2017 sebesar 5,68% (yoy).
Menurunnya pertumbuhan NTP pada triwulan IV 2018 juga didorong oleh penurunan pertumbuhan indeks
yang diterima petani (IT) yakni dari 7,17% (yoy) pada triwulan IV 2017 menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan IV
2018 (Grafik 6.14). Secara spesifik, sama halnya dengan perkembangan nilai tukar petani, menurunnya
pertumbuhan IT pada triwulan IV 2018 juga terjadi pada sub lapangan usaha tanaman perkebunan rakyat
(dari 9,26% menjadi 0,97%) dan tanaman pangan (dari 11,0% menjadi 6,26%).
102
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Grafik 6. 13 Pertumbuhan NTP Berdasarkan Grafik 6. 14 Pertumbuhan Indeks yang Diterima
Subsektor Petani (IT) Berdasarkan Subsektor
Sementara itu, pertumbuhan indeks yang dibayar petani (IB) tercatat meningkat, yakni dari 3,13% (yoy) pada
triwulan IV 2017 menjadi 3,18% (yoy) pada triwulan IV 2018 (Grafik 6.15). Kenaikan terbatas pada
pertumbuhan IB ini terjadi pada sub lapangan usaha peternakan (dari 1,88% menjadi 3,34%), sementara
FEBRUARI 2019
pertumbuhan IB pada sub lapangan usaha lainnya menurun dibandingkan triwulan IV 2017 walaupun tidak
sebesar kenaikan pertumbuhan IT.
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Grafik 6. 15 Pertumbuhan Indeks yang Dibayar Grafik 6.16 Pertumbuhan Nilai Tukar Usaha Petani
Petani (IB) Berdasarkan Subsektor (NTUP) Berdasarkan Subsektor
Kemampuan produksi petani pada periode laporan juga tercatat mengalami penurunan. Kemampuan
produksi petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) tercatat
tumbuh melambat yakni dari 4,33% (yoy) pada triwulan IV 2017 menjadi 1,75% (yoy) pada triwulan IV
2018. Secara spesifik, menurunnya pertumbuhan NTUP terjadi pada mayoritas sub lapangan usaha terutama
tanaman perkebunan rakyat (dari 6,05% menjadi -1,27%) dan tanaman pangan (dari 7,06% menjadi
2,37%) (Grafik 6.16).
Kenaikan terbatas pada pertumbuhan indeks yang dibayar petani (IB) pada triwulan IV 2018
dikarenakan oleh meningkatnya pertumbuhan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal
dari 2,73% (yoy) pada triwulan IV 2017 menjadi 3,15% (yoy) pada triwulan IV 2018 (Grafik 6.17).
Sementara itu, pertumbuhan indeks konsumsi rumah tangga menurun. Secara spesifik, peningkatan terbatas
pada pertumbuhan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal didorong oleh peningkatan pada
komponen pupuk & obat-obatan; biaya sewa & pengeluaran lain; serta transportasi. Sementara pada
kelompok indeks konsumsi rumah tangga, peningkatan terjadi pada komponen konsumsi bahan makanan;
pendidikan, rekreasi, dan olahraga; serta transportasi dan komunikasi (Grafik 6.18).
103
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Grafik 6. 17 Pertumbuhan Komponen Indeks yang Grafik 6. 18 Pertumbuhan Komponen Indeks
Dibayar Petani (IB) Konsumsi Rumah Tangga Petani
FEBRUARI 2019
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
6.3 KESEJAHTERAAN
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang masih tinggi (5,50%) dan lebih tinggi daripada nasional
diharapkan dapat menjaga kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat pada triwulan I V 2018. Selain
itu, tingkat pertumbuhan yang tinggi ini dibarengi dengan tingkat inflasi Jawa Barat triwulan IV 2018
(3,54%, yoy) yang juga lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2017 (3,63%, yoy) (Grafik 6.19). Sebagai
gambaran umum, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada September 2018 mencapai 3.539,40 ribu jiwa
atau 7,25% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Tingkat kemiskinan di Jawa Barat pada September 2018
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan September 2017 (dari 7,83% menjadi 7,25%) (Grafik
6.20). Dengan demikian, tingkat kemiskinan September 2018 merupakan yang terendah dalam 7 (tujuh)
tahun terkahir. Namun di sisi lain, ketimpangan justru meningkat dari 0,393 pada September 2017 menjadi
0,405 pada September 2018. Hal ini menjadi indikasi awal bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang
tinggi belum dirasakan secara merata atau belum inklusif.
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Grafik 6. 19 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Grafik 6. 20 Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan
Jawa Barat (Gini Ratio) Jawa Barat
Menurunnya tingkat kemiskinan di Jawa Barat terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penurunan terbesar pada tingkat kemiskinan di wilayah pedesaan (dari 10,77% menjadi 10,07%) (Grafik
6.21). Sedangkan untuk wilayah perkotaan menurun dari 6,66% menjadi 6,50% pada September 2018.
Menurunnya tingkat kemiskinan pedesaan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan yang pada triwulan IV 2018 tercatat mencapai 13,49% (yoy), lebih
104 tinggi dibandingkan triwulan IV 2017 (-8,80%). Adapun kinerja lapangan usaha ini identik dengan bidang
usaha utama masyarakat pedesaan. Sejalan dengan hal tersebut, ketimpangan di pedesaan juga tercatat
mengalami penurunan, yakni dari 0,326 menjadi 0,315 pada September 2018 (Grafik 6. 22).
Di sisi lain, kondisi kesejahteraan di perkotaan perlu mendapat perhatian khususnya seiring dengan
meningkatnya ketimpangan di perkotaan dari 0,399 menjadi 0,413 pada September 2018. Hal ini
diperkirakan terjadi seiring dengan menurunnya pertumbuhan sektor jasa-jasa (yang menjadi salah satu
karakteristik bidang usaha perkotaan) pada triwulan IV 2018 dibandingkan dengan triwulan IV 2017.
FEBRUARI 2019
Sumber : BPS Jawa Barat (diolah) Sumber : BPS Jawa Barat (diolah)
Grafik 6. 21 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Grafik 6. 22 Perkembangan Gini Ratio Pedesaan
Pedesaan dan Perkotaan dan Perkotaan
Secara umum, perbaikan kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan pada 2018 ini juga tidak terlepas dari
Program Padat Karya Tunai yang diinisiasi Pemerintah. Melalui program ini, Pemerintah mewajibkan
penggunaan Dana Desa 2018 secara swakelola di mana 30% dari nilai proyek dialokasikan sebagai upah
kepada pekerja yang berasal dari masyarakat desa. Hal ini tentu berkontribusi kepada penurunan tingkat
kemiskinan di pedesaan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
memperkirakan dengan penggunaan Dana Desa secara padat karya tunai akan menyerap tenaga kerja
sebanyak lebih dari 5 juta tenaga kerja secara nasional. Melalui program Padat Karya Tunai ini, Dana Desa
yang sudah dicairkan harus digunakan untuk merealisasikan proyek yang dikerjakan secara swakelola atau
tidak menggunakan kontraktor.
105
FEBRUARI 2019
PROSPEK BAB VII
PEREKONOMIAN
Kinerja ekonomi Jawa Barat triwulan II 2019 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I 2019
yang didorong oleh peningkatan konsumsi dan lapangan usaha utama seperti industri dan
perdagangan. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat pada triwulan II 2019 diperkirakan dapat
berada pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), sementara LPE triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada
rentang 5,2% - 5,6% (yoy). Dari sisi pengeluaran, penyelenggaraan PEMILU serentak baik Pilpres maupun
Pileg akan mendorong peningkatan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT).
Selain itu, momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri diperkirakan juga menjadi faktor pendorong
peningkatan konsumsi rumah tangga. Sementara itu dari sisi lapangan usaha (LU), peningkatan konsumsi
tersebut diproyeksikan akan mendorong peningkatan kinerja industri pengolahan dan perdagangan.
Selain itu, LU informasi dan komunikasi pun diperkirakan meningkat seiring dengan momen PEMILU dan
hari raya keagamaan.
Di sisi lain, masih kuatnya tekanan eksternal menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan
ekonomi tahun 2019. Melambatnya prospek perekonomian dunia tahun ini serta berbagai negara mitra
dagang utama Jawa Barat seperti Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok menjadi faktor yang
mempengaruhi perlambatan kinerja ekspor Jawa Barat seperti pada komoditas Tekstil dan Produk Tekstil,
elektronik serta karet dan plastik. Masih sebagai faktor yang mempengaruhi perlambatan, menjelang
PEMILU, pelaku usaha juga cenderung bersikap wait and see dan menahan investasi. Di sisi lain, setelah
sebelumnya diproyeksikan mengalami perlambatan, WEO IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Jepang tahun ini akan meningkat. Perkembangan tersebut diharapkan dapat menahan laju perlambatan
ekspor yang lebih dalam.
Tekanan inflasi pada triwulan II 2019 diperkirakan lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya
namun masih berada pada kisaran sasaran inflasi nasional. Tekanan inflasi diperkirakan berasal dari
kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang dan transportasi yang dipengaruhi salah satunya dari
peningkatan permintaan pada Ramadhan dan Idul Fitri.
Melandainya tekanan inflasi pada awal tahun 2019 mendorong perkiraan inflasi tahun 2019
berpotensi lebih rendah daripada tahun 2018 dan berada dalam kisaran sasaran inflasi nasional
3,5%±1% (yoy). Proyeksi penurunan harga komoditas dunia termasuk minyak menjadi faktor dapat
109
menahan peningkatan biaya energi. Kebijakan pemerintah untuk menjaga berbagai tarif bahan bakar
minyak dan listrik pada semester I 2019 juga turut menahan tekanan yang bersumber dari harga-harga
yang ditetapkan pemerintah.
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
Januari 2019, kinerja ekonomi dunia diproyeksikan melambat lebih dalam daripada proyeksi pada
Oktober 2018. Pertumbuhan ekonomi global tahun 2019 diperkirakan sebesar 3,5% (yoy) lebih rendah
daripada tahun sebelumnya sebesar 3,7% (yoy). Sementara pada proyeksi Oktober 2018, pertumbuhan
ekonomi global masih diperkirakan berada pada level 3,7% (yoy). Perlambatan terjadi di negara maju
seperti Amerika Serikat dan Eropa maupun di negara-negara yang termasuk emerging market dan
berkembang. Di sisi lain, Jepang yang diproyeksikan sebelumnya diproyeksikan akan mengalami
perlambatan, mengalami revisi proyeksi ke atas menjadi sebesar 1,1% pada tahun ini.
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
WEO (IMF) Difference from
Jan '19 Oct'18 WEO
2017 2018 2019 2020 2019 2020
World 3,8 3,7 3,5 3,6 -0,2 -0,1
Advanced Economies 2,4 2,3 2,0 1,7 -0,1 0,0
United States 2,2 2,9 2,5 1,8 0,0 0,0
Euro Area 2,4 1,8 1,6 1,7 -0,3 0,0
Japan 1,9 0,9 1,1 0,5 0,2 0,2
Emerging and Developing Economies 4,7 4,6 4,5 4,9 -0,2 0,0
Emerging & Developing Asia 6,5 6,5 6,3 6,4 0,0 0,0
China 6,9 6,6 6,2 6,2 0,0 0,0
India 6,7 7,3 7,5 7,7 0,1 0,0
World Trade Volume 5,2 4,0 4,0 4,0 0,0 -0,1
Commodity Prices Oil 23,3 29,9 -14,1 -0,4 -13,2 4,0
Commodity Prices Non Fuel 6,4 1,9 -2,7 1,2 -2,0 0,9
Sumber: WEO IMF
Kinerja perekonomian Amerika Serikat diproyeksikan melambat pada level 2,5% yang dipengaruhi
oleh terbatasnya dukungan fiskal dan kondisi perekonomian AS yang telah berada di atas
potensialnya. Reformasi pajak yang ditetapkan pemerintah AS berdampak positif terhadap minat
investasi AS, namun di sisi lain juga berdampak terhadap terbatasnya dukungan fiskal. Kondisi tersebut
diperkirakan akan mempengaruhi kinerja perekonomian AS tahun ini. Ketidaksepakatan yang terjadi
antara pihak pemerintah dan parlemen AS terkait salah satu program pemerintah, bahkan sempat
menyebabkan government shut down dan diperkirakan turut mempengaruhi kinerja ekonomi negara
tersebut. Lebih jauh, setelah sempat mengalami akselerasi pada tahun 2018, ekonomi AS akan
terkonsolidasi di tahun ini karena telah berada di atas potensialnya. Melambatnya aktivitas produksi yang
tercermin dari penurunan Purchasing Manager Index (PMI) serta kondisi ketenagakerjaan yang semakin
110
ketat menjadi cerminan terjadi perlambatan.
Perlambatan ekonomi diperkirakan masih berlanjut di Eropa yang dipengaruhi oleh ketidakpastian
politik, melambatnya kinerja ekspor dan terbatasnya dukungan fiskal. Proyeksi pertumbuhan di
negara-negara kawasan Eropa pada tahun 2019 diperkirakan pada level 1,6% (yoy). WEO IMF Januari
2019 bahkan merevisi ke bawah perkiraannya sebesar -0,3% (yoy) dibandingkan perkiraannya pada
Oktober 2018. Ketidakpastian politik di Inggris terkait dengan keputusan Inggris untuk keluar dari Uni
Eropa dan belum putusnya kesepakatan perdagangan antara Inggris dengan Uni Eropa terkait Brexit
tersebut akan berdampak terhadap perlambatan ekonomi Inggris maupun negara Eropa secara umum.
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi negara emerging markets secara umum pun diperkirakan melambat.
Pertumbuhan emerging markets pada tahun 2019 diperkirakan berada pada level 4,5%. Perlambatan
terjadi di berbagai negara/kawasan seperti Tiongkok dan ASEAN yang merupakan mitra dagang utama
Jawa Barat. Di sisi lain India diprediksi akan mengalami peningkatan pertumbuhan, namun diperkirakan
belum memberikan dampak yang signifikan terhadap ekspor mengingat negara tersebut bukan
merupakan mitra utama perdagangan internasional Jawa Barat.
Di sisi lain, membaiknya prospek perekonomian Jepang diharapkan dapat menahan potensi
perlambatan ekspor Jawa Barat yang lebih dalam. Setelah sebelumnya diproyeksikan tumbuh
melambat pada tahun 2019, ekonomi Jepang diperkirakan meningkat pada level 1,1% didorong oleh
stimulus fiskal yang ekspansif pada tahun 2019. Meningkatnya prospek ekonomi Jepang tersebut
diharapkan mampu menahan prospek perlambatan ekspor Jawa Barat yang lebih dalam. Dalam 5 tahun
terakhir, rata-rata porsi ekspor ke Jepang adalah sekitar 10,7% dari total ekspor Jawa Barat.
Tekanan risiko yang bersumber dari perang dagang antara AS dan Tiongkok juga diperkirakan akan
menurun, seiring dengan terus berlangsungnya perundingan kesepakatan antara kedua negara
tersebut. Risiko perang dagang antara AS dan Tiongkok selama ini terus membayangi kondisi
perekonomian kedua negara yang membawa risiko lanjutan terhadap perekonomian global. Ketegangan
perang dagang AS-Tiongkok terpantau mereda seiring dengan adanya gencatan dan berlangsungnya
perundingan kesepakatan antara kedua belah pihak. Selain itu, prospek melambatnya perekonomian dan
menurunnya tekanan inflasi AS mendorong penurunan risiko ketidakpastian pasar keuangan global dan
mempengaruhi aliran modal ke negara berkembang termasuk Indonesia.
Dari sisi inflasi, tekanan inflasi relatif menurun di sejumlah negara maju. Di Amerika Serikat (AS),
tekanan inflasi diperkirakan menurun seiring dengan tren penurunan harga minyak dan ekspektasi
perekonomian yang juga menurun. Tekanan inflasi di kawasan Eropa juga cenderung menurun seiring
dengan menurunnya inflasi energi, menurunnya inflasi inti serta tertahannya akselerasi pertumbuhan
upah. Di sisi lain, tekanan inflasi di Jepang diperkirakan akan meningkat dipengaruhi oleh peningkatan
ekspektasi dan meningkatnya kondisi ketenagakerjaan. Peningkatan tekanan inflasi juga diprediksi terjadi
di India sejalan dengan prospek peningkatan pertumbuhan ekonomi serta dampak dari depresiasi mata
uang negara tersebut.
111
Pada sisi pengeluaran, konsumsi swasta diproyeksikan tetap terjaga seiring daya beli yang terjaga
dan konsumsi LNPRT meningkat sebagai dampak positif persiapan PEMILU serentak. Pencapaian
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
inflasi hingga awal tahun 2019 yang terjaga rendah seiring dengan kenaikan upah minimum menjaga
daya beli konsumen tetap terjaga baik. Sementara itu, dampak positif dari PEMILU serentak dengan
anggaran total sekitar Rp24,9 triliun berimbas positif terhadap konsumsi LNPRT nasional terutama pada
dua triwulan sebelum penyelenggaraan PEMILU. Sementara itu, investasi diperkirakan tetap kuat
terutama yang bersumber dari penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah. Di sisi lain, inflasi non
bangunan diperkirakan melambat yang dipengaruhi oleh perkembangan manufaktur dan pertambangan
seiring menurunnya harga komoditas dunia.
Namun demikian, masih besarnya risiko eksternal menjadi faktor pertumbuhan ekonomi secar a
umum. Risiko eksternal terutama dari perlambatan ekonomi global dan adanya ketidakpastian geopolitik
di Eropa akan memberikan dampak terhadap laju ekspor nasional. Menurunnya tren harga komoditas
non fuel juga akan berpengaruh terhadap output ekonomi dan konsumsi rumah tangga khususnya di
daerah-daerah yang berbasis sumber daya alam.
Sementara itu, inflasi nasional pada tahun 2019 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi
sebesar 3,5%±1%. Tekanan inflasi terpantau cukup stabil sejak akhir tahun 2018. Pada Januari 2019
inflasi nasional berada pada level 2,82% (yoy). Inflasi bahan makanan dan energi terpantau cukup stabil.
Belum adanya rencana pemerintah untuk menaikkan harga energi turut menjaga stabilitas harga. Nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS pun terpantau terus menguat sehingga turut menahan inflasi yang
bersumber dari impor. Aliran masuk modal asing pada Januari 2019 tercatat 2,2 miliar dolar AS dan
masih terus berlanjut hingga Februari 2019 terutama pada sektor publik. Namun masih terdapat risiko
domestik yaitu current account deficit yang masih cukup tinggi yang bersumber dari defisit neraca jasa
dan neraca pendapatan primer.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan
berada pada kisaran 5,3%-5,7% (yoy) masih tinggi meskipun dibayangi berbagai risiko eksternal.
Perlambatan ini terutama dilatarbelakangi oleh tekanan eksternal yang masih kuat terutama dari
pertumbuhan ekonomi global dan negara mitra dagang utama seperti AS, Tiongkok dan Eropa. Sentimen
bisnis pelaku usaha berupa sikap wait and see menjelang Pemilihan Umum Presiden 2019 juga berpotensi
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
untuk menahan peningkatan investasi pada paruh pertama 2019. Di sisi lain, revisi ke atas terhadap
proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang diharapkan dapat menjaga kinerja ekspor Jawa Barat 2019 dari
perlambatan yang lebih dalam. Lebih lanjut, normalisasi kebijakan moneter AS yang lebih berhati-hati
serta dengan meredanya ketegangan hubungan dagang AS Tiongkok juga berpotensi mendorong
aliran modal masuk yang lebih tinggi dan diharapkan dapat berdampak positif terhadap investasi.
Dari sisi pengeluaran, motor penggerak utama peningkatan tersebut salah satunya adalah pada
konsumsi rumah tangga (Tabel 7.2). Konsumsi rumah tangga diperkirakan dapat tumbuh pada kisaran
5,1% - 5,5% (yoy) pada triwulan II 2019, meningkat dari triwulan I 2019. Peningkatan upah minimum
serta gaji pegawai korporasi akan meningkatkan kemampuan belanja rumah tangga. Hal ini dikonfirmasi
oleh Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks Ekspektasi Konsumen secara umum maupun masing-
masing indeks seperti indeks ekspektasi penghasilan, ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan
ekspektasi kegiatan usaha juga masih optimis dan meningkat pada triwulan II 2019 dibandingkan
triwulan I 2019. (Grafik 7.1).
113
Dorongan berikutnya adalah dari konsumsi LNPRT, pada triwulan II 2019 komponen tersebut
diperkirakan dapat tumbuh pada kisaran 20,4% - 20,8% (yoy). Persiapan PEMILU presiden dan
legislatif serentak dengan total anggaran Rp 24,9 triliun diperkirakan berdampak positif mendorong
pertumbuhan konsumsi LNPRT pada level yang lebih tinggi dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya.
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
Secara keseluruhan tahun, konsumsi rumah tangga pada tahun 2019 diperkirakan tumbuh stabil
pada rentang 4,8% - 5,2% (yoy). Masih kuatnya konsumsi rumah tangga meskipun dengan magnitude
yang relatif kecil pada tahun 2019 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya yaitu pelaksanaan
Pilpres 2019 yang memberikan spillover kepada konsumsi rumah tangga, adanya kenaikan gaji pokok
PNS sebesar 5%, serta peningkatan pagu anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) nasional sebesar
Rp14 Triliun atau dua kali lipat dibandingkan 2018 yang mendorong konsumsi rumah tangga kelas
bawah. Di sisi lain, terdapat faktor penahan ekspansi konsumsi rumah tangga pada 2019 yakni kenaikan
UMP/UMK 2019 yang rencananya sebesar 8,51% atau lebih rendah dibandingkan kenaikan UMP/UMK
2018 yang sebesar 8,71%. Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini diperkirakan akan
memberikan dampak terutama pada sisi permintaan domestik, di tengah tekanan eksternal terhadap nilai
tukar Rupiah yang masih besar dan peningkatan pajak impor barang konsumsi yang akan mempengaruhi
perlambatan impor barang konsumsi tersebut.
Sementara itu, konsumsi pemerintah triwulan II 2019 diperkirakan masih tumbuh tinggi pada
kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Salah satu pendorongnya adalah kenaikan dana Bantuan Sosial PKH 2019
meningkat hingga 77% dibandingkan tahun 2018. Pencairan kedua di tahun 2019 akan dilaksanakan
pada bulan April 2019. Meskipun dengan level yang masih tinggi, pertumbuhan konsumsi pemerintah
diproyeksikan tidak setinggi triwulan I 2019 dengan latar belakang persiapan PEMILU serentak terutama
terjadi di triwulan I 2019, dengan jadwal Pilpres yang akan berlangsung pada pertengahan April 2019.
Namun, secara keseluruhan tahun konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih tinggi dairpada tahun
2018 yang terdampak terutama dari persiapan pemilu tersebut.
Di sisi lain, investasi pada triwulan II 2019 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,8% - 5,2% (yoy),
melambat dari triwulan I 2019. Dorongan investasi diperkirakan berasal dari penyelesaian proyek-
proyek infrastruktur strategis seperti penyelesaian Tol Bocimi, Tol Cisumdawu dan pembebasan tahan
serta pengerjaan konstruksi Pelabuhan Patimban. Namun, perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh
investasi non infrastruktur. Hal ini tercermin dari mulai terlihat adanya perlambatan pertumbuhan impor
barang modal terutama yang bukan berupa alat transportasi (Grafik 7.2). Selain itu, perlambatan investasi
pada paruh pertama 2019 diperkirakan juga berasal dari adanya sentimen bisnis menjelang pelaksanaan
114
PEMILU tahun depan.
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
Kinerja Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) secara keseluruhan tahun 2019 diperkirakan dapat
meningkat pada kisaran level 5,8% - 6,2% (yoy). Pertumbuhan investasi diperkirakan akan tertahan
pada paruh pertama tahun 2019. Hal ini terutama dipengaruhi oleh perilaku investor yang cenderung
wait and see menjelang Pemilu 2019. Namun, terus berlangsungnya pengerjaan dan penyelesaian proyek
infrastruktur strategis menjadi faktor utama potensi kuatnya investasi. Selain itu, berkurangnya
ketidakpastian keuangan dan ketegangan hubungan dagang AS Tiongkok berpotensi mendorong
peningkatan aliran modal masuk ke emerging markets dan dapat mendorong kinerja investasi pada
Semester II 2019.
Perlambatan ekspor dan impor luar negeri diperkirakan masih berlanjut pada triwulan II 2019.
Pertumbuhan ekspor triwulan II 2019 diperkirakan berada pada level 4,8% - 5,2% (yoy). Sementara itu
impor diproyeksikan berada pada level 0,1% - 0,5% (yoy). Perkiraan melambatnya ekspor luar negeri
Jawa Barat terutama didasari oleh proyeksi perlambatan negara/kawasan utama tujuan ekspor seperti
USA, Eropa, Tiongkok dan Jepang. Selaras dengan perlambatan ekspor, impor pun diperkirakan
melambat terutama pada jenis impor barang modal. Selain itu, libur Idul Fitri dan larangan lalu lintas
truk/kendaraan besar menjelang hari raya Idul Fitri juga mempengaruhi perlambatan impor tersebut.
Secara keseluruhan tahun, ekspor luar negeri tahun 2019 diperkirakan berada pada rentang 5,8% -
6,2% (yoy), sementara impor luar negeri diperkirakan tumbuh pada rentang 3,4% - 3,8% (yoy)
melambat dibandingkan tahun 2018. Hal ini sejalan dengan proyeksi IMF di mana perekonomian global
melambat lebih dalam pada 2019, begitu pula dengan volume perdagangan dunia. Selain itu, 115
perlambatan harga minyak dunia pada 2019 juga diperkirakan turut menurunkan permintaan ekspor ke
Jawa Barat.
Berdasarkan proyeksi IMF dalam WEO Januari 2018, harga minyak dunia diperkirakan tumbuh
29,9% (yoy) pada 2018 dan -14,1% (yoy) pada 2019. Pertumbuhan harga minyak dunia terindikasi
memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekspor luar negeri Jawa Barat (Grafik 10). Peningkatan
harga minyak dunia menjadi salah satu cerminan dari peningkatan permintaan dan perdagangan global.
Selain itu, harga minyak global yang diperkirakan kembali meningkat pada 2018 dapat menjadi motor
pendorong kenaikan harga beberapa produk manufaktur Jawa Barat.
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan laju perekonomian pada triwulan II 2019 terutama dari
lapangan usaha industri pengolahan, perdagangan serta informasi dan komunikasi (Tabel 7.3) .
Meningkatnya permintaan domestik dari Jawa Barat maupun nasional secara umum diperkirakan akan
mendorong kinerja industri pengolahan pada triwulan II 2019. Adanya momen Pemilu serentak serta hari
raya keagamaan menjadi faktor pendorong konsumsi dan permintaan terhadap produk manufaktur.
Meningkatnya LU tersebut serta konsumsi mendorong prospek kinerja LU perdagangan meningkat. LU
informasi dan komunikasi juga diperkirakan meningkat terkait dengan kedua momen tersebut.
Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Lapangan Usaha
2018 2019
2017 r)
I II III IV Total Ip IIp Total p
PDRB (% yoy) 5,35 5,90 5,61 5,57 5,50 5,64 5,2 - 5,6 5,4 - 5,8 5,3 - 5,7
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,60 -0,54 -0,16 -0,34 13,49 2,11 2,8 - 3,2 1,9 - 2,3 1,2 - 1,6
Pertambangan dan Penggalian -2,02 -6,01 -4,01 -4,56 -1,97 -4,11 (0,6) - (0,2) (7,7) - (7,3) (6,7) - (6,3)
Industri Pengolahan 5,35 7,24 6,55 6,84 5,40 6,49 4,9 - 5,3 5,8 - 6,2 5,9 - 6,3
Pengadaan Listrik dan Gas -11,42 -13,44 16,38 0,65 0,85 0,02 (4,5) - (4,1) 7,0 - 7,4 0,3 - 0,7
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 7,13 6,96 5,06 3,39 4,6 5,0 4,2 - 4,6 6,1 - 6,5 5,2 - 5,6
Konstruksi 7,24 9,28 6,81 6,91 7,1 7,5 6,0 - 6,4 5,1 - 5,5 6,0 - 6,4
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4,55 5,06 4,92 3,85 3,0 4,2 4,8 - 5,2 6,6 - 7,0 6,0 - 6,4
Transportasi dan Pergudangan 4,83 3,14 5,37 5,43 7,4 5,4 6,5 - 6,9 6,1 - 6,5 4,5 - 4,9
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,37 7,88 7,00 8,76 8,9 8,1 10,3 - 10,7 6,0 - 6,4 7,1 - 7,5
Informasi dan Komunikasi 11,85 9,59 10,49 10,85 5,9 9,1 10,2 - 10,6 10,9 - 11,3 10,5 - 10,9
Jasa Keuangan dan Asuransi 3,48 8,31 6,30 5,26 -1,4 4,5 5,0 - 5,4 3,5 - 3,9 4,7 - 5,1
Real Estate 9,31 10,18 9,50 9,11 9,8 9,6 8,4 - 8,8 7,0 - 7,4 6,9 - 7,3
Jasa Perusahaan 8,42 11,29 10,37 6,47 6,7 8,6 7,6 - 8,0 4,3 - 4,7 6,1 - 6,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4,64 2,24 -2,80 0,05 6,5 1,6 6,1 - 6,5 7,0 - 7,4 0,9 - 1,3
Jasa Pendidikan 8,67 5,14 7,02 7,37 3,4 5,7 3,3 - 3,7 2,8 - 3,2 3,7 - 4,1
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,38 7,59 9,86 8,48 5,8 7,9 4,3 - 4,7 4,2 - 4,6 4,1 - 4,5
Jasa lainnya 9,78 6,53 7,64 6,86 5,8 6,7 6,4 - 6,8 3,4 - 3,8 4,5 - 4,9
116
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
p Proyeksi Bank Indonesia
Industri pengolahan pada triwulan II 2019 diperkirakan dapat tumbuh pada kisaran 5,8% - 6,2%
(yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja industri pengolahan pada triwulan II 2019
diperkirakan masih bertopang pada potensi permintaan domestik yang masih kuat di tengah
kemungkinan melambatnya ekspor dan impor. Sementara itu, level investasi diperkirakan masih cukup
tinggi meskipun dengan kecenderungan melambat khususnya pada investasi non bangunan. Di sisi lain,
konsumsi pemerintah dan lembaga non profit yang tumbuh tinggi akan mendorong pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan pada semester I 2019.
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
Sementara itu, secara keseluruhan tahun 2019, kinerja industri pengolahan diperkirakan tidak
setinggi tahun 2018. Melambatnya pertumbuhan LU industri pengolahan pada 2019 di kisaran 5,9%-
6,3% (yoy) terutama disebabkan oleh melambatnya volume perdagangan dunia mengingat produk
manufaktur Jawa Barat yang lebih berorientasi ekspor, serta investasi non bangunan yang cenderung
melambat pada Semester I 2019.
Kinerja LU perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor juga diperkirakan
meningkat pada triwulan II 2019 dan menjadi salah satu motor utama pertumbuhan. Proyeksi
tingginya lembaga non profit menjelang penyelenggaraan PEMILU diperkirakan akan mendorong kinerja
usaha perdagangan meningkat dibandingkan akhir tahun 2018. Stimulus tersebut akan menjadi faktor
pendorong, di tengah konsumsi rumah tangga yang akan berangsur normal pasca momen libur Natal dan
Tahun Baru. Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran diperkirakan akan berada pada
kisaran level 6,6% - 7,0% (yoy) pada triwulan II 2019.
Potensi perlambatan yang lebih dalam pada tahun 2019 diperkirakan dapat ditahan oleh
pertumbuhan LU Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi. Kinerja LU tersebut diproyeksikan
meningkat dibandingkan tahun 2018 yakni pada kisaran 6,0% - 6,4% (yoy) seiring dengan meningkatnya
belanja lembaga non profit selama masa kampanye.
Secara ringkas, beberapa faktor yang berpotensi mendorong maupun menghambat pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat tahun 2019 disajikan dalam tabel 7.4 di bawah ini.
Tabel 7.4 Risiko Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 2019
Komponen Faktor Pendorong / Penahan Arah
Proyeksi kondisi perekonomian global WEO IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global melambat tahun 2019 pada level
3,5% (yoy) lebih dalam dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,7%.
Perang dagang AS - Tiongkok Ketegangan perang dagang AS - Tiongkok semakin menurun, seiring dengan terus
dilakukannya perundingan untuk menyusun kesepakatan sebelum tenggat waktu 1 Maret
2019. Presiden Amerika Serikat juga mempertimbangkan untuk memperpanjang masa
gencatan dari perang dagang tersebut yang seharusnya berakhir pada 1 Maret 2019 tersebut.
Penurunan Harga Komoditas Global Perlambatan ekonomi global mendorong penurunan harga komoditas baik oil maupun nonfuel.
Penurunan harga komoditas tersebut dapat berpengaruh pada kinerja ekonomi daerah lain
yang menjadi mitra dagang Jawa Barat dan mempengaruhi ekspor antar daerah.
Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 Persiapan dan penyelenggaraan Pemilu 2019 diperkirakan akan mendorong peningkatan
konsumsi hingga triwulan II 2019. Pemerintah telah menganggarkan sekitar Rp24,7 triliun
untuk penyelenggaraan serta peningkatan kualitas pertahanan dan pengamanan pada Pilpres
dan Pileg tahun ini.
Di sisi lain, berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia kepada berbagai perusahaan, terdapat
kecenderungan pelaku usaha menahan investasi (wait and see ) hingga Pemilu selesai.
Kebijakan Moneter Negara Maju Prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang melambat dan tekanan inflasi yang lebih
rendah diperkirakan akan menurunkan kecepatan kenaikan Fed Fund Rate pada tahun 2019.
European Central Bank juga diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan pada tahun 117
2019. Kondisi tersebut diperkirakan berpotensi mendorong peningkatan aliran modal ke
emerging market termasuk Indonesia.
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
dari sektor energi relatif rendah, namun saat mudik hari raya umumnya terjadi kenaikan permintaan jasa
transportasi yang mendorong peningkatan biaya transportasi.
Namun, berbagai langkah antisipatif dari TPID se-Jawa Barat akan terus dilakukan untuk menahan
tekanan inflasi. Salah satunya pada inflasi bahan makanan, berbagai kegiatan seperti Operasi Pasar dan
Bazar Pasar Murah umumnya akan diselenggarakan saat Ramadhan dan menjelang hari raya, atau ketika
terjadi kenaikan harga yang relatif tinggi. Rendahnya kemungkinan potensi kenaikan harga administered
price pada awal tahun 2019 juga turut menahan tekanan inflasi lebih lanjut.
Secara keseluruhan tahun, inflasi Jawa Barat tahun 2019 diperkirakan dapat lebih rendah
dibandingkan tahun 2018 dan berada pada kisaran sasaran inflasi nasional 3,5%±1. Pada tahun ini,
mencermati kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan serta inflasi di AS, stance kebijakan moneter Fed
diprakirakan lebih dovish dan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR).
Pertumbuhan ekonomi eropa yang melambat juga diperkirakan akan mempengaruhi kecepatan
normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa. Menurunnya ketidakpastian keuangan global tersebut
diharapkan berdampak positif terhadap lebih volatilitas nilai tukar Rupiah dan inflasi inti. Sejalan dengan
hal tersebut, Bank Indonesia bersama-sama Pemerintah dalam forum TPI/TPID juga terus berkomitmen
untuk menjaga inflasi berada dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2019 sebesar 3,5%±1%. Namun, masih
terdapat sejumlah faktor pendorong dan penahan inflasi tahun ini yang perlu dicermati seperti pada Tabel
7.5 di bawah ini.
Tabel 7.5 Faktor Pendorong dan Penahan Inflasi Jawa Barat Tahun 2019
FEBRUARI 2019
LAMPIRAN
Daftar Istilah
ADHB Atas Dasar Harga Berlaku, menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada setiap tahun pada suatu daerah.
ADHK Atas Dasar Harga Konstan, menggambarkan perkembangan produksi riil barang
dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi suatu daerah.
Administered Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya
price diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota
terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi
masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
Perimbangan pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah.
Faktor Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh
Fundamental kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,
eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar
Fundamental kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan
(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah
(administered price)
Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh
perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
Konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1 100.
Indeks Harga Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa
Konsumen (IHK) yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Sejak Januari 2014
menggunakan Tahun Dasar 2012 = 100.
Indeks Kondisi Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen 119
Ekonomi terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1 100.
Indeks Keyakinan Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
Konsumen (IKK) saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Indeks ini
memiliki skala 1 100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada
pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan
cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
FEBRUARI 2019
PROSPEK
PEREKONOMIAN
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok lapangan usaha industri yang mencakup
industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu dengan menetapkan
tahun 2010 sebagai Tahun Dasar.
Pendapatan Asli Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak
Daerah (PAD) daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah
negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban
jumlah responden yang memberikan jawaban
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih
lapangan usaha/subkategori usaha yang bersangkutan dengan bobot lapangan
usaha/subkategori usaha yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Lapangan usaha Lapangan usaha ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga
ekonomi dominan mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya
sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak
Intermediate dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
120
FEBRUARI 2019
TIM PENYUSUN
PENGARAH
Doni P. Joewono
PENANGGUNG JAWAB
Pribadi Santoso, Sukarelawati Permana
KOORDINATOR PENYUSUN
Darjana
EDITOR
TIM PENULIS
KONTRIBUTOR
Arief Yulianto