Anda di halaman 1dari 27

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY , CURRENT RATIO,


NET PROFIT MARGIN, DAN DEBT EQUITY RATIO TERHADAP
KEBIJAKAN DEVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BEI 2016-2018

Nama :Twinta Anugerah W


NIM :16.05.51.0236
Kelompok : D1 Manajemen

i
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Meningkatnya persaingan dunia bisnis dan kemudahan untuk berinvestasi di


era jaman globalisai sekarang menjadi pemicu yang kuat perusahaan untuk
menampilkan performa terbaik dan membawa pengaruh besar pada bagian pergerakan
informasi keuangan dan perpindahan modal. Sementara itu dalam pengambilan
keputusan investasi, investor memerlukan informasi ekonomi dari perusahaan yang
bersangkutan. Karena kondisi dari performa perusahaan akan berdampak terhadap nilai
pasar perusahaan dan juga mempengaruhi minat investor untuk menanam atau menarik
investasinya dari sebuah perusahaan.
Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam
resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk
meminimalisir kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor
memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi yang diperoleh dari kinerja
perusahaan maupun informasi lain yang relevan seperti kondisi ekonomi dan politik
dalam suatu negara. Informasi yang diperoleh dari perusahaan lazimnya didasarkan
pada kinerja perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan.
Keuntungan atau hasil Perusahaan yang sahamnya telah terdaftar di BEI pada
umumnya dibagikan kepada pemegang saham biasanya dalam bentuk dividen.
Kepentingan yang diinginkan perusahaan bertolak belakang dengan yang diinginkan
pemegang saham, dimana pemegang saham mengharapkan pembayaran dividen yang
tinggi, sedangkan kepentingan perusahaan mengharapkan pembayaran dividen yang
sebaliknya. Hal ini tentu saja menjadi kontradiktif bahkan dapat menjadi polemik
antara kedua belah pihak, maka perlu adanya pembuatan kebijakan dividen yang tepat
agar kepentingan antara perusahaan dengan pemegang saham dapat sejalan.

1
Fenomena dimuat dalam Jakarta, CNBC Indonesia (09 Mei 2019) - PT HM
Sampoerna Tbk (HMSP) memutuskan membagikan dividen Rp 117,2 untuk setiap
saham. Jumlah tersebut tercatat sekitar 100% dari total laba yang dibukukan perseroan
pada 2018. Hal itu diputuskan perseroan dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Tahunan (RUPST) perseroan yang dilaksanakan hari ini. Pada 2018 perseroan tercatat
membukukan laba Rp 13,5 triliun naik 6,8% secara tahunan. HMSP masih
mempertahankan posisi pemimpin pasar rokok nasional, dengan pangsa pasar 33%.
Pada 2018 perseroan menjual 101,4 miliar batang rokok.
Riyanto (2001: 266) Kebijakan dividen yang optimal (optimal dividend policy)
adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan dividen saat ini dan
pertumbuhan di masa mendatang sehingga dapat memaksimumkan harga saham
perusahaan. Kebijakan dividen perusahaan tergambar pada dividend payout ratio, yaitu
persentase laba yang dibagikan dalam bentuk dividen tunai yang akan didistribusikan
kepada pemegang saham. Kebijakan dividen berpengaruh untuk pertumbuhan suatu
perusahaan. Apabila suatu perusahaan menginginkan menahan sebagian besar
pendapatannya dalam bentuk laba ditahan didalam perusahaan, hal ini menyebabkan
pembayaran dividen akan semakin kecil, dengan demikian dapat dikatakanlah bahwa
makin tingginya dividend payout ratio yang ditetapkan perusahaan maka makin kecil
pula dana yang akan ditanamkan kembali didalam perusahaan yang ini berarti akan
menghambat pertumbuhan perusahaan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio dikemukakan oleh
beberapa peneliti terdahuluantara lain yang telah dikemukakan oleh Riyanto
(2001:267), bahwa kebijakan dividen itu dipengaruhi oleh likuiditas, kebutuhan dana
untuk membayar hutang, tingkat pertumbuhan dan tingkat pengawasan. Menurut
Hanafi (2004:378) dividend payout ratio dipengaruhi oleh kesempatan investasi,
profitabiltas, likuiditas, akses ke pasar uang, stabilitas pendapatan dan pembatasan-
pembatasan.
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak
kebijakan deviden. Karena deviden bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka
semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin
besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar deviden (Sartono, 2001). Suharli,
(2007) mengungkapkan hanya perusahaan yang memiliki likuiditas baik yang akan
membagikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk tunai. Penelitian ini
memproksikan likuiditas perusahaan dengan Current ratio.
Penelitian yang dilakukan oleh Deitiana (2009) mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan deviden memperoleh hasil bahwa Current Ratio tidak
berpengaruh terhadap kebijakan deviden, hasil ini didukung oleh Latiefasari (2011)
yang menyatakan bahwa Current Ratio tidak berpengaruh terhadap kebijakan deviden.
sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Palino (2002) menyatakan bahwa
Current Ratio berpengaruh terhadap kebijakan deviden.
Pratiwi (2013) Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba (profit). Laba Inilah yang akan menjadi dasar pembagian dividen
perusahaan, apakah dividen tunai ataupun dividen saham. Indikator yang digunakan
untuk mengukur profitabilitas yaitu Return On Assets (ROA) yang merupakan suatu
ukuran menyeluruh dari prestasi perusahaan, sebab rasio ini menunjukkan laba atas
seluruh dana yang diinvestasikan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Deitiana (2009) menyatakan bahwa
Return On Asset tidak berpengaruh terhadap kebijakan deviden, sedangkan hal berbeda
dikemukakan oleh Palino (2002) yang menyatakan bahwa Return on asset berpengaruh
terhadap kebijakan deviden. Penjabaran tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan
antara likuiditas, leverage, dan profitabilitas dengan kebijakan deviden.
Nugrahaini (2002) Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan membayar
semua hutang-hutangnya. DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri
yang digunakan untuk membayar hutang. Debt Equity ratio adalah rasio yang
membandingkan jumlah hutang perusahaan dengan modal sendiri. Semakin besar rasio
menunjukkan semakin besar kewajibannya dan semakin rendah akan menunjukkan
semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Peningkatan
hutang akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang
saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurun
kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Termasuk kewajiban dalam
membayar deviden kepada pemegang saham. Semakin tinggi Debt Equity Ratio
semakin menurunkan deviden yang dibagikan kepada pemegang saham.
Stefan dan siti (2010) kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba salah
satunya dapat diukur dengan rasio pengembalian modal atau Return On Equity. ROE
bertujuan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dengan menggunakan modal sendiri sehingga ROE sering disebut rentabilitas modal
sendiri.Hasil penelitian dari Suharli (2006) menunjukan bahwa ROE berpengaruh
positif signifikan terhadap kebijakan deviden.
Net Profit Margin merupakan rasio yang memberi gambaran tentang laba untuk
para pemegang saham sebagai prosentase dari penjualan (Brigham dan Houston,
2001:89). Net Profit Margin (NPM) merupakan perbandingankeuntungan/laba bersih
perusahaan setelah pajak dengan penjualan (sales). Hanafi dan Halim (2005) yang
menyatakan bahwa variabel net profit margin merupakanrasio profitabilitas yang
menghitung sejauh mana kemampuan perusahaanmenghasilkan laba bersih pada
tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio inimengindikasikan semakin baik
perusahaan menghasilkan laba bersih, yang artinyakemampuan untuk membayar
dividen juga akan semakin tinggi.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004)
menyatakan Net Profit Margin memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio.
Hasil penelitian Gill et.al (2010) menunjukkan variabel Net Profit Margin berpengaruh
pada dividendpayout ratio. Ini juga didukung oleh Hadiwidjaja dan Triani (2009) yang
jugamelakukan penelitian terhadap perusahaan manufaktur menyatakan bahwa net
profitmargin berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
Hasil penelitian dari Kartika (2015) ROA berpengaruh positif terhadap
Kebijakan Deviden. Diantini (2016) Current Ratio berpengaruh positif terhadap
kebijakan deviden. Alfianto (2015) Debt To Equity Ratio berpengaruh positiftidak
signifikan terhadap kebijakan deviden. Prabowo (2017) ROE berpengaruh positif
terhadap kebijakan deviden. Deni (2016) ukuran perusahaan berpengaruh positift idak
signifikan terhadap kebijakan deviden. Yasa (2016) Net Profit Margin berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian kembali sejauh mana pengaruh Return On Asset, Return
On Equity, Current Ratio, Ukuran Perusahaan, Net Profit Margin, Debt To Equity
Ratio terhadap kebijakan deviden. Penelitian ini didasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Prabowo (2017). Dimana perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prabowo (2017) adalah dengan memasukan Net Profit Margindan
ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Dalam penelitian ini menggunakan
data laporan keuangan dari 2014-2016.

Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena dan gap riset yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat
diketahui bahwa besarnya pembagian deviden (Devidend Payout Ratio) tidak
tergantung dari kenaikan atau penurunan laba bersih perusahaan. Besarnya pembagian
deviden (Devidend Payout Ratio) juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain yang
harus diperhatikan oleh emiten, pemegang saham dan investor agar tidak terjadi
kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Masalah ini menimbulkan pertanyaan, sehingga perlu adanya penelitian untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan pembagian deviden
selain dari pertumbuhan laba. Dengan demikian, maka secara garis besar pertanyaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Return On Asset berpengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
2. Bagaimana Return On Equity berpengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
3. Bagaimana Current Ratio berpengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
4. Bagaimana Net Profit Margin bepengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
5. Bagaimana Debt Equity To Ratio bepengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
Tujuan Penelitian
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini maka penelitian ini
memiliki tujuan untuk :
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Return On Asset terhadap Kebijakan
Deviden.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Return On Equity terhadap Kebijakan
Deviden
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Current Ratio terhadap Kebijakan
Deviden
4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Net Profit Margin terhadap Kebijakan
Deviden
5. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Debt To Equity Ratio terhadap
Kebijakan Deviden

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya adalah :
1. Bagi Investor
Penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana yang berkaitan dengan kebijakan
deviden dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi.
2. Bagi Perusahaan (Emiten)
Penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana berkenaan dengan analisispengaruh
Return On Asset, Return On Equity, Current Ratio,Ukuran Perusahaan, Net Profit
Margin, Debt To Equity Ratio terhadap kebijakan deviden, sehingga dapat
memberikan masukan tentang pengambilan keputusan dalam hal penentuan
kebijakan pembagian deviden.
3. Bagi Bidang Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai wacana dan menambah referensi
mengenai Return On Asset, Return On Equity, Current Ratio, Ukuran Perusahaan,
Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio terhadap kebijakan deviden bagi
pengembangan teori dan bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Agency Theory
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham
(shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.Manajemen merupakan
pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan
pemegang saham. Karena mereka dipilih,maka pihak manejemen harus
mempertanggung jawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.Hubungan
keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta
memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika
kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai
perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan
kepentingan prinsipal. Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal
dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess
cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan
kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi
yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi
dengan risiko yang lebih rendah (Sartono, 2001).
Masdupi (2005) mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
mengurangi masalah keagenan yaitu dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh
manajemen (insideownership). Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan
manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham
sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan
persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan
bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
Masalah keagenan (agency problems) muncul dalam dua bentuk, yaitu antara
pemilik perusahaan (principals) dengan pihak manajemen (agent), dan antara
pemegang saham dengan pemegang obligasi. Tujuan normatif pengambilan keputusan
keuangan yang menyatakan bahwa keputusan diambil untuk memaksimumkan
kemakmuran pemilik perusahaan, hanya benar apabila pengambil keputusan keuangan
(agent) memang mengambil keputusan dengan maksud untuk kepentingan para pemilik
perusahaan. Mungkin pihak manajemen mengambil keputusan yang terbaik bagi
kepentingan mereka, bukan pemegang saham (Husnan dan Pujdjiastuti, 2015:10).

Pasar Modal
Pasar modal secara formal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai
instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik yang
diterbitkan pemerintah, public authorities oleh perusahan swasta (Husnan, 2005).
Sedangkan menurut Tandelin (2000), pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang
memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjual belikan sekuritas
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara yang dasarnya
mempunyai kesamaan antara satu negara dengan negara yang lain. Hampir semua
negara di dunia ini mempunyai pasar modal, yang bertujuan menciptakan fasilitas bagi
keperluan industri dan keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan dan
penawaran modal. Terkecuali dalam negara dengan perekonomian sosialis ataupun
tertutup, pasar modal bukanlah suatu keharusan (Sunariyah, 2004:7).
Adapun peran pasar modal dalam perekonomian antara lain sebagai sarana
pengalokasian dana secara efisien, alternatif investasi, dan memungkinkan para
investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan prospektif serta dapat
meningkatkan aktivitas ekonomi.Pasar modal memberi kesempatan kepada para
pemodal untuk menentukan hasil (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut
mendorong perusahaan (emiten) untuk memuaskan keinginan para pemegang saham,
kebijakan deviden stabilitas harga sekuritas yang relatif normal. Pemuasan yang
diberikan kepada pemegang saham tercermin dalam harga sekuritas. Tingkat kepuasan
hasil yang diharapkan akan menentukan bagaimana pemodal menanam dananya dalam
surat berharga atau sekuritas dipasar mencerminkan kondisi perusahaan (Sunariyah,
2004:7).

Deviden
Menurut Robbert Ang (1997:6.9), dividen merupakan nilai pendapatan bersih
setelah dikurangi dengan laba yang ditahan (retained earning) sebagai cadangan bagi
perusahaan. Dividen juga bisa diartikan sebagai pembagian laba perusahaan kepada
pemegang saham (Zaki Baridwan, 1997:237).
Kebijakan deviden (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden atau
akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang.
Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai deviden, maka akan
mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana
intern atau internal financing (Sartono, 2001).
Pembagian dividen yang diterima oleh pemegang saham jumlahnya tergantung
pada jumlah lembar saham yang dimiliki. Pembagian dividen harus sesuai dengan
kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan pemegang saham. Pada saat perusahaan
sedang mengalami pertumbuhan (growth) dividen yang dibayarkan mungkin kecil agar
memungkinkan perusahaan untuk memupuk dana yang diperlukan pada saat
pertumbuhan itu. Akan tetapi pada saat perusahaan berada pada saat maturity dimana
penerimaan yang diperoleh sudah cukup besar, sedangkan kebutuhan pemupukan dana
tidak begitu besar maka dividen yang dibayarkan dapat diperbesar (Ratri Dwi, 2007:7).
Besarnya dividen yang dibayarkan akan meningkatkan nilai perusahaan atau
harga saham akan tetap semakin besar. Pembayaran dividen yang dibayarkan kepada
pemegang saham juga dapat memperkecil sisa dana yang dapat digunakan untuk
mengembangkan perusahaan sebagai reinvestasi, kebijakan dividen yang dipaparkan
oleh Michell dan Sofyan (2004:203) adalah sebagai berikut:
1. Smooting Theory (Lintner,1956)
Bahwa jumlah dividen bergantung pada keuntungan perusahaan sekarang dan tahun
sebelumnya.
2. Dividen Irrelevance Theory (Miller dan Modiglaini, 1961)
Teori ini memperkenalkan Dividend Irrelevance Proposition, yaitu bahwa dalam dunia
tanpa pajak dan tidak diperhitungkannya biaya transaksi serta dalam kondisi pasar yang
sempurna, maka kebijakan dividen tidak akan memberikan pengaruh apapun pada
harga pasar saham perusahaan tersebut.
3. Bird In The Hand Theory (Gordon, 1962)
Bahwa dengan mendapatkan dividen (a bird in the hand) adalah lebih baik daripada
saldo laba karena pada akhirnya saldo laba tersebut mungkin tidak akan pernah
terwujud sebagai dividen di masa depan.
4. Tax Preference Theory (Bhattacharya, 1979)
Bahwa berkaitan dengan pajak, investor lebih memilih pembayaran dividen yang
rendah dibandingkan dividen yang tinggi.
5. Clientele Effect Theory (Black dan Schools, 1974)
Diasumsikan jika perusahaan membayar dividen, investor seharusnya mendapatkan
keuntungan dari dividen tersebut untuk menghilangkan konsekuensi negatif dari pajak.
Laba ditahan merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan deviden merupakan aliran kas yang
dibayar kepada para pemegang saham (Riyanto, 2001). Deviden merupakan nilai
pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan. Deviden
ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba
perusahaan. Rasio pembayaran deviden (dividend payoutratio) yaitu perbandingan
antara Dividend Per Share (DPS) dengan Earning PerShare (EPS). Keputusan
mengenai jumlah laba yang ditahan dan deviden yang dibagikan diputuskan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Robert,1997).
Menurut Mutamimah dan Sulistyo (2000:125) terdapat tiga teori kebijakan
dividen yaitu:
1. Dividend Irrelevance
Modigliani Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai efek pada
harga saham maupun pada cost of capitalnya, argumen inilah yang disebut bahwa
kebijakan dividen tidak relevan. Miller menyatakan bahwa apabila pembayaran
dividen dinaikkan, maka perusahaan dapat mengimbanginya dengan cara
mengeluarkan saham baru sebagai pengganti pembayaran dividen tersebut.
2. Bird in the Hand Theory
Myron Gordon dan J.Litner mengemukakan bahwa para pemegang saham lebih suka
kalau earning dibagikan dalam bentuk dividen daripada ditahan (reined earning).
Alasan mereka adalah bahwa pembayaran dividen merupakan penerimaan yang pasti
dibandingkan dengan capital gain. Mereka mengkiaskan bahwa satu burung ditangan
lebih berharga daripada seribu burung di udara. Teori inilah yang disebut bird in the
hand theory.

3. Tax Differential Theory


Litzenberger dan Ramaswamy menyatakan bahwa apabila dividen dikenai pajak
dengan jumlah yang lebih tinggi daripada pajak atas capital gain, pemodal
menginginkan agar dividen tersebut dibagikan dalam jumlah kecil dengan maksud
untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
Jenis Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan
keputusan perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam
bentuk kas atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembagian investasi dimasa
yang akan datang (Reni dan Ahmad, 2006:327).
Menurut Naveli (1989) dalam Michell dan Sofyan (2004:229) secara umum
kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari tiga kebijakan ini
yaitu :
1. Constan Dividen Payout Ratio
Terdapat beberapa cara mengatur dividen payout ratio yang dibagikan secara tetap
dalam persentase atau rasio tertentu yaitu: a). Membayar dengan jumlah persentase
yang tetap dari pendapatan tahunan b). Menentukan dividen yang akan diterima
setahun sama dengan jumlah persentase tetap dari keuntungan tahun sebelumnya, dan
c). Menentukan proyeksi Payout Ratio untuk jangka panjang.

2. Stable Per Share Dividend


Kebijakan yang menentukan besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Kebijakan ini
menentukan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan laba yang tinggi dan
stabil.
3. Regular Dividend Plus Extra
Dalam kebijakan ini perusahaan akan memberikan suatu tingkat dividen yang relatif
rendah tetapi dalam jumlah yang pasti dan memberikan tambahan apabila
membukukan laba yang cukup tinggi.
Macam-Macam Dividen
Menurut Robbert Ang (1997:6.11) berdasarkan bentuk dividen yang
dibayarkan, dividen dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:
1. Dividen Tunai (Cash Dividend)
Merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk tunai atau kas. Tujuan dari emiten
untuk memberikan dividen dalam bentuk tunai atau kas adalah untuk memacu kinerja
saham di bursa efek, yang juga merupakan return (pengembalian keuntungan) kepada
pemegang saham.
2. Dividen Saham (Stock Dividend)
Merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu
dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas perdagangan di bursa efek. Disamping
itu pemberian dividen dalam bentuk saham kadang-kadang juga diberikan karena
memperhatikan likuiditas keuangan perusahaan. Direksi menilai bahwa tidak
memungkinkan pembayaran dalam bentuk kas sehingga diputuskan pembayaran dalam
bentuk saham baru.

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden


Faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran deviden suatu perusahaan
adalah sebagai berikut: (Riyanto, 2001)
1. Posisi likuiditas perusahaan.
Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus
dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya deviden
yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena deviden merupakan
arus kas keluar, oleh karena itu makin kuat posisi likuiditas perusahaan, berarti makin
besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden. Suatu perusahaan yang
sedang tumbuh secara rendabel (Perusahaan yang masih mencari keuntungan),
mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya
tertanam dalam aktiva tetap dan modal kerja sehingga kemampuanya untuk
membayarkan deviden pun sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu
perusahaan ditentukan oleh keputusan keputusan di bidang investasi dan cara
pemenuhan kebutuhan dananya.
2. Kebutuhan untuk membayar hutang
Perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi baru untuk membiayai
perluasan perusahaan, sebelumnya harus merencanakan terlebih dahulu bagaimana
caranya untuk membayar kembali utang tersebut. Apabila perusahaan menentukan
bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus
menahan sebagian besar dari pendapatanya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti
hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai deviden.
3. Tingkat pertumbuhan perusahaan.
Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan dana untuk
waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhanya. Perusahaan tersebut biasanya
akan lebih senang untuk menahan pendapatanya daripada dibayarkan sebagai deviden
dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai
tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah mencapai tingkat
pertumbuhan yang mapan, dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana
yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainya, maka keadaanya adalah
berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio
yang tinggi.
Berikut berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden (Sartono,
2001):
1. Kebutuhan dana perusahaan
Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataanya merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan deviden yang akan diambil. Aliran kas
perusahaan yang diharapkan, pengeluaran modal dimasa datang yang diharapkan,
kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola (skedul) pengurangan utang dan
masih banyak faktor lain yang mempengaruhi posisi kas perusahaan harus
dipertimbangkan dalam analisis kebijakan deviden.
2. Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan
deviden. Karena deviden bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar
posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar
kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
3. Kemampuan meminjam
Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tersebut akan meningkatkan fleksibilitas
likuiditas perusahaan. Selain itu fleksibilitas perusahaan juga dipengaruhi oleh
kemampuan perusahaan untuk bergerak di pasar modal dengan mengeluarkan obligasi.
Perusahaan yang semakin besar dan establish akan memiliki akses yang lebih baik di
pasar modal. Kemampuan meminjam yang lebih besar, fleksibilitas yang lebih besar
akan memperbesar kemampuan membayar deviden.
Devidend Payout Ratio (Ratio Pembayaran Deviden)
Darmadji dan Fakhruddin (2006:201) rasio pembayaran dividen merupakan
rasio yang mengukur perbandingan dividen terhadap laba perusahaan. Horne dan
Wachowicz (2007:270) rasio pembayaran dividen adalah dividen tunai tahunan yang
dibagi dengan laba tahunan, atau dividen per lembar saham dibagi dengan laba per
lembar saham. Rasio tersebut menunjukkan persentase laba perusahaan yang
dibayarkan kepada pemegang saham secara tunai. Berdasarkan pemikiran di atas dapat
disimpulan bahwa dividend payout ratio adalah rasio yang membagi dividen perlembar
saham dengan laba perlembar saham. Dividen merupakan arus kas keluar sehingga
semakin kuat posisi kas pada perusahaan dapat berpengaruh terhadap besarnya
kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
Return On Asset (ROA)
Analisis Return On Asset (ROA) sudah merupakan teknik analisis yang sering
digunakan perusahaan dalam melakukan pengukuran efektivitas dari keseluruhan
operasional perusahaan. Definisi Return On Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari
rasio profitabilitas yang bertujuan untuk dapat mengukur kemampuan perusahan
dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Munawir 2004:89).
Menurut J. Fred Weston dan Copeland (2003:233) Return On Asset adalah hasil
pengembalian terhadap jumlah harta. Return On Asset mencoba mengukur efektivitas
perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber daya yang kadang-kadang disebut
dengan hasil pengembalian atas investasi. Return On Asset rasio ini bertujuan untuk
mengukur sejauh mana perusahaan mampu menggunakan asset yang ada dalam
memperoleh laba.
Return On Equity (ROE)
ROE ( Return On Equity ) adalah rasio yang memperlihatkan kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba bersih dengan menggunakan modal sendiri dan
menghasilkan laba bersih yang tersedia bagi pemilik atau investor. ROE sangat
bergantung pada besar kecilnya perusahaan. ROE membandingkan laba bersih setelah
pajak dengan ekuitas yang telah di investasikan pemegang saham perusahaan (Van
Horne dan Wachowicz, 2005:225). Rasio ini menunjukkan daya untuk memperoleh
laba atas investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham dan sering digunakan
dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan atas peluang investasi yang baik dan
manajemen biaya yang sangat efektif. Menurut Tandelilin (2002:269) ROE
mereflesikan seberapa banyak perusahaan yang telah memperoleh hasil atas dana yang
telah diinvestasikan oleh pemegang saham baik secara langsung atau dengan laba yang
telah ditahan.ROE sangat menarik bagi pemegang saham maupun calon pemegang
saham dan juga bagi manajemen karena rasio tersebut merupakan ukuran atau indicator
penting karena semakin tinggi rasio ROE semakin tinggi pula nilai perusahaan hal ini
merupakan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan
tersebut.
Current Ratio
Kasmir (2008:134) Current ratio merupakan salah satu indikasi dari rasio
likuiditas. Rasio lancar (Current Ratio) menghitung jumlah asset lancar dibandingkan
dengan kewajiban lancar. Nilai Current Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan
likuiditas yang baikmampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sebaliknya nilai
current ratio yang rendah menjadikan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban
lancarnya. Current ratio menunjukkan tingkat keamanan (Margin Of Safety) kreditur
jangka pendek atau kemampuan perusahaan membayar hutang-hutang tersebut.
Munawir (2005) Current ratio merupakan jenis dari rasio likuiditas. Rasio likuiditas
adalah rasio yang mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai
kemampuan perusahaan membayar seluruh kewajiban fianansial jangka pendek pada
saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Untuk mengetahui
sejauh mana perusahaan dapat menjaga tingkat likuiditasnya, maka analisa terhadap
rasio-rasiolikuiditas dapat digunakan. Dengan menggunakan analisa ini perusahaan
biasmelakukan pembenahan terhadap tingkat likuiditasnya untuk masa depan.

Net Profit Margin


Hanafi dan Halim (2005;86) menyatakan bahwa net profit margin (NPM)
merupakan salah satu dari rasio profitabilitas yang menghitung sejauh mana
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan
tertentu.Ratio ini memberi gambaran tentang laba untuk para pemegang saham
sebagaiprosentase dari penjualan, ratio net profit margin ini juga mengukur seluruh
efisiensi,baik produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan harga maupun
manajemen pajak (Prastowo dan Julianty, 2005:97). Lukman Syamsuddin (2007:62)
Margin Laba Bersih adalah ratio antara laba bersih yaitu penjualan sesudah dikurangi
dengan seluruh expense termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin
tinggi net profit margin, semakin baik operasi suatu perusahaan.Menurut Weston dan
Copeland (1998): semakin besar Net Profit Margin maka semakin efisien perusahaan
tersebut dalam mengeluarkan biaya-biaya sehubungan dengan kegiatan operasionalnya.
Jadi Semakin besar Net Profit Margin, maka kinerja perusahaan akan semakin
produktif, yang kemudian akan meningkatkan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
Debt To Equity Ratio
Menurut Kasmir (2010: 112) hutang secara Manajemen Keuangan adalah
bertujuan untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Jika perusahaan hanya
mengandalkan dari modal saja tentunya perusahaan akan sulit melakukan ekspansi
bisnis yang membutuhkan modal tambahan. peranan hutang sangat membantu
perusahaan untuk melakukan ekspansi tersebut namun, jika jumlah hutang sudah
melebih jumlah ekuitas yang dimiliki maka resiko perusahaan dari sisi likuiditas
keuangan juga semakin tinggi.Besarnya utang perusahaan dapat diukur dengan
menggunakan rasio leverage yang digunakan untuk mengetahui hasil dari seberapa
baik perusahaan dalam mengelola utangnya. Debt to Equity Ratio (DER) adalah salah
satu rasio leverage yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. DER
merupakan kemampuan perusahaan dalam memanajemen hutang dengan modal yang
dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini sering digunakan para analis dan para investor
untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang
dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham. Semakin besar rasio ini
mencerminkan resiko keuangan perusahaan yang semakin tinggi karena modal yang
dimiliki tidak mampu untuk menutupi utang perusahaan

Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu maka dapat diringkas dalam tabel berikut:
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu
No. Nama, Dependen Independen Hasil
Tahun
1. Kartika Dividen Return On Asset (+ sig)
(2015) Payout Return On Equity (+ sig)
Ratio
2 Prabowo Kebijakan Return On Asset ( tidak sig)
(2017) Dividen Debt to Equity Ratio (- sig)
Current Ratio (tidak sig)
Return On Equity (+ sig)
3. Christine Kebijakan Net Profit Margin ( tidak sig)
(2017) Dividen Debt to Equity Ratio (- sig)

4. Deni Kebijakan Debt to Equity Ratio (- sig)


(2016) Dividen Return On Asset ( tidak sig)

5. Alfianto Dividend Debt to Equity Ratio (tidak sig)


(2015) Payout Ratio Net Profit Margin (+ sig)
Return On Asset (+ sig)
6. Idawati Kebijakan Return On Equity (+ sig)
(2014) Dividen
7. Yasa Devidend Net Profit Margin (+ sig)
(2016) Payout Ratio Current Ratio (- sig)
Debt To Equity Ratio (- sig)
8. Oktaviani Kebijakan Current Ratio ( tidak sig)
(2015) Dividen Return On Equity (+ sig)
Debt to Equity Ratio (- sig)

9. Sari Dividend Current Ratio (+ sig)


(2016) Payout Ratio Return On Equity (+ sig)
Debt to Equity Ratio (- sig)

10. Utami Dividend Return On Asset (+ sig)


(2015) Payout Return On Equity (- sig)
Ratio Debt to Equity Ratio (tidak sig)
11. Nurjayanti Devidend Return On Asset (+ sig)
(2016) Payout Current Ratio (tidak sig)
Ratio Debt Equity Ratio (tidak sig)
12. Sari Devidend Current Ratio (tidak sig)
(2015) Payout Debt to Equity Ratio (tidak sig)
Ratio Net Profit Margin (- sig)
13 Diantini Kebijakan Earning Per Share (+ sig)
(2015) Dividen Current Ratio (+ sig)

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Return On Asset Terhadap Kebijakan Deviden


Return on asset merupakan salah satu rasio dalam mengukur kemampuan
perusahaan dimana tingkat aktiva yang telah digunakan dalam memperoleh laba
(profitabilitas) semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu
memberdayakan aset yang dimiliki untuk mendapatkan laba. Peningkatan ROA berarti
kinerja perusahaan semakin baik karena tingkat pengembalian investasi juga semakin
meningkat. Dengan demikian, maka meningkatnya ROA juga akan meningkatkan
pendapatan deviden terutama deviden tunai. Hasil penelitian dari Kartika (2015)
menunjukkan Return On Asset berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan
deviden.Nurjayanti (2016) mendefinisikan Return On Asset berpengaruh positif
signifikan terhadap kebijakan deviden. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka
hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Return On Asset berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden.
Pengaruh Return On Equity Terhadap Kebijakan Deviden
Return on equity ialah kemampuan perusahaan dengan modal dalam
menghasilkan laba. Laba perusahaan biasanya menjadi faktor penting yang dijadikan
dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan pemberian
dividen kepada para pemegang saham. ROE adalah rasio profitabilitas dan merupakan
indikator yang sangat penting bagi para investor untuk mengukur dan mengetahui
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih menyangkut pembagian
dividen. Peningkatan ROE setiap periodenya menunjukkan bahwa manajemen
memberikan para investor keuntungan yang meningkat setiap periodenya untuk
investasi lewat pembagian dividen. Kebijakan dividen yang diterapkan oleh
perusahaan tentunya tidak lepas dari penilaian return on equity yang tinggi. Sehingga
suatu perusahaan dapat mengasumsikan seberapa besar dividen yang dibagikan.
Peningkatan return on equity perusahaan, diharapkan mampu menarik minat
investor.Return on equity juga merupakan salah indikator yang tepat bagi investor
bertujuan untuk mengukur keberhasilan pemegang sahamnya dalam memperoleh
dividen lewat investasi yang menguntungkan. Sari (2016) dan Oktaviani (2015) adalah
Return On Equity berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan deviden.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis kedua dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
H2 : Return On Equity berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden.

Pengaruh Current Ratio Terhadap Kebijakan Deviden


Current Ratio adalah salah satu ukuran rasio likuiditas yang dihitung dengan
membagi aktiva lancar (Current Asset) dengan hutang lancar (Current Liability).
Semakin besarcurrent ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk didalamnya kewajiban
membayar dividen kas yang terutang). Dengan semakin meningkatnya current ratio
juga dapat meningkatkan keyakinan para investor untuk memperoleh dividen kas yang
diharapkan.Hasil penelitian dari Diantini (2016) dan Sari (2016) bahwa Current Ratio
berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan deviden. Berdasarkan kerangka
pemikiran diatas maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H3 : Current Ratio berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden.

Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Kebijakan Deviden


Net Profit Margin merupakan rasio yang memberi gambaran tentang laba untuk
para pemegang saham sebagai prosentase dari penjualan. Net Profit Margin (NPM)
merupakan perbandingan keuntungan atau laba bersih perusahaan setelah pajak dengan
penjualan (sales). variabel net profit margin merupakanrasio profitabilitas yang
menghitung sejauh mana kemampuan perusahaanmenghasilkan laba bersih pada
tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio inimengindikasikan semakin baik
perusahaan menghasilkan laba bersih, yang artinyakemampuan untuk membayar
dividen juga akan semakin tinggi. Hasil penelitian dari Alfianto (2015) adalah Net
Profit Margin berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan deviden.Berdasarkan
kerangka pemikiran diatas maka hipotesis kelima dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
H5 : Net Profit Margin berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden

Pengaruh Debt To Equity Ratio Terhadap Kebijakan Deviden


Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untukmengukur
tingkat leverage (penggunaan utang) perusahaan. Debt to Equity Ratio (DER)
menunjukan jumlah utang yang besar ada konsekuensi perusahaan untuk
menyelesaikan kewajiban, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Biasanya
terdapat kesepakatan dengan pihak kreditur agar perusahaan menyisihkan laba setiap
setahunnya untuk memenuhi kewajiban jangka panjang oleh karena itu laba yang
dihasilkan perusahaan diprioritaskan terlebih dahulu untuk membayar utang daripada
membayar deviden. Marlinadan Clara (2009) mengungkapkan peningkatan hutang
akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang
saham termasuk dividen yang diterima karena kewajiban untuk membayar hutang lebih
diutamakan daripadapembagian dividen. Prihantoro (2003) mengungkapkan semakin
tinggi tingkat DER, berarti komposisi hutang juga semakin tinggi, sehingga akan
berakibat pada semakinrendahnya kemampuan perusahaan untuk membayarkan
dividen kepada pemegangsaham, sehingga rasio pembayaran dividen semakin rendah.
Jadi semakin besar utang semakin kecil rasio pembayaran dividen. Hasil penelitian dari
Yasa (2016) mendefinisikan Debt To Equity Ratio berpengaruh negatif signifikan
terhadap kebijakan deviden. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis
keenam dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H6 : Debt To Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap kebijakan deviden.

Model Penelitian
Kebijakan deviden dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah Return
On Asset, Return On equity, Current Ratio, Ukuran Perusahaan, Net Profit Margin,
Debt to equity ratio. Kerangka pemikiran teoritis mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan deviden dapat digambarkan sebagai berikut :
RETURN ON
ASSET (X1) + H1

RETURN ON + H2
EQUITY(X2)

CURRENT RATIO + H3
(X3) KEBIJAKAN
DEVIDEN(Y)

NET PROFIT + H4
MARGIN(X5)

DEBT TO EQUITY - H5
RATIO(X5)

Gambar 2.1 Model Penelitian

Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia pada tahun 2016-2018. Pemilihan sampel Menggunakan metode

purposive sampling method sesuai dengan kriteria yang ada.


Populasi dan Pengambilan Sampel

Populasi

Sugiyono (2009: 115) Mendefinisikan populasi sebagai wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek atu subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam

penelitian ini populasi yang akan diamati adalah semua perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2018. Alasan dipilihnya

perusahaan manufaktur sebagai populasi karena sangat banyak perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sampel

Sampel Merupakan bagian dan jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2009: 116). Pada umumnya perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI adalah perusahaan besar. Perusahaan besar tentunya menjanjikan

karena pengembalian sahamnya lebih tinggi.Oleh karena itu para investor banyak

tertarik kepada perusahaan manufaktur.Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan Purposive Sampling Method dengan kriteria yang akan digunakan

sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2016-2018 yang

membayarkan deviden.

2. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2016-2018 dalam

laporan keuangannya tidak mengalami kerugian selama periode 2016-2018.


Jenis dan teknik Pengambilan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis

menggunakan teknik dokumentasi dari data laporan Indonesia capital market directory

(ICMD) manufaktur yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui IDX.

Teknik analisis data yang dimaksut adalah untuk menjabarkan data yang diperoleh

kemudian disumpulkan masalah yang ada.

Anda mungkin juga menyukai