i
BAB I
PENDAHULUAN
1
Fenomena dimuat dalam Jakarta, CNBC Indonesia (09 Mei 2019) - PT HM
Sampoerna Tbk (HMSP) memutuskan membagikan dividen Rp 117,2 untuk setiap
saham. Jumlah tersebut tercatat sekitar 100% dari total laba yang dibukukan perseroan
pada 2018. Hal itu diputuskan perseroan dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Tahunan (RUPST) perseroan yang dilaksanakan hari ini. Pada 2018 perseroan tercatat
membukukan laba Rp 13,5 triliun naik 6,8% secara tahunan. HMSP masih
mempertahankan posisi pemimpin pasar rokok nasional, dengan pangsa pasar 33%.
Pada 2018 perseroan menjual 101,4 miliar batang rokok.
Riyanto (2001: 266) Kebijakan dividen yang optimal (optimal dividend policy)
adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan dividen saat ini dan
pertumbuhan di masa mendatang sehingga dapat memaksimumkan harga saham
perusahaan. Kebijakan dividen perusahaan tergambar pada dividend payout ratio, yaitu
persentase laba yang dibagikan dalam bentuk dividen tunai yang akan didistribusikan
kepada pemegang saham. Kebijakan dividen berpengaruh untuk pertumbuhan suatu
perusahaan. Apabila suatu perusahaan menginginkan menahan sebagian besar
pendapatannya dalam bentuk laba ditahan didalam perusahaan, hal ini menyebabkan
pembayaran dividen akan semakin kecil, dengan demikian dapat dikatakanlah bahwa
makin tingginya dividend payout ratio yang ditetapkan perusahaan maka makin kecil
pula dana yang akan ditanamkan kembali didalam perusahaan yang ini berarti akan
menghambat pertumbuhan perusahaan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio dikemukakan oleh
beberapa peneliti terdahuluantara lain yang telah dikemukakan oleh Riyanto
(2001:267), bahwa kebijakan dividen itu dipengaruhi oleh likuiditas, kebutuhan dana
untuk membayar hutang, tingkat pertumbuhan dan tingkat pengawasan. Menurut
Hanafi (2004:378) dividend payout ratio dipengaruhi oleh kesempatan investasi,
profitabiltas, likuiditas, akses ke pasar uang, stabilitas pendapatan dan pembatasan-
pembatasan.
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak
kebijakan deviden. Karena deviden bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka
semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin
besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar deviden (Sartono, 2001). Suharli,
(2007) mengungkapkan hanya perusahaan yang memiliki likuiditas baik yang akan
membagikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk tunai. Penelitian ini
memproksikan likuiditas perusahaan dengan Current ratio.
Penelitian yang dilakukan oleh Deitiana (2009) mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan deviden memperoleh hasil bahwa Current Ratio tidak
berpengaruh terhadap kebijakan deviden, hasil ini didukung oleh Latiefasari (2011)
yang menyatakan bahwa Current Ratio tidak berpengaruh terhadap kebijakan deviden.
sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Palino (2002) menyatakan bahwa
Current Ratio berpengaruh terhadap kebijakan deviden.
Pratiwi (2013) Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba (profit). Laba Inilah yang akan menjadi dasar pembagian dividen
perusahaan, apakah dividen tunai ataupun dividen saham. Indikator yang digunakan
untuk mengukur profitabilitas yaitu Return On Assets (ROA) yang merupakan suatu
ukuran menyeluruh dari prestasi perusahaan, sebab rasio ini menunjukkan laba atas
seluruh dana yang diinvestasikan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Deitiana (2009) menyatakan bahwa
Return On Asset tidak berpengaruh terhadap kebijakan deviden, sedangkan hal berbeda
dikemukakan oleh Palino (2002) yang menyatakan bahwa Return on asset berpengaruh
terhadap kebijakan deviden. Penjabaran tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan
antara likuiditas, leverage, dan profitabilitas dengan kebijakan deviden.
Nugrahaini (2002) Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan membayar
semua hutang-hutangnya. DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri
yang digunakan untuk membayar hutang. Debt Equity ratio adalah rasio yang
membandingkan jumlah hutang perusahaan dengan modal sendiri. Semakin besar rasio
menunjukkan semakin besar kewajibannya dan semakin rendah akan menunjukkan
semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Peningkatan
hutang akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang
saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurun
kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Termasuk kewajiban dalam
membayar deviden kepada pemegang saham. Semakin tinggi Debt Equity Ratio
semakin menurunkan deviden yang dibagikan kepada pemegang saham.
Stefan dan siti (2010) kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba salah
satunya dapat diukur dengan rasio pengembalian modal atau Return On Equity. ROE
bertujuan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dengan menggunakan modal sendiri sehingga ROE sering disebut rentabilitas modal
sendiri.Hasil penelitian dari Suharli (2006) menunjukan bahwa ROE berpengaruh
positif signifikan terhadap kebijakan deviden.
Net Profit Margin merupakan rasio yang memberi gambaran tentang laba untuk
para pemegang saham sebagai prosentase dari penjualan (Brigham dan Houston,
2001:89). Net Profit Margin (NPM) merupakan perbandingankeuntungan/laba bersih
perusahaan setelah pajak dengan penjualan (sales). Hanafi dan Halim (2005) yang
menyatakan bahwa variabel net profit margin merupakanrasio profitabilitas yang
menghitung sejauh mana kemampuan perusahaanmenghasilkan laba bersih pada
tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio inimengindikasikan semakin baik
perusahaan menghasilkan laba bersih, yang artinyakemampuan untuk membayar
dividen juga akan semakin tinggi.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004)
menyatakan Net Profit Margin memiliki pengaruh terhadap dividend payout ratio.
Hasil penelitian Gill et.al (2010) menunjukkan variabel Net Profit Margin berpengaruh
pada dividendpayout ratio. Ini juga didukung oleh Hadiwidjaja dan Triani (2009) yang
jugamelakukan penelitian terhadap perusahaan manufaktur menyatakan bahwa net
profitmargin berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
Hasil penelitian dari Kartika (2015) ROA berpengaruh positif terhadap
Kebijakan Deviden. Diantini (2016) Current Ratio berpengaruh positif terhadap
kebijakan deviden. Alfianto (2015) Debt To Equity Ratio berpengaruh positiftidak
signifikan terhadap kebijakan deviden. Prabowo (2017) ROE berpengaruh positif
terhadap kebijakan deviden. Deni (2016) ukuran perusahaan berpengaruh positift idak
signifikan terhadap kebijakan deviden. Yasa (2016) Net Profit Margin berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian kembali sejauh mana pengaruh Return On Asset, Return
On Equity, Current Ratio, Ukuran Perusahaan, Net Profit Margin, Debt To Equity
Ratio terhadap kebijakan deviden. Penelitian ini didasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Prabowo (2017). Dimana perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prabowo (2017) adalah dengan memasukan Net Profit Margindan
ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Dalam penelitian ini menggunakan
data laporan keuangan dari 2014-2016.
Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena dan gap riset yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat
diketahui bahwa besarnya pembagian deviden (Devidend Payout Ratio) tidak
tergantung dari kenaikan atau penurunan laba bersih perusahaan. Besarnya pembagian
deviden (Devidend Payout Ratio) juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain yang
harus diperhatikan oleh emiten, pemegang saham dan investor agar tidak terjadi
kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Masalah ini menimbulkan pertanyaan, sehingga perlu adanya penelitian untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan pembagian deviden
selain dari pertumbuhan laba. Dengan demikian, maka secara garis besar pertanyaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Return On Asset berpengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
2. Bagaimana Return On Equity berpengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
3. Bagaimana Current Ratio berpengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
4. Bagaimana Net Profit Margin bepengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
5. Bagaimana Debt Equity To Ratio bepengaruh terhadap Kebijakan Deviden?
Tujuan Penelitian
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini maka penelitian ini
memiliki tujuan untuk :
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Return On Asset terhadap Kebijakan
Deviden.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Return On Equity terhadap Kebijakan
Deviden
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Current Ratio terhadap Kebijakan
Deviden
4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Net Profit Margin terhadap Kebijakan
Deviden
5. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Debt To Equity Ratio terhadap
Kebijakan Deviden
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya adalah :
1. Bagi Investor
Penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana yang berkaitan dengan kebijakan
deviden dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi.
2. Bagi Perusahaan (Emiten)
Penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana berkenaan dengan analisispengaruh
Return On Asset, Return On Equity, Current Ratio,Ukuran Perusahaan, Net Profit
Margin, Debt To Equity Ratio terhadap kebijakan deviden, sehingga dapat
memberikan masukan tentang pengambilan keputusan dalam hal penentuan
kebijakan pembagian deviden.
3. Bagi Bidang Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai wacana dan menambah referensi
mengenai Return On Asset, Return On Equity, Current Ratio, Ukuran Perusahaan,
Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio terhadap kebijakan deviden bagi
pengembangan teori dan bagi pengembangan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Agency Theory
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham
(shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.Manajemen merupakan
pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan
pemegang saham. Karena mereka dipilih,maka pihak manejemen harus
mempertanggung jawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.Hubungan
keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta
memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika
kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai
perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan
kepentingan prinsipal. Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal
dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess
cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan
kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi
yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi
dengan risiko yang lebih rendah (Sartono, 2001).
Masdupi (2005) mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
mengurangi masalah keagenan yaitu dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh
manajemen (insideownership). Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan
manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham
sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan
persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan
bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
Masalah keagenan (agency problems) muncul dalam dua bentuk, yaitu antara
pemilik perusahaan (principals) dengan pihak manajemen (agent), dan antara
pemegang saham dengan pemegang obligasi. Tujuan normatif pengambilan keputusan
keuangan yang menyatakan bahwa keputusan diambil untuk memaksimumkan
kemakmuran pemilik perusahaan, hanya benar apabila pengambil keputusan keuangan
(agent) memang mengambil keputusan dengan maksud untuk kepentingan para pemilik
perusahaan. Mungkin pihak manajemen mengambil keputusan yang terbaik bagi
kepentingan mereka, bukan pemegang saham (Husnan dan Pujdjiastuti, 2015:10).
Pasar Modal
Pasar modal secara formal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai
instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik yang
diterbitkan pemerintah, public authorities oleh perusahan swasta (Husnan, 2005).
Sedangkan menurut Tandelin (2000), pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang
memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjual belikan sekuritas
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara yang dasarnya
mempunyai kesamaan antara satu negara dengan negara yang lain. Hampir semua
negara di dunia ini mempunyai pasar modal, yang bertujuan menciptakan fasilitas bagi
keperluan industri dan keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan dan
penawaran modal. Terkecuali dalam negara dengan perekonomian sosialis ataupun
tertutup, pasar modal bukanlah suatu keharusan (Sunariyah, 2004:7).
Adapun peran pasar modal dalam perekonomian antara lain sebagai sarana
pengalokasian dana secara efisien, alternatif investasi, dan memungkinkan para
investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan prospektif serta dapat
meningkatkan aktivitas ekonomi.Pasar modal memberi kesempatan kepada para
pemodal untuk menentukan hasil (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut
mendorong perusahaan (emiten) untuk memuaskan keinginan para pemegang saham,
kebijakan deviden stabilitas harga sekuritas yang relatif normal. Pemuasan yang
diberikan kepada pemegang saham tercermin dalam harga sekuritas. Tingkat kepuasan
hasil yang diharapkan akan menentukan bagaimana pemodal menanam dananya dalam
surat berharga atau sekuritas dipasar mencerminkan kondisi perusahaan (Sunariyah,
2004:7).
Deviden
Menurut Robbert Ang (1997:6.9), dividen merupakan nilai pendapatan bersih
setelah dikurangi dengan laba yang ditahan (retained earning) sebagai cadangan bagi
perusahaan. Dividen juga bisa diartikan sebagai pembagian laba perusahaan kepada
pemegang saham (Zaki Baridwan, 1997:237).
Kebijakan deviden (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden atau
akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang.
Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai deviden, maka akan
mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana
intern atau internal financing (Sartono, 2001).
Pembagian dividen yang diterima oleh pemegang saham jumlahnya tergantung
pada jumlah lembar saham yang dimiliki. Pembagian dividen harus sesuai dengan
kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan pemegang saham. Pada saat perusahaan
sedang mengalami pertumbuhan (growth) dividen yang dibayarkan mungkin kecil agar
memungkinkan perusahaan untuk memupuk dana yang diperlukan pada saat
pertumbuhan itu. Akan tetapi pada saat perusahaan berada pada saat maturity dimana
penerimaan yang diperoleh sudah cukup besar, sedangkan kebutuhan pemupukan dana
tidak begitu besar maka dividen yang dibayarkan dapat diperbesar (Ratri Dwi, 2007:7).
Besarnya dividen yang dibayarkan akan meningkatkan nilai perusahaan atau
harga saham akan tetap semakin besar. Pembayaran dividen yang dibayarkan kepada
pemegang saham juga dapat memperkecil sisa dana yang dapat digunakan untuk
mengembangkan perusahaan sebagai reinvestasi, kebijakan dividen yang dipaparkan
oleh Michell dan Sofyan (2004:203) adalah sebagai berikut:
1. Smooting Theory (Lintner,1956)
Bahwa jumlah dividen bergantung pada keuntungan perusahaan sekarang dan tahun
sebelumnya.
2. Dividen Irrelevance Theory (Miller dan Modiglaini, 1961)
Teori ini memperkenalkan Dividend Irrelevance Proposition, yaitu bahwa dalam dunia
tanpa pajak dan tidak diperhitungkannya biaya transaksi serta dalam kondisi pasar yang
sempurna, maka kebijakan dividen tidak akan memberikan pengaruh apapun pada
harga pasar saham perusahaan tersebut.
3. Bird In The Hand Theory (Gordon, 1962)
Bahwa dengan mendapatkan dividen (a bird in the hand) adalah lebih baik daripada
saldo laba karena pada akhirnya saldo laba tersebut mungkin tidak akan pernah
terwujud sebagai dividen di masa depan.
4. Tax Preference Theory (Bhattacharya, 1979)
Bahwa berkaitan dengan pajak, investor lebih memilih pembayaran dividen yang
rendah dibandingkan dividen yang tinggi.
5. Clientele Effect Theory (Black dan Schools, 1974)
Diasumsikan jika perusahaan membayar dividen, investor seharusnya mendapatkan
keuntungan dari dividen tersebut untuk menghilangkan konsekuensi negatif dari pajak.
Laba ditahan merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan deviden merupakan aliran kas yang
dibayar kepada para pemegang saham (Riyanto, 2001). Deviden merupakan nilai
pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan. Deviden
ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba
perusahaan. Rasio pembayaran deviden (dividend payoutratio) yaitu perbandingan
antara Dividend Per Share (DPS) dengan Earning PerShare (EPS). Keputusan
mengenai jumlah laba yang ditahan dan deviden yang dibagikan diputuskan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Robert,1997).
Menurut Mutamimah dan Sulistyo (2000:125) terdapat tiga teori kebijakan
dividen yaitu:
1. Dividend Irrelevance
Modigliani Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai efek pada
harga saham maupun pada cost of capitalnya, argumen inilah yang disebut bahwa
kebijakan dividen tidak relevan. Miller menyatakan bahwa apabila pembayaran
dividen dinaikkan, maka perusahaan dapat mengimbanginya dengan cara
mengeluarkan saham baru sebagai pengganti pembayaran dividen tersebut.
2. Bird in the Hand Theory
Myron Gordon dan J.Litner mengemukakan bahwa para pemegang saham lebih suka
kalau earning dibagikan dalam bentuk dividen daripada ditahan (reined earning).
Alasan mereka adalah bahwa pembayaran dividen merupakan penerimaan yang pasti
dibandingkan dengan capital gain. Mereka mengkiaskan bahwa satu burung ditangan
lebih berharga daripada seribu burung di udara. Teori inilah yang disebut bird in the
hand theory.
Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu maka dapat diringkas dalam tabel berikut:
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu
No. Nama, Dependen Independen Hasil
Tahun
1. Kartika Dividen Return On Asset (+ sig)
(2015) Payout Return On Equity (+ sig)
Ratio
2 Prabowo Kebijakan Return On Asset ( tidak sig)
(2017) Dividen Debt to Equity Ratio (- sig)
Current Ratio (tidak sig)
Return On Equity (+ sig)
3. Christine Kebijakan Net Profit Margin ( tidak sig)
(2017) Dividen Debt to Equity Ratio (- sig)
Pengembangan Hipotesis
Model Penelitian
Kebijakan deviden dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah Return
On Asset, Return On equity, Current Ratio, Ukuran Perusahaan, Net Profit Margin,
Debt to equity ratio. Kerangka pemikiran teoritis mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan deviden dapat digambarkan sebagai berikut :
RETURN ON
ASSET (X1) + H1
RETURN ON + H2
EQUITY(X2)
CURRENT RATIO + H3
(X3) KEBIJAKAN
DEVIDEN(Y)
NET PROFIT + H4
MARGIN(X5)
DEBT TO EQUITY - H5
RATIO(X5)
Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa
Populasi
yang terdiri atas obyek atu subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam
penelitian ini populasi yang akan diamati adalah semua perusahaan manufaktur yang
Sampel
Sampel Merupakan bagian dan jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2009: 116). Pada umumnya perusahaan manufaktur yang
karena pengembalian sahamnya lebih tinggi.Oleh karena itu para investor banyak
sebagai berikut :
membayarkan deviden.
menggunakan teknik dokumentasi dari data laporan Indonesia capital market directory
(ICMD) manufaktur yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui IDX.
Teknik analisis data yang dimaksut adalah untuk menjabarkan data yang diperoleh