Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hyaline Membrane Disease (HMD) atau Penyakit Membran Hialin (PMH) disebut
juga Sindrom Gangguan Pernapasan (SGP), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.
Penyebab terbanyak dari angka morbiditas dan mortalitas pada bayi prematur adalah HMD.
Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat badan lahir
501-1500 gram (Lemons et al,2001). HMD merupakan salah satu penyebab utama kematian
bayi selama periode baru lahir (Nur, 2011).

Penyakit ini terjadi pada bayi kurang bulan karena pematangan parunya yang belum
sempurna. Pada HMD tingkat pematangan paru lebih berperan terhadap timbulnya penyakit
bila dibandingkan dengan masalah kurang bulan sehingga dengan pengelolaan yang baik bayi
dengan HMD dapat diselamatkan sehingga angka kematian dapat ditekan. Keberhasilan ini
dapat dicapai dengan memperbaiki keadaan surfaktan paru yang belum sempurna dengan
ventilasi mekanik, pemberian surfaktan dari luar tubuh, asuhan antenatal yang baik serta
pemberian steroid pada ibu kehamilan kurang bulan dengan janin yang mengalami stres
pernapasan. Hyaline Membrane Disease (HMD) biasanya muncul dalam beberapa menit
setelah bayi lahir yang ditandai dengan pernapasan cepat , frekuensi lebih dari 60x/menit,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkostal, suprasternal, dan epigastrium. Pada
pemeriksaan radiologi ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram
(Rasad, 2010).

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah menambah pengetahuan tentang definisi,
epidemiologi, factor predisposisi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan
penatalaksanaan HMD.

1.3 Manfaat Penulisan


Referat ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mendiagnosis dan pengelolaan HMD.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Embriologi Sistem Pernapasan

Saat mudigah berumur 4 minggu, terbentuk divertikulum respiratorium (lung bud,


tunas/bakal paru) sebagai suatu benjolan dari dinding ventral usus depan. Epitel lapisan
dalam laring, trakea dan bronkus, serta paru, seluruhnya berasal dari endoderm. Komponen
tulang rawan, otot dan jaringan ikat trakeal dan paru berasal dari mesoderm splanknik yang
mengelilingi usus depan.

Pada awalnya tunas paru mempunyai hubungan terbuka dengan usus depan. Namun,
ketika divertikulum membesar ke arah kaudal, terbentuk dua hubungan longitudinal,
tracheosophageal ridge yang memisahkannya dari usus depan. Selanjutnya saat kedua
bubungan tersebut menyatu untuk membentuk septum trakeoesofageale, usus depan dibagi
menjadi bagian dorsal, esofagus, dan bagian ventral, trakea dan tunas paru. Primordium
respiratorik mempertahankan hubungan terbukanya dengan faring melalui aditus laringitis.

2.1.1 Hidung
Selama minggu keenam. Fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian karena
pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke mesenkim di
bawahnya. Mula-mula membrana oronasalis memisahkan kedua lekukan dari rongga mulut
primitif melalui foramen yang baru terbentuk, koana primitif.
Kedua koana ini terletak di kedua sisi garis tengah dan tepat di belakang palatum primer.
Kemudian, dengan terbentuknya palatum sekunder dan perkembangan lebih lanjut rongga
hidung primitif, terbentuk koana definitif di taut antara rongga hidung dan faring.
Sinus udara paranasal berkembang sebagai divertikulum dinding hidung lateral dan
meluas ke dalam maksila, os etmoidale, os frontale, dan os sfenoidale. Sinus-sinus ini
mencapai ukurannya yang maksimal selama pubertas dan ikut membentuk wajah definitif.

2
2.1.2 Laring

Lapisan dalam laring berasal dari endoderm, tetapi kartilago dan otot berasal dari
mesenkim arkus faring (pharyngeal arches) keempat dan keenam. Akibat proliferasi yang
cepat mesenkim ini, penampakan aditus laringis berubah dari celah sagital menjadi lubang
berbentuk T. Selanjutnya, bentuk aditus laringis seperti orang dewasa sudah dapat dikenali
ketika mesenkim dari kedua arkus berubah menjadi kartilago tiroidea, krikoidea dan
aritenoidea.

Pada saat kartilago terbentuk, epitel laring juga berproliferasi dengan cepat sehingga
terjadi oklusi lumen untuk sementara. Kemudian terjadi vakuolisasi dan rekanalisasi yang
menghasilkan sepasang resesus lateral, ventrikulus laringis. Cekungan ini dibatasi oleh
lipatan-lipatan jaringan yang berdiferensiasi menjadi pita suara sejati dan palsu.

Karena perototan laring berasal dari mesenkim arkus faring keempat dan keenam, semua
otot laring dipersarafi oleh cabang-cabang saraf kranial ke sepuluh, nervus vagus. Nervus
laringeus superiormenyarafi turunan arkus faring keempat, dan nervus laringeus rekurens
menyarafi turunan arkus faring keenam.

3
2.1.3 Trakea, Bronkhus, dan Paru

Sewaktu terpisah dari usus depan, tunas paru membentuk trakea dan dua kantong luar
lateral, tunas bronkus. Pada awal minggu kelima, masing-masing tunas ini membesar untuk
membentuk bronkus utama kanan dan kiri. Tunas sebelah kanan kemudian membentuk 3
bronkus sekunder, sedangkan kiri 2 bronkus, 3 lobus di sisi kanan dan 2 di sisi kiri.

4
Seiring dengan perkembangan selanjutnya dalam arah kaudal dan lateral, tunas paru
kemudian berkembang ke dalam rongga tubuh. Ruang untuk paru, kanalis perikardio-
peritonealis, cukup sempit. Saluran-saluran ini terletak di kedua sisi usus depan dan secara
bertahap diisi oleh tunas paru yang terus membesar. Akhirnya lipatan pleuroperitoneum dan
pleuroperikardium memisahkan kanalis perikardioperitonealis masing-masing dari rongga
peritoneum dan rongga perikardium, dan ruang sisanya membentuk rongga pleura primitif.
Mesoderm yang menutupi bagian luar paru, berkembang menjadi pleura viseralis. Lapisan
mesoderm somatik, yang menutupi dinding tubuh dari bagian dalam menjadi pleura
parietalis Ruang antara pleura parietalis dan viseralis adalah rongga pleura.

5
Selama perkembangan selanjutnya, bronkus sekunder membelah berulang-ulang secara
dikotomis, membentuk sepuluh bronkus tersier (segmentalis) di paru kanan dan delapan di
kiri, menciptakan segmentum bronkopulmonale pada paru dewasa. Pada akhir bulan keenam
telah terbentuk sekitar 17 generasi anak cabang. Namun, sebelum percabangan bronkus
mencapai bentuk akhirnya, terbentuk enam cabang tambahan selama masa pascanatal.
Pembentukan cabang-cabang diatur oleh interaksi epitel-mesenkim antara endoderm tunas
paru dan mesoderm spalnknik yang mengelilinginya.

2.2 Pematangan Paru

Sampai bulan ketujuh pranatal, bronkiolus terus bercabang-cabang menjadi saluran yang
semakin banyak dan semakin kecil (periode kanalikular), dan jumlah pembuluh darah terus
meningkat. Pernapasan sudah dapat berlangsung ketika sebagian dari sel bronkiolus
respiratorius yang berbentuk kuboid berubah menjadi sel gepeng tipis. Sel-sel ini menempel
erat dengan sejumlah besar kapiler darah dan limfe, dan ruang di sekitarnya sekarang dikenal
sebagai sakus terminalis atau alveolus primitif. Selama bulan ketujuh, jumlah kapiler sudah
memadai untuk menjamin pertukaran gas yang adekuat, dan bayi prematur sudah dapat
bertahan hidup.

Selama 2 bulan terakhir kehidupan pranatal dan selama beberapa tahun selanjutnya,
jumlah sakus terminalis terus meningkat. Selain itu, sel-sel yang melapisi sakus yang dikenal
dengan sel epitel alveolus tipe I, menjadi lebih tipis sehingga kapiler di sekitarnya menonjol
ke dalam sakulus alveolaris. Hubungan erat antara sel epitel dan endotel ini membentuk
sawar darah-udara. Alveolus matur belum ada sebelum lahir. Selain sel endotel dan epitel
gepeng alveolus, pada akhir bulan keenam terbentuk jenis sel lain. Sel ini, sel epitel alveolus
tipe II menghasilkan surfaktan, suatu cairan kaya fosfolipid yang dapat menurunkan tegangan
permukaan dipertemuan udara-alveolus.

Sebelum lahir, paru dipenuhi oleh cairan yang banyak mengandung klorida, sedikit
protein, sebagian mukus dari kelenjar bronkus, dan surfaktan dari sel epitel alveolus tipe II.
Jumlah surfaktan dalam cairan meningkat, terutama selama 2 minggu terakhir sebelum lahir.

Gerakan bernapas janin dimulai sebelum lahir dan menyebabkan aspirasi cairan amnion.
Gerakan ini penting untuk merangsang perkembangan paru-paru dan mengkondisikan otot
pernapasan. Ketika pernapasan mulai saat lahir, sebagian besar cairan paru cepat diserap oleh

6
kapiler darah dan limfe, dan sejumlah kecil mungkin dikeluarkan melalui trakea dan bronkus
selama proses kelahiran. Ketika cairan diserap dari sakulus alveolaris, surfaktan tetap
mengendap sebagai lapisan fosfolipid tipis di membaran sel alveolus. Saat udara masuk ke
alveolus ketika bayi pertama kali bernapas, lapisan surfaktan mencegah terbentuknya
pertemuan antara udara dan air (darah) yang memiliki tegangan permukaan tinggi. Tanpa
lapisan surfaktan yang mengandung lemak ini alveolus akan kolaps sewaktu ekspirasi
(atelektasis).

Gerakan bernapas setelah lahir mambawa udara masuk ke dalam paru yang
mengembangkan dan mengisi rongga pleura. Meskipun ukuran alveolus agak bertambah,
pertumbuhan paru setelah lahir terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah bronkiolus
respiratorius dan alveolus. Diperkirakan bahwa saat lahir terdapat hanya 1/6 dari jumlah
alveolus dewasa. Alveolus sisanya terbentuk selama 10 tahun pertama kehidupan paskanatal
melalui pembentukan alveolus primitif baru yang berlangsung terus menerus.

2.3 Definisi Hyaline Membran Disease


Hyaline Membrane Disease (HMD) adalah nama lain untuk Sindrom Gangguan
Pernafasan (SGP) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) dalam bahasa Inggeris. Ini
adalah gangguan respirasi yang ditemukan pada bayi premature akibat kurangnya surfaktan
sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli (Rasad, 2010).

2.4 Epidemiologi
Kejadian HMD ini berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat lahir. Di
Amerika Serikat, HMD telah diperkirakan terjadi pada 20,000-30,000 bayi baru lahir setiap
tahun dan merupakan komplikasi pada sekitar 1% kehamilan. Sekitar 50% dari neonatus yang
lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu terjadi HMD, sedangkan kurang dari 30% dari
neonatus prematur lahir pada usia kehamilan 30-31 minggu terjadi kondisi tersebut.8
Dalam satu laporan, tingkat kejadian HMD adalah 42% pada bayi dengan berat 501-
1500 g, dengan 71% dilaporkan pada bayi dengan berat 501-750 g, 54% dilaporkan pada bayi
dengan berat 751-1000 g, 36% dilaporkan pada bayi dengan berat 1001 - 1250g, dan 22%
dilaporkan pada bayi dengan berat 1251-1500g, di antara 12 rumah sakit universitas yang
berpartisipasi dalam National Institute of Child Health and Human Development (NICHD)

7
Neonatal Research Network. HMD terjadi pada ~ 50% dari bayi dengan berat lahir antara 501
dan 1500 g (Lemon et al, 2001).2,8
Hyaline membrane disease (HMD) kurang ditemukan di negara berkembang
dibandingkan di tempat lain, terutama karena sebagian besar bayi prematur yang kecil untuk
usia kehamilan mereka telah mengalami stres di dalam rahim karena kekurangan gizi atau
hipertensi yang diinduksi kehamilan. Selain itu, karena sebagian besar persalinan di negara
berkembang terjadi di rumah, catatan yang akurat di wilayah ini tidak tersedia untuk
menentukan frekuensi HMD. HMD telah dilaporkan dalam semua ras, terjadi paling sering
pada bayi prematur berkulit putih.1,2,4
Resiko terjadi HMD meningkat pada ibu dengan diabetes, kelahiran kembar,
persalinan secara sectio caesar, asfiksia, stres dingin, dan riwayat bayi prematur sebelumnya.
Di sisi lain, risiko HMD berkurang pada ibu dengan hipertensi kronis atau terkait-kehamilan
dan rupture membran yang berkepanjangan, dan profilaksis kortikosteroid antenatal.
Kelangsungan hidup telah meningkat secara signifikan, terutama setelah adanya surfaktan
eksogen (Malloy & Freeman, 2000) dan sekarang angka kelangsungan hidup menjadi > 90%.
Saat ini, HMD menyumbang <6% dari semua kematian neonatus.

Tabel 1. Faktor Resiko yang meningkatkan dan menurunkan HMD

2.5 Etiologi
Defisiensi surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab utama dari
HMD. Konstituen utama surfaktan adalah dipalmitoyl fosfatidilkolin (lesitin),
phosphatidylglycerol, apoprotein (protein surfaktan SP-A,-B,-C,-D), dan kolesterol. Dengan
pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat dan disimpan

8
dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif-permukaan ini akan dilepaskan ke dalam alveoli, di
mana mereka akan mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan
stabilitas alveolus dengan mencegah runtuhnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi.
Jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
pasca kelahiran karena immaturitas. Surfaktan yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru
janin mengalami homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak mencapai
permukaan paru-paru sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion pada waktu di antara 28
dan 32 minggu. Tingkat maturitas dari surfaktan paru biasanya terjadi setelah 35 minggu.1
Meskipun jarang, kelainan genetik dapat berkontribusi untuk terjadinya gangguan
pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C serta sebuah gen bertanggung
jawab untuk mengangkut surfaktan melintasi membran (ABC transporter 3 [ABCA3])
berhubungan dengan penyakit pernapasan berat dan sering mematikan yang diturunkan.
Sebagian sintesis surfaktan bergantung pada pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia,
hipoksemia, dan iskemia paru, khususnya terkait dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres
dingin, dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat terluka oleh
konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek dari manajemen respirator, sehingga mengakibatkan
pengurangan surfaktan yang lebih lanjut.1,8

2.6 Patofisiologi
Kegagalan untuk mencapai kapasitas residu fungsional (Fungsional Residual Capacity
[FRC]) yang memadai dan kecenderungan paru-paru yang terkena untuk menjadi atelektatik
berkorelasi dengan tegangan permukaan yang tinggi dan tidak adanya surfaktan paru.
Atelektasis alveolar, pembentukan membran hialin, dan edema interstisial membuat paru-
paru kurang komplians, sehingga tekanan lebih besar diperlukan untuk mengembangkan
alveoli dan saluran-saluran napas yang kecil. Pada bayi yang sudah terkena HMD, bagian
bawah dinding dada ditarik ke dalam apabila diafragma menurun, dan tekanan intratoraks
menjadi negatif, sehingga membatasi jumlah tekanan intratoraks yang dapat diproduksi,
hasilnya akan terjadi atelektasis. Dinding dada yang sangat komplians pada bayi prematur
memberikan ketahanan lebih rendah dari bayi yang matur dengan kecenderungan paru-paru
untuk kolaps. Dengan demikian, pada akhir ekspirasi, volume toraks dan paru-paru
cenderung untuk mendekati volume residu, dan atelektasis dapat terjadi.1,2,4,8

9
Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan, bersama-sama dengan unit pernapasan
kecil dan dinding dada yang komplians, menghasilkan atelektasis dan menghasilkan alveoli
yang diperfusi tetapi tidak berventilasi, yang menyebabkan hipoksia. Penurunan komplians
paru-paru, volume tidal yang kecil, peningkatan ruang mati fisiologis, peningkatan kerja
pernapasan, dan ventilasi alveolar yang tidak memadai pada akhirnya menyebabkan
hiperkapnia. Kombinasi hiperkapnia, hipoksia, dan asidosis mengakibatkan vasokonstriksi
arteri pulmonari dengan peningkatan shunting kanan-ke-kiri melalui foramen ovale dan
duktus arteriosus dan dalam paru-paru itu sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan cedera
iskemik pada sel-sel yang memproduksi surfaktan dan pembuluh darah yang akan
mengakibatkan terjadi efusi bahan protein ke dalam ruang alveolar dan terjadi pembentukan
membran hialin (Gambar 1).1,2,4,8

Hipoksia, asidosis, hipotermia, dan hipotensi dapat mengganggu produksi dan/atau


sekresi surfaktan. Pada sebagian neonatus, toksisitas oksigen dengan barotrauma dan
volutrauma pada paru-paru mereka yang belum matang secara struktural menyebabkan
influks sel inflamasi, yang memperburuk cedera vaskular, menyebabkan displasia
bronkopulmonal (Bronchopulmonary Dysplasia [BPD]). Kekurangan antioksidan dan cedera

10
radikal bebas memperburuk kecederaan. Pada evaluasi makroskopik, paru-paru bayi baru
lahir yang terkena tampak pengap dan kemerahan (yaitu, seperti hepar). Oleh karena itu,
paru-paru memerlukan peningkatan tekanan pembukaan yang penting untuk mengembang.
Atelektasis difus rongga udara distal bersama dengan distensi saluran napas distal dan daerah
perilimfatik dapat diamati secara mikroskopis. Atelektasis progresif, barotrauma atau
volutrauma, dan toksisitas oksigen merusak sel-sel endotel dan epitel pada lapisan saluran
udara distal ini, mengakibatkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hialin yang melapisi alveoli (lihat gambar di bawah) dapat membentuk dalam
waktu setengah jam setelah kelahiran. Pada bayi prematur lebih besar, epitel mulai
menyembuh dalam waktu 36-72 jam setelah lahir, dan sintesis surfaktan endogen dimulai.
Fase pemulihan ditandai dengan regenerasi sel-sel alveolar, termasuk sel tipe II, dengan
peningkatan dalam aktivitas surfaktan. Proses penyembuhan ini adalah kompleks.
Sebuah proses kronis sering terjadi kemudian pada bayi yang sangat immatur dan sakit berat
dan pada bayi lahir dari ibu dengan korioamnionitis, sehingga menyebabkan BPD. Pada bayi
yang sangat prematur, penghentian dalam pengembangan paru-paru sering terjadi selama
tahap sakular, mengakibatkan penyakit paru-paru kronis yang disebut BPD “baru”. 8

2.7 Manifestasi klinis


Temuan fisik konsisten dengan maturitas bayi yang dinilai dengan menggunakan
pemeriksaan Dubowitz atau modifikasi dengan Ballard. Tanda-tanda gangguan pernafasan
progresif dicatat segera setelah lahir dan termasuk yang berikut8:
 Takipnea
 Ekspirasi merintih (dari penutupan sebagian glotis)
 Retraksi subcostal dan interkostal
 Sianosis
 Napas cuping hidung
 Pada neonatus yang sangat immatur dapat terjadi apnea dan/atau hipotermia.
Tanda-tanda HMD biasanya muncul dalam beberapa menit selepas lahir, meskipun
mereka mungkin tidak disadari untuk beberapa jam pada bayi prematur lebih besar sampai
pernapasan yang cepat dan dangkal telah meningkat menjadi 60 kali/menit atau lebih. Sebuah
onset terlambat dari takipnea harus menunjukkan kondisi lain. Beberapa pasien
membutuhkan resusitasi pada saat lahir karena asfiksia intrapartum atau gangguan
pernapasan yang parah terdahulu(terutama dengan berat lahir 1.000 g <). Secara karakteristik,
takipnea, menonjol (sering terdengar) merintih, retraksi interkostalis dan subcostal, napas

11
cuping hidung, dan kepucatan dicatat. Sianosis meningkat dan relatif sering tidak responsif
terhadap pemberian oksigen. Bunyi nafas mungkin normal atau berkurang dengan kualitas
tubular yang keras dan, pada inspirasi dalam, ronki halus dapat didengar, terutama pada
bagian posterior basal paru-paru.1
Perjalanan alami HMD yang tidak diobati ditandai dengan memburuknya sianosis secara
progresif dan dyspnea. Jika kondisi ini tidak diobati, tekanan darah bisa turun, kelelahan,
sianosis, dan kepucatan meningkat, dan rintihan berkurang atau hilang seiring dengan kondisi
yang memburuk. Apnea dan respirasi tidak teratur terjadi karena bayi kelelahan dan
merupakan tanda buruk yang memerlukan intervensi segera. Pasien juga mungkin memiliki
asidosis metabolik-respiratorik campuran, edema, ileus, dan oliguria. Kegagalan pernapasan
dapat terjadi pada bayi dengan perkembangan penyakit yang cepat. Dalam kebanyakan kasus,
gejala dan tanda-tanda mencapai puncaknya dalam waktu 3 hari, setelah itu membaik secara
bertahap. Perbaikan sering dikatakan oleh diuresis spontan dan kemampuan untuk
mengoksigenisasi bayi pada kadar oksigen inspirasi yang rendah atau ventilator dengan
tekanan rendah. Kematian jarang pada hari pertama penyakit, biasanya terjadi antara hari ke 2
dan 7, dan berhubungan dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial,
pneumotoraks), perdarahan paru, atau intraventricular hemorrhage (IVH). Kematian
mungkin tertunda beberapa minggu atau bulan jika BPD berkembang pada bayi dengan HMD
yang parah yang dipasang ventilasi mekanik.1

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium2:
1. Pengambilan sampel gas darah penting dalam pengelolaan HMD. Biasanya, pengambilan
sampel arteri secara intermiten dilakukan. Meskipun tidak ada konsensus, sebagian besar
ahli neonatologi setuju bahwa tekanan oksigen arteri 50-70 mm Hg dan tekanan karbon
dioksida arteri 45-60 mm Hg dapat diterima. Sebagian besar akan mempertahankan pH
pada atau di atas 7,25 dan saturasi oksigen arteri pada 88 - 95%. Selain itu, oksigen
transkutaneus secara kontinu dan pemantauan karbon dioksida atau pemantauan saturasi
oksigen, atau keduanya, yang membuktikan sangat membantu dalam pemantauan menit-
ke-menit bayi-bayi ini.
2. Pemeriksaan Sepsis. Sebuah pemeriksaan sepsis parsial, termasuk hitung sel darah
lengkap dan kultur darah, harus dipertimbangkan untuk setiap bayi dengan diagnosis

12
PMH, karena sepsis yang berlangsung awal (Misalnya, infeksi streptokokus grup B atau
Haemophilus influenzae) sudah dapat dibedakan dari HMD atas dasar klinis saja.
3. Kadar glukosa serum dapat menjadi tinggi atau rendah pada awalnya dan harus dipantau
secara ketat untuk menilai kecukupan infus dekstrosa. Hipoglikemia saja dapat
menyebabkan takipnea dan gangguan pernapasan.
4. Kadar elektrolit serum termasuk kalsium harus dipantau setiap 12-24 jam untuk
pengelolaan cairan parenteral. Hipokalsemia dapat berkontribusi lebih banyak pada gejala
pernafasan dan sering pada bayi sakit, asupan gizi kurang, bayi prematur, atau bayi yang
asfiksia.

Pemeriksaan Radiologi 2,8


Sebuah foto rontgen dada AP harus diperoleh untuk semua bayi dengan gangguan
pernapasan dengan durasi apa pun. Temuan radiografi khas pada HMD adalah pola
retikulogranular yang seragam, disebut sebagai gambaran ground-glass, disertai dengan
bronkogram udara perifer. Selama perjalanan klinis penyakit, gambaran foto dada sekuensial
dapat mengungkapkan kebocoran udara sekunder yang disebabkan intervensi ventilasi
mekanik serta timbulnya perubahan yang sesuai dengan BPD. Dalam HMD, temuan
radiografi dada klasik terdiri dari hypoaerasi yang jelas, opasitas reticulogranular yang
menyebar secara bilateral pada parenkim paru, dan bronkogram udara yang meluas ke perifer.
Retikulogranularitas ini terjadi karena superimposisi beberapa nodul asinar yang disebabkan
oleh alveoli yang atelektatik. Perkembangan bronkogram udara tergantung pada koalesensi
daerah atelektasis asinar sekitar bronkus dan bronkiolus yang teraerasi. Pada bayi yang tidak
diintubasi, didapatkan kubah sefalika dari diafragma dan hypoekspansi. Fitur radiografi
klasik HMD terlihat pada gambar 2.

13
Klasik Hyaline Membrane Disease (HMD). Dada berbentuk lonceng adalah karena kurang
aerasi umum. Volume paru-paru berkurang, parenkim paru-paru memiliki pola
retikulogranular menyebar, dan terdapat bronkogram udara perifer memperluas.

Hyaline Membrane Disease (HMD) sedang-berat. Pola retikulogranular lebih menonjol dan
distribusinya lebih seragam dari biasanya. Paru-paru hipoaerasi. Air bronchogram yang
meningkat diamati.

Hyaline Membrane Disease (HMD) berat. Kekeruhan reticulogranular didapatkan sepanjang


kedua lapang paru-paru, dengan air bronchogram menonjol dan mengaburkan bayang
jantung secara total. Daerah kistik di paru-paru kanan dapat mewakili alveoli yang melebar
atau emfisema paru interstisial(PIE) awal.
Spektrum radiologis dari HMD berkisar dari ringan sampai berat (seperti terlihat pada
gambar 3 dan gambar 4) dan biasanya berkorelasi dengan keparahan dari temuan klinis. Pada
tahap awal penyakit ini, bronkogram udara kurang menonjol, karena bronkus utama terletak
pada bagian yang lebih anterior dari paru-paru dan karena atelektasis alveolus cenderung
untuk melibatkan daerah paru-paru yang dependen, di mana merupakan bagian posterior pada
bayi yang terlentang. Namun, gambaran gelembung, yang mewakili distensi berlebihan dari
bronkiolus dan saluran alveolar dapat diamati.

14
Sewaktu HMD berlangsung, pola retikulogranular menjadi menonjol karena
koalesensi daerah atelektatik yang kecil. Koalesensi ini mengarah kepada peningkatan
opasitas daerah paru-paru yang lebih besar. Sewaktu bagian anterior dari paru-paru terjadi
microatelectasis, distribusi granularitas menjadi merata, dan bronkogram udara dapat dilihat.
Dengan peningkatan keparahan penyakit, opasifikasi yang progresif dari bagian anterior
paru-paru menyebabkan bayang-bayang jantung tidak kelihatan dan pembentukan
bronkogram udara menjadi lebih menonjol. Pada penyakit yang lebih berat, paru-paru muncul
opak dan bronkograms udara menjadi jelas, dengan bayang-bayang cardiomediastinal tidak
kelihatan sama sekali.
Pada bayi dengan HMD ringan sampai sedang, hipoaerasi dan opasitas
retikulogranular menetap selama 3-5 hari. Penurunan opasitas terjadi dari perifer ke daerah
medial dan dari lobus superior ke lobus inferior dimulai pada akhir minggu pertama. Bayi
dengan HMD berat tmengalami hipoaerasi progresif dan opasitas bilateral yang difus.
Perdarahan parenkim yang jelas juga didapatkan. Jenis HMD yang parah dan progresif sering
menyebabkan kematian, biasanya dalam waktu 72 jam. Temuan radiografi dari HMD
tergantung waktu pemberian surfaktan. Jika awal, meskipun pencegahan dengan surfaktan,
paru-paru sudah mengalami hipoaerasi dan memiliki pola retikulogranular karena cairan
interstital dan alveoli yang atelectatik. Administrasi surfaktan biasanya menghasilkan sedikit
perbaikan, yang mungkin simetris atau asimetris; yang asimetri biasanya menghilang dalam
2-5 hari.
Bayi yang sedang diberikan ventilasi dengan tekanan positif intermiten dengan
tekanan akhir-ekspirasi positif mungkin memiliki paru-paru yang mempunyai aerasi baik
tanpa bronkogram udara. Bayi dengan penyakit yang berat mungkin tidak
dapatmengembangkan paru-paru mereka, mereka memiliki radiograf yang opak total. Pada
akhir perjalanan penyakit, edema paru, kebocoran udara, atau perdarahan paru dapat
mempengaruhi gambaran radiografik. Dengan ventilasi tekanan-positif, opasitas paru-paru
menurun, dan timbul perbaik secara radiografik. Namun, tekanan positif diperlukan untuk
mengaerasi paru-paru dapat mengganggu epitelium, menghasilkan edema interstisial dan
alveolar. Hal ini juga dapat menyebabkan diseksi udara ke septae interlobar dan saluran
limfatik, menghasilkan emfisema interstisial opasitas (pulmonary interstitial emphysema
[PIE]), yang memiliki gambaran berliku-liku, 1 - untuk 4-mm linier lusen yang berukuran
relatif seragam. Ini memancar keluar dari daerah hilus.Setelah mendapat dukungan ventilasi
selama berhari-hari, fibrosis interstisial terjadi akibat dari efek kumulatif dari beban
terapeutik pada parenkim paru. Fibrosis ini sering disertai dengan nekrosis eksudatif dan

15
gambaran sarang lebah dari paru-paru pada radiografi dada. Kondisi ini disebut sebagai
displasia bronkopulmonalis (bronchopulmonary dysplasia [BPD]). Penampilan sarang lebah
menunjukkan kelompok alveolar yang mengalami distensi secara fokal pada paru-paru
terluka dan immatur.
Pada bayi dengan HMD biasanya mengalami hipoksia karena duktus arteriosus
mungkin masih tetap paten. Pada peringkat awal penyakit, shunting adalah dari kanan ke kiri.
Pada akhir minggu pertama, shunting menjadi kiri ke kanan disebabkan tekanan arteri
pulmonalis yang menurun karena peningkatan komplians dari paru-paru sedang dalam fase
penyembuhan. Edema paru interstisial dapat berkembang. Karena itu, ketika pola granular
dari penyakit membran hialin berubah ke gambaran opak yang homogen, edema paru terjadi
akibat duktus arteriosus yang paten (patent ductus arteriosus [PDA]) atau awal dari
perubahan paru kronis harus dicurigai. Jika foto dada pada bayi prematur menunjukkan
opasitas retikulogranular, HMD boleh didiagnosa dengan keyakinan sehingga 90%.

Ultrasonografi8
Opaksifikasi yang homogen pada paru-paru adalah karena konsolidasi lobus inferior
yang boleh dilihat pada ultrasonografi abdominal bagian atas. Selain itu, ultrasonografi
sangat berguna dalam mendiagnosa atau menyingkirkan efusi pleura yang timbul bersamaan
atau sebagai komplikasi.

Ekokardiografi
Merupakan alat diagnostik yang berharga dalam evaluasi bayi dengan hipoksemia
dan gangguan pernapasan. Hal ini digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis PDA serta
merekod respon terhadap terapi. Penyakit jantung kongenital yang signifikan dapat
disingkirkan dengan teknik ini juga.

2.9 Penegakkan Diagnosis


2.9.1 Anamnesis
 Keluhan Utama
 Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM
 Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin)
 Riwayat kelahiran saudara kandun dengan penyakit membrane hialin

16
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
 Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan
 Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala: Takipnea (frekuensi nafas
>60 x/menit), grunting atau nafas merintih, retraksi dinding dada, kadang dijumpai
sianosis (pada udara ruangan)
 Perhatikan tanda prematuritas
 Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru
 Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya
infeksi
 Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam
 Scoring system yang sering digunakan pada bayi preterm dengan HMD adalah
Silverman-Anderson score atau Downes score

Silverman-Anderson score

17
Downes Score

2.9.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis gas darah (AGD):
b. Elektrolit:
c. Pemeriksaan jumlah sel darah: polisitemia mungkin karena hipoksemia kronik.

2. Pemeriksaan radiologik
 Pemeriksaan radiologi toraks pada bayi dengan HMD, menunjukkan gambaran
retikulogranular yang difus bilateral atau gambaran bronkogram udara (air
bronchogram) dan paru tidak berkembang.
 Gambaran air bronchogram yang menonjol menunjukkan bronkious yang menutup
latar belakang alveoli yang kolaps.
 Gambaran jantung yang samar mungkin normal atau membesar.
 Kardiomegali mungkin merupakan akibat asfiksia prenatal, maternal diabetes, PDA,
berhubungan dengan kelainan jantung bawaan atau pengambangan paru yang buruk.
Gambaran ini mungkin akan berubah dengan pemberian terapi surfaktan secara dini
atau terapi indometasin dengan ventilator mekanik.
 Gambaran radiologik HMD ini kadang tidak dapat dibedakan secara nyata dengan
pneumonia.
 Pemeriksaan transiluminasi toraks dilakukan dengan cara memberi iluminasi atau
sinar yang terang menembus dinding dada untuk mendeteksi adanya penumpukan
abnormal misalnya pneumotoraks. Pemeriksaan radiologik toraks ini berguna untuk
membantu konfirmasi ada tidaknya pneumotoraks dan gangguan parenkimal seperti
pneumonia atau HMD.
 Di samping itu pemeriksaan radiologi toraks juga berguna untuk:

18
 Evaluasi adanya kelainan yang memerlukan tindakan segera misalnya: malposisi
pipa endotrakeal, adanya pneumotoraks.
 Mengetahui adanya hal-hal yang berhubungan dengan gangguan atau gagl napas
seperti berikut:
 Penyakit fokal atau difus (misal: pneumonia, acute respiratory distress
syndrome (ARDS), hiperinflasi bilateral, pengambangan paru asimetris. Efusi
pleura, kardiomegali)
 Bila terjadi hipoksemia tetapi pemeriksaan foto toraks normal, maka harus
dipikirkan kemungkinan penyakit jantung bawaaan tipe sianotik, hipertensi
pulmonal atau emboli paru.

Derajat Berat/ringan Temuan pada pemeriksan radiologik toraks


I Ringan Kadang normal atau gambaran granuler, homogen, tidak ada
air bronchogram
II Ringan-Sedang Seperti tersebut di atas ditambah gambaran air bronchogram
III Sedang-Berat Seperti di atas ditambah batas jantung menjadi tidak jelas
IV Berat “white lung” : paru putih menyeluruh
Tabel 2. Gambaran pemeriksaan radiologik toraks pada PMH menurut kriteria Bomsel terdiri
dari 4 stadium.

Gambaran pemeriksaan radiologik toraks pada HMD menurut kriteria Bomsel.

19
2.10 Diagnosis Banding
Transient Tachypnoea of the newborn (TTNB)
Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi
produksi cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan terjadinya
reabsorbsi. Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini menyebabkan terjadinya
TTN. Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria,
dan bayi dengan jenis kelamin laki-laki. TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada
gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin. Diagnosis TTN
hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya opasitas paru yang berbentuk
“streaky”, ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya disertai dengan
kardiomegali. TTN terjadi pada 5/1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah adanya takipnea
yang parah (RR sampai dengan 100x/min) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi jarang disertai
dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana diagnosis sindrom gawat nafas,
sepsis dan gagal jantung sudah disingkirkan.7

Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura transversalis dan
hiperekspansi paru.
Meconium aspiration syndrome
Aspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Penegakkan diagnosis
aspirasi mekoneum dapat dilakukan dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak
– bercak konsolidasi dan aspirasi abnormal yang didapatkan dengan intubasi trakea. 7

20
Pneumotoraks
Kekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan usia gestasi 32 – 34
minggu menghasilkan paru – paru yang kurang compliance, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pneumotoraks yang kecil umumnya dapat
sembuh secara spontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan sebagai penanganan
pneumotoraks yang kecil, akan tetapi efektivitasnya belum terbukti dan dengan risiko
terjadinya toksisitas oksigen, maka penanganan ini sudah tidak lagi dilakukan. Penanganan
yang sedang berkembang ialah penggunaan kateterisasi pigtail yang dimasukan dengan
tehnik Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya yang cepat dan mudah, serta
sedikitnya skar yang ditimbulkan dibandingkan dengan traditional chest tubes. 7

Pneumotoraks pada paru sisi kanan dan penggunaan kateter pigtail.

21
2.11 Komplikasi8

Komplikasi akut dari penyakit membran hialin termasuk sebagai berikut:


 Ruptur alveolar
 Infeksi
 Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular
 Patent ductus arteriosus (PDA) dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan
 Perdarahan paru-paru
 Necrotizing enterocolitis (NEC) dan / atau perforasi gastrointestinal (GI)
 Apnea pada bayi prematur

Komplikasi kronis penyakit membran hialin meliputi:


 Bronchopulmonary dysplasia (BPD)
 Retinopati pada bayi prematur (RBP)
 Gangguan neurologis
Ruptur alveolar
Diduga terjadi kebocoran udara (misalnya, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema interstisial, pneumotoraks) ketika bayi dengan penyakit membrane hialin tiba-tiba
memburuk dengan hipotensi, apnea, atau bradikardia atau ketika asidosis metabolik menjadi
persisten.

Infeksi
Infeksi dapat mempersulit penatalaksanaan penyakit membrane hialin dan dapat
bermanifestasi dalam berbagai cara, termasuk kegagalan untuk memperbaiki, pemburukan
secara tiba-tiba, atau perubahan jumlah sel darah putih atau trombositopenia. Juga, prosedur
invasif (misalnya, venipuncture, insersi kateter, penggunaan peralatan pernapasan) dan
penggunaan steroid pasca kelahiran memberi akses untuk organisme menyerang hos dengan
kekebalan tubuh yang sudah terkompromi.Dengan munculnya terapi surfaktan, bayi kecil dan
sakit dapat bertahan, dengan peningkatan insiden terjadi septikemia sekunder bagi
staphylococcal epidermidis dan / atau infeksi candida. Ketika septicaemia dicurigai, dapatkan
kultur darah dari 2 lokasi dan mulakan pemberian antibiotik yang tepat sampai hasil kultur
diperoleh.

Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular


Perdarahan intraventricular diamati pada 20-40% bayi prematur, dengan frekuensi yang lebih
besar pada bayi dengan penyakit membrane hialin yang membutuhkan ventilasi mekanik.

22
Ultrasonografi kranial dilakukan pada minggu pertama dan selanjutnya seperti yang
diindikasikan pada neonatus prematur yang lebih muda dari usia kehamilan 32 minggu.
Profilaksis terapi indometasin dan steroid antenatal telah menurunkan frekuensi perdarahan
intrakranial pada pasien dengan PMH. Hypokarbia dan korioamnionitis dikaitkan dengan
peningkatan leukomalacia periventrikular.

Patent ductus arteriosus dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan


Pirau ini dapat mempersulit perjalanan penyakit membrane hialin, terutama pada bayi yang
disapih cepat setelah terapi surfaktan. Bayi diduga mempunyai patent ductus arteriosus
(PDA) pada setiap bayi yang mengalami perburukan setelah perbaikan awal atau mempunyai
sekret trakeal yang berdarah. Meskipun membantu dalam diagnosis PDA, murmur jantung
dan tekanan nadi yang lebar tidak selalu jelas pada bayi yang kritis. Ekokardiogram
memungkinkan dokter untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tatalaksana PDA dengan
ibuprofen atau indometasin, yang dapat diulang selama 2 minggu pertama jika PDA
membuka kembali. Dalam insiden penyakit membrane hialin yang refraktori atau pada bayi
yang memiliki kontraindikasi terapi medis, dilakukan operasi penutupan PDA.

Perdarahan paru
Kejadian perdarahan paru meningkat pada bayi prematur kecil, terutama setelah terapi
surfaktan. Tingkatkan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) pada ventilator dan berikan
epinefrin intratrakeal untuk mengelola perdarahan paru. Pada beberapa pasien, perdarahan
paru mungkin terkait dengan PDA; perdarahan paru pada individu tersebut harus segera
mengobati.

Necrotizing enterocolitis dan / atau perforasi GI


Pada setiap bayi dengan temuan abdominal abnormal pada pemeriksaan fisik dicurigai
menderita NEC dan / atau perforasi gastrointestinal. Radiografi perut membantu dalam
mengkonfirmasikan adanya penyakit tersebut. Perforasi spontan (tidak harus sebagai bagian
dari NEC) kadang terjadi pada bayi prematur yang sakit kritis dan telah dikaitkan dengan
penggunaan steroid dan / atau indometasin.

Apnea prematuritas
Apnea prematuritas adalah umum pada bayi belum matang, dan insiden telah meningkat
dengan terapi surfaktan, mungkin karena ekstubasi dini. Tatalaksana apnea prematuritas

23
dengan metilxantin (kafein) dan / atau tekanan aliran udara yang positif melalui nasal (CPAP)
atau dengan ventilasi yang dibantu pada insiden yang refraktori. Septikemia, kejang, refluks
gastroesophageal, dan penyebab metabolik dan lainnya harus disingkirkan pada bayi
prematur dengan apnea.

Bronkopulmonary displasia
BPD adalah penyakit paru-paru kronis yang didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen pada
usia kehamilan 36 minggu yang sudah dikoreksi. BPD terkait langsung dengan volume tinggi
dan / atau tekanan yang digunakan untuk ventilasi mekanis atau untuk mengelola infeksi,
peradangan, dan kekurangan vitamin A. Insiden BPD meningkat pada usia kehamilan yang
semakin rendah. Penggunaan terapi surfaktan postnatal, ventilasi yang tidak berlebihan,
vitamin A, steroid dosis rendah, dan inhalasi oksida nitrat dapat mengurangi keparahan BPD.

Retinopati pada bayi prematur (RBP)


Bayi dengan penyakit membran hialin yang memiliki nilai tekanan parsial oksigen (PaO2)
lebih dari 100mm Hg mempunyai resiko tinggi untuk menderita RBP. Oleh karena itu, harus
dipantau ketat PaO2 dan dijaga agar nilai PaO2 tetap pada 50-70mm Hg. Meskipun oksimetri
nadi digunakan pada semua bayi prematur, ia tidak membantu dalam mencegah RBP.

Gangguan neurologis
Gangguan neurologis terjadi pada sekitar 10-70% dari bayi dan berhubungan dengan usia
kehamilan bayi, tingkat dan jenis patologi intrakranial, dan apa adanya hipoksia dan infeksi.
Cacat pendengaran dan penglihatan dapat menganggu perkembangan pada bayi yang
menderita penyakit tersebut. Pasien dapat mengembangkan ketidakmampuan belajar yang
spesifik dan perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu, bayi ini harus ditindaklanjuti secara
berkala untuk mendeteksi bayi yang mempunyai gangguan neurologis, dan dapat dilakukan
intervensi yang tepat.

2.11 Penatalaksanaan

Pencegahan
1. Kortikosteroid antenatal. National Institutes of Health Consensus Development
Conference pada tahun 1994 tentang efek kortikosteroid untuk pematangan janin pada

24
hasil perinatal menyimpulkan bahwa kortikosteroid antenatal mengurangi risiko
kematian, PMH, dan intraventricular hemorrhage (IVH). Penggunaan betametason
antenatal untuk meningkatkan kematangan paru janin sekarang telah dilaksanakan dan
umumnya dianggap sebagai standar perawatan. Regimen glukokortikoid yang
direkomendasikan terdiri dari pemberian dua dosis betametason 12 mg yang diberikan
intramuskuler 24 jam secara terpisah kepada ibu. Deksametason tidak lagi dianjurkan
karena peningkatan risiko leukomalacia periventrikular kistik pada bayi yang sangat
prematur yang mengalami efek obat sebelum lahir (Baud et al, 1999).

2. Beberapa tindakan pencegahan dapat meningkatkan kelangsungan hidup bayi beresiko


untuk HMD dan termasuk ultrasonografi antenatal untuk penilaian lebih akurat usia
kehamilan dan kesejahteraan janin, pemantauan janin secara berterusan untuk
mendokumen kesejahteraan janin selama persalinan atau tanda-tanda perlunya intervensi
saat gawat janin ditemukan, agen tokolitik yang mencegah dan mengobati persalinan
prematur, dan penilaian kematangan paru janin sebelum persalinan (rasio lesitin-
sphingomyelin [LS] dan phosphatidylglycerol) untuk mencegah prematuritas iatrogenik.

Terapi Pengganti Surfaktan


Terapi pengganti surfaktan sekarang dianggap sebagai standar perawatan pada
pengobatan bayi diintubasi dengan HMD. Sejak akhir 1980-an, lebih dari 30 percobaan klinis
telah dilakukan secara acak yang melibatkan >6000 bayi telah dilakukan. Tinjauan sistematis
terhadap uji coba ini (Soll & Andruscavage, 1999) menunjukkan surfaktan ini, apakah
digunakan secara profilaksis dalam ruang persalinan untuk mencegah HMD atau dalam
pengobatan penyakit yang telah terjadi, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam
risiko pneumotoraks dan risiko kematian. Manfaat ini diamati baik di uji coba surfaktan
ekstrak alami atau surfaktan sintetik. Surfaktan pengganti, meskipun terbukti
segera efektif dalam mengurangi keparahan HMD, tiada bukti jelas ia dapat menurunkan
kebutuhan oksigen jangka panjang atau perkembangan perubahan kronis paru-paru.

Saat ini, penelitian tindak lanjut jangka panjang tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara pasien yang diobati surfaktan dan kelompok kontrol yang tidak diobati
sehubungan dengan PDA, IVH, RBP, NEC, dan BPD. Ada bukti menunjukkan bahwa
lamanya penggunaan ventilasi mekanik dan ventilator total telah berkurang dengan
penggunaan surfaktan pada semua tingkat usia kehamilan, walaupun dengan peningkatan

25
bayi berat badan lahir sangat rendah. Sebuah kejatuhan dramatis pada kematian akibat PMH
dimulai pada tahun 1991. Ini mungkin mencerminkan pengenalan terapi surfaktan pengganti
di negara-negara tentang. Dalam tindak lanjut studi jangka panjang, tidak ada efek samping
disebabkan terapi surfaktan telah diidentifikasi.

Dukungan Pernapasan
1. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik adalah terapi andalan untuk bayi dengan
HMD yang mengalami antaranya apnea atau hipoksemia dengan asidosis respiratorik
yang berkembang. Ventilasi mekanis biasanya dimulai dengan kadar 30-60 napas/menit
dan rasio inspirasi-ekspirasi 1:2. Sebuah PIP awal 18-30 cm H2O digunakan, tergantung
pada ukuran bayi dan keparahan penyakit. Sebuah PEEP dengan 4-5 cm H2O
menunjukkan hasil oksigenasi yang meningkat, mungkin karena membantu dalam
pemeliharaan dari FRC yang efektif. Tekanan terendah yang memungkinkan dan
konsentrasi oksigen inspirasi diselenggarakan dalam upaya untuk meminimalkan
kerusakan pada jaringan parenkim. Ventilator dengan kapasitas untuk menyinkronkan
upaya pernafasan dapat mengurangi barotrauma. Penggunaan awal HFOV telah menjadi
semakin populer dan merupakan modus ventilator yang sering digunakan untuk bayi berat
badan lahir rendah (Gerstmann et al, 1996; Plavka et al, 1999).

2. CPAP dan nasal synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV). Nasal CPAP
(NCPAP) atau nasopharyngeal CPAP (NPCPAP) dapat digunakan dini untuk menunda
atau mencegah kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Untuk meminimalkan cedera paru-
paru berhubungan dengan intubasi dan ventilasi mekanis, telah ada minat baru dalam
menggunakan CPAP sebagai strategi pengobatan awal untuk mengobati HMD bahkan
pada bayi berat badan lahir sangat rendah. Di beberapa pusat, praktik ini telah telah
digunakan dengan sukses dan menghasilkan penurunan insiden BPD (Aly, 2001; De
Klerk & De Klerk, 2001; Van Marter et al, 2000). Selain itu, pengobatan dini dengan
surfaktan, yang dikelola selama periode singkat intubasi diikuti oleh ekstubasi dan
penerapan NCPAP semakin sedang digunakan di Eropa. Pendekatan ini telah digunakan
pada bayi prematur usia kehamilan <30 minggu kehamilan dan secara signifikan
mengurangi kebutuhan ventilasi mekanik selanjutnya (Kamper, 1999; Verder et al, 1999).
NCPAP dan NPCPAP dapat digunakan pada ekstubasi dan dapat mengurangi
kemungkinan diintubasi lagi.

26
Dukungan cairan dan nutrisi
Pada bayi yang sangat sakit, sekarang memungkinkan untuk mempertahankan dukungan gizi
dengan nutrisi parenteral untuk periode yang diperpanjang. Kebutuhan spesifik prematur dan
bayi cukup bulan telah dipahami dengan baik, dan persiapan nutrisi yang tersedia
mencerminkan pemahaman ini.

Terapi antibiotik
Antibiotik yang mencakup infeksi neonatal yang paling sering biasanya
dimulai secara awal. Dosis interval aminoglikosida ditingkatkan untuk bayi prematur.

Sedasi
Sedasi umumnya digunakan untuk mengontrol ventilasi pada bayi yang sakit. Fenobarbital
sering digunakan untuk menurunkan tingkat aktivitas bayi. Morfin, fentanil, atau lorazepam
dapat digunakan untuk analgesik serta obat penenang. Kelumpuhan otot dengan pankuronium
untuk bayi dengan HMD tetap menjadi kontroversial. Sedasi mungkin diindikasikan untuk
bayi yang "melawan" ventilator dan menghembuskan napas selama inspirasi siklus ventilasi
mekanis. Pola pernapasan dapat meningkat kemungkinan karena komplikasi seperti
kebocoran udara dan seharus dihindari. Sedasi bayi dengan fluktuasi kecepatan aliran darah
otak secara teoritis menurunkn resiko IVH.

2.12 Prognosis

Persediaan awal mulai dari pengamatan intensif dan perawatan bayi baru lahir yang
berisiko tinggi secara signifikan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait
dengan HMD dan penyakit neonatal akut yang lain. Steroid antenatal, penggunaan surfaktan
postnatal, peningkatan modus ventilasi, dan perawatan sesuai perkembangan penyakit telah
menurunkan mortalitas dari HMD (≈ 10%). Hasil yang optimal tergantung pada ketersediaan
personil yang berpengalaman dan terampil, unit rumah sakit daerah khusus dirancang dan
diselenggarakan, peralatan yang tepat, dan kurangnya komplikasi seperti asfiksia berat,
perdarahan intrakranial, atau malformasi kongenital.

Terapi surfaktan telah mengurangi angka kematian dari HMD sekitar 40%; kejadian
BPD yang mempengaruhi belum terukur. Prognosis untuk bertahan hidup dengan atau tanpa
gejala sisa neurologis pernapasan dan sangat tergantung pada berat badan lahir dan usia

27
kehamilan. Kematian meningkat dengan menurunnya usia kehamilan. Meskipun 85-90% dari
semua bayi dengan HMD yang masih hidup setelah membutuhkan dukungan ventilasi dengan
respirator adalah normal, prognosis jauh lebih baik bagi mereka dengan berat lebih dari 1.500
g. Prognosis jangka panjang untuk fungsi paru yang normal pada bayi yang masih hidup
dengan HMD sangat baik. Korban kegagalan pernafasan neonatal yang parah mungkin
memiliki gangguan paru-paru dan perkembangan saraf yang signifikan. Morbiditas utama
(BPD, NEC, dan IVH berat) dan pertumbuhan postnatal yang kurang tetap tinggi untuk bayi
yang terkecil.

Bayi dengan HMD, 80 sampai 90% bertahan hidup, dan sebagian besar korban
memiliki paru-paru normal pada usia 1 bulan. Beberapa terjadi gangguan pernapasan yang
menetap, bagaimanapun mungkin memerlukan konsentrasi oksigen inspirasi tinggi selama
berminggu-minggu. Mereka dengan perjalanan penyakit yang berkepanjangan memiliki
insiden tinggi untuk memiliki penyakit pernafasan dengan mengi pada tahun-tahun pertama
kehidupan. Meskipun sebagian bayi fungsi paru-paru menjadi normal, mereka cenderung
mengalami laju aliran ekspirasi yang berkurang dan di masa kanak-kanak akhir sering
memiliki bronkospasme yang diinduksi aktifitas atau metakolin. Bayi prematur dengan
gangguan pernapasan neonatal lebih cenderung memiliki gangguan perkembangan
dibandingkan bayi yang lahir prematur tanpa gangguan pernapasan neonatal.

28
BAB III
KESIMPULAN

Penyebab paling umum dari gangguan pernapasan pada bayi prematur adalah hyaline
membrane disease. Insiden meningkat dari 5% bayi lahir di 35-36 minggu usia kehamilan
kepada lebih dari 50% dari bayi yang lahir pada 26-28 minggu kehamilan. Kondisi ini
disebabkan oleh kekurangan surfaktan. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan di
alveolus selama ekspirasi, yang memungkinkan alveolus untuk tetap sebagian diperluas dan
dengan cara itu mempertahankan kapasitas residual fungsional. Tidak adanya surfaktan
menyebabkab dalam komplians paru-paru yang rendah dan atelektasis. Bayi harus
mengeluarkan banyak upaya untuk memperluas paru-paru dengan setiap napas, dan
kemudian akan terjadi gangguan pernafasan.

Bayi dengan hyaline membrane disease menunjukkan semua tanda-tanda klinis


gangguan pernapasan seperti takipnea, sianosis, dan ekspirasi yang disertai rintihan. Pada
auskultasi, didapatkan gerakan udara berkurang meskipun usaha napas bayi kuat. Foto
rontgen dada menunjukkan atelektasis difus bilateral, menyebabkan gambaran ground-glass.
Saluran udara utama yang yang ditandai oleh kantung udara atelectatic, menghasilkan air

29
bronchogram. Pada anak yang tidak diintubasi, pengkubahan dari diafragma dan
hipoekspansi terjadi.

Oksigen tambahan, penggunaan CPAP hidung, intubasi dini untuk administrasi


surfaktan dan ventilasi, dan penempatan selang arteri umbilikalis dan vena adalah intervensi
awal yang diperlukan. Sebuah ventilator yang dapat memberikan napas yang disinkronkan
dengan upaya pernapasan bayi (disinkronkan ventilasi wajib intermiten) harus digunakan.
Frekuensi tinggi ventilator juga tersedia untuk penyelamatan bayi melakukan buruk pada
ventilasi konvensional atau yang memiliki masalah kebocoran udara. Terapi pengganti
surfaktan, digunakan baik di ruang bersalin sebagai profilaksis dan bayi yang sudah dengan
penyakit membran hialin sebagai penyelamatan, menurunkan tingkat kematian baik pada bayi
prematur dan bayi dengan komplikasi kebocoran udara dari penyakit tersebut. Selama
perjalanan awal penyakit, pengaturan dan persyaratan ventilator oksigen secara signifikan
lebih rendah pada bayi yang dirawat surfaktan dibanding subjek kontrol.
Persediaan awal mulai dari pengamatan intensif dan perawatan bayi baru lahir yang
berisiko tinggi secara signifikan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait
dengan HMD dan penyakit neonatal akut yang lain. Steroid antenatal, penggunaan surfaktan
postnatal, peningkatan modus ventilasi, dan perawatan sesuai dengan tahapan perkembangan
telah menurunkan mortalitas dari HMD (≈ 10%). Hasil yang optimal tergantung pada
ketersediaan personil yang berpengalaman dan terampil, unit rumah sakit daerah khusus
dirancang dan diselenggarakan, peralatan yang tepat, dan kurangnya komplikasi seperti
asfiksia berat, perdarahan intrakranial, atau malformasi kongenital.

30
DAFTAR PUSTAKA
1. Dudell GG, Stoll BJ. Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane Disease).
Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders; 2007.

2. Mohamed FB. Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress Syndrome). Dalam:


Gomella TL, Eyal FG, Zenk KE, editors. Neonatology: Management, Procedures, On-
Call Problems, Diseases, and Drugs. Edisi ke-5. New York: The McGraw-Hill
Companies; 2004.

3. Thilo EH. The Newborn Infant. Dalam: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM,
Deterding RR, editors. Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Edisi ke-18.
Colorado: The McGraw-Hill Companies; 2007.

4. Hansen TH. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM,
Hostetter, MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph's Pediatrics, Edisi ke-21. New York:
McGraw-Hill Companies; 2003.

5. Bhakta KY. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenweld EC,
Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008. h. 323-30.

6. Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A,
Dewi Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2008. h. 126-45.

7. Nur A, Etika R, Damanik SM dkk. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan
Respiratory Distress Syndrome. Available from:
www.pediatrik.com/buletin/06224113905-76sial.doc. Accessed Dis 30th,2011.

31
8. Pramanik AK, dkk. Respiratory Distress Syndrome. Updated: Oct 10th, 2011.
Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview . Accessed Dis 31th,2011.

9. McClure PC. Hyaline Membrane Disease Imaging. Updated: May 25th, 2011.
Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview. Accessed Dis 31th,2011

10. Lubis HNU. Penyakit Membran Hialin. Available from:


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PenyakitMembranHialin121.pdf/08Penyakit
MembranHialin121.html. Accessed Dis 30th,2011.

32

Anda mungkin juga menyukai