Lapsus Anestesi
Lapsus Anestesi
LAPORAN KASUS
I.2 Anamnesis
Keluhan utama
Pasien mengeluh ada benjolah di leher sebelah kiri, benjolan terasa kurang lebih
sudah 1 tahun.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh ada benjolah di leher sebelah kiri, benjolan terasa kurang lebih
sudah 1 tahun, awalnya berukuran kecil sebesar kacang merah namun semakin lama
semakin membesar. Selama benjolannya muncul pasien tidak pernah merasa jantung
berdebar-debar cepat, keringat berlebih dan tangan bergetar. Selain itu pasien juga tidak
menguluh mudah lelah ataupun tidak tahan diruangan dingin.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat sakit hipertensi, diabetes mellitus, jantung, paru,
ginjal, stroke, asma. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan
maupun makanan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma pada keluarga.
Riwayat Operasi/Anestesi Sebelumnya
Pasien belum pernah menjalankan operasi sebelumnya.
1
Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien seorang wiraswasta. Riwayat kebiasaan pasien yaitu tidak merokok, tidak
minum-minuman beralkohol, jarang berolahraga.
I.3 Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TB : 165 cm
BB : 60 kg
BMI : 22,05 (normoweight)
Vital Sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Respirasi : 20 kali/menit
Nadi : 80 x /menit,
Suhu : 36,40C
SpO2 : 98%
Kepala
Bentuk : Normocephale
Rambut : Warna hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak
mudah dicabut.
Mata : Pelpebra tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva tidak
anemis (-/-), sklera tidak ikterik (-/-), pupil mata iskor
kanan dan kiri, reflex cahaya positif (+/+).
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak hiperemis,
dan tidak ada secret yang keluar dari lubang hidung.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis.
Gigi : Gigi palsu (-), gigi ompong (-)
Telinga : Normotia, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T2.
2
Leher
Inspeksi : terlihat adanya massa atau benjolan disebelah kiri
berwarna menyerupai kulit
Palpasi : benjolan kiri disebelah kiri ukuran 4x4 cm konsistensi
keras, tidak mobile dan tidak nyeri tekan.
Thorax
Thorax : Pulmo : Simetris kanan – kiri, vesikuler (+/+) normal
ST : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor : S1/S2 reguler , murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, tidak ada distensi abdomen, nyeri tekan (+), timpani
(+), supel (+), bising usus (+) normal.
Extremitas : Superior :Edema (-/-), sianosis (-/-)
Inferior: Edema (-/-), sianosis (-/-)
Kulit
Kulit tidak kering, tidak ada lesi, tidak sianosis dan tidak ikterik. Turgor kulit baik, CRT
<2 detik
Ekstremitas
Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik
dan motoric baik.
Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik
dan motoric baik.
Kesulitan Airway
Gigi : Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada
pemakaian gigi palsu
Malampati : 2
3-3-2 rules : Bukaan mulut (3), jarak mentum ke hyoid (3), jarak tiroid
ke hyoid (2).
3
Mobilisasi leher : Baik
Trauma cervical : Tidak ada
Leher pendek : Tidak ada
I.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboraturium
4
Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
SGOT (AST) 18 5-34 U/L
SGPT (ALT) 25 0-55 U/L
Ureum darah 19 21-43 mg/dL
Kreatinin darah 0,8 0,6-1,2 mg/dL
Glukosa sewaktu 70 70-200 mg/dL
a. Rontgent thorax
Kesan: Dalam batas normal
5
BAB II
ANESTESI
II.3 Tatalaksana
PREMEDIKASI
1) Midazolam
Dosis : 0,05 - 0,1 mg/kgbb.
Rentang dosis : 3 mg – 6 mg 5 mg
Sediaan : 1 mg/ml 5 mg/5 cc
2) Fentanyl
Dosis : 1 – 3 mcg/ml.
6
Rentang dosis : 60 mcg - 180 mcg 150 mcg
Sediaan : 50 mcg/ml 5 ml/ 5 cc
INDUKSI
1) Propofol
Dosis : 2 – 2,5 mg/kgbb
Rentang dosis : 120 mg – 150 mg 150 mg
Sediaan : 10 mg/ml 15 ml/ 15 cc
RELAKSAN
1) Atracurium
Dosis : 0,5 - 0,6 mg/kgbb
Rentang dosis : 30 mg – 36 mg 35 mg
Sediaan : 10 mg/ml 3,5 ml/ 3,5 cc
MAINTENANCE
1) Inhalasi
O2 : Udara = 1 : 1
Sevofluran 2 volum % (hipnotik)
2) Relaksan
Atracurium (dosis 0,1 mg/kgbb/30 menit) 0,5 mg/30 menit.
3) Obat-obatan lain
Dexamethasone 10 mg.
Ondansetron 4 mg.
Ranitidin 25 mg
Tranexamat 1 gr.
Ketorolac 30 mg
II.4 Tindakan
1) Intubasi
Intubasi menggunakan ETT king-king ukuran 7,5 dengan fiksasi
sedalam 19 cm.
Intubasi dilakukan setelah pasien tidur.
ETT disambungkan ke ventilator dengan Tidal volume 400, RR 18
7
II.5 Monitoring
1) Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesi :
Pemantauan tanda klinis pergerakan dada, observasi reservoir
breathing bag, pastikan stabilitas ETT tetap terjaga.
2) Pemantauan oksigenasi selama anestesi :
Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pemasangan pulse
oximetry dan pemantauan melalui monitor.
3) Pemantauan adekuat atau tidaknya fungsi sirkulasi pasien :
Pemantauan tekanan darah dan denyut jantung.
Pemantauan EKG secara continue mulai sebelum induksi anestesi.
Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesi :
8
Pengganti puasa : lama puasa x maintenance 6 jam x 100 ml =
600 ml.
Stress operasi : skala berat x BB 6 x 60 kg = 360 ml
- Pemberian cairan jam ke- :
Jam ke I : maintenance + ½ pengganti puasa + stress operasi
100 ml + ½ (300) + 360 = 760 ml
Perdarahan : 500 cc
Urin output : -
Total kebutuhan cairan : 760 ml
Jumlah pemberian cairan :
Total pemberian cairan adalah 760 cc, dengan rincian :
- Ringer laktat : 500 cc
- Asering : 500 cc
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Thyroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, berwarna merah
kecoklatan dengan konsistensi yang lunak. Kelenjar thyroid terdiri dari dua buah lobus
yang simetris. Berbentuk konus dengan ujung cranial yang kecil dan ujung caudal yang
besar. Antara kedua lobus dihubungkan oleh isthmus, dan dari tepi superiornya terdapat
lobus piramidalis yang bertumbuh ke cranial, dapat mencapai os hyoideum. Pada
umumnya lobus piramidalis berada di sebelah kiri linea mediana.
Setiap lobus kelenjar thyroid mempunyai ukuran kira-kira 5 cm, dibungkus oleh fascia
propria yang disebut true capsule, dan di sebelah superficialnya terdapat fascia
pretrachealis yang membentuk false capsule.
10
ATP-ase, ion klorat dan ion sianat. Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang
disebut Tiroglobulin yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin
(MIT) dan Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT
dan DIT yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan
membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang
oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metil
kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma dalam bentuk PBI
(protein binding Iodine).
Defenisi
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena
folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel
tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.
11
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi
autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat
badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban,
konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu
dan penurunan kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoxicosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah
yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormone yang
berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa
berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih
suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar,
tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur,
rambut rontok, dan atrofi otot.
12
b. Struma nodosa non toxic
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang dibagi
menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non toxic. Struma
nodosa non toxic disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma nodosa ini
disebut sebagai simpel struma nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumnya kurang sekali mengandung
yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Klasifikasi
Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah nodul; bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul
tiroid yaitu: nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya; nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.
Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a. Defisiensi iodium
13
nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan bentuk yang dapat bekelanjutan dengan
berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.
Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium
dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid Stimulating
Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4)
dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik
negatif dari seksesi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3
merupakan hormon metabolic yang tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak
terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan
kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan
dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesarankelenjar
tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsurangsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian
struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol kebagian depan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.
Manifestasi Klinik
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup
besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi
dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan
14
meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti; jantung menjadi berdebar-
debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak ada.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal.
5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang
hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman
a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.
Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan
ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
15
c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain
Penatalaksanaan
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah
endemik sedang dan berat.
2. Edukasi Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol. Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di
daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2
cc – 0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi)
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya: penekanan pada organ sekitar
nya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan.
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan
sidik tiroid ulang. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil
bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm
Komplikasi
16
BAB IV
PEMBAHASAN
17
dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama pada pasien yang
menjalani anestesi.
18
hipokalsemia, yang dapat bersifat sementara atau permanen. Pemeriksaan yang teliti
tentang anatomi dan suplai darah ke kelenjar paratiroid yang adekuat sangat penting
untuk menghindari komplikasi ini. Namun, prosedur ini umumnya dapat ditoleransi
dengan baik dan dapat dilakukan dengan cacat minimal. Komplikasi lain yang dapat
timbul pasca tiroidektomi adalah perdarahan, thyrotoxic strom, edema pada laring,
pneumothoraks, hipokalsemia, hematoma, kelumpuhan syaraf laringeus reccurens, dan
hipotiroidisme. Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan hipotiroidisme,
yaitu suatu keadaan terjadinya kegagalan kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon
dalam jumlah adekuat, keadaan ini ditandai dengan adanya lesu, cepat lelah, kulit kering
dan kasar, produksi keringat berkurang, serta kulit terlihat pucat. Tanda-tanda yang
harus diobservasi pasca tiroidektomi adalah hipokalsemia yang ditandai dengan adanya
rasa kebas, kesemutan pada bibir, jari-jari tangan dan kaki, dan kedutan otot pada area
wajah. Keadaan hipolakalsemia menunjukkan perlunya penggantian kalsium dalam
tubuh. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kelumpuhan nervus laringeus
reccurens yang menyebabkan suara serak. Jika dilakukan tiroidektomi total, pasien perlu
diberikan informasi mengenai obat pengganti hormon tiroid, seperti natrium
levotiroksin (Synthroid), natrium liotironin (Cytomel) dan obat-obatan ini harus
diminum selamanya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20