Anda di halaman 1dari 35

P4

INTISARI

Yoghurt adalah produk pengawetan susu secara fermentasi dengan bakteri


Lactobacillus bulgariccus dan Streptococcus thermopillus. Yoghurt bermanfaat
sebagai sumber makanan kaya nutrisi dengan kadar gula rendah. Percobaan
pembuatan yoghurt ini memliki tujuan untuk mengetahui pengaruh media terhadap
yoghurt yang dihasilkan, pengaruh penambahan nutrisi terhadap yoghurt yang
dihasilkan, pengaruh jumlah penambahan starter terhadap yoghurt yang dihasilkan,
pengaruh pH fermentasi terhadap yoghurt yang dihasilkan.
Yoghurt ada beberapa jenis yaitu yoghurt pasteurisasi, beku, diet, konsentrat,
kefir. Hal – hal yang mempengaruhi pertumbuhan yoghurt adalah kultur starter,
pasteurisasi suhu, suhu fermentasi, pH. Manfaat yoghurt selain sumber makanan yaitu
dapat mencegah kanker, baik untuk pertumbuhan dan perbaikan tulang, menurunkan
kadar kolesterol dalam darah.
Pembuatan yoghurt diawali dengan pasteurisasi bahan, kemudian diberi
bakteri dan diatur pH nya lalu dimasukkan lemari pemeraman. Selanjutnya
melakukan analisis glukosa dengan titrasi menggunakan glukosa standar. Setelah itu
melakukan analisis asam laktat dengan titrasi menggunakan NaOH
Berdasarkan percobaan ini.didapat hasil perubahan pH awal yang telah
diatur menjadi 3 karena pengaturan pH menunjang produksi asam laktat oleh bakteri,
diperoleh nutrisi optimum sebesar 6% pada variabel 5 karena penambahan gula yang
tepat sehingga aktivitas bakteri asam laktat optimal, yoghurt memiliki tekstur kental
karena semakin banyak asam asetat yang dihasilkan maka semakin kental susu yang
difermentasi, perlakuan berbeda berupa penambahan komposisi yang berbeda pada
masing – masing variabel mempengaruhi perubahan glukosa menjadi asam laktat
oleh bakteri asam laktat.
Kesimpulan dari percobaan ini yaitu, yoghurt yang dihasilkan memiliki pH 3
(asam) karena pengaturan pH saat awal menyebabkan medium yang bersifat asam
menunjang bakteri memproduksi asam laktat, penambahan nutrisi optimum pada
variabel 5 sebesar 6%, pembuatan yoghurt dari cimory dan susu full cream membuat
yoghurt memiliki tekstur kental, kandungan pada masing – masing media
mempengaruhi bakteri asam laktat untuk mengubah glukosa menjadi asam laktat.
Saran untuk percobaan ini adalah teliti saat mengatur pH, teliti saat melakukan titrasi
analisis glukosa dan asam laktat, menjaga kebersihan agar yoghurt tidak
terkontaminasi bakteri lain, tutup yoghurt dengan rapat dengan daun pisang/plastik
(sesuai variabel), hati – hati saat melakukan pemanasan agar suhu tidak berlebih.
P4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu cara pengawetan susu yang tertua adalah dengan jalan
mengasamkan melalui proses fermentasi, di antaranya adalah pembuatan yoghurt.
Prinsip pembuatan yoghurt adalah : susu difermentasi dengan menggunakan biakan
campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcusthermophilus, sehingga
menghasilkan konsistensi menyerupai "pudding"
Di kawasan eropa atau asia yoghurt sudah lama dikenal bahkan menjadi
makanan tradisional, namun di Indonesia yoghurt belum terkenal seperti susu. Yoghurt
bermanfaat bagi orang yang tidak tahan terhadap gula susu (lactose), yang dikenal
sebagai penderita "lactose intolerance" . Karena pada proses pembuatan yoghurt dapat
menurunkan seperempat kadar gula susu yang ada, maka bagi orang yang menderita
"lactose intolerance", dapat mengonsumsi yoghurt sebagai sumber bahan makanan
yang bergizi .

1.2. Tujuan
a. Mengetahui pengaruh media terhadap yoghurt yang dihasilkan.
b. Mengetahui pengaruh penambahan nutrisi terhadap yoghurt yang dihasilkan.
c. Mengetahui pengaruh jumlah penambahan starter terhadap yoghurt yang
dihasilkan
d. Mengetahui pengaruh pH fermentasi terhadap yoghurt yang dihasilkan

1.3 .Manfaat
a. Mahasiswa mengetahui mengetahui pengaruh media terhadap yoghurt yang
dihasilkan.
b. Mahasiswa mengetahui pengaruh penambahan nutrisi terhadap yoghurt yang
dihasilkan.
c. Mahasiswa mengetahui pengaruh jumlah penambahan starter terhadap yoghurt
yang dihasilkan
d. Mahasiswa mengetahui pengaruh pH fermentasi terhadap yoghurt yang
dihasilkan
P4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Yoghurt

Yoghurt atau yogurt/ yogourt merupakan produk olahan susu dari hasil
fermentasi dua baketri asam laktat (BAL) sebagai starter, yakni Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yang hidup bersimbiosis. Lama
fermentasi akan berakibat pada turunnya pH yoghurt dengan rasa asam segar yang
khas. Selain itu, dihasilkan pula asam asetat, asetaldehid, dan bahan lain yang
mudah menguap. (Susilorini et al, 2006).
Yoghurt (atau kadang penulisannya yogurt) yang juga dikenal sebagai susu
asam merupakan hasil fermentasi dari susu. Yoghurt sendiri mengandung 2 jenis
probiotik, yaitu lactobacillus dan bifidobachterium. Jadi, pembuatan yoghurt ini
bukannya tanpa alasan, kandungan gizi yang terdapat pada yoghurt merupakan
alasan mengapa kita perlu mengkonsumsinya. Yoghurt atau yogurt adalah sebuah
produk susu yang dihasilkan oleh bakteri fermentasi susu. Fermentasi dari laktosa
menghasilkan asam laktat yang bekerja pada protein susu sehingga membuat
yoghurt lebih padat serta memiliki tekstur dan aroma yang khas. Umumnya
yoghurt dibuat menggunakan susu sapi, namun ada beberapa yoghurt juga
menggunakan susu kedelai.Yoghurt telah dikonsumsi selama lebih dari 4500
tahun dan telah terkenal di seluruh dunia dewasa ini. Yoghurt memiliki
kandungan nutrisi yang baik untuk kesehatan. Beberapa di keunggulan yoghurt
adalah kaya protein, memiliki kandungan kalsium, riboflavin, vitamin B6 dan
vitamin B12. Yoghurt pun sangat cocok di konsumsi oleh para ibu hamil dan
untuk para wanita yang gemar melakukan diet. (Nettyhera, 2009)

2.2 Jenis – jenis yoghurt


Yoghurt yang dijual di pasaran banyak jenis dan macamnya. Jenis Yoghurt
mulai dari yang berwarna putih dan rasanya murni asam disebut yoghurt polos
atau yoghurt dasar (plain yoghurt) hingga yoghurt yang telah ditambahkan
berbagai bahan agar lebih diterima konsumen.
Selain itu, terdapat berbagai jenis yoghurt yang digolongkan berdasarkan
bahan baku utama ataupun berdasarkan asal muasal yoghurt diproduksi. Secara
umum terdapat berbagai jenis yoghurt yaitu sebagai berikut. (Syahz, 2015)

1. Yoghurt pasteurisasi
P4

yaitu yoghurt yang setelah masa inkubasi selesai dipasteurisasi

untuk mematikan bakteri dan memperpanjang umur simpannya.

2. Yoghurt beku

yaitu yoghurt yang disimpan pada suhu beku.

3. Dietetic yoghurt

yaitu yoghurt rendah kalori, rendah laktosa, atau yang

ditambah vitamin dan protein.

4. Yoghurt konsentrat

yaitu yoghurt dengan total padatan sekitar 24%

5. Kefir

Adalah yoghurt yang fermentasinya dengan Bibit kefir berasal

dari bakteri asam laktat dan khamir (Lactobacillus lactis dan

Lactobacillus kefiranofaciens). Lactobacillus kefiranofaciens ini yang

menyebabkan penggumpalan sehingga kefir menjadi kental.

Berdasarkan kadar lemaknya, yoghurt dapat dibedakan menjadi

tiga, yaitu yoghurt berlemak penuh (kadar lemak lebih dari 3%),

yoghurt setengah berlemak (kadar lemak 0,5s.d.3,0%) dan yoghurt

berlemak rendah (lemak kurang dari 0,5%). (Gultom, Ronald T, 2005).

2.3 Teori Bakteri Asam Laktat

Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan
untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri
asam laktat terbagi menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok
homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula.
C12 H22 O11 C6 H12 O6 2CH3CHOHCOOH

Laktosa Glukosa Asam Laktat

( Arthur Ouehand, 2004 )


P4

Sedangkan kelompok heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan


senyawa lain yaitu CO2, etanol, asetaldehid, diasetil. Bakteri yang termasuk ke dalam
bakteri asam laktat adalah famili Lactobacillaceae, yaitu Lactobacillus, dan famili
Streptococcoceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus.
Streptococcus, Pediococcus dan beberapa spesies Lactobacillus bersifat
homofermentatif, sedangkan Leuconostoc dan spesies Lactobacillus yang lain bersifat
heterofermentatif (Fardiaz, 1992).
Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme yang aman jika ditambahkan
dalam pangan karena bersifat tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin. Bakteri ini
secara luas didistribusikan pada susu, daging segar, sayuran dan produk-produk hasil
olahan. Bakteri asam laktat juga disebut sebagai biopreservatif karena dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mampu membawa dampak positif bagi
kesehatan manusia
(Smid dan Gorris, 2007)

2.4 Skema Pembuatan Yoghurt

Gambar 2.1 Skema Pembuatan Yoghurt

Pemanasan awal (pasteurisasi)

Pasteurisasi dilakukan pada suhu 80-85°C selama 30 menit. Tujuan pasteurisasi adalah
untuk membunuh mikroba kontaminan baik patogen maupun pembusuk yang terdapat
dalam bahan baku sehingga dapat memberikan lingkungan yang steril dan kondusif
untuk pertumbuhan kultur starter. Selain itu juga untuk denaturasi dan koagulasi
protein whey sehingga dapat meningkatkan viskositas dan tekstur yoghurt. (Adi
Firman, 2011)

Inokulasi
P4

Setelah proses pemanasan, dilakukan proses pendinginan susu tersebut mencapai suhu
inkubasi, yaitu 43-490C dan kemudian dilakukan penambahan starter yogurt (
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus). Penambahan starter yogurt
ini dilakukan dalam berbagai tingkatan persentase 2-5%. Tingkat penambahn starter
berpengaruh terhadap aktivitas bakteri dan produksi asam. ( Adi Firman, 2011 )

Fermentasi

Setelah proses inkulasi dilakukan proses inkubasi. Suhu harus diatur pada kisaran 40-
430C, yang merupakan kondisi optimum dalam proses fermentasi. Pada umumnya
setelah penyimpanan selama 3 sampai 6 jam, maka akan terjadi koagulasi
(penggumpalan). ( Widodo, 2002)

Refrigerasi

Produk yogurt yang dihasilkan segera disimpan dalam refrigerator yang bersuhu 4-
50C, karena apabila dibiarkan terlalu lama pada suhu inkubasi maka produksi asam
akan semakin meningkat dan terbentuk rasa pahit. Yogurt dapat tahan disimpan selama
1 minggu ( Adi Firman, 2011 )

2.5. Proses Fermentasi Yoghurt

Pada umumnya dalam pembuatan yoghurt menggunakan susu sapi dengan


starter yang ditambahkan mengandung bakteri Streptococcus thermophilus
danLactobacillus bulgaricus dengan perbandingan yang sama (1:1). Kedua
bakteri ini hidup bersama-sama secara simbiosis. Mula-mula pertumbuhan
Streptococcus thermophilus lebih cepat dibandingkan Lactobacillus bulgaricus
dengan rasio 3:1. Aktifitas Streptococcus thermophilus menghasilkan asam
laktat yang dapat merangsang pertumbuhanLactobacillus bulgaricus. Akhirnya
pertumbuhan bakteri sampai pada keseimbangan dengan rasio 1:1 yang
menghasilkan sifat dan aroma yoghurt yang paling baik ( Widodo, 2002 )

Proses pembuatan yoghurt biasanya padasuhu 31oC selama 10 s.d. 24 jam.


Adapun untuk mendapatkan rasa buah-buahan biasanya ditambahkan essens
buah-buahan dan kalium sorbat untuk mencegah tumbuhnya jamur. (Ghadge et
al., 2008).
P4

2.6. Hal-hal Yang Mempengaruhi Pembuatan Yoghurt


Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi, proses
ini sangat lambat dantidak terduga karena tergantung bakteri yang melekat di
dalam susu (Julene, 2011).Bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu)
menjadi asam laktat danberbagai komponen aroma dan citarasa. Menurut Frazier
danWesthoff (1978), starter atau bakteri terbaik untuk pembuatan yoghurt
adalahcampuran L. bulgaricus clan S. thermophillus. Dosis starter yang diberikan
akan mempengaruhi tingkat keasaman yoghurt yang dihasilkan. Biasanya dengan
dosis 2-5% starter yoghurt yang aktif dalan suhu inkubasi 45° C selatna 4-6 jam
akin menghasilkan yoghurt dengan keasaman 0,7-1,0% (Dewipadma, 1978).

1. Kultur Starter
Penyediaan kultur starter dalam bentuk kering / ragi akan memudahkan
penggunaan kultur starterbaru pada setiap fermentasi. Sehingga fermentasi
lebih terkontrol dan kualitas produk lebih terjamin.
2. Pasteurisasi Suhu
Susu harus dipanaskan (pasteurisasi) terlebih dahulu sebelum ditanam bibit
yoghurt agar di dalam susu tersebut hanya terdapat mikroba yoghurt.
3. Suhu Fermentasi
a. Untuk bakeri streptococcus thermopilus suhu optimal dalam pembuatan
yoghurt adalah 300C – 400C
b. Suhu optimal dalam pembuatan yoghurt untuk bakteri lactobacillus
bulgarius adalah 420C - 450C
4. pH
a. pH 5,5-5,8 adalah pH optimum untuk fermentasi dengan Lactobacillus
Bulgaricus.
b. Untuk bakteri streptococcus thermopillus pH optimalnya adalah 5,5-6,0

(Muhamad Taufiq Munawar, 2009)

2.7 Manfaat Yoghurt


Salah satu hasil olahan dari susu adalah yoghurt. Yoghurt berbeda dengan
olahan susu lainnya, yoghurt difermentasikan dari susu yang diberi bakteri hidup
yang sangat bermanfaat untuk tubuh. Manfaat yoghurt tidak hanya untuk tubuh tapi
juga kecantikan kulit dan wajah.
P4

Yoghurt bisa dikonsumsi oleh siapa saja dan kapan saja. Kandungan dalam yoghurt
sangat baik untuk semua orang, di dalam yoghurt mengandung banyak sekali vitamin
dan juga kalsium yang sangat baik untuk tubuh ( Putri, 2012).

1. Menyehatkan Pencernaan

Yoghurt dapat membantu masalah perut. Probiotik (jenis bakteri yg


menguntungkan) terkandung dalam beberapa yogurt menyeimbangkan mikroflora
dalam usus & dapat membantu pencernaan serta menjaga tubuh tetap fit,” kata Robin
Plotkin, RD, ahli kuliner & gizi.
Untuk mendapat manfaatnya, pastikan yoghurt mengandung setidaknya satu
miliar unit pembentuk koloni (colony-forming units atau CFUs) probiotik hidup.
Informasi ini biasanya tersedia di situs-situs merk Yoghurt terkenal.
Beberapa macam manfaat yoghurt utk kesehatan pencernaan seperti : mengatasi
diare, radang usus, kanker usus atau intoleransi laktosa.

2. Menguatkan Tulang
Sama seperti susu, yogurt kaya akan kalsium yg membuat tulang semakin kuat &
tidak mudah rapuh. dgn tulang yg kuat maka kita dapat bergerak dgn lebih aktif tanpa
hambatan. Penderita lactose intolerance sangat dianjurkan mengkonsumsi yogurt
tanpa perlu khawatir diare ataupun sesak napas karena mengkonsumsi susu.

3. Menurunkan Kolestrol dan Tekanan Darah serta Mencegah Penyakit Jantung


Rutin konsumsi yogurt setiap hari, dapat menurunkan kadar kolestrol & tekanan
darah tinggi lho! Yogurt yang mengandung prebiotik mencegah penyerapan kolestrol
kedalam darah kita. Kandungan asam folat & vit B kompleksnya sangat baik
mencegah penyakit jantung koroner.

4. Nutrisi Kulit Cantik & Sehat


Yogurt kaya akan Zinc, Vit B, & Asam Betahidroksi. 3 Zat ini membuat kulit kita
lebih lembab, lembut, & bebas jerawat, termasuk ketika masa PMS bagi wanita.

5. Menetralisir Antibiotik
Ketika mengkonsumsi obat antibiotik, bukan hanya bakteri patogen yg mati
tetapi juga bakteri baiknya. Karena itu kita sering merasa lemas & lesu ketika masa
recovery sehabis sakit. Yogurt dapat membantu meningkatkan jumlah bakteri baik
dalam tubuh kita sehingga masa recovery lebih cepat. ( Neodamail, 2015 )
P4

2.8 Teori Kefir


Kefir adalah susu fermentasi yang memiliki rasa, warna dan konsistensi yang
menyerupai yoghurt dan memiliki aroma khas yeasty (seperti tape). Kefir diperoleh
melalui proses fermentasi susu pasteurisasi menggunakan starter berupa butir atau
biji kefir (kefir grain/kefir granule), yaitu butiran-butiran putih atau krem dari
kumpulan bakteri, antara lain Streptococcus sp., Lactobacillus dan beberapa jenis
ragi/ khamir nonpatogen. Bakteri berperan menghasilkan asam laktat dan
komponen flavor, sedangkan ragi menghasilkan gas asam arang atau karbon
dioksida dan sedikit alkohol. Itulah sebabnya rasa kefir di samping asam juga
sedikit ada rasa alkohol dan soda, yang membuat rasa lebih segar, dan kombinasi
karbon dioksida dan alkohol yang menghasilkan buih (Eva Yulia, 2013).
Cara pembuatannya adalah dengan memasukaan bubuk kefir ke dalam susu
sapi, kambing, atau domba. Kefir tradisional dibuat di dalam tas kulit kambing dan
digantung di dekat pintu, tas ini akan bergoyang ketika seseorang membuka pintu
sehingga susu dan kefir akan tercampur (Eva Yulia, 2013).
Kefir yang enak dikonsumsi memang bukan obat yang bisa menyembuhkan
berbagai penyakit secara instan. Mengonsumsi kefir merupakan salah satu pola
konsumsi sehat, yang juga harus diimbangi dengan konsumsi produk makanan
lainnya, dan disertai dengan pola hidup sehat (Anton,2010).

2.9 Perbedaan kefir dan yoghurt


Kefir memiliki perbedaan yang tipis dengan Yoghurt namun di indonesia
masih belum membudaya, masih kalangan tertentu saja yaitu yang sudah
mengenal Kefir. Sebenarnya jika masyarakat indonesia sudah terbiasa dengan
Kefir mungkin mereka akan cenderung lebih memilih Kefir ketimbang Yoghurt
karena khasiatnya yang pasti akan langsung dapat dirasakan.Karena jumlah
probiotik yang lebih tinggi dalam per porsi Kefir yang berarti potensi manfaatnya
lebih besar bagi kesehatan pencernaan dan sistem kekebalan tubuh. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa probiotik dalam usus besar dapat membantu
mencegah alergi dan eksim, mengurangi kembung dan sembelit, mengobati
penyakit radang usus, menurunkan kolesterol tinggi dan tekanan darah, dan
mungkin mencegah kanker usus besar. Yoghurt mengandung Bakteri transisi
mempertahankan kebersihan sistem pencernaan dan menyediakan makanan untuk
bakteri baik, tapi Kefir benar-benar membersihkan saluran usus, sesuatu yang
tidak dapat dilakukan Yoghurt.
P4

Kefir mengandung beberapa strain bakteri yang tidak dapat ditemukan pada
yoghurt, Lactobacillus Caucasus, Leuconotoc, spesies Acetobacter dan species
Stretococcus. Kefir juga mengandung ragi yang bermanfaat, seperti
Saccharomyces kefir dan Torula kefir, yang mendominasi, mengontrol dan
menghilangkan ragi pathogen yang destruktif dalam tubuh manusia (Eva Yulia,
2013).

2.10 Teori Fehling


Pereaksi Fehling terdiri atas 2 larutan :
a. Fehling A, larutan CuSO4 dalam air
b. Fehling B, larutan garam KNa tartrat dan NaOH dalam air
Kedua larutan ini disimpan terpisah dan baru dicampur menjelang digunakan
untuk memeriksa suatu karbohidrat.Pereaksi ini dapat direduksi oleh selain
karbohidrat yang mempunyai sifat mereduksi, juga oleh reduktor lain.Dalam
reagen ini Cu2+ direduksi menjadi Cu+, yang dalam suasana basa diendapkan
sebagai Cu2O. ( wijaya et al, 2008 )

2Cu2+ + 2OH − → Cu2 𝑂(𝑠) + 𝐻2 𝑂

Dengan larutan glukosa 1%, Fehling menghasilkan endapan berwarna merah bata

(Ardi, 2008).

Glukosa sebagai suatu aldoheksosa merupakan gula pereduksi.

Uji Fehling :

Oksidasi secara kimia dari aldosa pada umumnya menghasilkan asam aldonat.

(Ardi, 2008)
P4

BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan dan Alat
3.1.1 Bahan
1. Susu Full Cream 210 gram 5. Aquades
2. Cimory 140 ml 6. Larutan fehling A dan B
3. Gula Pasir 90 gram 7. Indilator Metilen Blue
4. NaOH dan CH3COOH
3.1.2 Alat
1. Pipet 7. Botol semprot
2. Gelas ukur 8. Indikator pH
3. Erlenmeyer 9. Pignometer
4. Labu ukur 10. Buret, statif, klem
5. Kompor listrik 11. Termometer
6. Pipet volume

3.2 Gambar Alat

1. 2. 3.

4. 5. 6.
P4

7. 8.

9. 10. 11.
P4

3.3 Variabel Operasi

Variabel pH Gula Pasir (%W) Suhu (0C)


1. 2 6 30
2. 5 6 30
3. 10 6 30
4. 5 3 30
5. 5 6 30
6. 5 12 30
7. 5 6 17
8. 5 6 30
9. 5 6 37

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Pembuatan Yoghurt
1. Bahan baku dan bahan tambahan dipasteurisasi hingga suhu 70°C
selama 15 menit.
2. Selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
3. Tambahkan bibit bakteri yogurt (stater) dan atur pH.
4. Masukkan ke dalam lemari pemeraman sesuai suhu dan waktu yang
diinginkan.
3.4.2 Analisa
1. Analisa glukosa
a. Pembuatan glukosa standar
1. Ambil 2,5 gram glukosa.
2. Encerkan hingga 1000 ml.
b. Standarisasi kadar glukosa
1. Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml. Ambil 5 ml,
netralkan pHnya.
2. Tambah 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B.
3. Panaskan hingga 60oC s.d. 70oC.
4. Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC
hingga warna biru hampir hilang, lalu teteskan 2 tetes MB.
5. Titrasi lagi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60os.d.70oC
hingga warna biru menjadi merah bata.
6. Catat kebutuhan titran.
P4

F = volume titran
2. Mengukur kadar glukosa bahan baku
a. Ambil 5 ml bahan baku, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml netralkan
pHnya.
b. Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, tambahkan 5 ml
glukosa standar yang telah diencerkan.
c. Panaskan hingga 60os.d. 70oC.
d. Titrasidengan glukosa standar sambil dipanaskan 60os.d. 70oC sampai
warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB.
e. Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60os.d.
70oC sampai warna biru menjadi merah bata.
f. Catat kebutuhan titran.
M = volume titran

3. Analisa asam laktat


a. Pembuatan NaOH 0,1 N
1. Ambil 2 gram NaOH.

2. Encerkan hingga 500 ml.


b. Mengukur kadar asam laktat sampel
1. Ambil 10 ml sampel, encerkan hingga 100 ml, ambil 10 ml.

2. Tambahkan 3 tetes fenolftalein.


3. Titrasi dengann NaOH 0,1 N

4. Catat kebutuhan titran

Keterangan :
A = Volume NaOH terpakai (ml)
B = Konsetrasi NaOH (N)
C = Volume sampel yang dianalisis (ml)
90 = BE asam laktat (90g/ekivalen)
P4

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Variabel Analisa Hari ke-


0 1 2 3
1 Kadar Glukosa (%) 1,539 0,764 0,914 0,963
Kadar As. Laktat (%) 94,5 17,1 1,8 63
ρ (gr/cm3) 1,04 1,056 1,067 1,090
pH 2 3 3 3
2 Kadar Glukosa (%) 1,799 1,184 0,332 0,716
Kadar As. Laktat (%) 1,8 13,5 4,5 9
ρ (gr/cm3) 1,028 1,056 1,054 1,082
pH 5 3 3 3
3 Kadar Glukosa (%) 1,551 0,9615 1,265 0,963
Kadar As. Laktat (%) 1,8 0,9 2,7 12,6
ρ (gr/cm3) 1,064 1,040 1,067 1,086
pH 10 8 5 3
4 Kadar Glukosa (%) 1,697 1,442 0,872 1,009
Kadar As. Laktat (%) 2,7 25,2 1,8 5,4
ρ (gr/cm3) 1,04 1,04 1,061 1,090
pH 5 5 3 3
5 Kadar Glukosa (%) 1,799 1,184 0,332 0,716
Kadar As. Laktat (%) 1,8 13,5 4,5 9
ρ (gr/cm3) 1,028 1,05 1,05 1,082
pH 5 3 3 3
6 Kadar Glukosa (%) 1,994 1,375 1,813 1,301
Kadar As. Laktat (%) 0,9 10,8 2,7 11,7
ρ (gr/cm3) 1,028 1,0004 1,062 1,095
pH 5 4 3 3
7 Kadar Glukosa (%) 1,462 0,336 1,515 0,659
Kadar As. Laktat (%) 4,5 14,4 3,6 10,8
ρ (gr/cm3) 1,06 1,49 1,056 1,100
pH 5 4 3 3
P4

8 Kadar Glukosa (%) 1,799 1,184 0,332 0,716


Kadar As. Laktat (%) 4,5 13,5 4,5 9
ρ (gr/cm3) 1,028 1,05 1,05 1,082
pH 5 3 3 3
9 Kadar Glukosa (%) 1,585 0,764 0,807 1,049
Kadar As. Laktat (%) 3,6 7,2 2,7 6,3
ρ (gr/cm3) 1,12 1,375 1,054 1,120
pH 5 4 3 3

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh pH Awal Dalam Proses Pembuatan Yoghurt

a. Fenomena Perubahan pH Selama Fermentasi

11
10
9
8
7
6
pH

5
4
3
2
1
0
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.1 Fenomena perubahan pH sebagai akibat pengaruh pH awal dalam


proses pembuatan yoghurt
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pH awal medium
mempengaruhi banyaknya asam laktat yang terbentuk pada hari
berikutnya. Karena keberadaan asam laktat ini berbanding terbalik dengan
pH. Dimana reaksinya adalah sebagai berikut
C12 H22 O11 C6 H12 O6 2CH3CHOHCOOH

Laktosa Glukosa Asam Laktat


Variabel 1 yang menggunakan pH 2, serta variabel 2 yang menggunakan
pH 5 menunjukan pH pada hari pertama hingga ketiga sudah mencapai 3,
dibandingkan variabel 3 yang menggunakan pH 10 baru mencapai pH 3
pada hari ketiga. Hal ini disebabkan medium yang bersifat asam akan
P4

menunjang pertumbuhan bakteri dalam memproduksi asam laktat. Dari


ketiga variabel memiliki kecendurungan untuk mencapai pH 3, hal ini
dikarenakan aktivitas bakteri asam laktat, dimana bakteri akan berusaha
mengkondisikan suasana lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
hidupnya yang menyebabkan pH lingkungan menjadi 3. Faktor lain yang
mempengaruhi pada variabel 2 dan 3 mengalami penurunan pH dari hari
pertama hingga terakhir menjadi 3 ialah karena adanya asam laktat yang
dihasilkan semakin banyak seiring dengan berjalannya proses fermentasi
(Seppo et al, 2004).
b. Fenomena Perubahan Densitas Selama Fermentasi

1.1
1.09
1.08
1.07
Densitas (gr/ml)

1.06
1.05
1.04
1.03
1.02
1.01
1
0.99
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.2 Fenomena perubahan densitas sebagai akibat pengaruh pH awal dalam
proses pembuatan yoghurt
Secara keseluruhan dapat dilihat pada grafik bahwa variabel 1 (pH 2),
variabel 2 (pH 5), dan variabel 3 (pH 10) mengalami kenaikan densitas
hingga pada hari terakhir saat yoghurt dipanen. Hal ini disebabkan oleh
adanya proses pengentalan seperti gel karena koagulasi protein yang
diakibatkan oleh proses fermentasi. Hasil olahan susu ini berbentuk seperti
bubur, tidak terlalu encer dan tidak terlalu padat. Pengaruh pH awal sendiri
dapat terlihat, dimana semakin asam medium maka semakin besar
densitasnya.Karena bakteri asam laktat akan bekerja dengan optimal pada
suasana asam. Namun pada variabel 3 kenaikan densitas baru terjadi mulai
pada hari kedua, sedangkan pada hari pertama mengalami penurunan
densitas. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pH 10 yang membuat bakteri
asam laktat tidak dapat melakukan proses fermentasi dengan sempurna
hingga pH lingkungan menjadi asam (Wuri, 2011).
P4

c. Fenomena Perubahan Kadar Glukosa Selama Fermentasi

1.95
1.8
1.65
Kadar Glukosa (%) 1.5
1.35
1.2
1.05
0.9
0.75
0.6
0.45
0.3
0.15
0
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.3 Fenomena perubahan kadar glukosa sebagai akibat pengaruh pH


awal dalam proses pembuatan yoghurt
Dapat dilihat data kadar glukosa variabel 1 (ph 2), variabel 2 (pH 5),
serta variabel 3 (pH 10) bahwa banyaknya glukosa yang ada dari hari ke
hari mengalami kenaikan dan penurunan dari hari ke hari. Pada variabel 1,
2, dan 3 hari pertama terjadi penurunan kadar glukosa karena adanya
konversi glukosa menjadi monosakarida lalu menjadi asam laktat. Begitu
juga yang terjadi pada variabel 3 hari ketiga dan variabel 2 hari kedua.
Karena nutrisi yang tersedia pada hari pertama masih mencukupi
kebutuhan bakteri, sehingga kerja bakteri menjadi optimal dalam
mengkonversi glukosa menjadi asam laktat. Sedangkan pada variabel 1
hari ketiga, variabel 2 hari ketiga, serta variabel 3 hari kedua terjadi
kenaikan kadar glukosa karena adanya konversi glukosa menjadi
monosakarida, namun tidak sampai menjadi asam laktat Hal ini
dikarenakan nutrisi yang tersedia sudah berkurang sehingga kerja dari
bakteri asam laktat tidak optimal. Pada dasarnya gula pasir sendiri
tersusun atas berbagai jenis sakarida baik monosakarida, disakarida
maupun berberapa jenis polisakarida. Untuk dapat difermentasi menjadi
asam laktat. Gula tersebut harus terhidrolisis menjadi menjadi bentuk yang
lebih sederhana yaitu monosakarida. Proses hidrolisis ini pada dasarnya
secara alami bisa dilakukan oleh makhluk hidup. Termasuk bakteri asam
laktat. Karena adanya proses hidrolisis senyawa polisakarida dan
disakarida tersebut menjadi monosakarida, menyebabkan kadar gula
sempat untuk meningkat (Tanti,2009).
P4

Selanjutnya rata – rata kadar glukosa terkecil dibandingkan dengan


ketiga variabel ada pada variabel 2. Semakin kecil kadar glukosa,
menunjukkan semakin banyak glukosa yang terkonversi menjadi asam
laktat. Hal ini menunjukkan lingkungan yang tidak terlalu asam dan tidak
terlalu basa yang dikondisikan pada variabel 2 merupakan kondisi
optimum bagi bakteri asam laktat dalam melakukan proses fermentasi
(Wuri, 2011).
P4

d. Fenomena Perubahan Kadar Asam Laktat Selama Fermentasi

100
95
90
85
80
Kadar Asam Laktat (%)

75
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.4 Fenomena perubahan kadar asam laktat sebagai akibat pengaruh pH
awal dalam proses pembuatan yoghurt
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat kadar asam laktat pada
variabel 1 (pH 2), variabel 2 (pH 5), serta variabel 3 (pH 10). Secara
keseluruhan, terlihat pada variabel 1 memproduksi asam laktat lebih
banyak dibandingkan variabel 2 dan 3. Seharusnya dari hari ke hari, asam
laktat yang dihasilkan semakin banyak. Kesalahan ini disebabkan
pertumbuhan kultur yang terganggu akibat pH yang tidak tepat dengan pH
optimum BAL yaitu 5,8 sehingga menyebabkan mikroba yang mampu
bertahan hidup semakin sedikit, padahal mikroba tersebut bermanfaat
untuk mengubah glukosa menjadi asam laktat. (Argandhina, 2014). Disisi
lain bila suatu bakteri ingin mencapai atau membuat kondisi pH menjadi
optimum, bakteri tersebut harus dapat bertahan di kondisi yang tidak
optimum. Lactobacillus sp sendiri bukan termasuk bakteri penghasil
endospora. Dimana bakteri penghasil endospora seperti Clostridium sp
dapat bertahan di kondisi yang tidak sesuai (Atlas, 1995).

Sementara itu, variabel 1 memiliki kadar asam laktat lebih banyak


karena bakteri Lactobacillus sp memiliki aldolase sehingga dapat
memfermentasi glukosa menjadi asam laktat. Aldolase adalah enzim yang
bekerja tanpa bantuan oksigen dan terlibat dalam reaksi glikolisis yaitu
reaksi pemecahan glukosa menghasilkan energi. Sedangkan Asam laktat
P4

yang dihasilkan akan disekresikan keluar sel dan terakumulasi di dalam


substrat sehingga meningkatkan keasaman produk (Eka, 2014).

4.2.2 Pengaruh Penambahan Nutrisi Dalam Proses Pembuatan Yoghurt

a. Fenomena Perubahan pH Selama Fermentasi

6
5
4
pH

3
2
1
0
Variabel 4 Variabel 5 Variabel 6
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.5 Fenomena perubahan pH sebagai akibat pengaruh penambahan nutrisi


dalam proses pembuatan yoghurt
Terlihat pada grafik data pH dari variabel 4 (3% Gula), variabel 5
(6% Gula), serta variabel 6 (12% Gula) bahwa memiliki kecendurungan
untuk mencapai pH 3. Aktivitas bakteri asam laktat akan menjadikan pH
lingkungan menjadi makin asam dari hari ke hari (Seppo et al, 2004). Pada
variabel 4 dan 6, pH 3 baru dicapai mulai dari hari kedua. Sedangkan pada
variabel 5, pH 3 sudah bisa dicapai sejak hari pertama. Hal ini dikarenakan
gula yang diberikan sebagai nutrisi pada variabel 4 terlalu sedikit bagi
bakteri asam laktat untuk bertahan hidup. Sedangkan gula yang diberikan
pada variabel 6 terlalu banyak menyebabkan penurunan aktivitas bakteri
asam laktat. Bila suatu mikroorganisme ditempatkan dalam larutan gula
yang pekat, maka air dalam sel akan keluar menembus membran dan
mengalir ke dalam larutan gula. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa
osmosis dan dalam hal ini mikroorganisme mengalami plasmolisis. Gula
yang diberikan pada variabel 5 merupakan komposisi yang tepat, tidak
terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga aktivitas bakteri menjadi cepat
(Gianti et al, 2011).

b. Fenomena Perubahan Densitas Selama Fermentasi


P4

1.11
1.1
1.09
1.08
1.07

Densitas (gr/ml)
1.06
1.05
1.04
1.03
1.02
1.01
1
0.99
0.98
0.97
0.96
0.95
Variabel 4 Variabel 5 Variabel 6
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.6 Fenomena perubahan densitas sebagai akibat pengaruh penambahan


nutrisi dalam proses pembuatan yoghurt
Berdasarkan gambar diatas, densitas dari ketiga variabel yaitu variabel
4 (3% Gula), variabel 5 (6% Gula), serta variabel 6 (12% Gula)
mengalami kenaikan seiring dengan berjalannya waktu hingga hari
terakhir saat yoghurt dipanen. Terkecuali pada variabel 6 yang mengalami
penurunan densitas pada hari pertama, lalu baru mengalami kenaikan
densitas pada hari kedua. Dimana pada variabel 6 digunakan gula dalam
jumlah yang banyak dibandingkan variabel lainnya, padahal daya larut
gula yang tinggi dan kemampuan mengurangi keseimbangan relatif
mengikat air menyebabkan aktivitas air dalam susu fermentasi berkurang.
Akibatnya densitas pada hari pertama turun. Namun, seiring berjalannya
proses fermentasi. Bakteri asam laktat akan mengkonversi gula tersebut
menjadi asam laktat, sehingga densitas pun akan kembali meningkat.
Peningkatan densitas ini berlaku untuk seluruh variabel (Gianti et al,
2011).
P4

c. Fenomena Perubahan Kadar Glukosa Selama Fermentasi

2.1
1.95
1.8
Kadar Glukosa (%) 1.65
1.5
1.35
1.2
1.05
0.9
0.75
0.6
0.45
0.3
0.15
0
Variabel 4 Variabel 5 Variabel 6
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.7 Fenomena perubahan kadar glukosa sebagai akibat pengaruh


penambahan nutrisi dalam proses pembuatan yoghurt
Terlihat pada grafik baik variabel 4 (3% Gula), variabel 5 (6% Gula),
maupun variabel 6 (12% Gula) secara keseluruhan mengalami penurunan
kadar glukosa hingga hari terakhir. Dimana penurunan kadar glukosa
terbanyak ada pada variabel 5. Dimana bakteri asam laktat akan
mengkonversi gula tersebut menjadi asam laktat Hal ini dikarenakan gula
yang diberikan sebagai nutrisi pada variabel 4 terlalu sedikit bagi bakteri
asam laktat untuk bertahan hidup. Sedangkan gula yang diberikan pada
variabel 6 terlalu banyak menyebabkan penurunan aktivitas bakteri asam
laktat. Bila suatu mikroorganisme ditempatkan dalam larutan gula yang
pekat, maka air dalam sel akan keluar menembus membran dan mengalir
ke dalam larutan gula. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa osmosis dan
dalam hal ini mikroorganisme mengalami plasmolisis. Gula yang
diberikan pada variabel 5 merupakan komposisi yang tepat, tidak terlalu
sedikit atau terlalu banyak, sehingga proses fermentasi menjadi optimal
(Gianti et al, 2011).
Seharusnya kadar glukosa selama proses berjalannya fermentasi
terus mengalami penurunan. Namun pada variabel 4 dan 5 di hari ketiga
serta pada variabel 6 di hari kedua terjadi penyimpangan yaitu nilai kadar
gulanya naik. Hal ini karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh
kepekatan konsentrasi zat terlarut pada larutan tersebut. Meningkatnya
pertumbuhan koloni bakteri sesuai dengan kadar gula yang diberikan.
Hanya saja pertumbuhan mikroba pada suatu media tidak selamanya
P4

berbanding lurus dengan penambahan kadar gula dalam proses fermentasi,


karena proses fermentasi juga menghasilkan alkohol, asam-asam organik
dan zat-zat lain. Kondisi ini dapat menjadi pembatas pertumbuhan
mikroba, sehingga mikroba tidak berkembang secara terus-menerus
melainkan menurun seiring dengan penurunan sumber karbon yang
dimiliki dan asam-asam organik yang dihasilkan. Tingginya kadar carbon
dan Total Soluble Solid pada suatu larutan dapat menjadi penyebab
kematian pada mikroba, karena dapat terjadi proses osmosis dari mikroba
ke larutan. Suatu tekanan osmosis akan sangat berpengaruh pada
pertumbuhan mikroba, jika tekanan osmosis lingkungan atau larutan lebih
besar dari mikroba atau lingkungan hipertonis maka mikroba akan
mengalami plasmolisis (Ditya, 2012). Plasmolisis menyebabkan membran
sel pada bakteri akan terlepas dari dinding sel bakteri. Pada akhirnya
baketri tersebut akan rusak dan hancur. Padahal di dalam dinding sel ada
peptidoglikan yang merupakan perulangan disakarida. Porsi disakarida
yang dibentuk dari monosakarida disebut N-asetilglukosamin (NAG) dan
asam N-asetilmuramik (NAM) (berasal dari kata murus, artinya dinding)
dimana terkait dengan glukosa (Wahju, 2014). Sehingga kadar glukosa
dari dinding sel yang telah rusak itu akan bercampur dengan glukosa
larutan. Hal ini menyebabkan kadar glukosa akhir lebih besar dari kadar
glukosa awal (Wahju, 2014).

d. Fenomena Perubahan Kadar Asam Laktat Selama Fermentasi

28
26
24
Kadar Asam Laktat (%)

22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Variabel 4 Variabel 5 Variabel 6
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.8 Fenomena perubahan kadar asam laktat sebagai akibat pengaruh
penambahan nutrisi dalam proses pembuatan yoghurt
P4

Dapat disimpulkan bahwa banyaknya asam laktat yang dihasilkan


dipengaruhi oleh banyaknya nutrisi yang diberikan di awal dalam
medium. Hal ini didasarkan data kadar asam laktat yang ditunjukan dalam
variabel 4 (3% Gula), variabel 5 (6% Gula), dan variabel 6 (12% Gula)
selama proses fermentasi. Bila dibandingkan dengan variabel 5 dan 6,
maka kadar asam laktat variabel 4 merupakan yang terbesar pada hari
pertama proses fermentasi. Dimana semakin banyak gula yang
ditambahkan, maka akan menghambat pertumbuhan starter, sedangkan
sebaliknya semakin sedikit gula yang ditambahkan, menyebabkan starter
dapat berkembang dengan baik. Karena ketika bakteri ditempatkan dalam
larutan gula yang pekat, maka sel mikroorganisme akan mengalami
plasmolisis. Peristiwa inilah yang menghambat pertumbuhan starter
(Winarko, 1980).

Namun dilain hal, semakin banyak asam laktat yang diproduksi maka
semakin kental susu yang difermentasi. Akibatnya mobilitas bakteri akan
terhambat dalam memproduksi asam organik. Sehingga semakin besar
asam laktat yang dihasilkan pada hari pertama, semakin kecil kadar asam
pada hari kedua. Penurunan kadar asam laktat ini membuat kekentalan
susu berkurang, sehingga mobilitas dari bakteri akan meningkat lalu
produksi asam laktat akan kembali meningkat pada hari ketiga. Sehingga
kadar asam laktat pada semua variabel akan naik – turun – naik selama
berjalannya proses fermentasi (Wuri, 2011).

4.2.3 Pengaruh Perbedaan Suhu Dalam Proses Pembuatan Yoghurt

a. Fenomena Perubahan pH Selama Fermentasi

6
5
4
pH

3
2
1
0
Variabel 7 Variabel 8 Variabel 9
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.9 Fenomena perubahan pH sebagai akibat pengaruh perbedaan suhu


dalam proses pembuatan yoghurt
P4

Berdasarkan data perkembangan pH pada variabel 7 (suhu 170C),


variabel 8 (suhu 300C), dan variabel 9 (suhu 370C) selama berjalannya
waktu hingga yoghurt di panen, memiliki kecenderungan untuk mencapai
pH 3. . Aktivitas bakteri asam laktat akan menjadikan pH lingkungan
menjadi makin asam dari hari ke hari (Seppo et al, 2004). Pada variabel 7
dan 9, pH 3 baru dicapai mulai dari hari kedua. Sedangkan pada variabel
8, pH 3 sudah bisa dicapai sejak hari pertama. Hal ini dikarenakan suhu
yang dikondisikan pada variabel 8 menurut literatur merupakan suhu yang
optimal dalam fermentasi yoghurt yaitu berada dikisaran suhu 30OC.
Sehingga dengan kondisi suhu lingkungan yang optimal, kerja dari bakteri
asam laktat akan menjadi cepat dan optimal (Taufiq, 2009).
P4

b. Fenomena Perubahan Densitas Selama Fermentasi

1.75
1.5

Densitas (gr/ml)
1.25
1
0.75
0.5
0.25
0
Variabel 7 Variabel 8 Variabel 9
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.10 Fenomena perubahan densitas sebagai akibat pengaruh perbedaan suhu
dalam proses pembuatan yoghurt
Dengan melihat data perkembangan densitas pada variabel 7 (suhu
170C), variabel 8 (suhu 300C), dan variabel 9 (suhu 370C) selama
berjalannya proses fermentasi, hingga yoghurt dipanen mengalami
kenaikan densitas. Kecuali pada variabel 7 dan 9 di hari kedua yang
mengalami penurunan densitas. Hal ini disebabkan suhu yang
dikondisikan pada variabel 8 merupakan suhu optimal dalam proses
fermentasi yoghurt yaitu 300C. Sehingga kerja bakteri asam laktat dalam
mengkonversi glukosa menjadi asam laktat menjadi optimal. Akibatnya
biomassa dalam susu fermentasi akan terus bertambah seiring dengan
berjalannya waktu. Berbeda dengan variabel 7 dan 9 yang mengalami
penurunan densitas pada hari kedua. Hal ini karena suhu yang tidak sesuai
menyebabkan asam laktat yang dihasilkan tidak sebanding dengan nutrisi
yang ada pada susu yang difermentasi. Sehingga variabel 7 dan 9 pun
sempat mengalami penurunan densitas (Taufiq, 2009).
P4

c. Fenomena Perubahan Kadar Glukosa Selama Fermentasi

2
1.75

Kadar Glukosa (%)


1.5
1.25
1
0.75
0.5
0.25
0
Variabel 7 Variabel 8 Variabel 9
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.11 Fenomena perubahan kadar glukosa sebagai akibat pengaruh


perbedaan suhu dalam proses pembuatan yoghurt
Pada grafik, terlihat rata – rata kadar glukosa selama proses fermentasi
dari yang terkecil hingga yang terbesar yaitu variabel 7 (Suhu 17OC)
merupakan yang tersedikit, lalu variabel 8 (Suhu 30OC) dan yang terbesar
ada variabel 9 (Suhu 37OC). Dimana glukosa akan terkonversi menjadi
asam laktat selama proses fermentasi berjalan. Hal ini karena menurut
literatur bakteri akan tumbuh dengan maksimal bila suhu lingkungan
dibawah 37OC. Namun, bakteri juga tidak akan mengalami pertumbuhan
bila suhu mencapai 5OC (Nurmiati, 2011).
Seharusnya kadar glukosa akan semakin kecil seiring berjalannya
proses fermentasi. Namun kenyataan yang ada, kadar glukosa yang didapat
justru naik dan turun. Hal ini terjadi karena pertumbuhan mikroba
dipengaruhi oleh kepekatan konsentrasi zat terlarut pada larutan tersebut.
Meningkatnya pertumbuhan koloni bakteri sesuai dengan kadar gula yang
diberikan. Hanya saja pertumbuhan mikroba pada suatu media tidak
selamanya berbanding lurus dengan penambahan kadar gula dalam proses
fermentasi, karena proses fermentasi juga menghasilkan alkohol, asam-
asam organik dan zat-zat lain. Kondisi ini dapat menjadi pembatas
pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba tidak berkembang secara terus-
menerus melainkan menurun seiring dengan penurunan sumber karbon
yang dimiliki dan asam-asam organik yang dihasilkan. Tingginya kadar
gula dan Total Soluble Solid pada suatu larutan dapat menjadi penyebab
kematian pada mikroba, karena dapat terjadi proses osmosis dari mikroba
ke larutan. Suatu tekanan osmosis akan sangat berpengaruh pada
pertumbuhan mikroba, jika tekanan osmosis lingkungan atau larutan lebih
P4

besar dari mikroba atau lingkungan hipertonis maka mikroba akan


mengalami plasmolisis (Ditya, 2012). Plasmolisis menyebabkan membran
sel pada bakteri akan terlepas dari dinding sel bakteri. Pada akhirnya
baketri tersebut akan rusak dan hancur. Padahal di dalam dinding sel ada
peptidoglikan yang merupakan perulangan disakarida. Porsi disakarida
yang dibentuk dari monosakarida disebut N-asetilglukosamin (NAG) dan
asam N-asetilmuramik (NAM) (berasal dari kata murus, artinya dinding)
dimana terkait dengan glukosa (Wahju, 2014). Sehingga kadar glukosa
dari dinding sel yang telah rusak itu akan bercampur dengan glukosa
larutan. Hal ini menyebabkan kadar glukosa akhir lebih besar dari kadar
glukosa awal (Wahju, 2014).
P4

d. Fenomena Perubahan Kadar Asam Laktat Selama Fermentasi

16
15
14
Kadar Asam Laktat (%)
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Variabel 7 Variabel 8 Variabel 9
Waktu (t)

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 4.12 Fenomena perubahan kadar asam laktat sebagai akibat pengaruh
perbedaan suhu dalam proses pembuatan yoghurt
Asam laktat merupakan produk hasil fermentasi susu. Asam laktat
terbentuk dari perubahan laktosa dalam susu. Pada grafik, terlihat rata –
rata jumlah asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi pada
variabel 8 (Suhu 30OC) merupakan yang terbanyak dibandingkan variabel
7 (Suhu 17OC) dan 9 (Suhu 37OC). Hal ini karena menurut literatur suhu
optimal dalam fermentasi yoghurt ini berada dikisaran suhu 30OC (Taufiq,
2009).
Seharusnya kadar asam laktat dari hari ke hari mengalami kenaikan.
Hal ini berbeda dengan kadar asam laktat pada ketiga variabel dari hari ke
hari. Ada yang mengalami kenaikan, dan ada yang mengalami penurunan.
Hal ini terjadi karena kadar protein yang tinggi berhubungan dengan
kandungan kasein yang tinggi, karena kasein adalah komponen utama dari
protein. Kasein sangat berpengaruh pada penggumpalan susu. Ikatan
peptida dari protein kasein sangat labil. Kehadiran asam laktat dalam susu
akibat aktivitas bakteri yoghurt menyebabkan terurainya ikatan peptida
dan submisel kasein terlepas sehingga menyebabkan agregasi membentuk
koagulan. Pembentukan koagulan yang semakin banyak sehingga
meningkatkan viskositas, dan menghambat mobilitas dari bakteri asam
laktat pada hari pertama. Hal ini lah yang menyebabkan penurunan kadar
asam laktat pada hari kedua dari semua variabel. Namun penurunan asam
laktat ini menyebabkan penurunan viskositas sehingga mobilitas dari
bakteri asam laktat pada hari kedua tidak terhambat dan kadar asam laktat
pada hari ketiga pun menjadi meningkat (Walstra, 1990).
P4

4.2.4 Proses Pembuatan Yoghurt Pada Berbagai Kondisi Operasi

Pengaruh penambahan gula bagi bakteri yaitu sebagai nutrisi untuk


bakteri fermentasi yoghurt, namun gula yang ditambahkan tidak boleh
terlalu banyak karena dapat menurunkan aktivitas bakteri/starter, sehingga
pembentukan asam laktat dari laktosa semakin menurun pula.. Hal ini terjadi
karena adanya proses osmosis, yaitu apabila bakteri diletakkan pada larutan
gula pekat maka air dalam sel akan menembus membran dan mengalir ke
dalam larutan gula (Winarno et al, 1980). Berdasarkan hasil percobaan
kami, kadar glukosa yang optimum untuk pembuatan yoghurt yaitu pada
variabel 1 sebesar 0,963 % karena berdasarkan standar kelayakan yoghurt
yang baik untuk konsumsi, dibutuhkan yoghurt yang memiliki rasa asam
dan tekstur kental, hal itu bisa ditemukan pada yoghurt variabel 1 yang
memiliki pH 3 dan kadar asam laktat yang tinggi sehingga menghasilkan
yoghurt yang kental (Hidayat et al, 2013).
Pengaruh suhu pada bakteri yaitu tiap bakteri memiliki suhu optimum
masing – masing untuk bisa berkembang dengan baik. Sebagai coontoh
Lactobacillus bulgaricus memiliki suhu optimum 50 – 550 C, sedangkan
Streptococcus thermophillus memiliki suhu optimum 450 C (Nyoman, dkk)
Suhu inkubasi optimum ini berpengaruh pada warna dan tekstur yogurt,
namun tidak mempengaruhi rasa yogurt (Nurzaina et al, 2005).
Pengaruh pH pada pembuatan yoghurt yaitu pH fermentasi akan
semakin meningkat seiring banyaknya nutrisi yang ditambahkan karena ada
penurunan aktivitas bakteri starter sehingga pembentukan asam laktat dari
laktosa juga menurun (Herly et al, 1978). Berdasarkan percobaan yang kami
lakukan, terjadi penurunan pH dari hari ke hari menjadi semakin asam
karena nutrisi untuk bakteri semakin berkurang dari hari ke hari akibat
dikonsumsi oleh bakteri tersebut. Peningkatan keasaman tersebut dapat
mencegah proliferasi (perbanyakan sel) dari bakteri patogen, sebagai contoh
Salmonella thypi. Yoghurt yang semakin asam tersebut menyebabkan
protein susu menyusut sehingga tekstur yoghurt semakin padat dan kental.
(Gielhoff, 2009).
P4

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kandungan pada masing – masing media mempengaruhi bakteri asam laktat
untuk mengubah glukosa menjadi asam laktat, media yang optimum untuk
fermentasi yoghurt memiliki suhu kisaran 300 menurut literatur . Suhu optimum
ini terdapat pada variabel 8, suhu lingkungan yang optimum ini menyebabkan
aktivitas bakteri asam laktat cepat dan optimal.
Penambahan nutrisi berupa gula menyebabkan kadar gula terkecil pada
variabel 4 sebesar 3% karena nutrisi yang diberikan terlalu sedikit untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat dan kadar gula terbesar pada variabel 6 sebesar
12% karena nutrisi yang ditambahkan terlalu banyak menyebabkan penurunan
aktivitas bakteri asam laktat. Penambahan nutrisi yang optimum pada variabel 5
sebesar 6%.
Yoghurt yang baik dikonsumsi memiliki tekstur kental dan rasa asam juga
kadar asam laktat tinggi. Pembuatan yoghurt dari cimory dan susu full cream
membuat tekstur yoghurt menjadi kental.
Yoghurt yang dihasilkan memiliki pH asam (3) karena pengaturan pH saat
awal menyebabkan media yang bersifat asam menunjang bakteri memproduksi
asam laktat, seharusnya pH fermentasi akan semakin meningkat seiring
banyaknya nutrisi yang ditambahkan karena ada penurunan aktivitas bakteri
starter sehingga pembentukan asam laktat dari laktosa juga menurun sehingga pH
menjadi asam.

5.2 Saran
1. Teliti saat mengatur pH.
2. Teliti saat melakukan titrasi analisis glukosa dan asam laktat.
3. Menjaga kebersihan agar yoghurt tidak terkontaminasi bakteri lain.
4. Tutup yoghurt dengan rapat menggunakan daun pisang/plastik (sesuai
variabel) agar tidak dimasuki belatung/larva.
5. Hati – hati saat melakukan pemanasan agar suhu tidak berlebih.
P4

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ir. Ms. Phd. Diktat Kuliah Kimia Organik II. Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Amanah, Nur. 2011. Identifikasi dan Karakterisasi Substrat Antimikroba dari Bakteri
Asam Laktat Kandidat Probiotik yang Diisolasi dari Dadiah dan Yogurt.
Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Anonimus. 1992. SNI yoghurt (SNI 01-1981-1992.1992). Dewan Standarisasi
Nasional. Jakarta
Anonim. 2006. “Bakteri Asam Laktat” diakses dari id.wikipedia.org pada 20
November 2015
Arghandina. 2014. “Yoghurt”. Diakses dari jurnal.ift.or.id/34174177%20nilai%20
pH%20kekentalan%20citaras pada 28 November 2015

Atlas RM. 1995. Principles of microbiology. St. Louis: Mosby. ISBN 0-8016-7790-4

Bajil. 2011. “Titrasi Asam Basa” diakses dari http://bajilfarmasiumi.


co.id/2011/10/titrasi-asam-basa.html pada 28 November 2015
Buku Paduan Praktikum Mikrobiologi Industri 2012. Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Chusniati, S. dan M.H. Effendi. 2008. Peningkatan Cita Rasa dan Tekstur Yoghurt dari
Susu Kambing dengan Penambahan Konsentrasi Inokulan.Veterinaria
Medika. 1: 29-34
Dewi, Erlyn C., dkk. 2013. Efektivitas Penambahan Madu dan Susu Skim Terhadap
Kadar Asam Laktat dan pH Yoghurt Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.)
dengan Menggunakan Inokulum Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus. Jurusan Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas
Riau.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ghadge, P.N., K.Prasad, and P.S. Kadam. 2008. Effect of fortification on the physico-
chemical and sensory properties of buffalo milk yoghurt
Gianti, I dan Evanuraini, H. 2011. Pengaruh Penambahan Gula Dan Lama
Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Susu Fermentasi. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak. Vol. 6, No. I. Hal 28 – 33
Gielhoff. 2009. Yoghurt. Diakses dari www.academia.edu/Kandungan_Yoghurt pada
28 November 2015
P4

Hardianti, Dhaniar N., 2013. Penetapan Kadar Glukosa Pada Yoghurt Leri. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Herry, dkk. 1978. Staff.unud.ac.id/pemilihan-dan-penanganan-starter-yoghurt-di-
tingkat-industri diakses pada 22 November 2015
Hidayat, Kusrahayu, dan Mulyani. 2013. TOTAL BAKTERI ASAM LAKTAT, NILAI
pH DAN SIFAT ORGANOLEPTIK DRINK YOGHURT DARI SUSU SAPI
YANG DIPERKAYA DENGAN EKSTRAK BUAH MANGGA. Animal
Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 160 – 167
Latifah N., dkk. 2012. Kesesuaian Standar Mutu “Bio Kul” Yoghurt Strawberry
Berdasarkan SNI 2981_2009 dan Codex Stan 243 – 2003. Makalah Tugas
Manajemen Mutu dan Regulasi Pangan. Universitas Brawijaya: Malang.
Munawar, Taufik. 2009. “Bakteri Yoghurt” diakses dari http://muhtaufiqmunawar.
co.id/2009/01/bakteri-pada-yoghurt.html pada 28 November 2015
Nurzaina, dkk. 2005. Jitek.ub.ac.id/index.php/jitek/article/download/95/94 diakses
pada 22 November 2015
Pratiwi, Eka, Ekawati Purwijantiningsih, F Sinung Pranata. 2014. KUALITAS DAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN PROBIOTIK DENGAN
VARIASI EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (Hyloreceus polyrhizus)
diakses dari http://e-journal.uajy.ac.id/6526/1/JURNAL.pdf pada 28
November 2015
Purwitasari, Tanti. 2009. “Pengaruh Gula Pasir Pada Pembuatan Soyghurt Terhadap
Kadar Asam Laktat, Daya Terima, Dan Sifat Organoleptik”. Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.Universitas Muhammadiyah : Surakarta .
Ramadzanti, A. 2006. Aktivitas Protease dan Kandungan Asam Laktat Pada Yoghurt
yang Dimodifikasi Bifidobacterium bifidum. Program Studi Biokimia.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor. Skripsi.
Ramli, Nurmiati. 2011. Pengaruh lingkungan terhadap bakteri. Diakses dari
https://www.academia.edu/9066257/pengaruh_lingkungan_terhadap_pertu
mbuhan_mikroorganisme pada 28 November 2015
Safari, A., 1995. Teknik Membuat Gula Aren. Karya Anda, Surabaya.
Seppo Salminen, Atte von Wright, Arthur Ouwehand (2004). Lactic Acid Bacteria:
Microbiological and Functional Aspects, Fourth Edition. CRC Press. ISBN
978-0-8247-5332-0.Page.1
Smid, E.J., Gorris, L.G.M., 1999. Natural antimicrobials for food preservation. In:
Rahman, M.S. (Ed.), Handbook of Food Preservation. Marcel Dekker, New
York, pp. 285–308.
P4

Utami, I. 2009. Hubungan antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen.


Skripsi. Universitas Indonesia, Jakarta.
Yunita, Dewi, dkk. 2011. Pembuatan Niyoghurt dengan Perbadaan Perbandingan.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syah
Kuala.
Walstra, P. 1990. Dairy foods: On the stability of casein micelles. J. Dairy Sci. 73:
1965 – 1979.
Wijaya, Ardi, Dini Sekar, Enrico. 2008. Karbohidrat. Diakses dari
scribd.com/doc/86279779 pada 28 November 2015
Winarno. 1980. Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/agp-agu2005-1%20(4).pdf
diakses pada 22 November 2015
Wuri, P. 2011. Pengaruh penambahan berbagai jenis bahan penstabil terhadap
karakteristik fisiokokimia dan organoleptik yoghurt jagung. Diakses dari
digilib.uns.ac.id pada 20 November 2015

Anda mungkin juga menyukai