INTISARI
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
a. Mengetahui pengaruh media terhadap yoghurt yang dihasilkan.
b. Mengetahui pengaruh penambahan nutrisi terhadap yoghurt yang dihasilkan.
c. Mengetahui pengaruh jumlah penambahan starter terhadap yoghurt yang
dihasilkan
d. Mengetahui pengaruh pH fermentasi terhadap yoghurt yang dihasilkan
1.3 .Manfaat
a. Mahasiswa mengetahui mengetahui pengaruh media terhadap yoghurt yang
dihasilkan.
b. Mahasiswa mengetahui pengaruh penambahan nutrisi terhadap yoghurt yang
dihasilkan.
c. Mahasiswa mengetahui pengaruh jumlah penambahan starter terhadap yoghurt
yang dihasilkan
d. Mahasiswa mengetahui pengaruh pH fermentasi terhadap yoghurt yang
dihasilkan
P4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Yoghurt atau yogurt/ yogourt merupakan produk olahan susu dari hasil
fermentasi dua baketri asam laktat (BAL) sebagai starter, yakni Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yang hidup bersimbiosis. Lama
fermentasi akan berakibat pada turunnya pH yoghurt dengan rasa asam segar yang
khas. Selain itu, dihasilkan pula asam asetat, asetaldehid, dan bahan lain yang
mudah menguap. (Susilorini et al, 2006).
Yoghurt (atau kadang penulisannya yogurt) yang juga dikenal sebagai susu
asam merupakan hasil fermentasi dari susu. Yoghurt sendiri mengandung 2 jenis
probiotik, yaitu lactobacillus dan bifidobachterium. Jadi, pembuatan yoghurt ini
bukannya tanpa alasan, kandungan gizi yang terdapat pada yoghurt merupakan
alasan mengapa kita perlu mengkonsumsinya. Yoghurt atau yogurt adalah sebuah
produk susu yang dihasilkan oleh bakteri fermentasi susu. Fermentasi dari laktosa
menghasilkan asam laktat yang bekerja pada protein susu sehingga membuat
yoghurt lebih padat serta memiliki tekstur dan aroma yang khas. Umumnya
yoghurt dibuat menggunakan susu sapi, namun ada beberapa yoghurt juga
menggunakan susu kedelai.Yoghurt telah dikonsumsi selama lebih dari 4500
tahun dan telah terkenal di seluruh dunia dewasa ini. Yoghurt memiliki
kandungan nutrisi yang baik untuk kesehatan. Beberapa di keunggulan yoghurt
adalah kaya protein, memiliki kandungan kalsium, riboflavin, vitamin B6 dan
vitamin B12. Yoghurt pun sangat cocok di konsumsi oleh para ibu hamil dan
untuk para wanita yang gemar melakukan diet. (Nettyhera, 2009)
1. Yoghurt pasteurisasi
P4
2. Yoghurt beku
3. Dietetic yoghurt
4. Yoghurt konsentrat
5. Kefir
tiga, yaitu yoghurt berlemak penuh (kadar lemak lebih dari 3%),
Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan
untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri
asam laktat terbagi menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok
homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula.
C12 H22 O11 C6 H12 O6 2CH3CHOHCOOH
Pasteurisasi dilakukan pada suhu 80-85°C selama 30 menit. Tujuan pasteurisasi adalah
untuk membunuh mikroba kontaminan baik patogen maupun pembusuk yang terdapat
dalam bahan baku sehingga dapat memberikan lingkungan yang steril dan kondusif
untuk pertumbuhan kultur starter. Selain itu juga untuk denaturasi dan koagulasi
protein whey sehingga dapat meningkatkan viskositas dan tekstur yoghurt. (Adi
Firman, 2011)
Inokulasi
P4
Setelah proses pemanasan, dilakukan proses pendinginan susu tersebut mencapai suhu
inkubasi, yaitu 43-490C dan kemudian dilakukan penambahan starter yogurt (
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus). Penambahan starter yogurt
ini dilakukan dalam berbagai tingkatan persentase 2-5%. Tingkat penambahn starter
berpengaruh terhadap aktivitas bakteri dan produksi asam. ( Adi Firman, 2011 )
Fermentasi
Setelah proses inkulasi dilakukan proses inkubasi. Suhu harus diatur pada kisaran 40-
430C, yang merupakan kondisi optimum dalam proses fermentasi. Pada umumnya
setelah penyimpanan selama 3 sampai 6 jam, maka akan terjadi koagulasi
(penggumpalan). ( Widodo, 2002)
Refrigerasi
Produk yogurt yang dihasilkan segera disimpan dalam refrigerator yang bersuhu 4-
50C, karena apabila dibiarkan terlalu lama pada suhu inkubasi maka produksi asam
akan semakin meningkat dan terbentuk rasa pahit. Yogurt dapat tahan disimpan selama
1 minggu ( Adi Firman, 2011 )
1. Kultur Starter
Penyediaan kultur starter dalam bentuk kering / ragi akan memudahkan
penggunaan kultur starterbaru pada setiap fermentasi. Sehingga fermentasi
lebih terkontrol dan kualitas produk lebih terjamin.
2. Pasteurisasi Suhu
Susu harus dipanaskan (pasteurisasi) terlebih dahulu sebelum ditanam bibit
yoghurt agar di dalam susu tersebut hanya terdapat mikroba yoghurt.
3. Suhu Fermentasi
a. Untuk bakeri streptococcus thermopilus suhu optimal dalam pembuatan
yoghurt adalah 300C – 400C
b. Suhu optimal dalam pembuatan yoghurt untuk bakteri lactobacillus
bulgarius adalah 420C - 450C
4. pH
a. pH 5,5-5,8 adalah pH optimum untuk fermentasi dengan Lactobacillus
Bulgaricus.
b. Untuk bakteri streptococcus thermopillus pH optimalnya adalah 5,5-6,0
Yoghurt bisa dikonsumsi oleh siapa saja dan kapan saja. Kandungan dalam yoghurt
sangat baik untuk semua orang, di dalam yoghurt mengandung banyak sekali vitamin
dan juga kalsium yang sangat baik untuk tubuh ( Putri, 2012).
1. Menyehatkan Pencernaan
2. Menguatkan Tulang
Sama seperti susu, yogurt kaya akan kalsium yg membuat tulang semakin kuat &
tidak mudah rapuh. dgn tulang yg kuat maka kita dapat bergerak dgn lebih aktif tanpa
hambatan. Penderita lactose intolerance sangat dianjurkan mengkonsumsi yogurt
tanpa perlu khawatir diare ataupun sesak napas karena mengkonsumsi susu.
5. Menetralisir Antibiotik
Ketika mengkonsumsi obat antibiotik, bukan hanya bakteri patogen yg mati
tetapi juga bakteri baiknya. Karena itu kita sering merasa lemas & lesu ketika masa
recovery sehabis sakit. Yogurt dapat membantu meningkatkan jumlah bakteri baik
dalam tubuh kita sehingga masa recovery lebih cepat. ( Neodamail, 2015 )
P4
Kefir mengandung beberapa strain bakteri yang tidak dapat ditemukan pada
yoghurt, Lactobacillus Caucasus, Leuconotoc, spesies Acetobacter dan species
Stretococcus. Kefir juga mengandung ragi yang bermanfaat, seperti
Saccharomyces kefir dan Torula kefir, yang mendominasi, mengontrol dan
menghilangkan ragi pathogen yang destruktif dalam tubuh manusia (Eva Yulia,
2013).
Dengan larutan glukosa 1%, Fehling menghasilkan endapan berwarna merah bata
(Ardi, 2008).
Uji Fehling :
Oksidasi secara kimia dari aldosa pada umumnya menghasilkan asam aldonat.
(Ardi, 2008)
P4
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan dan Alat
3.1.1 Bahan
1. Susu Full Cream 210 gram 5. Aquades
2. Cimory 140 ml 6. Larutan fehling A dan B
3. Gula Pasir 90 gram 7. Indilator Metilen Blue
4. NaOH dan CH3COOH
3.1.2 Alat
1. Pipet 7. Botol semprot
2. Gelas ukur 8. Indikator pH
3. Erlenmeyer 9. Pignometer
4. Labu ukur 10. Buret, statif, klem
5. Kompor listrik 11. Termometer
6. Pipet volume
1. 2. 3.
4. 5. 6.
P4
7. 8.
9. 10. 11.
P4
F = volume titran
2. Mengukur kadar glukosa bahan baku
a. Ambil 5 ml bahan baku, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml netralkan
pHnya.
b. Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, tambahkan 5 ml
glukosa standar yang telah diencerkan.
c. Panaskan hingga 60os.d. 70oC.
d. Titrasidengan glukosa standar sambil dipanaskan 60os.d. 70oC sampai
warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB.
e. Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60os.d.
70oC sampai warna biru menjadi merah bata.
f. Catat kebutuhan titran.
M = volume titran
Keterangan :
A = Volume NaOH terpakai (ml)
B = Konsetrasi NaOH (N)
C = Volume sampel yang dianalisis (ml)
90 = BE asam laktat (90g/ekivalen)
P4
BAB IV
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh pH Awal Dalam Proses Pembuatan Yoghurt
11
10
9
8
7
6
pH
5
4
3
2
1
0
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
Waktu (t)
1.1
1.09
1.08
1.07
Densitas (gr/ml)
1.06
1.05
1.04
1.03
1.02
1.01
1
0.99
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
Waktu (t)
Gambar 4.2 Fenomena perubahan densitas sebagai akibat pengaruh pH awal dalam
proses pembuatan yoghurt
Secara keseluruhan dapat dilihat pada grafik bahwa variabel 1 (pH 2),
variabel 2 (pH 5), dan variabel 3 (pH 10) mengalami kenaikan densitas
hingga pada hari terakhir saat yoghurt dipanen. Hal ini disebabkan oleh
adanya proses pengentalan seperti gel karena koagulasi protein yang
diakibatkan oleh proses fermentasi. Hasil olahan susu ini berbentuk seperti
bubur, tidak terlalu encer dan tidak terlalu padat. Pengaruh pH awal sendiri
dapat terlihat, dimana semakin asam medium maka semakin besar
densitasnya.Karena bakteri asam laktat akan bekerja dengan optimal pada
suasana asam. Namun pada variabel 3 kenaikan densitas baru terjadi mulai
pada hari kedua, sedangkan pada hari pertama mengalami penurunan
densitas. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pH 10 yang membuat bakteri
asam laktat tidak dapat melakukan proses fermentasi dengan sempurna
hingga pH lingkungan menjadi asam (Wuri, 2011).
P4
1.95
1.8
1.65
Kadar Glukosa (%) 1.5
1.35
1.2
1.05
0.9
0.75
0.6
0.45
0.3
0.15
0
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
Waktu (t)
100
95
90
85
80
Kadar Asam Laktat (%)
75
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
Waktu (t)
Gambar 4.4 Fenomena perubahan kadar asam laktat sebagai akibat pengaruh pH
awal dalam proses pembuatan yoghurt
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat kadar asam laktat pada
variabel 1 (pH 2), variabel 2 (pH 5), serta variabel 3 (pH 10). Secara
keseluruhan, terlihat pada variabel 1 memproduksi asam laktat lebih
banyak dibandingkan variabel 2 dan 3. Seharusnya dari hari ke hari, asam
laktat yang dihasilkan semakin banyak. Kesalahan ini disebabkan
pertumbuhan kultur yang terganggu akibat pH yang tidak tepat dengan pH
optimum BAL yaitu 5,8 sehingga menyebabkan mikroba yang mampu
bertahan hidup semakin sedikit, padahal mikroba tersebut bermanfaat
untuk mengubah glukosa menjadi asam laktat. (Argandhina, 2014). Disisi
lain bila suatu bakteri ingin mencapai atau membuat kondisi pH menjadi
optimum, bakteri tersebut harus dapat bertahan di kondisi yang tidak
optimum. Lactobacillus sp sendiri bukan termasuk bakteri penghasil
endospora. Dimana bakteri penghasil endospora seperti Clostridium sp
dapat bertahan di kondisi yang tidak sesuai (Atlas, 1995).
6
5
4
pH
3
2
1
0
Variabel 4 Variabel 5 Variabel 6
Waktu (t)
1.11
1.1
1.09
1.08
1.07
Densitas (gr/ml)
1.06
1.05
1.04
1.03
1.02
1.01
1
0.99
0.98
0.97
0.96
0.95
Variabel 4 Variabel 5 Variabel 6
Waktu (t)
2.1
1.95
1.8
Kadar Glukosa (%) 1.65
1.5
1.35
1.2
1.05
0.9
0.75
0.6
0.45
0.3
0.15
0
Variabel 4 Variabel 5 Variabel 6
Waktu (t)
28
26
24
Kadar Asam Laktat (%)
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Variabel 4 Variabel 5 Variabel 6
Waktu (t)
Gambar 4.8 Fenomena perubahan kadar asam laktat sebagai akibat pengaruh
penambahan nutrisi dalam proses pembuatan yoghurt
P4
Namun dilain hal, semakin banyak asam laktat yang diproduksi maka
semakin kental susu yang difermentasi. Akibatnya mobilitas bakteri akan
terhambat dalam memproduksi asam organik. Sehingga semakin besar
asam laktat yang dihasilkan pada hari pertama, semakin kecil kadar asam
pada hari kedua. Penurunan kadar asam laktat ini membuat kekentalan
susu berkurang, sehingga mobilitas dari bakteri akan meningkat lalu
produksi asam laktat akan kembali meningkat pada hari ketiga. Sehingga
kadar asam laktat pada semua variabel akan naik – turun – naik selama
berjalannya proses fermentasi (Wuri, 2011).
6
5
4
pH
3
2
1
0
Variabel 7 Variabel 8 Variabel 9
Waktu (t)
1.75
1.5
Densitas (gr/ml)
1.25
1
0.75
0.5
0.25
0
Variabel 7 Variabel 8 Variabel 9
Waktu (t)
Gambar 4.10 Fenomena perubahan densitas sebagai akibat pengaruh perbedaan suhu
dalam proses pembuatan yoghurt
Dengan melihat data perkembangan densitas pada variabel 7 (suhu
170C), variabel 8 (suhu 300C), dan variabel 9 (suhu 370C) selama
berjalannya proses fermentasi, hingga yoghurt dipanen mengalami
kenaikan densitas. Kecuali pada variabel 7 dan 9 di hari kedua yang
mengalami penurunan densitas. Hal ini disebabkan suhu yang
dikondisikan pada variabel 8 merupakan suhu optimal dalam proses
fermentasi yoghurt yaitu 300C. Sehingga kerja bakteri asam laktat dalam
mengkonversi glukosa menjadi asam laktat menjadi optimal. Akibatnya
biomassa dalam susu fermentasi akan terus bertambah seiring dengan
berjalannya waktu. Berbeda dengan variabel 7 dan 9 yang mengalami
penurunan densitas pada hari kedua. Hal ini karena suhu yang tidak sesuai
menyebabkan asam laktat yang dihasilkan tidak sebanding dengan nutrisi
yang ada pada susu yang difermentasi. Sehingga variabel 7 dan 9 pun
sempat mengalami penurunan densitas (Taufiq, 2009).
P4
2
1.75
16
15
14
Kadar Asam Laktat (%)
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Variabel 7 Variabel 8 Variabel 9
Waktu (t)
Gambar 4.12 Fenomena perubahan kadar asam laktat sebagai akibat pengaruh
perbedaan suhu dalam proses pembuatan yoghurt
Asam laktat merupakan produk hasil fermentasi susu. Asam laktat
terbentuk dari perubahan laktosa dalam susu. Pada grafik, terlihat rata –
rata jumlah asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi pada
variabel 8 (Suhu 30OC) merupakan yang terbanyak dibandingkan variabel
7 (Suhu 17OC) dan 9 (Suhu 37OC). Hal ini karena menurut literatur suhu
optimal dalam fermentasi yoghurt ini berada dikisaran suhu 30OC (Taufiq,
2009).
Seharusnya kadar asam laktat dari hari ke hari mengalami kenaikan.
Hal ini berbeda dengan kadar asam laktat pada ketiga variabel dari hari ke
hari. Ada yang mengalami kenaikan, dan ada yang mengalami penurunan.
Hal ini terjadi karena kadar protein yang tinggi berhubungan dengan
kandungan kasein yang tinggi, karena kasein adalah komponen utama dari
protein. Kasein sangat berpengaruh pada penggumpalan susu. Ikatan
peptida dari protein kasein sangat labil. Kehadiran asam laktat dalam susu
akibat aktivitas bakteri yoghurt menyebabkan terurainya ikatan peptida
dan submisel kasein terlepas sehingga menyebabkan agregasi membentuk
koagulan. Pembentukan koagulan yang semakin banyak sehingga
meningkatkan viskositas, dan menghambat mobilitas dari bakteri asam
laktat pada hari pertama. Hal ini lah yang menyebabkan penurunan kadar
asam laktat pada hari kedua dari semua variabel. Namun penurunan asam
laktat ini menyebabkan penurunan viskositas sehingga mobilitas dari
bakteri asam laktat pada hari kedua tidak terhambat dan kadar asam laktat
pada hari ketiga pun menjadi meningkat (Walstra, 1990).
P4
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kandungan pada masing – masing media mempengaruhi bakteri asam laktat
untuk mengubah glukosa menjadi asam laktat, media yang optimum untuk
fermentasi yoghurt memiliki suhu kisaran 300 menurut literatur . Suhu optimum
ini terdapat pada variabel 8, suhu lingkungan yang optimum ini menyebabkan
aktivitas bakteri asam laktat cepat dan optimal.
Penambahan nutrisi berupa gula menyebabkan kadar gula terkecil pada
variabel 4 sebesar 3% karena nutrisi yang diberikan terlalu sedikit untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat dan kadar gula terbesar pada variabel 6 sebesar
12% karena nutrisi yang ditambahkan terlalu banyak menyebabkan penurunan
aktivitas bakteri asam laktat. Penambahan nutrisi yang optimum pada variabel 5
sebesar 6%.
Yoghurt yang baik dikonsumsi memiliki tekstur kental dan rasa asam juga
kadar asam laktat tinggi. Pembuatan yoghurt dari cimory dan susu full cream
membuat tekstur yoghurt menjadi kental.
Yoghurt yang dihasilkan memiliki pH asam (3) karena pengaturan pH saat
awal menyebabkan media yang bersifat asam menunjang bakteri memproduksi
asam laktat, seharusnya pH fermentasi akan semakin meningkat seiring
banyaknya nutrisi yang ditambahkan karena ada penurunan aktivitas bakteri
starter sehingga pembentukan asam laktat dari laktosa juga menurun sehingga pH
menjadi asam.
5.2 Saran
1. Teliti saat mengatur pH.
2. Teliti saat melakukan titrasi analisis glukosa dan asam laktat.
3. Menjaga kebersihan agar yoghurt tidak terkontaminasi bakteri lain.
4. Tutup yoghurt dengan rapat menggunakan daun pisang/plastik (sesuai
variabel) agar tidak dimasuki belatung/larva.
5. Hati – hati saat melakukan pemanasan agar suhu tidak berlebih.
P4
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ir. Ms. Phd. Diktat Kuliah Kimia Organik II. Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Amanah, Nur. 2011. Identifikasi dan Karakterisasi Substrat Antimikroba dari Bakteri
Asam Laktat Kandidat Probiotik yang Diisolasi dari Dadiah dan Yogurt.
Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Anonimus. 1992. SNI yoghurt (SNI 01-1981-1992.1992). Dewan Standarisasi
Nasional. Jakarta
Anonim. 2006. “Bakteri Asam Laktat” diakses dari id.wikipedia.org pada 20
November 2015
Arghandina. 2014. “Yoghurt”. Diakses dari jurnal.ift.or.id/34174177%20nilai%20
pH%20kekentalan%20citaras pada 28 November 2015
Atlas RM. 1995. Principles of microbiology. St. Louis: Mosby. ISBN 0-8016-7790-4
Hardianti, Dhaniar N., 2013. Penetapan Kadar Glukosa Pada Yoghurt Leri. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Herry, dkk. 1978. Staff.unud.ac.id/pemilihan-dan-penanganan-starter-yoghurt-di-
tingkat-industri diakses pada 22 November 2015
Hidayat, Kusrahayu, dan Mulyani. 2013. TOTAL BAKTERI ASAM LAKTAT, NILAI
pH DAN SIFAT ORGANOLEPTIK DRINK YOGHURT DARI SUSU SAPI
YANG DIPERKAYA DENGAN EKSTRAK BUAH MANGGA. Animal
Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 160 – 167
Latifah N., dkk. 2012. Kesesuaian Standar Mutu “Bio Kul” Yoghurt Strawberry
Berdasarkan SNI 2981_2009 dan Codex Stan 243 – 2003. Makalah Tugas
Manajemen Mutu dan Regulasi Pangan. Universitas Brawijaya: Malang.
Munawar, Taufik. 2009. “Bakteri Yoghurt” diakses dari http://muhtaufiqmunawar.
co.id/2009/01/bakteri-pada-yoghurt.html pada 28 November 2015
Nurzaina, dkk. 2005. Jitek.ub.ac.id/index.php/jitek/article/download/95/94 diakses
pada 22 November 2015
Pratiwi, Eka, Ekawati Purwijantiningsih, F Sinung Pranata. 2014. KUALITAS DAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN PROBIOTIK DENGAN
VARIASI EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (Hyloreceus polyrhizus)
diakses dari http://e-journal.uajy.ac.id/6526/1/JURNAL.pdf pada 28
November 2015
Purwitasari, Tanti. 2009. “Pengaruh Gula Pasir Pada Pembuatan Soyghurt Terhadap
Kadar Asam Laktat, Daya Terima, Dan Sifat Organoleptik”. Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.Universitas Muhammadiyah : Surakarta .
Ramadzanti, A. 2006. Aktivitas Protease dan Kandungan Asam Laktat Pada Yoghurt
yang Dimodifikasi Bifidobacterium bifidum. Program Studi Biokimia.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor. Skripsi.
Ramli, Nurmiati. 2011. Pengaruh lingkungan terhadap bakteri. Diakses dari
https://www.academia.edu/9066257/pengaruh_lingkungan_terhadap_pertu
mbuhan_mikroorganisme pada 28 November 2015
Safari, A., 1995. Teknik Membuat Gula Aren. Karya Anda, Surabaya.
Seppo Salminen, Atte von Wright, Arthur Ouwehand (2004). Lactic Acid Bacteria:
Microbiological and Functional Aspects, Fourth Edition. CRC Press. ISBN
978-0-8247-5332-0.Page.1
Smid, E.J., Gorris, L.G.M., 1999. Natural antimicrobials for food preservation. In:
Rahman, M.S. (Ed.), Handbook of Food Preservation. Marcel Dekker, New
York, pp. 285–308.
P4