Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN PENYAKIT TROPIS

ASUHAN KEPERAWATAN MUMPS DAN RUBELLA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
DEBI SAMBAK (C121 15 005)
SUNARTI (C121 15 017)
RUTH MELDA PATANDEAN (C121 15 029)
ELNA NURJANNAH (C121 15 302)
MEGAWATI SYAM (C121 15 314)
PEGI YULIANI (C121 15 501)
SUCI ALIFKHA DIDIN (C121 15 515)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-
Nya Penyusun diberi kemampuan untuk menyelesaikan makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Mumps dan Rubella” ini sampai selesai. Salawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Rasulullah SAW, para Sahabat dan Sahabiah, yang garis hidupnya telah
memberikan teladan yang tak habis-habisnya untuk ditelaah. Semoga kita cukup diberi
keberuntungan hidup yang penuh Rahmat dengan meneladani para teladan terbaik dari
seluruh Umat tersebut.
Dalam penyusunan makalah ini Penyusun banyak memperoleh bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-
teman yang telah berpartisipasi aktif dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga dengan terselesaikannya makalah Asuhan Keperawatan Mumps dan
Rubella ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 31 Maret 2018

Penyusun,

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. MUMPS .......................................................................................................................... 3
1. Definisi Mumps ........................................................................................................... 3
2. Epidemiologi Mumps .................................................................................................. 3
3. Etiologi Mumps ........................................................................................................... 3
4. Klasifikasi parotitis ..................................................................................................... 4
5. Manifestasi Mumps ..................................................................................................... 4
6. Komplikasi Mumps (Gondong) .................................................................................. 4
B. RUBELLA ...................................................................................................................... 5
1. Definisi Rubella........................................................................................................... 5
2. Etiologi ........................................................................................................................ 5
3. Patogenesis dan patologi ............................................................................................. 5
4. Epidemiologi ............................................................................................................... 6
5. Manifestasi .................................................................................................................. 6
6. Rubella Kongenital ...................................................................................................... 7
7. Diagnosis ..................................................................................................................... 8
8. Pencegahan .................................................................................................................. 8
9. Askep Rubella ............................................................................................................. 9
BAB III .................................................................................................................................... 13
PENUTUP................................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mumps (Parotitis) adalah penyakit sistemik yang ditandai dengan pembesaran
kelenjar parotis. Meskipun penyakit ini ringan dan vaksinasinyapun telah dikembangkan,
namun kasus sporadik yang berat tetap ditemukan. Insidens penyakit parotitis telah jauh
menurun dibandingkan dengan periode sebelum tahun 1967.
Rubella disebabkan oleh virus. Virus Rubella cepat mati oleh sinar ultra violet, bahan
kimia, bahan asam dan pemanasan. Rubella pada anak sering hanya menimbulkan gejala
demam ringan atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terlaporkan, sedangkan
Rubella pada wanita dewasa sering menimbulkan sakit sendi (arthritis atau arthralgia).
Rubella pada wanita hamil terutama pada kehamilan trimester pertama dapat
mengakibatkan keguguran atau bayi lahir dengan cacat bawaan yang disebut congenital
rubella syndrome (CRS).
Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 30.463 kasus rubella. Jumlah
kasus ini diperkirakan masih lebih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan,
mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari pelayanan
kesehatan swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah. Di Indonesia,
Rubella merupakah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan upaya
pencegahan efektif. Data surveilans selama lima tahun terakhir menunjukan 70% kasus
rubella terjadi pada kelompok usia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mumps dan rubella ?
2. Apa etiologi dan faktor risiko dari mumps dan rubella ?
3. Apa tanda dan gejala dari mumps dan rubella ?
4. Apa komplikasi dari mumps dan rubella ?
5. Apa pemeriksaan diagnostik pada mumps dan rubella ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan mumps dan rubella ?
7. Bagaimana tindakan keperawatan uatma pasien dengan mumps dan rubella ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan mumps dan rubella ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui definisi mumps dan rubella ?
2. Mampu mengetahui etiologi dan faktor risiko dari mumps dan rubella ?
3. Mampu mengetahui tanda dan gejala dari mumps dan rubella ?
4. Mampu mengetahui komplikasi dari mumps dan rubella ?
5. Mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik pada mumps dan rubella ?
6. Mampu mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan mumps dan rubella ?
7. Mampu mengetahui tindakan keperawatan uatma pasien dengan mumps dan rubella ?
8. Mampu mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mumps dan rubella ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. MUMPS
1. Definisi Mumps
Mumps/ Parotitis/ Gondong adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan
menyebar dari manusia ke manusia melalui kontak langsung atau udara. Kadang-
kadang disebut parotitis infeksi, terutama mempengaruhi kelenjar ludah. Gejala awal
biasanya tidak spesifik, seperti sakit kepala, malaise dan demam, diikuti dalam satu
hari oleh pembengkakan karakteristik kelenjar parotid (saliva) (WHO, 2016).

Gambar 1. Anak yang Mengalami Penyakit Mumps

2. Epidemiologi Mumps
Mumps merupakan penyakit endemic pada populasi penduduk urban. Virus
menyebar melalui kontak langsung, air ludah, muntah yang bercampur dengan saliva,
dan urin. Penyakit ini dapat terjadi di semua usia tetapi 85% kasus terjadi pada masa
anak berusia kurang dari 15 tahun dengan proporsi tertinggi pada usia 5-9 tahun.
Dilaporkan juga hampir di seluruh dunia,demikian juga di Indonesia resiko anak
terkena gondong mungkin masih tinggi. Gondong masih endemik di banyak Negara di
seluruh dunia, sedangkan vaksin MMR digunakan hanya 57% dari Negara-negara
yang menjadi anggota Organisasi Kesehatan Dunia, terutama di Negara-negara maju.
Dalam Inggris dan Wales, sebuah epidemiologi gondok yang dimulai pada 2005 telah
dilaporkan 56.390 kasus kematian

3. Etiologi Mumps
Melalui virus mumps yang menular melalui droplet, kontak langsung, air liur
dan urin. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3 hari setelah terlihatnya
pembengkakan kalenjar parotis (Pudjiadi, 2009)

3
4. Klasifikasi parotitis
a. Parotitis kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia
antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya
anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
b. Parotitis akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-vedah
yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut,
khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan
dehidrasi.

5. Manifestasi Mumps
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan. Sebanyak 30-40%
penderita tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi tetap menjadi sumber penularan.
Gejala awal gondong adalah demam, hilang nafsu makan, lelah, lesu, dan sakit kepala
diikuti dengan nyeri otot terutama daerah leher dan pembengkakan serta rasa sakit
pada kelenjar liur. Satu atau lebih banyak kelenjar liur parotid (yang terletak dalam
pipi, dekat garis rahang, di bawah telinga) paling sering terlibat (NSW Government
Health).
Gejala klasik yang muncul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit
telinga dan diperberat jika mengunyah makanan terutama makanan asam. Demam
akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh akan kembali normal sebelum
pembengkakan kelenjar hilang. Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7
hari.Gondong biasanya suatu penyakit yang lebih parah di kalangan penderita yang
terinfeksi setelah akil balig (PPDS IKA FK UNUD).

6. Komplikasi Mumps (Gondong)


Komplikasi pada gondong jarang terjadi dan dapat termasuk peradangan otak
(ensefalitis), selaput otak dan tulang punggung (meningitis), buah pelir (orkitis),
ovary (ooforitis), payudara (mastitis), keguguran spontan dan kehilangan
pendengaran. Kemandulan (tidak mampu beranak) pada kaum pria amat jarang.

4
B. RUBELLA
1. Definisi Rubella
Rubella adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang dapat dengan mudah
menyebar di antara orang-orang yang belum pernah memilikinya dan belum
divaksinasi. Gejala yang paling umum adalah demam ringan, sakit kepala,
pembengkakan kelenjar getah bening (sering di belakang leher), dan ruam yang
berlangsung sekitar tiga hari. Sekitar setengah dari semua orang yang terkena
penyakit ini tidak mendapat ruam. Beberapa orang (terutama wanita) bisa mengalami
persendian yang bengkak dan menyakitkan, tetapi gejala ini tidak bertahan lama.
Penyakit ini juga bisa menyebabkan pembengkakan otak (encephalitis), tetapi ini
sangat jarang. Untungnya, karena vaksin rubella, rubella sendiri telah menjadi langka
di Amerika Serikat.

Gambar 2. Anak yang Mengalami Penyakit Rubella


2. Etiologi
Pada akhir tahun 1930 dan 1940-an rubella ditularkan kepada manusia dan
monyet melalui eksperimen dan pada tahun 1962 sebuah virus ditemukan dalam
biakan sel yang disuntikkan sekret nasofaring individu yang terinfeksi. Virion rubella,
berdiameter 60-70 nm, merupakan virus RNA yang agak menyerupai bola yang
dikelompokkan kedalam keluarga toga virus.

3. Patogenesis dan patologi


Rubella dapat ditimbulkan pada individu yang rentan melaui masuknya virus
ledalam nasofaring, dan infeksi alami mungkin juga disebabkan dengan cara yang
sama. Replikasi awal virus dalam saluran pernapasan diikuti oleh penyebaran virus
melalui aliran darah. Virennia terdeteksi selama 8 hari sebelum munculnya sampai 2
hari sesudah munculnya ruam dan virus yang terbungkus dalam orofaring menetap
sampai 8 hari setelah awitan gejalah.

5
4. Epidemiologi
Rubella tidak dapat menular seperi campak dan imunitas terhadap penyakit
tidak menyebar luas. Perkiraan kerentanan rubella diaantara orang dewasa muda
berkisar antara 6 dan 11%. Jumlah kasus rubella yang dilaporkan di AS menurun dari
lebih 56000 pada tahun 1969, saat vaksinasi rutin dimulai, sampai 225 pada tahun
1988. Lebih dari 900 kasus dilaporkan pada tahun 1990 sekitar 57% terjadi pada
individu yang berusia 15 tahun selain itu, sedikitnya 20 kasus sindroma rubella
konenital didiagnosis pada bayi 1990. Pemutussan terbatas terus terjadi di lingkungan
kerja dan kolega (seperti rumah sakit), selanjutnya merepleksikan pergeseran
epidemiologi menjauh dari anak-anak muda.

5. Manifestasi
Waktu terpajan sampai munculnya ruam rubella adalah 14 sampai 21 hari,
biasanya sekitar 18 hari. Pada orang dewasa mungkin terdapat gejala prodromal yang
mendahului eksantem selama 1 sampai 7 hari. Gejala prodomal ini meliputi malaise,
sakit kepala, demam, kongjungtifitis ringan, dan limfadenopati. Pada anak ruam
mungkin merupakan penampakan pertama penyakit ini. Jelas dari penelitian serologis
bahwa 25 sampai 50% infeksi adalah subklinis atau hanya menyebabkan pembesaran
nodus limfatikus tanpa lesi kulit, namun jarang terjadi ruam tanpa limfadenopati.
Gejala pernapasan ringan atau tidak ada. Kadang muncul lesi kecil berwarna merah
(bercak forchheimer) pada pallatum mole (langit-langit lunak) tetapi tidak
patognomonik untuk penyakit ini.
Ruam pada dahi dan wajah lalu menyebar kebawah batang tubuh dan
ekstremitas. Lesi makulopapuler kecil, berwarna lebih terang dibanding campak,
biasanya tersebar tetapi dapat menyatu membentuk eritema difus yang mengarah
kedalam skarlet. Ruam dapat berlangsung selama 1 sampai 5 hari tetapi paling umum
selama 3 hari. Pembesaran nodus limfatikus disertai rasa sakit yang muncul sebelum
timbul ruam, paling jelas selama fase erupsi dini, dan sering kali menetap beberapa
hari setelah ruam menghilang. Dapat terjadi splenomegali atau limfadenopati umum,
tetapi nodus postaurikuler dan suboksipital paling sering terlibat. Kadang-kadang
terjadi artralgia dan pembengkakan ringan sendi menyerupai rubella, terutama pada
perempuan muda. Pembengkakan dan rasa sakit pada pergelangan tangan, jari-jari
tangan dan lutut paling jelas selama periode ruam dan dapat menetap selama 1 sampai
14 hari setelah penampakan lain rubella menghilang. Juga pernah dilaporkan

6
berulangnya gejala pada persendian setelah 1 tahun atau lebih. Dapat terjadi purpura
dengan atau tanpa trombositopenia dan dapat disertai dengan perdarahan.
Ensefalomielitis pada rubella menyerupai ensefalitides pasca infeksi lain tetapi jauh
lebih jarang dari pada ensefalitis akibat campak. Nyeri testis juga jarang dilaporkan
pada pasien dewasa muda.

6. Rubella Kongenital
Sindroma rubella kongenital biasanya dianggap terdiri atas malformasi
jantung-patien ductus arteriosus, defek septum interventrikuler atau stenosis
pulmoner,lesi mata-kekeruhan kornea, katarak, korioretinitis, dan mikro ftalmia,
mikrosefali, retardasimental, dan ketulian. Pada epidemi di Amerika 1964 sering
dijumpai purpura trombositopenik, hepatosplenomegali, keterlambatan pertumbuhan
dalam rahim, pneumonia intertisial, miokarditis atau nekrosis miokard dan lesi
metafise tulang bersama dengan manifestasi klinis yang sudah dikenali sebelumnya,
sehingga muncul istilah sindroma rubella meluas. Beberapa bayi juga ditemukan
mengalami defisiensi imun seluler atau hormonal yang bermakna, yang biasanyan
menyebkan berkurangnya dan kadang berhentinya pengeluaran virus kronik. Dapat
terlihat berbagai kombinasi lesi pada bayi dan keparahannya sangat bervariasi.
Komplikasi lanjut Termasuk terkembangnya diabetes militus yang jauh lebih
tinggi. Ada laporan tentang penderita rubella yang mengalami panensefalitis subakut
progresif dengan awitan penyakit pada dekade kedua kehidupan. Ditandai oleh
kemunduran intelektual, ataksia, kejang dan spastisitas. Kelainan sel T meliputi
sedikit penurunan rasio T4/T8 dan defek minor lainnya yang kadang menetap sampai
dewasa.
Rubella kongenital biasanya merupakan akaibat infeksi ibu selama kehamilan
trimester pertama, meskipun kasus yang sudah terbukti diakibatkan leh infeksi
beberapa hari sebelum pembuahan : ketulian dapat terjadi akibat infeksi pada bulan
keempat. Resiko terbesar pada janin adalah ketika infeksi ibu terjadi 3 sampai 6
minggu setelah pembuahan. Rubella pada ibu tanpa gejala dapat menyebabkan
penyakit janin yang berat karena itu perlu memastikan status kekebalan setiap
perempuan baik selama pembuahan maupun awal mungkin selama kehamilan dengan
mencari riwayat imunisasi sebelumnya atau dengan uji serologis. Jika didapatkan
antibodi rubella sebelum atau dalam 10 hari setelah pemajanan, seseorang dianggap
kebal dan resiko kerusakan janin sama sekali nol. Jika antibodi tidak terdeteksi dan

7
pemajanan sudah terjadi, harus diperiksa secara serentak titer antibodi serum pada
fase akut dan penyembuhan dengan selang waktu 2 sampai 4 minggu, interfal pasti
tergantung waktu setelah waktu pemajanan ketika diambil sampel fase akut.

7. Diagnosis
Rubella seringkali dikacaukan dengan penyakit lain yang disertai denga
eksantem makulopapula, mononukleosis infeksiosa, dan erupsi obat serta demam
skarlatina (scarlet). Diagnosis pasti rubella hanya dapat dibuat dengan isolasi virus
dan identifikasi atau perubahan titer antibodi. Antibodi rubella dapat dideteksi pada
hari kedua munculnya ruam dan peningkatan titer terjadi selama 10 sampai 21 hari
berikutnya. Tersedia berbagai uji serologis untuk diagnosis atau penentuan status
kekebalan. Adanya antibodi spesifik imonoglobin M (IgM) menunjukkan adanya
infeksi rubella yang baru terjadi (dalam 2 bulan). Namun pada beberapa kasus
terbukti bahwa antibodi ini menetap sampai selama satu tahun. Tidak ada penemuan
laboratorium yang dapat membantu diagnosis rubella meskipun sering terjadi
limfositosis dengan limfosit atipikal.
Seseorang dengan sindrom rubella kongenital dapat kehilangan antobodi pada
usia 3 sampai 4 tahun. Karena itu uji serologis negatif pada anak berumur lebih dari 3
tahun tidak menyingkirkan kemungkinan rubella kongenital. Rubella kongenital harus
dibedakan dengan sifilis kongenital melalui uji serologis yang tepat, dengan
toksoplamosis dan penyakit firus inklusi sitomegali. Antibodi spesifik IgM seringkali
ditemukan pada awal tahun pertama kehidupan bayi penderita rubella kongenital,
tetapi isolasi firus merupakan cara untuk memastikan diagnosis yang paling dapat
dipercaya.

8. Pencegahan
Pada orang dewasa dan anak-anak, rubella biasanya merupakan penyakit
ringan dengan komplikasi yang jarang. Namun demikian beratnya infeksi kongenital
mendesak usaha untuk mencegah penyakit ini. Pemberian gama globulin kepada
individu yang terpajan dapat meringankan penyakit klinis, tetapi perubahan serologis
dan penularan penyakit dari ibu kejanin tetap fdapat terjadi meskipun sudah diberikan
sejumlah besar gama globulin segera setelah terpajan.
Imunisasi aktif dengan vaksin rubella hidup yang dilemahkan sudah dilakukan
di AS sejak tahun 1969, terutama untuk anak-anak kecil. Tujuannya adalah untuk
menurunkan kekerapan infeksi pada masyarakat dan menurunkan kemungkinan

8
terpajannya perempuan hamil yang rentan. Vaksinasi sangat dianjurkan untuk anak
remaja dan orang dewasa terutama kaum perempuan, kecuali sudah terbukti
kekebalan (misalnya hasil uji serologis positif atau adanya catatan pemberian
vaksinasi rubella pada atau setelah ulang tahun pertama).
Virus yang dilemahkan dapat dikenali dalam sekret pernapasan penerima
vaksin selama 4 minggu setelah imunisasi, tetapi penularan kepada individu lain yang
rentan belum pernah dicatat selama lebih dari 20 tahun pengalaman. Vaksin ini akan
memacu timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dan menetap selama minimal 16
tahun dan mungkin seumur hidup sekitar 95% penerima vaksin (Isselbacher, Hartono,
& Asdie, 2000).

9. Askep Rubella
Kasus
Ny. E memliki anak bernama B usia anak 5 tahun. Masuk RS dengan keluhan bercak-
bercak berwarna merah yang dimana bercak timbul pertama kali di wajah dan leher,
berupa titik-titik kecil berwarna merah. Ibu juga mengatakan kulit anaknya terasa
hangat. Kemudian ketika perawat ingin melakukan pemeriksaan anak mencoba untuk
menghindar dengan tampak wajah meringis dan ditemukan bercak tersebut menyebar
ke badan, lengan, tungkai, dan warnanya kemerahan. Ny. E mengatakan sebelum
timbul bercak, anak mengeluh nyeri di tenggorokan sehingga sulit menelan, hidung
tersumbat dan sakit kepala. Ibu juga mengatakan anak tersebut belum diberikan
imunisasi campak. Selain itu ibu mengatakan anaknya selalu kesakitan didaerah lutut
dan pergelangan. Dari hasil pengkajian ditemukan suhu 39 derajat celcius, ada
pembengkakan pada leher dan mata terlihat memerah.
Analisa Data
a. Pengkajian
Nama anak : Tuan B
Umur : 5 tahun
DS :
1) Bercak-bercak berwarna merah di wajah dan leher, lalu menyebar ke seluruh
badan
2) Sebelumnya anak mengeluh nyeri di tenggorokan sehingga sulit menelan,
hidung tersumbat dan sakit kepala.
3) Ibu mengatakan anak tersebut belum pernah diberikan imunisasi campak

9
4) ibu mengatakan anaknya selalu kesakitan didaerah lutut dan pergelangan
5) ibu mengatakan kulit anaknya terasa hangat

DO :
1) Suhu 39 0C
2) Ditemukan pembengkakan pada leher
3) Mata terlihat memerah
4) Anak mencoba untuk menghindar
5) Wajah meringis
DS DO Masalah Keperawatan
1) Bercak-bercak 1) Suhu 39 derajat Hipertermia
merah pada kulit celcius
2) Ibu mengatakan 2) Wajah meringis
kulit anaknya
terasa hangat
1) kesakitan didaerah 1) Wajah meringis Nyeri akut
lutut 2) Anak mencoba untuk
2) kesakitan didaerah menghindar
pergelangan

1) Bercak-bercak 1) bercak tersebut Resiko Gangguan Integritas kulit


berwarna merah di menyebar ke badan,
wajah dan leher, lengan, tungkai, dan
lalu menyebar ke warnanya menjadi
seluruh badan lebih gelap
2) ibu mengatakan
kulit anaknya
terasa hangat

b. Diagnosa Keperawatan :
1) Hipetermia b.d penyakit
NOC : Kontrol Risiko : Hipetermia
a) Mencari informasi terkait hipertermia
b) Mengenali faktor risiko individu terkait hipetermia
c) Memodifikasi lingkungan sekitar untuk mengontrol suhu tubuh

10
d) Memakai pakaian yang sesuai untuk melindungi kulit
e) Melakukan tindakan mandiri untuk mengontrol suhu tubuh
NIC: Pengaturan Suhu
a) Monitor suhu paling tidak setiap 2 jammsesuai kebutuhan
b) Monitor tekanan darah,nadi dan aspirasi sesuai kebutuhan
c) Monitor suhu dan warna kulit
d) Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala hipetermia
e) Tingkatkan intake cairan yang adekuat
f) Infrormasikan pasien mengenai indikasi adanya kelalahan akibat panas dan
penanganan emergensi yang tepat
g) Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien
h) Berikan obat antipiretik sesuai kebutuhan

2) Nyeri akut b.d agens cedera fisik


NOC : Kontrol nyeri
a) Mengenali kapan nyeri terjadi
b) Menggambarkan faktor penyebab
c) Menggunakan tindakan pencegahan
d) Menggunakan tindakan penggunaan nyeri tanpa analgesik
e) Mengenali apa yang terkait dengan nyeri
NIC : Manajemen Nyeri
a) Lakukan pengkajian nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
kualitas, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor
pencetus
b) Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
c) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
d) Bantu keluarga dalam mencari dan menyediaka dukungan
e) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
f) Kurangi faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau meningkatkan nyeri
g) Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
11
h) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
i) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi seperti relaksasi, aplikasi
panas dingin jika memungkinkan
j) Kolaborasi dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya untuk
memilih dan mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri

3) Risiko Gangguan Integritas Kulit


NOC : Integritas Jaringan : Kulit & Membran Mukosa
a) Suhu kulit tidak terganggu
b) Tekstur kulit tidak terganggu
c) Tidak mengalami penebalan
d) Tidak mengalami keparahan integritas kulit
e) Pigmentasi membaik
f) Tidak ada lesi pada kulit
NIC : Pengecekan Kulit
a) Periksa kulit terkait dengan adanya kemerahan
b) Amati warna, kehangatan, bengkak, pulpasi, tekstur, edema dan ulserasi
pada ekstremitas
c) Monitor warna dan suhu kulit
d) Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko
mengalami kerusakan kulit
e) Monitor kulit adanya ruam dan lecet
f) Ajarkan anggota keluarga atau pemberi asuhan mengenai tanda – tanda
kerusakan kulit

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mumps/ Parotitis/ Gondong adalah infeksi yang disebabkan oleh virus yang
penyebarannya melalui kontak langsung ataupun melalui udara. Kadang-kadang disebut
parotitis infeksi, terutama mempengaruhi kelenjar ludah. Gejala awal biasanya tidak
spesifik, seperti sakit kepala, malaise dan demam, diikuti dalam satu hari oleh
pembengkakan karakteristik kelenjar parotid (saliva). Imunisasi dapat melindungi diri
dari kemungkinan terjangkit parotitis.
Rubella disebabkan oleh virus. Virus Rubella cepat mati oleh sinar ultra violet, bahan
kimia, bahan asam dan pemanasan. Rubella pada anak sering hanya menimbulkan gejala
demam ringan atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terlaporkan, sedangkan
Rubella pada wanita dewasa sering menimbulkan sakit sendi (arthritis atau arthralgia).
Rubella pada wanita hamil terutama pada kehamilan trimester pertama dapat
mengakibatkan keguguran atau bayi lahir dengan cacat bawaan yang disebut congenital
rubella syndrome (CRS). Penyakit Rubella tidak dapat diobati. Pengobatan yang
diberikan kepada penderita hanya bersifat supportif. Tetapi penyakit ini bisa dicegah
dengan imunisasi.

B. Saran
Penyakit mumps dan rubella dapat dicegah dengan cara imunisasi. Pemberian
imunisasi pada anak merupakan hal yang perlu diperhatikan. Terlebih penyakit tidak
dapat disembuhkan, melainkan hanya dapat diberikan pengobatan yang bersifat supportif.
Pemerintah telah melaksanakan program imunasasi nasional sehingga diharapkan
prevalensi penyakit ini dapat ditekan. Para orang tua harus memperhatikan kelengkapan
imunisasi anaknya agar terhindar dari penyakit berbahaya ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Isselbacher, K. J., Hartono, A., & Asdie, A. H. (2000). Prinsip Ilmu penyakit Dalam . Jakarta:
EGC.

Pudjiadi, M. (2009). Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika laporan kasus. Ilmu Kesehatan
Anak.

WHO. (2016, November 3). Dipetik March 31, 2018, dari


http://www.who.int/immunization/diseases/mumps/en/

14

Anda mungkin juga menyukai