Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kita
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Aktualisasi Pancasila.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Aktualisasi Nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah kami, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Dan apabila di
dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di hati pembaca mohon
dimaafkan.

Bintaro, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... ii
BAB I.............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................ 1
BAB II............................................................................................................................................................. 3
ISI .................................................................................................................................................................. 3
A. Kerangaka Teoritik ........................................................................................................................... 3
B. Makna dan Aktualisasi Sila Pancasila .............................................................................................. 6
1. Sila Pertama .................................................................................................................................. 7
2. Sila Kedua ................................................................................................................................... 10
3. Sila Ketiga ................................................................................................................................... 15
4. Sila Keempat ........................................................................................................................... 17
5. Sila Kelima .................................................................................................................................. 22
C. Pancasila dalam Perubahan dan Kebaharuan ............................................................................... 23
BAB III ......................................................................................................................................................... 26
PENUTUP .................................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dilihat dari aspek (1)
Keharusan moral, (2) subyektif, (3) ketaatan moral, (4) kesadaran moral, (5) internalisasi nilai-
nilai moral Pancasila, (6) proses pembentukan kepribadian Pancasila, dan (7) implementasi nilai-
nilai Pancasila, dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik para
founding fathers ketika negara Indonesia didirikan. Namun dalam perjalanan panjang kehidupan
berbangsa dan bernegara, Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-
nilainya. Deviasi pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, dan
penyimpangan dari makna yang seharusnya, dan seiring dengan itu sering pula terjadi upaya
pelurusan kembali.

Pancasila sering digolongkan ke dalam ideologi tengah di antara dua ideologi besar dunia
yang paling berpengaruh, sehingga sering disifatkan bukan ini dan bukan itu. Pancasila bukan
berpaham komunisme dan bukan berpaham kapitalisme. Pancasila tidak berpaham
individualisme dan tidak berpaham kolektivisme. Bahkan bukan berpaham teokrasi dan bukan
perpaham sekuler. Posisi Pancasila inilah yang merepotkan aktualisasi nilai-nilainya ke dalam
kehidupan praksis berbangsa dan bernegara. Dinamika aktualisasi nilai Pancasila bagaikan
pendelum (bandul jam) yang selalu bergerak ke kanan dan ke kiri secara seimbang tanpa pernah
berhenti tepat di tengah.

Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia, kita sepakat mendasarkan diri pada
ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam mengatur dan menjalankan kehidupan negara. Namun
sejak Nopember 1945 sampai sebelum Dekret Presiden 5 Juli 1959 pemerintah Indonesia
mengubah haluan politiknya dengan mempraktikan sistem demokrasi liberal.Dengan kebijakan
ini berarti menggerakan pendelum bergeser ke kanan. Pemerintah Indonesia menjadi pro
Liberalisme. Deviasi ini dikoreksi dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan keluarnya

1
Dekrit Presiden ini berartilah haluan politk negara dirubah. Pendelum yang posisinya di samping
kanan digeser dan digerakan ke kiri.Kebijakan ini sangat menguntungkan dan dimanfaatkan oleh
kekuatan politik di Indonesia yang berhaluan kiri (baca: PKI) Hal ini tampak pada kebijaksanaan
pemerintah yang anti terhadap Barat (kapitalisme) dan pro ke Kiri dengan dibuatnya poros
Jakarta-Peking dan Jakarta- Pyong Yang. Puncaknya adalah peristiwa pemberontakan Gerakan 30
September 1965. Peristiwa ini menjadi pemicu tumbangnya pemerintahan Orde Lama
(Ir.Soekarno) dan berkuasanya pemerintahan Orde Baru (Jenderal Suharto). Pemerintah Orde
Baru berusaha mengoreksi segala penyimpangan yang dilakukan oleh regim sebelumnya dalam
pengamalan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah Orde Baru merubah haluan politik yang
tadinya mengarah ke posisi Kiri dan anti Barat menariknya ke posisi Kanan. Namun regim Orde
Barupun akhirnya dianggap penyimpang dari garis politik Pancasila dan UUD 1945, Ia dianggap
cenderung ke praktik Liberalisme-kapitalistik dalam menggelola negara. Pada tahun 1998
muncullah gerakan reformasi yang dahsyat dan berhasil mengakhiri 32 tahun kekuasaan Orde
Baru. Setelah tumbangnya regim Orde Baru telah muncul 4 regim Pemerintahan Reformasi
sampai saat ini. Pemerintahan-pemerintahan regim Reformasi ini semestinya mampu
memberikan koreksi terhadap penyimpangan dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945
dalam praktik bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan oleh Orde Baru.

2
BAB II
ISI
A. Kerangaka Teoritik
Alfred North Whitehead (1864-1947) tokoh utama filsafat proses, berpandangan
bahwa semua realitas dalam alam mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan,
kreatif dan baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”,
walaupun unsur permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan tidak boleh
diabaikan. Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila sebagai suatu
realitas (pengada). Masalahnya, bagaimanakah nilai-nilai Pancasila itu diaktualisasikan
dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara? dan, unsur nilai Pancasila manakah
yang mesti harus kita pertahankan tanpa mengenal perubahan?

Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi


Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah:
Pertama, nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang
terlepas dari pengaruh perubahan waktu.Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat
amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan
kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma.Dari segi kandungan nilainya, maka nilai
dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan
dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara. Nilai
dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan
dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.
Kedua, nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai
instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan
kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini
dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental
3
haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan
secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang
sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan nilainya,
maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana,
program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga
negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
Ketiga, nilai praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari,
berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai
praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara
tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif,
oleh organisasi kekuatan sosial politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-
badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara
perseorangan. Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang
pertarungan antara idealisme dan realitas.
Jika ditinjau dari segi pelaksanaan nilai yang dianut, maka sesungguhnya pada nilai
praksislah ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental itu.
Ringkasnya bukan pada rumusan abstrak, dan bukan juga pada kebijaksanaan, strategi,
rencana, program atau proyek itu sendiri terletak batu ujian terakhir dari nilai yang
dianut, tetapi pada kualitas pelaksanaannya di lapangan. Bagi suatu ideologi, yang paling
penting adalah bukti pengamalannya atau aktualisasinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Suatu ideologi dapat mempunyai rumusan
yang amat ideal dengan ulasan yang amat logis serta konsisten pada tahap nilai dasar
dan nilai instrumentalnya. Akan tetapi, jika pada nilai praksisnya rumusan tersebut tidak
dapat diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan kehilangan kredibilitasnya. Bahkan
Moerdiono (1995/1996: 15) menegaskan, bahwa bahwa tantangan terbesar bagi suatu
ideologi adalah menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai
praksisnya. Sudah barang tentu jika konsistensi ketiga nilai itu dapat ditegakkan, maka
terhadap ideologi itu tidak akan ada masalah. Masalah baru timbul jika terdapat
inkonsisitensi dalam tiga tataran nilai tersebut.

4
Untuk menjaga konsistensi dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam
praktik hidup berbangsa dan bernegara, maka perlu Pancasila formal yang abstrak-
umumuniversal itu ditransformasikan menjadi rumusan Pancasila yang umum kolektif,
dan bahkan menjadi Pancasila yang khusus individual (Suwarno, 1993: 108). Artinya,
Pancasila menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan individual, sehingga menjiwai
semua tingkah laku dalam lingkungan praksisnya dalam bidang kenegaraan, politik, dan
pribadi.
Driyarkara menjelaskan proses pelaksanaan ideologi Pancasila, dengan gambaran
gerak transformasi Pancasila formal sebagai kategori tematis (berupa konsep, teori)
menjadi kategori imperatif (berupa norma-norma) dan kategori operatif (berupa praktik
hidup). Proses tranformasi berjalan tanpa masalah apabila tidak terjadi deviasi atau
penyimpangan, yang berupa pengurangan, penambahan,dan penggantian (dalam
Suwarno, 1993: 110- 111). Operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara haruslah diupayakan secara kreatif dan dinamik, sebab
Pancasila sebagai ideologi bersifat futuralistik. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila merupakan nilai-nilai yang dicita-citakan dan ingin diwujudkan.
Masalah aktualisasi nilai-nilai dasar ideologi Pancasila ke dalam kehidupan praksis
kemasyarakatan dan kenegaraan bukanlah masalah yang sederhana. Soedjati
Djiwandono (1995: 2-3) mensinyalir, bahwa masih terdapat beberapa kekeliruan yang
mendasar dalam cara orang memahami dan menghayati Negara Pancasila dalam
berbagai seginya. Kiranya tidak tepat membuat “sakral” dan taboo berbagai konsep dan
pengertian, seakan-akan sudah jelas betul dan pasti benar, tuntas dan sempurna,
sehingga tidak boleh dipersoalkan lagi. Sikap seperti itu membuat berbagai konsep dan
pengertian menjadi statik, kaku dan tidak berkembang, dan mengandung resiko
ketinggalan zaman, meskipun mungkin benar bahwa beberapa prinsip dasar memang
mempunyai nilai yang tetap dan abadi. Belum teraktualisasinya nilai dasar Pancasila
secara konsisten dalam tataran praksis perlu terus menerus diadakan perubahan, baik
dalam arti konseptual maupun operasional. Banyak hal harus ditinjau kembali dan dikaji

5
ulang. Beberapa mungkin perlu dirubah, beberapa lagi mungkin perlu dikembangkan
lebih lanjut dan dijelaskan atau diperjelas, dan beberapa lagi mungkin perlu ditinggalkan.
Aktualisasi nilai Pancasila dituntut selalu mengalami pembaharuan. Hakikat
pembaharuan adalah perbaikan dari dalam dan melalui sistem yang ada. Atau dengan
kata lain, pembaharuan mengandaikan adanya dinamika internal dalam diri Pancasila.
Mengunakan pendekatan teori Aristoteles, bahwa di dalam diri Pancasila sebagai
pengada (realitas) mengandung potensi, yaitu dasar kemungkinan (dynamik). Potensi
dalam pengertian ini adalah kemampuan real subjek (dalam hal ini Pancasila) untuk dapat
berubah. Subjek sendiri yang berubah dari dalam. Mirip dengan teori A.N.Whitehead,
setiap satuan aktual (sebagai aktus, termasuk Pancasila) terkandung daya kemungkinan
untuk berubah. Bukan kemungkinan murni logis atau kemungkinan objektif, seperti batu
yang dapat dipindahkan atau pohon yang dapat dipotong. Bagi Whitehead, setiap satuan
aktual sebagai realitas merupakan sumber daya untuk proses kemenjadi-an yang
selanjutnya. Jika dikaitkan dengan aktualisasi nilai Pancasila, maka pada dasarnya setiap
ketentuan hukum dan perundang-undangan pada segala tingkatan, sebagai aktualisasi
nilai Pancasila (transformasi kategori tematis menjadi kategori imperatif), harus terbuka
terhadap peninjauan dan penilaian atau pengkajian tentang keterkaitan dengan nilai
dasar Pancasila.
Untuk melihat transformasi Pancasila menjadi norma hidup sehari-hari dalam
bernegara orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-4 yang berkaitan
dengan negara, yang meliputi; wilayah, warganegara, dan pemerintahan yang berdaulat.
Selanjutnya, untuk memahami transformasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa, orang
harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-3 yang berkaitan dengan bangsa
Indonesia, yang meliputi; faktorfaktor integratif dan upaya untuk menciptakan persatuan
Indonesia. Sedangkan untuk memahami transformasi Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-1, ke-2, dan ke-5
yang berkaitan dengan hidup keagamaan, kemanusiaan dan keadilan sosial.

B. Makna dan Aktualisasi Sila Pancasila

6
1. Sila Pertama
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa
terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Sila ini menyatakan bahwa
bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Sila
ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama,
menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku
diskriminatif antarumat beragama.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai makna bahwa segala aspek penyelenggaraan
hidup bernegara harus sesuai dengan nilai&nilai yang berasal dari Tuhan. Karena, sejak
awal pembentukan bangsa ini, bahwa negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan.
Maksudnya adalah bahwa masyarakat Indonesia merupakan manusia yang mempunyai
iman dan kepercayaan terhadap Tuhan, dan iman kepercayaan inilah yang menjadi dasar
dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Sikap positif yang perlu dilakukan terhadap nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu sebagai berikut .
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing,
• Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda sehingga terbina kerukunan
hidup,
• Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing,
• Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
• Setiap warga segara Indonesia sudah seharusnya mempunyai pola pikir, sikap,
dan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa. Setiap
warga segara diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap dalam
memeluk salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia.

7
Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Mahas Esa dalam pembangunan
bidang Politik
Dalam bidang politik secara umum terdapat berbagai macam kegiatan kenegaraan
meliputi proses menentukan tujuan-tujuan dari system yang telah disepakati dan
melaksanakan tujuan tersebut. Politik meliputi unsure kekuasan, Jabatan,
wewenang dll. Jika dalam berpolitik kita berpedoman kepada Tuhanan Yang Maha
Esa, maka sagala proses mekanisme perpolitikan harus sesuai dengan perundang-
undangan dan nilai agama. Tindakan “money politic” dalam sebuah pesta
demokrasi seperti pilkada merupakan suatu tindakan secara nyata tidak meyakini
bahwa Tuhan akan memberikan kekuasaan sesuai apa yang di kehendakiNya.
Kalau dalam pelaksanaan politik tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam
agama, maka hasil dari kepemimpinan seorang pemimpin politik tidak akan
membawa dampak positif kepada diri pemeimpin dan rakyat, seperti aparat
pemerintahan terlibat dalam korupsi akhirnyamasuk penjara. Agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yamg Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan yang dipercayaai dan
diyakininya, namun dalam kehidupan politik nilai-nilai tersebut tidak
mendapat perhatian dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seperti
perjudian, narkoba , prostitusi dll, sudah menjamur dalam kehidupan bangsa yang
tidak terlepas dari keterlibatan pelaku politik.
Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Mahas Esa dalam
pembangunanbidang ekonomi
Berlandaskan kepada keimanan dan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa menjadikan landasan spiritual, moral dan etika bagi penyelenggaraan
pembangunan ekonomi, dengan demikian ekonomi Pancasila dikendalikan oleh
kaidah-kaidah moral dan etika sehingga pembangunan dapat meningkat akhlak
warga Negara. Pancasila yang sudah disepakati sebagai dasar Negara etika dalam
kehidupan bernegara, tentu sudah semestinya hasil pembangunan ekonomi
sebagai hasil usaha bersama yang dapat menciptakan terwudnya nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa. Demokrasi ekonomi merupakan bentuk ekonomi
sosialis religious. Disebut sosialis karena berlandaskan pada pasal 33 UUD
1945 yang dijiwai ruh sosialisme dengan adanya kepemilikan factor-faktor
produksi hajat hidup orang banyak oleh negara dan dengan adanya asas
kebersamaan yang melandasi kegiatan perekonomian. Namun, tidak hanya
sosialis,demokrasi ekonomi yang ditawarkan Bung Hatta juga bercorak religius
karena dijiwai oleh Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa tidak ada satupun agama di dunia yang
mengajarkan kepada pemeluknya untuk menomorsatukan individualism. Dengan
demikian, pelaksanaan demokrasi ekonomi memiliki basis ontologis pada tradisi

8
komunalisme yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat yang berketuhanan
dan beragama di nusantara
Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Mahas Esa dalam
pembangunansosial budaya
Pembangunan sosial budaya termasuk salah satu aspek pembangunan yang
penting dan senantiasa terus ditingkatkan kualitasnya. Seperti halnya dalam
pembangunan aspek yang lainnya, Pancasila , khususnya sila Ketuhanan Yang
Maha Esa menjadi dasar moralitas utama untuk menyelenggarakan proses
pembangunan dalam aspek ini, yang dapat diwujudkan dengan cara.

 Senantiasa berdasarkan kepada sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai


budaya yang dimiliki oleh masyarakat indonesia
 Pembangunan ditujukan untuk meningkatkan derajat kemerdekaan
manusia dan kebebasan spiritual
 Menciptakan sistem sosial budaya yang beradap melaui pendekatan
kemanusian secara universal
Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Mahas Esa dalam pembangunan
bidang Hankam
Pembangunan dalam bidang pertahanan dan keamanan mutlak dilakukan dengan
senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai pancasila. Perwujudan nilai-nilai
pancasila dalam pembangunan bidang ini dapat dilakukan dengan cara.
• pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan kepada
tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
• pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan pada tujuan
demi tercapainya kepentingan seluruh warga negara Indonesia
• pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak asai
manusia, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan
• Pertahanan dan keamanan negara harus dipruntukan demi
terwujudnya keadilan dalam kehidupan masyarakat. Pancasila
sebagai paradigma pembangunan kehidupan umat beragama.
Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah
dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian
bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah segara
yang majemuk, Bhinneka dan plural.

9
2. Sila Kedua

Sila kedua Pancasila adalah dasar hubungan sosial dan budaya antara semua warga
masyarakat Indonesia. Nilai utama dalam mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah pengakuan hak asasi manusia. Manusia harus diakui dan diperlakukan
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sama
derajatnya. Sama hak dan kewajibannya. Presiden Jokowi melalui program Revolusi
Mental dan Nawacita menerjemahkan langkah-langkah untuk merevitalisasi nilai-nilai
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Tiga butir Nawacita yang langsung terkait dengan upaya revitalisasi sila kedua Pancasila
yang diperjuangkan Presiden Jokowi. Pertama adalah butir ke lima Nawacita
(meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia), lalu butir ke delapan (melakukan
revolusi karakter bangsa) dan butir ke sembilan (memperteguh kebninekaan dan
memperkuat restorasi sosial). Tiga konsep besar dalam sila kedua, yaitu kemanusiaan,
keadilan dan keberadaban menjadi dasar dari tiga butir Nawacita tersebut. Unsur
kemanusiaan diterapkan melalui butir ke lima Nawacita, yaitu melalui program Indonesia
Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Kerja dan Sejahtera.

Dalam butir delapan Nawacita, langkah-langkah untuk melakukan revolusi karakter


bangsa adalah dengan membangun pendidikan kewarganegaraan dan langkah-langkah
lain untuk mendukung kemajuan pendidikan. Laku dalam butir ke sembilan Nawacita,
cara untuk memperteguh kebhinekaan antara lain dilakukan dengan membuka ruang-
ruang dialog antar warga, merevitalisasi kerukunan dan semangat gotong-royong,
mengangkat budaya lokal dan meningkatkan proses pertukaran budaya. Semua langkah
untuk melaksanakan butir delapan dan sembilan Nawacita merupakan penerjemahan
prinsip keadilan dan keberadaban dari sila kedua.

Makna dan aktualisasi sila Kemanusian yang adil dan beradab dalam pembangunan
bidang Politik
Nilai dasar dari sila kedua mencakup peningkatan martabat, hak, dan kewajiban asasi
warga negara, penghapusan penjajahan, kesengsaraan dan ketidak adilan dari muka
bumi. Harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Tidak
semena-mena terhadap orang lain. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Gemar

10
melakukan kegiatan kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan, hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa- bangsalain. Di dalam sila kedua,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab telah tersimpul cita-cita kemanusiaan yang lengkap,
yang memenuhi seluruh hakekat makhluk manusia. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia (Indonesia). Dengan
KemanusiaanYang Adil dan Beradab, maka setiap warga negara mempunyai kedudukan
yang sederajat dan sama terhadap undang-undang negara, mempunyai hak dan
kewajiban yang sama; setiap warga negara dijamin haknya serta kebebasannya yang
menyangkut hubungan dengan Tuhan, dengan orang-orang seorang, dengan negara,
dengan masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan menyatakan pendapat dan
mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan hak asasi manusia.
Nilai-nilai sila kedua tersebut dapat diaplikasikan dalam kegiatan-kegiatan politik, seperti
dalam proses pelaksanaan pemilihan umum baik pemilu Presiden, legislatif dan
pemilukada maupundalam proses pemilihan pemimpin lainnya dalam masyarakat yaitu
pemilihan rukun tetangga danrukun warga, pemilihan kepada desa serta dalam
lingkungan komunitas masyarakat lainnya.

Makna dan aktualisasi sila Kemanusian yang adil dan beradab dalampembangunan
bidang ekonomi
Menyambut tantangan ke depan bangsa Indonesia dalam menghadapi era globalisasi
ekonomi,ancaman bahaya laten terorisme, komunisme dan fundamentalisme merupakan
sebuah tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Di samping itu yang patut diwaspadai
adalah pengelompokan suku bangsa di Indonesia yang kini semakin kuat. Ketika bangsa
ini kembali dicoba oleh pengaruh asing untuk dikotak-kotakan tidak saja oleh konflik
vertikal tetapi juga oleh pandangan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu tolok
ukur sisi humanistik dari ekonomi adalah keadilan. Tidak adanya diskriminasi bagi setiap
warga negara berarti mengakui bahwa dibalik setiap perbedaan warga negara ada sebuah
kesamaan, yaitu sebagai manusia yang sama-sama memiliki hak dan kewajiban setara
yang diakui undang-undang dan dilandasi nilai-nilai kemanusiaan universal. Inilah dimensi
humanistik dalam perekonomian. Hal ini ditandai dengan kesamaan peluang dan akses
(equalopportunity) bagi setiap warga negara dalam berekonomi dan menikmati
pembangunan ekonomi. Dalam Pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa tujuan dari
negara Indonesia adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial
sebagai sila pamungkas Pancasila disiniseyogianya juga menjadi tujuan dari pelaksanaan
ekonomi di Indonesia.
Berbicara keadilan maka bisa dilihat dari adanya pemerataan hasil pembangunan
ekonomi diIndonesia yang mana pembangunan ekonomi merupakan salah satu pilar
tumbuhnya rezim OrdeBaru. Pemerintah Orde Baru bukannya tidak berusaha mengatasi

11
ketidaksesuaian rencana danhasil pembangunan ekonomi berupa ketimpangan dan
belum meratanya hasil pembangunan. Sejak Pelita III (1979– 1984) terjadi perubahan
pokok. Trilogi Pembangunan yang padamulanya, urutannya ialah pertumbuhan,
pemerataan, dan stabilitas. Kemudian sejak Pelita tersebut diubah menjadi pemerataan,
pertumbuhan, dan stabilitas. Disusul pula dengan pencanangan dua pokok kebijaksanaan
pembangunan, yaitu: (1) mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan; dan (2) melaksanakan delapan jalur pemerataan yang meliputi pemerataan
pembagian pendapatan, penyebaran pembangunan di seluruh daerah, kesempatan
memperoleh pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, berusaha, berpartisipasi dalam
kegiatan pembangunan dan kesempatan memperoleh keadilan. Pemerataan ekonomi
yang akan dicapai tidak hanya untuk mewujudkan pembangunan ekonomiyang
humanistik, namun juga mengamalkan amanat yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945 yang menjelaskan bahwa tujuan negara Indonesia adalah terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Wujud nyata dari sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
itu dapat dipertimbangankan beberapa prinsip pemikiran implementatif dalam bidang
ekonomi. Nilai-nilai sila kedua tersebut diatas dapat diaplikasikan dalam kegiatan-
kegiatan ekonomi yaitu:
1. Distribusi pendapatan dalam suatu kegiatan usaha sesuai dengan hak dan
kewajiban sertakedudukan masing-masing.
2. Membantu pekerja yang lemah baik melalui bimbingan keterampilan maupun
dalam bentuk material.
3. Gemar memberikan sebagian rezekinya kepada orang lain
4. Mengakui bahwa keberhasilan suatu usaha atas kerja semua pihak
5. Menghormati rekan kerja serta menjamin hubungan baik antara orang-orang yang
terlibatdalam komunitas produsen dengan konsumen

Makna dan aktualisasi sila Kemanusian yang adil dan beradab dalam pembangunan
sosial budaya
Penerapan sila kedua di dalam lingkungan masyarakat dapat dilakukan dengan cara
adanya lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang memberikan penyuluhan tentang
bagaimana carahidup bernegara yang baik. Penyuluhan yang dilakukan tidak hanya
dengan cara formil (mengajarkan cara menjadi warga negara yang baik), tetapi dapat
dengan cara-cara seperti gotong royong membersihkan lingkungan, siskamling dan cara-
cara lain yang dapat mengajarkan secara langsung apa artinya tenggang-rasa antara
sesama manusia. Pendidikan berwarga negara di jenjang pendidikan formal haruslah
dilakukan tidak hanya memberikan teori tetapi dengan praktek langsung. Karena teori
cenderung hanya dianggap angin lalu saja, praktek toleransi antara individu satu dengan
12
yang lainnya dapat memberikan gambaran langsung betapa pentingnya nilai-nilai
kemanusiaan itu. Praktek langsung dari silakedua dapat dilakukan dalam interaksi sosial
di dalam lingkungan pendidikan ataupunlingkungan tempat tinggal, di dalam lingkungan
pendidikan teori ini dapat dipraktekkan dengancara sikap dan perilaku dalam lingkungan
pendidikan.
Pada era sekarang ini teramat sulit menemukan sikap penghargaan di lingkungan
pendidikan,anak didik saat ini terbiasa dengan penggolongan-penggolongan berdasarkan
status sosial, ada sikaya dan ada si miskin. Sikap seperti itu menjadikan toleransi antara
sesama menjadi sangat menyedihkan. Adanya penghargaan (sopan santun) dalam
bertutur kata dan bersikap kepada orang lain diharapkan dapat menjadi cermin langsung
bahwa sikap toleransi itu menjadi suatu hal yang penting dewasa ini. Bahwa
penggolongan-penggolongan berdasarkan status sosial itu adalah hal yang merusak sifat-
sifat kemanusiaan. Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya
hendaknya didasarkan atas system nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang
dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan
reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini
sering kita saksikan adanya stagnasi nilai sosial budaya dalam masyarakat sehingga tidak
mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai gejolak yang
sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara
kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah politik.
Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita
harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-
nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistik, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Sebenarnya
implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan sosial budaya tertuang dalam sila
kedua yakni “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Nilai-nilai sila kedua tersebut dapat
diaplikasikan dalam kegiatan-kegiatan hubungan sesama dalammasyarakat, saling
menghormati budaya masing-masing serta kreatifis karya seni setiap orang.
Makna dan aktualisasi sila Kemanusian yang adil dan beradab dalampembangunan
bidang Hankam
Pemahaman nasionalisme yang berkurang turut menjadikan sila kedua Pancasila
merupakan sesuatu yang amat penting untuk dikaji. Di saat negara membutuhkan
soliditas dan persatuan hingga sikap gotong royong, sebagian kecil masyarakat terutama
justru yang ada di perkotaan justru lebih mengutamakan kelompoknya, golongannya
bahkan negara lain dibandingkan kepentingan negaranya. Untuk itu sebaiknya setiap
komponen masyarakat saling berinterospeksi diri untuk di kemudian hari bersatu bahu
membahu membawa bangsa ini dari keterpurukan dankrisis multidimensi. Dari beberapa
butir isi dari sila kedua Pancasila kita dapat merasakan adanya degradasi (kemunduran)

13
perilaku masyarakat Indonesia. Pada butir pertama kita diharapkan dapat mengakuidan
memperlakukan sesama sesuai dengan harkat martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Pada
erasekarang ini hal ini tampak sangat sulit sekali ditemui, banyaknya prilaku chao di
dalammasyarakat membuktikan bahwa butir pertama ini sudah dilupakan. Sama seperti
butir pertama, butir-butir dari sila ke dua Pancasila sudah mulai tidak diperhatikan oleh
masyarakat dalamkehidupan bernegaranya. Sebagai warga negara kita memiliki
kewajiban untuk hidup bernegara sesuai dengan dasar-dasar negara kita. Perilaku-
perilaku yang menyimpang seperti adanya sikap premanisme yang brutal seperti yang kita
lihat dalam kejadian “Kasus sidang Blowfish di daerah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan”
menunjukkan bahwa perlunya pendidikan kewarganegaraan bagi masyarakat baik itu di
jenjang pendidikan formal ataupun pendidikan berwarganegara di dalam lingkungan
masyarakat. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dapat terwujud salah satunya
dengan adanya sistem pertahanan dan keamanan negara. Oleh karena itu, pembangunan
dalam bidang pertahanan dankeamanan mutlak dilakukan dengan senantiasa
berlandaskan pada nilai-nilai pancasila. Perwujudan nilai-nilai pancasila dalam
pembangunan bidang ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan kepada tujuan demi
tercapainyakesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
2. Pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan pada tujuan demi
tercapainyakepentingan seluruh warga negara Indonesia
3. Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak asai manusia, persamaan
derajatserta kebebasan kemanusiaan
4. Pertahanan dan keamanan negara harus dipruntukan demi terwujudnya keadilan
dalamkehidupan masyarakat Wujud nyata dari sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
itu dapat dipertimbangankan beberapa prinsip pemikiran implementatif dalam bidang
hankam.
Nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan dalam kegiatan-kegiatan ketertirpan dan
keamananmasyarakat, melakukan kewajiban siskamling.
Makna dan aktualisasi sila Kemanusian yang adil dan beradab dalampembangunan
bidang Hukum dan HAM
Alam mengaktualisasikan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dalam pembangunan
bidang hukum dan hak asasi manusia harus bersumber dari ketentuan UUD 1945, yaitu:

 Pembukaan UUD 1945:alinea pertama :


“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”.

 Alinea keempat :

14
“……, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada ….kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab memandang bahwa alam semesta tertata dalam
keselarasan, masing-masing unsur yang membentuk alam semesta berelasi dalam
harmoni, sehingga terjamin kelestarian. Setiap unsur yang terdapat dalam alam semesta
memiliki fungsi sesuai dengan kodrat bawaannya. Kewajiban setiap unsur tersebut adalah
merealisasikan fungsiyang diembannya. Setiap unsur alam semesta dalam
merealisasikanfungsinya, memanifestasikan potensi yang menjadi bekal pada
lingkungannya. Dengan menunaikan kewajiban yang menjadi fungsinya maka tiap-tiap
unsur memperoleh hak yangsepadan dengan fungsi yang diembannya. Terjadilah
keserasian antara kewajiban dan hak,antara kewajiban asasi dan hak asasi.
Apabila masing-masing unsur dalam alam semesta ini telah menunaikan fungsinya secara
tepat dan benar, maka akan terjadi ketertiban, keteraturan, ketenteraman dan
kedamaian. Yang terasa adalah adanya kenikmatan dalam tata hubungan. Demikianlah,
apabila antara individu, masyarakat, negara-bangsa dan dunia dapat menempatkan diri
secara tepat dan benar dalam tata hubungan sesuai dengan potensi alami yang
dibawanya,maka akan tercipta harmoni atau keselarasan. Kekuatan yang menjadi modal
dari setiap unsur bukan saling beradu untuk mencari menangnya sendiri, tetapi berpadu
menjadi kekuatan yangsinerjik. Yang akan terasa adalah kenikmatan dalam kehidupan.
Keserakahan tidak terjadi, pemerasan antar unsur tidak ada, dengan demikian keadilan
dan kesejahteraan akan terwujud.Perlu dicatat bahwa konsep harmoni bukan suatu
konsep yang statis, beku, tetapi merupakan konsep yang dinamis. Wujud nyata dari sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab itu dapat dipertimbangankan beberapa prinsip
pemikiran implementatif dalam bidang hukum dan HAM, antara lain, mengakui
persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.

3. Sila Ketiga

“Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan.


Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of
Scientific Revolution”, paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang
umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum,
metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat,
ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.”

15
Isi Peranan Pancasila Sila Persatuan Indonesia sebagai paradigma kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila sila Persatuan Indonesia
memiliki peran diantaranya sebagai berikut.
• Sebagai pemersatu bangsa. Dengan Pancasila, perbedaan itu tidak dijadikan sebagai
suatu perselisihan yang mengarah pada perpecahan.
• Sebagai penghubung antara daerah satu dengan daerah lainnya.
• Sebagai penggerak. Pancasila dapat menjadi dorongan untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki bangsa Indonesia
Implementasi Pancasila sila Persatuan Indonesia sebagai paradigma kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam berbagai bidang. Nilai-nilai
Pancasila khususnya sila Persatuan Indonesia menjadi suatu dasar dalam berpikir
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bahwa Indonesia adalah
negara yang majemuk. Kemajemukan ras, budaya, agama, suku bangsa, dan lain
sebagainya. kemajemukan ini akan terjaga dan berkembang, jika terdapat persatuan
di antara individu yang memiliki kemajemukan tersebut. Sila Persatuan Indonesia
dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Sila ketiga Pancasila juga menjiwai sila Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan/perwakilan dan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dengan begitu, pengamalan nilai sila Persatuan Indonesia di dalamnya juga
mengamalkan nilai sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Kemanusiaan ynag adil dan
beradab. Sila ketiga ini mendasari pengamalan sila selannjutnya yaitu Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam pembangunan bidang IPTEK
Bidang IPTEK Sila ketiga dari Pancasila yang berbunyi Persatuan Indonesia, bisa
diartikan bahwa kemajuan IPTEK yang dialami bangsa ini harus bisa dirasakan
semuanya baik yang tinggal di kota-kota besar maupun yang tinggal di garis depan
negara Indonesia (yang tinggal di daerah perbatasan). Dalam bidang pendidikan
dulunya sistem pengajaran masih menggunakan papan tulis dan buku sebagai alat
untuk bahan belajar mengajar, tetapi sekarang karena kemajuan IPTEK yang dialami
Indonesia dua hal tersebut mulai sedikit ditinggalkan walaupun tidak sepenuhnya
ditinggalkan karena sudah tergantikan oleh LCD sebagai pengganti papan tulis dan
internet sebagai pengganti buku yang lebih praktis.
Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam pembangunan bidang Politik
Dalam bidang politik, Sila Persatuan Indonesia digunakan dalam pemikiran-pemikiran
menghadapi fenomena yang berkaitan dengan kondisi politik di Indonesia. Misalnya
pada saat Pemilu Presiden 2014 ada sedikit permasalahan yang melahirkan dua kubu

16
saling berbeda prinsip, hal ini menyebabkan konflik pribadi yang melibatkan politik di
Indonesia. dalam hal ini sila Persatuan Indonesia berperan dalam menyatukan
pandangan yang berbeda itu, sehingga dapat mempersatukan persepsi yang berbeda
itu.
Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam pembangunan bidang
Ekonomi
Bidang EKONOMI Penerapan sila ke 3 yaitu Persatuan Indonesia dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara contohnya adalah Koperasi. membeli
produk dalam negeri daripada luar negeri, kerjasama ekonomi dengan negara lain,
kerjasama ekspor impor di Indonesia Prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah
penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang nantinya akan memberi
manfaat bagi masyarakat Indonesia. Ini berarti nasionalisme menjiwai setiap
kebijaksanaan ekonomi.
Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam pembangunan bidang Sosial
Budaya
Bidang sosial mampu memberikan kesadaran bagi individu dalam masyarakat sebagai
makhluk yang tak dapat lepas dari bantuan orang lain. Bidang budaya merupakan
salah satu bidang yang membawa Indonesia ke kancah internasional, karena
Indonesia memiliki aneka budaya yang unik di setiap daerahnya. Contoh : masyarakat
bersama-sama untuk membersihkan dan menghias lingkungan desa Namun, arus
globalisasi yang kian kuat, membawa bangsa Indonesia khususnya remaja lebih suka
menonton konser-konser dan mengenal lebih banyak budaya dari negara lain.

Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam pembangunan bidang


HANKAM
HANKAM Paradigma pancasila sila ketiga “Persatuan Indonesia” di bidang pertahanan
dan keamanan yaitu menjamin keamanan dari setiap warga negara dan seluruh
nusantara serta memberikan kesempatan yang ada kepada tiap warga negara untuk
mengambil bagian dalam usaha pembelaan negara sesuai dengan pasal 30 UUD 1945
(pasal satu sampai dengan pasal lima) dan terus mengembangkan ABRI atau TNI yang
merupakan salah satu sarana utama dalam upaya menjamin dan meningkatkan
persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka ikut mendorong pembangunan
nasional sebagai implementasi yang sesuai pancasila terutama sila ketiga pancasila.

4. Sila Keempat

Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia


mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Tidak boleh memaksakan
kehendak kepada orang lain. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama. Musyawarah untuk mencapai mufakat

17
diliputi oleh semangat kekeluargaan. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap
keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. Dengan i’tikad baik dan rasa
tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan
sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila ini mengandung arti bahwa manusia adalah makhluk sosial yang hidup
berkelompok (bersosialisasi).
Sikap yang dapat dilakukan untuk mewujudkan sila ini adalah :
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Menghargai pendapat orang lain.
Mengakui adanya persamaan hak, kewajiban, dan kedudukan dalam
bermasyarakat.
a) Musyawarah
Saat ini musyawarah selalu dikait-kaitkan dengan dunia politik,
demokrasi. Bahkan hal tersebut tidak dapat dipisahkan , pada prinsipnya
musyawarah adalah bagian dari demokrasi, dalam demokrasi pancasila
penentuan hasil dilakukan dengan cara musyawarah mufakat dan jika terjadi
kebuntuan yang berkepanjangan barulah dilakukan votting, jadi demokrasi
tidaklah sama dengan votting. Cara votting cenderung dipilih oleh sebagian besar
negara demokrasi karena lebih praktis, menghemat waktu dan lebih simpel
daripada musyawarah yang berbelit-belit itulah sebabnya votting cenderung
identik dengan demokrasi padahal votting sebenarnya adalah salah satu cara
dalam mekanisme penentuan pendapat dalam sistem demokrasi.
b) Musyawarah dan Komunikasi
Bermusyawarah berati berhubungan dengan orang lain dan ada pesan
didalamnya,maka kedua hal ini saling berhubungan dan berkaitan. Komunikasi
membantu proses berjalannya suatu musyawarah. Ada
sumber, pesan, media, serta penerima pesan yang sudah bersiap juga untuk
memberikan feedback. Selain itu terdapat gangguan yang dapat mengancam
jalannya informasi.
c) Musyawarah dalam Keseharian
Jika kita melihat kemajuan teknologi serta musyawarah yang juga sering
kita lakukan keduanya memiliki kesamaan yaitu didalamnnya terdapat proses

18
berkomunikasi. Musyawarah sendiri lebih dikenal dekat dengan dunia politik dan
dijaman sekarang masih diragukan bagaimana minat para pecinta politik sendiri
dari bangsa Indonesia. Hal ini dapat dikarenakan politik merupakan hal rumit yang
tidak dapat ditangani semudah membalikkan telapak tangan.Musyawarah sendiri
memiliki tujuan agar suatu masalah dapat dipecahkan jalan keluarnya dan sebisa
mungkin tidak merugikan orang lain serta mengambil jalan yang adil.
Tetapi Jika dilihat dalam spesifikasinya Aktualisasi Sila ke 4 ini ditunjukkan dalam
berbagi bidang diantara lain:

Makna dan aktualisasi sila Keempat dalam pembangunan bidang Politik


Didalam penjelasan resmi dasar berkedaulatan rakyat ini dikatakan adalah
berdasarkan kerakyatan dan dalam permusyawaratan/perwakilan oleh karena itu
politik pada suatu sistem negara terbentuk dalam undang-undang dasar berdasar
atas kedaulatan rakyat dan atas dasar permusyawaratan /perwakilan sehingga
negara kita adalah mutlak suatu negara demokrasi jadi untuk selama-
lamanya. Dasar politik negara kita terdapat tiga unsur pokok yaitu pertama
kerakyatan kedua permusyawaratan/perwakilan dan ketiga kedaulatan
rakyat, sedangkan demokrasi sebagai arti dari pada kedaulatan rakyat itu ialah
demokrasi dalam kedudukan dan makna dasar politik atau suatu cita-cita. Maka
dari itu, sebagaimana tadi juga telah kita ketahui dari penjelasan resmi harus
masih ditentukan lebih lanjut perwujudannya dari sistem negara yang di muat
dalam undang-undang dasar dan yang demikian terjadi dalam pasal 1 ayat 2
undang-undang dasar kita bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Arti yang terkandung dalam istilah kerakyatan adalah bersifat cita-cita kefilsafatan
bahwa negara dan segala sesuatu keadaan dan sifat dari pada negara adalah untuk
keperluan seluruh rakyat jadi lebih luas dari pada pengertain
demokrasi. Pengertian demokrasi ini terikat kepada kata-kata
permusyawaratan/perwakilan dan diambil dalam cita-cita kefilsafatan serta
dalam arti demokrasi politik yang diselenggarakan didalam
permusyawaratan/perwakilan adapun cita-cita kefilsafatan demokrasi politik ini
merupakan syarat mutlak bagi tercapainya maksud kerakyatan.
Demokrasi politik adalah untuk mewujudkan persamaan dalam lapangan politik
dan demokrasi sosial-ekonomi adalah untuk mengadakan persamaan dalam
lapangan kemasyarakatan dan ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan
bersama yang sebaik-baiknya dengan demokrasi politik sebagai dasar syaratnya.

Makna dan aktualisasi sila Keempat dalam pembangunan bidang Ekonomi

19
Sila keempat dalam Pancasila menunjukkan pandangan bangsa Indonesia
mengenai kedaulatan rakyat dan bagaimana demokrasi dijalankan di Indonesia. Di
bidang ekonomi, Ekonomi Pancasila dikelola dalam sebuah sistem demokratis
yang dalam Undang-undang Dasar secara eksplisit disebut demokrasi ekonomi.
Demokrasi Ekonomi, artinya produksi dikerjakan oleh semua masyarakat dan
untuk semua di bawah pimpinan atau pemilihan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang
seorang. Sistem ekonomi di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta
GBHN, sehingga disebut sebagai "Sistem Ekonomi Berdasarkan Demokrasi
Ekonomi Pancasila".
Demokrasi ekonomi yang diterapkan di Indonesia mengandung ciri-ciri positif
sebagai berikut :
1. Perkembangan disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
4. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan
permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat serta pengawasan
terhadap kebijaksanaannya ada apada lembaga-lembaga perwakilan rakyat
pula.
5. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki
serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan masyarakat.
7. Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangakan
sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
8. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Sedangkan, ciri negatif sistem perekonomian Indonesia yang harus dihindari


sebagai berikut:
1. Sistem free fight liberalism, yaitu sistem yang menumbuhkan eksploitasi
terhadap manusia dan bangsa lain.
2. Sistem etatisme, yaitu negara beserta aparatur ekonomi bersifat dominan,
mendesak dan mematikan potensi, serta daya kreasi unit ekonomi di luar
sektor negara.
3. Monompoli, yaitu pemusatan kekuasaan ekonomi pada satu kelompok.

20
Makna dan aktualisasi sila Keempat dalam pembangunan bidang Sosial Budaya
Manusia indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan
musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya
dan melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab. Di sini
kepentingan bersamalah yang diutamakan atas kepentingan pribadi dan
golongan, pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan
sesuai dengan hati nurani yang luhur, keputusan-keputusan yang di ambil harus
dipertanggung-jawabkan secara moral kepada tuhan yang maha esa menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. Dalam
melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil
yang dipercayainya.
Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat
majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat
relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan
perorangan.

Makna dan aktualisasi sila Keempat dalam pembangunan bidang Hankam


Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut
untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan
semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta
keyakinan pada kekuatan sendiri. Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-
nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang
pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa
Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dan pada intinya dalam sila ke empat ini menunjukkan bahwa keamana dan
pertahanan negara menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat, serta kebebasan
kemanusiaan.

21
5. Sila Kelima
Makna Sila Kelima Bahwa manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama
untuk menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat Indonesia Keadilan sosial memiliki
unsur pemerataan, persamaan dan kebebasan yang bersifat komunal bahwa semua
warga negara mempunyai hak yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan
hukum Perlu dipupuk dipupuk sikap suka kerja keras dan sikap menghargai hasil karya
orang lain. Setiap peraturan hukum, baik undang-undang maupun putusan pengadilan
mencerminkan semangat keadilan Keadilan tersebut haruslah dapat dirasakan oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia Tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur secara lahiriah maupun batiniah. Terjaminnya sandang, pangan, papan, rasa
keamanan dan keadilan.
Implementasi keadilan sosial Alinia Keempat: mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
selurah rakyat Indonesia. Pasal 23 : Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 23A : Pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untak keperluan negara diatur dengan undang-undang. Pasal 23B Macam dan
harga mata uang ditetapkan dengan undangundang. Pasal 23C : Hal-hal lain mengenai
keuangan negara diatur dengan undang-undang.Pasal 23D : Negara memiliki suatu bank
sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya
diatur dengan undang-undang. Pasal 23E (1) : Untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan
yang bebas dan mandiri.
Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong-royong. Bersikap adil. Menjaga keseimbangan antara
hak dan kewajiban Suka bekerja keras. Menghargai hasil karya orang lain. Bersama-sama
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social.

Aktualisasi Sila Kelima dalam bidang Politik


Konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan suatu konsep yang dapat
dipertanggung jawabkan sebagai penerjemahan dari faham kebersamaan serta faham
persatuan dan kesatuan. Faham sosialitas bangsa Indonesia yang harus dijadikan

22
pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai Sila ke lima
diaplikasikan dlm proses pelaksanaan pemilihan umum
Aktualisasi Sila Kelima dalam bidang Ekonomi
Sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan agar dapat berdiri
sendiri Tidak menggunakan hak miliknya untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain, Penggunaan hak milik Tidak untuk hal-hal yang bersifat pemborosan
dan hidup bergaya mewah serta perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan
atau merugikan kepentingan umum.
Nilai Sila Ke lima dlm ekonomi Distribusi pendapatan dalam suatu kegiatan usaha sesuai
dengan hak dan kewajiban serta kedudukan masing-masing. Membantu pekerja yang
lemah baik melalui bimbingan keterampilan maupun dalam bentuk material. Gemar
memberikan sebagian rezekinya kepada orang lain Mengakui bahwa keberhasilan suatu
usaha atas kerja semua pihak Menghormati rekan kerja serta menjamin hubungan baik
antara orang-orang yang terlibat dalam komunitas produsen dengan konsumen.
Aktualisasi sila Kelima dalam Sosial Budaya
Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan kegotong-royongan. Suka bekerja keras. Suka menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Suka melakukan kegiatan dalam
rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social.
Aktualisasi Sila Kelima dalam Hukum dan HAM
Mengembangkan sikap adil terhadap sesama Menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban Menghormati hak orang lain Nilai-nilai tersebut diatas dapat diaplikasikan
dalam kegiatan-kegiatan kerukunan dalam rumah tangga, masyarakat dan negara.

C. Pancasila dalam Perubahan dan Kebaharuan


Pembaraun dan perubahan bukanlah melulu bersumber dari satu sisi saja, yaitu akibat
yang timbul dari dalam, melainkan bisa terjadi karena pengaruh dari luar. Terjadinya
proses perubahan (dinamika) dalam aktualisasi nilai Pancasila tidaklah semata-mata
disebabkan kemampuan dari dalam (potensi) dari Pancasila itu sendiri, melainkan suatu

23
peristiwa yang terkait atau berrelasi dengan realitas yang lain. Dinamika aktualisasi
Pancasila bersumber pada aktivitas di dalam menyerap atau menerima dan
menyingkirkan atau menolak nilai-nilai atau unsur-unsur dari luar (asing). Contoh paling
jelas dari terjadinya perubahan transformatif dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, adalah empat kali amandemen
UUD 1945 yang telah dilakukan MPR pada tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002.
Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi,
terjadilah perubahan pola hidup masyarakat yang begitu cepat. Tidak satupun bangsa dan
negara mampu mengisolir diri dan menutup rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian
juga terhadap masalah ideologi. Dalam kaitan imi, M.Habib Mustopo (1992: 11 -12)
menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan
kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asing dengan
berbagai aspeknya. Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi komunikasi dan transportasi
ikut mendorong hubungan antar bangsa semakin erat dan luas. Kondisi ini di satu pihak
akan menyadarkan bahwa kehidupan yang mengikat kepentingan nasional tidak luput
dari pengaruhnya dan dapat menyinggung kepentingan bangsa lain. Ada semacam
kearifan yang harus dipahami, bahwa dalam kehidupan dewasa ini, teknologi sebagai
bagian budaya manusia telah jauh mempengaruhi tata kehidupan manusia secara
menyeluruh. Dalam keadaan semacam ini, tidak mustahil tumbuh suatu pandangan
kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya faham kebangsaan. Beberapa
informasi dalam berbagai ragam bentuk dan isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah
begitu saja. Mengingkari dan tidak mau tahu “tawaran” atau pengaruh nilai-nilai asing
merupakan kesesatan berpikir, yang seolah-olah menganggap bahwa ada eksistens yang
bisa berdiri sendiri. Jika pengaruh itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, atau tidak mendukung bagi terciptanya kondisi yang sesuai dengan
Pancasila, maka perlu dikembangkan sikap yang kritis terutama terhadap gagasan-
gagasan, ide-ide yang datang dari luar. Dalam konteks budaya, masalah pertemuan
kebudayaan bukan masalah memfilter atau menyaring budaya asing, tetapi mengolah
dan mengkreasi dalam interaksi dinamik sehingga tercipta sesuatu yang baru. Jati diri

24
bangsa, budaya politik adalah sesuatu yang harus terus menerus dikonstruksikan, karena
bukan kenyataan yang mandeg (Sastrapratedja, 1996: 11). Kalau ideologi-ideologi besar
di dunia sekarang ini diperhatikan dengan seksama, maka terlihat mereka bergeser secara
dinamik. Para penyangga ideologi itu telah melakukan revisi, pembaharuan, dan
pemantapanpemantapan dalam mengaktualisasikan ideologinya. Perkembangan zaman
menuntut bahwa ideologi harus memiliki nafas baru, semangat baru dengan corak nilai,
ajaran dan konsep kunci mengenai kehidupan yang memiliki perspektif baru. Ideologi
Pancasilapun dituntut demikian. Pancasila harus mampu menghadapi pengaruh budaya
asing, khususnya ilmu dan teknologi modern dan latar belakang filsafatnya yang berasal
dari luar. Prof. Notonagoro telah menemukan cara untuk memanfaatkan pengaruh dari
luar tersebut, yaitu secara eklektif mengambil ilmu pengetahuan dan ajaran kefilsafatan
dari luar tersebut, tetapi dengan melepaskan diri dari sistem filsafat yang bersangkutan
dan selanjutnya diinkorporasikan dalam struktur filsafat Pancasila. Dengan demikian,
terhadap pengaruh baru dari luar, maka Pancasila bersifat terbuka dengan syarat
dilepaskan dari sistem filsafatnya, kemudian dijadikan unsur yang serangkai dan
memperkaya struktur filsafat Pancasila (Sri Soeprapto, 1995: 34). Sepaham dengan
Notonagoro, Dibyasuharda (1990: 229) mengkualifikasikan Pancasila sebagai struktur
atau sistem yang terbuka dinamik, yang dapat menggarap apa yang datang dari luar,
dalam arti luas, menjadi miliknya tanpa mengubah identitasnya, malah mempunyai daya
ke luar, mempengaruhi dan mengkreasi. Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada
daya refleksi yang mendalam dan keterbukaan yang matang untuk menyerap,
menghargai, dan memilih nilai-nilai hidup yang tepat dan baik untuk menjadi pandangan
hidup bangsa bagi kelestarian hidupnya di masa mendatang. Sedangkan penerapan atau
penolakan terhadap nilai-nilai budaya luar tersebut berdasar pada relevansinya. Dalam
konteks hubungan internasional dan pengembangan ideologi, bukan hanya Pancasila
yang menyerap atau dipengaruhi oleh nilai-nilai asing, namun nilai-nilai Pancasila bisa
ditawarkan dan berpengaruh, serta menyokong kepada kebudayaan atau ideologi lain.

25
BAB III
PENUTUP

Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam
fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warganegara
terhadap Pancasila tetap tinggi. Di lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap Pancasila bisa
diminimalisir. Substansi dari adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan
praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai
Pancasila ke dalam norma dan praktik hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan
kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi
apabila ada dinamika internal (self-renewal) dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang
relevan untuk pengembangan dan penggayaan ideologi Pancasila.Muara dari semua upaya
perubahan dan pembaharuan dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya
akseptabilitas dan kredibilitas Pancasila oleh warganegara dan wargamastarakat Indonesia.

26
DAFTAR PUSTAKA
http://presidenri.go.id/berita-aktual/aktualisasi-kemanusiaan-yang-adil-dan-
beradab.html
http://mkhoirulan.blogspot.com
http://docplayer.info
Wayan, I Tagel Eddy. Aktualisasi Nilai Pancasila dalam Kehiduan Berbangsa dan Bernegara,
Denpasar

27

Anda mungkin juga menyukai