Anda di halaman 1dari 46

TUGAS KEPERAWATAN MATERNITAS

MAKALAH RESPON SEXSUAL PADA DAUR KEHIDUPAN LANSIA

OLEH: KELOMPOK 4
1. WARDATUL JANNAH
2. IKA MURSILAWATI
3. EVA KRISDIANTI PUTRI
4. HARYENI
5. NUR MISUARI
6. JUHAR ARIFIN
7. ILHAM MA’ARIF ANDI AKBAR
8. ZULHAN
9. MAYLAN KHARISMA ALANDA

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN PROGRAM B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES MATARAM
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul,
“KEPERAWATAN MATERNITAS RESPON SEXSUAL PADA DAUR
KEHIDUPAN LANSIA” sebagai bentuk tugas dari mata pelajaran bimbingan
karir. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
makalah ini. Akhir kata, semoga segala informasi yang terdapat di dalam makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Mataram, 28 Agustus 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga
kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual
yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati
bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik
fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia
adalah periode dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada
periode ini masalah seksual masih mendatangkan pandangan bias terutama
pada wanita yang menikah, termasuk didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada
pria lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan jasmani, sedangkan
pada wanita lansia lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa tua.
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat.
Penelitian Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya
mengambil 31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas 65 tahun. Penelitian
Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia antara
50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan
6 orang wanita berusia di atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:
1. Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia
yang cukup lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status
kesehatan dan ketiadaan pasangan.
2. Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat
berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut
sebelumnya.
3. Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari
pria, seorang wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk
menemukan pasangan hidup.
Saat ini jumlah wanita di Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup
(UHH) diatas 45 tahun lebih meningkat dan pada usia tersebut wanita masih
berharap dapat melakukan hubungan seksual secara normal. Karena faktor
usia, hubungan seksual pada lansia umumnya memiliki frekwensi yang relatif
rendah, sehingga diperlukan suatu penelaahan tentang masalah seksual pada
lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan
seksual yang harmonis. Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak
harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua,
pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual pada
salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis maupun
patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual,
maka setiap disfungsi seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan
ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah
pertama kita harus menentukan jenis disfungsi seksual dengan tepat, mencari
penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk
memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan dalam makalah ini.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik masa usia lanjut
b. Mengetahui perubahan-perubahan pada masa usia lanjut
c. Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut
d. Mengetahui perubahan seksual pada pria lansia
e. Mengetahui perubahan seksual pada wanita lansia
f. Mengetahui cara mengatasi permasalah seksual pada masa usia lanjut
C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Merupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang
permasalahan seksual pada masa usia lanjut sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan kebidanan pada saat praktik lapangan.
2. Bagi institusi dan civitas akademika
Mengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun
suatu makalah dengan mengambil dari berbagai sumber literature serta
dijadikan sebagai sumber bacaan tambahan di perpustakaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teoritis Sexsual
1. Definisi Seks
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) bahwa seks
mengacu pada sifat-sifat biologis yang mendefinisikan manusia sebagai
perempuan ataupun lakilaki.Sementara himpunan sifat biologis ini tidak saling
asing, sebab ada individu yang memilih kedua-duanya, manusia cenderung
dibedakan sebagai laki-laki dan perempuan. Dalam penggunaan awam dalam
banyak bahsa istilah seks sering digunakan dalam arti “kegiatan seksual”
tetapi untuk keperluan teknis dalam konteks perbincangan tentang seksualitas
dan aktivitas seksual, definisi tadi yang lebih diutamakan. Kata seks diartikan
dalam dua hal yaitu: a. Aktivitas seksual genital yaitu hubungan fisik antara
individu. b. Sebagai label jenis kelamin, dimana seks lebih berkonotasi kepada
biologis perempuan dan laki-laki.
2. Definisi Seksualitas
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) tentang
seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan
meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual erotisme,
kenikmatan, kemesraan, dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diungkapkan
dalam pikiran, khayalan gairah, kepercayaan sikap nilai, perilaku, perbuatan,
peran, dan hubungan.Sementara seksualitas dapat meliputi semua dimensi
ini.Tidak semuanya selalu dialami atau diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi
oleh interaksi factor biologis, psikologis, social, ekonomi, politik budaya etika
hokum sejarah, religi, dan spiritual.
Sedangkan definisi seksualitas yang dihasilkan dalam Konferensi APNET
(Asia Pasific Network for Sosial Health)di Cepu, Filipina 1996 mengatakan
seksualitas adalah ekspresi seksual seseorang yang secara social dianggap
dapat diterima serta mengandung aspek-aspek kepribadian yang luas dan
mendalam. Seksualitas merupakan gabungan dari perasaan dan perilaku
seseorang yang tidak hanya didasarkan pada ciri seks secara biologis.
3. Aktifitas Seksual
Aktifitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi
dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau
seksual melalui beberapa perilaku. Misalnya berfantasi, mansturbasi,
meninton atau membaca pornografi, cium pipi, cium bibir, petting, dan
berhubungan seks (Ingrid, 2001)
Hubungan seks/senggama/sexual intercourse adalah kontak seksual yang
dilakukan dengan berpasangan dengan lawan jenis. Perilaku seksual dapat
dilakukan melalui berbagai cara mulai dari fantasi, berpegangan tanga ciuman,
meraba, berpelukan petting, sampai sexual intercourse, dengan memberikan
dampak yang bervariasi (Inggrid, 2001).
Berfantasi merupakan perilaku seksual yang dilakukan dengan
membayangkan atau mengimajinasikan aktifitas seksual yang bertujuan untuk
menimbulkan perasaan erotisme. Aktifitas seksual ini bisa berlanjut keaktifitas
seksual selanjutnya, seperti masturbasi, berciuman, dan aktifitas lainnya
(Inggrid, 2001)
Perilaku selanjutnya adalah berpegangan tangan.Aktifitas seksual ini
memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan yang kuat, namun biasanya
muncul kegiatan mencoba aktifitas seksual lainnya.Perilaku selanjutnya
adalah berciuman kening, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi, pipi
dengan bibir.Perilaku ini mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual
menjadi berkembang dan bisa menimbulkan kegitan untuk melakukan bentuk
aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.Sedangkan ciuman basah
adalah aktivitas seks berupa sentuhan bibir dengan bibir.Perilaku ini dapat
menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan membangkitkan dorongan seksual
hingga tak terkendali. Orang akan mudah melakukan aktivitas seksual lainnya
tanpa disadari seperti cumbuan, petting, bahkan sampai hubungan intim
(Inggrid, 2001).
Perilaku selanjutnya adalah meraba, yaitu kegiatan meraba bagan-bagan
sensitive rangsang seksual seperti payudara, leher, paha atas, penis, dan
pantat.Perilaku ini dapat mengakibatkan pelaku terangsang secara seksual
(hingga melemahkan control diri dan akal sehat), akibatnya bisa melakukan
aktivitas seksual selanjutnya.Dan juga dapat menimbulkan ketagihan.Perilaku
seksual berikutnya adalah petting.Petting merupakan keseluruhan aktivitas
seksual non intercourse (menempelkan alat kelamin).Jenis aktivitas seksual
yang terakhir adalah intercourse yaitu aktivitas seks dengan memasukan alat
kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan (Inggrid, 2001).

4. Seksualitas Pada Perempuan


Tidak diketahui atau tidak ada usia tertentu ketika seseorang mencapai
puncak tingginya dorongan seksual atau kemampuan untuk merasakan nafsu
seksual. Beberapa ahli telah mengidentifikasi bahwa puncaknya pada usia 35
tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah yang tepat untuk menentukan kapan
saatnya bagi setiap orang khususnya perempuan. Para ahli telah menemukan
bahwa kadar hormon perempuan biasanya meninggi sekitar usia 35 tahun,
tetapi apa yang sebenarnya terjadi untuk mengukur dorongan seksual adalah
dengan merasakan apa yang akan terjadi pada pikiran dan emosi seseorang.
Sama sekali tidak, perasaan terhadap seks dan minatnya mungkin sangat
bervariasi, tetapi kemampuan seorang perempuan untuk melakukan
hubungan intim sejauh ini, memiliki hasrat sehat, dan tentu saja mempunyai
pasangan (Masland, 2006).
B. Teoritis Masa Usia Lanjut
1. Defenisi Masa Usia Lanjut ( Late Adulthood)
Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang
penuh dengan manfaat.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan
yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban
dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan
masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai
beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara
negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Dari aspek sosial, penduduk
lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat,
penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini
dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh
terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin
menurun.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa
tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan
kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan
manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak
memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang
yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang
berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks
eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka
kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti .
Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikapsikap yang
berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan
keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan
dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental
mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari
pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan
usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek
pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia
kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena
informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data
kependudukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia
menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia
(elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua
(very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa
setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia
56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun
merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini
akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai
tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan
dalam hidupnya.

Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-


Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang
jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia
56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut
menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun
demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang
untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia.

2. Perubahan-Perubahan Fisik Dan Psikis Yang Terjadi Pada Masa Usia


Lanjut
Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut adalah
ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Baik pria maupun
wanita, pada usia lanjut mereka akan melakukan penyesuaian diri agar mereka
tampak siap dan sesuai dengan masa usia lanjut tersebut secara baik ataupun
tidak baik. Akan tetapi hasil yang diperoleh dari penyesuaian tersebut
cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang tidak baik daripada
yang baik, terutama adalah terjadinya kemunduran fisik dan mental yang
berlangsung secara perlahan dan bertahap.

3. Perubahan Fisik Pada Masa Usia Lanjut


Dengan bertambahnya usia, secara umum kekuatan dan kualitas fisik
juga fungsinya mulai terjadi penurunan. Penurunan ini bisa berlangsung secara
perlahan bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup pada
masa usia muda.
Beberapa perubahan gangguan fisik yang timbul adalah sebagai berikut :
a. Perubahan pada kulit : kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi
lebih kering dan keriput, kulit di bagian bawah mata membentuk seperti
kantung dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan
jelas, warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah
tengkuk.
b. Perubahan otot : pada umumnya otot orang berusia madya menjadi
lembek dan mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas, dan perut
c. Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama pada
bagian tungkai dan lengan yang membuat mereka menjadi agak sulit
berjalan
d. Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga
kadang-kadang memakai gigi palsu
e. Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung
mengeluarkan kotoran yang menumpuk di susdut mata, kebanyakan
menderita presbiop atau kesulitan melihat jarak jauh, menurunnya
akomodasi karena menurunnya elastisitas mata
f. Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun,
sehingga tidak sedikit yang mempergunakan alat bantu pendengaran.
g. Perubahan pada sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan
sering tersengal-sengal, hal ini akibat terjadinya penurunan kapasitas total
paru-paru, residu volume paru dan konsumsi oksigen basal, ini akan
menurunkan fleksibilitas dan elastisitas dari paru

Selain ganggunan fisik yang bisa terlihat secara langsung, dengan


bertambahnya usia sering pula disertai dengan perubahan-perubahan akibat
penyakit kronis, obat-obat yang diminum akibat operasi yang menyiksa
kesusahan secara fisik dan psikologis.
Beberapa gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :
a. Perubahan pada sistem syaraf otak : umumnya mengalami penurunan
ukuran, berat, dan fungsi contohnya kortek serebri mangalami atropi.
b. Perubahan pada sistem cardiovascular : terjadi penurunan elastisitas
dari pembuluh darah jantung dan menurunnya kardiak out put
c. Penyakit kronis misal diabetes melistus (DM), penyakit
cardiovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kanker, dan masalah yang
berhubungan dengan persendian dan syaraf
d. Beberapa operasi seperti prostatectomy, histrectomy, dan mastectomy.
e. Hasil penelitian menunjukkan timbulnya masalah prostatectomy
meliputi gagal ereksi mencapai 12 % sampai timbulnya masalah tidak
tercapainya ejakulasi sebesar 24 %, kanker prostate dan operasi
prostad (hilangnya libido, gagal ereksi, volume ejakulasi)
f. Perubahan pada sistem ginjal, kandung kencing, dan ureter
mengalami penurunan efisiensi, jumlah sel dalam ginjal mengalami
penurunan menyebabkan gangguan pengeluaran toksin dan air dari
tubuh.

4. Perubahan Psikis Pada Masa Usia Lanjut


Gangguan psikologis paling umum yang berpengaruh pada orang tua
adalah timbulnya depresi, dimensia, dan mengigau. Hal ini lebih sering
diakibatkan oleh perasaan sudah tua, sudah pikun, dan secara fisik sudah tidak
menarik bagi pasangan. Perubahan akibat depresi dan dimensia bahkan sering
mengganggu prilaku seksual termasuk gangguan khayal yang dikaitkan
dengan kecemburuan phatologis.
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah
a. Kecemasan (angietas)
b. Depresi
c. Rasa bersalah (guilty feeling)
d. Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam
berhubungan seksual
Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat
berpengaruh besar terhadap sisi kewanitaannya seperti :
a. Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
b. Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
c. Cerviks yang menyusut ukurannya
d. Dinding vagina atropi ukurannya memendek
e. Berkurangnya pelumas vagina
f. Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
g. Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir
kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal
Ada prinsip perkembangan yang dinamakan Multidirectional, dimana
beberapa komponen menunjukkan pertumbuhan dan komponen lain nya
malah menurun, lansia akan semakin arif, tapi menurun dalam tugas yang
membutuhkan kecepatan memproses informasi, misalnya lansia baru
mempelajari komputer.
Disamping itu ada beberapa gangguan mental yang paling umum yang
berpengaruh pada orang tua adalah depresi, dimensia dan menggigau prilaku
seksual mungkin berubah secara signifikan pada depresi dan dimensia .

5. Masalah Seksual Pada Masa Usia Lanjut


Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah
yang tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi
ketakutan akan berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara
normal sampai ketakutan akan kemampuan secara psikis untuk bisa
berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang
meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur,
dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan
fisiologik yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya
berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek
vaskular, hormonal dan neurologiknya.
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau
dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini
a. Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan
kultural, kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita
mungkin menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi.
Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat
serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun akan
mempengaruhi libido.

b. Fase arousal
– Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan
flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan
otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.
– Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu
kuat; penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan
testoteron; elevasi testis ke perineum lebih lambat.

c. Fase orgasmic
– Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit
konstraksil kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
– Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan
dan jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.

d. Fase pasca orgasmic


Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai
timbulnya fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.

Tabel perubahan fisiologi dari aktivitas seksual yang diakibatkan oleh


proses menua menurut Kaplan

Fase tanggapan
Pada wanita lansia Pada pria lansia
seksual
Fase desire Terutama dipengaruhi oleh Interval untuk meningkaatkan
penyakit baik dirinya sendiri hasrat melakukan kontak seksual
atau pasangan, masalah meningkat;hasrat sangat
hubungan antar keduanya, dipengaruhi oleh penyakit;
harapan kultural dan hal-hal kecemasan akan kemampuan
tentang harga diri. Desire pada seks dan masalah hubungan
lansia wanita mungkin antara pasangan. Mulai usia 55
menurun dengan makin th testosteron menurun bertahap
lanjutny usia, tetapi hal ini bisa yang akan mempengaruhi libido.
bervariasi.
Fase arousal Pembesaran payudara M embutuhkan waktu lebih lama
berkurang, semburat panas untuk ereksi; ereksi kurang
dikulit menurun; elastisitas begitu kuat; testosteron
dinding vagina menurun; iritasi menurun; produksi sperma
uretra dan kandung kemih menurun bertahap mulai usia 40
meningkat;otot-otot yang th; elevasi testis ke perinium
menegang pada fase ini lebih lambat dan sedikit;
menurun. penguasaan atas ejakulasi
biasany membaik.

Fase orgasmik(fase Tanggapan orgasmik mungkin Kemampuan mengontrol


muskular) kurang intens disertai sedikit ejakulasi membaik; kekuatan
kontraksi; kemampuan untuk kontraksi otot dirasakan
mendapatkan orgasme multipel berkurang; jumlah kontraksi
berkurang dengan makin menurun; volume ejakulat
lanjutnya usia. menurun.
Fase pasca orgasmik Mungkin terdapat periode Periode refrakter memanjang
refrakter, dimana secara fisiologis, dimana ereksi
pembangkitan gairah secara dan orgasme berikutnya lebih
segera lebih sukar. sukar terjadi.

Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan


fisiologik saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti:
a. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang
mungkin membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi
terhadap fungsi seksual.

b. Penyebab biologik dan kasus medis


Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung
atau tidak dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi
seksual psikogenik
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan
seksual pada lansia adalah sebagai berikut :
a. Gangguan hasrat
b. Tahap pemanasan
c. Orgasme
d. Rasa nyeri
e. Sakit fisik
f. Obat dan alkohol
g. Gangguan yang tidak khusus

Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara


lain :
a. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak
pasien segan untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut
menyebabkan infark.
b. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit
karena pasien mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri,
hilangnya kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau dukungan relasi
serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual
termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat
penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas
seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami
kerusakan pada stroke, maka respon seksual mungkin tidak
terpengaruh.

Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi


hemiplegi permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas
seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi pengenalan orang
atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya
mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami
kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik,
namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta”
alternatif. Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan
sistem non-verbal untuk berkomunikasi.
c. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-
organ seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri
dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk
sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
d. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus
menyebabkan neuropati autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan
disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi yang memberikan
kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
e. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau
kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara
memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan,
latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
f. Rokok dan alcohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi
seksual, khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang akan
mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga mungkin
mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi
kemampuan untuk mengalami kenikmatan.
g. Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh
karena adanya kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas
seksual mungkin dapat menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat
membahayakan jiwa.
h. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual,
antara lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik,
sedatif, dan lain-lain.

6. Perubahan Seksualitas Pada Pria Lansia


Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitasi juga akan mengalami
penurunan. Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia
lanjut bergantung hanya pada beberapa faktor yaitu kesehatan fisik dan
mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan yang menarik. Perubahan
perilaku sekspada pria yang memasuki masa tua meliputi berkurangnya respon
erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin
sewaktu masturbasi.
Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia
adalah :
1) Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga
akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan
kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi.
Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan
penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk
membuahi ovum
2) Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak
terjadi pada 50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80
tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi. Namun hal ini
dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus urinarius.
3) Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi
yang sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti
kantung skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan
pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan
bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga
dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk untuk
menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk
periode yang lebih lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya
pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
4) Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari.
Intensitas sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta
jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya
sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut
sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya
pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta
masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya
berkurang termasuk selama tidur.
5) Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna
yang tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
6) Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada
umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang
muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini
tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual.
Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi
ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi seksual pada seorang pria.
Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata
2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70
tahun menjadi 0,50 perminggu. Meski demikian, berdasarkan penelitian,
banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia
yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status
kesehatan.

7. Impotensi Atau Disfungsi Ereksi Pada Pria Lansia


a. Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Impotensi atau Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan
secara konsisten untuk mencapai dan / atau mempertahankan ereksi
sedemikian rupa sehingga mencapai aktivitas seksual yang memuaskan.
(Vinik, 1998). Secara umum impotensia dibedakan menjadi impotensia
coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual), impotensia
erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi (tidak mampu
menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar 52% pada pria di antara
40-70 tahun dan bahkan lebih besar pada pria yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa
berasal dari rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik
(bau-bauan) dan rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut
melalui jalur kortiko-talamikus, limbik maupun talamo-retikularis dan
sebaliknya kemudian akan diteruskan ke susunan saraf ototnom
(parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi korpus kavernosa penis.
Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya
ejakulasi. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa proses ereksi
menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vascular, hormonal,
psikologik dan kimiawi

b. Etiologi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut:
1) DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin,
neurogenik, vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
 DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM (Androgen
Deficiency in the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme
pada lansia. DE tipe ini disebabkan oleh gangguan testikular baik
primer maupun sekunder. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia, hipertiroid,
hipotiroid dan Cushing’s disease.
 DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls
terjadinya ereksi. Lesi dilobus temporalis sebagai akibat trauma
atau multiple scelrosis stroke, gangguan atau rusaknya jalur asupan
sensorik misalnya pada polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau
penyakit ganglia radiks dorsalis medula spinalis, juga pada
gangguan nervus erigentes akibat pasca prostatektomi total atau
operasi rektosigmoid.
 DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang
mungkin berhubungan erat dengan prevalensi penyakit
aterosklerosis yang tinggi pada lansia. Gangguan aliran darah arteri
ke korpus kavernosus seperti bekuan darah, aterosklerosis, atau
hilangnya kelenturan dinding pembuluh darah dapat menyebabkan
DE. Selain itu DE bisa terjadi pada penyakit Leriche, yaitu
obstruksi di pangkal bifurkasio a. iliaka di daerah a.abdominalis.
Serta penyakit Peyronie mengakibatkan pengisian darah tidak
sempurna yang akan menyebabkan DE.
2) DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama
DE, namun menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama
DE pada lansia gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut
memegang peranan. DE jenis ini yang berpotensi reversibel potensial
biasanya yang disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah,
masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam
hubungan seksual.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat


masturbasi yang dahulu atau karena terlalu sering ejakulasi atau
sebailiknya karena terlalu lama menahan dan tidak disalurkan hasrat seks-
nya itu. Namun penelitian membuktikan bahwa ejakulasi atau tidak
ejakulasi dalam waktu yang lama tidak langsung mengganggu kesehatan.
Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi dan ejakulasi tidak dapat
dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris.
Selain yang telah disebutkan di atas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh
obat-obatan terutama obat antihipertensi ( Reserpin, ß blocker, guanethidin
dan metildopa), alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium,
hipnotik sedatif, dan hormon-hormon seperti estrogen dan progesteron.

c. Diagnosa impotensia atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi
akan mencari pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan
dokter adalah memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan
menjelaskan bahwa disfungsi ereksi merupakan hal biasa yang dialami oleh
para lansia pria dan berusaha mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini
akan menenangkan diri pasien. Setiap pasien memiliki privasi, oleh karena
itu perlu ditanyakan apakah pasien ingin mendiskusikan hal ini dengan atau
tanpa pasangannya, namun cara yang terbaik adalah bersama pasangan.
Karena pandangan serta dukungan dari pasangan seksual mereka sangat
berharga dan dapat mengembalikan kepercayaan diri pasien untuk kembali
memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak langsung dapat membantu
mengatasi masalah disfungsi ereksi.
Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi
yang terjadi murni disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit atau
kelainan lain yang menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat
penyakit atau kelainan yang mendasari terjadinya disfungsi ereksi maka
perlu ditangani penyakit dan kelainan yang mendasarinya. Peninjauan
terhadap obat-obatan yang selama ini dikonsumsi oleh pasien juga perlu
diperhatikan.
Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik
untuk mengetahui ada tidaknya disfungsi ereksi:
• Apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan
perifer berkurang atau terdengar bruit.
• Adakah perubahan kulit. Turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi
kurang elsatis.
• Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti
adanya reflek bulbo kavernosus dan kremaster.
• Adakah gejala hipotensi ortostatik.
• Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan
vitamin B1, dan lain-lain.
• Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronie’s
disease. Peyronie’s disease adalah keadaan dimana terjadi kelainan
anatomis penis, berupa tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak
biasa pada jaringan penis sehingga aliran darah dalam badan kavernosa
penis terganggu untuk mencapai ereksi.
• Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
• Pemeriksaan laboratorium umum diperlukan untuk menentukan adanya
kondisi medis penyerta, faktor resiko vaskular atau endokrin yang
abnormal.
• Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.

d. Terapi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitors merupakan terapi pilihan utama
untuk disfungsi ereksi. PDE5 berada di jaringan kavernosa penis dan akan
mendegradasi cyclic 3' 5' guanosine monophosphate (cGMP) yang bila
bekerja bersama nitrat oksida akan menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena
itu dengan menghambat PDE5, obat ini berpotensi untuk mendorong
terjadinya ereksi. Namun obat ini menjadi kontra indikasi pada pasien yang
mendapatkan terapi nitrogliserin atau golongan nitrat lainnya, karena
efeknya dapat menyebabkan tekanan darah turun drastis dan penurunan
perfusi arteri koroner dan dapat menyebabkan miokard infark. Pemakaian
obat ini bersama obat-obatan alfa bloker.
Salah satu obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah
sildenafil sitrat (Viagra ®). Obat ini bekerja dengan jalan mem-blok
pemecahan GMP siklik yang mempertahankan vasodilatasi korpora
kavernosa, tetapi obat ini hanya bisa diberikan bila keadaan vaskuler penis
masih intak. Seperti PDE5 obat ini juga menjadi kontraindikasi pada
pemakaian obat-obatan golongan nitrat karena dapat menyebabkan hipotensi
bahkan syok (Vinik, 1998).
Karena tidak menstimulasi pembentukan cGMP, melainkan hanya
memperkuat / memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika
belum / tidak terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Efek samping
Sildenafil umumnya bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering
berupa sakit kepala, muka merah, gangguan penglihatan (buram sampai
melihat segala sesuatu kebiru-biruan), dan mual, yang kesemuanya berkaitan
dengan blokade PDE5 inhibitor yang terdapat di seluruh tubuh. Obat lain
yang kini beredar antara lain Alprostadil (Caverject ®, Muse ®), Vardenafil
(Levitra ®), dan Tadalafil (Cialis ®).
Apomorfin (Uprima ®) adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi
reseptor-D1 dan -D2 di hipotalamus yang terkait antara lain pada regulasi
ereksi. Daya erektogennya berdasarkan efek terhadap afinitas lokal dari
nitrogenmonoksida, kemudian konversi guanyltriphosphate menjadi cGMP.
Reaksi ini menimbulkan relaksasi otot-otot licin dari corpus cavernosum,
yang dapat terisi darah dan terjadilah ereksi. Setelah penggunaan sublingual
kadarnya dalam darah memuncak dalam 4o-60 menit dan ereksi dapat terjadi
setelah 20 menit. Efek samping yang tersering berupa nausea, sakit kepala,
dan pusing-pusing.
HRT (hormon replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan
hipogonadal. Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi intra
muscular jangka panjang, maupun transdermal testoteron gel. Testoteron oral
sebaiknya dihindari karena kemungkinan toksik hepatik pada penggunaan
jangka lama. Pada pemakaian testoterone-containing gel sebaiknya
menunggu sekitar 10 -15 menit sampai gel tersebut diabsorbsi dan kering
sebelum melakukan aktivitas seksual. Semua pria yang menggunakan terapi
testoterone replacement perlu mendapatkan pemeriksaan rektal digital dan
PSA test sedikitnya 1 tahun sekali.

Pemberian testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara


lain :
• Pada laki-laki : testis mengecil, produksi sperma berkurang,
ginekomastia, pembesaran prostat
• Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di daerah muka, volume
suara membesar
• Umum : hepatotoksik, peningkatan hematokrit darah, aterosklerosis, dan
hipertrofi jantung.
Ada beberapa cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat
vakum maupun protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran penis dengan
membuat keadaan vakum yang menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi
ereksi, sebuah gelang karet atau cincin konstriksi pasang pada pangkal penis
dan alat vakum tersebut dilepas. Gelang tersebut dapat memperlambat aliran
balik vena dan membantu mempertahankan ereksi lebih dari 30 menit. Alat
vakum ini dapat mengakibatkan petekhie dan membuat ujung penis lebih
dingin dari biasanya. Protesa pada penis mungkin membantu ketika cara lain
tidak berhasil. Pembedahan revaskularisasi penis relatif bersifat eksperimental
dan belum ada kesuksesan yang tinggi.

8. Andropause Pada Pria Lansia


a. Defenisi Andropause pada pria lansia
Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan “pause =
istirahat”. Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat proses
menua pada sistem reproduksi pria mungkin di dalamnya termasuk
perubahan pada jaringan testis, produksi sperma dan fungsi ereksi.
Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium laki-
laki yang berarti seorang laki-laki sedang berada pada tingkat kritis fase
kehidupannya, dimana terjadi perubahan fisik, hormon dan psikis serta
penurunan aktivitas seksual. Perubahan-perubahan ini biasanya terjadi
secara bertahap. Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma, ataupun
operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi dapat memberikan kontribusi
pada onset terjadinya andropause ini.
Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal ini
terjadi karena kemampuan kita untuk mendiagnosa andropause ini sangat
terbatas karena tidak ada cara untuk menprediksi siapa yang akan
mengalami gejala andropause. Test yang sensitif untuk mengetahui
bioavaibilitas testoteron baru tersedia akhir-akhir ini, sehingga sebelum ada
test ini andropause terlewatkan begitu saja tanpa terdiagnosa dan tidak
memperoleh penatalaksanaan.

b. Etiologi andropause pada pria lansia


Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron dalam tubuh
menurun kurang lebih 10% setiap dekadenya. Pada saat yang sama Sex
Binding Hormone Globulin (SHBG) meningkat. SHBG ini akan
menangkap banyak testoteron yang bersirkulasi dan membuat testoteron
tidak tersedia untuk digunakan pada jaringan tubuh khususnya untuk
terjadinya perilaku seksual yang normal dan terjadinya ereksi.

c. Gejala dan efek yang ditimbulkan oleh andropause


Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang rendah.
Setiap pria mengalami kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun
berbeda kadarnya pada setiap invididu. Ketika hal ini terjadi pria akan
mengalami gejala andropause.
Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain :
1) Depresi
2) Kelelahan
3) Iritabilitas
4) Libido menurun
5) Sakit dan nyeri
6) Berkeringat dan flushing
7) Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
8) Sulit berkonsentrasi
9) Pelupa
10) insomnia
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan
menimbulkan efek tertentu, demikian juga andropause dalam jangka waktu
yang panjang dapat menyebabkan:
1) Osteoporosis
2) Obesitas
3) Kehilangan masa otot
4) Resiko menderita arteriosklerosis
5) Resiko menderita kanker payudara
6) Resiko menderita kanker prostat
Gambar : Pengaruh terapi hormon testoteron pada andropause

9. Perubahan Seksualitas Wanita Lansia


Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya
usia :
a. Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
b. Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
c. Cerviks yang menyusut ukurannya
d. Dinding vagina atropi ukurannya memendek
e. Berkurangnya pelumas vagina
f. Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas
seks
g. Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan
bibir kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot
perinael

1) Klimakterium Pada Wanita Lansia


Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi
dan masa senium. Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir
6-7 tahun setelah menopouse
a) Tanda-tanda Klimakterium :
– Menstruasi tidak lancar atau tidak teratur
– Haid banyak ataupun sangat sedikit
– Sakit kepala terus menerus
– Berkeringat
– Neuralgia
b) Gejala Psikologis pada masa klimakterimum :
– Kemurungan
– Mudah tersinggung / mudah marah
– Mudah curiga
– Insomnia
– Tertekan
– Kesepian
– Tidak sabar
– Tegang dan cemas
c) Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :
– Berhentinya menstruasi, makin jarang dan makin sedikit
– Mengalami atropi pada sistem reproduksi
– Penampilan kewanitaan menurun
– Keadaan fisik kurang nyaman
– Kemerah-merahan pada leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat,
pusing, iritasi, friigid
– Berat badan
– Perubahan kepribadian
d) Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum
– Merasa tua
– Tidak menarik lagi
– Rasa tertekan karena takut menjadi tua
– Mudah tersinggung
– Mudah kaget
– Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami
– Rasa takut karena suami menyeleweng
e) Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada wanita lansia
i. Ketakutan
• Ketergantungan fisik dan ekonomi
• Sakit-sakitan yan kronis
• Kesepian
• Kebosanan karena tidak diperlukan
ii. Perubahan mental
• Belajar : kurang mampu belajar yang baru
• Berfikir : terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan alasan
• Kreatifitas berkurang
• Berkurang rasa humor
• Perbendaharaan kata semakin menurun
iii. Gangguan mental
• Agresi : menyerang disertai kekuatan
• Kemarahan dan rasa tidak senang yang kuat
• Kecemasan yang tidak berobyektif
• Kacau & sering bingung
• Penolakan ; ketidakmampuan untuk mengakui secara sendiri
terhadap keinginan, fikiran, perasaan pada kejadian nyata
• Ketergantungan : meletakakkan kepercayaan terhadap orang
lain
• Depresi : perasaan sedih & pesimis
• Ketakutan : reaksi emosional terhadap sumber luar
• Manipulasi : proses bertingkah laku untuk memuaskan diri
sendiri / orang lain dengan cara serdik, tidak jujur / tipu
muslihat
• Rasa sakit yang tidak berpenyebab

2) Menopause Pada Wanita Lansia


a) Defenisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam
perjalanan hidup seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan
dengan bertambahnya usia. Seorang wanita yang sudah menopause
akan mengalami berhentinya haid. Fase ini terjadi karena ia tidak lagi
menghasilkan esterogen yang cukup untuk mempertahankan jaringan
yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.
b) Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan
hormon ovarium yang berkurang akan menyebabkan perubahan fisik,
psikologis dan seksual yang menurun pada wanita pasca menopause
(Hacker&Moore, 2001).
Seseorang disebut menopause jika tidak lagi menstruasi
selama 12 bulan atau
satu tahun. Menopause umumnya terjadi ketika perempuan memasuki
usia 48 hingga 52 tahun (Rachmawati, 2006).
Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon estrogen
mengakibatkan penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler
di bawah permukaan kulit juga akan terlihat. Akhirnya, karena epitel
vagina menjadi atrofi dan tidak adanya darah kapiler berakibat
permukaan vagina menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae (kerut)
vagina akan jauh berkurang yang mengakibatkan permukaannya
menjadi licin, akibatnya sering sekali wanita mengeluhkan dispareunia
(nyeri sewaktu senggama), sehingga malas berhubungan seksual.

c) Gejala dan efek menopause


Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari
kemunduran fungsi kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang
menganggap menopause sebagai bencana di usia senja. Banyak
perempuan menopause merasa menjadi tua, yang diasosiasikan dengan
ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat seksual (Rachmawati, 2006).
Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun
menjelang berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan
diantaranya adalah perubahan dalam gairah seksual. Berkurangnya
cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau terjadi hubungan badan,
selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri
dapat menyebabkan keinginan seks menurun dan sulit untuk
dirangsang.
Anggapan yang salah tentang seksualitas masa menopause
dapat menimbulkan kecemasan, karena mereka takut tidak bisa
melayani suami dengan baik akan mencari wanita lain atau malah
menceraikannya, karena dari mereka tidak sedikit yang kemudian
merasa tidak berarti lagi bagi suaminya, sehingga di sisi lain banyak
juga suami yang menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat
mengganggu istri yang telah menopause.
Ada empat kemungkinan mengapa para suami enggan
berhubungan seksual lagi dengan istrinya yaitu tidak tertarik lagi, ada
anggapan salah bahwa menopause berarti padamnya dorongan seksual,
kesulitan berhubungan intim akibat perlendiran vagina berkurang,
sementara ereksi tetap kokoh seperti sedia kala, penolakan istri karena
merasa sakit saat berhubungan seksual (Pangkahila, 1998). Anggapan
seperti itu sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh salah pengertian
atau karena mendengar cerita orang lain, kadang pria mencoba
mengatasi masalah ini dengan mencari pasangan lebih muda dengan
harapan bahwa kemampuan seksualnya yang telah surut dapat kembali.
Rasionalisasi yang umum dilakukan oleh pria dengan mencari
pasangan lebih muda adalah karena pihak wanita tidak lagi tertarik
pada seks setelah menopause, hal ini semakin diperparah dengan upaya
menghindari berhubungan intim dengan suami disebabkan nyeri saat
senggama akibat menipisnya selaput lendir liang senggama (Hidayana,
2004).
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause
disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat
mempengaruhi kehidupan mereka. Gejala psikologis yang menonjol
ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan,
gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan merasa kehilangan
daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan suaminya
(Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita
yang mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau
gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak memasalahkannya. Beberapa
hal yang mempengaruhi persepsi seorang perempuan terhadap
menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi, gaya hidup,
kebutuhan terhadap kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat,
2007).
Studi yang dilakukan oleh (Duke, 1999) University AS,
menunjukkan bahwa tidak semua perempuan menopause mengalami
penurunan hasrat seksual, 39% wanita berusia 61-65 tahun memiliki
aktivitas seksual seperti 27% wanita berumur 66-71 tahun, 13% wanita
menopause mempunyai hasrat lebih tinggi dibandingkan ketika masih
muda (Rachmawati, 2006).

d) Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat


dilakukan di tingkat pelayanan dasar :
o Pemeriksaan alat kelamin
Pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher
rahim untuk melihat kelainan yang mungkin ada, misalnya lecet,
keputihan, pertumbuhan abnormal sepertu benjolan dan radang.
o Pap Smear
Pemeriksaan ini dapat dilakukan setahun sekali untuk melihat
adanya tanda radang atau deteksi awal bagi kemungkinan adanya
kanker pada saluran reproduksi. Dengan demikian pengobatan
terhadap adanya kelainan dapat segera dilakukan.
o Perabaan Payudara
Ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar
hormone estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor
payudara. Hal ini juga dapat terjadi pada pemberian hormone
pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan akibat menopause.
o Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-
gen
o Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause
digantikan dengan makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen
yang cukup seperti kedelai ( tahu, tempe, kecap), papaya dan
semanggi merah
o Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
o Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak,
kopi dan alkohol
3) Senium Pada Wanita Lansia
Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya
keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi
gangguan vegetatif maupun psikis.

10. Hambatan Aktivitas Seksual Pada Usia Lanjut


Pada usia lanjut, terdapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas
seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan/masalah eksternal yang datang
dari lingkungan dan hambatan internal, yang terutamaberasal dari subyek
lansianya sendiri (Darmajo, 2010).
a. Hambatan Eksternal
Biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa
aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para lansia. Masyarakat
biasanya masih bias menerima seorang duda lansia kaya yang menikah
lagi dengan wanita yang lebih mudaatau mempunyai anak setelah
usianya agak lanjut, tetapi hal sebaliknya seorang janda kaya yang
menikah dengan pria lebih muda sering kali mendapat cibiran
masyarakat. Hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda akan
menikah lagi sering kali juga berupa sikap menentang dari anak-anak,
dengan berbagai alasan. Kenangan pada ayah/ ibu yang telah meninggal
atau ketakutan akan kurangnya warisan merupakan latar belakang
penolakan. Di Negara Barat, hal ini masih terjadi, akan tetapi
pengaruhnya di Negara Timur akan lebih terasa mengingat kedekatan
hubungan orang tua dengan anak-anak (Darmojo, 2010).
b. Hubungan Internal
Psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan
hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak pantas
bias dan tidak pantas berpenampilan untuk bias menarik lawan jenisnya.
Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas di usia lanjut (baik
pada mereka yang masih mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada
mereka yang sudah menjanda/ menduda) menyebabkan keinginan dalam
diri mereka ditekan sedemikian hingga memberikan dampak pada
ketidakmampuan fisik yang dikenal sebagai impotensia (Darmojo, 2010

11. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Seksualitas Pada Lansia


Seksualitas pada lansia dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu umur, jenis
kelamin, pendidikan, penyakit, pengalaman menikah, psikologis, sikap nilai
pengetahuan, kebudayaan, lingkungan, dan dukungan keluarga dan social
ekonomi. Dalam makalah ini hanya mengambil factor umur, jeniskelamin,
pendidikan, sikap, dan pengetahuan.
a. Umur
Umur seorang lanjut usia mempengaruhi dan menunjukan sejauh
mana terjadi perubahan pada lansia tersebut baik fisik, fungsi tubuh dan
tingkah laku. Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, seksualitas
menjadi permasalahan karena ternyata keinginan dan kemampuan seks
pada lansia masih terus berkembang. Penurunan kegiatan seks pada
menurun pada umur 60 tahun sekitar 20% dari usia muda. Penurunan
secara seksual dikatakan telah melampaui masa remajanya, karena secara
ilmiah dapat dibuktikan bahwa kemampuan seseorang sudah mengalami
penurunan, walaupun tidak tampak jelas, sejak mencapai usia pra dewasa
atau usia dewasa muda, khususnya pada pria sudah terjadi penurunan
produksi hormone testosterone.
Pada usia 60 tahun tenaga seseorang biasanya hanya tinggal 50%
dari kekuatan masa remajanya, pada usia ini pula kegiatan seks lelaki
mengalami paling banyak kemunduran. Produksi air mani menurun,
kesuburan berkurang, namun nafsu seks tetap ada, Sedangkan pada wanita
jika sudah memasuki usia 45 - 50 tahun indung telurnya mulai kehabisan
telur untuk dikeluarkan dan juga terjadi penurunan produksi hormone seks,
akan tetapi dorongan seksual pada wanita tidak dipengaruhi hal tersebut.
Kemampuan seksual wanita dapat bertahan sampai tua sesudah 60 tahun
bahkan sampai 80 tahun.
b. Jenis Kelamin
Perubahan – perubahan seksual yang dialami pria tidak dapat
disamakan dengan perubahan pada wanita, bukan karna hanya karena
gabungan faktor fisik yang berbeda, namun juga karna faktor sosial (Paad
dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991)). Kemampuan seksual pada
seorang pria lanjut usia dipengaruhi oleh faktor – faktor non seksual
seperti : kelelahan fisik atau mental, obesitas, penyakit usia tua, obat –
obat dan rasa takut gagal. Proses menua pada wanita berbeda denga pria
setidaknya dalam dua hal, yaitu, pertama apabila ada pria tidak ada suatu
peristiwa biologis yang menandai dengan jelas suatu perlatihan kemasa tua
pada wanita yaitu monopouse, kedua penurunan potensi seksual pada pria
sudah mulai tampak pada usia muda sedangkan pada wanita baru
menunjukkan tanda- tanda penurunan pada umur 55 – 60 tahun. (Paad
dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991)).
Hasil penyelidikan Masters dan Jhonson, (1966) dalam Suparto,
(2000), menyatakan tidak ada bukti kesanggupan seks lelaki menurun
dengan bertambahnya umur, mereka juga mengatakan bahwa wanita lanjut
usia ternyata masih bisa melakukan onani tanpa kesulitan. Namun menurut
Kinsey,dkk (1948) dalam oswari,(1997) melaporkan frekuensi kegiatan
seks wanita umumnya lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki pada
skala tingkat umur. Preiffer, dkk(1969) dalam oswari mengatakan hampir
semua laki – laki lanjut usia sangat tertarik pada seks seperti ketika masih
remaja, sedangkan pada wanita lanjut usia hanya sepertiganya yang masih
memiliki keinginan seks yang lebih tinggi.
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan fenomena insani atau gejala kemanusiaan
yang mendasar dan juga mempunyai sifat konstruktif atau memangun
dalam hidup manusia (Driyarkara dalam Tanlain dkk 1992). Pendidikan
berlangsung dalam suatu proses panjang yang pada akhirnya mencapai
tujuan akhir yaitu individu yang dewasa (Tanlain, dkk, 1992), dimana
kematangan intelektual seseorang akan mempengaruhi wawasan dan cara
pikir seseorang baik tindakan maupun dalam cara pengambilan keputusan.
d. Pengetahuan
Pada tingkat individu, pertumbuhan pemahaman seksualitas
seseorang akan menambah perkembangan pribadinya, kepercayaan diri,
kedewasaan, dan kecakapan mengambil keputusan (Halstead, 2006).
Banyak pasangan yang masih menganggap bahwa hubungan seks
hanyalah terbatas penyaluran kebutuhan biologis semata. Ini adalah
pemahaman yang salah besar. Lebih jauh, hubungan seks haruslah
dipahami sebagai sarana untuk refreshing dan rekreasi. Terlebih lagi,
aktivitas seks merupakan suatu bentuk atau sarana untuk menjaga
keharmonisan di dalam rumah tangga (waspada, 2012).
e. Penyakit
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : gangguan jantung,
gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis (Narsevhybuntu,
2012). Menurut Stanley & Beare (2006), obat-obatan berpengaruh
terhadap aktivitas seksual lansia. Konsumsi berbagai obat yang berbeda
dan metabolisme obat tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan, sehingga
efek dari obat-obat tersebut dapat mempengaruhi siklus respon seksual
(Oktaviani, 2010).
f. Budaya
Menurut Darmojo dan Martono (2006), faktor eksternal yang
mempengaruhi aktivitas seksual berupa budaya yang berkembang di
masyarakat, menganggap aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan oleh
para lansia, sehingga menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan
yang memberikan dampak penurunan aktivitas seksual.
g. Menopause
Perubahan tubuh dan emosi secara umum terjadi pada saat
menopause, tetapi tidak berlaku disebabkan atau berhubungan dengan
keadaan tersebut. Berhentinya menstruasi hanya merupakan salah satu
aspek dari menopause. Sistem reproduksi menurun dan berhenti sebagai
akibatnya, maka tidak lagi memproduksi hormon ovarium dan hormon
progesteron (Jahja, 2011).
Di samping itu, terjadi pengurangan pelumasan selama bangkitnya
gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan
selama bersenggama (Hawton, 1993).
Menopause, yaitu masa berhentinya haid membawa banyak
perubahan pada fisik seorang wanita. Akibat dari menopause adalah
terjadi perubahan bentuk tubuh, buah dada wanita menjadi kurang menarik
lagi, dan dinding vagina menjadi tipis. Menopause pada wanita tidak
selalu mempengaruhi kepuasan kontak seksual, meskipun ada perubahan-
perubahan biologis fisiologis tersebut (Hurlock, 1999). Perubahan-
perubahan yang terjadi pada alat-alat seksual wanita dan faalnya karena
proses menua, terutama disebabkan oleh menciutnya indung telur (dengan
akibat menurunnya dan kemudian hilangnya hormon kewanitaan terutama
estrogen.
h. Pasangan hidup
Lanjut usia masih mempunyai harapan untuk menikah dan masih
memiliki minat terhadap lawan jenis. Hal tersebut ditunjukkan dengan
usaha berkunjung ke lawan jenis yang sudah tidak memiliki pasangan.
Adanya fenomena keinginan menikah, pengacuhan kebutuhan seksual
lanjut usia yang berdampak pada kebahagiaan dan gangguan hemeostasis,
teori-teori yang menunjukkan perlu adanya kebutuhan seksual dipenuhi,
dan masih adanya anggapan yang keliru mengenai pemenuhan kebutuhan
seksual pada lanjut usia. Namun, kondisi hubungan seksual dan
nonseksual dengan pasangan hidup memberi pengaruh besar. Makin baik
hubungan, makin memuaskan kehidupan seksualnya. Maka, seks akan
bertambah lama sampai tidak ada batasannya. Akhirnya salah satu penentu
lainnya adalah tidak adanya pasangan. Wanita usia lanjut yang tidak
mempunyai pasangan lagi umumnya akan menekan dorongan seksnya
sampai habis. Sebaliknya, pria yang sudah kehilangan pasangan, sebagian
akan menikah lagi (Warsono, 2010).
12. Hal – Hal Yang Perlu Di Perhatikan Seputar Seks Pada Lansia
Kehidupan Seks setiap orang pada usia senja mempunyai karakteristik yang
berbeda – beda. Kehidupan seks dapat diperbaiki dengan melakukan
sejumlah perubahan.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu di perhatikan seputar kehidupan seks
Pasa lansia menurut Suarsa (2006) Yaitu :
a. Memperluas Pengertian seks Sejalan dengan pertumbuhan usia,
berbagai pilihan hubungan intim mungkin lebih nyaman dan
memuaskan. Sentuhan terhadap pasangan bisa saja merupakan alternatif
yang baik selain penetrasi. Sentuhan bisa berarti saling berpegangan
tangan, berciuman denga pasangan, Pijat sensual, mastrubasi, atau seks
oral. Jadi seks dalam konteks ini pengertianya lebih luas.
b. Berkomunikasi dengan pasangan Komunikasi merupakan sarana untuk
mendekatkan diri dengan pasangan. Diskusikan perubahan – prtubahan
yang terjadi dengan pasangan, Dengan komunikasi diharapkan mendapat
menyesuaikan diri selama berhubungan intim. Jadi masing – masing
pasangan perlu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan bersama. Dan
komunikasi dengan pasangan kadang juga menjadi suatu rangsangan.
c. Melepaskan Kebiasan Rutin Perubahan sekecil apa pun dapat
memperbaiki hubungan seks. Mengubah waktu berhubungan merupakan
salah satu solusi. Misal mengubah waktu berhubungan kewaktu yang
paling berenergi, seperti melakukan hubungan intim di pagi hari ketika
lansia baru – baru tidur dan dalam keadaan masih segar dan cobalah
posisi seks baru.
d. Mengontrol Ekspektasi Jika pada masa muda tidak sering melakukan
hubungan seks, jangan harap melakukan lebih pada masa lansia.
Mungkin perlu melakukan mengekspresikan keintiman secara berbeda
dibandingkan waktu lama.
e. Mengatur Diri Mengatur pla makan sehat dan berolahraga secara teratur
akan membuat tubuh sehat dan bugar.

13. Upaya Mengatasi Permasalahan Seksual Pada Lansia


Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis
termasuk masalah seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu.
Proses penanganan ini memerlukan waktu yang cukup lama tergantung dari
keluhan dan kerjasama antara pasien dengan konselor. Dari ketiga gangguan
tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang penanganannya
memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat
Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual
adalah masalah yang tabu.

Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan


seksual pada lansia adalah sebagai berikut :
a. Anamnesa Riwayat Seks
1) Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan
2) Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
3) Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya
salah
4) Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
5) Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang obat-
obatan yang dikonsumsi oieh pasien
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya.
Anamnese harus rinci, meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan
yang dirasakan. Juga anamnese tentang gangguan sistemik maupun
organik yang dirasakan. Penelaahan tentang gangguan psikologik, kognitif
harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan fisik
meliputi head to toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan
jantung, haati, ginjal dan paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk
meliputi keadaan gula darah, status gizi dan status hormonal tertentu.
Apabila keluhan mengenai disfungsi ereksi pada pria, pemeriksaan khas
juga meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile
tumescence testing. (Hadi-Martono, 1996)

b. Pengobatan yang diberikan mencakup ;


1) Konseling Psikoseksual
2) Therapi Hormon
3) Penyembuhan dengan obat-obatan
4) Peralatan Mekanis
5) Bedah Pembuluh

c. Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana
manajemen gangguan seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan
Pharmakologi

d. Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk
menyembuhkan
“Viropause”/andropause pada pria (pemanasan dan
ejakulasi)
Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian
estrogen pada klimakterium
e. Penyembuhan dengan Obat
1) Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif
2) Oral phentholamin
3) Tablet apomorphine sublingual
4) Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif
5) Penempatan intra-uretral prostaglandin
Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut
dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan
fungsi seksual pada usia lanjut

Tabel Efek Obat Yang Sering Diberikan dan Pengaruhnya Pada Fungsi
Seksual Lansia.

Golongan Obat Contoh Pengaruh Pada Fase Anjuran Obat Pengganti

Anti hipertensi:diuretika Gol. tiasid Fase pembangkitan Pertimbangkan


penghambat kanal Ca

Anti hipertensi: obat berdaya Klonidin, metil- Fase pembangkitan Pertimbangkan


sentral dopa penghambat kanal Ca

Anti hipertensi: penyakit beta propanolol Fase hasrat dan Pertimbangkan


penggairahan penghambat kanal Ca

Anti-hipertensi penghambat captopril Fase penggairahan Pertimbangkan


ACE penghambat kanal Ca

Obat anti –psikotik Torasin, Fase desire, fase Pertimbangkan Buspiron,


tiotksen, pembangkitan, priapismus, turunkan dosis bertahap
haloperidol ejakulasi retrogad

Obat anti-ansietas diasepam Fase desire, orgasme Lebih ditekankan pada


pemuaskan

Antikolinergik Atropin, Fase pembangkitan, fase Estrogen oral merupakan


hidroksisin desire pilihan pada yang takbisa
per oral

Estrogen premarin Fase Bila ada efek samping


pembangkitan(perbaikan berikan secara siklik
lubrikasi, turunkan rasa
nyeri)

Progestin provera Fase desire(dapat Pertimbangkan


diturunkan libido) alternatifdari Blocker H-2
Antagonis reseptor H-2 simetidin Fase desire, pembangkitan Waktu pemberian sangat
orgasme penting (berhubungan
dengan waktu aktivitas
seksual)

Narkotik Kodein, Fase desire, pembangkitan Kenali dan obatitd.adiksi


demerol orgasme

Sedatif Alkohol, Fase desire, pembangkitan Obati gejala kecemasan;


lain-lain barbiturat yakinkan ketakutan akan
digitalis serangan jantung waktu
akt. seksual

Antidepresan trisiklik Imipramin, Fase desire, pembangkitan Pertimbangkan: Prozac,


amitriptilin fase muskular terlambat zoloft

Antidepresan lain Trasodon, Priapisme, fase Pertmb. Prozac, Zoloft


inhibitor MAO pembangkitan, orgasme
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat
dibagi menjadi hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan
internal,yang terutama berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan
eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa
aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh lansia.Hambatan
eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali juga
berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara
jelas dengan hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak
baisa dan tidaak pantas berpenampilan untuk menarik lawan jenisnya.
Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut
menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga
memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik, yang dikenal sebagai
impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut
dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi
seksual pada usia lanjut.
Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan
terjadinya kemunduran fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan
kehilangan perhatian dari pasangan membawa akibat terhadap frekwensi
maupun kualitas hubungan seks, baik secara langsung maupun tidak.
Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat
menjelaskan kondisi umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut
serta pengaruhnya terhadap emosi, pola pikir dan hubungan seksual sangat
berpengaruh. Melalui beberapa tahapan konseling secara terbuka dan
kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, bisa diperoleh
suatu pemecahan masalah seksual pada lansia, dengan pemakaian krem
vasoaktif, melakukan olah raga ringan dan konsumsi makan seimbang, dan
solusi-solusi lain secara bertahap masalah pada lansia akan terselesaikan.
B. Saran
Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan, tidak hanya di
lingkungan keluarga lansia sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat
bahkan pusat pelayanan kesehatan. Lansia sebagaimana pria dan wanita mulai
dari kanak-kanak hingga dewasa lainnya mempunya hak-hak untuk
diperlakukan adil dan sama, mendapat informasi dan pelayanan kesehatan
yang sempurna dan optimal, serta diperlakukan dan dihargai masa akhir usia
mereka, merasakan kehidupan yang harmonis serta merasakan kenikmatan
seksual yang aman dan nyaman. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
permasalahan seksual pada lansia baik pria maupun wanita perlu sebarluaskan
sejak dini, dan perlunya kerjasama yang optimal disetiap instansi pemerintah
dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini agar para lansia mendapatkan
kehidupan yang nayak, dan harmonis sebagai manusia dan warga negara
seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia


lanjut ). Jakarta : FKUI

Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan


Reproduksi. Yogyakarta. Fitramaya

Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta


http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/469-mengenal-impotensi-atau-
disfungsi-ereksi

Anda mungkin juga menyukai