Jadi Bu Dina Sexsual Pada Lansia
Jadi Bu Dina Sexsual Pada Lansia
OLEH: KELOMPOK 4
1. WARDATUL JANNAH
2. IKA MURSILAWATI
3. EVA KRISDIANTI PUTRI
4. HARYENI
5. NUR MISUARI
6. JUHAR ARIFIN
7. ILHAM MA’ARIF ANDI AKBAR
8. ZULHAN
9. MAYLAN KHARISMA ALANDA
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga
kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual
yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati
bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik
fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia
adalah periode dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada
periode ini masalah seksual masih mendatangkan pandangan bias terutama
pada wanita yang menikah, termasuk didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada
pria lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan jasmani, sedangkan
pada wanita lansia lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa tua.
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat.
Penelitian Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya
mengambil 31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas 65 tahun. Penelitian
Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia antara
50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan
6 orang wanita berusia di atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:
1. Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia
yang cukup lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status
kesehatan dan ketiadaan pasangan.
2. Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat
berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut
sebelumnya.
3. Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari
pria, seorang wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk
menemukan pasangan hidup.
Saat ini jumlah wanita di Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup
(UHH) diatas 45 tahun lebih meningkat dan pada usia tersebut wanita masih
berharap dapat melakukan hubungan seksual secara normal. Karena faktor
usia, hubungan seksual pada lansia umumnya memiliki frekwensi yang relatif
rendah, sehingga diperlukan suatu penelaahan tentang masalah seksual pada
lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan
seksual yang harmonis. Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak
harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua,
pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual pada
salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis maupun
patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual,
maka setiap disfungsi seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan
ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah
pertama kita harus menentukan jenis disfungsi seksual dengan tepat, mencari
penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk
memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan dalam makalah ini.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik masa usia lanjut
b. Mengetahui perubahan-perubahan pada masa usia lanjut
c. Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut
d. Mengetahui perubahan seksual pada pria lansia
e. Mengetahui perubahan seksual pada wanita lansia
f. Mengetahui cara mengatasi permasalah seksual pada masa usia lanjut
C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Merupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang
permasalahan seksual pada masa usia lanjut sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan kebidanan pada saat praktik lapangan.
2. Bagi institusi dan civitas akademika
Mengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun
suatu makalah dengan mengambil dari berbagai sumber literature serta
dijadikan sebagai sumber bacaan tambahan di perpustakaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teoritis Sexsual
1. Definisi Seks
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) bahwa seks
mengacu pada sifat-sifat biologis yang mendefinisikan manusia sebagai
perempuan ataupun lakilaki.Sementara himpunan sifat biologis ini tidak saling
asing, sebab ada individu yang memilih kedua-duanya, manusia cenderung
dibedakan sebagai laki-laki dan perempuan. Dalam penggunaan awam dalam
banyak bahsa istilah seks sering digunakan dalam arti “kegiatan seksual”
tetapi untuk keperluan teknis dalam konteks perbincangan tentang seksualitas
dan aktivitas seksual, definisi tadi yang lebih diutamakan. Kata seks diartikan
dalam dua hal yaitu: a. Aktivitas seksual genital yaitu hubungan fisik antara
individu. b. Sebagai label jenis kelamin, dimana seks lebih berkonotasi kepada
biologis perempuan dan laki-laki.
2. Definisi Seksualitas
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) tentang
seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan
meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual erotisme,
kenikmatan, kemesraan, dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diungkapkan
dalam pikiran, khayalan gairah, kepercayaan sikap nilai, perilaku, perbuatan,
peran, dan hubungan.Sementara seksualitas dapat meliputi semua dimensi
ini.Tidak semuanya selalu dialami atau diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi
oleh interaksi factor biologis, psikologis, social, ekonomi, politik budaya etika
hokum sejarah, religi, dan spiritual.
Sedangkan definisi seksualitas yang dihasilkan dalam Konferensi APNET
(Asia Pasific Network for Sosial Health)di Cepu, Filipina 1996 mengatakan
seksualitas adalah ekspresi seksual seseorang yang secara social dianggap
dapat diterima serta mengandung aspek-aspek kepribadian yang luas dan
mendalam. Seksualitas merupakan gabungan dari perasaan dan perilaku
seseorang yang tidak hanya didasarkan pada ciri seks secara biologis.
3. Aktifitas Seksual
Aktifitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi
dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau
seksual melalui beberapa perilaku. Misalnya berfantasi, mansturbasi,
meninton atau membaca pornografi, cium pipi, cium bibir, petting, dan
berhubungan seks (Ingrid, 2001)
Hubungan seks/senggama/sexual intercourse adalah kontak seksual yang
dilakukan dengan berpasangan dengan lawan jenis. Perilaku seksual dapat
dilakukan melalui berbagai cara mulai dari fantasi, berpegangan tanga ciuman,
meraba, berpelukan petting, sampai sexual intercourse, dengan memberikan
dampak yang bervariasi (Inggrid, 2001).
Berfantasi merupakan perilaku seksual yang dilakukan dengan
membayangkan atau mengimajinasikan aktifitas seksual yang bertujuan untuk
menimbulkan perasaan erotisme. Aktifitas seksual ini bisa berlanjut keaktifitas
seksual selanjutnya, seperti masturbasi, berciuman, dan aktifitas lainnya
(Inggrid, 2001)
Perilaku selanjutnya adalah berpegangan tangan.Aktifitas seksual ini
memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan yang kuat, namun biasanya
muncul kegiatan mencoba aktifitas seksual lainnya.Perilaku selanjutnya
adalah berciuman kening, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi, pipi
dengan bibir.Perilaku ini mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual
menjadi berkembang dan bisa menimbulkan kegitan untuk melakukan bentuk
aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.Sedangkan ciuman basah
adalah aktivitas seks berupa sentuhan bibir dengan bibir.Perilaku ini dapat
menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan membangkitkan dorongan seksual
hingga tak terkendali. Orang akan mudah melakukan aktivitas seksual lainnya
tanpa disadari seperti cumbuan, petting, bahkan sampai hubungan intim
(Inggrid, 2001).
Perilaku selanjutnya adalah meraba, yaitu kegiatan meraba bagan-bagan
sensitive rangsang seksual seperti payudara, leher, paha atas, penis, dan
pantat.Perilaku ini dapat mengakibatkan pelaku terangsang secara seksual
(hingga melemahkan control diri dan akal sehat), akibatnya bisa melakukan
aktivitas seksual selanjutnya.Dan juga dapat menimbulkan ketagihan.Perilaku
seksual berikutnya adalah petting.Petting merupakan keseluruhan aktivitas
seksual non intercourse (menempelkan alat kelamin).Jenis aktivitas seksual
yang terakhir adalah intercourse yaitu aktivitas seks dengan memasukan alat
kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan (Inggrid, 2001).
b. Fase arousal
– Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan
flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan
otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.
– Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu
kuat; penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan
testoteron; elevasi testis ke perineum lebih lambat.
c. Fase orgasmic
– Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit
konstraksil kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
– Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan
dan jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
Fase tanggapan
Pada wanita lansia Pada pria lansia
seksual
Fase desire Terutama dipengaruhi oleh Interval untuk meningkaatkan
penyakit baik dirinya sendiri hasrat melakukan kontak seksual
atau pasangan, masalah meningkat;hasrat sangat
hubungan antar keduanya, dipengaruhi oleh penyakit;
harapan kultural dan hal-hal kecemasan akan kemampuan
tentang harga diri. Desire pada seks dan masalah hubungan
lansia wanita mungkin antara pasangan. Mulai usia 55
menurun dengan makin th testosteron menurun bertahap
lanjutny usia, tetapi hal ini bisa yang akan mempengaruhi libido.
bervariasi.
Fase arousal Pembesaran payudara M embutuhkan waktu lebih lama
berkurang, semburat panas untuk ereksi; ereksi kurang
dikulit menurun; elastisitas begitu kuat; testosteron
dinding vagina menurun; iritasi menurun; produksi sperma
uretra dan kandung kemih menurun bertahap mulai usia 40
meningkat;otot-otot yang th; elevasi testis ke perinium
menegang pada fase ini lebih lambat dan sedikit;
menurun. penguasaan atas ejakulasi
biasany membaik.
c. Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana
manajemen gangguan seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan
Pharmakologi
d. Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk
menyembuhkan
“Viropause”/andropause pada pria (pemanasan dan
ejakulasi)
Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian
estrogen pada klimakterium
e. Penyembuhan dengan Obat
1) Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif
2) Oral phentholamin
3) Tablet apomorphine sublingual
4) Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif
5) Penempatan intra-uretral prostaglandin
Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut
dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan
fungsi seksual pada usia lanjut
Tabel Efek Obat Yang Sering Diberikan dan Pengaruhnya Pada Fungsi
Seksual Lansia.
A. Kesimpulan
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat
dibagi menjadi hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan
internal,yang terutama berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan
eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa
aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh lansia.Hambatan
eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali juga
berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara
jelas dengan hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak
baisa dan tidaak pantas berpenampilan untuk menarik lawan jenisnya.
Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut
menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga
memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik, yang dikenal sebagai
impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut
dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi
seksual pada usia lanjut.
Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan
terjadinya kemunduran fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan
kehilangan perhatian dari pasangan membawa akibat terhadap frekwensi
maupun kualitas hubungan seks, baik secara langsung maupun tidak.
Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat
menjelaskan kondisi umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut
serta pengaruhnya terhadap emosi, pola pikir dan hubungan seksual sangat
berpengaruh. Melalui beberapa tahapan konseling secara terbuka dan
kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, bisa diperoleh
suatu pemecahan masalah seksual pada lansia, dengan pemakaian krem
vasoaktif, melakukan olah raga ringan dan konsumsi makan seimbang, dan
solusi-solusi lain secara bertahap masalah pada lansia akan terselesaikan.
B. Saran
Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan, tidak hanya di
lingkungan keluarga lansia sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat
bahkan pusat pelayanan kesehatan. Lansia sebagaimana pria dan wanita mulai
dari kanak-kanak hingga dewasa lainnya mempunya hak-hak untuk
diperlakukan adil dan sama, mendapat informasi dan pelayanan kesehatan
yang sempurna dan optimal, serta diperlakukan dan dihargai masa akhir usia
mereka, merasakan kehidupan yang harmonis serta merasakan kenikmatan
seksual yang aman dan nyaman. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
permasalahan seksual pada lansia baik pria maupun wanita perlu sebarluaskan
sejak dini, dan perlunya kerjasama yang optimal disetiap instansi pemerintah
dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini agar para lansia mendapatkan
kehidupan yang nayak, dan harmonis sebagai manusia dan warga negara
seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA