Anda di halaman 1dari 26

Congestive Heart Failure (CHF)

A. Definisi

Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung
atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang
dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau
adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray et al., 2012). Gagal jantung
kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(Dipiro et al., 2015).

B. Klasifikasi
Istilah dalam gagal jantung : 4

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung
dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ;
Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,


kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada
penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia,
kehamilan, fistula A – V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua
kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan


Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal
jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti
pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik
sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia
gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada
gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun
secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema
perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure,


hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena
(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa
darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah
di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam
jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif
mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung. 5

C. Etiologi

FaktorResiko

a. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada LV,
infark miokard, obesitas, diabetes.

b.Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik,


albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.

c.Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.

d.Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.

e.Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin,


siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase inhibitor),
NSAID, kokain, alkohol.

f. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga. (Ford et al., 2015)


Penyebab gagal jantung kongestif dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Intrinsik:
o - Kardiomiopati
o - Infark miokard
o - Miokarditis
o - Penyakit jantung iskemik
o - Defek jantung bawaan
o - Perikarditis
2. Sekunder :
o - Emboli paru
o - Anemia
o - Hipertensi sistemik
o - Kelebihan volume darah
o - Asidosis metabolik
o - Keracunan obat
o - Aritmia jantung (Jan Tambayong,2000)

D. Patofisiologi

Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan
timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. 5,6,7

Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun,
kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat
beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang
efektif. 1,5,6,7
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf
adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan
kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan peningkatan
kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk
menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit dan
ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi
akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama
latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar
dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya
respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun;
katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 1, 4, 6

Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada


gagal jantung. 8

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-


Aldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang
mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal
jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan
curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:
- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus
- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensinI
- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
-
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang
meningkatkan tekanan darah. 1, 5, 6, 7

Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8

3. Hipertrofi ventrikel :

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau


bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan
peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel.

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang


menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat
gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan
sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan
memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen
miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis
lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika
peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia
miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa
yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus
berlangsungnya gagal jantung. 1, 4,6,7

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap


hemodinamik berlebih. 8
E. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala gagal jantung

Definisi gagal jantung


Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti :
Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, kelelahan, edema
tungkai
DAN
Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
DAN
Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat, kardiomegali,
suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi,
kenaikan konsentrasi peptida natriuretik

Tabel 2Manifestasi klinis gagal jantung


F. Diagnosis

Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam
melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik .
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang
ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain
foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan
pemeriksaan biomarker. 2, 10
Kriteria Diagnosis : 11
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9

Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea


2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2


kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif
berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain: 1

 NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam


kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan
kegiatan biasa.
 NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti
kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.
 NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak
dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat,
akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di
atas.
 NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung,


pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan. 12

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : 11, 12, 13

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen


(BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan
pemeriksaan gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari


EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel
hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave).
EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi
diastolik pada LV. 11, 12

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran


jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan
kadang-kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner
dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. .
11, 12, 13

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,


mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling
berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat
memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV
begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup
dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI
sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV,
disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV
yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung
dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana
sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale.
MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung
dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan
volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah
EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF
mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah
dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli.
Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur
kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi
mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang
bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF
normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF
berkurang secara bermakna (<30-40%). 11

G.PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi


penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.
Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk
mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan
secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. 13

Terapi : 14

a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
 Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
 Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang
masih bisa dilakukan.
 Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Tindakan Umum :
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
 Hentikan rokok
 Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada
yang lainnya.
 Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-
30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung
ringan dan sedang).
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi
akut.

b. Farmakologi

Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis


Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator
14,
lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.
15

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan


paling sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat
digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik,
dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau
kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi
mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat
(klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi
sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah,
dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa
minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya
diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol,
bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan
penghambat ACE dan diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung
disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi
atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta
blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial
dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan
pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli,
trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak
dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas
I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa.
Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial
dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2
l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring
jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi
metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan
perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan
diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik
berat dengan dilatasi ventrikel. 13

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,


takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan
hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria
serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi
syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik
biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi
atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot
papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark. 13

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana


memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,
perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan
oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan
pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan
khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah
menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan
merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan


menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum
ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin
vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat
antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan. 13

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam


penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan
kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga
menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis
pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 13

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi


preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan
angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator
vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri
termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga
terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi
jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena
dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam. 13

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang


diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung
yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal
ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. 13

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.


Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan
ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal,
dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar
epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena
menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung,
meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis
pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus
0,01 μg/kg/menit. 13

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut


yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau
vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah
85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau
vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan
akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi
perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg. 13

Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh


darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang
reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung.
Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa
dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian
dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan
berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya
kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah
jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat
terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20
μg/kg/mnt. 13

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP


menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung.
Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone.
Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi
yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif.
Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375
– 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25– 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 –
7,5 μg/kg/mnt. 13

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut


yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita
dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau
terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang
biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus
kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan
dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. 13
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang
menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang
tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila
penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk
menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside
intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine). Loop diuretik
diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk
menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan
afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar.
Aritmia jantungharus diterapi. 13

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra


aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,
ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita
gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum
interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan
laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel,
diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok
atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan
untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist
Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi
ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon
terhadap terapi terutama inotropik. 13

H.PROGNOSA

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat


berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas
setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-
50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk
jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala
menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal <
10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin
plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah
mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler,
beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia
yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung
progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung
stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat. 11

GAGAL JANTUNG DAN KOMORBIDITAS

Penanganan komorbiditas ( penyakit penyerta ) merupakan hal yang sangat penting


pada tatalaksana pasien dengan gagal jantung. Terdapat 4 alasan utama dalam hal ini,
yaitu :

1.Penyakit penyerta dapat mempengaruhi pengobatan gagal jantung itu sendiri


2.Terapi untuk penyakit penyerta dapat memperburuk gejala dan kondisi gagal
jantung (misalnya penggunaan NSAID)
3.Obat yang digunakan untuk gagal jantung dan yang digunakan untuk penyakit
penyerta dapat saling berinteraksi ( misalnya penggunaan penyekat β pada penderita
asma berat ), sehingga akan mengurangi kepatuhan pasien dalam berobat
4.Sebagian besar penyakit penyerta berhubungan dengan keadaan klinis gagal jantung
dan prognosis yang lebih buruk (misalnya diabetes, hipertensi, dll)

HIPERTENSI

Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko menjadi gagal jantung. Terapi


antihipertensi secara jelas menurunkan angka kejadian gagal jantung ( kecuali
penghambat adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif disbanding antihipertensi lain
dalam pencegahan gagal jantung ). Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan
inotropic negative (verapamil dan diltiazem) seharusnya tidak digunakan utnuk
mengobatai hipertensi pada pasien gagal jantung sistolik (tetapi masih dapat
digunakan pada gagal jantung diastolik).Bila tekanan darah belum terkontrol dengan
pemberian ACE/ ARB, penyekat β, MRA dan diuretic, maka hidralazin dan
amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal jantung akut, direkomndasikan
pemberian nitart untuk menurunkan tekanan darah.

DIABETES

Diabetes merupakan penyakit penyerta yang sangat sering terjadi pada gagal jantung,
dan berhubungan dengan perburukan prognosis dan status fungsional.Diabetes dapat
dicegahkandengan pemberian ACE/ ARB. Penyekat β bukan merupakan
kontraindikasi pada diabetes dan memiliki efek yang sama dalam memperbaiki
prognosis pada pasien diabetes maupun non diabetes. Golongan Tiazolidindion
(glitazon) menyebabkan retensi garam dan cairan serta meningkatkan perburukan
gagal jantung dan hospitlisasi, sehingga pemberiannya harus dihindarkan. Metformin
tidak direkomendasikan bagi pasien dengan gangguan ginjal atau hati yang berat,
karena risiko asidosis laktat, tetapi sampai saat ini merupakan terapi yang paling
sering digunakan dan aman bagi pasien gagal jantung lain. Obat anti diabetik yang
baru belum diketahui keamanannya bagi pasien gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA

10. Domanski M et al. Diuretic use, progressive heart failure, and death in
patientsin the Studies Of Left Ventricular Dysfunction (SOLVD). J Am Coll
Cardiol 2003:42:705-708.
11. Siscovick OS et at. Diuretic therapy for hypertension and the risk of primary
cardiacarrest. N Eng/ J Med 1994:330:1852-1857.
12. Dzau VJ, Colucci WS, Hollenberg NK WG. Relation of the renin-
angiotensinaldosterone system to clinical state in congestive heart failure.
Circulation 1981:63:645-651.
13. Swedberg K, Eneroth P, Kjekshus J WLH. Hormones regulating
cardiovascular function in patients with severe congestive heart failure and
their relation to mortality. Circulation 1990:82:1730-1736.
14. Weber KT VD. Aldosterone and antialdosterone therapy in congestive heart
failure. J Am Coll Cardiol 1993:71:Suppl:3A-11A.
2
.

Anda mungkin juga menyukai