Anda di halaman 1dari 14

Nova Nurfauziawati

240210100003
Kelompok 11A
VI. PEMBAHASAN

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik


menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik
yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik.
Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta
energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang
tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol,
asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997).
Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan
melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi
lebih dari sekadar pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan
merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan
O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang
lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat
respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel
tumbuhan tinggi. Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya
diantaranya adalah beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa;
pati; asam organik; dan protein (digunakan pada keadaan & spesies tertentu).
Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + energi
Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang
terjadi dalam proses respirasi. (Danang, 2008)
Respirasi adalah proses utama dan penting yang terjadi pada hampir semua
makluk hidup, seperti halnya buah. Proses respirasi pada buah sangat bermanfaat
untuk melangsungkan proses kehidupannya. Proses respirasi ini tidak hanya
terjadi pada waktu buah masih berada di pohon, akan tetapi setelah dipanen buah-
buahan juga masih melangsungkan proses respirasi.
Pada gambar berikut tersaji kurva hubungan antara pertumbuhan buah
dengan jumlah CO2 yang dikeluakan selama respirasi (Dwiari, 2008).
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A

Gambar 1. Skema (kurva) hubungan antara proses pertumbuhan dengan jumlah


CO2 yang dikeluarkan (Syarief H., dkk. , 1977)

Pada gambar tersebut terlihat bahwa jumlah CO2 yang dikeluarkan akan
terus menurun, kemudian pada saat mendekati “senescene” produksi CO2
kembali meningkat, dan selanjutnya menurun lagi. Buah-buahan yang melakukan
respirasi semacam itu disebut buah klimaterik, sedangkan buah-buahan yang
jumlah CO2 yang dihasilkannya terus menurun secara perlahan sampai pada saat
senescene disebut buah nonklimaterik.
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Ketersediaan substrat
2. Ketersediaan oksigen
3. Suhu
4. Jenis dan umur tumbuhan
Pada praktikum kali ini faktor lingkungan yang diperhatikan dalam
pengukuran laju respirasi adalah suhu dengan sampel yang digunakan adalah
jeruk, alpukat, timun, dan apel. Alpukat dan apel merupakan buah klimakterik,
sedangkan timun, jeruk merupakan buah non klimakterik. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam menetukan pola respirasi ini diantaranya dengan menggunakan 5
buah bejana berupa topless. Topless pertama berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan
topless ke dua berisis larutan NaOH 0,1 N. Penggunaan Ca(OH)2 bertujuan untuk
mengikat gas CO2 yang terkandung dalam udara yang dialirkan melalui aerator.
Topless ke tiga berisi sampel buah yang akan melakukan respirasi dan es batu
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
yang berfungsi sebagai indikator pengaruh suhu terhadap laju respirasi buah,
sedangkan toples ke empat dan ke lima berisi NaOH 0,1 N. Setelah aerator
dinyalakan selama 1 jam, NaOH yang terdapat pada toples ke empat dan ke lima
dicampurkan untuk selanjutnya dilakukan titrasi terhadap HCl dengan
menggunakan indikator phenolpthalein (PP), sehingga satuan dari laju respirasi
adalah mg CO2/kg/jam. Hasil pengamatan pengaruh suhu terhadap laju respirasi
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik dan


Non Klimakterik
Jeruk (blanko: 89,7 ml)
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua
(+++++) (++++) (++++) (+++) (+++)
Aroma - - - - -
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras (++)
(++++) (+++) (+++) (+++)
Berat (gram) 407 403 401 399 397
Vol. HCl (ml) 27,2 23,21 27 27,6 22,58
Suhu (0C) 19 17 17 13
Laju 82,16 257,23 92,17 66,17 289,047
Respirasi
Alpukat (blanko: 89,7 ml)
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau tua Hijau Hijau tua Hijau Hijau tua
Aroma - - - - -
Tekstur Keras Keras Keras Keras (++) Keras (+)
(+++++) (++++) (+++)
Berat (gram) 409 412 412 416 419
Vol. HCl (ml) 27,6 27 24 28,5 24,5
Suhu (0C) 19 10 13 15 16
Laju 64,54 4,27 217,86 25,38 193,22
Respirasi
Timun (blanko: 89,7 ml)
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
(++++) (++++) (++++) (++++) (+++)
Aroma ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
(++++) (++++) (+++) (+++) (+++)
Berat (gram) 291 290 287 289 306
Suhu (0C) 20 18 14 21 20
Vol. HCl (ml) 27,9 27,8 28,9 27,8 22,08
Laju 116,59 33,48 58,67 54,84 329,23
Respirasi
Apel (blanko: 89,7 ml)
Pengamatan Hari ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau (++)
(+++++) (++++) (+++) (+++)
Aroma - - - - -
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras (++)
(+++++) (++++) (+++) (+++)
Berat (gram) 317 368 360 353 350
Vol. HCl (ml) 27 28,4 27,9 28 27,3
Suhu (0C) 21 18,5 16 19 18
Laju 72,58 78,897 12,264 79,169 403,764
Respirasi
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

Adapun laju respirasi dari sampel buah-buahan yang digunakan dalam


praktikum jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

Laju Respirasi terhadap waktu


450
400
350
Laju Respirasi

300 jeruk
250 Alpukat
200 timun
150 apel
100
50
0
hari ke - 1 hari ke -2 hari ke - 3 hari ke - 4 hari ke - 5 waktu

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa baik warna, aroma, tekstur
maupun berat dari semua buah yang dijadikan sample berubah. Proses ini disebut
sebagai proses pematangan. Proses pematangan diartikan sebagai suatu fase akhir
dari proses penguraian substrat dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan oleh
bahan untuk mensintesis enzim-enzim yang spesifik yang diantaranya digunakan
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
dalam proses kelayuan. Perubahan yang secara umum mudah diamati dalam
proses pematangan ini diantaranya berubahnya warna kulit yang tadinya berwarna
menjadi semakin terang, buah yang tadinya bercita rasa asam menjadi manis,
tekstur yang tadinya keras menjadi lunak, serta timbulnya aroma khas karena
terbentuknya senyawa-senyawa volatil atau senyawa-senyawa yang mudah
menguap. Selain mengalami pematangan, setelah pemanenan buah-buahan pun
mengalami laju respirasi.
Laju respirasi lebih cepat jika suhu penyimpanan tinggi, umur panen muda,
ukuran buah lebih besar, adanya luka pada buah dan kandungan gula awal yang
tinggi pada produk (Winarno dan Aman, 1981). Metode yang umum digunakan
untuk menurunkan laju respirasi buah-buahan segar adalah pengontrolan suhu
ruang penyimpanan. Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi
produk hasil pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur
simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan
dengan pendinginan karena sederhana dan efektif. Menurut Broto (2003), prinsip
penyimpanan dengan pendinginan adalah mendinginkan lingkungan secara
mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem
tertutup.
Menurut Kays (1991), untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan
kenaikan suhu penyimpanan sebesar 100C akan mengakibatkan naiknya laju
respirasi sebesar 2 sampai 2.5 kali, tetapi di atas suhu 350C laju respirasi akan
menurun karena aktivitas enzim terganggu yang menyebabkan terhambatnya
difusi oksigen.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan
faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap
kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing
spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi
biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih
jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi
Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini
adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai
menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini
hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air.
Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi menurun, khususnya bila
tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Nampaknya
enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang
tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. (Salisbury &
Ross, 1995)
Faktor lain yang dapat mempengaruhi laju respirasi adalah luka memar.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini hampir sama dengan pada
praktikum sebelumnya dan dengan sampel yang sama pula. Jika pada praktikum
sebelumnya buah yang disimpan pada toples ke 3 diisi dengan es, pada praktikum
kali ini buah yang akan diukur laju respirasinya dilukai atau dimemarkan terlebih
dahulu. Adapun hasil pengamatan pengaruh suhu terhadap laju respirasi dapat
dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Luka/Memar Terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik


dan Non Klimakterik
Jeruk (blanko: 28 ml)
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau Kuning
kekuningan kekuningan kekuningan kekuningan (+++)
(+++) (++++) (++) (++)
Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk
(+++) (++) (++) (++) (+++)
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras
(+++) (+++) (+++) (+++) (+++)
Berat (gram) 447 436 428 417 406
Vol. HCl (ml) 25,9 28,5 28,5 28,5 24
Laju 62,68 -20,18 -20,56 0 173,39
Respirasi
Alpukat (blanko: 28 ml)
Pengamatan Hari ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua
Aroma - - - - Aroma
alpukat (+)
Tekstur Keras Keras Keras (++) Keras (++) Keras (+)
(++++) (+++)
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
Berat (gram) 510 492 490 485 481
Vol. HCl (ml) 23,9 24 24,6 25 25,3
Laju 141,49 143,09 122,12 108,87 98,79
Respirasi
Timun (blanko: 28 ml)
Pengamatan Hari ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau (++) Hijau (+)
(+++++) (++++) (+++)
Aroma - - - Bau busuk Berair, bau
(+) busuk (++)
Tekstur Keras Keras Keras (++) Keras (+) Keras (+)
(+++++) (+++)
Berat (gram) 340 352 306,4 300 289
Vol. HCl (ml) 27,9 25,5 27,5 24,5 27,4
Laju 5,176 125 28,72 205,33 36,54
Respirasi
Apel (blanko: 28 ml)
Pengamatan Hari ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
kemerahan kemerahan kemerahan kemerahan kemerahan
(++++) (++++) (++++) (+++) (+++)
Aroma - - ++ ++ ++
Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras
(+++++) (+++++) (++++) (++++) (++++)
Berat (gram) 525 520 517 510 510
Vol. HCl (ml) 27,65 27,50 28,30 26,70 26,5
Laju 11,73 16,92 -10,21 44,86 51,76
Respirasi
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Luka mekanis biasanya menyebabkan sementara terjadi kenaikan respirasi


dan pembelahan sel pada lokasi luka itu. Jaringan protektif yang baru
kemungkinan terbentuk yang akan dapat mencegah desikasi dan mencegah
masuknya mikroorganisme. pada jaringan yang luka terjadi sintesis mRNA yang
berakibat naiknya kadar polisom dan sintesa protein. Dalam beberapa hal jaringan
mempunyai kemampuan untuk membentuk senyawa fungitoksik sebagai respon
terhadap luka atau invasi patogen. Senyawa ini disebut fitoaleksin. Aktivitas dari
enzim-enzim yang menyangkut respon terhadap luka dipengaruhi oleh hormon
sitokinin, auksin dan etilen. Warna cokelat yang terbentuk pada bagian komoditi
yang terpotong atau memar adalah akibat oksidasi senyawa fenol seperti asam
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
klorogenat oleh enzim polifenoloksidase menjadi produk akhir yang disebut
melanoidin (Taranggono, 1989). Selain itu, Luka pada buah akan mempercepat
laju respirasi sehingga mempercepat proses pembusukan karena etilen akan
menstimulir reaksi enzimatis dalam buah-buahan. Kerusakan pada jaringan buah-
buahan akan menaikkan laju respirasi sedangkan pembentukan etilen terhambat.
Berdasarkan hasil praktikum, buah yang mengalami luka memar jika
dibandingkan dengan buah yang disimpan dengan es selama 5 hari akan
mengalami proses kebusukan yang lebih cepat. Hal ini terjadi karena pada buah
yang mengalami luka memudahkan mikroorganisme untuk masuk ke dalam buah
tersebut. Sedangakn buah yang disimpan pada suhu dingin atau es lebih segar
karena mikroorganisme tidak tahan pada suhu dingin, hanya mikroorganisme
tertentu saja yang tahan terhadap suhu dingin.
Pengaruh lain terhadap laju respirasi yang dilakukan dalam praktikum ini
selain suhu dan luka memar adalah etilen. Sampel buah-buahan yang digunakan
masih sama dengan praktikum sebelumnya yaitu jeruk, alpukat, timun dan apel.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini diantaranya 1 sendok
karbit dituangkan ke dalam sehelai kain kemudian kain tersebut diikat dan
diperciki air lalu bersama-sama dengan sampel buah dimasukkan ke dalam
kantong plastik berwarna gelap. Selanjutnya disimpan sehari kemudian dilakukan
pengamatan yang sama seperti halnya pada praktikum pengaruh suhu yaitu
dengan melakukan aerasi. Adapun hasil dari pengamatan pengaruh etilen terhadap
laju respirasi dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Etilen Terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik dan


Non Klimakterik
Jeruk (blanko: 24,5 ml)
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4
Berat (gram) 499 498,73 498,02 496
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau
kekuningan kekuningan kekuningan kekuningan
(+++) (+++) (++++) (+++++)
Tekstur Keras (+) Keras (+) Keras (+) Keras (+)
Aroma Aroma Aroma Aroma -
jeruk (+++) jeruk (+) jeruk (++)
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
Vol. HCl (ml) 28 28 26,5 53,23
Laju 0 0 53,01 53,23
Respirasi
Alpukat
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4
Berat (gram) 435 434,49 433,24 432,31
Warna Ungu Ungu Coklat Coklat
kehitaman
Tekstur Keras Keras (++) Keras (+) lunak(+)
(+++)
Aroma - - - -
Vol. HCl (ml) - 28,2 24,7 27,8
Laju 36,41 178,22 52,81
Respirasi
Timun
Pengamatan
1 2 3 4
Berat (gram) 463 460 477 490
Warna Hijau Hijau Hijau (+) Hijau
(++++) (+++) kekuningan
Tekstur Keras Keras (+) Berair dan Berair dan
(++++) lunak lunak
Aroma - Memar bau Bau busuk Bau busuk
khas
Vol. HCl (ml) 27,5 25 24 25
Laju 19,01 114,78 147,59 107,76
Respirasi
Apel
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4
Berat (gram) 453 452,90 452,40 451,70
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau
(++++) (++++) (+++++) (+++++)
Tekstur Keras Keras Keras (++) Keras (+)
(++++) (+++)
Aroma Khas apel Khas apel Khas apel Khas apel
(+++) (+++) (+++) (++++)
Vol. HCl (ml) 31,30 28,50 27,3 27,0
Laju -128,21 -19,43 27,23 38,96
Respirasi
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Mekanisme kerja etilen dalam hunungannya dengan permeabilitas sel ialah


karena etilen adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu etilen dapat larut dan menembus
ke dalam membran mitokondria. Apabila mitokondria pada fase pra klimakterik
diekraksi kemdian ditambah etilen, ternyata terjadi pengembangan volume yang
akan meningkatkan permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitokondria
akan dapat masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan
memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzim-
enzim pematangan. Dengan kata lain etilen dapat menginduksi perubahan
permeabilitas membran mitokondria, jadi memberikan kesempatan perpindahan
ATP dan oleh sebab itu mendorong berlangsungnya klimakterik dan juga berbagai
reaksi sintesa lainnnya (Tranggono, 1989).
Selama produksi etilen berlangsung bersamaan dengan kenaikan klimakterik
proses penuaan buah, maka kedua proses tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Namun demikian, ada kemungkinan terdapatnya proses penghambatan pada salah
satu dari dua proses tersebut tanpa mempengaruhi proses lainnya. Produksi etilen
juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu rendah maupun suhu tinggi
dapat menekan produksi etilen. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak
terbentuk etilen, Pada 400C produk etilen dapat dihentikan, sementara itu proses
respirasi masih tetap aktif. Hal ini menunjukkan bahawa produksi etilen dapat
dihambat dengan tanpa mempengaruhi kecepatan laju respirasi, sedangkan proses
sebaliknya adalah tidak mungkin (Tranggono, 1989). Etilen selain dapat memulai
klimakterik, juga dapat mempercepat terjadinya klimakterik terutama pada buah-
buahan yang mempunyai pola respirasi klimakterik. Sedangkan pada buah-buahan
yang tergolong non klimakterik dengan penambahan etilen pada konsentrasi
tinggi akan menyebabkan perubahan pola respirasi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum dapat disimpulkan bahwa
etilen dan luka memar dapat memeprcepat laju reaksi dan luka memar dapat
mempercepat kebusukan pada buah. Sedangkan suhu rendah atau es dapat
menghambat pembusukan dan laju respirasi.
Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa
uap air, CO2 dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan).
Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida,
atau protein) akan dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
“Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh
RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2007)
Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah
O2 yang digunakan dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory
Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk
respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi
lainnya (Simbolon, 1989).
Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang
dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai
RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam
organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk
respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto
dkk, 2005).
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
VII. KESIMPULAN

 Laju rspirasi dapat dipengaryhi oleh suhu, luka memar dan etilen
 Suhu dapat menurunkan laju respirasi
 Luka memar dapat meningkatkan laju respirasi dan menyebabkan proses
pembusukan buah menajdi lebih cepat karena mikroorganisme dapat
masuk ke dalam buah.
 Etilen dapat mempercepat laju respirasi
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
DAFTAR PUSTAKA

Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah


Tropik. Jakarta:PT Gramedia.

Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung:
Penerbit ITB

Tranggono, Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Universitas


Gajah Mada, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Panan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Nova Nurfauziawati
240210100003
Kelompok 11A
Jawaban Pertanyaan

1. Pada penyimpanan suhu dingin untuk buah juga sering terjadi kerusakan
chilling injury. Apa dan bagaimana hal ini terjadi?
Chilling injury adalah rusaknya bahan pangan yang disebabkan oleh
penyimpanan dingin, hal ini dapat terjadi karena adanya kepekaan suatau
bahan pangan terhadap suhu rendah, daya tahan dinding sel yang terbatas.

Anda mungkin juga menyukai