Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hati merupakan suatu organ yang rentan terhadap jejas metabolik, toksik,sirkulasi,dan
keganasan. Semua jejas pada hati menimbulkan gambaran patologi yang sama yaitu terjadinya
degenerasi dan akumulasi intraseluler, nekrosis, inflamasi, regenerasi, dan fibrosis. Hati juga
merupakan organ utama detoksifikasi yang memiliki dua fungsi, yaitu menyaring racun dari
aliran darah serta mengubah racun agar dapat dengan mudah dibuang dari tubuh. Fungsi ini
disebut konjugasi.

Hepatoprotektor adalah suatu senyawa obat yang dapat memberikan perlindungan pada
hati dari kerusakan yang ditimbulkan oleh obat, senyawa kimia, dan virus. Zat-zat beracun, baik
yang berasal dari luar tubuh seperti obat maupun dari sisa metabolisme yang dihasilkan sendiri
oleh tubuh akan didetoksifikasi oleh enzim-enzim hati sehingga menjadi zat yang tidak aktif
(Hadi, 2000).

Ada suatu mekanisme dalam menjalankan peranan hati sebagai organ untuk detoksifikasi
yang dikenal sebagai metabolisme xenobiotik. Metabolisme xenobiotik merupakan suatu
metabolism zat asing yang masuk ke dalam tubuh seperti obat-obatan ataupun zat karsinogen.
Metabolisme xenobiotik terdiri dari 2 fase, yaitu fase 1 dimana terjadi proses hidroksilasi yang
memerlukan enzim sitokrom P450 dalam reticulum endoplasma sel-sel hati dan fase-fase
yang terdiri atas proses konjugasi. Pada penderita penyakit hati, metabolisme xenobiotik
menjadi kurang maksimal, sehingga pemberian obat-obatan sintetis sebagai terapi dinilai
kurang kompeten dan justru terkadang dapat menimbulkan efek samping yang serius.

Obat-obatan herbal telah digunakan oleh sekitar 80% dari populasi dunia terutama di
negara-negara berkembang untuk pelayanan kesehatan primer. Obat herbal diolah dari
sumber daya yang dapat diperbaharui dari suatu bahan baku dengan proses yang ramah
lingkungan sehingga akan membawa kesejahteraan ekonomi kepada orang banyak yang
menumbuhkan bahan baku tersebut.

Diantara banyak tanaman yang dapat dijadikan obat herbal, yaitu Camellia sinensis (L)
(Teh hijau), Glycyrrhizae glabra L (Akar manis cina) dan Plantaginis mayor L (Daun sendok).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja jenis tanaman yang dapat digunakan untuk hepatoprotektor ?

1
2. Bagaimana uji klinis&preklinis, kandungan kimia, interaksi obat, efek samping,
peringatan, kontraindikasi, penyiapan dan dosis tanaman untuk hepatoprotektor ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis tanaman yang dapat digunakan untuk hepatoprotektor.
2. Untuk mengetahui uji klinis&preklinis, kandungan kimia, interaksi obat, efek samping,
peringatan, kontraindikasi, penyiapan dan dosis tanaman untuk hepatoprotektor.

II. ISI

2
2.1 Camellia sinensis (L) (Teh hijau)

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, taksonomi teh dapat diklasifikasikan sebagai berikut


(Nazaruddin, 1993) :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Guttiferales

Famili : Theacceae

Genus : Camellia

Species : Camellia sinensis

Tanaman: Camellia sinensis (L.) Kuntze merupakan pohon kecil karena seringnya
pemangkasan maka tampak seperti perdu. Bila tidak dipangkas, akan tumbuh kecil ramping
setinggi 5-10 m, dengan bentuk tajuk seperti kerucut. Batang tegak, berkayu, banyak cabang,
ujung ranting dan daun muda berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling,
helai daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi
bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warnanya hijau,
permukaan mengilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi
satu, berkelamin dua, garis tengah 3-4 cm, warnanya putih cerah dengan kepala sari berwarna
kuning, harum. Buahnya buah kotak, berdinding tebal, pecah menurut ruang, masih muda hijau
setelah tua cokelat kehitaman. Biji keras, 1-3. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk
pembuatan minuman teh.

Kandungan Kimia

3
Kafein 2-3 %, teobromin, teofilin, tanin, minyak atsiri dan natural flourida. Teh hijau
dibuat melalui penguapan atau pengeringan daun teh segar, mengandung polifenol, yaitu
flavanol (lazim disebut katekin) flavandiol, flavonoid dan asam-asam fenolat, sebesar 30% dari
berat kering daun. Katekin teh hijau adalah (-)-epigallokatekin-3-gallat (EGCG), (-)-
epigallokatekin (EGC),(-)epikatekin -3-gallat (ECG), (-)-epikatekin (EC) dan (+)-katekin.
Alkaloid utama adalah kafein, teobromin dan teofilin, sebesar 4 % dari berat kering. Asam-
asam fenolat berupa asam gallat dan asam amino teanin.Dalam proses pembuatan teh hitam
polifenol mengalami polimerisasi oksidase katalisis oksidatif membentuk bisflavamol,
teaflavin, tearubigin dan oligomeroligomer lain. Teaflavin (1-2% dari berat kering total)
termasuk teaflavin, teafalavin-3-O-galat, teaflavin-3’-0-galat, dan teaflavin 3,3 ’-O-digalat
yang memberi warna dan rasa yang khas pada teh hitam. Tearubigin terdapat dalam 10-20 %
berat kering.

Efek Farmakologi

Ekstrak air mengandung polifenol 200 mg/mL yang dapat menurunkan secara
signifikan aktivitas enzim-enzim hati (alkalin fosfatase, SGOT dan SGPT) serta lipid
peroksidase, namun meningkatkan secara signifikan enzim superoksida dismutase, katalase,
glutation tereduksi (GSH), total tiol, glutation peroksidase (GPx), glutation reduktase (GR) dan
glutation S-transferase (GST) hati mencit.6) Ekstrak 2% juga mampu melindungi kerusakan
hati dan ginjal akibat pemberian aflatoksin 25 dan 50 mg selama 30 hari pada mencit7,8)- Selain
itu, ekstrak 0,5-1,5 % yang diberikan dalam air minum selama 1 minggu dapat melindungi
kerusakan jaringan prostat, hati dan ginjal mencit akibat pemberian per oral 7,12-dimetil
benz(a)antrsena (DMBA) 50 mg/kg bb.9) Ekstrak 50,100 dan 200 mg/kg BB diberikan per oral
5-kali sebelum pemberian D-galaktosamin mampu mencegah kenaikan aktivitas GOT, GPT
dan ALP, mencegah penurunan albumin serum dan kolesterol total pada tikus.I0)

Toksisitas

Keracunan kafein kronis dapat terjadi bila meminum 5 cangkir teh setiap hari yang
setara dengan 300 mg kafein, lama kelamaan akan memperlihatkan tanda-tanda seperti
gangguan pencernaan makanan (dispepsia), rasa lemah, gelisah, tremor, sukar tidur, tidak ada
nafsu makan, sakit kepala, pusing (vertigo), bingung, berdebar, sesak nafas dan kadang
sembelit.

Interaksi Obat

Vitamin K yang terdapat pada teh dapat bersifat antogonis terhadap antikoagulan
warfarin. Karena warfarin memiliki indeks terapi yang sempit, pasien harus menghindari

4
penggunaan teh dalam jumlah yang besar (lebih dari 4 cangkir/hari) dan harus
mengkonsultasikan dengan dokter sebelum mengkonsumsi produk herbal ini. Penggunaan
bersamaan obat-obatan yang bersifat basa dapat menyebabkan penghambatan penyerapan
obat-obatan tersebut karena terjadi ikatan kimia dengan tanin yang terdapat dalam teh.

Kontra Indikasi

Membantu memelihara kesehatan hati.

Efek Samping

Penggunaan dalam jumlah besar dapat menyebabkan kanker esofagus. Teh juga dapat
mengganggu penyerapan zat besi.

Peringatan

FDA menyarankan untuk menghindari penggunaan teh pada wanita hamil karena
kandungan kafein dalam teh dapat menyebabkan efek teratogenic. Demikian juga wanita
menyusui karena dapat menyebabkan bayi yang disusui mengalami gangguan tidur.

Penyiapan dan Dosis

Daun teh kering sebanyak 1 sendok makan (kira-kira 2,5 gram), masukan dalam
cangkir, seduh dengan air panas. Diamkan 2-10 menit., kemudian saring, minum selagi
hangat atau dingin. Minum 1 cangkir, 2 sampai 3 kali sehari.

Penyimpanan

Simpan dalam wadah tertutup rapat dan kering.

2.2 Glycyrrhizae radix(Akar Manis Cina)

5
Taksonomi Glycyrrhiza glabra L menurut National Plant Data Center (2000) :

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Viridiplantae

Infra Kingdom : Streptophyta

Super Division : Embryophyta

Division : Tracheophyta

Sub Division : Spermatophytina

Kelas : Magnoliopsida

Super Ordo : Rosanae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Species : Glycyrrhiza glabra L

Glycyrrhizae Radix terdiri atas akar dan rimpang kering dari tanaman Glycyrrhiza
glabra L. famili Fabaceae. Bau khas lemah, rasa manis, Glycyrrhizae radix yang dikupas
berbentuk silinder atau bongkahan besar, warna kuning pucat, garis tengah ± 2 cm,
permukaan berserat. Glycyrrhizae Radix yang tidak dikupas berwarna cokelat kekuningan
atau cokelat tua, berkeriput memanjang, kadangkadang terdapat tunas kecil dan daun sisik
yang tersusun melingkar.

Kandungan Kimia

6
Saponin, asam glisiretinat, glisirisin, liquiritigenin, chalcone, glabren, glabridin,
glycyrol, isoglycyrol, liqoumarin, sterol, stigmasterol, eugenol, estragole, anethole, asam
heksanoat.

Efek Farmakologi

Glycyrrhizae radix mengandung glisirisin yang dapat digunakan untuk pengobatan


hepatitis, berdasarkan percobaan in vitro glisirisin mampu menurunkan aktivitas SGPT
sebesar 15% pada kadar 0,1 mg/ml dan 70% pada kadar 1 mg/ml. Asam glisiretinat mampu
menurunkan aktivitas SGPT 61% pada kadar 0,1 mg/ml dan 91% pada kadar 1 mg/ml. Dari
data di atas terlihat bahwa aglukonnya (asam glisiretinat) lebih kuat daya antihepatotoksiknya
dibandingkan dengan bentuk glikosidanya (glisirisin). Uji klinik pada 13 pasien hepatitis
kronik diatas usia 62 tahun, menunjukan ekstrak air dari rimpang dan akar Glicyrrhiza dosis
5 gram/ hari selama 6 bulan memiliki aktivitas antihepatotoksik.

Toksisitas

Glycyrrhizae Radix tidak boleh diminum lebih dari 6 minggu berturut-turut.

Interaksi Obat

Interaksinya dengan obat lain, karena adanya peningkatan kehilangan kalium,


Glycyrrhizae radix seharusnya tidak diberikan untuk penggunaan lama dengan glikosida atau
diuretik thiazid, digitalis glikosida, obat-obat antiaritmia seperti kuinidin, serta
kortikosteroid. Keefektifan obat yang digunakan pada perawatan hipertensi mungkin akan
berkurang karena adanya penurunan ekskresi natrium dan air. Glycyrrhizae Radix seharusnya
tidak diberikan bersamaan dengan spironolakton dan amilorid.

Kontra Indikasi

Belum diketahui

Efek samping

Tidak ada efek samping, selama digunakan dalam waktu dan dosis yang
direkomendasikan. Penggunaan lama (lebih dari enam minggu) pada dosis tinggi (lebih dari
50g/hari) dapat menimbulkan pseudoaldosteronism, yang termasuk hipokalemia, retensi
natrium, pembengkakan, hipertensi, kenaikan berat badan dan gejala kardiak. Myoglobinuria
dan myopathy dapat terjadi namun jarang.

7
Peringatan

Penggunaan lama pada dosis besar (50g/hari) selama lebih dari enam minggu dapat
meningkatkan akumulasi air, menyebabkan pembengkakan pada tangan dan kaki. Ekskresi
natrium diturunkan dan ekskresi ditingkatkan. Tekanan darah mungkin akan meningkat.
Glycyrrhizae Radix tidak boleh diberikan dengan perawatan kortikosteroid. Penggunaan pada
masa kehamilan dan menyusui Untuk kewaspadaan obat ini sebaiknya tidak digunakan
selama masa kehamilan dan menyusui. Penggunaan pada masa anak-anak Sebaiknya tidak
digunakan pada masa anak-anak.

Penyiapan dan Dosis

Dosis rata-rata tiap hari dari Glycyrrhizae Radix 5 sampai 15 gram sebanding dengan
200-600 mg glisirisin, diseduh dengan air panas atau direbus selama 10-15 menit, diminum
setelah makan.

Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik, di tempat kering.

2.3 Plantaginis folium ( Daun Sendok )

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Sub Classis : Sympetalae
Ordo : Plantaginales
Familia : Plantaginaceae
Genus : Plantago
Species : Plantago mayor L.

8
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)

Plantaginis Folium merupakan daun dari tanaman Plantago mayor L. termasuk kedalam
famili tumbuhan Plantaginaceae. Tanaman ini tumbuh tegak 15 cm - 20 cm. Daun tunggal
warna hijau, duduknya tersusun dalam roset akar. Bentuk daun bulat telur sampai lencet
melebar dengan ukuran panjang 5 cm -10 cm, lebar 4 cm - 9 cm, tepi daun rata atau bergerigi
kasar tidak teratur.Permukaan daun licin atau agak berambut, bertulang sejajar dan mempunyai
tangkai daun yang panjang. Bunga tersusun dalam bulir yang panjangnya sekitar 30 cm.
Bunganya kecil-kecil berwarna putih. Buah berbentuk lonjong, bulat telur warnanya hitam.
Perbanyakan dengan biji.

Kandungan Kimia

Daun mengandung: 0,01% - 0,02% plantaginin (skutelarein-7-monoglukosida),


homoplantiginin (hispidulin-7-monoglukosida), manit, sorbit (15%), heksitol, suatu
poligalakturonat (lendir) yang terdiri dari arabogalaktan, galaktan, ramnosa, arabinosa,
galaktosa; 1,5% sorbit dan arabogalaktan, galaktan, poligalakturonat, glikosida aukubin,
katalpol (suatu senyawa iridoid), invertin, emulsin, vitamin C, asam sitrat, tanin. Uji klinik
pada 218 kasus hepatitis dan ikterik akut yang dirawat dengan tumbuhan Plantago segar atau
sediaan infusa, angka sembuh mencapai 95,4%. Penelitian yang lain melaporkan pemberian
dekokta 60 gram/ hari pada 85 kasus efektivitasnya 98,8%, nafsu makan diperbaiki selama 5-
7 hari, penyakit kuning menurun setelah 14 hari, fungsi hepar dapat pulih (96% dari kasus).

Efek Farmakologi

Hasil pengujian praklinis pada hewan percobaan diperoleh bahwa Plantaginis Folium
menunjukkan aktivitas hepatoprotektor yang ditandai dengan menurunnya aktivitas serum
GPT dan serum GOT terhadap hepatotoksik baku karbon tetraklorida. Plantaginis Folium
mampu mencegah teijadinya kerusakan pada sel hati yang terlihat dari hasil pengamatan
histopatologis sel hati dimana susunan hepatosit hati menunjukkan perbaikan, serta jumlah
sel hati yang mengalami nekrosis mengalami perubahan mendekati normal.

Toksisitas

Tidak ditemui reaksi toksis setelah pemberian dosis jangka lama pada tikus, mencit
dan anjing.

Interaksi Obat

Dilaporkan dapat mengurangi absorbsi beberapa mineral (kalsium, magnesium,


tembaga dan seng), vitamin B, glikosida jantung dan turunan kumarin Ada kemungkinan

9
mempengaruhi absorpsi dan obat lain. Ada petunjuk bahwa absorpsi dari digoksin dapat
dipengaruhi.

Kontra Indikasi

Ileus, sakit perut yang akut.

Efek Samping

Peningkatan konsumsi serat secara mendadak dapat menimbulkan produksi gas dan
kembung. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian bertahap, dimulai pada satu kali dosis per
hari dan meningkat sampai tiga kali dosis per hari. Timbulnya gas dan kembung secara
mendadak juga dapat diatasi dengan pengurangan jumlah Plantaginis Folium yang diminum
pada beberapa hari. Reaksi alergi pernah dilaporkan baik pada pemberian oral maupun melalui
inhalasi, serbuk, Plantago sp. Selain itu pernah dilaporkan adanya seorang penderita asma yang
sensitif terhadap Plantago dan mengalami bronchospasmus.

Peringatan

Plantaginis folium harus diminum dengan sejumlah air. Pada penderita yang tidak boleh
meninggalkan tempat tidur atau hanya sedikit bergerak, pemeriksaan medis diperlukan untuk
menggunakan sediaan obat ini. Jika teijadi perdarahan atau tidak ada respon setelah pemberian
obat, atau jika timbul sakit perut 48 jam setelah pemberian obat, maka pengobatan harus
dihentikan dan dilakukan tindakan medis lain. Jika diare berlangsung lebih dari 3 atau 4 hari,
perhatian medis harus diberikan. Penggunaan pada masa anak-anak: Sebaiknya tidak digunakan
pada anak-anak kurang dari 6 tahun tanpa pengawasan dokter.

Penyiapan dan Dosis

Dosis lazim yang direkomendasikan adalah 7,5 gram dilarutkan dalam 240 ml air atau
jus yang diberikan secara oral 1 -3 kali sehari tergantung pada respon individual. Dosis yang
direkomendasikan untuk anak berumur 6-12 tahun adalah 1/4 dari dosis orang dewasa.

Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik, di tempat kering.

10
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Ada banyak tanaman yang dapat digunakan untuk hepatoprotektor diantaranya Camellia
sinensis (L) (Teh hijau), Glycyrrhizae glabra L (Akar manis cina) dan Plantaginis mayor
L (Daun sendok).
2. Camellia sinensis (L) (Teh hijau) memiliki kandungan kimia Kafein 2-3 %, teobromin,
teofilin, tanin, minyak atsiri dan natural flourida yang mampu melindungi kerusakan
jaringan prostat, hati dan ginjal mencit akibat pemberian per oral. Apabila mengonsumsi
300 mg kafein, lama kelamaan akan memperlihatkan tanda-tanda seperti gangguan
pencernaan makanan (dispepsia). Vitamin K yang terdapat pada teh dapat bersifat
antogonis terhadap antikoagulan warfarin. Penggunaan dalam jumlah besar dapat
menyebabkan kanker esofagus. Teh juga dapat mengganggu penyerapan zat besi.
Glycyrrhizae glabra L (Akar manis cina) mengandung glisirisin yang dapat digunakan
untuk pengobatan hepatitis Glycyrrhizae radix seharusnya tidak diberikan untuk
penggunaan lama dengan glikosida atau diuretik thiazid, digitalis glikosida, obat-obat
antiaritmia seperti kuinidin, serta kortikosteroid. Tidak ada efek samping, selama
digunakan dalam waktu dan dosis yang direkomendasikan. Penggunaan lama (lebih dari
enam minggu) pada dosis tinggi (lebih dari 50g/hari) dapat menimbulkan
pseudoaldosteronism.
Daun Plantaginis mayor L (Daun sendok) mengandung: 0,01% - 0,02% plantaginin
(skutelarein-7-monoglukosida), homoplantiginin (hispidulin-7-monoglukosida), manit,
sorbit (15%), dll. Plantaginis Folium menunjukkan aktivitas hepatoprotektor yang ditandai
dengan menurunnya aktivitas serum GPT dan serum GOT terhadap hepatotoksik baku
karbon tetraklorida. Interaksi obat yang terjadi dapat mengurangi absorbsi beberapa
mineral. Plantaginis folium harus diminum dengan sejumlah air.
Penyimpanan tanaman untuk hepatoprotektor dalam wadah tertutup di tempat kering.

3.2 Saran

Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca agar

dapat memanfaatkan tanaman di sekitar yang dapat memberikan perlindungan pada hati

dari kerusakan yang ditimbulkan oleh obat, senyawa kimia, dan virus (hepatoprotektor).

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, WHO Monographs on Selected Medicinal Plants, Vol. I WHO, Geneva. Direktorat
Obat Asli Indonesia Dalimartha Setiawan, Ramuan Tradisional Obat Hepatitis, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Backer, C. A. & R. C. Bakhuizen van den Brink, Jr. 1963-1968. Flora of Java.
Choudhary, A ., dan Verma, RJ., 2005. Ameliorative EfFects of Black Tea Extract on Aflatoxin
Induced Lipid Peroxidation in The Liiver of Mice. Food Chem Toxicol., 43(1):99-104.
Choudhary, A., dan Verma, RJ., 2006. Black Tea Ameliorates Aflatoxin-Induced Lipid
Peroxidation in The Kidney of Mice. Acta.
Cutler, S.J. Horace, G., 2000. Biologically Active Natural Products Pharmaceuticals, CRC
Press, London, New York, Washington D.C. 136.
Dalimartha, S., 1997. Atlas Tmbuhan Obat Indonesia, Jilid I, Trubus Agriwidya, 151-153.
DerMarderosin, A., Beutler, JA. (Ed.), 2005, The Review of Natural Product, 4th Edition, Fact
& Comparison, Missouri, 536.
Ebadi, M., 2000, Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine, CRC Press, London, New
York, Washington D.C. 435 p438.
Gruenwald, Joerg., et.al (ed.), 2004, PDR for Herbal Medicenes, Third edition. New Jersey,
Medical Economics Company, 510.
Hargono, D, 1993, Formularium Obat Tradisional Indonesia Edisi II, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Heyne K, 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II, Balitbang Departemen Kehutanan,
Jakarta.
Hikino H., 1985, Recent Research on Oriental Medicinal Plants. In: Wagner H, Hikino H,
Famsworth NR, eds ficonomic and Medicinal Plant Research. Vol I. London, Academic
Press.
Kardono, L. B. S., dkk, 203, Selected Indonesian Medicinal Plants: Monographs and
Descriptions Volume I, Grasindo, Jakarta.
Kalra N, Prasad S, Shukla Y, 2005, Antioxidant Potential of Black Tea Against 7,12-
Dimethylbenz(a)anthracene-Induced Oxidative Stress in Swiss Albinom Mice. J
Environ Pathol Toxicol Oncol. ,24(2):105-14.
Kartasapoetra G., 1992, Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat, Rinneka Cipta, Jakarta.

12
Kasahara S. dan S. Hemmi, 1986, Medicinal Herb Index in Indonesia, PT. Eisai Indonesia,
Jakarta.
Khan, SM., 2006, Protective Effect of Black Tea Extract on The Levels of Lipid Peroxidation
and Antioxidant Enzymes in Liver of Mice with Pesticide-Induced Liver Injury. Cell
Biochem Funct., 24(4):327-32.
Materi Pelatihan Profesional Tanaman Obat (Kelas Profesional) 2, Yayasan Pengembangan
Tanaman Obat Karyasari, Bogor.
Moon Aree and Kim SH., 1997, Effect of G. glabra Roots and Glycyrrhizin on The
Glucoronidation in Rats, J.Planta Medika 63(2): 115-119.
National Plant Data Center, 2000. http://plants.usda.gov. Baton Rouge, LA 70874-4490 USA.
Nazaruddin, 1993. Komoditi Ekspor Pertanian. Jakarta. Penebar Swadaya.
Rudolf FW, 2000, Herbal Medicine, Grafiche Fover.
Ross, Ivan A., 2001, Medicinal Plants of The World, Chemical'y. Constituent, Traditional and
Modem Medicinal Uses, Volume 2, Humana Press Inc., New Jersey, 2000.
Sastroamodjojo, A. S. 1997, Obat Asli Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta.
Sidik, 1988, Tumbuh-tumbuhan yang Berkhasiat sebagai Hepatoprotektor, Universitas
Padjadjaran, Bandung. Simposium dan Diskusi Panel Hepatitis, Penanggulangan, dan
Pemanfaatan Tumbuhan Obat sebagai Hepatoprotektor, Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Sudarsono., Gunawan, Didik., Wahyuono, Subagus., Donatus, Imono Argo., Pumomo., 2002,
Tumbuhan Obat II, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan, Pusat Studi Obat
Tradisional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 151-156.
Syamsuhidayat, Sri Sugati dan Johnny Ria H, 1991, Inventaris Tanaman Oto, Jilid I, Depkes
RI, Jakarta.
Versteegh dkk, 1995, Petunjuk Tanaman Berkhasiat Obat Tradisional Indonesia, Penerbit CD
R. S Bethesda dan Andi Offset, Yogyakarta.
Wichtl, M. (Ed.), 2004, Herbal Drug and Phytopharmaceutical; A Handbook for Practice on
A Scientific Basis, Third edition. MedFarm Scientific Publisher, Stuttgart, 605-606.542.

13

Anda mungkin juga menyukai