Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

HASIL ANALISIS JURNAL “EFEKTIVITAS PELAYANAN HOMECARE


PADA PASIEN HIV/AIDS”

Dosen Pembimbing :

Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes

Di susun oleh :

Kelompok SGD 1

Eliesa Rachma Putri 131611133001

Locita Artika Isti 131611133008

Dita Fajrianti 131611133014

Ayu Saadatul Karimah 131611133020

Putri Aulia K 131611133027

Erva Yulinda 131611133033

Hanum Amalia 131611133040

Septin Sri Mentari 131611133046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami munajadkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan rahmat serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
tugas Mata Kuliah Keperwatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang berjudul “Hasil
Analisis Jurnal “Efektivitas Pelayanan Homecare Pada Pasien HIV/AIDS”

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah


Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif, Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes.
yang telah membimbing kami selama perkuliahan hingga dapat menyelesaikan
tugas makalah ini.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi


pembacanya. Makalah ini masih jauh dari kata sempuna, untuk itu kritik dan saran
dari pembaca sangat kami butuhkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah
berikutnya. Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terimakasih.

Surabaya, 16 April 2019

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampai saat ini, penyakit Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) masih merupakan permasalahan
kesehatan yang cukup kompleks dan terus meningkat dari tahun ke tahun di
seluruh bagian dunia (Departemen Kesehatan R1, 2007 dalam Ibrahim,K 2017).
Virus HIV tidak menyebabkan kematian secara langsung pada penderitanya,
akan tetapi adanya penurunan imunitas tubuh yang mengakibatkan mudah
terserangnya infeksi oportunistik bagi penderitanya (Fauci & Lane, 2012;
WHO, 2014). Masalah yang sering dialami pada penderita HIV/ AIDS
diantaranya permasalahan fisik, psikososisal, dan spiritual. Masalah tersebut
dapat berupa nyeri, penurunan kualitas hidup, serta masalah biaya yang menjadi
beban keluarga apabila dilakukan perawatan di Rumah Sakit (Lindayani &
Maryam, 2017).
Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV
yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah
infeksi baru HIV 2013 sebesar 2.1 juta yang terdiri dari 1.9 juta dewasa dan
240.000 anak berusia <15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5
juta jiwa yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak beruasia <15 tahun
(Pusdatin, 2014).
Kasus HIV dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2017 jumlah
orang yang terinfeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 14.640 orang.Prsentase
infeksi HIVtertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,2%),
diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,7%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun
(7,6%). Sedangkan kasus AIDS dari bulan Oktober sampai denganDesembere
2017 jumlah orang dengan AIDS dilaporkan sebanyak 4.725 orang. Presentase
AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (35,2%), diikuti kelompok
umur 20-29 tahun (29,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (17,7%)
(Kemenkes RI,2018).
Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018
sebanyak 301.959 jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV
AIDS tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di
kelompok umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah
infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur (43.399),
Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah (24.757) (Kemenkes RI,
2018)
Penyimpangan perilaku yang dulu dilakukan oleh pasien HIV adalah
berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. Menggunakan
alat suntik yang tidak steril dan penggunaannya yang dilakukan secara
bergantian khususnya pada pasien penahun. Penyimpangan perilaku individu
maupun masyarakat tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap potensi
peningkatan penyebaran penyakit HIV/AIDS. Penyakit HIV yang semula
bersifat akut dan mematikan berubah menjadi penyakit kronis yang bisa
dikelola. Namun demikian, hidup dengan penyakit kronis menyisakan
persoalan-persoalan lain yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian baik
secara fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. (Lindayani & Maryam, 2017).
Asuhan palitif untuk pasien dengan HIV/AIDS merupakan elemen inti dari
asuhan pasien dengan HIV/AIDS. Asuhan paliatif yang berbasis home care saat
ini menjadi elemen penting yang digunakan di berbagai negara. Perawatan
paliatif home care semakin banyak digunakan sebagai strategi manajemen
utama di banyak negara, terutama di negara berkembang di mana kesehatan
masyarakat layanan sudah terbebani dengan sumber daya manusia dan
keuangan yang terbatas (Young & Busgeeth, 2010). Perawatan paliatif home
care merupakan segala bentuk perawatan yang diberikan kepada orang sakit di
rumah mereka termasuk kegiatan fisik, psikososial, dan spiritual dengan tujuan
untuk membantu orang sakit dan keluarga untuk mempertahankan kemandirian
mereka dan mencapai kualitas hidup sebaik mungkin (WHO). , 2002 dalam
Lindayani & Maryam, 2017). Sebagai negara berkembang, sebagian besar
kasus HIV muncul dan aksesibilitas ke layanan kesehatan masyarakat masih
terbatas dan penerimaan rumah sakit terkait dengan HIV / Perawatan AIDS
masih menyumbang sebagian besar pengeluaran untuk orang dengan AIDS
(Floyd, 2001 dalalm Lindayani & Maryam, 2017). Hanya 262 Rumah Sakit
yang menyediakan ART di tingkat provinsi dan kota, sedangkan Indonesia
adalah negara besar. Tempat tidur yang ditempati di rumah sakit untuk pasien
dengan HIV / AIDS juga terbatas (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2013).
Permasalahan diatas dapat diatasi salah satunya adalah dengan perawatan
yang dilakukan dirumah atau home care sebagai bentuk perawatan yang
diberikan kepada orang sakit di rumah mereka termasuk kegiatan fisik,
psikososial, dan spiritual dengan tujuan untuk membantu orang sakit dan
keluarga untuk mempertahankan kemandirian mereka dan mencapai kualitas
hidup sebaik mungkin. Namun sangat penting untuk memastikan efek dari
layanan home care pada hasil perawatan paliatif, seperti kontrol gejala, kualitas
hidup, dan kepuasan dengan perawatan, dan biaya yang efektif. Untuk
mengetahui keefektifan homecare, maka kelompok kami membuat makalah
yang berjudul Efektivitas Pelayanan Home Care pada Pasien HIV/AIDS.

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin didapatkan adalah untuk mengetahui efektivitas perawatan
paliatif home care terhadap penderita HIV/ AIDS.
BAB 2
ANALISIS JURNAL

2.1 Penjelasan Masalah (PICOT)


P Dengan pengetahuan dan pendidikan yang rendah, stigma dan
(Patient or Problem) diskriminasi ODHA masih banyak terjadi di masyarakat. Hal inilah
yang menyebabkan orang dengan HIV/AIDS menerima perlakuan
yang tidak adil, diskriminasi, dan stigma karena penyakit yang
diderita. Namun, pada kasus ini lebih difokuskan permasalahan untuk
mengetahui keefektifan homecare sebagai bentuk perawatan yang
diberikan kepada ODHA untuk mempertahankan kemandirian
mereka dan mencapai kualitas hidup yang maksimal.

I Bentuk intervensi untuk mempertahankan kemandirian pada ODHA


(Intervention) adalah melalui dukungan sosial yang diberikan lingkungan terhadap
orang yang mengalami HIV/AIDS tersebut. Yang dimaksud dengan
dukungan sosial adalah suatu bentuk bantuan dan orang-orang
disekitar individu yang dianggap dekat secara emosional dan
berfungsi memberikan kenyamanan fisik dan psikologis. Diperlukan
intervensi komprehensif (medikamentosa, nutrisi, dukungan sosial
maupun psikoterapi/konseling). Penderita HIV/AIDS diarahkan
untuk mengembangkan diri dengan transformasi kesadaran agar
nantinya dapat mengelola emosinya secara mandiri sehingga dapat
melakukan aktivitas seperti layaknya orang sehat sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidupnya.

C Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang


(Comparison dilakukan di rumah pasien, oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas
Intervention) bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif. Homecare didefinisikan
sebagai segala bentuk perawatan yang diberikan kepada orang sakit
di rumah mereka termasuk kegiatan fisik, psikososial, dan spiritual
dengan tujuan untuk membantu orang sakit dan keluarga untuk
mempertahankan kemandirian mereka dan mencapai kualitas hidup
sebaik mungkin. Sebagai negara berkembang, mayoritas dari kasus
HIV muncul dan aksesibilitas ke layanan kesehatan masyarakat
masih terbatas dan penerimaan di rumah sakit terkait perawatan HIV
/ AIDS masih menyumbang sebagian besar dari pengeluaran untuk
orang dengan AIDS. Dengan demikian, penting untuk
mengembangkan Palliative Home Care untuk pasien dengan
HIV/AIDS terutama untuk negara dengan sumber daya yang terbatas.

O Asuhan paliatif yang berbasis home care untuk pasien dengan


(Outcome) HIV/AIDS terhadap nyeri, pengendalian gejala, meningkatkan
kualitas hidup, meningkatkan kepuasan asuhan, dan efektivitas biaya.
Fokus perawatan paliatif bukan hanya pada penderita, tetapi juga
keluarga. Keluarga penderita HIV/AIDS diharapkan mampu secara
mandiri memberikan dukungan dan perawatan yang tepat untuk
membantu meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS.
Namun, kurangnya pengetahuan membuat keluarga belum
memahami perawatan penderita HIV/AIDS di rumah. Hal tersebut
berdampak pada kondisi penderita yang tidak stabil, sehingga harus
kembali ke Rumah Sakit untuk menjalani perawatan. Salah satu
strategi peningkatan kemandirian keluarga dalam perawatan
penderita HIV/AIDS adalah dukungan yang berupa edukasi dan
informasi. Edukasi dapat diberikan oleh perawat komunitas sebagai
petugas kesehatan di Puskesmas yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan tindak lanjut keperawatan di rumah. Motivasi untuk
ODHA sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan seseorang baik
itu berupa motivasi ekstrinsik, contohnya dukungan orang tua, teman
dan sebagainya maupun motivasi instrinsik yakni motivasi yang
datang dari dalam individu itu sendiri. Dukungan sosial
mempengaruhi kesehatan dan melindungi seseorang terhadap efek
negatif stres berat penderita HIV/AIDS diarahkan untuk
mengembangkan diri dengan transformasi kesadaran agar nantinya
dapat mengelola emosinya secara mandiri sehingga dapat melakukan
aktivitas seperti layaknya orang sehat sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidupnya.

T Pelaksanaan keefektifan waktu layanan kesehatan homecare pada


(Time) pasien ODHA dilakukan selama 6 bulan.

2.2 Strategi Pencarian Jurnal


Kelompok kami melakukan strategi pencarian jurnal dilakukan
menggunakan beberapa web yang tersedia. Pertama, pencarian dilakukan di
Google Schoolar dengan kata kunci atau keyword “home care HIV/AIDS” dan
terdapat 202 jurnal dan pernyataan yang keluar. Selanjutnya, memilih jurnal
dengan judul judul “Home and Community Based Cared Program Assesment for
People Living with HIV/AIDS in Arba Minch, Southern Ethiopia”. Kedua,
pencarian dilakukan di Google Schoolar dengan kata kunci atau keyword
“Perawatan paliatif home care pada penderita HIV/AIDS” dan terdapat 10 jurnal
dan pernyataan yang keluar diambil 1 jurnal sebagai referensi dengan judul
Tinjauan Sistematis: Efektivitas Palliative Home Care untuk Pasien dengan
HIV/AIDS. Ketiga, pencarian dilakukan di Google Schoolar dengan kata kunci
atau keyword “Efektivitas Paliatif Homecare Pada HIV” dan terdapat 10 jurnal
dan pernyataan yang keluar diambil 1 jurnal sebagai referensi dengan judul
Efektivitas Problem Solving Training untuk Menurunkan Stress Perawatan pada
Family Caregiver Perawatan Paliatif. Keempat, pencarian dilakukan di Google
Schoolar dengan kata kunci atau keyword “Home Based Palliative Care of HIV”
dan terdapat 10 jurnal dan pernyataan yang keluar diambil 1 jurnal sebagai
referensi dengan judul Access and Equity in HIV/AIDS Palliative Care: a Review
of the Evidence and Responses. Kelima, pencarian dilakukan di Google Schoolar
dengan kata kunci atau keyword “Home care for patients with HIV” dan terdapat
25 jurnal dan pernyataan yang keluar diambil 1 jurnal sebagai referensi dengan
judul Shaping the Patient-Centered Medical Home to the Needs of HIV Safety
Net Patients: the Impact of Stigma and the Need for Trust.
2.3 Hasil Rangkuman Jurnal

1. Home and Community Based Cared Program Assesment for People Living with
HIV/AIDS in Arba Minch, Southern Ethiopia (Taddese Alemu Zerfu, 2012)
Laporan Jenis kegiatan perawatan dan dukungan yang diberikan kepada ODHA meliputi
Penelitian penyediaan psikososial, perawatan medis dan caring, pemberian dukungan
sosial-ekonomi. Dukungan sosial-ekonomi yang diterima berupa hasil pangan
ataupun pendidikan dan pakaian. Komponen lain dari dukungan sosial-ekonomi
pada ODHA yaitu adalah dengan mengikuti sebuah kegiatan/pelatihan yang
menghasilkan pendapatan. Pelayanan perawatan yang diberikan meliputi :
dukungan kebutuhan nutrisi, pemenuhan tidur dan pengobatan ARV. Untuk
meningkatkan kualitas hidup ODHA juga dilakukan dukungan mengenai hak
asasi ODHA untuk mengatasi stigma dan diskriminasi. Kegiatan perawatan juga
didapatkan dari layanan konseling, dukungan moral dari masyarakat yang
digunakan sebagai dukungan psikososial bagi ODHA. Selain itu juga diberikan
dukungan spiritual dengan didatangkan tokoh agama.

Setidaknya 1 dari 200 orang dari lima negara di Afrika yang membutuhkan
perawatan paliatif pada tahap terminal penyait HIV/AIDS. Studi saat ini di kota
Arba peserta yang mendapatkan layanan perawatan dan dukungan adalah
perempuan dengan usia berkisar anatara 26-30 tahun. Temuan ini
menggarisbawahi bahwa hampir semua perawatan dan dukungan kegiatan yang
tersedia tidak memadai dan tidak terorganisisr dengan baik. Hal ini dibuktikan
dengan proporsi ODHA yang menerima perawatan dan dukungan serta berbagai
komponen lainnya. ODHA memiliki kebutuhan ang beragam dan kompleks
dalam hal akses dan penyediaan layanan keperawatan dan dukungan. Menurut
Project Perawatan Paliatif WHO di Afrika, paket perawatan paliatif dasar harus
mecakup analgesik dan obat-obatan untuk mengurangi gejala, kebutuhan nutrisi
dan dukungan dari keluarga. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Jimma,
Ethiopia menunjukkan bahwa rumah adalah tempat yang idela untuk perawatan
medis, sosial, psikososial dan support.
Sebuah penelitian yang dilakukan di Ghana menunjukkan bahwa meskipun
ODHA baik dengan ART mereka masih menghadapi isolasi psikologis dan
kecaman dari keluarga, teman dan masyarakat karena orang-orang menyadari
status HIV mereka. Stigma dan diskriminasi dapat mengganggu upaya untuk
menerima layanan keperawatan dan juga support. Berbagai program berbasis
masyarakat yang dapat melengkapi pendekatan berbasis instusisi yang saat ini
sedang dikejar oleh pemerintah adalah fokus masyarakat pada pelayanan
dirumah dan dukungan. Perawatan dirumah dan berbasis masyarakat sangat
bermanfaat dan dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA. Dalam penelitian
menunjukkan bahwa tindakan keperawatan dan medis, keluarga berencana,
terapi pencegahan IMS, diagnosis dan pengobatan, dukungan nutrisi dan
kebutuhan tidur perlu ditekankan pada masyarakat dalam program perawatan di
rumah. Dalam pemberian perawatan dikatakan bahwa keluarga dan masyarakat
yang pertama harus menerima dan menghormati mereka, tidak menghakimi dan
mengucilkan mereka. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS membutuhkan
perawatan yang komprehensif berdasarkan pendekatan hak asasi manusia.

Sistematik Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuantitatif cross-
Review sectional yang dikombinasikan dengan metode kualitatif. Data dikumpulkan
menggunakan wawancara kuesioner pra-diuji dan wawancara secara mendalam.
Penelitian ini menggunakan kedua metodologi yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Sampel diambil dari ODHA yang saat ini tinggal di Arba kota Minch dan
pedesaan disekitarnya yang memiliki kemampuan kognitif membaca dan
menulis untuk dapat memahami apa yang dibutuhkan dalam melakukan
perawatan di rumah dan paliatif. Peserta wawancara kualitatif dipilih secara
purposive dengan mewancarai 6 dari organisasi pemerintah dan 4 dari organisasi
non-pemerintah. Untuk bagian kuantitatif penelitian sampel ODHA
menggunakan probability proportional dengan klaster bertingkat multistage.

Varibael dependen mendapatkan perawatan dan dukungan ditunjukkan oleh


dukungan sosial-ekonomi, perawatan medis dan caring, support, perawatan
psikososial. Varibae bebas adalah sosiodemografi, jenis perawatan, durasi
perawatan, hambatan untuk perawatan dan support.

Ringkasan Perawatan dan dukungan kegiatan yang disediakan sangat minim dan sebagian
besar respondem tidak mendapatkan layanan perawatan paliatif yang mereka
butuhkan. Masalah psikososial, hukum dan layanan yang secara tepat diabaikan
atau tidak diberikan perhatian karena hampir semua sebagai bagian dari standar
perawatan. Prestasi sederhana yang diamati dalam penyedia pelayanan medis
dan keperawatan termasuk perawatan paliatif, dukungan nutrisi, keluarga
berencana, terapi pencegahan dan lain-lain. Pemerintah yang menyediakan
layanan perawatan harus mendukung ke tingkat yang paling sesuai dengan
kebutuhan ODHA.

2. Tinjauan Sistematis: Efektivitas Palliative Home Care untuk Pasien dengan


HIV/AIDS. (Lindayani, L., & Maryam, N. N. A., 2017)
Laporan Perawatan paliatif untuk pasien dengan HIV / AIDS adalah elemen inti dari
Penelitian
perawatan HIV / AIDS, bukan sebagai pengganti (Simms, Higginson, &
Harding, 2011; Organisasi Kesehatan Dunia, 2005). Bukti besar telah
dilaporkan perawatan paliatif efektif untuk nyeri dan mengendalikan gejala,
mengurangi kecemasan, dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Simms,
Higginson, & Harding, 2011; Goodwin, Higginson, Myers, Douglas, &
Normand, 2003; Harding et al., 2005; Selwyn et al., 2003). Selain itu, perawatan
paliatif juga ada dampak positif terhadap tingkat kematian. Layanan perawatan
paliatif dapat disediakan di rumah sakit, rumah sakit, dan pengaturan rawat
jalan, atau di rumah (WHO, 2005). Pengiriman layanan perawatan paliatif untuk
pasien dengan AIDS akan bervariasi berdasarkan spesifik keadaan di berbagai
negara dan tingkat sumber daya yang tersedia. Sebagai contoh, di sub-Sahara
Afrika, perawatan paliatif terfokus tentang manajemen pengendalian nyeri
untuk HIV / AIDS dan pasien kanker dalam perawatan berbasis rumah dan rawat
inap perawatan rumah sakit dan disediakan berhasil di tingkat komunitas dengan
dukungan spesialis (Kikule, 2003). Di Vietnam, perawatan paliatif terintegrasi
ke dalam HIV rutin rawat jalan berfokus pada rasa sakit dan gejala kontrol,
depresi dan persepsi sosial dukungan (Krakauer, Ngoc, Green, Van Kham, &
Khue, 2007). Perawatan paliatif berbasis rumah semakin banyak digunakan
sebagai manajemen kunci strategi di banyak negara, terutama di Indonesia
negara berkembang dimana kesehatan masyarakat layanan sudah terbebani
dengan sumber daya manusia dan keuangan yang terbatas (Young & Busgeeth,
2010). Perawatan paliatif berbasis rumah didefinisikan sebagai segala bentuk
perawatan yang diberikan kepada orang sakit di rumah mereka termasuk fisik,
aktivitas psikososial, dan spiritual dengan tujuan untuk membantu orang sakit
dan keluarga mempertahankan independensi mereka dan mencapai kualitas
hidup terbaik (WHO, 2002).

Beberapa penelitian telah membandingkan hasil dengan perawatan paliatif yang


berbeda model. Karena itu, sangat penting untuk memastikan pengaruh layanan
ini terhadap hasil perawatan paliatif, seperti kontrol gejala, kualitas hidup, dan
kepuasan dengan perawatan, dan hemat biaya. Masih belum ada tinjauan
sistematis untuk menilai dampak HIV / AIDS perawatan paliatif di rumah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas perawatan
paliatif di rumah untuk pasien dengan HIV / AIDS pada rasa sakit dan
mengendalikan gejala, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kepuasan
perawatan, dan biaya perawatan

Hasil ulasan ini menunjukkan bahwa perawatan paliatif di rumah untuk pasien
dengan HIV / AIDS efektif dalam mengendalikan gejala. Hasil penelitian ini
mirip dengan Studi yang dilakukan pada populasi kanker yang menekankan
perawatan paliatif di rumah sebagai pendekatan yang efektif untuk mengurangi
gejala beban (Gomes et al., 2013). Analisis ulasan menemukan bahwa
perawatan paliatif sebagai pendekatan yang efektif dalam meningkatkan rasa
sakit dan kontrol gejala, mengurangi kecemasan, meningkat wawasan dan
kesejahteraan spiritual (Harding et al., 2005). Selain itu, buktinya besar juga
telah dilaporkan bahwa perawatan paliatif efektif dalam pengendalian rasa sakit
dan gejala (Selwyn et al., 2003; Goodwin et al., 2003). Tidak diragukan lagi,
perawatan paliatif efektif mengurangi rasa sakit dan mengendalikan gejala,
termasuk masalah psikososial. Hanya satu penelitian yang melaporkan
efektivitas biaya analisis perawatan paliatif di rumah yang menemukan bahwa
perawatan paliatif di rumah memiliki biaya perawatan lebih rendah per hari
dibandingkan dengan perawatan biasa. Hasil yang lebih baik meningkatkan
kualitas hidup pasien yang menerima perawatan paliatif di rumah, ada juga yang
meningkatkan kepuasan keluarga. Dua hasil ini ukuran penting untuk
mengevaluasi kualitas perawatan. Namun, dalam HIV / AIDS, terutama di
Indonesia, stigma adalah masalah besar, takut didiskriminasi mengakibatkan
pasien dengan kecenderungan HIV / AIDS tidak mengungkapkan status HIV
mereka kepada orang lain, tidak menggunakan kondom untuk mencegah
penularan HIV, dan tidak mencari dan menerima pengobatan untuk HIV, yang
akan mempengaruhi kualitas hidup mereka (Ford et al., 2004). Karenanya,
perawatan berbasis rumah dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk desain
yang efektif perawatan paliatif untuk pasien dengan HIV / AIDS di Indonesia.
Selanjutnya, pembuat kebijakan juga dapat mendesain berdasarkan kebutuhan
pasien dengan HIV / AIDS dan perawatan paliatif di rumah layanan mungkin
perlu ekspansi secara lokal di Internet dasar dari kebutuhan saat ini. Apalagi
mengingat variasi budaya perlu diperhitungkan persiapan dalam merancang
perawatan paliatif untuk pasien dengan HIV / AIDS. Beberapa heterogenitas ini
berkaitan dengan perbedaan antara negara dan konteks juga dalam model yang
diusulkan perawatan paliatif di rumah seperti di AS Care perawatan rumah sakit
’menyediakan perawatan keseluruhan termasuk panti jompo sedangkan model
rumah UK perawatan paliatif lebih opsional dan tidak termasuk dalam
perawatan rumah sakit.

Sistematik Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sistematik review untuk
Review
mengevaluasi efektivitas paliatif perawatan di rumah pada orang yang hidup
dengan HIV / AIDS. Komponen kuantitatif dari ulasan ini akan
mempertimbangkan studi yang mengevaluasi pemberian perawatan paliatif di
rumah yang menyediakan perawatan komprehensif dan bertujuan berbeda
komponen fisik dan psikososial perawatan paliatif, dengan hasil sebagai berikut
langkah-langkah: kualitas hidup, rasa sakit & lainnya gejala, kepuasan
perawatan, dan biaya efektivitas. Termasuk pasien dengan HIV / AIDS dan
berusia ≥18 tahun. Tipe dari studi termasuk uji coba terkontrol secara acak, uji
coba terkontrol non-acak, quasiexperimental, sebelum dan sesudah studi, studi
kohort prospektif dan retrospektif. Data diekstraksi oleh pengulas dan diringkas
dengan menggunakan ekstraksi data JBI. Data yang dikumpulkan termasuk
peserta demografi, inklusi sampel dan kriteria eksklusi, pengaturan studi, jumlah
dan alasan mundur dari studi, deskripsi terapi intervensi komplementer, aplikasi
dan tindak lanjut dari intervensi, ukuran hasil, statistic metode dan deskripsi
hasil studi.

Validitas metodologis diproses oleh instrumen Penilaian dari Joanna Briggs


Institute (JBI). Semua makalah dipilih untuk dimasukkan menjadi sasaran yang
ketat, penilaian independen untuk mengidentifikasi dan memilih makalah
dengan kualitas terbaik kecuali yang meminimalkan bias, dan memiliki validitas
yang baik dan presisi. Pendapat ahli berdasarkan bangku penelitian atau
konsensus. Penelitian tentang efektivitas rumah perawatan paliatif telah
melaporkan bukti manfaat perawatan paliatif di rumah dalam membantu pasien
meninggal di rumah, membantu pasien seperti mengurangi gejala,
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kepuasan perawatan, dan
efektivitas biaya. Ulasan tentang efektivitas perawatan di rumah paliatif dari
satu studi kontrol acak dan tiga studi kontrol prospektif yang disediakan layanan
perawatan paliatif di rumah untuk pasien dengan HIV / AIDS. Hasil ulasan ini
menunjukkan bahwa perawatan di rumah paliatif juga efektif mengendalikan
gejala seperti kecemasan, nafsu makan, dispnea, kesejahteraan, depresi dan
mual. Kemudian, perawatan di rumah paliatif juga telah dilakukan diidentifikasi
sebagai model yang efektif dalam pemeliharaan kualitas hidup secara
keseluruhan. Selain itu, pasien, pengasuh dan dokter dilaporkan puas dengan
program perawatan paliatif di rumah skor sekitar 93% –96%. Selanjutnya,
perawatan di rumah paliatif juga menunjukkan biaya efektivitas daripada
berbasis rumah sakit perawatan paliatif, dapat mengurangi biaya perawatan per
hari $ 17,99 dibandingkan perawatan biasa ($ 21,30). Perbedaan antara biaya
per pasien per hari secara statistik signifikan mengurangi biaya perawatan.
Apalagi pasien juga menunjukkan kepatuhan 100% dengan uang muka
perencanaan perawatan. Satu studi juga melaporkan bahwa pasien lebih
mungkin meninggal di rumah (47%) dan menunjukkan bahwa pasien dalam
perawatan rumah sakit memiliki rata-rata lama menginap 77,9 hari.

Ringkasan Perawatan paliatif di rumah efektif dalam menurunkan gejala pasien, mencapai
kualitas hidup yang lebih baik, meningkatkan kepuasan dan mengurangi
kesehatan biaya. Hasilnya memberikan bukti yang dapat diandalkan perawatan
paliatif di rumah untuk pasien dengan HIV / AIDS efektif dalam meningkatkan
kualitas hidup pasien dibandingkan dengan perawatan paliatif berbasis rumah
sakit. Dengan demikian, pembuat kebijakan dapat memanfaatkan data tersebut
untuk memutuskan model perawatan paliatif yang efektif untuk pasien dengan
HIV / AIDS.

Namun, banyak pekerjaan yang diperlukan untuk menganalisis efektivitas biaya


dan hasil yang tepat dari perawatan paliatif di rumah pada pasien dengan HIV
/ AIDS. Penelitian primer lebih lanjut harus diaktifkan bagaimana perawatan
berbasis rumah cocok ke dalam konteks pengobatan saat ini di negara-negara
berpenghasilan menengah dan berpenghasilan rendah karena hal tersebut masih
belum ada. Sedangkan Penelitian lebih lanjut harus mendefinisikan perawatan
yang lebih baik yang biasa disediakan secara lokal dan dapat menganalisis
intervensi yang kemungkinan akan menghasilkan manfaat dan kemungkinan
yang kurang efektif.

3. Efektivitas Problem Solving Training untuk Menurunkan Stress Perawatan


pada Family Caregiver Perawatan Paliatif. (Pratitis, N., 2016)
Laporan Family caregiver seperti juga pasien paliatif, menghadapi stresor dan perubahan
Penelitian
peran secara langsung maupun tidak langsung. Family caregiver pasien
perawatan paliatif HIV/AIDS menghadapi banyak tantangan potensial dalam
merawat pasien perawatan paliatif HIV/AIDS. Family caregiver harus
memberikan perawatan kepada pasien mencakup pemberian obat, perawatan
luka dan balutan, bantuan pada saat di toilet, mandi, mencuci, menyiapkan
makanan, mencari obat alternatif, membantu dalam proses mobilitas, dan
memberikan dukungan emosional kepada pasien. Pada saat yang sama family
caregiver juga harus bekerja untuk diri mereka sendiri, mencakup menghadapi
dan melakukan koping terhadap keadaan emosional mereka sendiri, mengatasi
ketidakpastian, berjuang dalam menerima penyakit dan kompensasi terhadap
waktu personal. Family caregiver juga harus menunjukkan kemampuan
interpersonal dan tugas sosial lain seperti berinteraksi dengan profesional medis,
rapat kebutuhan dengan anggota keluarga lain, berinteraksi dengan ahliahli
lainnya, mengelola finansial, dan tugas-tugas lainnya (Doris, 2007).

Family caregiver memiliki kecenderungan untuk mengalami stres perawatan.


Menurut Pearlin (dalam Shewcuk & Elliot, 2012) proses perawatan tidak
dijelaskan sebagai situasi yang menimbulkan stres meskipun perawatan itu
sendiri juga berhubungan dengan berbagai hasil. Stres perawatan yang dialami
oleh family caregiver berhubungan dengan karakteristik pasien perawatan
paliatif HIV/AIDS, sifat dasar caregiver, dan variabel pelayanan kesehatan
(Hirdes, Freeman, Smith & Stolee, 2011) Konsekuensi perawatan terhadap
kesehatan mental berhubungan dengan beban, dimana family caregiver harus
menempatan kebutuhan pasien diatas kebutuhan family caregiver. Perbedaan
dibuat antara beban objektif yaitu mencakup dampak negatif pada rumah tangga
dikarenakan perawatan, dan beban subjektif yaitu penilaian personal dari situasi
perawatan dan konsekuensinya terhadap family caregiver (Hoenig & Hamilton,
1966 dalam Myers, 2003). Family caregiver memiliki tingkat stres yang berbeda
meskipun tugas yang diberikan mungkin sama. Stres perawatan terjadi ketika
individu tidak memiliki kemampuan penyelesaian masalah yang baik terhadap
stressor yang dihadapi. Idealnya, intervensi yang efektif bagi family caregiver
mengalamatkan pengalaman permasalahan yang dialami individu dan
membantu mereka lebih aktif dan ahli dalam memanajemen diri mereka sendiri
dan untuk beroperasi secara kompeten sebagai ekstensi formal sistem perawatan
kesehatan (Wagner, Austin, & Von Korff, 1996 dalam Shewcuk & Elliott,
2012). Intervensi yang menjanjikan bagi family caregiver menekankan pada
pendekatan penyelesaian masalah untuk mengidentifikasi permasalahan unik
yang dialami keluarga (dan pasien perawatan paliatif) dan bisa
diimplementasikan dalam komunitas dan seting rumah (Houts, Nezu, Nezu, &
Bucher, 1996).

Problem solving training adalah intervensi psikososial, pada umumnya


dianggap dibawah payung intervensi kognitif perilaku, untuk meningkatkan
kemampuan seseorang dalam mengatasi stresor minor (problem sehari-hari
yang kronis) maupun mayor (kejadian traumatik) secara efektif dengan tujuan
untuk mengurangi permasalahan kesehatan mental dan kesehatan fisik (Nezu,
Nezu & Zurilla, 2013). Tujuan umum problem solving training adalah untuk
membantu individu mengidentifikasi penyebab stres yang menyebabkan
munculnya emosi negatif, memahami, dan mengatur emosi negatif, memiliki
harapan bahwa individu dapat menyelesaikan masalah, lebih menerima masalah
yang tidak mampu diselesaikan, lebih terencana dan sistematis dalam
menyelesaikan masalah, tidak menghindari masalah, dan berlatih untuk tidak
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (D’Zurilla
&Nezu, 2007 dalam Dobson, 2010).

Kurylo, Elliott, dan Shewcuk (2001) menyebutkan bahwa problem solving


training untuk family caregiver pada dasarnya meliputi lima komponen umum
yang diadaptasi dari model asli problem solving D’Zurilla dan Goldfriend
(1971). Kelima komponen yang juga merupakan versi singkat dari
langkahlangkah problem solving training antara lain fakta / mendefinisikan
permasalahan, optimisme / orientasi, kreativitas / menciptakan alternatif,
pemahaman / pembuatan keputusan, serta pemecahan / implementasi dan
verifikasi.

Kemampuan penyelesaian masalah sangat dibutuhkan oleh family caregiver


karena beban dan tanggung jawab keluarga seringkali menimbulkan stres
perawatan yang dapat menyebabkan permasalahan fisik maupun mental bagi
keluarga dari pasien HIV/AIDS maupun pasien HIV/AIDS yang harus dirawat.
Stres yang dialami oleh family caregiver pasien paliatif dapat mempengaruhi
kesehatan family caregiver pasien HIV/AIDS itu sendiri yaitu sistem imun yang
rendah, hormon stres yang tinggi, dan tingkat
Sistematik Populasi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa karakteristik,
Review
antara lain (1) Keluarga dari pasien perawatan paliatif, (2) Memegang peranan
utama dalam proses perawatan pasien. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah non probability sampling, yaitu teknik yang tidak
memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Teknik penentuan anggota sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik sampling yang
karakteristiknya sudah ditentukan dan diketahui terlebih dahulu berdasarkan ciri
dan sifat populasinya (Winarsunu, 2006).

Peneliti memilih metode kuisioner untuk memperoleh data yang dibutuhan dan
sesuai dengan tujuan penelitian. Alat ukur untuk mengukur tingkat stres
perawatan pada penelitian ini adalah alat ukur stres perawatan yang
dikembangkan berdasarkan teori stres Pearlin (1990). Skala stres perawatan
merupakan alat ukur utama, sedangkan wawancara merupakan alat pengumpul
data tambahan. Validitas kuesioner ini diuji secara internal dengan
menggunakan penilaian ahli (professional judgment) dan uji coba alat ukur.

Karakteristik pasien perawatan paliatif dalam penelitian ini berbeda-beda. Dua


dari tiga pasien perawatan paliatif berjenis kelamin perempuan dan 1 orang
subjek berjenis kelamin laki-laki. Usia pasien perawatan paliatif bervariasi
berkisar antara 12 tahun sampai dengan 77 tahun. Penyakit yang dialami pasien
perawatan paliatif juga bervariasi. Dua dari tiga pasien perawatan paliatif
mendapat diagnosis kanker dimana satu diantaranya merupakan kanker
payudara sedangkan satu yang lain mengalami kanker mata. Satu pasien
perawatan yang lain bukan merupakan pasien kanker, namun mendapatkan
diagnosis meningokel sejak dari awal lahir. Sebagian besar dari pasien
perawatan paliatif tidak memeriksakan penyakit yang dialami ke dokter secara
intensif. Mayoritas pasien lebih memilih pengobatan alternatif untuk mengobati
penyakit yang dialami. Hal itu disebabkan oleh berbagai macam alasan
antaralain perasaan takut terhadap pengobatan medis, permasalahan biaya,
perasaan putus asa terhadap kesembuhan penyakit, dan lain-lain.
Ringkasan Pelaksanaan paliatif home care sangat membantu keluarga maupun bagi pasien.
Pada pasien dapat mengurangi rasa nyeri, meningkatkan kualitas hidup, dan
lain-lain. Perawat membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien
apabila pasien tidak ada.

Dari literatur tersebut didapatkan bahwa pada family caregiver mengalami stress
karena merawat pasien yang paliatif (HIV/AIDS) serta juga harus memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri. Kedudukan family caregiver merupakan hal yang
sangat penting, maka dari itu perawat juga harus membantu family caregiver
tersebut dengan kesehatannya (stress). Apabila family caregiver mengalami
stress yang berat maka akan berdampak juga pada kesehatan pasien HIV/AIDS.
Hal tersebut dikarenakan family caregiver merupakan seseorang yang
melakukan perawatan secara keseluruhan serta sebagai pengambil keputusan
apabila pasien tidak mampu. Perawat mampu dalam membantu melakukan
intervensi untuk menangani stress yang dimiliki oleh family caregiver.

Intervensi Problem Solving Training pada keluarga dinilai efektif untuk


dilakukan mengurangi tingkat stress yang dimiliki oleh family caregiver pada
keluarga pasien HIV/AIDS.

4. Access and Equity in HIV/AIDS Palliative Care: a Review of the Evidence and
Responses. (Harding, R, 2005)

Laporan Terapi antiretroviral yang sangat aktif (ART) dapat dengan sendirinya
Penelitian
menyebabkan rasa sakit dan gejala lainnya, dan perpanjangan fase penyakit
kronis dapat dikaitkan dengan toksisitas obat kumulatif dan sequalae
simtomatik. Komorbiditas baru terkait HIV telah menjadi jelas, seperti penyakit
hati tahap akhir, infark miokard, penyakit serebrovaskular dan neurologis dan
kognitif yang signifikan. Dikotomi kuratif versus paliatif dirusak karena
terbatasnya akses terhadap ART, hambatan kepatuhan, penyakit jiwa /
penggunaan narkoba, resistansi obat dan kegagalan virologi, komorbiditas
serius lainnya, dan toksisitas obat.
Bukti menunjukkan akses yang tidak adil ke, dan manfaat klinis dari, perawatan
HIV / AIDS, khususnya di antara mereka dengan penyakit HIV lanjut. Tingkat
kematian telah berkurang paling besar pada mereka yang berada di daerah
dengan status sosial ekonomi tertinggi dan pada laki-laki, menunjukkan bahwa
bahkan di negara-negara dengan cakupan kesehatan universal, ketidaksetaraan
masih membatasi potensi ART. Tinjauan sistematis terbaru tentang hasil pasien
dalam perawatan paliatif HIV telah mengidentifikasi peningkatan pasien yang
signifikan untuk perawatan paliatif di rumah dan perawatan rumah sakit rawat
inap dalam domain kontrol nyeri dan gejala, kecemasan, wawasan dan
kesejahteraan spiritual. Tinjauan ini bertujuan untuk mempromosikan paliasi
yang memadai untuk pasien dengan penyakit HIV melalui identifikasi
ketidaksetaraan dalam perawatan paliatif HIV dan hambatan terkait untuk
mengakses. Contoh praktik baik dan model pemberian layanan yang berupaya
mengurangi hambatan dan memperluas akses yang adil dijelaskan.

Sistematik Basis data berikut dicari pada Januari 2004: Medline (1980-2004), CINAHL
Review
(1982 -2004), PsychINFO (1980-2004), Embase (1980-2004), Indeks Ilmu
Sosial Terapan & Abstrak (1987 -2004), dan Indeks Kutipan Ilmu Sosial (1981-
2004). Istilah pencarian yang digunakan adalah penyatuan (paliatif / hospis * /
perawatan terminal / perawatan suportif / sakit parah / palliat * / sekarat / akhir
hidup / perawatan di rumah / perawatan lanjutan / kenyamanan) berpotongan
dengan penyatuan (HIV / AIDS). Persyaratan layanan dipilih untuk mewakili
berbagai model perawatan yang biasa digunakan sebagai proksi, atau campuran
perawatan, yang mencakup paliasi.

Makalah dibatasi untuk bahasa Inggris dan yang berasal dari data di negara
maju. Sementara perawatan paliatif untuk manajemen HIV sangat penting di
negara-negara berkembang, masalah kontekstual cukup berbeda untuk
menjamin penyelidikan terpisah, dan pekerjaan tersebut telah dimulai. Makalah
diperoleh yang dilaporkan asli data tentang akses, kebutuhan yang tidak
terpenuhi, dan inisiatif layanan dalam perawatan paliatif HIV. Badan literatur
yang dihasilkan dikategorikan ke dalam domain prinsip yang dihasilkan:
keterampilan klinis, komunikasi, heterogenitas populasi yang hadir,
kepercayaan pasien, stigma, demografi pasien, pengaturan / lokasi, dan
tantangan untuk perawatan terintegrasi.

Ringkasan Prevalensi HIV, morbiditas dan mortalitas di era ART terus menghadirkan
tantangan bagi manajemen klinis HIV. Kebutuhan klinis dan preferensi pasien
jelas menunjukkan peran sentral untuk perawatan paliatif, dan manfaat dari
pendekatan ini telah ditunjukkan.

Sehubungan dengan area yang diidentifikasi dalam model, kami memiliki empat
rekomendasi untuk mengatasi ini. Pertama, penilaian perawatan paliatif multi-
profesional perlu disediakan untuk memahami kebutuhan heterogen dari
populasi yang berbeda yang menanggung beban infeksi HIV di negara-negara
maju, yaitu, ras minoritas, orang-orang dari status sosial ekonomi rendah,
pengguna narkoba suntikan dan pria gay. Kedua, faktor klinis harus dikurangi
dengan memastikan bahwa keterampilan perawatan paliatif dasar dimasukkan
dalam pelatihan untuk semua staf klinis, dan domain perawatan paliatif dibahas
dalam prosedur penilaian standar. Ketiga, bagi mereka dengan kebutuhan
perawatan paliatif yang lebih kompleks, kriteria dan sistem rujukan harus
dikembangkan untuk memastikan bahwa rujukan yang tepat dibuat. Tampaknya
diperlukan dialog yang lebih besar antara staf perawatan paliatif dan layanan
perawatan HIV spesialis. Keempat, layanan perawatan paliatif harus
memastikan bahwa konsultasi spesialis tersedia di semua rangkaian di mana
orang hidup dengan HIV dan menerima perawatan mereka, dan bahwa staf
dilatih untuk memahami luasnya kebutuhan perawatan paliatif dan dalam
membuat rujukan yang tepat.

Konsekuensi potensial yang merugikan dari keberhasilan ART yang tidak perlu,
ditambah dengan fokus terkait pada manajemen klinis kuantitatif, telah
berkontribusi pada hilangnya keterampilan perawatan terminal oleh dokter.
Perawatan yang optimal untuk mereka yang menderita penyakit HIV terus
menjadi prioritas bersama pencegahan dan pengobatan, dan penyediaan
perawatan medis HIV / AIDS yang berfokus pada elemen teknis murni dari
terapi anti-retroviral (HAART) yang sangat aktif akan merugikan pasien dan
perawat. Pasien dapat memperoleh manfaat dari perawatan simtomatik dan
suportif pada semua tahap penyakit, dan dapat menerima pengobatan aktif
bersamaan dan paliasi. Daripada menganut dikotomi palsu manajemen pasien
kuratif atau paliatif, perawatan paliatif terintegrasi menggabungkan fleksibilitas
dan saran spesialis. Oleh karena itu, kebutuhan akan perawatan paliatif berlanjut
bahkan dengan munculnya terapi baru, dan tidak boleh hanya dikaitkan dengan
perawatan terminal. Akses ke perawatan yang berkualitas harus dipastikan
melalui pengembangan layanan dan inisiatif pemberian yang menanggapi bukti
hambatan yang dapat berkontribusi pada hasil pasien yang tidak adil. Semua
layanan harus membahas masalah penerimaan, aksesibilitas, dan efektivitas
sebagai prinsip pertama penyediaan perawatan paliatif HIV yang berkualitas,
dan harus mengembangkan protokol penelitian yang mengevaluasi tujuan-
tujuan ini.

5. Shaping the Patient-Centered Medical Home to the Needs of HIV Safety Net
Patients: the Impact of Stigma and the Need for Trust. (Steward, W. T., 2018)

Laporan Rumah medis yang berpusat pada pasien (PCMH) adalah model yang
Penelitian
menjanjikan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas perawatan HIV. Kami
mengevaluasi implementasi Proyek demonstrasi terkait PCMH dalam
pengaturan perawatan HIV melayani populasi jaring pengaman. Kami
melakukan 113 wawancara kualitatif dengan informan kunci dan pasien untuk
memahami mana komponen PCMH yang dipersepsikan sebagai pertemuan
terbaik layanan medis dan dukungan kebutuhan pasien. Hasil kami
menunjukkan nilai dan batasan PCMH, seperti yang dipahami saat ini, untuk
pengaturan perawatan HIV. Klinik berfokus pada memodifikasi alur kerja dan
meningkatkan koordinasi perawatan. Pasien menyambut seperti itu perubahan
karena mereka memperkuat kepercayaan yang ada di penyedia layanan. Klinik
tidak terlalu memperhatikan promosi aktivasi pasien, seperti membangun
manajemen diri keterampilan, karena perubahan tersebut dipandang sebagai
duplikasi atau merusak praktik yang ada untuk memenuhi sosial pasien
kebutuhan dukungan. Penelitian harus mengeksplorasi bagaimana komponen
PCMH dapat dimodifikasi menjadi lebih lengkap memenuhi kebutuhan populasi
pasien ini.

Temuan kami memiliki implikasi penting bagi PCMH implementasi dalam


pengaturan HIV care dan, mungkin lebih secara luas, dalam pengaturan lain
yang melayani populasi jaring pengaman. Ada penekanan yang jauh lebih kuat
pada proyek percontohan studi kami pada komponen PCMH yang mendorong
perbaikan dengan mengubah klinis alur kerja dan meningkatkan koordinasi
perawatan. Klinik kurang menekankan pada komponen untuk meningkatkan
akses untuk layanan atau meningkatkan manajemen diri pasien, seolah-olah
karena dua alasan berbeda. Upaya meningkatkan akses untuk layanan mungkin
telah menggandakan yang sudah ada, proses informal yang digunakan klinik
untuk mendorong akses dan komunikasi. Sebaliknya, PCMH berbasis pada
peningkatan manajemen diri pasien. Sebagai gantinya, pasien berulang kali
membahas pentingnya klinik sebagai tempat untuk yang bisa mereka putar
kapan pun mereka mengalami kesulitan atau masalah kesehatan yang perlu
ditangani. Pola ini paling baik dipahami dengan mempertimbangkan efek stigma
dalam kehidupan pasien. Mencerminkan nasional HIVepidemic (Pusat
Pengendalian Penyakit dan Prevention, 2015), pasien di proyek demonstrasi
termasuk pria yang berhubungan seks dengan pria; orang – orang homoseks;
orang yang menyuntikkan narkoba; dan mereka yang menghadapi diagnosa
kesehatan mental, kemiskinan, dan / atau tunawisma. Selain prasangka apa pun
yang mereka miliki sudah dihadapi, HIV menambahkan subjek atribut lain
untuk cemoohan sosial.

Bagi beberapa pasien, penyedia telah dipercayai bahawa staf klinis tidak hanya
menawarkan nasihat perawatan kesehatan tetapi juga persahabatan dan
kepedulian. Mereka telah memupuk kepercayaan dengan tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pasien, sejauh menggunakan saluran telepon pribadi atau
email akun untuk menjaga aksesibilitas. Nilai itu pasien ditempatkan pada
ketersediaan dan perhatian pribadi dari penyedia selaras dengan temuan dari
kualitatif studi yang dilakukan dengan penghasilan rendah, ras dan pasien etnik
minoritas yang tidak konsisten terlibat atau baru saja melepaskan diri dari
perawatan HIV (Jaiswal et al., 2018). Dalam penelitian kami, upaya koordinasi
perawatan dipandang sebagai lambang perhatian yang diberikan penyedia
kepada pasien dan perhatian mereka untuk kesejahteraan pasien. Sebaliknya,
komponen PCMH meningkat akses atau promosikan aktivasi pasien diberikan
kurang relevan karena diduplikasi atau dijalankan bertentangan dengan praktik
informal yang berpusat pada pasien. Penyedia dan staf di lokasi demonstrasi
sudah mengakui bahwa pasien membutuhkan cara mengakses klinik ketika
menghadapi kebutuhan atau masalah yang mendesak dan telah mengambil
langkah (memberikan nomor telepon, menangani kunjungan klinik pasien yang
tidak terduga) untuk memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. Secara kolektif,
hasilnya menunjukkan kedua potensi tersebut nilai dan keterbatasan model
PCMH di Indonesia mengenai pengaturan perawatan HIV. Model ini memiliki
penerapan yang jelas untuk pengobatan HIV mengingat fokus pada kerja tim
dan koordinasi layanan. Perawatan HIV semakin membutuhkan masukan dari
beragam spesialisasi perawatan kesehatan, khususnya untuk pasien lanjut usia
dengan komorbiditas multiple (Edelman et al., 2013; Greene et al., 2013). Selain
itu, seperti halnya bagian lain dari kesehatan A.S. sistem perawatan, fasilitas
perawatan HIV telah dihadapi kemungkinan kekurangan tenaga kerja (Weiser
et al., 2016). Praktik perubahan untuk mempromosikan kolaborasi dan berbagi
tanggung jawab dapat meningkatkan peran staf klinik dan memungkinkan
pengiriman yang lebih efisien. Demikian pula, upaya koordinasi perawatan
dapat membantu memperluas tenaga kerja HIV dengan memfasilitasi dialog
antara penyedia yang bukan spesialis HIV dan mereka yang memiliki
spesialisasi seperti itu. Ini bisa diaktifkan PLWH harus dilihat oleh lebih banyak
penyedia tanpa harus mengorbankan kualitas. Tantangan untuk implementasi
PCMH dalam HIV pengaturan perawatan, dan bisa dibilang dalam pengaturan
melayani lainnya populasi pasien dengan riwayat stigma, datang dalam
implementasi komponen tertentu. Itu keberhasilan rencana perawatan yang
dikembangkan bersama atau program untuk meningkatkan manajemen diri
penyakit didasarkan pada peningkatan pasien (dan substansial) pengaktifan.
Akibatnya, perubahan-perubahan ini mendukung klinis pengaturan di mana
pasien ingin mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk perawatan
mereka dan / atau untuk mengurangi beban menghadiri janji. Untuk pasien yang
rentan populasi yang terdampak secara tidak proporsional oleh HIV dan terlihat
di pengaturan jaring pengaman, beberapa komponen ini tidak harus dianggap
sebagai pasien terpusat karena mereka tidak akan responsif terhadap kebutuhan
dukungan sosial yang mendorong pasien seperti itu pola pemanfaatan
perawatan. Untuk individu dengan sedikit dukungan di rumah dan sejarah
penganiayaan, itu nilai kontak penyedia berakar pada kualitas, kuantitas, dan
sifat interaksi. Pasien ini sedang mencari bukti bahwa penyedia layanan mereka
benar-benar peduli tentang mereka dan ada untuk mendukung mereka.

Model PCMH, yang menekankan praktik perawatan itu menggabungkan input


pasien dan responsif terhadap seseorang set komprehensif kebutuhan perawatan
kesehatan, mungkin lebih baik memenuhi kebutuhan ini dengan menekankan
program dan layanan yang akan membantu membangun dukungan sosial pasien
sistem. Strategi potensial termasuk rekan atau navigasi profesional dan
penggunaan ponsel teknologi untuk tetap berhubungan dengan pasien
(Blackstock et al., 2015; Broaddus et al., 2015; Sarango et al., 2017). Temuan
kami juga menginformasikan perubahan kebijakan yang lebih besar telah
membentuk kembali perawatan kesehatan di Amerika Serikat. Rumah sakit dan
klinik semakin terkonsolidasi ke dalam sistem kesehatan yang komprehensif,
sebagian karena model pembayaran yang menghargai penyedia untuk mengikuti
pasien dari waktu ke waktu dan menjaga mereka tetap sehat (Lewis et al., 2013).
Terhadap latar belakang ini, perawatan terintegrasi model seperti PCMH
memiliki daya tarik alami. Tetapi perubahan besar sistem yang lebih besar
datang dengan potensi bahaya. Ketika fasilitas klinis melakukan konsolidasi
atau restrukturisasi, ada risiko kehilangan ruang yang didedikasikan untuk
kebutuhan individu dengan tantangan unik. Terbukti oleh perspektif peserta
kami, manfaatnya memiliki fasilitas yang berfokus khusus pada HIV tidak
terbatas pada ketersediaan klinis yang relevan keahlian. Lingkungan perawatan
ini juga telah berkembang praktik yang kompeten secara budaya yang
memastikan klinik dianggap ramah dan tidak stigma untuk populasi yang paling
berisiko terkena HIV. Hilangnya keahlian seperti itu dapat merusak keuntungan
apa pun dicapai dengan konsolidasi dan integrasi. Pasien tidak akan mendapat
manfaat dari perbaikan dalam perawatan jika mereka keluar dari layanan karena
mereka tidak lagi merasa disambut. Penelitian kami menyarankan itu baru
sistem kesehatan terkonsolidasi perlu mempertahankan focus untuk memenuhi
kebutuhan dan keprihatinan unik ODHA dan mereka yang berada dalam
populasi jaring pengaman. Ini mungkin memerlukan pelatihan penyedia dan staf
sebelumnya terbiasa bekerja dengan populasi yang terpinggirkan atau
pemeliharaan fasilitas khusus yang melayani komunitas yang berisiko.
Sistematik Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian demonstrasi.
Review
Inisiatif ini mendanai lima proyek demonstrasi, beroperasi di berbagai yurisdiksi
perkotaan California. Universitas California, San Franciscowas mendanai
secara terpisah untuk berfungsi sebagai pusat evaluasi lintas situs. Setiap proyek
demonstrasi diusulkan untuk diterapkan teknologi baru, layanan, dan alur kerja
klinik untuk memenuhi kebutuhan situs klinis dan populasi pasien yang sedang
dilayani. Beberapa proyek yang difokuskan pada mengoordinasikan perawatan
di seluruh tim penyedia, sementara proyek lain difokuskan membangun
kapasitas sistem teknologi informasi kesehatan untuk meningkatkan pelacakan
hasil kesehatan pasien dan memprioritaskan kelompok pasien yang
membutuhkan pencegahan layanan (mis., manajemen panel).

Evaluasi lintas situs terdiri dari kualitatif dan penilaian kuantitatif dengan
demonstrasi anggota tim proyek, serta penyedia, klinis staf, dan pasien di klinik
yang berpartisipasi. Itu tujuan yang lebih besar dari pekerjaan kami adalah untuk
menandai komponen PCMH diimplementasikan untuk setiap proyek;
memahami pertimbangan yang memotivasi perubahan; dan menilai dampak
perubahan pada pemberian layanan klinis, kepuasan, dan terkait HIV hasil
kesehatan. Dalam artikel ini kami fokus secara khusus pada data wawancara
kualitatif. Hal itu untuk mengerti faktor-faktor yang membentuk komponen
PCMH diimplementasikan oleh setiap proyek, serta penyedia dan reaksi pasien
terhadap perubahan.
Persyaratan untuk berpartisipasi, seorang individu harus berusia 18 tahun ke
atas; fasih berbahasa Inggris; dan anggota studi proyek percontohan tim atau
penyedia, anggota staf klinis, atau pasien di klinik yang berpartisipasi.
Penyelidik langsung mendekati demonstrasi anggota tim proyek untuk
wawancara. Penyedia klinik dan anggota staf (mis., petugas klinik, asisten
medis, pekerja sosial, dan spesialis teknologi informasi) yang pekerjaannya
dipengaruhi oleh yang diterapkan komponen PCMH didekati oleh peneliti atau
diberitahu sebelum studi dan memiliki waktu yang dialokasikan dalam jadwal
mereka untuk wawancara. Kesulitan sampel pasien diambil di sebagian besar
situs dengan memasok penyedia dan staf klinis dengan deskripsi studi singkat
dan meminta mereka merujuk calon peserta simpatisan. Di satu situs, penyedia
dan staf tidak dapat membuat rujukan ke tim studi karena jumlah pasien yang
banyak. Sebaliknya, pasien direkrut dengan memiliki anggota tim evaluasi
lintas-situs langsung mendekati mereka di ruang tunggu klinik. Prosedur ini
mungkin karena ruangan itu digunakan khusus untuk Janji perawatan HIV. Tim
evaluasi lintas lokasi anggota menggunakan daftar periksa untuk mengonfirmasi
bahwa setiap calon peserta memenuhi kriteria kelayakan.

Wawancara dilakukan oleh tim peneliti terlatih dalam metode kualitatif.


Seorang antropolog budaya dengan lebih dari 15 tahun pengalaman di
bidangnya memimpin pengumpulan dan analisis data ini. Wawancara dengan
anggota tim proyek demonstrasi, penyedia, dan staf klinis (selanjutnya secara
kolektif disebut karena ‘informan kunci’) dilakukan secara pribadi atau melalui
telepon, berlangsung sekitar 60 menit, dan tidak insentif. Untuk menilai persepsi
keduanya sebelum dan sesudah implementasi PCMH, kami melakukan dua
putaran wawancara. Karena beberapa pergantian masuk Staf, itu tidak selalu
mungkin untuk mewawancarai yang sama individu di kedua titik waktu;
Namun, pertanyaan di wawancara kedua fokus pada tayangan saat ini dan
dengan demikian, tidak memerlukan peserta untuk memilikinya bagian di babak
pertama. Wawancara pasien adalah dilakukan secara pribadi, berlangsung
sekitar 45 menit, dan diberi insentif oleh kartu hadiah $ 40 ke pegawai lokal.
Pasien diwawancarai sekitar 3 hingga 6 bulan setelah implementasi PCMH.
Prosedur disetujui oleh Universitas Indonesia California, San Francisco,
tinjauan kelembagaan naik. Peserta memberikan persetujuan lisan, yang
didokumentasikan oleh peneliti pada daftar periksa kelayakan. Persetujuan
diperoleh secara lisan, alih-alih secara tertulis, sehingga peneliti tidak mau
kumpulkan nama lengkap peserta.
Ringkasan PCMH adalah model yang menjanjikan untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas perawatan HIV di pengaturan jaring pengaman didanai oleh RWP dan
sumber-sumber publik lainnya. Implementasinya, terutama dalam hal
komponen untuk meningkatkan aktivasi dan keterlibatan pasien, mungkin
memerlukan modifikasi untuk merespons pasien keinginan untuk jaminan
bahwa mereka dapat mempercayai mereka penyedia layanan. Penelitian harus
fokus pada bagaimana model PCMH dapat dimodifikasi menjadi lebih lengkap
menanggapi kebutuhan khusus pasien ini.

2.4 Critical Analysis Jurnal


Jurnal yang berjudul Home and Community Based Cared Program
Assesment for People Living with HIV/AIDS in Arba Minch, Southern Ethiopia
(Zefru, et all 2012) bertujuan untuk menilai dukungan bagi ODHA di Ethiopia
selatan. Perawatan dan dukungan bagi ODHA meliputi empat hal yang saling
terkait antara lain kebutuhan medis, kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial
ekonomi, dan hak asasi manusia dan kebutuhan hukum. Kebutuhan medis dan
keperawatan dari 226 responden, 132 (58,4%) responden yang memperoleh
akses ke layanan pengobatan melalui tindakan medis dan keperawatan.
Dukungan sosial ekonomi berupa kebutuhan material sebesar 58 responden
(25,7%) dari jumlah reponden total (226). Dukungan psikologis yang diterima
dibagi atas dua yaitu kelompok yang memperoleh dukungan spiritual sebesar
118 (52,2%) dan dukungan moral masyarakat sebesar 104 (46%). Penyediaan
pelayanan kesehatan dan dukungan mempengaruhi perlindungan hak asasi
manusia dan bantuan hukum bagi ODHA. Perawatan berbasis rumah
(homecare) merupakan tempat yang ideal dalam terpenuhi kebutuhan medis,
sosial, psikososial, dan dukungan. Program homecare bagi ODHA bertujuan
meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan hidupnya.
Penelitian tentang Tinjauan sistematis: Efektifitas Paliatif Home Care
untuk review Pasien dengan HIV / AIDS (Lindayani, dkk 2017) bertujuan
untuk menganalisis efektifitas perawatan paliatif berbasis homecare. Hasil
ulasan ini menunjukkan perawatan di rumah paliatif efektif mengendalikan
gejala seperti kecemasan, nafsu makan, dispnea, kesejahteraan, depresi dan
mual. Pasien, pengasuh, dan dokter menilai kepuasan mengenai perawatan di
rumah paliatif dengan skor 93% - 96%. Perbedaan biaya yang dikeluarkan
perawatan paliatif ($ 17,99) lebih efektif dibanding dengan perawatan biasa ($
21,30).
Family caregiver dalam perawatan paliatif pasien HIV/AIDS banyak
yang mengalami stress perawatan karena merawat pasien dan memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri. Berdasarkan jurnal berjudul Efektivitas Problem
Solving Training untuk Menurunkan Stres Perawatan pada Family Caregiver
Pasien Paliatif, intevensi ini digunakan untuk mengatasi stress akibat
permasalahan sehari-hari dan kejadian traumatik. Penelitian pada jurnal ini
menunjukkan tiga subjek penelitian mengatasi stress yang ditandai penurunan
skor antara pretest dan posttest. Intervensi bagi family caregiver dapat berjalan
efektif dengan komunikasi dan menberikan dukungan sosial dengan
membentuk support group.
Tinjauan jurnal yang berjudul Access and equity in HIV/AIDS palliative
care: a review of the evidence and responses (Harding, et al, 2005) bertujuan
untuk mempromosikan intervensi yang memadai pada pasien HIV. Pasien HIV
dengan perawatan paliatif di rumah dan rumah sakit mengalami peningkatan
yang signifikan untuk kontrol nyeri dan gejala, kecemasan, wawasan, dan
kesejahteraan spiritual. Kebutuhan perawatan paliatif pasien HIV dalam
penggunaan terapi antiretroviral berkaitan dengan management nyeri dan
gejala, kemajuan dalam rencana perawatan, dukungan psikologis, dan
perawatan terminal. Pelaksanaan homecare sebagai perawatan informal
membutuhkan dukungan dan pengetahuan intervensi pada pasien yang tepat.
Beberapa tantangan dalam perawatan paliatif antara lain faktor pasien,
pengobatan klinik, pelayanan kesehatan, dan akibat penyakit. Pengembangan
layanan dalam perawatan paliatif secara multi-profesional yang melibatkan
pasien, keluarga, dan tenaga medis.
Jurnal Shaping the Patient-Centered Medical Home to the Needs of HIV
Safety Ne Patients: The Impact of Stigma and the Need for Trust (Steward, et
al 2018) bertujuan untuk mengetahui perawatan berbasis rumah berpusat pada
pasien (PCMH) dapat memenuhi kebutuhan pada pasien HIV. Komponen yang
ditekankan dalam pelaksanaan PCMH adalah perkembangan dalam pelayanan
tenaga kesehatan dan koordinasi perawatan. Komponen yang kurang
diperhatikan pada PCMH adalah peningkatan management diri dan
mempermudah akses fasilitas kesehatan. Perawatan rumah berpusat pada
pasien terdiri atas komponen yang dapat meningkatkan dukungan perawatan
pasien HIV. Akses fasilitas kesehatan berkaitan dengan pelayanan tenaga
kesehatan dalam memperoleh informasi yang digunakan dalam perawatan diri
dan promosi kesehatan. Koordinasi keperawatan yang dilakukan dengan tenaga
kesehatan dan pasien dapat meningkatkan kepercayaan dalam penyedia
pelayanan kesehatan. Perawatan diri pasien HIV memerlukan management
perencanaan secara tepat dan dilakukan dengan tenaga kesehatan.
Hasil dari kelima jurnal tersebut menunjukkan home care pada pasien
paliatif HIV/AIDS dinilai efektif untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
keluarga, mengurangi gejala, meningkatkan kesejahteraan, serta menurunkan
biaya perawatan. Perawatan palitif merupakan perawatan pada penyakit kronis
yang tidak dapat disembuhkan dan bukan bersifat pengganti untuk mengurangi
gejala, menurunkan kecemasan, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
HIV/AIDS, salah satu penyakit kronis yang dapat diterapkan layanan
perawatan paliatif di rumah sakit dan rumah. Perawatan paliatif berbasis
homecare merupakan perawatan pada orang sakit di rumah meliputi kebutuhan
medis, kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial ekonomi, dan hak asasi manusia
dan kebutuhan hokum yang saling berkaitan. Dukungan dan motivasi keluarga
berperan penting dalam penanganan HIV/AIDS sebagai pemenuhan kebutuhan
dasar pasien di rumah sehingga hidup pasien menjadi lebih bermakna dan
mencegah infeksi oportunistik Stress dapat terjadi pada keluarga dikarenakan
perawatan pasien HIV. Komunikasi antar care giver dan membentuk support
group dinilai efektif dalam penerapan problem solving training sebagai
intervesi penurunan stress. Komponen perawatan rumah berpusat pada pasien
(pelayanan tenaga kesehatan, koordinasi perawatan, management diri, dan
akses fasilitas kesehatan) yang optimal dapat meningkatkan dukungan
perawatan pasien HIV. Pengembangan layanan perawatan paliatif
(keterampilan perawatan, sistem rujukan, perawatan multi-profesional,
konsultasi spesialis) pada pasien HIV dapat mengurangi tantangan dalam
penerapan perawatan paliatif di rumah.

2.5 Rekomendasi Penerapan pelayanan Home care


Home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal
mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau
memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan
meminimalkan akibat dari penyakit (Depkes, 2012).

Manfaat dari pelayanan Home Care bagi pasien antara lain :


1. Pelayanan akan lebih sempurna, holistik dan komprenhensif.
2. Pelayanan lebih professional
3. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan di bawah
naungan legal dan etik- keperawatan
4. Kebutuhan pasien akan dapat terpenuhi sehingga pasien akan lebih
nyaman dan puas dengan asuhan keperawatan yang professional (Tribowo,
2012)

Dampak sosial home care bagi pasien dan keluarga menurut Sinaga
(2018), antara lain:

1. Home care memberikan perasaan aman karena berada dilingkungan yang


dikenal oleh klien dan keluarga, sedangkan bila di rumah sakit klien akan
merasa asing dan perlu adaptasi
2. Home care merupakan satu cara dimana perawatan 24 jam dapat diberikan
secara fokus pada satu klien, sedangkan dirumah sakit perawatan terbagi
pada beberapa pasien
3. Home care memberi keyakinan akan mutu pelayanan keperawatan bagi
klien, dimana pelayanan keperawatan dapat diberikan secara
komprehensif (biopsikososiospiritual);
4. Home care menjaga privacy klien dan keluarga, dimana semua tindakan
yang berikan hanya keluarga dan tim kesehatan yang tahu
5. Home care memberikan kemudahan kepada keluarga dan care giver dalam
memonitor kebiasaan klien seperti makan, minum, dan pola tidur dimana
berguna memahami perubahan pola dan perawatan klien
6. Home care memberikan perasaan tenang dalam pikiran, dimana keluarga
dapat melakukan kegiatan lain dengan tidak meninggalkan klien
7. Pelayanan home care lebih memastikan keberhasilan pendidikan
kesehatan yang diberikan, perawat dapat memberi penguatan dalam
pelaksanaan perawatan yang dilakukan keluarga.

Berdasarkan research evidence base dan analisis jurnal yang telah


dipaparkan, pelayanan home care untuk penderita HIV/AIDS dan keluarga
sangatlah efektif untuk diterapkan. Karena banyak manfaat dari pelayanan
home care tersebut seperti, mengurangi gejala, meningkatkan kesejahteraan
klien, dan menurunkan biaya pengeluaran perawatan. Penerapan pelayanan ini
difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pasien dan penyembuhan bukan
pengobatan.

Daftar Pustaka

Ibrahim, K dkk. 2017. Hubungan Antara Fatigue, Jumlah CD 4, dan Kadar


Hemoglobin pada Pasien yang Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV). JKP Vol. 5, No. 3

Indonesia, M. o. h. o. R. I. (2013). Indonesia Health profile in 2013.

Kemenkes RI. 2018. Hari AIDS Sedunia,Momen STOP Penularan HIV: Saya
Berani, Saya Sehat. http://www.depkes.go.id/article/view/18120300001/hari-
aids-sedunia-momen- stop-penularan-hiv-saya-berani-saya-sehat-.html
diakses pada tanggal 15 April 2019.

Kemenkes RI. 2018. Laporan Perkembangan HIV-AIDS & Infeksi Menular


Seksual (IMS)

Lindayani, L., & Maryam, N. N. A. (2017). Tinjauan sistematis: Efektifitas


Palliative Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 5(1).

Fauci, A.S., Lane, H.C. Human Immunodeficiency Virus Disease : AIDS amd
Related Disorder. Dalam : Longo DL., Fauci, A.S., Kasper, D.L., Hauser,
S.L., Jameson JL., Loscalzo J (ed) : Harrison’s Principles of Internal Medecine.
Eighteenth Editiom. New York. Mc Graw-Hill. 2012.1506-1587.

Young, T., & Busgeeth, K. (2010). Home-based care for reducing morbidity and
mortality in people infected with HIV/AIDS (Review). The Cochrane Library,
(1).

Taddese Alemu Zerfu, Y. Y. ,. S. D. ,. K. D. ,. H. R.-E., 2012. Home and community


based care program assessment for people living with HIVAIDS in Arba Minch
Southern Ethiopia. BMC Palliatie Care, pp. 2-8.

Pratitis, N. (2016). Efektivitas Problem Solving Training untuk Menurunkan Stres


Perawatan pada Family Caregiver Pasien Paliatif. Persona: Jurnal Psikologi
Indonesia, 5(03).

Sinaga, J., Amila, A., & Sembiring, E. (2018). MUTIARA HOME CARE. JURNAL
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, 23(4), 440-445.

Harding, R., Easterbrook, P., Higginson, I. J., Karus, D., Raveis, V. H., & Marconi,
K. (2005). Access and equity in HIV/AIDS palliative care: a review of the
evidence and responses. Palliative Medicine, 19(3), 251-258.

Steward, W. T., Koester, K. A., & Fuller, S. M. (2018). Shaping the Patient-
Centered Medical Home to the Needs of HIV Safety Net Patients: The Impact
of Stigma and the Need for Trust. Journal of the Association of Nurses in AIDS
Care, 29(6), 807-821.

Anda mungkin juga menyukai