RADIKULOPATI LUMBAL
PEMBIMBING:
Disusun Oleh:
Kriswindari Kusmawan
2018790070
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan yang begitu besar.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas nikmat
dan karunianya sehingga dapat terselesaikannya laporan kasus ini dengan judul
“RADIKULOPATI LUMBAL” Penulisan makalah kasus ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan ilmu penyakit saraf di RSUD Kota Banjar.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
sangatlah sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh Karena itu penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Fuad Hanif, Sp.S selaku pembimbing yang
telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan ini. Dan kepada
semua pihak yang turut serta membantu penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses
kemajuan pendidikan selanjutnya.
Penulis
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. C
No. Rekam Medik : 410384
Umur : 57 Tahun
Jenis kelamin : Laki -laki
Agama : Islam
Alamat : Cilacap
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA
Tanggal Masuk : 22 Juni 2019
Tanggal Pulang : 1 Juli 2019
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri pinggang kiri
Pasien datang ke RSUD Kota Banjar dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak ± 2 minggu
SMRS, keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat, hingga pasien tidak dapat
berjalan. Pasien mengaku kaki kiri suka merasa kesemutan. Riwayat trauma pernah jatuh dari
pohon 3 tahun yang lalu. Pasien merasa sesak dan kedua tungkai udem, selain itu pasien juga
merasa mual. Muntah dan sakit kepala disangkal.
E. Riwayat Alergi :
Pasien alergi dengan makanan seafood dan tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat.
F. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah berobat namun tidak ada perbaikan dan keluarga tidak tahu obat apa yang
sudah diminum.
G. Riwayat sosial:
Pasien bekerja sebagai petani dan keluarga mengatakan pasien suka mengangkat beban
berat. Pasien merokok namun sudah lama berhenti.
GCS 15 = E4 V5 M6
Tanda Vital
Suhu : 36,50C
Status Generalis
Thoraks
Abdomen
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (+/+), sianosis (-/-)
RANGSANG MENINGEAL
Kaku Kuduk : (-)
Lasegue sign : (-) / (+)
Kernig sign : (-) / (+)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
NERVUS KRANIALIS
N.I (Olfaktorius) :
Dextra Sinistra
Daya Pembauan Dalam batas normal Dalam batas normal
N.II (Optikus)
Dextra Sinistra
Visus 6/6 6/6
Lapang Pandang Dalam batas normal Dalam batas normal
Pemeriksaan fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III (Okulomotoris), N. IV (Troklearis), dan N. VI (Abdusens)
Dextra Sinistra
Ptosis (-) (-)
Pupil N.V
a. Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
b. Diameter 3 mm 3 mm
c. Reflex Cahaya
Direk (+) (+)
Indirek (+) (+)
Gerak bola mata Normal Normal
(Trigeminus)
Dextra Sinistra
Motorik
a. Menggigit Normal Normal
b. Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas
a. Oftalmikus Normal Normal
b. Maksila Normal Normal
c. Mandibula Normal Normal
Refleks
Kornea Normal Normal
N.VII (Facial)
Dextra Sinistra
Motorik
a. Mengangkat alis Normal Normal
b. Menutup mata Normal Normal
c. Tersenyum sambil Normal Normal
memperlihatkan
gigi
Sensorik
a. Daya kecap lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2/3 depan
N.VIII (Vestibulokoklearis)
Dextra Sinistra
Pendengaran
a. Test bisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Test Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Test Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Test Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Berdiri dengan mata Sulit untuk dilakukan Sulit untuk dilakukan
terbuka
f. Berdiri dengan mata Sulit untuk dilakukan Sulit untuk dilakukan
tertutup
Uvula
a. Pasif Simetris
b. Gerakan aktif Simetris
Disfonia (-)
Disfagia (-)
N. XI (Assesorius)
Dextra Sinistra
Memalingkan kepala dan leher Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
N.XII (Hypoglosus)
Posisi lidah Normal
Papil lidah Normal
Atrofi otot lidah (-)
Fasikulasi lidah (-)
FUNGSI MOTORIK
Kekuatan Otot
5 5
5 5
Kesan: Normal
FUNGSI SENSORIK
FUNGSI VEGETATIF
BAK : Normal
BAB : Normal
REFLEK FISIOLOGIS
Reflek bisep : (N/N)
Reflek trisep : (N/N)
Reflek brachioradialis : (N/N)
Reflek patella
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN : (N/N)
Reflek achilles
Natrium 119 135 – 145
: (N/N)
Kalium 3.6 – 5.5
Hemoglobin 12.3 14 – 17.5
MCV 88 80 – 96
III. PEMERIKSAAN
MCH 31 26-33 PENUNJANG
MCHC 36 32 – 36
Ureum 43 15 – 50
Hasil EKG
Kesan :
AV Blok Derajat 1
Hipertrofi Ventrikel Kiri
Iskemik Anteroinferior
Follow Up
Tanggal S O A P
IV. RESUME
Tn. C 57 tahun datang ke RSUD Kota Banjar dengan nyeri pinggang kiri sejak ±2
minggu SMRS, keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat hingga pasien tidak
dapat berjalan. Pasien mengaku kaki kiri suka merasa kesemutan. Pasien tidak pernah
meraskan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien pernah berobat ke poli saraf tetapi keluhan
tidak membaik. Riwayat trauma jatuh dari pohon (±5 meter) 3 tahun yang lalu dan saat
kejadian pasien tidak sadar dan terdapat luka pada pinggang.
V. DIAGNOSIS KERJA
Radikulopati lumbal sinistra.
VI. TATALAKSANA
Asering 500/24 jam
Ketorolac inj. 3 x 1 ampl.
Ranitidine inj. 2 x 1 ampl.
Ceftriaxone 1 x 2 gram
Gabapentin 2 x 100 mg.
VII.PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
RADIKULOPATI LUMBAL
A. ANATOMI
7 servikal
12 thorakal
5 lumbal
5 sakral
4 coccygeus
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri
dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua “kaki” atau pediculus dan dua lamina,
serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus
transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut
foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk
saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua
tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.
Diantara dua buah buah tulang vertebrae terdapat diskus intervertebralis yang
berfungsi sebagai bentalan atau “shock absorbers” bila vertebra bergerak. Diskus
intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang membungkus
nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid yang mengandung mukopolisakarida. Fungsi
mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan
diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada
vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus
intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus akan
melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan.
Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi,
laterofleksi.
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan
menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi
dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil. Pada daerah
lumbal facet letak pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan fleksi dan
ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi
lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kalateral, obique dan berputar
terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet
saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
B. DEFINISI
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi
dan struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks
saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal. Terdapat tipe-tipe dari radikulopati,
yaitu:
1. Radikulopati Lumbal
Radikulopati lumbal merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati
lumbal sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbal, keluhan nyeri
punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan
kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati
servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf
pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti
pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang
menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada
bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.
C. EPIDEMIOLOGI
Radikulopati lumbal terjadi pada sekitar 3-5% dari populasi, dimana angka
kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah sama, meskipun laki-laki yang paling
sering terkena pada usia 40-an, sedangkan wanita yang paling sering terkena antara usia
50-60. Dari mereka yang memiliki kondisi ini, 10-25% mengembangkan gejala-gejala
yang menetap selama lebih dari 6 minggu.
D. ETIOLOGI
b. Proses inflammatory
Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
seperti : Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster.
c. Proses degenerative
Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti Diabetes Mellitus.
E. FAKTOR RISIKO
Kegemukan (obesitas)
Pekerjaan yang sering membungkuk
Riwayat trauma tulang belakang
Riwayat keluarga.
F. PATOFISIOLOGI
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada
lanjut usia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Penonjolan diskus
atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari
kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf.
Herniasi diskus intervertebra lumbal, sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1.
L5 sering terkena karena mempunyai diameter radiks paling besar dan foramen
intervertebranya lebih sempit daripada lumbal lainnya. Pada proses penuaan pada diskus
intervebralis, maka kadar cairan dan elastisitas diskus akan menurun. Keadaan ini
mengakibatkan ruang diskus intervebralis makin menyempit, “facet join” makin merapat,
kemampuan kerja diskus menjadi makin buruk, annulus menjadi lebih rapuh.
Dan jika terdapat penonjolan pada bagian tengah diskus L4-L5, maka akan
berefek pada L5, S1, S2, S3, bahkan nervus sacral lainnya, tetapi tidak mengenai L4.
Hernia nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed
atau protruded disc. Keadaan ini diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan
nyeri tungkai berulang. Kebanyakan terjadi di antara vertebra L 5-S1. Frekuensi yang
kurang terdapat di antara vertebra L4-L5, L3-L4, L2-L3 dan L1-L2. Jarang terdapat pada
vertebra torakal, dan sering pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebab biasanya terjadi
trauma fleksi, tapi pada beberapa penderita dapat berupa tanpa trauma.
Kebanyakan kasus berumur antara 20-64 tahun dan tersering pada umur 30-39
tahun. Setelah umur 40 tahun frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat
kemungkinan untuk menderita HNP berbanding wanita. Nukleus pulposus yang menonjol
melalui annulus fibrosus yang robek biasanya pada sis dorsolateral satu sisi atau sisi
lainnya (kadang-kadang pada bagian dorsomedial) menyebabkan penekanan pada radiks
atau radiks-radiks.
Diskus Herniasi
Kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus atau diskus hernia,
stenosis kanalis, spondylolisthesis dapat mengganggu jalan radiks dan saraf spinal,
sehingga menimbulkan nyeri.
Nyeri yang berasal dari stuktur ini menetap dan kurang jelas terlokalisir, tapi
sering dirasakan sekitar daerah yang terkena. Bila berat akan disertai spasme otot
sekitarnya dan ini akan menambah nyeri. Pasien mengenal posisi mana yang enak
dan yang menimbulkan nyeri. Tekanan dan ketokan pada daerah lesi
menimbulkan nyeri.
Nyeri yang berasal dari spasme otot, sifatnya seperti menekan dan otot terasa
kram dan nyeri, kadang – kadang dapat diraba benjolan dan kontraksi otot lokal.
Nyeri rujukan dapat berupa nyeri tulang belakang dirujuk ke struktur
extravertebral, misalnya daerah pantat dan otot fleksor tungkai bawah atau nyeri
dari organ abdominal dan pelvis ( ovarium, uterus, prostat, colon ) dirujuk ke
pinggang. Sifat nyeri ini biasanya difus, kadang – kadang lebih ke permukaan atau
seperti di bakar. Intensitas nyeri sesuai dengan beratnya lesi primernya.
Nyeri yang berasal dari radiks atau saraf spinal, biasanya lebih hebat dari nyeri
rujukan dan mempunyai sifat menjalar baik dari proksimal ke distal atau
sebaliknya. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan,
atau nyeri. Ini dapat terjadi atas latar belakang nyeri yang samar – samar
sebelumnya.
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda
equine. Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim
yang terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat,
hanya sebagian kecil berasal dari konus, sebagian besar berasal dari filum terminale yang
kemudian mengenai radiks saraf.
Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain seperti buah dada, paru-paru, prostate, tiroid, ginjal, lambung
dan uterus. Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama sekali pada orang tua,laki-laki berusia lebih dari
40 tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama yaitu nyeri
punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat berupakan
osteoblastik tumor, metastase dari buah dada. Osteolitik tumor dapat berasal dari buah
dada, apru-paru, ginjaldan tiroid, menebabkan destruksi tulang dengan akibat “wedge
shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena. Satu atau beberapa radix akan ikut
terlibat.
Spondilolisis dan Spondilolitesis
Stenosis spinal
Pada stenosis spinal, canalis spinal mungkin secara congenital sempit atau
menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi faset, atau ligament longitudinal
posterior yang tebal atau mengeras “entrapping” satu nervus yang mengandung beberapa
radix. Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
congenital, lamina dan faset yang tebal, kurva scoliosis dan lordotik. Kebanyakan kasus
idiopatik meskipun banyak kondisi yang berhubungan dengan lumbar kanal stenosis dan
sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.Lumbar kanal stenosis dan sering terjadi
pada usia pertengahan dan usia tua.
Pada traumatic yang menimbulkan dislokasi dari facet joint vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan meyebabkan penyempitan
foramen intervertebal, sehingga radix dan jaringna yang berdekatan mengalami iritasi den
kompresi di dalam kanalnya dengan gejal-gejala radikuler.
Kompresif fraktur
Defisit neurology pada kompresif fraktur, bil;a terjadi penekanan pada radix atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radix.
Skoliosis
Umumnya pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri punggung. Sering
berhubungan dengan lengkungan lumbal dan lengkungan torakolumbal. Nyeri disebabkan
oleh proses degeneratif pada facet joint lengkungan itu sendir.
Spondilitis tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra
yang sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering
terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang
dikenal sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai dengan setelah terjadi fase hematogen
atau reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan
penyebaran berlansung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam
korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri
ini berakhir sebagai end artery tanpa anastomoses sehingga perluasan infeksi korpus
vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan
peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena
dari korpus ke luar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomose dengan vena
dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang
dapat terjadi akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan
basil menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena
tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar
sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang
berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi
sehingga pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan
pada bentuk paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi dan nekrosi diskus. Pada
bentuk anterior terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra
menjadi bentuk baji dan pasien diperhatikan adanya “gibbus formation” apabila proses ini
telah berjalan lama. Gangguan neurologist yang terjadi pada fase awal adalah akibat
penekanan oleh pus, perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan
pertama yang muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri
menjalar sesuai saraf yang terkena.
Proses inflamasi
Gullaine-Barre Syndrome
Herpes Zoster
Penyakit Degeneratif
G. MANIFESTASI KLINIS
Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis,
dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk,
bersin, atau mengedan saat defekasi).
Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang
duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam
keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan.
Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan
satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena (Minor’s sign). Nyeri
mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan
berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu disangga
dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri
tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang
sakit, dan panggul akan miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja
tubuh penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk menghindari
stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, penderita
akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari
kaki (karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga
memperburuk nyeri). Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil
dan semifleksi sendi lutut disebut Neri’s sign.
Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan
bukti keterlibatan radiks S1.
Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.
Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan
mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan
sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai
gangguan berkemih dan buang air besar.
H. ALUR DIAGNOSIS
a) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari
bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju
pergelangan kaki atau kaki.
Lasegue’s sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : pasien berbaring, secara pasif lakukan fleksi
sendi coxae, sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. Fleksi pada sendi coxae
dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching n.iskiadikus. Dengan tes ini,
pada radikulopati lumbal, sebelum tungkai mencapai kecuraman 70°, akan
didapatkan nyeri (terkadang juga disertai dengan baal dan paresthesia) pada
sciatic notch disertai nyeri dan hipersensitif sepanjang n.iskiadikus.
Straight-leg-raising-test : dilakukan dengan metode seperti Kernig’s sign.
Bila kedua prosedur tersebut positif, mengindikasikan terdapat iritasi meningeal atau
iritasi radiks lumbosakral.
Test Lasegue Spurling’s sign
Penting dicatat bila ada gangguan sensorik dengan batas jelas. Namun
seringkali gangguan sensorik tidak sesuai dermatomal atlas anatomik.
Hal ini disebabkan oleh adanya daerah persarafan yang bertumpang tindih satu sama
lain. Pemeriksaan ini juga menunjukkan tingkat subjektivitas yang tinggi.
Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas, seperti rasa
nyeri, baal, atau paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. Namun demikian
gejala-gejala tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan
penatalaksanaan radikulopati, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara
lain:
Rontgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita
radikulopati juga dapat ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan
apapun.
MRI/CT Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis
dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degeneratif pada diskus intervertebra. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI
memiliki keunggulan, yaitu adanya potongan sagital, dan dapat memberikan
gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga
MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa
banding gangguan struktural pada medula spinalis dan radiks saraf. CT Scan
dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan
memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun
demikian sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi
masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.
Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai
test preoperatif, seringkali dilakukan bersama dengan CT Scan.
Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf
tunggal. Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi
radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan
klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, kalsium. Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti
infeksi.
I. TATALAKSANA
Akut
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi :
Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara menurunkan sintesis
prostaglandin.
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg
IV setiap 6 jam jika dibutuhkan.
Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi :
Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi :
Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan menurunkan aktivitas
motorik pada tempat asal tonik somatic yang mempengaruhi baik neuron motor
alfa maupun gamma.
Dosis :
Dosis :
Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan
Antikonvulsan
Contoh : Gabapentin (Neurontin)
Mekanisme Aksi :
Penstabil membran, suatu analog struktural dari penghambat
neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang mana tidak
menimbulkan efek pada reseptor GABA.
Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat, menetap,
dan progresif
defisit neurologis memburuk sindroma kauda
stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis dan
radiologi
J. PENCEGAHAN
Lakukan aktivitas atau kegiatan sehari-hari dengan baik dan benar
Hindari aktivitas fisik yang berat
Olahraga yang memperkuat otot punggung
Kurangi berat badan
Hindari pemakaian sepatu yang bertumit tinggi
K. PROGNOSIS
Untuk prognosis dari pasien dengan radikulopati sendiri baik apabila pasien
diobati dengan tepat. Penatalaksanaan non-operatif efektif dilakukan pada hampir 80-
90% pasien. Penatalaksanaan dengan pembedahan dilakukan bila penatalaksanaan non-
operatif tidak berhasil. Kurang lebih 5-10% pasien gagal dalam pelaksanaan konservatif
dan akan mengalami progresifitas penyakit, nyeri yang menetap, kelemahan motorik
yang progresif, dan hilangnya refleks.
DAFTAR PUSTAKA