Anda di halaman 1dari 48

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Tutorial Klinik

FAKULTAS KEDOKTERAN Juni 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KEDOKTERAN PERAWATAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Oleh:
Achmad Nuryadi, S.Ked
Agus Salim Sani, S.Ked
Faradhibah Nur Aliah, S.Ked
Ilham Akbar, S.Ked
Syahrun Mubarak Aksar, S.Ked
Waode Annisa Wahid, S.Ked

Pembimbing :
dr. Hadarati Razak, M. Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR 2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama :
1. Achmad Nuryadi, S.Ked
2. Agus Salim Sani, S.Ked
3. Faradhibah Nur Aliah, S.Ked
4. Ilham Akbar, S.Ked
5. Syahrun Mubarak Aksar, S.Ked
6. Waode Annisa Wahid, S.Ked
Judul : Kedokteran Perawatan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Telah menyelesaikan tugas Tutorial Klinik dalam rangka kepaniteraan klinik pada

bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juni 2019

PEMBIMBING

dr. Hadarati Razak, M. Kes

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB II GAMBARAN UMUM PUSKESMAS .................................................... 4
A. GAMBARAN UMUM PUSKESMAS BATUA ...................................... 4
1. GEOGRAFI.......................................................................................... 4
2. DEMOGRAFI ...................................................................................... 5
B. VISI DAN MISI PUSKESMAS BATUA .................................................. 5
1. VISI PUSKESMAS BATUA................................................................ 5
2. MISI PUSKESMAS BATUA ............................................................... 5
C. UPAYA KESEHATAN PUSKESMAS BATUA....................................... 6
D. DATA STATUS KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BATUA ....................................................................................................... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 8
A. DEFINISI .................................................................................................... 8
B. EPIDEMIOLOGI ........................................................................................ 8
C. ETIOLOGI .................................................................................................. 9
D. PATOGENESIS ........................................................................................ 11
E. MANIFESTASI KLINIS .......................................................................... 13
F. DIAGNOSIS ............................................................................................. 15
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................. 16
1. LABORATORIUM ............................................................................ 16
2. PEMERIKSAAN RAGIOLOGIS ....................................................... 17
H. PENATALAKSANAAN .......................................................................... 17
I. KOMPLIKASI .......................................................................................... 24
J. PROGNOSIS ............................................................................................ 24
BAB IV LAPORAN KASUS ............................................................................... 25
A. IDENTITAS PASIEN ............................................................................ 25

iii
B. ANAMNESIS ......................................................................................... 25
C. PEMERIKSAAN FISIK ......................................................................... 27
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................ 29
E. DIAGNOSIS KERJA.............................................................................. 29
F. RENCANA TERAPI ............................................................................. 30
G. PROGNOSIS .......................................................................................... 30
H. KONSELING, INFORMASI DAN EDUKASI ..................................... 30
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 32
BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 38
A. KESIMPULAN ...................................................................................... 38
B. SARAN .................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan masalah

kesehatan baik bagi tenaga kesehatan khususnya, maupun masyarakat luas pada

umunya. Hal ini dikarenakan penyakit ini dapat menimbulkan wabah yang apabila

penanganannya tidak tepat dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk dari family

Flaviviridae yaitu Aedes aegypty, Aedes albopictus, dan beberapa spesies Aedes

lainnya.1,2 Gejala klinis dari demam berdarah dengue bersifat dinamis dan terdiri

dari tiga fase, yaitu fase febris, fase kritis dan penyembuhan.1

Demam dengue (DD) adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan

oleh virus Dengue yang mempunyai 4 macam serotipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3,

DEN-4). Dalam kebanyakan kasus, DD bersifat self-limited, akan tetapi ada resiko

perkembangan progresif menjadi demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom

syok dengue (SSD).3 Demam berdarah dengue adalah penyakit virus dengan

vektor nyamuk yang paling cepat tersebar penularannya di dunia. Dalam lima

puluh tahun terakhir, jumlah kasus dengue telah meningkat tiga puluh kali dan

telah menyebar ke negara-negara baru, sehingga kurang lebih lima puluh juta

infeksi dengue yang telah terjadi pada masa tersebut dan sekitar 2,5 miliar

populasi beresiko terjangkit virus ini karena tinggal di daerah endemis.1

Masyarakat di Asia Tenggara memiliki resiko yang sangat besar terhadap

penularan virus dengue. Dari 2,5 miliar orang yang berisiko tertular, sekitar 1,8

1
miliar tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan region pasifik Barat.1,2,4 Negara

yang memiliki kerentanan terhadap serangan endemis dengue antara lain

Indonesia, Malaysia, Thailand dan Timor Leste. Hal ini disebabkan karena cuaca

yang tropis dan masih merupakan area equatorial dimana Aedes aegypti menyebar

di seluruh daerah tersebut.1

Di Indonesia DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968. 5

Sejak awal ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan yang terus

meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara

sporadik selalu terjadi KLB tiap tahun. Daerah rawan DBD merata hampir di

seluruh pulau di Indonesia. DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Utara,

Kepulauan Riau, Yogyakarta, Jawa Barat dan Papua Barat merupakan provinsi-

provinsi yang pernah tercatat sebagai pemilik lima besar angka insiden DBD

dalam jangka 4 tahun (2005-2009).6

Di Indonesia pada tahun 2017 jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak

68.407 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak, 493 orang. Di Sulawesi

Selatan pada tahun 2013 menjadi urutan ke delapan provinsi dengan tingkat

kejadian DBD tertinggi, dengan jumlah penduduk sebanyak 8.386.763 dengan

jumlah kasus DBD sebanyak 4.261 dan karena DBD jumlah tersebut meningkat

sebanyak 86 kasus dengan insiden rate 6,3/100.000 insiden. Dengan jumlah

meninggal 43 orang.2

Aedes aegypti sebagai vektor utama DBD bisa berkembang biak di air

bersih. Tempat penampungan air, sampah yang menampung air hujan dan bentuk

bangunan yang mampu menampung air hujan seperti pagar bambu merupakan

2
tempat yang digunakan Aedes aegypri untuk berkembang biak. Normalnya,

nyamuk Aedes aegypri tidak terbang terlalu jauh. Jangkauannya 100 meter dari

tempat tinggalnya. Maka, sarang nyamuk Aedes aegypri tidak akan jauh dari

masyarakat dan nyamuk Aedes aegypri aktif saat pagi dan siang hari.1

3
BAB II

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS

A. Gambaran Umum Puskesmas Batua

1. Geografi

Luas tanah Puskesmas Batua adalah 4500 m2, terdiri dari 2 gedung dengan

luas bangunan 147 m2 dan 422 m2. Terdapat 3 rumah dinas dan 1 mobil ambulans.

Puskesmas Batua memiliki 30 Posyandu Balita, 9 Posyandu Lansia, 1 Poskesdes

dan 2 Posbindu yang tersebardi 3 kelurahan.

Luas Wilayah kerja Puskesmas Batua adalah 1017,01 km dengan batas-

batas administrasi sebagai berikut.

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Panaikang

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Antang

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tamalate

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pandang dan Kelurahan

Karapuang

Wilayah kerja Puskesmas Batua terdiri atas 3 kelurahan, yaitu:

1. Kelurahan Batua terdapat 11 RW dan 53 RT

2. Kelurahan Borong terdapat 12 RW dan 58 RT

3. Keluarahan Tello baru terdapat 11 RW dan 48 RT

4
2. Demografi

Wilayah kerja Puskesmas Batua berpenduduk 54.056 jiwa yang terdiri dari

laki-laki 28.109 jiwa dan 25.947 jiwa perempuan, serta jumlah kepala keluarga

sebanyak 9.941 KK berikut distribusi jumlah penduduk berdasarkan kelurahan.

Tabel 1. Distribusi Jumlah Penduduk.


Jumlah
No. Kelurahan Laki – Laki Perempuan
Penduduk

1 Batua 23.392 11.650 11.742

2 Borong 18.451 8.552 9.899

3 Tello Baru 12.213 6.921 5.292

Jumlah 54. 056 27.123 26.933

Sumber Data : Data Penduduk Kelurahan

B. Visi dan Misi Puskesmas Batua

1. Visi Puskesmas Batua

Menjadi Puskesmas terbaik yang sehat, nyaman, dan mandiri untuk

semua.

2. Misi Puskesmas Batua

a. Profesionalisme Sumber Daya Manusia

b. Penyediaan sarana prasarana sesuai standar Puskesmas

c. Penggunaan sistem informasi manajemen berbasis teknologi

d. Penajaman program pelayanan kesehatan dasar, melalui upaya

promotif preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif

5
e. Pengembangan program inovasi unggulan

f. Peningkatan upaya kemandirian masyarakat

g. Pererat kemitraan lintas sector

C. Upaya Kesehatan Puskesmas Batua

Dalam upaya pelaksanaan program kesehatan Puskesmas, ada dua upaya

kesehatan Puskesmas, yaitu :

1. Upaya Kesehatan Wajib

a. Promosi Kesehatan

b. Kesehatan Ibu dan Anak

c. Perbaikan Gizi Masyarakat

d. Pemberantasan Penyakit

e. Penyehatan Lingkungan

f. Pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

a. Upaya Kesehatan Lansia

b. Upaya Kesehatan Jiwa

c. UKS, UKGM

d. Program penyakit tidak menular

e. Kesehatan Olahraga

6
D. Data Status Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Batua

Data status kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Batua meliputi data

distribusi 3 penyakit terbanyak pada bulan Januari-Februari tahun 2019:

Tabel 2. Distribusi 3 Penyakit Terbanyak Rawat Inap April-Juni Tahun 2019


No Nama Penyakit Jumlah

1 DBD 5

2 GEA 4

3 FEBRIS UNSPECIFIED 4

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang

disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.5

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang

disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.5,7

B. Epidemiologi

Dengue adalah penyakit virus mosquito borne yang penyebarannya

paling cepat. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidens penyakit meningkat

tiga puluh kali dan menyebar secara geografis ke Negara yang sebelumnya

belum terjangkit. Menurut data WHO 1955-2007, didapatkan lima puluh juta

infeksi Dengue setiap tahunnya dan terdapat 2,5 miliar orang yang hidup di

Negara endemis.5

Dari 2,5 miliar populasi masyarakat di Negara endemis, sekitar 1,8

miliar tinggal di daerah Asia Tenggara dan Pasifik barat.1,4 Di daerah Asia

Tenggara, Dengue telah menjadi masalah kesehatan publik di Indonesia,

Myanmar, Sri Langka, Thailand dan Timor Leste yang diketahui daerah

beriklim tropis dan memiliki lokasi di zona equatorial, tempat dimana Aedes

8
aegypti menyebar secara merata baik di daerah pedesaan maupun

perkotaan.1,2 DBD telah menjadi penyakit berpotensi tinggi menjadi penyebab

kematian pada anak.4

Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di

samping pula Aedes albapictus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang

berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas

dan lain-lainnya3,5,6

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus

dengue yaitu :

1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan

vektor di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor

dai satu tempat ke tempat lain;

2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan

paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.1

C. Etiologi

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk

dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di

kenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis

serotype.3 Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari

asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.5

9
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang

terbanyak ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan

diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.4,6

Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti

Yellow Fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus. Pada Artropoda

menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes

(stegomyia) dan Toxorhynchites.5

Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga faktor yang

memegang peranan, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue

ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk

Aedes aegypti tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit

manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di

kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation

priod) sebelum dapat menularkan kembali kepada manusia saat gigitan

berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada

telurnya (transovarian transmission), namun peranannya dalam penularan

virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam

tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama

hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas

4-6 hari (intrinsic incubation priod) sebelum menimbulkan penyakit.

Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk

10
menggigit manusia yang sedang viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai

5 hari setelah demam timbul.8

D. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih

diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah

Hipotesis immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori

secondary hetelogous dengue infection).5,8

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan

sindrom renjatan dengue.5 Respon imun yang diketahui berperan dalam

pathogenesis DHF adalah:

1. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam

proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan

sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel

monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.

2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi

interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,

IL-5,IL-6,dan IL-10.

3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi.

11
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan

terbentuknya C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.5,8

Hipotesis the secondary heterologous infection yang di rumuskan oleh

Suvatte, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan

pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam

beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi dengan

menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.8

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat.

12
Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian

membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor

dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini,

akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan

hipovolemia dan syok.1,2

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau

dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami

demam dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana

kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-

3 selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi

mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak

adekuat.5,8

1. Fase Febris:

a. Demam mendadak tinggi 2-7 hari

b. Muka kemerahan, eritema kulit

c. Sakit kepala

d. Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan, injeksi faring dan

konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.

2. Fase Kritis:

a. Terjadi pada hari 3-7 sakit.

13
b. Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan

mukosa, walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan

pervaginam dan gastrointestinal.

c. Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan

permeabilitas kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya

berlangsun 24-48 jam.

d. Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif disertai

penurunan hitung trombosit.

e. Dapat terjadi syok.

3. Fase Pemulihan:

a. Terjadi setelah fase kritis.

b. Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler

secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.

c. KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis

membaik.

Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO membagi

menjadi 4 derajat : 1,2

Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.

Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan

(seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis, disekitar mulut,

kulit dingin dan lembab, gelisah.

14
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan darah

tidak terukur.

F. Diagnosis

Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut

WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.1

1. Kriteria klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, atau riwayat

demam akut, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya

bifasik (plana kuda).

b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

- Uji torniquet positif.

- Petekie, ekimosis, purpura.

- Perdarahan mukosa (epitaksis atatu perdarahan gusi)

- Hematemesis atau melena.

c. Pembesaran hati

d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak

gelisah.

2. Kriteria Laboratoris

a. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

b. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran

plasma) sebagai berikut :

15
1) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai

dengan umur dan jenis kelamin.

2) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan sebelumnya.

3) Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia.

Spektrum DHF

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat

adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.9

16
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru

terhadap antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi

infeksi virus dengue dengan lebih awal bahkan pada hari pertama onset

demam.9

Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter

penganut paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih

berat dan memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi primer"

2. Pemeriksaan radiologis

Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks

kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto

rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur

pada sisi badan sebelah kanan).8

H. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat

kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah

bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang

perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.

Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya

terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7

17
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang

interstitial ke intravaskular.1,3

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan

DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol

ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:8,10

1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat

3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

a. Penanganan Tersangka DHF Tanpa Syok

Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan

haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :

1) Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-

150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau

berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya

(dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam)

atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke instalansi

gawat darurat.

2) Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.

3) Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan

dirawat.

18
Penanganan tersangka DHF tanpa syok

b. Pemberian Cairan pada tersangka DHF di Ruang Rawat

Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif

dan tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid

dengan jumlah seperti rumus berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus

berikut :

150020 x( BB-20) ml

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24

jam :

1) Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah

pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan

tiap 12 jam.

19
2) Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka

Pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF

dengan peningkatan Ht>20%.

Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat.

c. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%

Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

20
d. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DHF

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :

perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran

cerna (henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran

kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan

jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.5,8

Perdarahan Spontan dan Masif : - Epistaksis tidak terkendali


- Hematemesis melena
- Perdarahan otak
- Hematuria

TRANSFUSI
TROMBOSIT

Hb < 10 gr%

TRANSFUSI PRC

e. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue

Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa

(SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus

segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang

hilang harus segera dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue

21
sepilih kali lipat dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan

renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan

pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya

kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan

renjatan yang tidak adekuat. 5,8

Tatalaksana sindroma syok dengue

22
Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan

dibawah ini: 5

1. Tampak perbaikan secara klinis

2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

I. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DBD yaitu:

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok

2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan

3. Edema paru, akibat over loading cairan 7

J. Prognosis

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada

DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di

Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perja-

lanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak.5

23
BAB IV

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. Ab.

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Status perkawinan : Sudah Kawin

Alamat : Jl. Borong Raya Baru no. 5

Tanggal Pemeriksaan : 31 Mei 2019

B. Anamnesis

Keluhan utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Puskesmas Batua Raya dengan keluhan utama demam.

Pasien mengeluhkan demam sejak 3 hari yang lalu. Demam dirasakan terus-

menerus. Menggigil (+) ,sakit kepala (+). Selain itu pasien juga mengeluh

mual (+), muntah (+) frekuensi 2x berisi cairan berwarna kuning sejak 4 hari

yang lalu disertai nyeri ulu hati.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.

24
 Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat keluarga mengeluh keluhan yang sama.

 Riwayat Pengobatan :

Tidak ada.

 Riwayat Pribadi

1. Riwayat Nutrisi : Makanan pasien sehari-hari adalah masakan sendiri,

kadang pasien juga membeli jajanan atau makanan di sekitar

rumahnya, pasien dan keluarganya jarang menyimpan atau menyisakan

makanan, biasanya makanan yang ada dihabiskan untuk satu kali

waktu makan. Sebelum disantap biasanya makanan diletakkan di atas

kompor dan tidak ditutup, diletakkan di meja yang ada di dapur.

2. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

 Pasien bersama ayah, ibu, dan keempat kakak pasien tinggal di

rumah permanen.

 Pasien perokok aktif.

 Pasien merupakan keluarga ekonomi menengah ke bawah.

 Untuk keperluan mandi dan keperluan untuk memasak, pasien

menggunakan air sumur dan untuk keperluan minum menggunakan

air ledeng.

 Pasien memiliki fasilitas kamar mandi yang berada di dalam

rumah. Di dalam kamar mandi terdapat jamban jongkok.

 Untuk memasak, keluarga pasien menggunakan kompor gas.

25
 Pasien memiliki tempat pembuangan sampah di halaman depan

rumah.

 Disekitar rumah pasien terdapat banyak selokan yang berisikan air

yang tergenang.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

BB : 65 kg

1. Vital Sign

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit, teratur tipe torakoabdominal

Temperatur : 38,7oC

Rumple Leed test : (+)

2. Status General :

Kepala dan Leher :

a. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

b. THT : Struktur tonsil T1/T1, tampak hiperemis (-)

c. Mulut : Kering (+) Bibir sianosis (-), pucat (+), mulut normal, gigi

geligi dalam batas normal, lidah kotor (-)

26
d. Leher : Pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid tidak membesar, leher

Simetris

Thorax :

a. Inspeksi : Retraksi (-), pergerakan dinding dada simetris

b. Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, fremitus vokal sama

antara kiri dan kanan

c. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru. Batas jantung tidak

dievaluasi.

d. Auskultasi :

Pulmo : Vesikuler (+/+) , Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : S/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

a. Inspeksi : Massa (-), distensi (-), massa (-), skar (-)

b. Auskultasi : Peristaltik (+)

c. Perkusi : Meteorismus (+)

d. Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio epigastrik, massa (-), hepar

dan lien tidak teraba

Anggota Gerak : Dalam batas normal

Kulit : Tidak didapatkan kelainan

Urogenital : Tidak didapatkan kelaian.

Vertebrae : Nyeri ketok costovertebra (-)

27
D. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 29 Mei 2019

Hemoglobin : 15,6 mg/dl

Eritrosit : 3,92 x 106/µL

Leukosit : 5,4 x 103/µL

Trombosit : 69 x 103/µL

Tanggal 30 Mei 2019

Hemoglobin : 16,7 mg/dl

Eritrosit : 6,40x 106/µL

Leukosit : 6,5 x 103/µL

Trombosit : 58 x 103/µL

Tanggal 31 Mei 2019

Hemoglobin : 16,7 mg/dl

Eritrosit : 6,40x 106/µL

Leukosit : 6,5 x 103/µL

Trombosit : 58 x 103/µL

Tanggal 1 Juni 2019

Hemoglobin : 16,8 mg/dl

Eritrosit : 6,52x 106/µL

Leukosit : 6,5 x 103/µL

28
Trombosit : 64 x 103/µL

Tanggal 2 Juni 2019

Hemoglobin : 16,0 mg/dl

Eritrosit : 6,18x 106/µL

Leukosit : 6,6x 103/µL

Trombosit : 212 x 103/µL

E. Diagnosis Kerja

Demam Berdarah Dengue Derajat 1

F. Rencana Terapi

 Bed rest

 Minum banyak

 IVFD RL 30 tpm

 Paracetamol 3 x 500 mg

 Domperidone 3 x 10 mg

 Ranitidin 3 x150 mg

 Cek trombosit tiap hari

G. Prognosis

Dubia ad bonam

29
H. Konseling, Informasi, dan Edukasi (KIE)

1. Mengkonsumsi makanan yang dianjurkan pada pasien ini adalah makanan

yang cukup mengandung cairan, tinggi kalori dan tinggi protein serta

tinggi serat.

2. Edukasi terhadap keluarga untuk memperhatikan tanda bahaya berupa

mual yang menetap, nyeri perut yang berat, pasien merasakan lemas yang

berkepanjangan (lethargi) atau perubahan kesadaran, terjadi perdarahan

(mimisan, BAB warna hitam, muntah darah, kencing berdarah), pucat dan

dingin pada bagian extremitas, dan pasien kurang dan/atau tidak kencing

dalam waktu 4-6 jam.

3. Edukasi terhadap keluarga untuk melakukan pemberantasan sarang

nyamuk disekitar rumah berupa 3M yaitu menguras, menutup dan

mengubur, serta kegiatan pemberantasan 3M plus yaitu kegiatan

pencegahan yang diikuti menaburkan bubuk larvasida pada tempat

penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat nyamuk atau

anti nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, memelihara ikan

pemangsa jentik nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah, dan

menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa

menjadi tempat istirahat nyamuk.

30
BAB V

PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-

faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma

hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor

genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor

lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis,

cakupan dan kualitasnya). Berikut akan dijelaskan kondisi penyakit yang dialami

pasien berdasarkan paradigma hidup sehat Blum.

1. Faktor Genetik

Selama ini belum pernah ada penelitian yang spesifik meneliti tentang

faktor penyakit demam berdarah dengue yang disebabkan oleh keturunan.

2. Faktor Perilaku

Menurut Skinner yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo perilaku

merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tantangan dan

respons. Ada beberapa faktor perilaku yang berhubungan dengan kejadian

demam berdarah dengue adalah sebagai berikut :

a. Kebiasaan Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)

Menguras bak mandi atau tempat penampungan air sekurang-

kurangnya seminggu sekali. Kebiasaan menguras seminggu sekali baik

dilakukan untuk mencegah tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.

Keluarga pasien jarang menguras tempat penampungan air yang berada

31
di rumah pasien secara rutin yaitu sekali seminggu sehingga dapat

menjadi tempat untuk nyamuk berkembangbiak. Hal ini dapat menjadi

salah satu faktor risiko terjangkitnya demam berdarah dengue.

b. Kebiasaan Menutup Tempat Penampungan Air (TPA)

Kebiasaan menutup tempat penampungan air berkaitan dengan

peluang nyamuk Aedes aegytpi untuk hinggap dan menempatkan telur-

telurnya. Pada TPA yang selalu ditutup rapat, peluang nyamuk untuk

bertelur menjadi sangat kecil sehingga mempengaruhi keberadaannya di

TPA tersebut. Di rumah pasien terdapat tempat penampungan air yang

tidak ditutup sehingga dapat menjadi tempat berkembangbiak bagi

nyamuk.

c. Kebiasaan Mengubur Barang Bekas

Tempat perkembangbiakan nyamuk selain di tempat penampungan

air juga pada barang bekas yang memungkinkan air hujan tergenang yang

tidak beralaskan tanah, seperti kaleng bekas, ban bekas, botol, tempurung

kelapa, plastik, dan lain-lain yang dibuang sembarangan tempat. Barang

bekas yang berada di rumah pasien tidak dikubur dan hanya dibuang di

tempat sampah yang berada di depan rumah pasien. Barang-barang bekas

ini juga dapat menjadi tempat yang baik untuk perkembangbiakan

nyamuk apabila tergenang air.

d. Kebiasaan Menggantung Pakaian

Kebiasaan menggantungkan pakaian pada dinding (ruangan) yang

merupakan tempat yang disenangi nyamuk Aedes aegypti untuk

32
berisitrahat, dan pada saatnya akan menghisap darah manusia kembali

sampai nyamuk tersebut cukup darah untuk pematangan sel telurnya. Di

rumah pasien terdapat banyak pakaian yang terrgantung sehingga

menjadi tempat yang baik untuk peristirahatan nyamuk.

e. Kebiasaan Membuang Sampah pada Tempatnya atau Membakarnya

Barang-barang seperti plastik bekas air mineral, potongan bambu,

tempurung kelapa dan lain-lain, yang dapat menampung air hujan

hendaknya dibuang di tempat sampah dan segeralah membakarnya.

Sampah yang berada di rumah pasien dibuang di tempat sampah yang

berada di depan rumah pasien. Sampah kemudian diangkut oleh tukang

sampah. Namun apabila tukang sampah tidak datang, maka sampah akan

dibiarkan begitu saja.

3. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan sangat berperan dalam proses penyebaran penyakit

yang ditularkan oleh nyamuk. Peralihan dari musim panas ke musim hujan

secara tradisional di Indonesia dikenal dengan musim pancaroba dan

dianggap sebagai musim yang berbahaya bagi manusia, karena dapat

memperbanyak populasi, intensitas menggigit, reproduksi, musim kawin dan

mempercepat pematangan mikroba dalam nyamuk.

a. Suhu Udara

Perkembangbiakan vektor membutuhkan rata-rata 12 hari dengan

suhu optimum berkisar antara 25°C-27°C. Nyamuk Aedes aegypti siklus

hidupnya menjadi lebih pendek yaitu rata-rata 7 hari pada suhu lebih dari

33
suhu optimum yaitu berkisar antara 32°C-35°C, yang menyebabkan

pergerakan nyamuk menjadi lebih agresif. Frekuensi feeding nyamuk

berpotensi lebih sering, menyebabkan tubuhnya berukuran lebih kecil

dari ukuran normal yang berakibat pada lebih agresifnya pergerakan

nyamuk. Hal ini menyebabkan lebih tingginya risiko penularan sebanyak

tiga kali lipat. Virus dengue dari nyamuk Aedes aegypti akan menyebar

secara cepat, sehingga perkembangan nyamuk meningkat dan risiko

epidemik menjadi semakin tinggi.

b. Curah Hujan

Penularan penyakit DBD disebabkan karena curah hujan yang

tinggi, sehingga terdapat banyak genangan air yang berakibat pada

penyebaran larva atau pupa nyamuk ke berbagai tempat untuk

menyelesaikan siklus kehidupannya.

c. Kelembaban Udara

Kelembaban udara berpengaruh pada umur nyamuk dan tidak

berpengaruh langsung pada angka insiden DBD. Kelembaban udara di

bawah 60% merupakan batas maksimum yang baik untuk vektor DBD

yang menyebabkan terjadinya penguapan air dari tubuh nyamuk yang

dapat memperpendek umur nyamuk.

d. Kecepatan Angin

Kecepatan angin dapat mempengaruhi penyebaran vektor nyamuk

sehingga penularan penyakit DBD semakin meluas. Pola angin dapat

berpengaruh pada penularan penyakit, kerentanan manusia sebagai akibat

34
dari peristiwa cuaca ekstrim, penyebaran vektor penyakit, dan proses

hidrologi yang dapat berpengaruh terhadap kepadatan vector.

e. Lama Penyinaran Matahari

Cahaya berpengaruh pada kebiasaan nyamuk untuk mencari makan

atau tempat beristirahat. Karena terdapat spesies nyamuk yang

meninggalkan tempat istirahat setelah 20-30 menit matahari terbenam.

Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan beristirahat di tempat yang

gelap dan terlindung dari sinar matahari, begitu pula dalam kebiasaan

meletakkan telur.

f. Jenis Tempat Penampungan Air

Untuk meletakkan telurnya, nyamuk Aedes aegypti betina tertarik pada

tempat air yanng berwarna gelap, terbuka, dan terutama yang terletak di

tempat-tempat yang terlindungi dari sinar matahari. Telur diletakkan di

dinding penampung di atas permukaan air, bila terkena air telur akan

menetas menjadi larva/jentik, setalah 5-10 hari larva menjadi pupa dan 2

hari kemudian menjadi nyamuk dewasa.

g. Keberadaan Benda yang Dapat Menampung Air di Sekitar Rumah

Ban, botol plastik, dan barang lainnya yang dapat menampung air

merupakan sarana yang dapat memungkinkan untuk tempat

perkembangbiakan nyamuk. Semakin baanyak barang bekas yang dapat

menampung air, semakin banyak tepat bagi nyamuk untuk bertelur dan

berkembangbiak sehingga makin meningkat pula risiko kejadian DBD.

35
Disekitar rumah pasien terdapat selokan yang berisi air yang tergenang

sehingga menjadi tempat yang baik untuk perkembangbiakan nyamuk.

4. Faktor Pelayanan Kesehatan

Sepengetahuan kelompok kami telah banyak dilakukan program

promotif dan preventif terkait pencegahan dan penanggulangan DBD berupa

kegiatan pemberantasan sarang nyamuk disekitar rumah dalam hal ini yaitu

3M (menguras, menutup dan mengubur). Namun penerapan dari kegiatan ini

kembali pada keaktifan keluarga untuk mau dan tahu mencegah DBD dalam

lingkungannya sendiri.

36
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kurangnya peran aktif keluarga dan masyarakat dalam melakukan

kegiatan pencegahan DBD.

2. Permasalahan yang ada pada pasien adalah faktor perilaku: kebiasaan

menguras tempat penampungan air (keluarga pasien tidak menguras

penampungan air secara rutin yaitu sekali seminggu), kebiasaan menutup

tempat penampungan air (di rumah pasien terdapat tempat penampungan

air yang tidak ditutup), kebiasaan mengubur barang bekas (barang bekas

yang ada di rumah pasien tidak dikubur), dan kebiasaan menggantung

pakaian (di rumah pasien terdapat banyak pakaian yang tergantung); dan

pada faktor lingkungan: suhu udara (dimana suhu di kota makassar dapat

mencapai suhu 350C pada siang hari yang menjadi suhu terbaik untuk

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dan vektor semakin agresif),

curah hujan (akibat curah hujan yang cukup tinggi pada beberapa bulan

terakhir ini menyebabkan banyak air yang tergenang sehingga

berpengaruh pada perkembangbiakan vektor), kelembaban udara (akibat

dari tingginya curah hujan beberapa bulan terakhir ini menyebabkan

meningkatnya kelembaban udara), keberadaan benda yang dapat

menampung air di sekitar rumah (di sekitar rumah pasien terdapat banyak

air yang tergenang di selokan).

37
B. Saran

Perlu dilakukan pengarahan kepada ketua RW/RT untuk mengarahkan

warga agar melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamuk di sekitar

rumah warga.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention And

Control.2009. [cited : Maret 28, 2015]. Available from :

http://apps.who.int/tdr/svc/publications/training-guideline-

publications/dengue-diagnosis-treatment.

2. WHO Regional Office for South-East Asia. Comprehensive Guidelines for

Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2010.

[cited: Maret 28, 2015]. Available from

:http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_DHF_preventioncontrol_guidel

ines_rev.pdf.

3. Nasronudin. Patofisiologi Infeksi Virus Dengue dalam : Penyakit Infeksi di

Indonesia Solusi Kini & Mendatang. Nasronudin. Surabaya : Airlangga

University Press : 2-11. H 103-7

4. Cook, Gordon dan Alimuddin L. Zumla. Manson’s Tropical Disease 22th

Edition. Philadelphia : Saunders Elsevier. 2009.p. 753-762.

5. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan

Penyakit Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.

6. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Volume

2. 2010. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Available from

: http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN DBD.pdf

39
7. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku ajar Ilmu

penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI,

jakarta, 2006, ed.4, (III) 1709-13.

8. Rejeki S, Adinegoro S (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana Demam

Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta. 2004.

9. Berliandelima, Info terbaru Pemeriksaan Laboratorium terhadap Dengue,

availableat:http://www.mailarchive.com/dokter_umum@yahoogroups.com/m

sg06092.html

10. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome dalam:

http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.html

40
LAMPIRAN

41
42
43
44

Anda mungkin juga menyukai