Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Depresi adalah gangguan afektif yang ditandai dengan suasana perasaan yang

murung, hilangnya minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi untuk aktivitas

sehari-hari. Kondisi tersebut dapat memengaruhi pikiran, tingkah laku, dan keadaan

fisik seseorang. Depresi adalah gangguan jiwa yang dapat kita temui di mana-mana.

Akan tetapi, banyak dan beragamnya gejala fisik dan kognitif menunjukkan bahwa

tidak semua orang yang menderita depresi akan mengeluhkan gejala emosional.1

Satu dari tujuh orang penderita depresi memang mudah dikenali karena

mengalami penurunan fungsi psikososial yang khas. Namun demikian, masih banyak

orang lain dengan episode depresi yang tidak terdiagnosis kecuali mereka mengunjungi

layanan kesehatan secara rutin. Hal ini berarti bahwa tidak hanya dokter keluarga,

psikiater, dan klinisi kesehatan jiwa saja yang perlu mendeteksi gejala depresi. Internis,

onkolog, kardiolog, dokter bedah, neurolog, ataupun spesialis lainnya harus menyadari

dan mengatasi depresi pada pasien mereka.2,3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI TERSELUBUNG

Istilah depresi terselubung telah banyak digunakan untuk menunjukan satu pola

perilaku tertentu yang dinilai mempunyai kaitan dengan berbagai aspek kehidupan

sehari-hari. Para individu yang dianggap mendapat gangguan depresi terselubung

sering mendapat kesulitan dalam perilaku kehidupannya. Gangguan ini tidak hanya

menghambat diri yang bersangkutan saja, akan tetapi secara tidak langsung dapat

mengganggu kehidupan lingkungan. Dalam kadar tertentu gejala depresi terselubung

banyak dihadapi oleh berbagai pihak baik disadari atau tidak, dan pada umunya tidak

disadari oleh yang bersangkutan. Dengan demikian maka masalah depresi terselubung

dapat dikatakan sebagai masalah semua pihak dan harus mendapat perhatian untuk

pencegahan atau penanggulangan.4

Istilah depresi digunakan untuk menamai suatu bentuk gejala gangguan mental

yang ditandai dengan penekanan perasaan yang amat mendalam. Sebenarnya depresi

sudah tergolong kepada gejala gangguan mental yang patologis, yang berartisudah

menderita sakit jiwa dan memerlukan upaya penggulangan yang serius. Para penderita

depresi bisanya sudah tidak mampu lagi mengendalikan perilaku dan kepribadiannya

dan bahkan sudah berada dalam situasi alam kehidupan yang berbeda dengan orang-

orang normal. Suasana emosional yang tertekan secara mendalam membuat sikapnya

2
yang pasif dan tidak mempunyai arah yang jelas dalam perilakunya. Segala rangsangan

yang diterimanya senantiasa menghasilkan respon yang tidak semestinya. Ia selalu

merasakan dirinya dalam keadaan tertekan dan hal ini berkaitan dengan gejala-gejala

lainnya baik fisik, maupun kepribadian secara keseluruhan.5,6

Telah dikatakan bahwa depresi merupakan penderitaan dari orang-orang yang

tergolong terganggu jiwanya secara patologis, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari

banyak pula orang-orang yang normal yang menunjukan gajala-gejala seperti yang

ditunjukan oleh penderita depresi. Jadi, orang yang bersangkutan sebenarnya normal

dalam arti tidak menunjukan gejala kelainan jiwa, akan tetapi dalam kadar tertentu

menunjukan perilaku yang bersifat depresif. Gejala depresinya tidak nampak penuh

akan tetapi terselubung atau tersembunyi dalam keseluruhan perilaku normalnya.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa depresi terselubung merupakan gejala

perasaan tertekan dalam diri orang-orang yang secara keseluruhan tergolong normal.

Meskipun terjadi pada orang-orang normal, akan tetapi rasa tertekan ini akan

mempengaruhi keseluruhan perilakunya. Bila keadaan ini dibiarkan terus menerus

maka penampilan kepribadiannya pun akan mengalami gangguan dan bukan mustahil

dapat menjadi depresi yang sebenarnya. Sudah tentu keadaan ini amat kurang

menguntungan bagi perkembangan diri yang bersangkutan dan orang-orang lain di

sekitarnya. Dan dalam konteks yang lebih luas dapat berpengaruh kepada kehidupan

masyarakat secara keseluruhan.7

3
B. EPIDEMIOLOGI DEPRESI TERSELUBUNG

1. Prevalensi Umum

Gangguan depresif adalah suatu kondisi klinis yang umum diderita. Di

sepanjang usia kehidupan seseorang, kemungkinannya menderita depresi adalah 15%.

Sebanyak 1 dari 7 orang akan mengalami episode depresi. Depresi kini juga mulai

banyak menyerang remaja dan dewasa muda.8

2. Jenis Kelamin

Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa Barat menunjukkan bahwa prevalensi

depresi lebih sering terjadi pada wanita hingga 1,6-3,1 kali. Perbedaan prevalensi

antara kedua jenis kelamin mulai terlihat pada usia pubertas. Hipotesis lain

mengemukakan bahwa gejala depresi memburuk pada periode menstruasi. Hal ini

mungkin terjadi karena faktor hormonal, stresor psikososial, dan kelahiran anak.

Perbedaan prevalensi antara kedua jenis kelamin menurun ketika wanita mulai

memasuki masa menopause (50-55 tahun).8

3. Usia

Pada populasi dunia dengan sampel usia 18-64 tahun, usia onset depresi

bervariasi antara usia 24-35 tahun, dengan rata-rata 27 tahun. Ada suatu kecenderungan

bahwa depresi kini menyerang penduduk berusia remaja, 40% penderita depresi

mengalami episode pertama mereka pada usia 20 tahun. 50% penderita depresi

mengalami episode pertama mereka pada usia 20-50 tahun.

4
Gejala depresi pun bervariasi berdasarkan penggolongan usia. Depresi pada

masa anak-anak lebih melibatkan gejala somatik, iritabilitas, dan penarikan diri secara

sosial. Dewasa muda mengalami depresi yang lebih atipikal seperti terlalu banyak

makan atau tidur terlalu lama (hipersomnia). Depresi pada orang lanjut usia sering

menimbulkan perasaan melankolis (hilangnya minat dan kegembiraan, penurunan

afek, dan lain sebagainya).8

4. Perjalanan Klinis

Sekitar setengah dari individu mengalami periode prodromal sebelum episode

depresi pertama mereka. Gejala prodromal tersebut serupa dengan gejala depresi pada

umumnya dan dapat terjadi selama beberapa minggu hingga beberapa tahun sebelum

diagnosis ditegakkan. Gejala tersebut termasuk kecemasan dan gejala depresi ringan

lainnya. Depresi ringan biasa berlangsung antara 4-30 minggu. Episode yang lebih

berat dapat terjadi hingga 6-8 bulan.8

C. FAKTOR PENYEBAB DEPRESI TERSELUBUNG

Sebab-sebab timbulnya depresi terselubung pada seorang individu dapat

bersumber pada berbagai latar belakang yang bersifat psikologis, sosiologis, biologis,

dan spiritual. Semua hal itu saling berkaitan satu dengan lainnya. Secara terinci

sebab-sebab itu dapat dikemukan sebagai berikut :

5
1. Serara psikologis depresi terjadi karena interaksi antara peristiwa yang terjadi

tiba-tiba dan menekan, dengan beberapa ciri pribadi yang kurang memadai.

Peristiwa yang tiba-tiba dan menekan antara lain berupa :

a. Kegagalan dalam mencapai tujuan.

b. Kehilangan sesuatu yang paling di cintai.

c. Ketegangan yang datang dari lingkungan.

d. Kritikan-kritikan dari pihak lain.

e. Ancaman dari lingkungan atau pihak lain.

f. Paksaan untuk melakukan suatu tindakan.

Hal-hal di atas dapat menjadi sumber depresi apabila berinteraksi dengan ciri-ciri

kepribadian yang kurang memadai misalnya:

a. Ketergantungan pada pihak lain

b. Perasan rendah diri.

c. Sikap permusuhan.

d. Standar tinggi dalam pola hidup.

e. Kurang mantap dalam perkembangan.

f. Sikap iri hati pada pihak lain.

g. Kurang percaya diri.

h. Kurangnya rasa keagamaan.

i. Sikap curiga pada orang lain.

6
Dengan demikian, maka depresi terselubung ini merupakan reaksi dari kekurangan

kepribadian dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang menekan.

 Secara sosial, depresi dapat terjadi karena kurangnya memiliki keterampilan

sosial, yaitu keterampilan yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang

lain, kegagalan dalam berinteraksi dengan orang lain dapat menimbulkan rasa

tertekan. Di samping itu keterpencilan sosial dapat pula menjadi sebab depresi

terselubung. Misalnya berada di antara lingkungan sosial yang baru, dan belum

mengenal seluk-beluk adat setempat membuat seseorang merasa terpencil, dan

mengakibatkan ragu-ragu, rasa rendah diri, takut, cemas, dsb. Keterpencilan

sosial banyak diderita oleh seseorang yang berada di lingkungan yang jauh dan

segalanya serba asing, misalnya guru yang bertugas di desa terpencil yang jauh

dari kampung halaman dan keluarganya.

 Depresi dapat pula di sebabkan oleh adanya kelainan-kelainan biologis dalam

diri seseorang, misalnya kelainan saraf-saraf, hormon-hormon, pertumbuhan,

metabolisime tubuh, struktur tubuh, fungsi-fungsi organ tubuh, dsb. Misalnya

orang yang proses pertumbuhannya kurang lancar dapat mengakibatkan adanya

rasa harga diri kurang, menimbulkan rasa tertekan atau depresi. Demikian pula

orang yang mengalami cacat tubuh, dapat terhambat dalam penampilan

perilakunya dan selanjutnya dapat menakibatkan depresi pula.

 Dari segi keagamaan (spiritual), depresi dapat terjadi karena rendahnya kadar

kagamaan dalam diri seseorang. Orang yang kadar imannya atau ketakwaannya

7
rendah, cenderung lebih mungkin menderita depresi karena kurangnya

pegangan hidup. Tanpa pegangan hidup yang berupa kaidah-kaidah

keagamaan, kehidupan seseorang akan terombang ambing tak menentu, dan

dapat mengakibatkan kekurang-mampuan dalam menghadapi tantangan,

sehingga dapat menimbulkan depresi. Sebab-sebab yang di kemukakan di atas

saling berkaitan satu dengan lainnya, dan semuanya bermuara pada diri

individu masing-masing.

D. GEJALA KLINIS DEPRESI TERSELUBUNG

Adanya depresi terselubung akan dapat diperkirakan melalui gejala-gejala yang

nampak dalam berbagai aspek kepribadian.

1. Dalam aspek emosionalnya penderita menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:

 Diliputi perasaan sedih yang terus menerus dan tanpa alasan yang jelas.

 Selalu cemas dalam menghadapi berbagai hal.

 Rasa berdosa, dari segala perbuatan-perbuatan yang selalu dilakukannya.

 Marah-marah yang tidak jelas arah dan alasannya.

 Suasana batin yang kurang menentu dan tidak tenteram.

2. Dalam aspek fisik penderita akan menunjukan gejala-gejala antara lain :

8
 Mengalami gangguan tidur, misalnya sukar tidur, diganggu oleh mimpi-

mimpi buruk dan sebagainya.

 Kehilangan nafsu makan, tanpa alasan yang jelas.

 Karena kurang nafsu makan, maka berat badan cenderung menurun.

 Badan selalu terasa lemah, kurang bergairah, tak bertenaga dan

sebagainya.

 Mudah lelah dalam melakukan kegiatan-kegiatan fisik.

 Sembelit, yaitu susah buang air besar (berak).

 Menstruasi yang tidak teratur (pada wanita).

 Lemah syahwat (impotensi) pada pria, dan frigiditas pada wanita.

 Berkurangnya dorongan seks.

3. Dalam perilaku motoriknya nampak gejala-gejala :

 Menangis yang kurang jelas alasannya dan sering dilakukan.

 Lamban dalam tindakan-tindakannya.

 Berusaha menghindar terhadap berbagai rangsangan.

 Selalu gelisah dan tidak tahu arah dan tindakan secara jelas.

 Gangguan halusinasi yaitu mengamati (mendengar, melihat, meraba, dan

sebagainya) sesuatu tanpa kehadiran objeknya.

9
4. Pada aspek kognitifnya penderita mendapat gangguan-gangguan dalam

pengenalan baik terhadap dirinya mau pun lingkungan. Gejala yang nampak

antara lain :

 Konsep diri yang negatif.

 Memiliki pandangan yang negatif terhadap dunia luar.

 Cenderung mengutuk diri sendiri.

 Mengkritik diri sendiri.

 Ragu-ragu dalam membuat keputusan.

 Tidak berdaya dan putus asa terhadap masa depannya.

 Memandang diri sendiri tidak berharga.

 Diliputi oleh keyakinan-keyakinan tertentu yang kurang masuk akal.

 Harapan-harapan yang bersifat negatif.

E. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Tidak ada satu pun tes laboratorium khusus untuk menegakkan diagnosis

sehingga wawancara psikiatri tetap merupakan “standar emas”. Namun, wawancara

yang semi-terstruktur dan kuesioner dapat membantu dokter untuk lebih efisien dalam

menetapkan kriteria diagnosis dan untuk memastikan telah dilakukannya penyelidikan

fungsional secara menyeluruh. Contoh instrumen yang dapat digunakan adalah

PRIME-MD (berguna untuk digunakan pada pelayanan kesehatan strata pertama),

10
Wawancara Klinis Terstruktur untuk DSM-IV-TR (SCID, yang digunakan oleh banyak

pusat penelitian psikiatrik), dan Mini International Neuropsychiatric Interview.9

F. PENATALAKSANAAN DEPRESI

Berbagai macam pengobatan yang efektif telah tersedia untuk gangguan depresi

mayor. Antidepresan dapat meringankan gejala. Psikoterapi singkat (misalnya, terapi

kognitif-perilaku, terapi interpersonal), baik sebagai pengobatan tunggal atau

dikombinasi dengan obat-obatan, juga telah terbukti efektif untuk pengobatan akut

depresi ringan sampai sedang, serta untuk mencegah kekambuhan.10

Pada anak-anak dan remaja, bagaimana pun, farmakoterapi saja tidak cukup.

Selain itu, dalam semua populasi pasien, kombinasi obat dan psikoterapi umumnya

memberikan respons yang paling cepat dan paling lama bertahan. Terapi kombinasi

juga diasosiasikan dengan perbaikan gejala depresi secara signifikan. Hal ini

ditunjukkan dengan peningkatan kualitas hidup, kepatuhan pengobatan yang lebih

baik, terutama apabila perawatan diperlukan selama lebih dari 3 bulan.10,11

Biasanya setelah 2-12 minggu dalam dosis terapi, respons klinis sudah dapat

dinilai. Pemilihan pengobatan haruslah berdasarkan keselamatan dan toleransi pasien

agar dapat meningkatkan kepatuhan mereka terhadap pengobatan. Keakraban dokter

juga diperlukan untuk mendidik pasien dalam mengatasi efek samping yang mungkin

terjadi. Seringkali kegagalan pengobatan disebabkan oleh ketidakpatuhan, durasi terapi

yang tidak memadai, atau dosis yang tidak memadai.11

11
Berdasarkan pedoman ACP, pengobatan untuk gangguan depresi mayor

harus diubah jika pasien tidak memiliki respons yang memadai untuk farmakoterapi

dalam waktu 6-8 minggu. Setelah respons yang memuaskan tercapai, pengobatan harus

dilanjutkan selama 4-9 bulan pada pasien episode depresi berat pertama yang tidak

berhubungan dengan ide bunuh diri ataupun akibat bencana. Pada mereka yang

memiliki dua atau lebih episode depresi, diperlukan waktu perawatan yang lebih lama

untuk mendapatkan bukti manfaat.12

Pengobatan haruslah memaksimalkan fungsi pasien dalam tujuan spesifik

dan realistis. Modalitas awal harus dipilih atas dasar berikut:

 Penilaian klinis

 Adanya gangguan lain

 Stresor

 Keinginan pasien

 Reaksi terhadap pengobatan sebelumnya

1. Farmakoterapi

Tabel 1. Jenis Obat Antidepresan, Dosis, dan Efek Samping

Nama Obat Dosis Harian Efek Samping

SSRI

12
Escitalopram 10-60 Semua SSRI dapat

Fluoksetin 10-40 menimbulkan insomnia,

Sertralin 50-150 agitasi, sedasi, gangguan

Fluvoksamin 150-300 saluran cerna, dan

disfungsi seksual

Trisiklik/Tetrasiklik Antikolinergik (mulut

Amitriptilin 75-300 kering, retensi urin,

Maprotilin 100-225 penglihatan kabur,

Imipramin 75-300 konstipasi, sinus

takikardia, dan lain-lain)

SNRI Mengantuk, kenaikan

Duloksetin 40-60 berat badan, hipertensi,

Venlafaksin 150-375 gangguan saluran cerna

SSRE

Tianeptin 12,5-37,5 Somnolen, mual,

gangguan kardiovaskular

2. Psikoterapi

Jenis psikoterapi yang telah digunakan untuk pengobatan penyakit depresi,

terutama pada populasi anak, adalah sebagai berikut:

13
 Terapi perilaku

 Terapi kognitif-perilaku (cognitive-behavioral therapy (CBT))

Terapi kognitif-perilaku adalah pengobatan lini pertama untuk depresi. Hal

ini bersifat terarah dan dalam waktu yang terbatas, biasanya melibatkan antara 10 dan

20 kali perawatan. Terapi kognitif-perilaku secara khusus dirancang untuk mengobati

depresi. Penggunaannya dalam mengobati gangguan depresi mayor didasarkan pada

premis bahwa pasien yang mengalami depresi memiliki pandangan yang menyimpang

atas diri mereka sendiri, dunia, dan masa depan. Distorsi kognitif ini berkontribusi

terhadap depresi dan dapat diidentifikasi dan dinetralkan dengan terapi kognitif-

perilaku.13

Terapi kognitif-perilaku efektif pada pasien dari segala usia. Hal ini penting

terutama untuk pasien usia lanjut, yang mungkin lebih rentan terhadap masalah atau

efek samping obat. Pada anak-anak dan remaja, beberapa penelitian telah menunjukkan

bahwa kelompok yang mendapat terapi kognitif-perilaku menampakkan kemajuan

yang lebih baik daripada kelompok yang tidak mendapat terapi tersebut. Kemajuan

tersebut dapat dinilai dalam hal pengurangan gejala depresi dan peningkatan harga

diri.14

Bahkan pada sebagian besar sampel klinis pediatrik, terapi kognitif-perilaku tampak

lebih unggul dibandingkan dengan perawatan manual lainnya, termasuk pelatihan

relaksasi, keluarga, dan terapi suportif. Namun, semua studi klinis atas terapi kognitif-

14
perilaku menemukan bahwa dapat terjadi kekambuhan pada saat tindak lanjut. Hal ini

menunjukkan bahwa pengobatan harus tetap berlanjut. Mengingat tingginya tingkat

relaps dan kekambuhan depresi, terapi lanjutan direkomendasikan bagi semua pasien

untuk setidaknya 6-12 bulan.14

 Terapi keluarga

 Psikoterapi kelompok

 Psikoterapi interpersonal

 Terapi interpersonal

Terapi interpersonal berfokus pada penyebab kesedihan, peran interpersonal,

perselisihan, transisi peran, dan kesulitan interpersonal. Mufson dan Fairbanks

menemukan bahwa terapi interpersonal mungkin berguna dalam pengobatan fase akut

pada remaja dengan gangguan depresi mayor. Tingkat kekambuhan relatif rendah

setelah terapi interpersonal pada fase akut.15

 Terapi kognitif berbasis kesadaran (Mindfulness-based cognitive therapy

(MBCT))

 Psikoterapi psikodinamik

Banyak dokter percaya psikoterapi psikodinamik berguna dalam pengobatan

depresi. Psikoterapi psikodinamik dapat membantu melakukan hal berikut: (1)

mengubah pola perilaku maladaptif, (2) mengatasi konflik yang sedang berlangsung

15
dan juga konflik masa lalu, (3) mengenali perasaan, (4) meningkatkan wawasan, (5)

meningkatkan harga diri, (6) meningkatkan kekuatan ego, (7) berinteraksi lebih efektif

dengan orang lain, dan (8) memahami diri sendiri.

G. Pencegahan dan Prognosis

1. Pencegahan Depresi

Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan membangun suasana perasaan

yang baik, nyaman, dan menyenangkan bagi pasien. Beberapa macam kegiatan yang

dapat dilakukan sebagai pencegahan, antara lain:

 Membangun hubungan yang mendukung (keluarga, saudara, teman)

 Ikut kegiatan sosial atau komunitas atau organisasi

 Berpikir positif

 Melakukan hal-hal yang disukai

 Mengembangkan hobi yang disenangi seperti bermain musik dan menulis

 Olahraga

 Makan makanan sehat

2. Prognosis

Dalam sebuah studi terhadap pasien yang telah 1 tahun terdiagnosis depresi,

40% mengalami kesembuhan tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien akan terus

16
mengalami gejala depresi, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan depresi

mayor. Sebanyak 40% pasien sisanya tetap mengalami episode depresi mayor.15

Beberapa indikator untuk prognosis yang kurang baik, antara lain:

 Episode depresi berat

 Durasi episode depresi yang panjang (lebih dari 6 bulan)

 Adanya penyakit komorbid

 Adanya gejala psikotik

 Onset usia muda

 Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang

 Adanya riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya (misalnya riwayat depresi atau

gangguan cemas)

 Pernah dirawat di rumah sakit selama lebih dari 3 kali

 Dukungan sosial yang kurang, fungsi keluarga yang buruk, dan lemahnya

keadaan ekonomi keluarga

 Kurangnya kemampuan kerja selama 5 tahun sebelum terserang depresi

17
BAB III

KESEIMPULAN

Istilah depresi digunakan untuk menamai suatu bentuk gejala gangguan mental

yang ditandai dengan penekanan perasaan yang amat mendalam. Sebenarnya depresi

sudah tergolong kepada gejala gangguan mental yang patologis, yang berartisudah

menderita sakit jiwa dan memerlukan upaya penggulangan yang serius.

Depresi terselubung pada seorang individu dapat bersumber pada berbagai latar

belakang yang bersifat psikologis, sosiologis, biologis, dan spiritual. Gejala klinis dari

depresi terselubung meliputi aspek emosional, kognitif, fisik dan kognitif. Psikoterapi

yang diberikan pada pasien depresi berupa terapi kognitif dan terapi perilaku.

Prognosis dari depresi dalam sebuah studi terhadap pasien yang telah 1 tahun

terdiagnosis depresi, 40% mengalami kesembuhan tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien

akan terus mengalami gejala depresi, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis

gangguan depresi mayor. Sebanyak 40% pasien sisanya tetap mengalami episode

depresi mayor

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Adli M, Bauer M, Rush AJ (2006) Algorithms and collaborative-care system

for depression: are they effective and why? A systematic review. Biol

Psychiatry 59: 1029-38.

2. Kennedy SH, Lam RW, Parikh SV, et al. (2009) Canadian Network for Mood

and Anxiety Treatments (CANMAT) clinical guidelines for the management of

major depressive disorders in adult. J Affect Disord 117(Suppl 1): S1-S64.

3. Prince M, Patel V, Saxena S, et al. (2007) No health without mental health.

Lancet 370: 859-77.

4. Schulberg HC, Block MR, Madonia MJ, et al. (1997) The ‘usual care’ of major

depression in primary care. Arch Fam Med 6: 334-9.

5. Wells KB, Sherbourne C, Schoenbaum M, et al. (2004) Five-year impact of

quality improvement for depression: results of a group-level randomized

controlled trial. Arch Gen Psychiatry 61: 378-86.

6. Alonso J, Angermeyer MC, Bernert S, et al. (2004) 12-month comorbidity

patterns and associated factors in Europe: Results from the European Study of

The Epidemiology of Mental Disorders (ESEMeD) project. Acta Psychiatr

Scand Suppl 420: 28-37.

7. Kessler RC, Berglund P, Demier O, et al. (2003) The epidemiology of major

depressive disorder: Results from National Comorbidity Survey Replication

(NCS-R). JAMA 289: 3095-105.

19
8. Lepine J-P, Briley M (2011) The increasing burden of depression.

Neuropsychiatr Dis Treat 7(1): 3-7.

9. Badamgarav E, Weingarten SR, Henning JM, et al. (2003) Effectiveness of

disease management programs in depression: a systematic review. Am J

Psychiatry 160: 2080-90.

10. Chiesa A, Serretti A (2011) Mindfullness based cognitive therapy for

psychiatric disorders: a systematic review and meta-analysis. Psychiatry Res

187: 441-53.

11. Frank E, Grochocinski VJ, Spanier CA, et al. (2000) Interpersonal

psychotherapy and antidepressant medication: evaluation of a sequential

treatment strategy in women with recurrent major depression. J Clin Psychiatry

61: 51-7.

12. Lam RW, Kennedy SH, Grigoriadis S, et al. (2009) Canadian Network for

Mood and Anxiety Treatments (CANMAT) clinical guidelines for the

management of major depressive disorder in adults. II. Pharmacotherapy. J

Affect Disord 117: S26-S43.

13. Parikh SV, Segal ZV, Grigoriadis S, et al. (2009) Canadian Network for Mood

and Anxiety Treatments (CANMAT) clinical guidelines for the management of

major depressive disorder in adults. II. Psychotherapy alone and in combination

with antidepressant medications. J Affect Disord 117: S15-S25.

14. Stahl SM (2008) Stahl’s Essential Psychopharmacology: Depression and

Bipolar Disorder. Cambridge: Cambridge University Press.

20
15. Cuipers P, Smit F (2002) Excess mortality in depression: A meta-analysis of

community studies. J Affect Disord 72: 227-36.

21

Anda mungkin juga menyukai