Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini akan diuraikan tentang pembahasan yang

terjadi didalam kasus dan penyelesaiannya beserta perbandingan teori

dengan kenyataan yang terjadi dilapangan. Saat pemberian asuhan

keperawatan pada Sdr. A dengan masalah keperawatan harga diri rendah

diruang IV (Dewa Ruci) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang

dengan menggunakan asuhan keperawatan yang komprehensif

berdasarkan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, analisa data,

diagnosa keperawatan, intervensi implementasi dan evaluasi.

Data yang diperoleh saat pengkajian pada tanggal 20 juni 2015

didapatkan dari observasi langsung dan catatan medis didapatkan data :

diagnosa pasien Sdr. A yaitu harga diri rendah, sudah tidak terlalu gelisah,

pasien juga tidak mempunyai waham. Data pengkajian yang berhubungan

dengan masalah keperawatan harga diri rendah didukung dengan data

subyektif pasien yang menyatakan : pasien merasa malu dengan teman-

temannya karena klien tidak sepintar dengan teman-temannya, klien

merasa tidak mampu untuk bekerja lagi, dan data obyektif kontak mata

sulit untuk dipertahankan, pasien sering menunduk, suara pelan.

79
80

Harga diri rendah diangkat sebagai prioritas masalah utama karena

dari pengkajian didapatkan data-data yang menunjukan data-data dari

pasien harga diri renda, yang sudah memenuhi batas karakteristik

(Stuart,2006).

Pada kasus Sdr. A sudah dijelaskan bahwa pasien mengatakan baru

pertama kali dirawat dirumah sakit jiwa, pasien mengatakan pada

bulan januari 2015 klien berhenti bekerja dikarenakan selama bekerja

pasien tidak memiliki teknologi untuk berkomunikasi dengan

keluarganya. Selama tiga bulan terakhir ini pasien dirumah sering

pergi-pergi dan menyendiri, klien menginginkan motor tetapi tidak

kesampaian, pasien juga jarang berkomunikasi dengan keluarganya.

Pasien juga mengatakan, pasien pernah mengalami pengalaman yang

tidak menyenangkan yaitu tidak naik kelas pada waktu masih duduk di

bangku SMP, pasien sering mendapatkan nilai dibawah rata-rata.

pasien mengatakan ingin bekerja yang nyaman, pasien juga merasa

tidak sama dengan teman-temannya dan tidak bisa bekerja.

Dalam pengkajian status mental didapatkan data penampilan Sdr.

A rapi, bersih, penggunaan pakaian sesuai dengan fungsinya. Kualitas

pembicaraan Sdr. A kurang baik, pasien berbicara dengan lambat,

pelan tapi jelas. Pasien jarang memulai pembicaraan namun saat diajak

bicara pasien mengerti dan sesuai dengan topik pembicaraan. Penulis

hanya mengambil satu prioritas diagnosa yaitu gangguan konsep diri :

harga diri rendah. Data yang memperkuat penulis menulis diagnosa


81

keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah yaitu dengan

data subyektif pasien mengatakan merasa malu dengan teman-

temannya karena pasien tidak sepintar dengan teman-temannya, pasien

merasa tidak mampu untuk bekerja lagi, pasien merasa tidak berguna

kerena tidak mampu untuk bekerja lagi. Dan data obyektif didapatkan

data Sdr. A yaitu kontak mata sulit untuk dipertahankan pasien tampak

berdiam diri, menyendiri dikamar dan lebih suka tidur dikamar,

kualitas pembicaraan Sdr. A kurang baik, pasien berbicara dengan

lambat, pelan tapi jelas. Dan pasien jarang memulai pembicaraan

namun saat diajak bicara pasien mengerti dan sesuai dengan topik

pembicaraan.

Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan dalam

mencapai tujuan khusus, perencanaan keperawatan meliputi tujuan

umum, tujuan khusus, kriteria evaluasi, dan intervensi (Fajariyah,

2012). Untuk melatih kemampuan pasien untuk mengubah cara pasien

menafsirkan dan memandang segala sesuatu pada saat pasien

mengalami kekecewaan, sehingga pasien merasa lebih baik dan dapat

bertindak lebih produktif dengan menggunakan terapi kognitif. Pasien

Sdr. A yang awalnya menunjukkan sifat perasaan yang tidak berharga,

tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri, percaya diri

kurang, tidak ada kontak mata, sering menunduk, bicara lambat dengan

nada lemah. Setelah diberikan tindakan keperawatan SP dan terapi

kognitif pasien sudah mampu merubah pikirannya yang negatif


82

menjadi pikiran positif, pasien menjadi lebih percaya diri dan kontak

mata bisa dipertahankan.

Implementasi yang dilakukan penulis pada tanggal 20 juni 2015

jam 11.00-12.00. Sp 1 p tindakan keperawatan yang dilakukan kepada

Sdr. A dengan membina hubungan saling percaya, menyapa pasien

dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal, memperkenalkan diri

dengan sopan, menanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan

yang disukai pasien, menjelaskan tujuan pertemuan, jujur, dan

menepati janji, menunjukan sikap empati dan menerima pasien apa

adanya, memberi perhatian pada pasien, memberi kesempatan untuk

mengungkapkan perasaan tentang penyakit yang dideritanya,

mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,

membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat

digunakan, membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih

sesuai dengan kemampuan pasien, melatih pasien sesuai kemampuan

yang dipilih, memberikan pujian yang wajar tehadap keberhasilan

pasien, menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan

harian. Saat dievaluasi pasien mampu mengungkapkan perasaannya,

klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki, klien mampu melaksanakan kegiatan yang dipilih sesuai

dengan kemampuannya, dan klien mau memasukkan kedalam kegiatan

harian. Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya (waktu, tempat,


83

jam) untuk Sp 2 p untuk melatih pasien melakukan kegiatan

selanjutnya yang sesuai dengan kemampuan klien.

Sp 2 p yang dilakukan penulis pada tanggal 20 juni 2015 jam

16.00-17.00 Sp 2 p : mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,

melatih pasien melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan

klien, menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian. Saat dievaluasi pasien mampu mengidentifikasi kemampuan

dan aspek positif yang dimiliki, pasien melakukan kegiatan sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki dan pasien mampu memasukkan

kemampuannya dalam jadwal kegiatan. Melakukan kontrak pertemuan

selanjutnya (waktu, tempat, jam) untuk terapi kognitif : menanyakan

pikiran otomatis klien, dan menulis dikertas dengan mengungkapkan

stimulasi emosi yang ada dipikiran pasien dan mengubah pikiran yang

negatif menjadi pikiran positif.

Terapi kognitif sesi pertama yang dilakukan penulis pada tanggal

21 juni 2015 jam 10.00-11.00. Memberikan Terapi kognitif

(menggunakan teknik 3 kolom): menanyakan pikiran otomatis pasien,

menulis dikertas dengan mengungkapkan stimulasi emosi yang ada

dipikiran pasien, mengubah pikiran yang negatif menjadi pikiran

positif. Saat dievaluasi pasien mampu menuliskan pikiran negatif

dikertas yaitu klien pasien bisa bekerja dan tidak kuat untuk bekerja,

pasien mampu menuliskan konter kognitif dari pemikiran negatifnya

yaitu pasien pernah bekerja menjahit, jam kerjanya pada waktu pagi
84

sampai sore, saat siang jam 12.00-13.00 ada jam untuk istirahat, dan

pasien dapat mengubah pikiran negatif menjadi pikirang yang lebih

positif yaitu pasien mengatakan dan menulis “saya bisa bekerja, saya

mampu untuk bekerja dengan bekerja lagi saya bisa membatu orang

tua ”. Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, jam)

untuk melanjutkan terapi kognitif : menanyakan pikiran otomatis

pasien, dan menulis dikertas dengan mengungkapkan stimulasi emosi

yang ada dipikiran pasien dan mengubah pikiran yang negatif menjadi

pikiran positif.

Terapi kognitif yang kedua Memberikan Terapi kognitif

(menggunakan teknik 3 kolom): menanyakan pikiran otomatis pasien,

menulis dikertas dengan mengungkapkan stimulasi emosi yang ada

dipikiran pasien, mengubah pikiran yang negatif menjadi pikiran

positif. Saat dievaluasi pasien mampu Sdr. A mampu menuliskan

pikiran negatif dikertas yaitu pasien merasa bodoh, pasien mampu

menuliskan konter kognitif dari pemikiran negatifnya yaitu pasien

pernah mendapatkan nilai matematika tertinggi dikelas saat pasien

masih duduk dibangku SMP kelas 1 nilainya 80, selain itu pasien lulus

SMP dengan nilai diatas rata-rata, dan pasien dapat mengubah pikiran

negatif menjadi pikirang yang lebih positif yaitu Sdr. A mengatakan

dan menulis “saya tidak bodoh, saya pintar”.

Penelitian ini berkaitan dengan jurnal hasil penelitian dari Titik

Suerni (2013) yang didapatkan data dengan jumlah responden dengan


85

menggunakan desain studi kasus. Teknik pengambilan sampel adalah

semua pasien dengan diagnosis keperawatan utama harga diri rendah.

Pada Karya Ilmiah ini responden berjumlah 35 klien harga diri rendah

di Ruang Yudistira Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

Semua pasien berjenis kelamin laki-laki (100%) karena ruang praktik

adalah ruang laki-laki. Mayoritas klien memiliki latar belakang

pendidikan sekolah menengah (SMP-SMA) yaitu 29 klien (82,86%).

Status pekerjaan klien yang dirawat dengan masalah harga diri rendah

sebagian besar tidak memiliki pekerjaan yaitu (62,86%). Kondisi tidak

memiliki pekerjaan pada kasus kelolaan ini semakin membuat klien

mengkritik diri, merasa tidak berguna atau tidak berharga. Status klien

sebanyak 18 orang belum menikah (51,43%). Status perkawinan klien

harga diri rendah yang dirawat sebagian besar belum menikah yaitu

sebanyak 18 klien (51,43%) dan dengan status duda 7 klien (20%).

Sebagian besar klien skizofrenia secara subyektif menyatakan bahwa

merasa kehilangan harapan, kesepian dan mempunyai hubungan

sosial yang tidak menyenangkan. Rasa kesepian dan hidup dalam

kesendirian merupakan stresor tersendiri bagi seseorang yang tidak

menikah. Lama sakit klien mayoritas kurang dari 10 tahun yaitu 27

klien (77,14%), lama rawat yang sekarang terbanyak 1 bulan yaitu 16

klien (45,7%), frekuensi masuk rumah sakit terbanyak selama 3

kali yaitu sebanyak 13 klien (37,14%), dan status rawat klien

sebanyak 27 klien dengan status pulang (77,14%), Status Ekonomi


86

klien harga diri rendah 85,7% dengan latar belakang status

ekonomi rendah.

Pada faktor predisposisi yang terbanyak pada faktor psikologis

yaitu introvert dan riwayat kegagalan sebanyak 35 klien (100%) serta

faktor sosial ekonomi rendah sebanyak 30 klien (85,7%) dan masalah

pekerjaan 22 klien (62,9%). Pada faktor presipitasi biologis yang

terbanyak adalah putus obat sebanyak 30 klien (85,7%). Pada faktor

psikologis bahwa sebagian besar klien memiliki keinginan yang

tidak terpenuhi sebanyak 25 orang (71,4%) yaitu keinginan untuk

menikah, keinginan memiliki pekerjaan dan penghasilan yang layak,

serta keinginan untuk mendapatkan perhatian dari orang lain.

Tanda dan gejala klien harga diri rendah setelah diberikan

tindakan terapi kognitif, pada respon kognitif dari 100% klien yang

berfikir tidak berguna turun menjadi 20%, pada respon afektif dari

100% klien yang merasa sedih dan malu turun menjadi 20%, pada

respon perilaku dari 100% klien yang mengkritik diri turun menjadi

20%. Tanda dan gejala klien harga diri rendah setelah diberikan

tindakan terapi kognitif pada respon kognitif dari 100% klien yang

berfikir tidak berguna turun menjadi 0%, pada respon afektif dari

100% klien yang merasa sedih dan malu turun menjadi 0%, pada

respon perilaku dari 100% klien yang mengkritik diri turun menjadi

0%.
87

Kemampuan klien harga diri rendah setelah diberikan tindakan

terapi kognitif dari 100% klien yang tidak mampu mengidentifikasi

pikiran otomatis negatif naik menjadi 80% yang mampu, dari 100%

klien yang tidak mampu menggunakan tanggapan rasional terhadap

pikiran otomatis negatif naik menjadi 80% klien yang mampu, dari

100% klien yang tidak mampu mengidentifikasi manfaat penggunaan

tanggapan rasional naik menjadi 86,67% klien yang mampu, dari

100% klien yang tidak mampu menggunakan support system naik

menjadi 80% klien yang mampu. Kemampuan klien setelah

diberikan tindakan terapi kognitif dan terapi psikoedukasi keluarga

dari 100% klien yang tidak mampu mengidentifikasi pikiran otomatis

negatif naik menjadi 100% klien yang mampu, dari 100% klien yang

tidak mampu menggunakan tanggapan rasional terhadap pikiran

otomatis negatif naik menjadi 100% klien yang mampu, dari 100%

klien yang tidak mampu mengidentifikasi manfaat penggunaan

tanggapan rasional naik menjadi 100% klien yang mampu, dari

100% klien yang tidak mampu menggunakan support system naik

menjadi 90% klien yang mampu.

Demikian juga penelitian dari M Fatkhul Mubin (2007)

menyatakan bahwa pada penelitian ini didapatkan jumlah klien HDR

yang dilakukan terapi kognitif sebanyak 11 orang dengan 3 HDR

situasional (sakit tisik), 9 HDR kronis dengan (sakit fisik). Didapatkan

hasil uji bahwa rata-rata penilaian diri positif sesudah diberikan terapi
88

kognitif yaitu sebesar 7,871 dibandingkan dengan sebelum diberikan

latihan yaitu sebesar 3,043. dan berdasar analisi lanjut didapatkan

pengaruh yang signifikan antara kondisi sebelum dan sesudah diberi

terapi kognitif.

Terapi kognitif dilakukan pada pasien HDR di RW 09, 11 dan 13

Kelurahan Bubulak Bogor, juga hampir semua pasien menunjukkan

kemajuan luar biasa. 11 pasien mempunyai kemampuan dapat

mengembangkan pikiran positifnya dan menurunkan terjadinya

pikiran negatif yang sebelumnya mendominasi. Kecepatan dalam

mengikuti proses terapi agak berbeda dari masing-masing

karakteristik pasien. Pada HDR situasional lebih cepat dibanding

dengan HDR kronis dengan penyakit fisiko Perbedaan tersebut

disebabkan waktu yang lama mengembangkan pikiran negatif dan

menjadi kebiasaan dibanding dengan HDR situasional. Namun rata-

rata hampir semua pasien mampu mengembangkan pikiran positif

sebagai ganti dari pikiran negatif yang selama ini mendominasi. Harga

diri pasien menjadi meningkat dan dapat melakukan kegiatan harian.

Saat dilakukan asuhan keperawatan dan terapi kognitif tidak

mengalami hambatan. Sdr. A tampak kooperatif saat melaksanakan

terapi kognitif. Sebelum dilakukan terapi koognitif pasien sudah

dilakukan tindakan keperawatan Sp 1p dan Sp 2p pada tanggal 20 juni

2015. Selanjutnya pasien mendapatkan terapi koognitif pada tanggal

21 juni 2015 kemampuan pasien melakukan terapi kognitif


89

berhubungan dengan kemampuan pasien meningkat, pasien mampu

merubah pikirannya yang negatif menjadi pikiran yang lebih positif,

dan pasien mampu mengungkapkan pikiran rasionalnya dengan baik.

Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi

kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan

kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan harapan masyarakat,

penilaian, dan interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa

perilaku maladaptif dapat diubah oleh berhubungan langsung dengan

pikiran dan keyakinan orang (Stuart, 2009).

B. KESIMPULAN

Selama dilakukan tindakan keperawatan pada Sdr. A penulis dapat

menyimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan hasil pengkajian pada Sdr. A didapatkan data subyektif

pasien mengatakan merasa malu dengan teman-temannya karena

pasien tidak sepintar dengan teman-temannya, pasien merasa tidak

mampu untuk bekerja lagi, pasien merasa tidak berguna kerena tidak

mampu untuk bekerja lagi. Dan data obyektif didapatkan data Sdr. A

yaitu kontak mata sulit untuk dipertahankan pasien tampak berdiam

diri, menyendiri dikamar dan lebih suka tidur dikamar, kualitas

pembicaraan Sdr. A kurang baik, pasien berbicara dengan lambat,

pelan tapi jelas. Dan pasien jarang memulai pembicaraan namun saat

diajak bicara pasien mengerti dan sesuai dengan topik pembicaraan.


90

2. Masalah keperawatan yang diperoleh sesuai dengan pengkajian adalah

gangguan konsep diri : harga diri rendah.

3. Dari masalah keperawatan harga diri rendah didapatkan diagnosa

keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah. Penulis dapat

membuat intervensi keperawatan pada Sdr. A dengan gangguan

konsep diri : harga diri rendah.

4. Untuk mengatasi masalah gangguan konsep : harga diri rendah penulis

melakukan tindakan keperawatan dengan Sp 1 p dengan tindakan

keperawatan yang dilakukan kepada Sdr. A dengan membina

hubungan saling percaya, memperkenalkan diri dengan sopan,

menanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai

pasien, menjelaskan tujuan pertemuan, jujur, dan menepati janji,

memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan tentang penyakit

yang dideritanya, mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan pasien yang

masih dapat digunakan, membantu pasien memilih kegiatan yang akan

dilatih sesuai dengan kemampuan pasien, melatih pasien sesuai

kemampuan yang dipilih, memberikan pujian yang wajar tehadap

keberhasilan pasien, menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal

kegiatan harian. Pada Sp 2 p pasien mampu mengevaluasi jadwal

kegiatan harian pasien, melatih pasien melakukan kegiatan yang sesuai

dengan kemampuan klien, menganjurkan pasien memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian. Dan melanjutkan dalam terapi kognitif yang


91

pertama dan kedua dengan menanyakan pikiran otomatis klien,

menulis dikertas dengan mengungkapkan stimulasi emosi yang ada

dipikiran klien, mengubah pikiran yang negatif menjadi pikiran positif.

Penulis menilai respon perkembangan Sdr. A dalam pikirannya yang

negatif menjadi positif tentang kemampuannya meningkat, pasien

mampu menuliskan pikiran otomatis yang muncul, mengungkapkan

konter kognitif, dan mengubah pikiran negatif menjadi pikiran yang

lebih positif.

5. Evaluasi yang diperoleh dari Sdr. A dengan masalah gangguan konsep

diri : harga diri rendah dengan implementasi yang dilakukan dan

memperhatikan respon subyektif dan obyektif yang muncul didapatkan

pasien mampu mengubah pikirannya yang mal adaptif menjadi adaptif.

Dan pasien mampu mengungkapkan perasaannya secara verbal.

Penulis berkesimpulan diagnosa keperawatan gangguan konsep diri :

harga diri rendah sudah teratasi.

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mengambil saran

untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan jiwa. Adapun saran

dalam karya tulis ilmiah ini :

1. Bagi Rumah Sakit

a. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan jiwa perlu perlu

memberikan asuhan keperawatan terapi kognitif untuk


92

meningkatkan kemampuan pasien mengungkapkan pikiran yang

lebih positif.

b. Pemberian terapi kognitif dapat dilakukan pada pasien harga diri

rendah.

2. Bagi Mahasiswa

Saran bagi mahasiswa supaya dapat memberikan asuhan keperawatan

jiwa khususnya pada pasien dengan harga diri rendah agar lebih

mempelajari dan menguasai teori maupun ketrampilan, baik mulai dari

pengkajian sampai evaluasi, agar dalam pelaksanan asuhan keperawatn

jiwa dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang

maksimal.
93

Anda mungkin juga menyukai