Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV

Fakultas MIPA Universitas Lampung


ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

PENGARUH UKURAN DAN WAKTU KALSINASI BATU KAPUR TERHADAP


TINGKAT PEROLEHAN KADAR CaO
1
Muhammad Amin*, 2Anisa Kurniasih
1
UPT.Balai Pengolahan Mineral Lampung-LIPI
2
Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjung Karang
*email: muha047@lipi.go.id

ABSTRAK

Batu kapur merupakan bahan galian industri yang sangat luas dalam
penggunaannya, dalam bentuk mentah penggunaanya sebagai fluk pada
peleburan besi baja , sebagai penjernih pada pabrik gula, sebagai bahan baku
semen dan keramik. Dalam bentuk matang (kapur tohor) penggunaanya sebagai
bahan baku cat, sebagai pupuk penetral tanah, sebagai penjernih pada minyak
CPO. Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur alam yang komposisinya
sebagian besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3) pada temperature diatas
900 derajat Celsius terjadi proses kalsinasi dengan pelepasan gas CO2 hingga
tersisa padatan CaO atau bisa juga disebut quick lime. Kalsinasi batu kapur
dilakukan didalam furnace dengan panas api tak langsung pada suhu 950oC
dengan ukuran bervariasi yaitu 1x1,2x1,5 cm, 3x3x5 cm, 5x6x6 cm, dan
8x14x10 cm sedangkan waktu pembakaran divariasi selama 2, 3, 4, 5, dan 6 jam.
Waktu pembakaran selama 6 jam dengan ukuran 1x1,2x1,5 cm menghasilkan
tingkat perolehan kadar CaO yang paling besar yaitu 95,07% sedangkan waktu
kalsinasi selama 2 jam tingkat perolehan kadar CaO hanya 74,90%. Ukuran batu
kapur yang lebih besar yaitu 8x14x10 cm dengan waktu kalsinasi selama 4 jam
menghasilkan tingkat perolehan kadar CaO yang cukup rendah yaitu sebesar
72,30%. Dengan demikian waktu kalsinasi dan ukuran batu kapur sangat
berpengaruh terhadap kadar CaO yang dihasilkan.

Kata kunci: Batu kapur, kapur tohor, kalsinasi, suhu, ukuran

PENDAHULUAN
Batu kapur (CaCO3) merupakan batuan/mineral alam yang ketersediaannya cukup
melimpah di Indonesia, tersebar di beberapa pulau diantaranya; Kalimantan, Jawa, Sumatera,
dan Sulawesi. Batu kapur merupakan bahan baku dalam proses pembuatan kapur tohor (CaO).
Pada industri peleburan logam (foundry/steel making), kapur tohor digunakan sebagai bahan
imbuh (flux) untuk mengikat kotoran/slag pada hot metal, sebagai contoh adalah PT.
Krakatau Steel, Indonesia, yang tiap harinya membutuhkan 180 ton kapur tohor sebagai flux
pada proses pembuatan baja, selain itu kapur tohor juga banyak digunakan pada proses
pengolahan limbah dan pembuatan batu bata ringan untuk gedung bertingkat/apartemen[1]
Penggunaan batu kapur sekarang ini telah mencakup berbagai sektor yang didasarkan pada

74
Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV
Fakultas MIPA Universitas Lampung
ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

sifat fisik dan kimianya. Penggunaan tersebut diantaranya merupakan bahan baku penting
yang digunakan dalam berbagai industri kertas, industri cat, dan industri semen. Selain itu
dapat juga digunakan sebagai bahan bangunan[4]
Proses pembuatan kapur tohor kita kenal dengan istilah kalsinasi, yaitu proses penguraian
(dekomposisi) dari calcium carbonate (CaCO3) menjadi calcium oxide (CaO) dan carbon
dioxyde (CO2) setelah melalui proses pemanasan (thermal treatment), dengan temperatur di
bawah titik lebur[7]
CaCO3 (s) CaO(s) + CO2(g)
CaCO CaO + CO2
CaO + H2O Ca(OH)2 + Panas
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O
Berdasarkan teori, proses kalsinasi membutuhkan energi sebesar 42.75 Kcal/ Kg CaCO3,
pada temperatur 800 oC, atau sering dikenal dengan istilah “temperatur kalsinasi”. Semakin
tinggi temperatur kalsinasi (900 oC-1100 oC) maka semakin cepat pula proses kalsinasi
tersebut, namun temperatur kalsinasi dibatasi oleh temperatur kritis, yaitu 1200oC dimana
proses kalsinasi akan menjadi lambat, yang dikenal dengan istilah “dead burnt”[2]
Batu kapur pada umumnya bukanlah CaO murni akan tetapi banyak mengandung oksida-
oksida lain dalam jumlah tertentu yang merupakan pengotor. Batu kapur (lime stone)
mempunyai rumus CaCO3, kapur kembang atau kapur hidup (quick lime) mempunyai rumus
CaO, sedangkan kapur padam atau kapur yang telah disiram biasa disebut kapur mati
mempunyai rumus Ca(OH)2[3]
Faktor dominan yang teridentifikasi sebagai penyebab ketidak sesuaian kandungan CaO
berupa jenis batu kapur, ukuran batu kapur dan jenis bahan bakar yang dipergunakan. Faktor
yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon persentase kadar CaO pada percobaan
utama adalah jenis bahan bakar berupa campuran kayu dan batubara, ukuran batu kapur yang
dibakar dengan ukuran kecil, interaksi antara jenis batu kapur putih dan ukuran batu kapur,
interaksi antara jenis batu kapur putih dan jenis bahan bakar. Kondisi optimum untuk respon
persentase kadar CaO dicapai pada kombinasi Jenis batu kapur: bewarna putih, Ukuran batu
kapur: kecil (2-5 cm), Jenis bahan bakar: kayu dan batubara (6000 kkal/kg) akan
menghasilkan kadar CaO sebesar 92,96 %[5]
Kapur tohor dihasilkan dari batu gamping yang dikalsinasikan, yaitu dipanaskan dalam
dapur pada suhu 600oC-900oC. Proses pengolahan batu gamping menjadi kapur tohor dengan
teknologi modern menggunakan tungku atau dapur putar (kiln) dan bahan bakar batu bara.

75
Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV
Fakultas MIPA Universitas Lampung
ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

Tungku merupakan tempat untuk batu gamping yang akan diolah menjadi kapur tohor
berbentuk persegi panjang maupun lingkaran dengan ketinggian dan diameter tertentu. Fungsi
dari tungku ini mampu menampung batu gamping kurang lebih lima kubik, tergantung dari
besar kecil diameter tungkuanya. Kelebihan tungku ini adalah mampu mengarahkan debu atau
asap hasil pembakaran ke atas dan tidak menganggu lingkungan sekitar. Hasil dari
pengolahan mempunyai kualitas kapur yang baik dari segi kepekatan, kelengketan, maupun
dari segi warna bahan yang putih bersih sehingga dapat mempunyai fungsi lain yaitu sebagai
campuran untuk mengecat[6] Proses kalsinasi dilakukan pada sebuah tungku atau reaktor yang
disebut dengan kiln atau calciners dengan beragam design seperti tungku poros, rotary kiln,
tungku perapian ganda, dan reaktor pluidized bed, normalnya proses kalsinasi dilakukan pada
temperatur titik leleh (melting point) dengan suhu berkisar 900 – 1000oC[8]
Untuk menghasilkan 1 ton kapur tohor, secara teoritis diperlukan 1,79 ton batu kapur
kalsium atau 1,9 ton batu kapur magnesium. Tetapi dalam prakteknya diperlukan minimal 2
ton batu kapur untuk menghasilkan kapur tohor. Hal ini tergantung dari jenis tungku
pembakar, efisiensi tungku, sifat batu kapur dan kecermatan dalam pelaksanaan pembakaran
dalam tungku. Pembakaran dikatakan tidak sempurna dimana bagian dalam butiran batu
kapur tidak mengalami penguraian dan batu kapur akan merupakan butiran-butiran kecil yang
tidak terbakar. Biasanya suhu pembakaran di bawah suhu desosiasi. Suhu yang terlalu tinggi
dan pembakaran yang terlalu lama , menyebabkan batu kapur terbakar lewat/mencapai titik
lelehnya. Oksida kapur yang terbentuk volumenya menyusut 25 – 50 % sehingga menjadi
keras dan pori-porinya menjepit. Kondisi ini membuat kapur sukar bereaksi dengan air/sukar
dipadamkan[9] Lamanya waktu proses kalsinasi di dalam tungku lorong terlihat jelas
berbanding lurus dengan persentase CaO pada kapur tohor, dimana dengan waktu kalsinasi
selama 1,5 jam memberikan nilai kandungan CaO pada kapur tohor sebesar 88.02%[1]

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini akan dilakukan proses kalsinasi dengan menggunakan tungku
Mufle Furnace dengan ukuran dimensi dalam seluas 120 mm x 120 mm x 100 mm, tungku ini
terbuat dari pemanas listrik yang menggunakan elemen pemanas sampai suhu 1000oC, bagian
terluar dilapisi oleh plat besi sedangkan bagian tengah antara heating elemen dengan didnding
besi luar diberi rock wool yang bergfungsi sebagai peredam panas agar tidak keluar. Sistem
pemasukan batu kapur dilakukan secara manual dengan cara dimasukan kedalam sebuah

76
Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV
Fakultas MIPA Universitas Lampung
ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

cawan volume 200 ml yang terbuat dari porselen. Proses kalsinasi dilakukan dengan variasi
ukuran batu kapur, suhu pembakaran dan waktu pembakaran.

.
Gambar 1. Tungku Kalsinasi Muffle Furnace

Proses kalsinasi pada tungku muffle furnace diawali dengan proses preparasi sample
batu kapur berupa pemecahan dengan menggunakan mesin jaw crusher, selanjutnya dilakukan
pengklasifikasian berdasarkan ukuran batu kapur yaitu terdiri dari variasi ukuran 1 x 1,2 x 1,5
cm, 3 x 3 x 5 cm, 5 x 6 x 6 cm, dan 8 x 14 x 10 cm selanjutnya batu kapur yang sudah
dipisahkan berdasarkan ukuran dilakukan penimbangan dan dimasukan pada masing-masing
cawan yang terbuat dari porselen yang sudah ditimbang. Cawan yang telah berisi masing-
masing batu kapur dimasukan kedalam muffle furnace guna proses kalsinasi, proses kalsinasi
dilakukan dengan suhu bervariasi yaitu suhu 950oC, pemasukan batu kapur dimulai pada suhu
ruangan antara 37-40oC selanjutnya naik sampai 900oC dan ditahan dengan variasi waktu
kalsinasi selama 2, 3, 4, 5, dan 6 jam, selanjunya pendinginan dilakukan dengan dibiarkan
didalam muffle furnace dan keesokan harinya baru dilakukan penimbangan untuk mengetahui
selisih berat yang hilang. Tahap selanjuntnya adalah dilaklukan analisis terhadap produk batu
kapur untuk mengetahui tingkat perolehan CaO dengan metode analisis Gravimetri/ volumetri

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data Hasil Analisis
Pada tabel 1 memperlihatkan hasil analisis bahan baku batu kapur yang berasal dari
Desa Batu Putu Kecamatan Natar Lampung Selatan seperti terlihat pada tabel sebagai berikut

77
Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV
Fakultas MIPA Universitas Lampung
ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

Tabel 1. Hasil analisis bahan baku batu kapur asal Natar Lampung Selatan
NO. UNSUR KIMIA % HASIL ANALISIS % SYARAT SII.1279-85
1. SiO2 1,35 Maksimum 2,00
2. CaO 55, 20 Minimum 54,00
3. MgO 0,40 -
4. Al2O3 0,56 -
5. Fe2O3 0,12 Maksimum 0,30

Berdasarkan hasil analisis bahan baku batu kapur yang berasal dari Natar Lampung
Selatan terlihat kadar CaO sebesar 55,20% hal ini menandakan bahan baku batu kapur
tyersebut bisa dibuat sebagai bahan baku kapur tohor karena sudah memenuhi persyaratan
yang diinginkan sesuai dengan SII.1279-85 minimum kadar CaO adalah 54,00%, sedangkan
untuk kadar Fe2O3 juga masuk yang dipersyaratkan yaitu sebesar 0,12% sedangkan syarat
adalah maksimum Fe2O3 0,30%. Kandungan kalsium pada batu kapur adalah unsur yang
mendominasi dan mempunyai peranan penting didalam proses kalsinasi batu kapur menjadi
kapur tohor, sedangkan kandungan Fe2O3 sangat berpengaruh pada tingkat warna yang
dihasilkan pada produk kapur tohor semakin tinggi kandungan Fe2O3 pada batu kapur maka
akan semakin coklat warna kapur tohor yang dihasilkan sedangkan yang diinginkan adalah
warna putih.

Gambar 2. Bahan Baku Batu Kapur Asal Natar Lampung Selatan

Data Hasil Kalsinasi

Gambar 3. Hasil Kalsinasi (kapur Tohor)[1]

78
Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV
Fakultas MIPA Universitas Lampung
ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

Pada tabel 2 menyajikan hasil pembakaran atau proses kalsinasi batu kapur menjadi
kapur tohor pada tungku muffle furnace dengan berbagai macam ukuran dan variasi waktu
pembakaran, seperti terlihat dibawah ini
Tabel 2. Hasil Kalsinasi Batu Kapur Di Dalam Muffle Furnace
Ukuran Suhu Waktu Berat Berat % %
No Bahan Pembakaran (jam) Awal Akhir Rendemen Perolehan
(cm) (o C) (gr) (gr) CaO
1. 1-1,2 950 2 33,46 19,35 57,83 74,90
2. 1-1,2 950 3 34,83 19,54 56,10 82,67
3. 1-1,2 950 4 36,54 20,50 56,10 86,23
4. 1-1,2 950 5 37,03 20,75 56,04 91,23
5. 1-1,2 950 6 41,02 22,94 55,92 95,07
6. 3x3x5 950 4 63,88 36,77 57,56 92,57
7. 5x6x6 950 4 225,12 163,99 72,84 74,80
8. 8x14x10 950 4 1350 1000 74,07 72,30

Hasil Pengamatan dan Pembahasan


1. Awal masuk bahan baku batu kapur secara fisik putih mengkilat, akan tetapi setelah
mengalami kalsinasi beberapa jam batu kapur mengalami perubahan warna menjadi
putih pucat dan lebih ringan hal ini disebabkan batu kapur berkurang beratnya
dikarenakan gas CO2 yang berasal dari batu kapur menguap sesuai dengan reaksi
ketika batu kapur berbentuk CaCO3 ketika mengalami pemanasan suhu kalsinasi maka
akan terurai menjadi CaO + CO2
2. Pada pembakaran batu kapur yang berukuran kecil 1-1,2 cm hasil pembakaran tidak
tampak retakan hal ini disebabkan ukuran batu kapur berpengaruh pada waktu kontak,
semakin kecil ukuran maka waktu kontak panas semakin cepat sehingga bongkahan
batu kapur tidak mengalami keretakan hal ini berbanding terbalik dengan batu kapur
yang berukuran lebih besar ukuran 8x14x10 cm setelah mengalami pembakaran batu
kapur tampak menjadi retak – retak disebabkan waktu kontak panas lebih lama
terhadap kapur yang dipengaruhi oleh keluarnya gas CO2, akan tetapi batu kapur
masih belum sepenuhnya terbakar sempurna menjadi kapur tohor karena masih
tampak ada bagian dari batu kapur yang masih mentah. Kurang sempurnanya batu
kapur menjadi kapur disebabkan ukuran yang besar tidak dibarengi oleh lamanya
waktu pembakaran karena hanya 4 jam seharusnya waktu ditambah agar perubahan
dari CaCO3 menjadi CaO akan lebioh sempurna

79
Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV
Fakultas MIPA Universitas Lampung
ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

3. Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat perolehan kapur yang berukuran 1-
1,2 cm dengan suhu pembakaran 950Oc dan lamanya waktu pembakaran 2 – 6 jam
sebesar 56,39% hal ini sesuai dengan bilangan eqivalen antara CaO/ CaCO3 = 0,56

100
90
80
70
60
50 Kadar CaO
40
30
20
10
0
2 3 4 5 6
Kadar CaO 74.9 82.67 86.23 91.23 95.07

Gambar 4. Grafik Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Perolehan CaO

4. Tingkat perolehan CaO dipengaruhi oleh lamanya waktu pembakaran ini terlihat pada
tabel 2, suhu pembakaran 950oC dengan ukuran yang sama yaitu 1–1,2 cm sehingga
semakin lama waktu pembakaran maka tingkat perolehan CaO semakin meningkat
mulai dari waktu pembakaran selama 2 jam = 74,90%, 3 jam= 82,67%, 4 jam =
86,23%, 5 jam = 91,23% dan 6 jam = 95,07%. Semakin lamanya waktu pembakaran
maka akan semakin lama juga waktu kontak antara panas dengan batu kapur sehingga
energi panas yang ada akan mereduksi batu kapur (CaCO3) menjadi kapur tohor
(CaO) dengan melepaskan gas CO2 dengan kata lain bahwa semakin lama dan
semakin tinggi suhu kalsinasi maka semakin cepat pula proses kalsinasi tersebut
seperti terlihat pada gambar grafik 4

100
90
80
70
60
50 % Kadar CaO
40
30
20
10
0
A B C D
% Kadar CaO 95.07 92.57 74.8 72.3

Keterangan: A = 1-1,2 cm, B = 3x3x5 cm, C = 5x6x6 cm, D = 8x14x10 cm


Gambar 5. Grafik Pengaruh Ukuran Batu Kapur Terhadap Perolehan CaO

80
Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV
Fakultas MIPA Universitas Lampung
ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

5. Ukuran bongkah batu kapur juga mempengaruhi tingkat perolehan CaO pada proses
kalsinasi, dalam tabel 2 terlihat ketika ukuran batu kapur 1-1,2 cm tingkat perolehan
batu kapur = 95,07% kemudian ketika ukuran batu kapur diperbesar menjadi 3 x 3 x 5
cm tingkat perolehan CaO turun menjadi 92,57%, begitu juga ketika ukuran di
perbesar menjadi 5 x 6 x 6 cm tingkat perolehan CaO kembali turun menjadi 74,80%
dan ukuran batu kapur diperbesar lagi menjadi 8 x 14 x 10 cm maka tingkat perolehan
CaO semakin turun menjadi 72,30%. Ukuran batu kapur sangat berpengaruh pada
tingkat perolehan CaO, semakin besar ukuran maka energi panas yang diperlukan
untuk mereduksi batu kapur menjadi kapur tohor semakin besar pula sedangkan
lamanya waktu pembakaran sama yaitu hanya 4 jam seperti terlihat pada gambar
grafik 5.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa lamanya waktu kalsinasi sangat
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat perolehan CaO, semakin lama waktu kalsinasi
maka akan semakin tinggi tingkat perolehan CaO dimana untuk memperoleh CaO sebesar
95,07% maka dibutuhkan waktu selama 6 jam proses kalsinasi, begitu juga dengan ukuran
batu kapur memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat perolehan CaO
ketika ukuran batu kapur diperbesar dari 1 – 1,2 cm menjadi 8 x 14 x 10 cm maka tingkat
perolehan CaO sebesar 72,30 bandingkan dengan ukuran 1 – 1,2 cm tingkat perolehan CaO
meningkat menjadi 95,07%.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan pada staf Laboratorium Balai Penelitian Teknologi
Mineral – LIPI yang telah banyak membantu penelitian ini. Ucapan terimakasih pula kami
ucapkan kepada Kepala Balai Penelitian Teknologi Mineral – LIPI yang telah memberikan
izin penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fajar Nurjaman, Adil Jamali, dan Slamet Sumardi, Proses Kalsinasi Batu Kapur
(CaCO3) Menggunakan tungku Lorong (Tunnel Kiln)
2. Mc Clintock, K, Williard, et al, Steel Mill Energy recovery for Calcination, United
States Patent, No: 2003/0192405, October,16 th, 2003.

81
Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika Informatika dan Aplikasinya IV
Fakultas MIPA Universitas Lampung
ISSN: 2086 – 2342 Vol. 4 Buku 1

3. Devi Oktarina dan Dian Febri, 2012, Pengaruh Penggunaan Abu Terbang (fly ash)
terhadap kuat tekan pada mortar, Jurnal Teknik Sipil, UBL, Vol 3 No.1, hal 226-230
4. La Hamimu, Hasria, dan Jahidin, 2012, Karakterisasi Sifat Fisika Batu Kapur Di Desa
Labaha Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, Jurnal Aplikasi Fisika, Vol 8 No.2,
hal 70 – 72
5. Minarni dan Arbi, 2013, Pengaruh Asal dan Karakter Batu Kapur Terhadap Tingkat
Perolehan
6. Nurhadi dan Nurul Khotimah, 2010, Propil Usaha Pembakaran Batu Kapur Tohor
(tobong gamping) Dikecamatan Jetis Bagian Timur Kabupaten Bantul, Jurnal
Informasi Vol 2. No. XXXVI, hal 85 – 95
7. Watkinson, A.P, et al, 2007, Limestone Calcination in a Rotary Kiln, Journal
Metallurgical and Material Transactions, August, 2007.
8. Ardra.Biz, 2014, Proses Pengolahan Kalsinasi Batu Kapur , Lime Stone
9. Danang.MH, 2014, Potensi Semen Alternatif Dengan Bahan Batu Kapur dan Fly Ash
Untuk Konstruksi Rumah Sederhana

82

Anda mungkin juga menyukai