Anda di halaman 1dari 4

SURGAKU TELAH PULANG

Hingga hari ini aku masih belum percaya ibu telah tiada meninggalkan aku di dunia ini.
Keluargaku memang belum pernah kehilangan. Kini aku begitu kehilangan dan merindukan ibu.
Menyesal memang sempat aku rasakan karena belum sempat membuat ibu bahagia, bahkan
terkadang aku masih membuat ibu kecewa dengan kenakalanku.

Beberapa tahun yang lalu, disalah satu rumah sakit yang ada di kota Lumajang, ibuku
sedang berjuang melawan penyakit kanker paru-paru yang sedang dideritanya selama beberapa
bulan terakhir itu. Juga menyebakan ibu harus bolak-balik keluar kota untuk menjalani beberapa
macam proses pengobatan.

Penyakit kanker paru-paru yang sedang dialami oleh ibu pada saat itu menyebabkan ibu
harus keluar masuk rumah sakit, bahkan sampai harus bolak-balik keluar kota untuk menjalani
proses pemeriksaan seperti foto ronsen atau juga CT Scan untuk mengetahui perkembangan
kesehatannya. Selain itu, ibu juga diharuskan menjalani proses pengobatan, misalnya kemoterapi
untuk menghambat atau juga membunuh pertumbuhan sel kanker yang tumbuh di dalam tubuh
ibu dan proses kemoterapi tersebut tidak bisa dilakukan disembarang rumah sakit, bahkan
terkadang hanya rumah sakit khusus yang bisa melaksanakan kemoterapi tersebut. Salah satunya
rumah sakit paru-paru yang ada di Jember. Hal itu menyebabkan ibu harus bolak-balik keluar
masuk rumah sakit untuk menjalankan pengobatan tersebut. Terkadang kondisi kesehatan ibu
juga tidak memungkinkan untuk bolak-balik keluar kota. Jadi mengharuskan ibu untuk menjalani
rawat inap dirumah sakit tersebut setelah menjalani proses pengobatan kemoterapi tersebut.

Ternyata pada saat selesai melakukan CT Scan di Surabaya penyakit kanker paru-paru
ibu baru diketahui saat itu dan sudah memasuki stadium ke empat atau dimana di stadium
tersebut penyakit itu sudah menjalar ke organ-organ tubuh yang lainnya. Seperti kanker paru
paru yang ada ditubuh ibu sudah menjalar ke organ lain seperti ginjal, hati dan juga lambung.
Selain itu ibuku juga didiagnosis terkena diabetes dan juga hipertensi (darah tinggi). Dokter yang
menangani ibu mengatakan bahwa penyakit ibu timbul karena pola hidup ibu yang kurang sehat
dan juga faktor lingkungan sekitar. Misalkan, setiap hari saat bekerja di sawah atau bahkan saat
di rumah ibu terlalu banyak menghirup asap, sepeti asap rokok atau yang lainnya. Jadi ibu
termasuk perokok pasif yang lebih banyak mendapatkan dampak buruk dari rokok tersebut
daripada perokok aktifnya. Padahal saat dirumah ayahku tidak merokok, tetapi di lingkungan
sekitarku banyak yang menjadi perokok aktif. Selain itu pola hidup ibu juga kurang baik.
Misalkan setiap hari ibuku selalu mengkonsumsi minuman semacam marimas dan sebagainya
yang mengandung berbagai macam bahan kimia yang membahayakan tubuh. Ketika aku
mengetahui berita tersebut, aku merasa sedih dan juga merasa bahwa masih adakah lagi
kesempatan untuk ibu bisa kembali tertawa dirumah bersamaku lagi.

Pada suatu saat, ketika perjalan pulang dari pengobatan kemoterapi di rumah sakit paru-
paru Jember, ibu mengalami sesak nafas di dalam mobil yang akan membawa kami pulang ke
Lumajang. Karena udara di dalam mobil tersebut lumayan panas. Aku merasa sangat khawatir
dengan keadaan ibu saat itu yang sangat tersiksa karena kesakitan dan susah untuk bernafas.
Sehingga ibu kembali dibawa ke rumah sakit paru-paru tersebut dan menjalani pemeriksaan
kembali.

Di dalam rasa khawatirku hanya lantunan doa yang bisa aku panjatkan di dalam hatiku
untuk kesembuhan ibuku. Disatu sisi aku ingin sekali menangis, tetapi disisi lain aku harus
memberikan ibuku semangat untuk bisa melawan rasa sakit yang sedang dideritanya, walaupun
aku hanya bisa menangis di dalam hati.

Setelah menjalani pemeriksaan untuk menstabilkan lagi pernafasan ibu dan akhirnya ibu
bisa dirujuk ke rumah sakit Wijaya Kusuma di Lumajang agar dekat dengan saudara-saudaraku.
Ibu dibawa ke Lumajang menggunakan mobil ambulance rumah sakit, sehingga ibu bisa
bernafas dengan bantuan oksigen yang ada di dalam mobil ambulance tersebut. Walaupun
keadaan ibu masih lemah.

Setibanya di rumah sakit Wijaya Kusuma ibu kembali menjalani pemeriksaan dan
perawatan di rumah sakit itu. Setelah berhari-hari menjalani pemeriksaan dan perawatan di
rumah sakit itu keadaan ibu tidak mengalami perkembangan apapun, dan akhir-akhir itu tidak
ada sedikitpun makanan yang masuk ke perut ibu. Karena ibu selalu menolak jika dikasih
makanan. Hal itu menyebabkan kondisi ibu tidak mengalami perkembangan apapun. Tiba saat
pemeriksaan pada siang hari itu denyut nadi di tubuh ibu terasa sangat lemah. Sehingga
mengharuskan ibu dibawa ke ruang ICU. Tetapi ibu menolak untuk dibawa ke ruang ICU itu
karena takut dan trauma karena dulu ada salah satu tetanggaku ada yang ditelantarkan dan tidak
boleh dijenguk keluarganya di ruang ICU tersebut. Tetapi setelah aku dan ayahku membujuk dan
mengiba dihadapan ibu sampai menangis-nangis, ibu mau dibawa ke ruang ICU untuk menjalani
perawatan yang lebih intensif lagi.

Setelah berhari-hari ibu menjalani perawatan intensif di ruang ICU itu, ibu kembali
dirujuk ke RSUD Lumajang karena alat-alat pengobatannya yang lebih lengkap. Tetapi kondisi
ibu tidak menunjukkan perkemangan apapun. Seminggu sebelum ibu meninggal ibu sudah tidak
bisa diajak berkomunikasi dengan lancar lagi atau bisa dikatakan kalau ibu sudah tidak sadar lagi
dengan apa yang diucapkannya itu. Bahkan ketika digunakan untuk berbicara suara ibu sudah
habis karena batuk yang terus menerus disertai dengan darah. Dokter yang menangani ibu pun
mengatakan bahwa cairan yang dihasilkan oleh kanker paru-paru tersebut sudah memenuhi
sebagian paru-paru ibu. Sehingga menyebabkan ibu sulit bernafas jika tidak dibantu dengan
oksigen sebagai alat bantu bernafas.

Suatu malam ketika penyakit ibu kambuh, ibu merasa sangat kesakitan dan aku
membantu meredakan sakitnya dengan mengelus-elus punggungnya. Sambil merasa kesakitan
ibu berkata kepadaku “Pit, ada dua orang berbaju putih di pintu itu!” sambil menunjuk ke arah
pintu kamar rawatnya. Aku terkejut dan segera menoleh ke arah pintu itu, ternyata aku tidak
menemukan siapapun disana. Aku pun berpikir, “Pertanda apakah ini!”. Aku pun bertanya
kepada ayah yang sedang berbuka puasa saat itu, “Yah apakah yang dimaksud ibu?”. Ayah pun
menjawab, “ Biarkan aja nak, mungkin ibumu sedang ngelantur omonganya”. Aku pun akhirnya
hanya diam sambil terus mengelus-elus punggung ibu.

Setelah menjalani panjang dan lamanya proses pengobatan. Pada hari kamis, 25 juni 2015
surgaku telah kembali pulang kepada sang penciptanya. Saat itu aku merasa sedih, hancur dan
menyesal menjadi satu. Karena belum bisa membahagiakan ibu, bahkan terkadang aku masih
mengecewakan ibu dengan sikapku. Misalkan, saat pagi ibu sudah menyiapkan sarapan untukku,
tetapi aku malah mengabaikannya dan langsung berangkat ke sekolah karena alasan sudah
terlambat atau tidak nafsu. Bahkan sekarang aku juga sangat merindukan kegiatan-kegiatan kecil
yang ibu lakukan. Jadi, aku ingin mengingatkan kepada semuanya agar tidak menyia-nyiakan
atau bahkan sampai mengecewakan surga kita. Walaupun sejelek dan seburuk apapun surga kita
kita harus tetap menyayangi dan menghormatinya. Agar kita tidak menyesal di kemudian hari
ketika surga kita sudah dipanggil kembali oleh Tuhan untuk pulang.

Anda mungkin juga menyukai