menjadi sasaran pengkritik yang memerlukan kita berhadapan dengan Sains mengenai
hal-hal tertentu.
Tetapi jika kita tidak menyebutkan ayat yang menyebutkan unsur-unsur alam binatang
dengan maksud supaya manusia memikirkan nikmat besar yang diberikan Allah
kepadanya maka rasanya kita belum memberikan gambaran yang sempurna tentang isi
Al-Qur’an. Ayat di bawah ini kita sebutkan untuk memberi gambaran bagaimana Al-
Qur’an menyebutkan penyesuaian yang harmonis antara penciptaan alam dan hajat-
hajat manusia, yakni manusia di desa-desa .
Artinya: “Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu, padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan kamu makan (apa yang dapat dimakan) daripadanya.
Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya ketika kamu membawanya kembali ke kandang
dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu
negeri yang kamu tak sanggup sampai kepadanya melainkan dengan kesukaran-kesukaran yang
memayahkan diri. Sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih dan Penyayang. Dan Dia telah
menciptakan kuda, bagal dan keledai agar kamu menungganginya dan menjadikannya perhiasan; dan
Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.”
Di samping pemikiran-pemikiran secara umum, Al-Qur’an menyebutkan beberapa
permasalahan tentang hal-hal yang bermacam-macam:
Artinya: “Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari
air mani apabila dipancarkan.”
Pasangan adalah kata-kata yang sama yang kita dapatkan dalam ayat-ayat yang
membicarakan reproduksi tumbuh-tumbuhan. Disini soal sex ditegaskan. Perincian
yang sangat mengagumkan adalah gambaran yang tepat tentang beberapa tetes zat
cair yang diperlukan untuk reproduksi. Kata yang sama yang menunjukkan sperma
dipakai juga untuk membicarakan reproduksi manusia dan hal ini akan kita bicarakan
dalam fasal yang akan datang.
Artinya: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam
Al-Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka-lah, mereka dihimpunkan.” (Al An’aam: 38)
Beberapa hal dalam ayat tersebut harus kita beri komentar. Pertama-tarna: nasib
binatang-binatang sesudah mati perlu disebutkan. Dalam hal ini nampaknya Al-Qur’an
tidak mengandung sesuatu doktrin. Kemudian soal taqdir secara umum, yang
kelihatannya menjadi persoalan di sini, dapat difahami sebagai taqdir mutlak atau
taqdir relatif, terbatas pada struktur atau organisasi fungsional yang mengkondisikan
tindakan (behaviour). Binatang bereaksi kepada fakta luar yang bermacam-macam
sesuai dengan kondisi-kondisi tertentu.
Menurut Blachere, seorang ahli tafsir kuno seperti Al Razi berpendapat bahwa ayat ini
hanya menunjukkan tindakan-tindakan instinktif yang dilakukan oleh binatang untuk
memuji Tuhan.
Syekh si Baubekeur “Hamzah” (Sayid Abubakar Hamzah, seorang ulama Maroko) dalam
tafsirnya menulis: “Naluri yang mendorong makhluk-makhluk untuk berkelompok dan
berreproduk-si, untuk hidup bermasyarakat yang menghendaki agar pekerjaan tiap-
tiap anggota dapat berfaedah untuk seluruh kelompok.”
Cara hidup binatang-binatang itu pada beberapa puluh tahun terakhir telah dipelajari
secara teliti dan kita menjadi yakin akan adanya masyarakat-masyarakat binatang.
Sudah terang bahwa hasil pekerjaan kolektif telah dapat meyakinkan orang tentang
perlunya organisasi kemasyarakatan. Tetapi penemuan tentang mekanisme organisasi
beberapa macam binatang baru terjadi dalam waktu yang akhir-akhir ini. Kasus yang
paling banyak diselidiki dan diketahui adalah kasus lebah. Nama Von Frisch dikaitkan
orang dengan penyelidikan tersebut. Pada tahun 1973 Von Frisch, Lorenz dan
Tinbergenmendapat hadiah Nobel karena penyelidikan mereka.
Bahwa Al-Qur’an menyebutkan tiga macam binatang tersebut adalah sesuai dengan
ciri-ciri yang sangat menarik perhatian dari segi ilmiah mengenai binatang-binatang
tersebut.
LEBAH
Lebah ini dalam Al-Qur’an menjadi sasaran komentar yang paling panjang.
Artinya: “Dan Tuhan mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon
kayu dan di rumah-rumah yang didirikan manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-
buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar
minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat-obat yang
menyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang memikirkan.” (An Nahl: 68-69)
Adalah sukar untuk mengetahui apa yang dimaksudkan dengan mengikuti jalan Tuhan
dengan rasa tunduk, kecuali jika kita memahaminya secara umum. Apa yang dapat
kita katakan, sesuai dengan pengetahuan kita tentang kelakuan binatang-binatang itu
adalah bahwa di sini sebagaimana juga dalam tiap-tiap kasus dari tiga macam
binatang yang disebutkan sebagai contoh dalam Al-Qur’an, suatu penyusunan syaraf
yang sangat istimewa merupakan pendorong atau dasar kelakuannya. Kita mengetahui
umpamanya bahwa dengan menari, lebah dapat mengadakan perhubungan antara
mereka. Dengan perantaraan tarian tersebut lebah dapat memberi pengarahan
kepada lebah lain atau memberi tahu di mana terdapat bunga yang harus mereka
isap. Pengalaman Von Frisch yang masyhur menunjukkan arti gerakan lebah ini yang
dimaksudkan untuk pertukaran informasi antara lebah-lebah pekerja.
LABA-LABA
Laba-laba disebutkan dalam Al-Qur’an untuk menekankan keremehan rumahnya,
rumah yang paling tidak tahan apa-apa. Adalah suatu tempat perlindungan yang
sangat lemah, mereka yang mencari Tuhan selain Allah, begitulah kata-kata Al-
Qur’an.
Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti
laba-laba yang membuat rumah, padahal sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba
kalau mereka mengetahui.” [Al ‘Ankabuut:41]
Sarang laba-laba tersusun dari benang sutra yang dikeluarkan oleh kelenjar-kelenjar
binatang itu, daya tahannya sangat rendah, dan karena keremehannya orang tak
memerlukan menirunya.
Ahli-ahli alam (natur) mempertanyakan pola pekerjaan yang luar biasa daripada sel-
sel syaraf laba-laba yang memungkinkannya untuk membikin suatu rajut yang
ukurannya sangat sempurna’ Al-Qur’an tidak membicarakan soal ini.
BURUNG-BURUNG
Burung-burung sering disebut dalam Al-Qur’an. Kita dapatkan dalam hikayat Ibrahim,
Yusuf, Dawud, Sulaiman dan Nabi Isa. Tetapi disebutkannya burung dalam hikayat-
hikayat tersebut tak ada hubungannya dengan pembicaraan kita sekarang ini. Kita
telah menyebutkan ayat yang menyinggung adanya masyarakat binatang-binatang
bumi dan burung-burung.
Artinya: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya melainkan umat-umat juga seperti kamu.” (Al An’aam: 38)
Ada dua ayat lainnya yang menonjolkan tunduknya burung-burung kepada kekuasaan
Allah secara total.
Artinya: “Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas,
tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang yang beriman.” (An Nahl: 79)
Surat 67 ayat 19:
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung- burung yang mengembangkan dan
mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain yang Maha
Pemurah. Sesungguhnya Dia maha Melihat segala sesuatu.” (Al Mulk: 19)
Terjemahan suatu kata dalam dua ayat tersebut di atas adalah sulit. Terjemahan yang
kita muat di sini menunjukkan bahwa Tuhan itu menguasai burung-burung. Kata kerja
bahasa Arab adalah “amsaka” yang arti dasarnya, memegang.