Kota Berkelanjutan Membangun Kota Tanpa Luka-DR - Ir.Doni J.Wididantono, M.Eng - SC PDF
Kota Berkelanjutan Membangun Kota Tanpa Luka-DR - Ir.Doni J.Wididantono, M.Eng - SC PDF
Oleh :
Doni J. Widiantono
Zero-Sum Game
Selama tiga dasa warsa terakhir ini, kota-kota kita mengalami
penurunan kualitas lingkungan hidup yang luar biasa. RTH
perkotaan kita berkurang dari rata-rata 35% menjadi kurang dari
10%, lahan-lahan produktif dan persawahan teknis kita mengalami
alih fungsi menjadi pabrik-pabrik maupun rumah-rumah hunian
dengan laju di atas 50.000 hektar per tahun.
Kawasan kumuh yang menempati ruang-ruang yang bersifat
lindung seperti bantaran sungai, di bawah SUTET, kolong
jembatan dan kawasan resapan, serta ruang-ruang lainnya yang
Gambar. 3 Alih fungsi sawah menjadi pabrik
tidak kita alokasikan sebagai ruang hunian, makin berkembang tak
terkendali. Di sisi lain desakan pemilik modal juga memaksakan
pengembangan kawasan-kawasan hunian pada lokasi-lokasi yang
seharusnya kita lindungi seperti sempadan pantai, kawasan rawa, dan kawasan genangan (retention basin) seperti
yang kita lihat di Pantai Indah Kapuk, Kelapa Gading dan Sudirman CBD.
Beberapa Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan jalur hijau yang ada, banyak yang dimanfaatkan untuk keperluan lain
yang tidak semestinya seperti SPBU, kios-kios PKL, maupun aktivitas hunian illegal (squatters). Akibat
“penganiayaan” yang di luar batas tersebut, sekarang kita mulai merasakan akibatnya, yaitu banjir, longsor,
kekeringan, land-subsidence dan ruang kota yang centang perenang dan carut marut.
1
Tentu kita tidak bisa melakukan apology dengan mengatakan
bahwa ini merupakan suatu konsekuensi logis dari pembangunan
yang kita lakukan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi
yang kita inginkan. Walaupun ekonomi dan lingkungan
merupakan dua hal yang cancelling each other out, nampaknya
kita memang harus memilih: membayar saat ini atau nanti. Jika
kita tidak mau membayar biaya investasi tata ruang sekarang,
maka kita akan menuai bencana di masa yang akan datang,
karena tata ruang adalah sebuah zero-sum game!.
2
Quo Vadis Pengembangan Perkotaan kita?
Pertanyaan yang lebih paradigmatis adalah: kearah mana sebetulnya kebijakan pengembangan perkotaan kita? Di
negara-negara maju seperti Amerika sekarang ini terdapat dua kubu cara pandang dalam menata ruang kota, yaitu
smart growth dan libertarian (Hank Dittmar & Gloria Ohland, the New Transit Town, 2004). Kubu pertama
adalah kelompok yang sangat mempercayai kekuatan perencanaan dan regulasi (regulatory) dalam mengarahkan
dan mengendalikan pembangunan kawasan. Namun pendekatan ini dinilai mengabaikan kekuatan-kekuatan pasar
(baca: korporasi) dan trend yang berkembang di masyarakat, yang pada kenyataannya juga banyak mempengaruhi
pembentukan ruang-ruang yang ada.
Sebaliknya, kelompok kedua lebih mengedepankan pentingnya
kekuatan pasar, dan menafikan upaya-upaya perencanaan
terhadap pengembangan ruang. Menurut mereka, pasarlah
yang paling berhak memutuskan apakah suatu pengembangan
kawasan perlu dilakukan atau tidak. Sehingga kebijakan
pengembangan ruang cukup dilakukan secara discretionary,
karena menurut mereka rencana yang tidak memihak pasar
tidak akan cukup seksi untuk dijual.
Lalu ke arah manakah kecenderungan pendekatan kita dalam
menata ruang? Smart-growth atau libertarian? Regulatory atau
discretionary? Apakah penataan ruang dapat kita perlakukan
Gambar. 6 Konsep pembanguna kota yang kompak secara hitam putih seperti itu? Apa kita tidak bisa menganut
aliran smart-growth yang pro-pasar atau libertarian yang
regulatory? Belakangan memang muncul konsep-konsep
pengembangan kawasan yang cenderung mengambil jalan tengah semacam ini. Seperti konsep Transit Oriented
Development misalnya, yang cenderung untuk mengembangkan kawasan-kawasan terpadu yang kompak, dengan
peruntukan yang beragam namun sangat handy dan ramah lingkungan. Jadi, barangkali persoalan pendekatan
dalam tata ruang bukanlah persoalan benar-salah tapi persoalan pilihan yang lebih baik. Barangkali ini yang
dimaksud dengan : there is no right or wrong in doing planning; there’s only a better way.
3
Referensi:
Santoso, Jo (2008). Rethinking the Concept of Sustainable Urban Development: The Case of Greater Jakarta.
Dittmar, Hank dan Ohland, Gloria (2004). The New Transit Town: Best Practices in Transit-Oriented
Development. Island Press, Washington.
Conference Strategies for Sustainable Cities (1999). http:/www.denhaag.nl/sust.cities99
Papanek, Victor (1995). The Green Imperative: Natural Design for the Real World. Thames and Hudson,
Singapore.