Anda di halaman 1dari 2

1. Mengapa pada periode 1950-1959 penerapan ideologi lebih diarahkan ke ideologi lebiral?

Jelaskan contoh penerapannya!

Pada periode ini dasar negara tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan
seperti ideologi liberal. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh-contoh berikut :

a). Penerapan sila keempat yang tidak lagi berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara
terbanyak (voting).

b). Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya
pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI.

c). Karena tuntutan rakyat (1950) maka Presiden Soekarno membubarkan RIS dan
memberlakukan UUDS 1950 sebagai landasan konstitusi bagi demokrasi liberal.

d). Karena dengan RIS presiden sekedar menjadi simbol negara. Pemerintahan RI dijalankan
oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Terbentuknya kabinet-kabinet kerja yang tak
berlansung lama.

e). Dominanya politik aliran maksudnya partai politik yang sangat mementingkan kelompok atau
alirannya sendiri dari pada mengutamakan kepentingan bangsa.

f). Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai–partai
politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai.

8. Apakah ada hubungannya antara dimensi realitas, idealitas, dan fleksibilitas dalam pancasila?
Jelaskan!

Hakikat Pancasila sebagai ideologi Negara memiliki tiga dimensi sebagai berikut:

a. Dimensi realitas :Mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila bersumber dari nilai-nilai
kehidupan bangsa .

b. Dimensi idealitas :Mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c. Dimensi fleksibilitas : Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka karena bersifat demokratis
dan mengandung dinamika internal yang mengundang dan merangsang warga Negara yang
meyakininya untuk mengembangkan pemikiran baru, tanpa khawatir kehilangan hakikat dirinya.

Jadi, antara ketiga dimensi ini adalah saling berhubungan/saling keterkaitan dan saling
menopang antar dimensi yang lain. Yakni, nilai Pancasila harus dijabarkan dalam kehidupan
nyata sehari-hari baik dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat maupun dalam segala
aspek penyelenggaraan negara. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai dasar Pancasila mengandung
adanya tujuan yang dicapai sehingga menimbulkan harapan dan optimisme serta mampu
menggugah motivasi warga negara untuk mewujudkan cita-cita. Sehingga pancasila ini dapat
memunculkan pemikiran baru, tanpa khawatir kehilangan hakikat dirinya.

Anda mungkin juga menyukai