Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN

BENDUNGAN ASI DI RSUD DR. SOEKARDJO


KOTA TASIKMALAYA

LAPORAN TUGAS AKHIR


Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan

Oleh :
ANNISA ISTIQOMAH
NIM. 13DB277094

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa LTA yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada


Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya“
sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan
plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan pengutipan dengan cara-
cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam penulisan
karya ilmiah.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung sanksi yang telah ditentukan
institusi Prodi D III Kebidanan STIKes Muhammadiyah Ciamis apabila ditemukan
adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini.

Ciamis, Juni 2016


Yang Membuat Pernyataan,

Materai 6000

Annisa Istiqomah

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat illahi Robbi atas, Taufik, Rahmat
dan hidayah-nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir
ini dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI
di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya“
Laporan Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan D III Kebidanan dan memenuhi gelar ahli madya
kebidanan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis. Penulis
menyadari bahwa penyusunan dan penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih
banyak kekurangan dan belum sempurna.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini yaitu kepada yang terhormat :
1. Dr. H. Zulkarnaen SH. MH., selaku Ketua BPH STIKes Muhammadiyah
Ciamis.
2. H. Dedi Supriadi, S.Sos., S.Kep., M.M.Kes, selaku ketua STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
3. Heni Heryani, SST., M.KM., selaku ketua Program Studi D III Kebidanan
sekaligus pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir
ini.
4. Dewi Nurmala, SST., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Laporan
Tugas Akhir ini.
5. H. Iif Taufiq El Haque, S.Kep., selaku pembimbing AIK.
6. Direktur RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya yang telah memberikan ijin
untuk penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
7. Bidan-bidan di Ruang VII RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya yang telah
membantu dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
8. Ny. C yang telah bersedia menjadi responden dalam penyusunan Laporan
Tugas Akhir ini.
9. Kedua orangtua yang telah memberikan motivasi dan dorongan dalam
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

v
10. Teman-teman satu asrama yang bersedia menukar pikiran dalam
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
11. Rekan-rekan satu angkatan yang telah memberikan motivasi selama
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, terima kasih atas kerjasamanya.
Penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini tidak hanya menambah
pengetahuan, tetapi dapat menjadikan inisiatif dan merangsang kreativitas dalam
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu kebidanan.
Akhirul Kalam penulis mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya
apabila ada kekurangan dan tidak bisa menyebutkan satu per satu. Terima kasih
banyak semoga apa yang dicita-citakan kita bersama di kabulkan Allah SWT,
amin.

Nasrun Minalloh Wafathun Qorib Wabasyiril Mukminin


Wassalammualaikum wr,wb.

Ciamis, Juni 2016

Penyusun

vi
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI
DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA1

Annisa Istiqomah2 Heni Heryani3 Dewi Nurmala4

INTISARI

Salah satu masalah menyusui pada masa nifas adalah bendungan ASI
(engorgement of the breast). Bendungan ASI terjadi karena penyempitan duktus
laktiferus atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna karena
kelainan pada puting susu. Angka kejadian bendungan ASI di Indonesia terbanyak terjadi
pada ibu-ibu bekerja sebanyak 16%. Angka kejadian bendungan ASI di kota Tasikmalaya
yaitu 15-18%. Studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya tahun 2015 Post partum dengan bendungan ASI 336 orang. Dampak
bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan
intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga
tekanan seluruh payudara meningkat akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang,
dan nyeri.
Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata
dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI di RSUD
dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya menggunakan pendekatan proses manajemen
kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI ini dimulai dari
tanggal 3-5 Maret 2016 di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan
pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
bendungan ASI. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan bendungan ASI di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dilaksanakan sesuai
dengan prosedur manajemen kebidanan.

Kata Kunci : Ibu Nifas, Bendungan ASI


Kepustakaan : 19 buku, 2 jurnal, 4 website (2008-2015)
Halaman : i-xii, 39 halaman, 8 Lampiran

1 Judul Penulisan Ilmiah; 2 Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis; 3 Dosen STIKes


Muhammadiyah Ciamis; 4 Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis.

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
INTISARI ............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................... 5
D. Manfaat............................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar................................................................................... 7
1. Nifas .......................................................................................... 7
2. Bendungan ASI ......................................................................... 13
B. Teori Manajemen Kebidanan .......................................................... 23
C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Bendungan ASI ............... 27
D. Kewenangan atau Landasan Hukum............................................... 29
E. Masa Nifas Menurut Pandangan Islam............................................ 29

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Metode Pengkajian .......................................................................... 31
B. Tempat dan Waktu Pengkajian ........................................................ 31

viii
C. Subjek yang Dikaji ............................................................................ 32
D. Jenis Data yang digunakan.............................................................. 32
E. Instrumen Pengkajian ...................................................................... 32
F. Tinjauan Kasus................................................................................. 34

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan .................................................................................... 38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan........................................................................................... 43
B. Saran ................................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45


LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Asuhan yang Diberikan Sewaktu Melakukan Kunjungan Masa
Nifas .................................................................................................... 10

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Bentuk Puting.................................................................................. 15
Gambar 2.2 Perawatan Payudara ...................................................................... 19
Gambar 2.3 Teknik Menyusui yang Benar ......................................................... 21
Gambar 2.4 Bagan Skema Langkah-langkah Proses Manajemen.................... 27

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Time Schedule


Lampiran 2 Riwayat Hidup
Lampiran 3 Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4 Surat Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
Lampiran 5 Surat Rekomendasi dari Dinas Perhubungan Kota Tasikmalaya
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 7 Daftar Tilik Pemeriksaan Fisik Ibu Nifas
Lampiran 8 Daftar Tilik Perawatan Payudara
Lampiran 9 Lembar Konsultasi

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perempuan mendapatkan anugerah untuk dapat hamil, melahirkan,
dan menyusui. Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di
dunia berhasil menyusui bayinya tanpa membaca buku tentang cara
menyusui, bahkan ibu yang buta huruf mampu untuk menyusui bayinya.
Kebanyakan perempuan memilih untuk segera menyusui bayinya setelah
melahirkan dan pada minggu keenam masa nifas terdapat kurang dari 60
persen perempuan yang masih menyusu bayinya (Jones, 2002 dalam
Juwita, 2016).
Persiapan memberikan ASI dilakukan sejak dalam masa kehamilan.
Pada waktu hamil, payudara akan semakin penuh karena retensi air, lemak
serta berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara sehingga terasa tegang
dan nyeri. Bersama dengan membesarnya kehamilan, perkembangan dan
persiapan untuk proses menyusui makin tampak. Hal itu tampak dari
payudara semkain membesar, puting susu semakin menonjol, areola
memmae semakin menghitam (mengalami hiperpigmentasi) dan pembuluh
darah semakin tampak. Dalam rangka menyempurnakan ASI maka kedua
payudara harus diperlakukan sama untuk menghindari terjadinya stagnasi
dan tersumbatnya saluran susu serta untuk menghindari kemungkinan
infeksi payudara (Prawirohardjo, 2010).
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena
timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi.
Pada sebagian ibu yang tidak paham akan masalah itu, kegagalan menyusui
sering dianggap problem pada anak saja. Masalah dari ibu yang sering
timbul selama menyusui dapat dimulai sejak masa kehamilan, pada masa
pasca persalinan dini, dan masa pasca persalinan lanjut. Masalah yang
sering timbul pada masa kehamilan antara lain kurang atau salah informasi,
puting susu tenggelam (retracted), atau puting susu datar. Sedangkan
masalah menyusui pada masa pasca persalinan dini antara lain puting susu
datar ataupun tenggelam, puting susu lecet, payudara bengkak, saluran

1
2

susu tersumbat (Bendungan ASI) dan mastitis sampai terjadi abses


payudara (Manuaba, 2010).
Salah satu masalah menyusui pada masa nifas adalah bendungan ASI
(engorgement of the breast). Bendungan ASI terjadi karena penyempitan
duktus laktiferus atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan
sempurna karena kelainan pada puting susu. Keluhan yang dirasakan antara
lain payudara terasa berat, bengkak, keras, dan nyeri. Pencegahan
terjadinya bendungan payudara sebaliknya dimulai sejak hamil dengan
perawatan payudara untuk mencegah terjadinya masalah pada payudara
(Dewi dkk., 2011).
Diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di dunia (38%) didapati
tidak menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara (WHO,
2014). Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
32,3% ibu menyusui mengalami payudara bengkak dan mastitis,
kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan
payudara selama kehamilan. Payudara bengkak dapat terjadi karena
adaanya penyempitan duktus laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi
pula ibu memiliki kelainan puting susu (misalnya puting susu datar, terbenam
dan panjang) (Manuaba, 2010).
Angka kejadian bendungan ASI sampai saat ini tidak diketahui secara
pasti. Menurut penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
RI pada tahun 2014 kejadian bendungan ASi di Indonesia terbanyak terjadi
pada ibu-ibu bekerja sebanyak 16% dari ibu menyusui (Kemenkes, 2015).
Sementara hasil Survey Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) Propinsi Jawa
Barat tahun 2014 kejadian bendungan ASI pada ibu menyusui di Jawa Barat
yaitu 13% (1-3 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi di perkotaan dan 2-
13% (2-13 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi di pedesaan (Badan Pusat
Statistik Propinsi Jawa Barat, 2014).
Angka kejadian bendungan ASI di kota Tasikmalaya yaitu 15-18% (15-
18 kejadian dari 100 ibu menyusui) (Dinkes Tasikmalaya 2015). Berdasarkan
laporan data rekam medik di RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya pada tahun
2015 angka kejadian bendungan ASI sebanyak 10%. Studi pendahuluan
yang dilakukan penulis di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya tahun 2015,
tercatat 3663 orang ibu nifas di ruang VII. Dengan PP normal sebanyak 2830
3

orang, PP dengan anemis 394 orang, PP dengan retensio urin 172 orang,
PP dengan sisa plasenta 135 orang, PP dengan penyulit dan penyerta 72
orang, PP dengan rupture grade IV 20 orang, PP dengan bendungan ASI
336 orang (Ruang VII RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Tania (2014) meneliti tentang
Bendungan ASi di RSUD Ambarawa dengan perolehan data 6 bulan terakhir
yaitu bulan Desember 2013 sampai bulan Mei 2014 diperoleh hasil 234 ibu
yang melahirkan di RSUD Ambarawa dan didapatkan 112 ibu postpartum
(48%) mengalami penyulit lebih banyak pada masa nifas, salah satunya
termasuk kasus bendungan ASI.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2014) hasil
penelitian menunjukan faktor yang mempengaruhi terjadinya bendungan ASI
pada ibu post partum di RSKDIA Siti Fatimah Makasar terdiri dari dua
variabel yaitu variabel bebas seperti pengetahuan, teknik menyusui,
pekerjaan dan n menyusui, sedangkan variabel terikat yaitu bendungan ASI.
Berdasarkan hasil uji statistik ada pengaruh antara pengetahuan, teknik
menyusui, pekerjaan dan menyusui mempengaruhi terjadinya bendungan
ASI.
Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan
mengakibatkan tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai
segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat
akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri (WHO),
walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar
sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan
secara adekuat akhirnya terjadi mastitis (Mochtar, 2011).
Pasa masa laktasi sering muncul masalah-masalah yang dihadapi oleh
seorang ibu, kadang merasa tidak mengetahui kondisi serta apa yang harus
mereka lakukan. Dalam masa nifas, pengetahuan tentang perawatan
payudara sangat penting untuk diketahui, ini berguna untuk menghindari
masalah-masalah dalam proses menyusui. Salah satu masalah pada
menyusui adalah bendungan ASI (Dewi dkk., 2011).
Salah satu cara mengatasi masalah menyusui tersebut dapat
dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan tentang perawatan
payudara. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu upaya dalam
4

informasi, pengetahuan pada masyarakat untuk berperilaku atau


mengadopsi perilaku kesehatan. Dampak yang timbul dari cara ini terhadap
perilaku kesehatan masyarakat akan memakan waktu lama. Namun apabila
perilaku tersebut diadopsi masyarakat, maka akan langgeng bahkan selama
hidup dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Sedangkan upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka
kejadian bendungan ASI dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang
perawatan payudara sehingga memperkecil terjadinya bendungan ASI, serta
meningkatkan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Selain itu juga
perbaikan pelayanan kesehatan memberikan penyuluhan tentang pemberian
ASI secara on the mand (Saifudin, 2010).
Pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya meningkatkan
pengetahuan atau kesadaran pada masyarakat saja, namun yang lebih
penting adalah mencapai perilaku kesehatan. Adapun firman Allah ta’ala dan
hadist yang berkenaan dengan masalah tersebut adalah :

.... …..

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun


penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah
: 233).

Ayat diatas menjelaskan bahwa seorang ibu hendaknya menyusukan


anaknya selama 2 tahun dan minimal selama 6 bulan. Pemberian ASI
secara ekslusif selama 6 bulan dan dilanjutkan ± 2 tahun penuh merupakan
salah satu program pemerintah, pemberian ASI secara dini juga dapat
mencegah ibu dari berbagai masalah pada payudara seperti bendungan ASI,
mastitis dan abses. Begitu banyak sekali firman Allah SWT yang membahas
mengenai pemberian ASI salah satunya dalam surat Al-Baqarah ayat 233
yang bermakna bahwa Allah menyeru kepada umatnya (para ibu) agar
menyusui anak-anaknya selama 2 tahun penuh. Bahkan pemberian ASi
selama 2 tahun penuh merupakan penyempurnaan penyusuan bagi seorang
muslim. Manfaat pemberian ASI juga terdapat dalam hadist yang dikatakan
oleh Ibnu Mas’ud rodhiyallohu anhu bahwa ASI dapat menguatkan tulang
serta menumbuhkan daging.
5

Berdasarkan masalah tersebut penulis tertarik untuk mengambil studi


kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan
ASI di RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya 2016”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan
masalahnya adalah “Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap
Ny. C umur 23 tahun P2A0 post partum hari ke 2 dengan bendungan ASI di
RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya ?”.

C. Tujuan Pengkajian
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan bendungan ASI terutama pada Ny. C umur 23 tahun P2A0 post
partum hari ke 2 di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian ibu nifas pada Ny. C umur 23 tahun P2A0
post partum hari ke 2 dengan bendungan ASI di RSUD dr.
Soekardjo Tasikmalaya.
b. Menentukan interpretasi data pada ibu nifas terhadap Ny. C umur
23 tahun P2A0 post partum hari ke 2 dengan bendungan ASI di
RSUD Soekardjo Tasikmalaya.
c. Menentukan diagnosa potensial pada ibu nifas terhadap Ny. C umur
23 tahun P2A0 post partum hari ke 2 dengan bendungan ASI di
RSUD Soekardjo Tasikmalaya.
d. Melakukan tindakan segera atau kolaborasi pada ibu nifas terhadap
Ny. C umur 23 tahun P2A0 post partum hari ke 2 dengan bendungan
ASI di RSUD Soekardjo Tasikmalaya.
e. Merencanakan tindakan pada ibu nifas terhadap Ny. C umur 23
tahun P2A0 post partum hari ke 2 dengan bendungan ASI di RSUD
Soekardjo Tasikmalaya.
f. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap Ny. C
umur 23 tahun P2A0 post partum hari ke 2 dengan bendungan ASI di
RSUD Soekardjo Tasikmalaya.
6

g. Melakukan evaluasi asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap Ny.


C umur 23 tahun P2A0 post partum hari ke 2 dengan bendungan ASI
di RSUD Soekardjo Tasikmalaya.

D. Manfaat Pengkajian
1. Manfaat Teoritis
Hasil laporan tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai referensi
bagi ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan ibu nifas dengan
bendungan ASI.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi pendidikan STIKes Muhammadiyah Ciamis
Dapat menambah bahan kajian khususnya bagi mahasiswa
kebidanan dalam menerapkan cara mengatasi masalah pada
payudara ibu nifas, serta dapat digunakan sebagai bahan bacaan
di perpustakaan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.
b. Bagi RSUD dr. Soekardjo
Dapat dijadikan sebagai masukan dan gambaran informasi
untuk meningkatkan manajemen asuhan kebidanan yang
diterapkan terhadap klien dengan bengungan ASI.
c. Bagi Ibu Nifas, Keluarga dan Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai pengetahuan bagi ibu nifas,
keluarga dan masyarakat dalam melakukan perawatan pada
payudara yang baik dan benar sehingga ibu tidak mengalami
masalah dengan payudara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori


1. Nifas
a. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
atau 42 hari, namun secara keseluruhannya akan pulih dalam waktu
3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga “puer” yang
artinya bayi dan “parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang
keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan
(Sari Eka dkk., 2014).
Waktu yang lama pada masa nifas umumnya adalah 40 hari,
dimana sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai
tanda-tanda kelahiran). Jika sudah selesai 40 hari akan tetapi darah
tidak berhenti atau tetap keluar darah, maka perhatikanlah bila
keluarnya di saat „adah (kebiasaan) haid, maka itu darah haid atau
menstruasi. Akan tetapi jika darah keluar terus dan tidak ada masa
haidnya dan darah itu terus tidak berhenti mengalir, maka ibu harus
segera memeriksakan diri ke bidan atau dokter (Sari Eka dkk.,
2014).
Menurut Saleha (2009), Masa nifas adalah masa setelah
melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari menurut hitungan awam.
Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir
setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil
atau tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan
psikologi karena proses persalinan.
b. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah untuk:
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologis.

7
8

2) Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini,


mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayi.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui,
pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
4) Memberikan pelayanan keluarga berencana.
5) Mendapatkan kesehatan emosi.
c. Tahapan Masa Nifas
1) Puerpurium dini yaitu masa pemulihan dimana ibu telah
diperkenankan untuk berjalan-jalan dan berdiri.
2) Puerpurium intermedial yaitu masa pemulihan menyeluruh alat-
alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat terutama bila hamil atau bersalin yang mengalami
komplikasi (Rukiyah, dkk., 2010).
d. Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut (Saleha, 2009)
adalah sebagai berikut :
1) Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24
jam. Pada masa nifas ini sering terdapat banyak masalah,
misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu bidan
dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,
pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu.
2) Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam
keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokea tidak berbau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan
cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3) Periode Late Postpartum (1 minggu-5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.
9

e. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas


Bidan memiliki peran yang sangat penting dalam pemberian
asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam
masa nifas antara lain :
1) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama
masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi
ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
2) Memberikan dukungan serta memantau kesehatan fisik ibu dan
bayi.
3) Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial
serta memberikan semangat pada ibu.
4) Membantu ibu dalam menyusui bayinya dan mendorong ibu
untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
5) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta
keluarga.
6) Membangun kepercayaan dari ibu dalam perannya sebagai ibu.
7) Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang
berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan
administrasi.
8) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
9) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai
cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktekan kebersihan yang
aman.
10) Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan
data, menetapkan diagnosa, dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan
bayi selama periode nifas.
11) Memberikan asuhan secara professional.
(Sulistyawati, 2009)
10

f. Kebijakan Program Pemerintah dalam Asuhan Masa Nifas


Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling
sedikit empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan
tujuan untuk :
1) Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan
adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada
masa nifas.
4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan
mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
Tabel 2.1 Asuhan yang Diberikan Sewaktu
Melakukan Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan Waktu Asuhan
1. 6-8 jam setelah a) Mencegah perdarahan masa nifas
persalinan karena atonia uteri.
b) Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan, rujuk bila perdaraha
berlanjut.
c) Memberikan konseling pada ibu atau
salah satu anggota keluarga
mengenai bagaimana cara
mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
Melakukan hubungan antara ibu
dengan bayi yang baru lahir.
e) Menjaga bayi agar tetap sehat
dengan mencegah hipotermi.
Setelah bidan melakukan
pertolongan persalinan maka bidan
harus menjaga ibu dan bayi baru
lahir untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai ibu dan bayi
dalam keadaan stabil.
2. 6 hari post a) Memastikan involusi uterus berjalan
partum normal : uterus berkontraksi, fundus
di bawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal.
c) Memastikan ibu mendapatkan cukup
makan, cairan dan istirahat.
d) Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperhatikan tanda-
11

tanda penyulit.
Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat ,
dan merawat bayi sehari-hari.

3. 2 minggu setelah Asuhan pada 2 minggu post partum


persalinan sama dengan asuhan yang diberikan
pada kunjungan 6 hari post partum.
4. 6 minggu setelah Menanyakan penyulit-penyulit yang
persalinan dialami ibu selama masa nifas.
Memberikan konseling untuk KB secara
dini.
Sumber : Sulistyawati, 2009

g. Tanda Bahaya Masa Nifas


1) Perdarahan hebat atau peningkatan darah secara tiba-tiba atau
pembalut penuh dalam waktu setengah jam telah mengganti 2
kali pembalut.
2) Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk.
3) Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung.
4) Sakit kepala yang terus-menerus atau nyeri epigastrik, atau
masalah penglihatan.
5) Pembengkakan pada wajah dan tangan.
6) Demam, muntah, rasa sakit pada waktu pembuangan air seni,
atau merasa tidak enak badan.
7) Payudara yang merah, panas atau sakit
(Rukiyah dkk., 2010)
h. Infeksi Masa Nifas
Beberapa konsep mengenai pengertian infeksi pada masa
nifas berdasarkan para ahli :
1) Infeksi masa nifas adalah infeksi pada traktus genitalia setelah
persalinan biasanya endometrium bekas insersi plasenta
(Saleha, 2009).
2) Infeksi nifas adalah infeksi pada dana melalui traktus genitalis
setelah persalinan. Suhu 38°C atau lebih yang terjadi antara
hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat
kali sehari (Yanti dan Dian, 2011).
12

3) Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semuat alat


genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan
ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38°C tanpa
menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari
(Manuaba, 2010).
i. Cara Terjadinya Infeksi
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan
pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang
sudah ada dalam vagina kedalam uterus.
2) Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen yang
berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi.
3) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi
penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
4) Infeksi intapartum sudah dapat menimbulkan gejala-gejala
pada waktu berlangsungnya persalinan.
(Dewi, Sunarsih, 2011).
j. Jenis-jenis Infeksi
1) Endometris
Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen¸ radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua
bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis dan
mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keeping-keping
nekrosis serta cairan (Saleha, 2009).
2) Parametritis
Parametritis adalah infeksi jaringa pelvis yang dapat
terjadi melalui beberapa cara penyebaran melalui limfe dari
luka serviks yang terinfeksi atau dari endometris, penyebaran
langsung dari luka-luka pada serviks yang meluas sampai ke
dasar ligamentum serta penyebaran sekunder dari
tromboflebitis (Dewi, Sunarsih, 2011).
3) Peritonitis
Infeksi purepuralis melalui saluran getah bening dapat
menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonis atau ke
parametrium menyebabkan parametritis (Saleha, 2009).
13

4) Infeksi saluran kemih


Kejadian infeksi saluran pada masa nifas relatif tinggi dan
hal ini dihubungkan dengan hipotonik kandung kemih akibat
trauma kandung kemih saat persalinan, pemeriksaan dalam
yang sering, kontaminasi kuman dan perineum atau kateterisasi
yang sering (Dewi, Sunarsih, 2011).
2. Bendungan ASI
a. Konsep Dasar
Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada
payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga
menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan
suhu badan (Rukiyah dkk., 2010).
b. Pengertian Bendungan ASI Menurut beberapa ahli :
1) Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3
ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan
disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancer, karena
bayi tidak cukup sering menyusui, produksi meningkat,
terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi kurang baik, dan
dapat pula terjadi akibat pembatasan waktu menyusui
(Prawirohardjo, 2010).
2) Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada
puting susu. Bendungan air susu adalah terjadinya
pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena
dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASi dan rasa
nyeri disertai kenaikan suhu badan (Prawirohardjo, 2010).
c. Proses Laktasi dan Menyusui
1) Anatomi dan Fisiologi Payudara
Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, di atas
otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu
untuk nutrisi bayi. Manusia memiliki sepasang kelenjar payudara
yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan
14

saaat menyusui 800 gram. Payudara disebut pula glandula


mamalia yang ada baik pada wanita maupun pria.
Pada pria secara normal tidak berkembang kecuali jika
dirangsang oleh hormon. Pada wanita tetap berkembang setiap
pubertas sedangkan selama hamil terutama berkembang pada
saat menyusui (Sari Eka Puspita, dkk., 2014).
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
a) Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
b) Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah. Bagian ini
terdiri dari kulit yang longgar dan mengalami pigmentasi dan
masing-masing payudara bergaris tengah kira-kira 2,5 cm.
Areola ini berwarna merah muda pada wanita yang berkulit
cerah, lebih gelap pada wanita berkulit coklat, dan warna
tersebut menjadi lebih gelap pada waktu hamil. Di daerah
areola ini terletak kira-kira 20 galndula sebacea. Pada
kehamilan areola ini membesar dan disebut luberculum
Montgomery.
c) Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak
payudara. Dengan panjang kira-kira 6 mm, tersusun atas
jaringan erektil berpigmen dan merupakan bangunan yang
sangat peka. Permukaan papilla mamae berlubang-lubang
berupa ostium papillare kecil-kecil yang merupakan muara
ductus lactifer ini dilapisi oleh epitel. Bentuk puting ada
empat yaitu bentuk yang normal, pendek atau datar,
panjang dan terbenam (inverted).
15

Gambar 2.1 Bentuk Puting


Sumber : swetty smiler.wordpress.com
d. Faktor-faktor penyebab Bendungan ASI, yaitu :
1) Pengosongan mamae yang tidak sempurna (dalam masa
laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi
ASI-nya yang berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan
selesai menyusui, dan payudara tidak dikosongkan maka masih
terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak
dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu
tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak
aktif menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI)
3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (tehnik yang salah
dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi
lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu.
Akibatnya ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi
bendungan ASI).
4) Puting susu terbenam (puting susu terbenam akan menyulitkan
bayi dalam menyusu, karena bayi tidak dapat menghisap puting
dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi
bendungan ASI).
5) Puting susu terlalu panjang (puting susu yang panjang
menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi
tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus
16

untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan


menimbulkan bendungan ASI
(Rukiyah dkk., 2010).
e. Tanda-tanda Gejala Bendungan ASI, yaitu :
1) Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, puting
susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusui, pengeluaran
susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit,
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya
kemerahan, suhu tubuh sampai 38°C (Rukiyah dkk., 2010).
2) Tanda gejala menurut Prawirohardjo (2010) yaitu :
pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara
keras, kadang terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan
suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda-tanda kemerahan
dan demam.
f. Penanganan Bendungan ASI
Penanganan yang dilakukan yang paling penting adalah
dengan mencegah terjadinya payudara bengkak yaitu :
1) Susukan bayi segera setelah lahir.
2) Susukan bayi tanpa dijadwal
3) Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih
lembek.
4) Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi
melebihi kebutuhan ASI.
5) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres
dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kanan dan
kiri.
6) Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting
susu berikan kompres sebelum menyusui (Rukiyah dkk., 2010).
Penanganan Bendungan ASI menurut beberapa ahli
1) Manuaba (2010)
Mengosongkan ASI dengan masase atau pompa, memberikan
estradiol sementara menghentikan pembuatan ASI, dan
pengobatan simtomatis sehingga keluhan berkurang.
17

2) Menurut Jannah (2011)


a) Menyokong payudara dengan BH dan memberikan
analgetik.
b) Beri stril 3 kali/hari 1 mg selama 2-3 hari (sementara waktu)
untuk mengurangi pembendungan dan memungkinkan air
susu dikeluarkan dengan pijatan.
3) Menurut Suherni (2009)
a) Keluarkan ASI secara manual / ASI tetap diberikan pada
bayi.
b) Menyangga payudara dengan BH yang menyokong.
c) Kompres dengan kantong es (kalau perlu).
d) Pemberian analgetik atau kodein 60 mg per oral.
g. Perawatan Payudara
1) Tujuan Perawatan Payudara
Perawatan payudara pasca persalinan merupakan
kelanjutan perawatan payudara semasa hamil, yang mempunyai
tujuan sebagai berikut :
a) Untuk menjaga kebersihan payudara.
b) Untuk menghindari penyulit saat menyusui. Antara lain
puting susu lecet, ASI tidak lancer berproduksi,
pembengkakan payudara.
c) Untuk menonjolkan puting susu.
d) Menjaga bentuk buah dada tetap bagus.
e) Untuk memperbanyak produksi ASI.
2) Pelaksanaan Perawatan Payudara
Perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini
mungkin yaitu 1-2 hari sesudah bayi lahir, hal tersebut dilakukan
2 kali sehari.
a) Pelaksanaan Perawatan Payudara
(1) Persiapan alat :
(a) Baby oil secukupnya.
(b) Kapas secukupnya.
(c) Waslap 2 buah.
(d) Handuk bersih 2 buah.
18

(e) Bengkok.
(f) 2 baskom berisi air (hangat dan dingin).
(g) BH yang bersih untuk menyokong payudara dan
terbuat dari bahan katun.
(2) Persiapan Ibu
(a) Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir
dan keringkan dengan handuk.
(b) Baju ibu bagian depan dibuka.
(c) Pasang handuk.
b) Dalam pelaksanaan perawatan payudara ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan perawatan
payudara pasca persalinan, yaitu :
(1) Puting susu dikompres dengan kapas minyak selama 3-
4 menit, kemudian bersihkan dengan kapas minya tadi.
(2) Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari
dan jari telunjuk diputar ke dalam 20 kali dan keluar 20
kali.
(3) Penonjolan puting susu yaitu :
(a) Puting susu cukup ditarik sebanyak 20 kali.
(b) Dirangsang dengan menggunakan ujung waslap.
c) Pengurutan Payudara
(1) Telapak tangan petugas diberi baby oil kemudian
diratakan.
(2) Peganglah payudara lalu diururt dari pangkal ke puting
susu sebanyak 30 kali.
(3) Pijatlah puting susu pada daerah areola mammae untuk
mengeluarkan colostrum.
(4) Untuk menghilangkan nyeri, ibu dapat minum
parasetamol 1 tablet 4-6 jam.
(5) Bersihkan payudara dengan air bersih memakai waslap.
19

Gambar 2.2 : Perawatan Payudara


(Sumber : Ayu Chandra, 2014)

Setelah selesai pengurutan, payudara dikompres


dengan air hangat dan air dingin secara bergantian selama
kurang lebih 5 menit (air hangat dahulu kemudian air dingin)
kemudian keringkan dengan handuk dan pakaiah BH yang
menyangga payudara.
h. Teknik Menyusui dengan Benar
1) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir lakukan hal ini
setiap kali akan menyusui.
2) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan
pada puting susu dan areola disekitarnya. Cara ini mempunyai
manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting
susu.
3) Bayi diletakan menghadap perut ibu atau payudara.
4) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (kaki tidak menggantung) dan
punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
5) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,
kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh
menengadah) dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan
ibu.
6) Satu tangan bayi diletakan dibelakang badan ibu, dan yang satu
di depan.
20

7) Perut bayi menempel perut ibu, kepala bayi menghadap


payudara (tidak hanya membelokan kepala bayi).
8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
Catatan : ibu menatap bayi dengan kasih saying.
9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain
menopang di bawah, jangan menekan puting susu atau areola
saja.
10) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek)
dengan cara :
a) Menyentuh pipi dengan puting susu.
b) Menyentuh sisi mulut bayi.
11) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu dengan puting susu serta areola
dimasukan ke mulut bayi.
12) Usahakan sebagian areola dapat dimasukan kedalam mulut
bayi sehingga puting susu ibu berada di bawah langit-langit dan
lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan
ASI yang terletak dibawah areola.
13) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau
disanggah lagi.
14) Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang
benar dan tepat. Dapat dilihat dari :
a) Bayi tampak senang.
b) Badan bayi menempel dengan perut ibu.
c) Mulut bayi membuka dengan lebar.
d) Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi.
e) Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
f) Puting susu ibu tidak terasa nyeri.
g) Telinga dan lengan sejajar terletak pada garis lurus.
h) Kepala tidak menengadah.
i) Melepaskan isapan bayi.
j) Setelah menyusui pada satu payudara sampai kosong
sebaiknya ganti payudara yang lain. Cara melepaskan
isapan bayi :
21

(1) Jari kelingking ibu dimasukan ke mulut bayi melalui


sudut mulut.
(2) Dagu bayi ditekan ke bawah.
(3) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit
kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitar.
Biarkan kering dengan sendirinya
(Sari Eka, dkk., 2014).

Gambar 2.3 : Teknik Menyusui yang Benar


(Sumber : Diah, 2012)

i. Manfaat Pemberian ASI


1) Bagi Bayi
Pemberian ASI dapat membantu bayi memulai
kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong, atau susu
pertama mengandung antibody yang kuat untuk mencegah
infeksi dan membuat bayi menjadi kuat. Penting bagi bayi sekali
untuk segera minum ASI dalam jam pertama sesudah lahir,
kemudian setidaknya setiap 2-3 jam. ASI mengandung
campuran berbagai bahan makanan yang tepat bagi bayi. ASI
mudah dicerna oleh bayi. ASI saja tanpa tambahan makanan
lain merupakan cara terbaik untuk memberik makan bayi dalam
waktu 4-6 bulan pertama. Sesudah 6 bulan, beberapa bahan
22

makanan lain harus disarankan selama setidaknya 1 tahun


perama kehidupan anak.
2) Bagi Ibu
a) Pemberian ASI membantu ibu untuk memulihkan diri dari
proses persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari
pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan
memperlambat perdarahan (hisapan pada puting susu
merangsang dikeluarkan hormon oksitosin alami akan
membantu kontraksi rahim).
b) Wanita nya menyusui bayinya akan lebih cepat pulih/turun
berat badannya dari berat badan yang bertambah selama
hamil.
c) Pemberian ASI adalah cara terbaik bagi ibu untuk
mencurahkan kasih sayangnya kepada buah hatinya.
3) Bagi Keluarga
a) Mudah dalam proses pemberiannya.
b) Mengurangi biaya pengeluaran rumah tangga.
c) Bayi yang mendapat ASI jarang sekali sakit, sehingga dapat
menghemat biaya untuk berobat.
d) Ibu menyusui yang siklus menstruasinya belum pulih
kembali akan memperoleh perlindungan sepenuhnya dari
kemungkinan hamil.
4) Bagi Negara
a) Penghematan untuk subsidi anak sakit dan pemakaian obat-
obatan.
b) Penghematan devisa dalam hal pembelian susu formula dan
perlengkapan menyusu.
c) Mengurangi polusi.
d) Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) masa depang
yang berkualitas.
(Sari Eka dkk., 2014).
23

B. Teori Manajemen Kebidanan


1. Manajemen Varney
Merupakan metode pemecahan masalah kesehatan ibu dan
anak yang khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan
kebidanan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Dalam proses penatalaksanaan asuhan kebidanan menurut
Varney (2008) dalam Purwoastuti dan Walyani (2015) 7 langkah
manajemen meliputi :
a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi
yang akurat dari semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk
memperoleh data dapat dilakukan dengan cara anamnesa,
pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan
tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang.
Langkah ini merupakan langkah awal yang akan
menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai
dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi
yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam
pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif,
objektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan
kondisi atau masalah klien yang sebenarnya.
b. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah yang spesifik.
Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena
masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi
membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hasil
pengkajian.
c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau
diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa
yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila
24

memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengawasi pasien


bidan bersiap-siap bila masalah potensial benar-benar terjadi.
d. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera dan Kolaborasi
Mengatantisipasi perlunya tindakan segera oleh bidan dan
atau dokter untuk konsultasi atau ditangani bersamam dengan
anggota tim kesehatan lain.
e. Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi/masalah klien, tapi juga dari
kerangka pedoman antisipasi klien tersebut, apakah kebutuhan
perlu konseling, penyuluhan dan apakah pasien perlu dirujuk
karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah
kesehatan lain. Pada langkah ini tugas bida adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana
bersama klien dan keluarga, kemudian membuat kesepakatan
bersama sebelum melaksanakannya.
f. Langkah VI : melaksanakan Asuhan
Pada langkah ini rencana asuhan yang komprehensif yang
telah dibuat dapat dilaksanakan secara efisien seluruhnya oleh bida
atau dokter atau tim kesehatan lain.
g. Langkah VII : Evaluasi
Melakukan evaluasi hasil dari asuhan yang telah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai dengan diagnosa/masalah.
2. Metode SOAP
Menurut Elisabeth (2015) metode yang digunakan dalam
pendokumentasian data perkembangan asuhan kebidanan ini adalah
SOAP.
S : Subjektif
a. Menggambarkan pendokumentasian pengumpulan data klien
melalui anamnesa.
b. Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya.
25

c. Pada klien, suami atau keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat


menarche, riwayaat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, riwayat KB, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit
keturunan, riwayat psikososial, pola hidup)
d. Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandan klien.
Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannnya dicatat
sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan
dengan diagnosa. Pada orang yang bisu, dibagian data belakang “
S “ diberi tanda “ O “ atau “ X “ ini menandakan orang itu bisu.
Data subjektif menguatkan diagnosa yang dibuat.
O : Objektif
a. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien,
hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam
data fokus untuk mendukung assessment.
b. Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
(keadaan umum, vital sign, fisik, pemeriksaan dalam, laboratorium
dan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan dengan inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi).
c. Data ini memberi bukti gejala klinis klien dan fakta yang
behubungan dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil observasi,
informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, hasil observasi,
informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar-X, rekam CTG
dan lain-lain) serta informasi dari keluarga atau orang lain dapat
dimasukan dalam kategori ini. Apa yang diobservasi oleh bidan
akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan
ditegakan.
A : Assesment
a. Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau
informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau
disimpulkan. Karena keadaan klien terus berubah dan selalu ada
informasi baru baik subjektif maupun objektif, maka proses
pengkajian adalah suatu proses yang dinamik. Sering
menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti
perkembangan klien.
26

b. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi


data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :
1) Diagnosa atau masalah
a) Diagnosa adalah rumusan dari hasil pengkajian mengenai
kondisi klien : hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh.
b) Masalah adalah segala sesuatu yang menyimpang
sehingga kebutuhan klien terganggu.
2) Antisipasi masalah lain/diagnosa potensial
P : Planning atau Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan
evaluasi berdasarkan assessment. Untuk perencanaan, implementasi
dan evaluasi dimasukan dalam “ P “.
27

3. Keterkaitan Antara Manajemen Kebidanan dan Sistem


Pendokumentasian SOAP

Alur pikir bidan Pencatatan dari asuhan kebidanan

Proses Manajemen kebidanan Dokumen kebidanan

7 Langkah Varney Pendokumentasian


asuhan kebidanan (SAOP

Pengaumpulan data dasar Subjektif & objektif

Interprestasi data dasar


SOAP NOTES
Mengidentifikasi masalah
Subjektif Objektif
atau diagnosa potensial
Analisa Data
Assessment atau
Mengidentifikasi dan
Diagnosa
menetapkan kebutuhan
yang memerlukan Plan:
penanganan segera Konsul
Tes diagnostik/Lab
Merencanakan asuhan Rujukan
Pendidikan/
yang komprehensif atau
Konseling
menyeluruh Follow up
Penatalaksanaan
Melaksanakan
perencanaan dan
pelaksanaan
Evaluasi

Gambar 2.4 Bagan Skema Langkah-langkah Proses Manajemen


(Sumber : Estiwidani dkk., 2008)

C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Bendungan ASI


Konsep dasar asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan
ASI menurut Prawihardjo (2010) diagnosa bendungan ASI adalah sebagai
berikut :
1. S : Data Subjektif
Data subjektif diambil berdasarkan anamnesa, penderita merasa
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya
28

kemerahan, suhu tubuh kadang disertai panas, bayi rewel, karena sulit
menyusu dan pengeluaran ASI sedikit.
2. O : Data Objektif
Data objektif diambil berdasarkan :
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Biasanya pada bendungan ASI suhu tubuh ibu lebih dari 37°C.
b. Inspeksi
Pengamatan dengan mata akan tampak payudara tegang dan
puting tidak terlalu menonjol.
c. Palpasi
Merupakan teknik pemeriksaan menggunakan indra peraba, karena
tangan dan jari-jari merupakan indra yang sensitife, pada kasus
bendungan ASI payudara akan teraba penuh, keras, tegang, dan
pengeluaran ASI sedikit.
3. A : Analisa Data
Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau
informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan.
Dengan data dasar kasus bendungan ASI dari hasli pemeriksaan
didapati payudara nyeri, terasa penuh, keluar ASI sedikit-sedikit dan
badannya terasa menggigil disertai suhu tubuh yang meningkat
sehingga dapat disimpulkan analisa data menjadi, misalnya : P1A0 hari
post partum dengan bendungan ASI.
4. P : Planning atau Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan
evaluasi berdasarkan analisa, untuk perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
Perencanaan atau penatalaksanaan yang diberikan ada ibu nifas
dengan bendungan ASI menurut Wiknjosastro (2009) adalah :
a. Keluarkan ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek.
b. Keluarkan ASI sebelum menyusui sehingga ASI keluar lebih mudah
ditangkap dan dihisap oleh bayi.
c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI.
d. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres
dingin, dan hangat menggunakan handuk secara bergantian.
29

e. Susukan ASI sesering mungkin tanpa dijadwal (on the mand).


f. Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi ASI melebihi
kebutuhan bayi.
g. Dari penatalaksanaan bendungan ASI tersebut untuk asuhan
kebidanan yang diberikan pada klien dapat dilakukan :
1) Melakukan observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital.
2) Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat.
3) Memberikan konseling tentang kebutuhan nutrisi selama masa
nifas.
4) Memberikan konseling carfa menyusui yang benar.
5) Memberitahu ibu untuk melakukan pengompresan dengan air
hangat pada ke-2 payudara.
6) Memberikan KIE tentang perawatan payudara.
7) Melakukan rujukan ke puskesmas bila bendungan tidak
sembuh dalam 1 minggu (Rukiyah dkk.,, 2010).
8) Memberikan terapi parasetamol 500 mg untuk mengurangi
nyeri dan menurunkan panas (prawirohardjo, 2010).
Evaluasi pada ibu nifas dengan bendungan ASI menurut
Wiknjosastro (2009) yaitu terpenuhinya kebutuhan ibu untuk banyak
istirahat, ibu mengerti tentang kebutuhan nutrisi selama masa nifas, ibu
mengerti tentang cara menyusui yang benar, ibu mengerti tentang
perawatan payudara.

D. Kewenangan atau Landasan Hukum


Sesuai dengan Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 yang
menjadi landasan hukum pada asuhan kebidanan ibu nifas yaitu Pasal 9
bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
kesehatan ibu. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana pasal 9 diberikan
pada : masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui dan masa antara dua kehamilan.

E. Masa Nifas Menurut Pandangan Islam


Nifas menurut pandangan islam adalah darah yang keluar dari rahim
disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya
30

atau sebelum (2 atau 3 hari) yang disertai rasa sakit. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan, “Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai
merasa sakit adalah nifas”. Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari.
Dan maksudnya yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak,
maka itu bukan nifas. Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa
nifas itu ada batasan minimal dan maksimalnya.
Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang
dijadikan kaitan hokum oleh pembawa syari‟at hal 37 : Nifas tidak batas
minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati
darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah darah
nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu adalah darah kotor, dan bila
demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan
batasan umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadist.
Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut
kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda
akan behenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai
berhenti. Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena selama
itulah masa nifas pada umumnya. Demikian disebutkan dalam kitab Al-
Mughni. Adapun hadist yang berkenaan dengan masa nifas yaitu :
Ulama Syafi‟iyah berpendapat darah nifas maksimalnya adalah 60
hari. Ada juga yang berpendapat 40 hari. Mereka beralasan dengan hadist
Ummu Salamah, dimana ia berkata,

“Dahulu di masa Rasullullah shallallahu ‘ alaihi wa sallam, wanita


menunggu masa nifasnya selesai hingga 40 hari atau 40 malam.” (HR. Abu
Daud no. 311, Tirmidzi no. 139, Ibnu Majah no. 648. Hadits ini dishahihkan
Al Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabi. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini hasan, sedangkan Syaikh Al Albani
mengatakan shahih).
DAFTAR PUSTAKA

AL Quran Surat Al-Baqarah Ayat 233.

Ayu Chandra. (2014). Perawatan Payudara Ibu Menyusui. [internet] tersedia


dalam https://ayu94candra.wordpress.com/2014/09/06/perawatan-
payudara-saat-menyusui/ [diakses 02 Mei 2016].

BPS Jawa Barat. (2014). Angka Kejadian Bendungan ASI. [internet] tersedia
dalam http://www.jabar.go.id/angka-kejadian-bendungan-ASI.html.
[diakses 02 Mei 2016].

Dewi., dkk. (2011). Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba


Medika.

Diah. (2012). Teknik / Cara Menyusui yang Benar. [internet] tersedia dalam
http://jurnalbidandiah.blogspot.co.id/2012/04/cara-menyusui-yang-benar-
posisi-upaya.html. [diakses 02 Mei 2016].

Elizabeth, Siwi W & Endang P. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
menyusui. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Estiwidani, D, dkk, (2008). Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Penerbit Fitramaya.

Jannah. (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogjakarta : Ar - Ruzz.

Juwita. (2016). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Infeksi Payudara.
[internet] tersedia dalam http://merijuwitaf.blogspot.co.id/2016/03/asuhan-
kebidanan-iv-patologis.html. [diakses 02 Mei 2016].

Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk


Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta : EGC.

Mochtar, Rustam. (2011). Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC.

Notoamodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka


Cipta.

Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin penyelengaraan praktek


bidan.

Prawirohardjo. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Purwoastuti, E., Walyani, E. (2015). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Maternal dan Neonatal. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Ratnasari. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Bendungan ASI


pada Ibu Post Partum di RSKDIA Siti Fatimah Makasar. Jurnal Kebidanan

45
46

[internet] tersedia dalam http://library.stikesnh.ac.id. [diakses 10 Mei


2016].

Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :


Nuha Medika.

Rukiyah, dkk. (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta :


Trans Info Media.

Saifudin. (2010). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saleha. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Sari Eka Puspita., dkk. (2014). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas (Postnatal
Care). Jakarta : Trans Info Media.

Suherni. (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakart : Penerbit Fitramaya.

Sulistyawati. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta :
CV. Andi Offset.

Tania. (2014). Studi Kasus Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan
Bendungan ASI di RSUD Ambarawa. Jurnal Kebidanan Akademi
Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran. [internet] tersedia dalam
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3929.doc. [diaskes 10
Mei 2016].

Varney. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan vol 2. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro, H. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Yanti dan Dian . (2011). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Bandung : PT. Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai